BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari benua Eropa tepatnya dari negara Belanda provinsi Holland Utara dan

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

TINJAUAN PUSTAKA Pedet Sapi Friesian Holstein Perkembangan Saluran Pencernaan dan Penyapihan Pedet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu produk peternakan yang berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. TINJAUAN PUSTAKA. plasma dan sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit), yang masing -masing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kandang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Fries Holland (Holstein Friesian) Pemberian Pakan Sapi Perah

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

STATUS FISIOLOGIS DAN PERFORMA PEDET PERANAKAN FRIESIAN HOLSTEIN PRASAPIH YANG DIINOKULASI BAKTERI PENCERNA SERAT DENGAN PAKAN BERSUPLEMEN KOBALT

I PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Ternak perah merupakan ternak yang mempunyai fungsi sebagai penghasil

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Ransum dengan Kualitas Berbeda Terhadap Profil Darah, Produksi Susu dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Perah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

POTENSI PEMBERIAN FORMULA PAKAN KONSENTRAT KOMERSIALTERHADAP KONSUMSI DAN KADAR BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada

Pengaruh Pembedaan Kualitas Konsentrat pada Tampilan Ukuran-Ukuran Tubuh dan Kosumsi Pakan Pedet FH Betina Lepas Sapih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Sapi Lokal (Bos

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Sapi Perah Iklim dan Cuaca Pengaruh Iklim terhadap Produktivitas Sapi Perah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak yang termasuk kelas : Mammalia ordo : Artiodactyla, sub-ordo ruminansia, dan familia : Bovidiae.

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA SapiFriesian Holsteindan Tampilan Produksi Susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ILMU NUTRISI RUMINANSIA DAN NON RUMINANSIA

Transkripsi:

3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) adalah salah satu jenis sapi perah yang berasal dari benua Eropa tepatnya dari negara Belanda provinsi Holland Utara dan Friesland Barat (Williamson dan Payne, 1993). Sapi FH merupakan sapi yang memiliki produksi susu yang tinggi dibandingkan sapi perah lainnya tetapi memiliki kadar lemak susu yang rendah (Ensminger, 1980). Pada umumnya sapi FH betina memiliki berat ideal sebesar 682 kg sedangkan sapi perah FH jantan memiliki berat ideal yaitu 1000 kg (Susono dkk., 2008) sedangkan bobot lahir pedet FH berkisar 30 50 kg (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Sebagian besar sapi perah yang ada di Indonesia adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) yang merupakan sapi persilangan antara sapi perah FH dengan sapi lokal. Sapi PFH dan FH memiliki ciri-ciri yaitu terdapat segitiga putih di dahi, memiliki warna putih dengan belang hitam, ekor berwarna putih, memiliki tanduk kecil yang menjurus ke depan dengan sudut 45 terhadap garis wajah (Fardin, 2010). 2.2. Pemeliharaan Pedet Pedet merupakan salah satu komponen yang penting dalam sebuah peternakan sapi perah karena pedet merupakan pengganti untuk sapi dewasa. Manajemen pemeliharaan pada pedet meliputi masa pra sapih dan sapih yang

4 harus diperhatikan guna dapat mencapai pertumbuhan yang optimal (Fardin, 2010). Manajemen pakan pada pedet harus dilakukan secara tepat, hal ini dikarenakan sistem pencernaan pedet tidak seperti pada sapi dewasa dimana rumen, omasum dan abomasum belum berkembang. Pakan utama pada pedet masa pra sapih adalah susu, dimana susu akan langsung menuju abomasum melalui oesophageal groove (Roy, 1980). Hadziq (2011) menyatakan bahwa pedet akan mengalami transisi sistem pencernaan menjadi ruminansia ketika berumur 5 minggu dan berakhir pada umur 12 minggu. Perkembangan rumen pada pedet dipengaruhi beberapa hal antara lain pemberian pakan padat yang merupakan stimulus fisik pada rumen ataupun pemberian produk fermentasi yang merupakan stimulus kimia (Arora, 1989). Pedet akan mengalami penyapihan ketika saluran pencernaan sudah berkembang dengan baik. Fardin (2010) menyatakan bahwa penyapihan pada pedet dapat dilihat dari umur, bobot badan (± 70 kg), dan konsumsi konsentrat (rata-rata 1 kg). 2.3. Organ Pencernaan Pedet Pedet merupakan hewan ruminansia yang mempunyai sistem pencernaan bersifat monograstrik. Sistem pencernaan monogastrik pada pedet terjadi karena organ pencernaan seperti rumen, retikulum dan omasum belum berfungsi dengan sempurna. Pencernaan pada pedet terjadi di abomasum, dimana susu yang diminum langsung menuju abomasum melalui oesophageal groove (Roy, 1980). Dwi (2014) menyatakan bahwa susu yang diminum oleh pedet masuk melalui oesophageal groove menuju abomasum akibat adanya lekukan sehingga tidak

5 menuju rumen, retikulum dan omasum tetapi ketika pakan padat (rumput dan konsentrat) masuk maka saluran tersebut akan terbuka sehingga pakan masuk ke rumen. Seiring berkembangnya waktu, sistem pencernaan pedet akan mulai berkembang dan akan terjadi masa transisi. Hadziq (2011) menyatakan bahwa masa transisi pada pedet akan terjadi pada umur 5 minggu dan berakhir pada umur 12 minggu. Pada masa transisi ini pergerakan refleks dari oesophageal groove pada pedet akan mulai berkurang dan akhirnya hilang. Pemberian pakan padat pada pedet di masa pemeliharaan pra sapih sangatlah dibutuhkan untuk merangsang perkembangan rumen (Pazoki dkk., 2017). 2.4. Darah Darah merupakan salah satu bagian terpenting dari mahluk hidup hal ini dikarenakan darah merupakan komponen yang membawa berbagai kebutuhan selsel tubuh. Jumlah total volume darah pada tubuh sebesar 6 7 % dari bobot badan (Fardin, 2010), tetapi pada total jumlah volume darah pada hewan muda yang sedang bertumbuh lebih dari 10 % dari bobot badan (Meyer dan Harvey, 2004). Frandson (1992) menyatakan bahwa darah mempunyai fungsi untuk menyalurkan O 2 keseluruh tubuh dan mengangkut CO 2 menuju paru paru, membawa nutrien, serta mengatur suhu tubuh. Darah terbagi menjadi 3 yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan trombosit. Eritrosit merupakan bagian darah yang mempunyai fungsi utama yaitu untuk membawa hemoglobin (Frandson dkk., 2009). Kadar Eritrosit dalam darah pedet FH pada

6 umur 1 12 minggu yaitu 7,63-9,33 10 6 sel/ml dengan kadar Hb 9,83-10,97 g/dl (Klinton dkk., 2007). Choliq (1992) menyatakan bahwa nilai eritrosit, hematokrit dan Hb pada pedet PFH pada umur 0 8 minggu berturut-turut sebesar 5,85 7,00 10 6 sel/ml, 27,79 27,30 %, 7,10 8,24 g/dl. Derthi dkk. (2014) menyatakan bahwa jumlah eritrosit (sel darah merah) akan terus meningkat dengan seiring bertambahnya umur sampai mencapai kestabilan. Mohri dkk. (2007) menyatakan bahwa eritrosit, hemoglobin dan hematokrit memnpunyai keterkaitan fungsi dan berjalan sejajar. Hemoglobin merupakan protein berpigmen merah di dalam eritrosit yang membawa maupun menukar oksigen dan karbondioksida (Samuelson, 2007). Hemoglobin pada pedet dengan umur 3 minggu 16 minggu yaitu 11,2 g/dl. Hematokrit merupakan presentase antara padatan dengan cairan didalam darah, dimana padatan merupakan eritrosit (Frandson dkk., 2009). Hematokrit atau packed cell volume (PCV) dapat dijadikan gambaran yang mewakili darah, hal ini dikarenakan pengukuran nilai hematokrit akan terbagi menjadi 3 lapisan yaitu plasma pada bagian atas, leukosit dan trombosit yang berada pada lapisan tengah yang berwarna putih (buffy coat) dan eritrosit pada bagian bawah (Schalm, 1975). Lumsden dkk. (1980) menyatakan bahwa nilai hematokrit pada sapi berumur 2 minggu sampai 6 bulan yaitu 23 42 %. Mbassa dan Poulsen (1993) menyatakan bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh waktu, tempat dan fisiologi hewan tersebut. Leukosit merupakan barisan pertama yang akan mempertahankan tubuh ketika terjadinya sebuah infeksi (Frandson dkk., 2009). Sel darah putih (leukosit)

7 merupakan bagian dari komponen darah yang berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh (Derthi dkk., 2014). Frandson dkk. (2009) menyatakan bahwa leukosit terbagi menjadi beberapa komponen yaitu basofil, neutrofi, eosinofil, monosit dan limfosit. Pada pedet FH umur 1-12 memiliki kadar leukosit sebesar 7,87-9,98 10 3 sel/µl (Klinton dkk., 2007). 2.5. Produktivitas Pedet Produktivitas pada pedet sapi perah berbeda dengan produktivitas sapi perah dewasa, dimana produktivitas pada pedet sapi perah meliputi laju pertumbuhan yang dilihat dari pertambahan bobot badan pada satuan waktu (Budianto, 2002). Pedet yang mengalami laju pertambahan yang lambat akan memberikan dampak negatif terhadap produktivitas selanjutnya (Widiawati dan Winugroho, 2012). Lee dkk. (2008) menyatakan bahwa produktivitas pada pedet sapi perah dipengaruhi oleh pakan. Manajemen pemberian pakan pada pedet harus diperhatikan karena saluran pencernaan pedet belum berkembang dan berfungsi dengan baik (Hadziq, 2011). 2.6. Hubungan Profil Darah Dengan Produktivitas Pedet Produktivitas pedet adalah suatu hal yang harus diperhatikan karena pedet merupakan calon replacement stock pada sebuah peternakan sapi perah. Produktivitas pada pedet ditentukan oleh berbagai faktor salah satunya pakan (Lee dkk., 2008). Manajemen pemberian pakan pada pedet harus diperhatikan karena saluran pencernaan pedet belum berkembang dan berfungsi dengan baik

8 (Hadziq, 2011). Pedet yang belum dapat beradaptasi terhadap perubahan pola maka mengalami penurunan feed eficiency dan juga peningkatan level stres, sehingga mengganggu metabolisme yang akan berimbas pada produktvitasnya (Winter 1978). Stres yang dialami oleh pedet akan tergambar pada profil darahnya (Satyaningjas dkk., 2010). Tingkat stres yang tinggi akan menyebabkan kebutuhuan O 2 yang tinggi sehingga nilai hemoglobin (Hb) pada pedet akan meningkat diatas kisaran normal. Meningkatnya nilai Hb ini akibat keperluan O 2 yang tinggi sehingga metabolisme energi dapat terjadi (Santosa dkk., 2012). Nilai Hb selalu berhubungan erat dan berjalan sejajar dengan profil darah lainnya seperti eritrosit dan juga hematorkit (Mohri dkk., 2007). Rendahnya nilai profil darah seperti eritrosit, hb dan hematokrit menggangu metabolisme dalam tubuh. Hanifa (2008) menyatakan bahwa metabolisme dalam tubuh meliputi proses katabolisme biosintesis dimana proses tersebut dari proses transportasi nutrisi, dan proses transportasi nutrisi sangat bergantung pada eritrosit dan Hb.