Semua adalah Kasih Sayang Allah i
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). ii
Semua adalah Kasih Sayang Allah Mohammad Rosul Penerbit PT Elex Media Komputindo iii
Semua adalah Kasih Sayang Allah Mohammad Rosul 2018, PT Elex Media Komputindo, Jakarta Hak cipta dilindungi undang-undang Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Elex Media Komputindo Kompas - Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 718101562 ISBN: 978-602-04-8426-6 Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan iv
Daftar Isi Sekapur Sirih... x Beriman kepada Takdir Allah... 2 Suatu Kebijaksanaan Tuhan... 10 Lalu, Buat Apa Kita Berusaha?... 20 Semua adalah Cinta... 28 Hadapi, Jangan Hindari... 36 Menyikapi Musibah... 44 Lepaskan Ikatan Duniawi... 106 Melihat Surga... 116 Saat Hati Ini Sedang Sakit... 124 Ternyata, Kita Terlalu Banyak Mengeluh... 134 Bangkitkan Mentalitas Memberi... 140 Marah atas Musibah, Hal yang Sangat Merugikan.. 148 Sabar sebagai Sikap Utama... 154 Syukur, Sikap yang Mengagumkan... 166 Pilih Sabar atau Syukur?... 178 Apa yang Akan Saya Katakan?... 186 Kembalilah... 196 Mempersiapkan Bekal... 204 Daftar Pustaka... 213 Tentang Penulis... 215 vii
Takdir adalah suratan yang harus dijalani, bukan ditakuti. 1
Beriman kepada Takdir Allah Sebagai seorang mukmin, kita harus menggenggam erat pilar-pilar keimanan yang telah ditetapkan dalam agama. Takdir merupakan bagian dari keenam pilar keimanan tersebut. Walaupun berada di urutan terakhir sebab iman kepada takdir merupakan rukun iman keenam bukan berarti bisa diabaikan. Tidak sama sekali. Keenam rukun iman itu harus utuh dalam satu kesatuan, tidak terpecah-pecah. Kita juga harus yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah memiliki rencana yang sangat terencana terhadap semua makhluk-nya. Oleh karenanya, beriman kepada takdir yang Allah gariskan termasuk pilar keimanan bagi kaum mukminun. Boleh dikata, tidaklah seseorang disebut beriman jika ia tidak mengimani takdir Allah bahwa sesungguhnya Allah menetapkan segala sesuatunya. Manusia memiliki kemauan besar untuk mendapatkan apa yang dia inginkan dan mencapai apa yang dia impikan. Namun, terkadang manusia lupa bahwa keinginan itu pada hakikatnya juga atas izin Allah. Dengan demikian, apa yang 2
menjadi kemauan manusia haruslah bermuara dan terbatas oleh takdir Allah. Artinya, manusia tidak bisa memaksakan kemauan besarnya jika Allah memiliki rencana di luar itu. Adanya takdir dalam hidup bukan berarti malah menjadikan manusia tidak berbuat apa-apa. Itu salah besar. Manusia tetaplah dengan kemauannya yang besar. Akan tetapi, kemauan besar itu haruslah diposisikan dan dialirkan dalam koridor keimanan yang menyelimuti hati manusia. Keimanan itulah yang menjadi fondasi. Manakala kemauan besar itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, manusia tidak akan mudah berputus asa. Sebaliknya, justru ingin selalu bangkit dan memperbaiki diri. Ingatlah bahwa kita adalah makhluk. Jika ada makhluk berarti ada Sang Khalik. Artinya, jika ada yang diciptakan berarti ada Sang Pencipta. Di sinilah Allah bertindak sebagai pencipta, Dialah Yang Maha Berkuasa atas segala makhluk-nya. Sebelum lebih jauh melangkah melintasi cakrawala takdir, lebih baik kita berbincang-bincang dulu mengenai apa itu takdir dan seperti apa bentuknya. Kata takdir bukan sesuatu yang baru di telinga kita. Sejak di bangku sekolah dasar, kata yang satu itu telah 3
menghiasi keseharian kita. Tapi, kata takdir tak semudah yang kita pahami. Tak sedikit orang yang menyalahartikan takdir baik disengaja maupun tidak sehingga berdampak pada sikap manusia dalam menyikapi takdir. Kita bisa lihat, orang yang benar dalam menyikapi takdir sebagai keputusan Allah akan selalu teguh dalam menjalani hidup. Sebaliknya, mereka yang menyalahartikan takdir akan hidup dengan penuh keluhan, menantang, dan selalu berpikir buruk (negative thinking). Pemahaman tentang takdir sangat penting bagi seorang muslim karena akan menentukan arah dan sikapnya terhadap berbagai hal yang terjadi dalam hidupnya. Bagaimana ia menyikapi berbagai kejadian dalam hidupnya yang mungkin tidak diharapkannya, dan bagaimana ia menyikapi tercapainya kemauannya selama ini. Takdir terkait erat dengan iradat dan perbuatan manusia. Manusia bisa berbuat banyak dalam kebebasannya, tetapi hanya dalam batas-batas sunnatullah. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Allah yang menentukan sedangkan manusia bertugas memilih dan berbuat. Takdir Allah kepada hamba-hamba-nya meliputi tiga unsur, yakni akal, kemauan, dan daya yang diberikan Allah kepada manusia. Manusia bebas memilih, tetapi tetap dalam koridor sunnatullah. Menurut Muhammad Abduh, 4
tidak ada alasan manusia tidak bisa aktif dan produktif. Sebaliknya, manusia haruslah berusaha dengan segenap kemampuannya dalam menjalani kehidupan. Allah telah menetapkan takdir manusia. Akan tetapi, Allah selalu menuntun dan menunjukkan arah yang seharusnya dituju oleh makhluk-nya. Ada hikmah besar di balik takdir itu. Di sinilah Allah selalu menggiring dan mengarahkan manusia untuk menemukan takdirnya. Tugas manusia adalah berusaha mendapatkan takdir sesuai apa yang diusahakannya, namun tetap dalam koridor keimanan.. Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi. Yang menciptakan dan menyempurnakan. Dan yang memberi takdir kemudian mengarahkannya. (QS. Al-A laa [87]: 1 3) Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab pernah terjadi suatu peristiwa pencurian. Pencuri itu ditangkap dan dibawa ke hadapan Umar. Mengapa engkau mencuri? tanya Umar. Pencuri itu menjawab, Memang Allah sudah menakdirkan demikian atas diriku. Jawaban tersebut membuat Umar marah, kemudian dia memerintahkan agar pencuri tersebut dicambuk sebanyak 30 kali dan ditambah dengan hukuman potong tangan. 5
Orang-orang yang ada di situ bertanya, Mengapa hukumannya diperberat, wahai Umar? Jawaban Umar, Itulah hukuman yang tepat. Dia wajib dipotong tangan karena telah mencuri dan wajib dicambuk karena berdusta atas nama Tuhan. Belajar dari kejadian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa takdir tidak boleh dianggap sebagai suatu jalan untuk melegalkan kemaksiatan. Takdir pun tidak boleh pula dijadikan alasan untuk tidak berbuat apa-apa, hanya menunggu suatu kejadian. Takdir juga tidak boleh dimaknai sebagai suatu bentuk paksaan dan kekejaman Allah kepada makhluk-nya. Sebaliknya, takdir harus dimaknai sebagai jalan untuk menuju cita-cita dan tujuantujuan. Mengimani takdir haruslah berpegang pada beberapa konsepsi. Pertama, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi dan yang telah terjadi. Kedua, Allah memiliki kehendak mutlak yang mengarahkan manusia pada sesuatu hal yang yang pasti baik buat manusia. Ketiga, Allah adalah Maha Pencipta yang telah mengikutsertakan hukum-hukum sunnatullah di dalamnya. Keempat, takdir merupakan hal gaib yang tidak dapat diketahui oleh manusia, hanya diketahui oleh Yang Mahagaib. 6
Jika kita berpegang pada empat konsepsi tersebut, kita akan lebih mudah menerima segala keputusan Allah. Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. (QS. Al-Qamar [54]: 49) Dari sini diketahui bahwa takdir dapat ditolak dengan takdir. Takdir rasa lapar dapat dilawan dengan takdir makan yang bisa menghilangkan rasa lapar. Takdir rasa dahaga dapat dilawan dengan takdir minum. Takdir sakit bisa dilawan dengan takdir pengobatan. Begitu seterusnya. Rasa lapar, rasa kenyang, rasa dahaga, rasa kenyang dengan minum, rasa sakit, rasa sehat adalah sunnatullah yang telah Allah tetapkan kepada makhluk-nya. Di balik sunnatullah itu, Allah dengan kemahaluasan ilmu-nya menunjukkan pada manusia takdir yang harus dilalui. Misalnya, tatkala kita ditakdirkan sakit, kita wajib berobat untuk mendapatkan takdir kesembuhan. Jika setelah berupaya untuk berobat dan memohon kesembuhan dari Allah ternyata kita tetap sakit, berarti Allah sedang menakdirkan kita untuk tetap sakit. Di sinilah ilmu Allah Yang Maha Mengetahui bahwa Allah sedang menunjukkan pada kita bahwa Dia memiliki suatu rencana besar (takdir lain) yang dinilai lebih baik untuk kita. 7
Pertanyaan besarnya bukan mengapa Tuhan menciptakan takdir buruk, melainkan sudahkah kita berusaha memperbaiki? 9
Tentang Penulis Mohammad Rosul, merupakan seseorang yang selalu menyempatkan diri untuk belajar di mana saja, kepada siapa saja, dan tentang apa saja. Sebab belajar itu mengasyikkan. Penulis lahir di Madura 20 tahun silam. Sekarang masih berupaya mencari makna hidup yang dianugerahkan oleh Tuhan. Semoga tulisan ini menjadi motivasi bagi diri sendiri dan pembaca sekalian. 215