BAB I PENDAHULUAN adalah di Pulau Jawa sebesar 10,29%. 2 Di Jawa Tengah, jumlah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara berkembang.1 Berdasarkan data World Health

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB V PEMBAHASAN. subyek pengamatan yaitu penderita rinosinusitis kronik diberi larutan salin isotonik

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN. bermotor, pembangkit tenaga listrik, dan industri. Upaya pemerintah Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui adanya makanan (Ship, 1996). mengalami gangguan penghidu (Doty et al, 2006). Di Austria, Switzerland

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

Perbedaan transpor mukosiliar pada pemberian larutan garam hipertonik dan isotonik penderita rinosinusitis kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP KUALITAS HIDUP PEROKOK

BAB I PENDAHULUAN. batu kapur merupakan kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan material dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan industri dapat memberikan dampak positif bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDETEKSI DAN PENETRALISIR POLUSI ASAP DENGAN KONTROL MELALUI APLIKASI ANDROID (RANCANG BANGUN PERANGKAT KERAS)

Pengaruh cuci hidung dengan NaCl 0,9% terhadap peningkatan rata-rata kadar ph cairan hidung

KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. (natural sources) seperti letusan gunung berapi dan yang kedua berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, terutama di negara-negara industri yang banyak memiliki pabrik dan

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sangat besar, realisasi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

Kiat Atasi Gangguan Pernapasan Akibat Polusi Udara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

Hubungan Paparan Debu Kayu dengan Waktu Transport Mukosiliar Hidung (TMSH) pada Karyawan Perusahaan Mebel CV. Citra Jepara Furniture, Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH IRIGASI HIDUNG TERHADAP DERAJAT SUMBATAN HIDUNG PADA PEROKOK LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. saluran nafas yang menyebabkan gangguan kesehatan saat partikel tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat

BAB I PENDAHULUAN. ini dalam mendukung perkembangan kemajuan kota-kota besar di dunia, namun

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara

Efektivitas larutan cuci hidung air laut steril pada penderita rinosinusitis kronis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas udara berarti keadaan udara di sekitar kita yang mengacu pada

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I BAHAN BAKAR MINYAK

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv. ABSTRAK...

SKRIPSI EFEKTIFITAS TERAPI SALINE NASAL SPRAY TERHADAP PERUBAHAN WAKTU TRANSPORT MUKOSILIAR HIDUNG PENDERITA RINITIS ALERGI

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai suatu keadaan

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bensin diperoleh dari penyulingan minyak bumi. Produk minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran serta polusi. Pada tahun 2013 industri tekstil di Indonesia menduduki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

ANALISIS PERUBAHAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PENDERITA SINUSITIS KRONIS PADA PENGOBATAN GURAH JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

Hasma Idris Nohong, Abdul Kadir, Muh. Fadjar Perkasa

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Polusi udara merupakan salah satu hal yang mengancam kesehatan manusia, terutama di daerah perkotaan. Zat iritan yang mencemari udara dapat berasal dari kendaraan bermotor, mesin pabrik, debu pertanian, asap kebakaran hutan, dll. 1 Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sendiri mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2011, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 85.601.351 kendaraan dan meningkat menjadi 121.394.185 kendaraan di tahun 2015. Pertumbuhan kendaraan bermotor tertinggi pada periode 2011 2015 adalah di Pulau Jawa sebesar 10,29%. 2 Di Jawa Tengah, jumlah kendaraan bermotor terus meningkat dari tahun sebelumnya. Dari tahun 2009 hingga 2012 terdapat peningkatan rata-rata 12,30 % pada jenis kendaraan sepeda motor, mobil, bus, dan truk. 3 Bertambahnya jumlah kendaraan bermotor diikuti dengan pembangunan prasarana jalan. Pembangunan jalan nasional pada awal tahun 2015 mencapai 47.017,27 km. Sedangkan untuk jalan tol, panjangnya mencapai 942 km di seluruh Indonesia pada Juni 2015. 4 Besarnya jumlah kendaraan yang berlalu-lalang di jalanan ini meningkatkan jumlah zat iritan pencemar udara. Hal ini akan berpengaruh buruk bagi kesehatan manusia yang terpapar polusi udara, termasuk petugas gerbang tol 1

2 yang ditempatkan di jalan tol. WHO melaporkan bahwa sekitar 7 juta orang meninggal akibat paparan polusi udara pada tahun 2012. 5 Dalam udara yang tercemar, terkandung berbagai zat iritan yang berbahaya, misalnya particulate matter (PM), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), ozon, dll. 6 Paparan zat-zat iritan dapat merusak mukosa hidung sehingga akan muncul respon inflamasi pada mukosa. 1 Selain itu, zat-zat tersebut mengganggu transpor mukosiliar sehingga viskositas mukus meningkat yang akan berujung pada infeksi bakteri dan inflamasi mukosa hidung. 1,7 Hal-hal tersebut akan menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan. 6 Irigasi hidung merupakan salah satu metode sederhana yang mampu mengurangi keluhan sinonasal. 8 Metode ini mengurangi gejala hidung tersumbat dengan cara membantu pengeluaran iritan yang memicu inflamasi (debris, bakteri, alergen, fungi, dll), serta menurunkan jumlah mediator inflamasi di mukosa sehingga dapat mengurangi inflamasi mukosa hidung. 8 10 Diketahui irigasi hidung dengan larutan salin dapat mengurangi gejala rinitis alergi pada anak serta mengurangi nilai eosinofil pada sekret hidung metode yang efektif juga bermanfaat sebagai terapi utama untuk pasien pediatri yang menderita rinosinusitis kronik dan keluhan hidung lainnya serta mengurangi jumlah pasien yang harus menjalani prosedur Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS) dan CT scan. 11,12 Irigasi hidung dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dialirkan dengan tangan, semprot, aerosol, tekanan positif (squeeze bottle),

3 tekanan negatif (menghirup, neti pot), dan alat yang bermesin. Beberapa penelitian menguji efektivitas dari metode-metode tersebut. Irigasi hidung dengan tekanan positif lebih efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi penggunaan obat pada rinosinusitis kronik daripada metode semprot hidung. Dari empat metode irigasi hidung yang pernah diteliti, yaitu semprot hidung, atomizer, nebulizer, dan bulb syringe pada sinus, hasilnya adalah irigasi hidung dengan bulb syringe lebih mampu menjangkau daerah sinonasal. Penelitian lain menunjukkan bahwa metode irigasi tekanan positif dan negatif lebih mampu menjangkau sinus etmoidalis dan maksilaris daripada nebulizer. 13 Nasal wash bottle merupakan salah satu alat yang sering digunakan untuk mencuci hidung. Namun di pasaran, harga alat ini kurang terjangkau sehingga kurang dapat diaplikasikan pada semua lapisan masyarakat. Alat lain yang dapat digunakan adalah spuit. Di pasaran, spuit tersedia dalam harga yang lebih terjangkau sehingga spuit dapat menjadi alat pengganti nasal wash bottle untuk mencuci hidung. Namun, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa spuit dapat menjadi alat alternatif untuk irigasi hidung. Oleh sebab itu, peneliti akan melakukan penelitian tentang perbandingan efektivitas irigasi hidung dengan spuit dan nasal wash bottle terhadap derajat sumbatan hidung pada petugas gerbang tol. 1.2. Rumusan Permasalahan Apakah ada perbedaan efektivitas irigasi hidung dengan spuit dan nasal wash bottle terhadap derajat sumbatan hidung pada petugas gerbang tol?

4 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Membandingkan efektivitas irigasi hidung dengan spuit dan nasal wash bottle terhadap derajat sumbatan hidung pada petugas gerbang tol. 1.3.2. Tujuan Khusus 1) Membandingkan sumbatan hidung sebelum dan setelah dilakukan irigasi hidung dengan spuit pada petugas gerbang tol. 2) Membandingkan sumbatan hidung sebelum dan setelah dilakukan irigasi hidung dengan nasal wash bottle pada petugas gerbang tol. 3) Membandingkan sumbatan hidung setelah dilakukan irigasi hidung dengan spuit dan nasal wash bottle pada petugas gerbang tol. 1.4. Manfaat Penelitian 1) Bidang Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang perbandingan sumbatan hidung setelah dilakukan irigasi hidung dengan spuit dan nasal wash bottle sebagai pencegahan penyakit saluran napas serta menentukan metode yang lebih baik untuk membersihkan saluran napas. 2) Bidang Pelayanan

5 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya petugas gerbang tol tentang manfaat irigasi hidung dalam memperbaiki sumbatan pada hidung yang setiap harinya terpapar asap kendaraan bermotor. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi metode yang lebih baik digunakan untuk irigasi hidung. 3) Bidang Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi serta dasar untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut. 1.5. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Penelitian Metodologi Hasil Hauptman G, Ryan MW. The effect of saline solutions on nasal patency and mucociliary clearance in rhinosinusitis patients. 2007;815 21. 14 Desain : Eksperimental dengan randomized double-blind trial Variabel bebas : Semprot hidung salin isotonik dan hipertonik Sumbatan hidung dan transpor mukosiliar Sampel : 80 pasien rinosinusitis, masingmasing mendapatkan semprot hidung salin isotonik dan hipertonik Uji statistik : Uji chisquare, uji Fisher, dan Mann-Whitney Semprot hidung isotonik dan hipertonik memperbaiki gejala hidung tersumbat (p < 0,0001). Semprot hidung isotonik dan hipertonik dapat meningkatkan waktu transpor mukosiliar (p < 0,0001). Semprot hidung hipertonik meningkatkan iritasi hidung dibandingkan dengan semprot hidung hipertonik (p < 0,0001). Chusakul, S., Warathanasin, S., Desain : Eksperimental Pasien mengalami

6 Suksangpanya, N., Phannaso, C., Ruxrungtham, S., Snidvongs, K., et al. Comparison of buffered and nonbuffered nasal saline irrigations in treating allergic rhinitis. Laryngoscope. 2013;123(1):53 6. 15 Wang Y, Ku M, Sun H, Lue K. Efficacy of nasal irrigation in the treatment of acute sinusitis in atopic children. J Microbiol Immunol Infect [Internet]. 2014;47(1):63 9. 16 Chen PG, Murphy J, Alloju LM, Boase S, Wormald P-J. Sinus Penetration of a Pulsating Device Versus the Classic Squeeze Bottle in Cadavers Undergoing Sinus Surgery. Ann Otol Rhinol Laryngol dengan randomized double-blind trial hidung isotonik nonbuffer (ph 6,2-6,4), buffer sedikit asam (ph 7,2-7,4), dan buffer sedikit basa (ph 8,2-8,4) Gejala hidung, transpor mukosiliar, patensi nasal, dan preferensi pasien Sampel : 36 pasien rinitis alergi Uji statistik : Uji Chisquare, uji Wilcoxon, dan uji McNemar Desain : Prospektif, randomized, placedocontrolled hidung isotonik Nasal peak expiratory flow rate (npefr), apusan mukosa hidung, radiografi (proyeksi Water s), dan Pediatric Rhinoconjunctivitis Quality of Life Questionnaire (PRQLQ) Sampel : 60 anak atopi dengan sinusitis akut (29 perlakuan, 31 kontrol) Uji statistik : Uji Mann-Whitney Desain : Human cadaveric study hidung dengan squeezed bottle dan pulsating device perbaikan gejala hidung (p = 0,03) dan bersin (p = 0,04) pada irigasi hidung dengan buffer sedikit asam. Selain itu, preferensi pasien condong secara signifikan pada larutan buffer sedikit asam (p = 0,02) Terdapat peningkatan signifikan (p < 0,05) pada PRQLQ dan npefr pada kelompok irigasi. Tidak ada perbedaan yang signifikan (p > 0,005) pada radiografi antara kedua kelompok. Kelompok yang melakukan irigasi hidung mengalami perbaikan pada gejala kongesti mata, hidung berair, hidung gatal, bersin, dan batuk. Irigasi menggunakan squeezed bottle lebih menjangkau sinus maksilaris (P < 0,006), sinus frontalis (P < 0,0001), dan sinus sfenoidalis (P < 0,0001)

7 [Internet]. 2017;126(1):9 13. 17 Lam K, Tan BK, Lavin JM, Meen E, Conley DB. Comparison of nasal sprays and irrigations in the delivery of topical agents to the olfactory mucosa. Laryngoscope. 2013;123(12):2950 7. 18 Distribusi larutan fluorescein Sampel : 5 kadaver Uji statistik : Linear mixed effects model Desain : Human cadaveric study hidung dan semprot hidung Distribusi larutan methylene blue Sampel : 8 kadaver Uji statistik : 2-tailed t test daripada pulsating device (alat dengan mesin). Irigasi hidung memberikan hasil pewarnaan yang lebih meluas dan intens daripada semprot hidung pada sphenoethmoid recess, superior turbinate, dan superior olfactory cleft (P > 0,05). Irigasi dan semprot hidung memiliki tingkat pewarnaan yang sebanding pada vestibulum nasi (P > 0,05), konka nasi inferior (P = 0,04), dan konka nasi media (P > 0,05) Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi, subjek, variabel bebas, variabel terikat, dan desain penelitian. Penelitian ini diadakan di kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia, dengan subjek penelitian petugas gerbang tol. Variabel bebas pada penelitian ini adalah irigasi hidung dengan spuit dan nasal wash bottle. Variabel terikat pada penelitian ini adalah derajat sumbatan hidung. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RCT pre and post test controlled group.