BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Koping. Setiap individu dari semua umur dapat mengalami stres dan akan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

STRATEGI KOPING PADA LANSIA YANG DITINGGAL MATI PASANGAN HIDUPNYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang melakukan. pembangunan pada berbagai bidang. Dalam melaksanakan pembangunan dan

BAB II KAJIAN TEORI. Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Stres merupakan kata yang sering muncul dalam pembicaraan masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradapatasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

KONSEP KENDIRI (Part 5)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan metode try out terpakai, sehingga data

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik maupun mental. Tetapi tidak semua anak terlahir normal, anak yang tidak

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas tinggi. Perkembangan masyarakat dengan kemajuan

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prestasi Akademik dalam Layanan Bimbingan Belajar. Pengertian bimbingan menurut Crow dan Crow (Prayitno, 2004) adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

Sebagaimana yang diutarakan oleh Sarafino dan Smith (2012, h.29) bahwa stres memiliki dua komponen, yaitu fisik, yang berhubungan langsung dengan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN COPING STRESS PADA SISWA AKSELERASI NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING PADA PENDERITA PASCA STROKE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. gunakan dalam menghadapi situasi stressfull (dalam Smet, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB III METODE PENELITIAN. dihimpun hanya berdasarkan stres dan strategi penanggulangan stres pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coping adalah usaha untuk mengelola situasi yang membebani atau menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu yang tidak dapat diperkirakan waktu terjadinya. Sehingga kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Bab ini berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan penelitian. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin

: Strategi Koping, Siswa kelas XII, Ujian Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB II LANDASAN TEORI. A. Coping. tekanan (Siswanto, 2007). Copingyaitu proses untuk menata tuntutan yang dianggap

EFEKTIVITAS STRATEGI PROBLEM FOCUSED COPING DAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM MENINGKATKAN PENGELOLAAN STRES SISWA DI SMA NEGERI 1 BARRU

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Koping Taylor (2012) mendefinisikan koping sebagai pikiran dan perilaku yang digunakan untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal dari situasi yang menekan. Koping merupakan usaha-usaha baik kognitif maupun perilaku yang bertujuan untuk mengelola tuntutan lingkungan dan internal, serta mengelola konflik-konflik yang mempengaruhi individu melampaui kapasitas individu. Neil R. Carlson (2007) mengungkapkan bahwa strategi koping adalah rencana yang mudah dari suatu perbuatan yang dapat kita ikuti, semua rencana itu dapat digunakan sebagai antisipasi ketika menjumpai situasi yang menimbulkan stres atau sebagai respon terhadap stres yang sedang terjadi, dan efektif dalam mengurangi level stres yang kita alami. Dari definisi di atas maka strategi koping dapat diartikan sebagai usaha, proses atau respon individu untuk mengubah kognisi, intrapsikis dan juga tingkah laku dalam tingkatan tertentu, agar dapat mengendalikan, menguasai, mengurangi atau memperkecil pengaruh lingkungan, tuntutan internal, konflik-konflik atau situasi yang dianggap menimbulkan stres atau 10

mengatasi sesuatu terutama yang diperkirakan akan menyita dan melampaui kemampuan seseorang. Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum membedakan bentuk dan fungsi koping dalam dua klasifikasi yaitu: a. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk koping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan, artinya koping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi stres dengan mempelajari caracara keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah. b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk koping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol, narkoba, mencari dukungan emosional dari teman-teman dan mengikuti berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan. Dalam pendekatan kognitif, individu melakukan redefine terhadap situasi yang menekan seperti membuat perbandingan dengan individu lain 11

yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari masalah. Individu cenderung untuk menggunakan strategi ini ketika mereka percaya mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang menekan. B. Strategi Koping EFC (Emotion Focused Coping) 1. Pengertian Strategi Koping EFC (Emotion Focused Coping) Emotion focused coping adalah bentuk koping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosional dengan pendekatan behavioral dan kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah mencari dukungan emosional dari teman-teman dan mengikuti berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan. Dalam pendekatan kognitif, individu melakukan pendefinisian terhadap situasi yang menekan seperti membuat perbandingan dengan individu lain yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari masalah. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika merekapercaya bahwa mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang menekan (Sarafino, 2006). 12

Emotion focused coping merupakan strategi untuk meredakan emosi individu yang ditimbulkan oleh stresor atau sumber stres tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber stres secara langsung. Emotion focused coping dapat dikatakan pula sebagai upaya untuk mengurangi atau mengatur ketidaknyamanan emosi yang berhubungan atau diakibatkan oleh suatu situasi. Emotion focused coping memungkinkan individu mencoba melihat sisi kebaikan dari sesuatu yang terjadi, mengharapkan simpati dan pengertian dari orang lain atau mencoba melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal yang menekan emosinya. Individu belajar mencoba dan mengambil hikmah atau nilai dari segala usaha yang telah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai latihan pertimbangan untuk menyelesaikan masalah berikutnya (Lazarus & Folkman, 1984). Hasil penelitian yang dilakukan Menurut Khoiroh (2011), menjelaskan bahwa individu yang menggunakan emotion focused coping dalam penyelesaian masalah cenderung menunjukkan perilaku dengan lebih mengutamakan introspeksi diri daripada sibuk menyalahkan orang lain dan memandang positif masyarakat atau lingkungan di sekitar. Menurut pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa strategi koping stres berfokus emosi (emotional focused coping)merupakan strategi yang digunakan oleh seseorang untuk dapat meredakan emosi akibat dari adanya stresor, tanpa mengubah situasi yang 13

dapat menjadi sumber stres. Sehingga, dengan menggunakan strategi koping berfokus pada emosi ini, seorang dapat memandang kehidupan dari sudut pandang yang lebih positif dan secara tidak langsung akan mengurangi tingkat stres di dalam diri. 2. Klasifikasi Bentuk Emotional Focused Coping Dari uraian pendapat beberapa tokoh di atas, dapat dikatakan bahwa emotion focused coping adalah bentuk koping yang digunakan individu dalam menghadapi situasi yang menekan dengan cara mengontrol atau mengatur respon emosi yang muncul sehingga individu mampu menilai secara positif situasi yang terjadi.lazarus, Folkman, dan rekannya (dalam Sarafino, 1998) telah menyebutkan beberapa strategi coping yang bisa dikelompokkan kedalam kelompok emotion focused coping, yaitu: a. Distancing Individu mencoba membuat suatu pola pemikiran (berpikir) yang lebih positif terhadap masalah yang dihadapinya. Individu bisa mencoba bertingkah laku seakan-akan tidak pernah terjadi apapun. Individu mencoba untuk tidak terlalu terpengaruh dengan cara tidak terlalu memikirkan masalahnya. Carver, Scheier dan Weintraub (dalam Sarafino, 1998) menyebutkanbahwa bentuk koping ini sebagai suatu usaha individu untuk menyangkal bahwa dirinya dihadapkan pada suatu masalah. 14

b. Escape- avoidance Individu menghindari untuk menghadapi masalah yang dihadapinya. Contohnya, individu berkhayal bahwa akan ada suatu keajaiban yang bisa membuat masalahnya selesai. Biasanya individu mengambil tindakan pengalihan perhatian yang negatif (menghindar) terhadap masalahnya dengan tidur terus menerus, keluar rumah, lebih sering menonton televisi, merokok atau minum-minuman beralkohol. c. Self control Individu mencoba untuk mengatur emosinya supaya tidak diketahui oleh orang lain dan mengatur tindakannya dalam menghadapi masalahnya. d. Accepting responsibility Individu menyadari perannya sebagai salah satu penyebab dari masalah yang dihadapinya dan mencoba mengambil tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Individu merasa bertanggung jawab atas munculnya masalah tersebut. e. Positive repprasial Individu berusaha mengambil sisi positif dari permasalahan yang dihadapinya yang dapat membantu pertumbuhan pribadinya. Menurut Carver, Scheire dan Weintraub (dalam Sarafino, 1998) 15

terkadang hal ini disertai dengan meningkatnya kesadaran sisi religius individu (turnind to religion). Lebih jelasnya, Carver, Scheire dan Weintraub (dalam Sarafino, 1998) menyebut cara coping ini penting bagi beberapa individu, karena agama (keyakinan terhadap tuhan) dapat dijadikan sebagai dukungan sosial pribadi, individu terkadang menganggap hal ini sebagai sebuah alat untuk dapat mencapai pertumbuhan pribadi yang positif dan strategi coping yang aktif. f. Seeking for social support (for emotional reason) Jenis coping ini lebih mengarah kepada dukungan moral yang diperoleh individu, simpati ataupun pengertian dari orang lain terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Menurut Carver, Scheier, and Weintraub (1989) aspek-aspek strategi koping stres berfokus pada emosi, antara lain adalah: a. Positive reinterpretation and growth (Penafsiran ulang dan Pertumbuhan Positif) Respon yang dilakukan individu dengan cara mengadakan perubahan dan pengembangan pribadi dengan pengertian yang baru dan menumbuhkan kepercayaan akan arti makna kebenaran yang utama yang dibutuhkan dalam hidup atau mencoba mengambil pandangan positif dari sebuah masalah (hikmah). 16

b. Acceptance (Penerimaan) Individu menerima keadaan yang terjadi apa adanya, karena individu menganggap sudah tidak ada yang dapat dilakukan lagi untuk merubah keadaan serta membuat suasana lebih baik. Penerimaan juga diartikan sebagai derajat dimana individu memiliki kesadaran terhadap karakteristiknya, kemudian individu mampu hidup dengan karakteristik tersebut. c. Denial (Penyangkalan) Denial atau penyangkalan adalah mekanisme pertahanan psikologis yang membantu seseorang menghindari kebenaran yang berpotensi menimbulkan kesedihan. Hal ini juga dilihat sebagai bentuk penyangkalan atau penghindaran yang merupakan istilah psikologis lain dimana itu menunjukkan seseorang melakukan semua yang mereka bisa upayakan untuk tidak berurusan dengan situasi tertentu. Namun, lebih baik untuk memilih mengenali saja situasi tersebut dan mengakui keberadaannya bahwa situasi itu benar-benar ada didalam kehidupannya. Semua orang pada suatu titik tertentu akan mengalami denial/penyangkalan ini. Hal ini merupakan cara normal untuk melindungi ego kita dimana itu bisa membawa kita melalui beberapa situasi yang sulit. Contohnya dalam situasi berolahraga, kita mungkin akan begitu saja menerima perasaan lelah dalam tubuh kita dan tidak ingin menyelesaikan sebuah latihan. Dalam hal seperti inilah 17

denial/penyangkalan akan sangat berfungsi untuk mengabaikan fakta bahwa kita sudah kelelahan. Kalau kita tidak denial/penyangkalan, maka proses latihan tidak akan terselesaikan dengan baik. Contoh lain misalkan kita sedang belajar sesuatu, maka denial sangat diperlukan ketika kita sudah lelah, karena disaat kita mengalami kesulitan saat belajar, kelelahan dan frustasi maka kita akan berhenti belajar begitu saja. Namun, ketika kita mampu untuk denial/penyangkalan maka kita mencoba terus hingga akhirnya bisa. d. Turning to Religion (Kembali kepada Ajaran Agama) Merupakan usaha untuk melakukan dan meningkatkan ajaran agama yang dianut. Aspek ini meliputi menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar, berdoa, memperbanyak ibadah untuk meminta bantuan pada Tuhan dan lain sebagainya. e. Seeking emotional social support Merupakan upaya untuk menerima dukungan sosial seperti mendapat dukungan moral, simpati atau pengertian. Contoh dukungan secara emosional adalah mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan secara emosional akan membuat seseorang yang menerima merasa berharga, nyaman, aman, dan disayangi. 18

Menurut pendapat para ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa remaja dengan orangtua bercerai dapat menggunakan berbagai model koping berfokus emosi untuk memberikan respon positif atau merubah sudut pandang seseorang terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya, sehingga tidak menimbulkan terjadinya stres pada diri remaja dengan orangtua yang bercerai. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Emotional Focused Coping Hapsari, Karyani, & Taufik (2002) menjelaskan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi emotional focused coping adalah sebagai berikut: a. Usia. Pada usia yang lebih tua akan menggunakan emotional focused coping yang disebabkan pada orang yang lebih tua memiliki anggapan bahwa dirinya tidak mampu melakukan perubahan terhadap masalah yang dihadapi sehingga akan bereaksi dengan mengatur emosinya daripada pemecahan permasalahan. b. Jenis Kelamin. Wanita lebih lemah atau lebih sering menggunakan penyaluran emosi daripada pria. c. Individu yang memiliki kesehatan mental yang buruk kurang efektif dalam memilih strategi menghadapi tekanan. 19

Berdasarkan penjelasan ahli di atas, maka dapat disimpulkan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi emotional focused coping seseorang yaitu: usia, jenis kelamin, dan kesehatan mental individu. 4. Strategi Koping Stres Berfokus Emosi pada Remaja dengan Orangtua Bercerai Menurut Hurlock (1990), masa remaja merupakan masa yang sulit didalam tahapan kehidupan manusia, karena merupakan masa untuk mencari jati diri. Kemudian, ditambah lagi dengan perceraian orangtua yang merupakan peralihan besar dan membutuhkan penyesuaian. Remaja akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena kehilangan satu orangtua. Reaksi remaja terhadap perceraian orangtua akan berbeda ketika sebelum perceraian dan sesudah perceraian. Remaja membutuhkan dukungan, dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialaminya selama masa sulit ini (Cole, 2005). Individu diusia remaja lebih cenderung mengingat konflik dan stres yang mengitari perceraian orangtuanya dibandingkan pada saat mereka mengalaminya dalam tahap perkembangan anak. Selain itu, remaja juga masih dapat mengingat konflik perceraian orangtuanya hingga 10 tahun mendatang. Kondisi remaja dengan orangtua yang bercerai sangat rentan mengalami masalah psikologis dan besar kemungkinannya mereka akan mengalami stres. Remaja yang orangtuanya bercerai akan cenderung 20

kehilangan dukungan sosial yang berasal dari orangtua. Hal tersebut dapat mengakibatkan remaja mengalami kesulitan dalam melakukan koping (Santrock, 2002). Faktor yang mempengaruhi pemilihan bentuk koping menurut Primadi dan Lasmono (2003) salah satunya adalah perkembangan usia sejumlah struktur psikologis seseorang dan sumber-sumber untuk melakukan coping akan berubah menurut perkembangan usia dan akan membedakan seseorang dalam merespons tekanan. Pada masa remaja ini ada beberapa perubahan yang bersifat universal, yaitu meningkatnya emosi. Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa kanakkanak. Remaja umumnya memiliki kondisi emosi yang labil pengalaman emosi yang ekstrem dan selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1999). Oleh karena itu dalam kasus perceraian orang tua remaja lebih banyak menggunakan emosi untuk dapat meringankan bebannya yaitu dengan cara lari dari masalah oleh karena itu sebagian besar remaja memilih emotion focused coping karena bagi remaja masalah perceraian orang tua adalah salah satu masalah dimana remaja tersebut tidak dapat merubah kondisi yang ada dan tidak dapat melakukan tindakan apapun untuk menyelesaikannya dengan orang terkait yaitu orang tua. Pemilihan emotion focused coping lebih cenderung digunakan pada subjek remaja korban perceraian orang tua dibanding problem focused coping, karena 21

startegi problem focused coping jarang sekali digunakan oleh para remaja dalam menyelesaikan masalah metode atau fungsi masalah ini lebih sering digunakan oleh para orang dewasa (Smet, 2004). Sedangkan pada masa remaja perkembangan emosi remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh gejolak. Pada masa ini suasana hati bisa berubah dengan sangat cepat. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, masa remaja merupakan masa yang sulit karena selain harus mencari jati dirinya mereka juga harus merasakan ditinggal bercerai orangtuanya, sehingga akan mencari strategi koping yang tepat khususnya berfokus pada emosi untuk menyikapi kondisi yang sedang dihadapinya. C. Remaja 1. Definisi Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Rice, 1990). Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada 22

umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Menurut Adams & Gullota, masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun (Aaro, 1997). Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 20 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahanperubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka. Pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan (Hurlock, 1990). 2. Perkembangan Remaja Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan 23

kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001). Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1) Perkembangan fisik Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahanperubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001). 2) Perkembangan Kognitif Menurut Piaget, seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka. Informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang 24

dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru (Santrock, 2001). D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut: Question Bagaimanakah strategi koping stres berfokus emosi pada remaja dengan orangtua bercerai? Subquestions 1. Bagaimana remaja mengambil hikmah dari perceraian orangtuanya? 2. Bagaimanakah penerimaan remaja dengan orangtua bercerai? 3. Bagaimanakah remaja dengan orangtua bercerai melakukan penyangkalan? 4. Bagaimanakah religiusitas remaja dengan orangtua bercerai? 5. Bagaimanakah cara remaja dengan orangtua yang bercerai menerima dukungan sosial secara emosional? 25