PERSENTASE BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara bisa dilihat dari beberapa indikator seperti pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja dan penggangguran. Indonesia selama beberapa tahun kebekangan ini memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di atas enam persen. Kemudian tingkat pengangguran di Indonesia selama lima tahun terakhir rata-rata sebesar enam persen. Jika dibandingkan dengan lima negara yang berada di kawasan Asia Tenggara yaitu Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam, ratarata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama lima tahun terakhir berada di bawah Singapura, Filipina dan Vietnam. Filipina Indonesia Malaysia Singapura Thailand Vietnam 16 14 12 10 8 6 4 2 0 6.4 6.2 5.2 5.4 6 2010 2011 2012 2013 2014 TAHUN Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Enam Negara Asia Tenggara Tahun 2010 2014 (persen) Sumber: World Bank, 2015 Selain itu juga pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang cukup tinggi ini diikuti dengan tingkat ketimpangan pendapatan cenderung meningkat. Untuk lebih jelasnya seberapa besar tingkat pendapatan di Indonesia bisa dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Data Ketimpangan Pendapatan Indonesia Tahun 2008 2013 Tahun Indeks Gini Ratio 2009 0,37 2010 0,38 2011 0,41 2012 0,41 Sumber: BAPPENAS, 2013
Terjadinya ketimpangan pendapatan menurut Adelma dan Moris di Negara Sedang Berkembang (NSB) disebabkan karena (Arsyad, 2010): a. Penurunan pendapatan per kapita yang disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk yang signifikan. b. Inflasi yang tidak diikuti dengan pertambahan produksi barang-barang. c. Pembangunan antar daerah yang tidak merata d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek yang padat modal, bukan pada padat karya sehingga pengangguran bertambah. e. Mobilitas sosial yang rendah f. Kebijakan industri subsidi impor yang mengakibatkan kenaikan pada harga barang-barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis. g. Akibat adanya ketidakelastisan permintaan terhadap barang-barang ekspor NSB, berdampak pada nilai tukar bagi NSB dalam perdagangan dengan negaranegara maju memburuk. h. Industri-industri kerajinan rakyat yang hancur. Negara Indonesia telah bertansformasi menjadi negara industri, di mana sektor industri telah berkontribusi lebih dari 20 persen dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan sektor pertanian dalam PDB mengalami penurunan. Pada tahun 1983 kontirbusi sektor pertanian dalam PDB lebih dari 20 persen, namun kemudian 10 tahun kemudian (tahun 1993) sektor industri yang berkontribusi lebih dari 20 persen sedangkan sektor pertanian hanya sebesar 17,8 persen (Sastrosoenarto, 2006). Dari hasil studi yang dilakukan oleh Etharina pada tahun 2004, menyatakan bahwa sektor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan yaitu sektor industri. Maka tidak heran bila transformasi Indonesia menjadi negara industri menyebabkan terjadinya peningkatan ketimpangan wilayah. Sektor industri meningkatkan ketimpangan pendapatan karena industri tumbuh tidak merata di wilayah Indonesia. Industri banyak tumbuh di Pulau Jawa, sedangkan di pulau lain tidak banyak industri yang tumbuh. Seiring dengan meningkatnya ketimpangan pendapatan di Indonesia, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi ketimpangan tersebut. Salah satu program pemerintah yang berupaya untuk mempercepat pembangunan dan pemerataan ekonomi di Indonesia yaitu program Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang disingkat dengan MP3EI. Kebijakan ini dikeluarkan pada masa pemerintahan presiden Soesilo Bambang Yoedoyono (SBY). Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan arah pembangunan ekonomi Indonesia hingga 2025. Melalui percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi ini, bukan hanya meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, namun juga untuk pemerataan dan kualitas hidup masyarakat (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). Terkait dengan visi Indonesia 2025 dalam UU 17 tahun 2007, visi tersebut akan diwujudkan dalam tiga misi yang menjadi fokus utama yaitu: a. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) sumber daya alam, geografis wilayah, dan sumber daya manusia, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar-kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. b. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional. c. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven economy. Untuk mencapai tujuan dari program MP3EI, wilayah Indonesia dibagi menjadi enam koridor ekonomi yaitu koridor ekonomi Sumatera, koridor ekonomi Jawa, Koridor ekonomi Kalimantan, koridor ekonomi Sulawesi, koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara, dan koridor ekonomi Papua-Kepulauan Maluku. Gambar 1.2. Enam Koridor Ekonomi Indonesia dalam MP3EI Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011.
Setiap koridor ekonomi memiliki sektor potensial yang akan menjadi sektor penggerak ekonomi masing-masing koridor ekonomi. (1) Koridor ekonomi Sumatera: Sektor pertanian, dan sektor pertambangan dan penggalian. (2) Koridor ekonomi Jawa: Sektor industri pengolahan, Sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan Sektor pengangkutan dan komunikasi, serta Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. (3) Koridor ekonomi Kalimantan: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor listrik, air dan gas. (4) Koridor ekonomi Sulawesi: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor industri pengolahan. (5) Koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara: Sektor pertanian, Sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan Sektor Jasa-jasa. (6) Koridor ekonomi Papua-Maluku: Sektor pertanian, Sektor pertambangan dan penggalian, dan Sektor listrik, gas dan air. Sektor-sektor ekonomi berperan penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dengan pertumbuhan sektor-sektor ekonomi akan menciptakan lapangan pekerjaan, menigkatkan pendapatan masyarakat sehingga bisa meningkatkan pemerataan pembangunan ekonomi Indonesia. Di era otonomi daerah sekarang, tentu pelaksanaan kebijakan diberikan kewenangan kepada masing-masing daerah provinsi. Seperti halnya dengan pelaksanaan program MP3EI yang akan kewenangan pelaksanaannya adalah setiap provinsi dengan sektor ekonomi strategis masing-masing daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan bagaimana mengembangkan sektor ekonomi strategis untuk mempercepat pembangunan dan mengurangi ketimpangan di wilayahnya.. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai pada tahun 2000 setelah dikeluarkannya Undang-undang tentang otonomi daerah pada tahun 1999. Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 bahwa pelaksanaan otonomi daerah menyangkut mengenai (1) Otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah.(2) Pelaksanaannya harus memperhatikan konstitusi Negara agar tetap terjaga hubungan yang serasi antarpusat dan daerah serta antardaerah. (3) Dengan pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah otonom. (4) Membuat peraturan daerah yang mampu membina kawasan pada aspek potensi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
INDEKS WILLIAMSON 1.2. Rumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum menjamin terciptanya pemerataan pembangunan. Hal inilah yang menarik untuk diteliti ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup tinggi namun diikuti juga dengan ketimpangan antarwilayah Indonesia cukup tinggi. Terutama menarik untuk diperhatikan bagaimana ketimpangan antara wilayah pulau Jawa dan Luar Jawa, atau wilayah Kawasan barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Namun, perlu dikatahui berdasarkan beberapa hasil studi empiris terkait ketimpangan antara wilayah di Indonesia baik antar Pulau Jawa dan Luar Jawa, maupun antara KBI dan KTI yang salah satunya yang dilakukan oleh Etharina (2004) menunjukkan bahwa ketimpangan yang dikategorikan tinggi bukan antar pulau Jawa dan Luar Jawa maupun KBI dan KTI, namun ketimpangan yang bisa dikatakan tinggi malah terjadi dalam wilayah itu sendiri bukan antar wilayah di Indonesia. Kemudian bisa dilihat dari hasil studi BAPPENAS pada tahun 2013 menunjukkan bahwa ketimpangan wilayah paling tinggi terjadi di Pulau Sumatera. Dari tahun 2005 sampai 2012 ketimpangan wilayah di Pulau Sumatera dikategorikan dengan tingkat ketimpangan tinggi (lebih besar dari 0,7) dengan menggunakan Indeks Williamson. Untuk lebih jelas bagaimana ketimpangan wilayah disajikan pada Gambar 1.3. di bawah ini. Sumatera Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi NT-Maluku-Papua Indonesia 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 1.44 1.47 1.45 1.45 1.44 1.45 1.41 1.41 1.38 1.38 0.98 0.94 0.93 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 TAHUN Gambar 1.3. Tingkat Ketimpangan Pendapatan tahun 2000-2012 Sumber: BAPPENAS, 2013
PERSENTASE Kemudian apabila dilihat dari pertumbuhan ekonomi dari masing-masing koridor ekonomi, pertumbuhan ekonomi Koridor Ekonomi Sumatera di atas lima persen sepanjang tahun 2006 2013. Di mana rata-rata pertumbuhan ekonomi Koridor Ekonomi Sumatera pada periode tersebut berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi Koridor Ekonomi Kalimantan dan Bali-Nusa Tenggara. Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali-NT Papua-maluku 14 12 10 8 6 4 5.22 5.18 4.91 3.65 5.78 6.38 6.05 5.66 2 0-2 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 TAHUN Gambar 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Koridor Ekonomi tahun 2006 2013 (persen) Sumber: BPS Indonesia, 2015 (data diolah) Mengingat arti pentingnya tersebut, maka penulis berminat untuk meneliti ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Koridor Ekonomi Sumatera. Secara spesifik, pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik wilayah provinsi sebelum dan setelah otonomi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera? 2. Seberapa besar pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan sebelum dan setelah otonommi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera? 3. Apakah terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan Koridor Ekonomi Sumatera?
4. Bagaimana kontribusi sektor pertanian dalam ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh masukan yang lebih rinci dan diharapkan bisa memberikan nilai lebih pada perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik wilayah provinsi sebelum dan setelah otonomi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera. 2. Mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan sebelum dan setelah otonomi daerah di Koridor Ekonomi Sumatera. 3. Mengetahui apakah terjadi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera. 4. Menganalisis kontribusi sektor pertanian dalam ketimpangan pendapatan di Koridor Ekonomi Sumatera. 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini digunakan sebagai pemenuhan syarat untuk mendapatkan predikat Master of Science (M.Sc.) 2. Peneliti juga mengharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah tentang sektor-sektor ekonomi mana saja yang bisa menyerap banyak tenaga kerja dan mampu mengurangi ketimpangan distirbusi pendapatan. Sehingga diharapkan pemerintah akan lebih mudah memilih alternatif kebijakan untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. 3. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi sumber refensi dan informasi tambahan bagi penelitian yang lebih mendalam di bidang ketimpangan distribusi pendapatan.