BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ECC merupakan karies rampan yang banyak terjadi pada anak. American

dokumen-dokumen yang mirip
Tahun 1999, National Institude of Dental and Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi dapat terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diterima oleh dokter gigi adalah gigi berlubang atau karies. Hasil survey

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. karies gigi (Anitasari dan Endang, 2005). Karies gigi disebabkan oleh faktor

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut. Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang dapat menyerang manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. rendah (Depkes RI, 2005). Anak yang memasuki usia sekolah yaitu pada usia 6-12

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dominan

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. protein, berbagai vitamin dan mineral (Widodo, 2003). Susu adalah cairan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan ini dapat mempengaruhi kesehatan gigi anak (Ramadhan, 2010). Contoh

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB 1 PENDAHULUAN. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang kompleks yang terdiri atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

Fase pembentukan gigi ETIOLOGI Streptococcus mutans,

BAB I PENDAHULUAN. karbohidrat dari sisa makanan oleh bakteri dalam mulut. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. saliva yaitu dengan ph (potensial of hydrogen). Derajat keasaman ph dan

I.PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. bersoda dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman ringan berkarbonasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. melalui makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Berbagai macam bakteri ini yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB I PENDAHULUAN. penanganan secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan gigi dan makanan sehat cenderung dapat menjaga perilaku hidup sehat.

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempengaruhi derajat keasaman saliva. Saliva memiliki peran penting dalam

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies gigi

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga terjadi pada anak-anak. Karies dengan bentuk yang khas dan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

Gambar 1. Kelenjar saliva 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi.

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan kesehatannya, tetapi masih banyak orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi penyakit gigi dan mulut di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk

Nadia Fitri Hapsari*, Ade Ismail**, Oedijono Santoso***

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saliva merupakan cairan rongga mulut yang memiliki peran penting dalam

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ECC merupakan karies rampan yang banyak terjadi pada anak. American Dental Association (ADA) mendefinisikan ECC sebagai adanya satu permukaan gigi atau lebih pada gigi sulung yang mengalami kerusakan (dengan atau tanpa kavitas) ataupun yang ditambal pada anak usia sampai dengan 71 bulan. ECC sering disebut Baby Bottle tooth decay, Nursing Bottle Syndrome, dan Rampant Caries Lesions. 4 Berdasarkan perkembangannya, ECC dibagi menjadi 4 stadium yaitu : 1. Stadium inisial Stadium inisial dikarakteristikkan dengan adanya lesi demineralisasi yang opak seperti kapur pada permukaan gigi insisivus sulung maksila ketika anak berusia 10 20 bulan atau kadang lebih muda. Pada stadium ini, lesi bersifat reversibel tetapi sering terabaikan oleh orang tua maupun dokter gigi saat memeriksa rongga mulut anak. Garis putih yang khas dapat dilihat pada bagian servikal permukaan labial dan palatal gigi insisivus maksila, dapat didiagnosa setelah gigi yang terlibat dikeringkan. Gambar 2. ECC stadium Inisial

2. Stadium kedua Stadium kedua berlangsung ketika anak berusia antara 16 24 bulan. Bagian dentin ikut terlibat ketika lesi putih pada gigi insisivus berkembang dengan cepat. Pada stadium ini, anak mulai mengeluh terjadinya hipersensitifitas terhadap rasa dingin. Dentin terekspos dan bewarna kuning serta konsistensinya lunak. Orang tua terkadang sadar akan perubahan warna gigi anak dan menjadi perhatian. Pada gigi molar sulung maksila terlihat lesi inisial pada bagian servikal, proksimal dan oklusal. Gambar 3. Karies labial (stadium 1 dan 2) pada anak usia 3 tahun 3. Stadium ketiga Stadium ketiga mulai berlangsung ketika anak berusia antara 20 36 bulan, dengan gambaran yang khas yaitu lesi yang besar dan dalam pada gigi insisivus maksila serta terjadi iritasi pulpa. Anak mengeluh sakit ketika mengunyah atau saat menyikat gigi. Anak juga mengeluh rasa sakit spontan pada malam hari. Saat tahap ini terjadi, pada gigi molar sulung maksila berlangsung ECC stadium 2 dan pada gigi molar sulung mandibula dan kaninus maksila berlangsung ECC stadium 1.

Gambar 4. ECC stadium 3 4. Stadium keempat Stadium keempat mulai berlangsung ketika anak berusia antara 30 48 bulan. Gambaran karakteristik pada stadium ini yaitu adanya fraktur koronal gigi anterior maksila sebagai akibat destruksi amelodentinal. Pada stadium ini, gigi sulung anterior maksila biasanya nekrosis dan gigi molar sulung maksila berlangsung ECC stadium 3. Gigi molar dua dan kaninus maksila serta molar satu mandibula berlangsung ECC stadium 2. Beberapa anak menderita tetapi tidak dapat mengekspresikan keluhan sakit gigi mereka. Mereka mengalami gangguan tidur dan menolak makanan. 9 Gambar 5. Destruksi gigi insisivus maksila dengan abses gigi 51 (stadium 4)

Gambar 6. ECC stadium 4 Karies merupakan suatu penyakit multifaktorial dimana keempat faktor utama berinteraksi dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam demineralisasi dan remineralisasi antara permukaan gigi dengan plak ( biofilm ) di sekitarnya. 2 Umumnya, karies dimulai dari enamel tapi bisa saja dimulai dari dentin atau sementum. Enamel tersusun atas struktur kimia yang kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat dan fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Gigi desidui lebih mudah terkena karies daripada gigi permanen. Ini terjadi karena gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineral lebih sedikit daripada gigi permanen. Selain itu, secara kristalografis gigi desidui tidak sepadat gigi permanen. Hal ini mungkin yang menjadi salah satu alasan tingginya prevalensi karies pada anak. Saliva memainkan peran penting dalam proses karies yaitu berperan sebagai self cleansing dan sistem bufer, membuat proses karies berjalan lebih lama dan juga berperanan pada proses remineralisasi dengan menghasilkan kalsium, fosfat dan fluor. 14,15

Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp. berkaitan dalam karies gigi. 16 Streptococcus mutans diyakini sebagai bakteri awal pada proses terjadi dan berkembangnya karies, diikuti Lactobacillus sp. saat sudah terjadi kavitas pada enamel. 17 Lactobacillus sp. merupakan bakteri komensalis gram positif berbentuk coccobacillary (kebanyakan bentuk batang), alfa ataupun non-haemolitik dan bersifat anaerob fakultatif serta menghasilkan asam laktat yang akan merusak bahan bahan anorganik dari email sehingga memicu terjadinya proses karies. Lactobacillus sp. dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu golongan homofermenters yang utamanya menghasilkan asam laktat (65%) dari fermentasi glukosa (contohnya L. casei) dan golongan heterofermenters yang menghasilkan selain asam laktat juga menghasilkan asetat, etanol dan karbon dioksida (contohnya L. fermentum). 19 Lactobacillus sp. hidup pada kondisi microaerophilic dengan adanya karbon dioksida dan ph yang asam (6,0) serta banyak terdapat di dalam rongga mulut dan bagian tubuh lainnya. Banyak penelitian menunjukkan prevalensi yang tinggi pada karies permukaan akar. Bakteri ini dianggap menjadi kandidat penyebab karies karena dijumpai jumlahnya yang tinggi pada kebanyakan lesi karies enamel. Korelasi positif antara jumlah Lactobacillus sp. di dalam plak dan saliva dengan aktivitas karies; kemampuan Lactobacillus sp. untuk mensintesa polisakarida baik ekstraseluler maupun intraseluler dari sukrosa; kemampuan beberapa spesies Lactobacillus sp. menyebabkan karies pada tikus gnotobiotics (bebas kuman). Kenyataan bahwa jumlah Lactobacillus sp. di dalam plak gigi yang diambil dari tempat yang sehat biasanya rendah. Walaupun peran Lactobacillus sp. pada proses

karies belum dijelaskan dengan baik, dipercaya bahwa spesies ini terlibat lebih dalam pada proses lesi enamel yang dalam dan merupakan organisme pelopor dalam proses karies terutama pada dentin. 18,19 Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari hari yang menempel di permukaan gigi. Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di dalam mulut. Menaker (1980) menyatakan bahwa pada penduduk dengan diet makanan terutama yang mengandung lemak dan protein hanya ditemukan sedikit bahkan tidak ditemukan karies sama sekali di giginya. Proses karies akan terhambat bila anak makan dengan menu diet tinggi lemak. 20 Vipeholm (1978) membuktikan tidak hanya jenis karbohidrat saja yang menyebabkan karies, tetapi frekwensi dan bentuk fisik juga berperan penting dalam menentukan karies. Karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur di dalam mulut lebih memudahkan timbulnya karies dibanding bentuk fisik lain, misalnya kue kue, roti, es krim, susu, coklat, permen dan lain lain. Selain itu, Rugg-Gunn dkk (1984) juga menyatakan jumlah asupan gula harian pada anak lebih besar korelasinya terhadap karies dibanding dengan frekwensi makan gula. Makanan yang paling sering dimakan anak di antara dua waktu makan mempunyai ciri ciri ph rendah, mengandung gula tinggi dan lengket. 20 Beberapa jenis sayuran dan makanan telah diteliti untuk mengetahui hubungannya dengan karies. Sayuran dan buah yang berserat serta mengandung air bersifat membersihkan karena harus dikunyah dan dapat merangsang sekresi saliva karenanya dapat berperan sebagai penghambat terjadinya karies. Namun tidak semua

buah memiliki peranan dalam menghambat karies. Buah apel misalnya ternyata tidak ada hubungannya dengan pengurangan karies. Buah jeruk manis dan buah-buahan yang tidak berserat juga tidak dapat membantu mengurangi timbulnya karies bahkan jus dapat menyebabkan karies. 20 Ketika makanan atau minuman yang mengandung karbohidat dikonsumsi, ph plak mulai menurun. Keadaan ini dapat bertahan selama 20 30 menit sebelum sifat bufer saliva menetralisir keasaman plak. 21 Ketika asam dihasilkan, kristal enamel akan rusak dan terjadi kavitas. Waktu yang diperlukan untuk membentuk sebuah kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. 14,15