TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman karet (Hevea brasiliensis)

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

4 Pembahasan Degumming

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang)

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Biodiesel Dari Minyak Nabati

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

PENGARUH STIR WASHING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Pengaruh Variasi Temperatur Dan Konsentrasi Minyak Terhadap Rendemen Dan Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Biji Kemiri (Aleurites Moluccana)

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1]

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN (P3HH) TELAH MELAKSANALKAN PENELITIAN PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi bahan bakar minyak tahun 2005 (juta liter) (Wahyudi, 2006)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Karet (Hevea brasiliensis) Karet alam merupakan salah satu komoditas utama sektor perkebunan. Pada tahun 2006 luas areal tanaman karet di Indonesia 3,34 juta hektar dan menempati areal perkebunan terluas ketiga setelah kelapa sawit dengan luas 6,59 juta Ha dan kelapa dengan luas 3,78 juta Ha (Deptan 2007). Gambar 1 Tanaman karet (Hevea brasiliensis) Sejak dulu tanaman karet lebih banyak dikenal masyarakat sebagai tanaman penghasil karet alam (lateks) karena pada batangnya banyak mengandung getah. Tinggi tanaman dewasa bisa mencapai 15-25 m. Daun tanaman karet berwarna hijau yang terdiri dari tangkai daun dan tangkai anak daun. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Buah tanaman karet memiliki 3 6 ruang yang berbentuk setengah lingkaran. Di dalam ruang tersebut terdapat masing-masing 1 buah biji karet. Sama halnya seperti biji jarak, jika buah sudah matang maka buah tanaman akan pecah dengan sendirinya. Ukuran biji karet lebih besar dari biji jarak pagar dan kulitnya lebih keras. Tanaman karet tumbuh baik pada daerah yang beriklim tropis. Suhu lingkungan untuk tanaman karet rata-rata 25-30 o C. Pada ketinggian antara 1 600 mdpl, curah hujan rata-rata 2000 2500 mm/tahun dengan sinar matahari yang cukup melimpah, dan ph tanah berkisar 5-6 merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet (Tim Penulis PS 1999).

6 Menurut Haris et al (1995), beberapa faktor yang mempengaruhi produksi biji karet antara lain klon, umur tanaman, perubahan musim, dan adanya serangan penyakit daun. Di sebelah utara khatulistiwa musim produksi biji karet pada bulan Juli Januari sedangkan di bagian selatan pada bulan Januari April. Namun, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan puncak musim produksi biji karet tidak sama tiap tahunnya. Sumber biji karet yang potensial dapat diperoleh di perkebunan besar mengingat perkebunan besar memiliki tanaman dengan kondisi terawat, topografi yang relatif datar, kebun yang bersih dari gulma sehingga mudah dalam pengumpulan biji karet. Tanaman karet yang berumur 10 tahun lebih dapat menghasilkan 1500 buah/pohon. Setiap pohon diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 5000 butir biji/tahun/ha dengan jumlah biji 200 biji/kg (TOH & Chia 1987 di dalam Aritonang 1986). Bagian biji karet sekitar 50-60 % kernel mengandung 40-50 % minyak (Ramadhas et al. 2005). Berdasarkan hasil penelitian di Balai Penelitian Perkebunan Bogor, kandungan minyak dalam biji karet sekitar 45 50 %. Minyak biji karet mengandung asam lemak jenuh 17 22 % yang terdiri dari asam palmitat, asam stearat, dan asam arakhidat. Sekitar 77 82 % berupa asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam lemak oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito & Hoesnan 1976; Ikwuagwu et al. 2000). Komposisi asam lemak minyak biji karet yang paling dominan adalah asam lemak linoleat. Tabel 1 dan Tabel 2 adalah komposisi asam lemak dan sifat fisikakimia minyak biji karet. Tabel 1 Komposisi asam lemak minyak biji karet Asam lemak Gugus alkil Komposisi () Asam palmitat 16 : 0 7 8 Asam stearat 18 : 0 9-10 Asam oleat 18 : 1 28 30 Asam linoleat 18 : 2 33-35 Asam linolenat 18 : 3 20-21 Asam arakhidat 20 : 0 0,5 Sumber : Mittelbach dan Remschmidt 2006

7 Tabel 2 Sifat fisika-kimia minyak biji karet Sifat fisika-kimia Nilai Densitas pada 15 o C (g/cm 3 ) 0,918 Viskositas pada 30 o C (mm 2 /s) 37,85 Kadar abu sulfat [%( mm/mm)] 0,02 Bilangan asam (mg KOH/g) 1 Bilangan iod (g Iod/100 g) 142,6 Flash point ( o C) 290 Cloud point ( o C) -1,0 Sumber : Ikwuagwu et al. 2000 Jika dibandingkan dengan minyak biji jarak pagar, minyak biji karet mempunyai nilai viskositas yang lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi asam lemak yang terdapat di dalam minyak biji karet. Jarak Pagar (Jatropha curcas) Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) merupakan famili Euphorbiaceae. Tanaman ini satu famili dengan tanaman karet dan ubi kayu. Jarak pagar merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1 7 m. Batang tanaman berbentuk silinder. Daun tanaman ini merupakan daun tunggal yang memiliki sudut 3 atau 5. Bunga tanaman merupakan bunga majemuk berumah satu dan berwarna kuning kehijauan. Umur tanaman bisa mencapai 20 tahun lebih. Tanaman jarak pagar memiliki buah berbentuk bulat dengan diameter 2-4 cm. Gambar 2 Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) Buah jarak pagar ketika masih muda berwarna hijau dan berwarna kuning setelah masak. Pada bagian dalamnya terdapat tiga ruang dan masing-masing

8 ruang terdapat 1 biji. Biji jarak pagar bebentuk bulat lonjong. Kulit biji berwarna coklat kehitaman dan warna biji jarak pagar putih kecoklatan (Hambali et al. 2006). Bagian biji jarak pagar terdiri dari 60 kernel (daging biji), dan 40% berat kulit. Kandungan minyak di dalam kernel sekitar 50% (Singh et al. 2008). Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada daerah dataran rendah hingga ketinggian 1800 mdpl. Tanaman jarak pagar menghendaki curah hujan 250-3000 mm/tahun serta suhu lingkungan 20-26 o C, ph tanah 5 6,5 (Foidl et al. 1996; Hambali et al. 2006). Daerah dengan suhu lingkungan terlalu tinggi (>35 o C) atau terlalu rendah (<15 o C) kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman jarak pagar karena selain menghambat proses pertumbuhan tanaman juga mempengaruhi kandungan minyak dalam biji (Hambali et al. 2006). Tanaman jarak pagar mampu tumbuh pada lahan marjinal atau bahkan pada lahan kritis seperti tanah yang berpasir, tanah berbatu, tanah lempung, dan tanah liat (Hambali et al. 2008). Tanaman jarak pagar setelah 5 tahun menghasilkan 3-4 kg biji/pohon/tahun dengan kandungan minyak pada biji sebesar 30%. Produktivitas tanaman akan meningkat setelah 5 tahun sekitar 7,5-10 ton biji/ha. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta kualitas benih yang digunakan (Hambali et al. 2008). Kandungan minyak yang cukup tinggi pada biji jarak pagar sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Biji jarak pagar mengandung racun yang dinamakan "curcine (Stirpe et al. 1976; Mittelbach & Remschmidt 2006). Menurut Benge (2006), bagian daun dan biji jarak pagar selain mengandung curcin juga mengandung Phorbol esters. Zat ini merupakan protein yang sangat beracun karena hampir sama dengan ricin yang terdapat pada tanaman castor. Hal ini menyebabkan minyak jarak pagar tidak termasuk kategori minyak yang dikonsumsi (edible oil) dan pemanfaatannya tidak mengganggu penyediaan kebutuhan pangan. Minyak jarak pagar diperoleh dari hasil pengepressan biji jarak pagar secara mekanik. Pengepressan biji jarak pagar sangat penting karena mempengaruhi rendemen minyak. Rendemen minyak yang dihasilkan dari pengepressan secara

9 mekanik sekitar 21 27 %. Sebagai bahan baku untuk biodiesel, minyak jarak pagar terlebih dahulu dimurnikan. Pemurnian minyak bertujuan untuk mengurangi kandungan senyawasenyawa pengotor seperti gum, residu, protein, karbohidrat, dan asam lemak bebas. Cara untuk menghilangkan gum pada minyak dengan proses degumming., sedangkan untuk pemisahan asam lemak bebas dilakukan proses netralisasi (Hambali et al. 2006). Komposisi asam lemak pada minyak jarak pagar akan mempengaruhi karakteristik biodiesel yang dihasilkan seperti cloud point, titik nyala, viskositas, indeks setana, dan bilangan iod. Tabel 3 adalah komposisi asam lemak minyak jarak pagar dan Tabel 4 merupakan sifat fisika-kimia minyak jarak pagar. Tabel 3 Komposisi asam lemak minyak jarak pagar Asam lemak Gugus alkil Komposisi () Asam palmitat 16 : 0 14 15 Asam palmitoleat 16 : 1 1 Asam stearat 18 : 0 7 Asam oleat 18 : 1 34 45 Asam linoleat 18 : 2 31-43 Asam linolenat 18 : 3 0,2 Sumber : Mittelbach dan Remschmidt 2006 Tabel 4 Sifat fisika-kimia minyak jarak pagar Sifat fisika-kimia Nilai Densitas pada 15 o C (g/cm 3 ) 0,9177 Viskositas pada 30 o C (mm 2 /s) 49,15 Residu karbon [%(mm/mm)] 0,34 Kadar abu sulfat [%( mm/mm)] 0,007 Pour point ( o C) -2,5 Kadar air (ppm) 935 Kadar sulfur (ppm) < 1 Bilangan asam (mg KOH/g) 4,75 Bilangan iod (g Iod/100 g) *Flash point ( o C) *Cloud point ( o C) 96,5 240 16 Sumber : Hambali et al. 2006; *Ramesh et al. 2009

10 Biodiesel Mesin diesel memerlukan proses pembakaran yang bersih dan bahan bakar yang stabil. Saat ini biodiesel merupakan satu-satunya bahan bakar alternatif yang dapat digunakan secara langsung oleh mesin diesel tanpa modifikasi yang signifikan karena biodiesel memiliki karakter yang hampir sama dengan solar dari minyak bumi (Baharta 2007). Biodiesel merupakan bioenergi yang berasal dari minyak nabati ataupun lemak hewan (Ayhan 2007; Lou et al. 2008). Pada dasarnya biodiesel dihasilkan dari proses transesterifikasi dengan mereaksikan minyak atau lemak dan alkohol serta alkali sebagai katalis (Saraf & Thomas 2007; Issariyakul et al. 2008; Paraschivescu et al. 2008; Phalakornkule et al. 2009). Minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel berasal dari minyak/lemak tumbuhan seperti kelapa sawit, jarak pagar, biji karet, kedelai, kacang tanah, kelapa, dan jenis tanaman lain yang menghasilkan minyak/lemak. Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair tergantung komposisi asam lemak penyusunnya (Ketaren 2008). Minyak nabati yang memiliki kadar asam lemak bebas (FFA) rendah, kurang dari 5% bisa langsung diproses dengan metode transesterifikasi menggunakan katalis alkali untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Namun bila kadar asam lemak bebas minyak tersebut > 5 %, maka sebelumnya perlu dilakukan proses esterifikasi terhadap minyak tersebut. Proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar FFA minyak/lemak yang akan digunakan. Pada proses esterifikasi katalis yang digunakan adalah asam. Hasil dari proses esterifikasi ini adalah metil ester kasar dan metanol sisa (Hambali et al. 2008). Metil ester kasar yang diperoleh kemudian diproses lagi melalui tahapan transesterifikasi guna mendapatkan metil ester murni. Proses transesterifikasi pada pembuatan biodiesel merupakan proses kimia yang mengubah satu ester pada gliserol yang terkandung di dalam minyak menjadi bentuk ester lain seperti monoester alkil yang merupakan penyusun dari biodiesel. Pada proses ini minyak direaksikan dengan alkohol dan alkali sebagai

11 katalis sehingga menghasilkan gliserol dan biodiesel (Peterson et al. 1996; Canakci & Gerpen 1999; Saraf & Thomas 2007). Biodiesel dari minyak biji karet maupun minyak jarak pagar dihasilkan dari reaksi trigliserida dengan alkohol melalui proses transesterifikasi yang sebelumnya diesterifikasi terlebih dahulu. Selama proses esterifikasi dan transesterifikasi ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi rendemen biodiesel yaitu; rasio molar antara alkohol dan minyak, jenis katalis yang digunakan, suhu selama reaksi, waktu selama reaksi, kandungan asam lemak bebas (Hambali et al. 2006; Ayhan 2009). Konsentrasi katalis yang digunakan sekitar 0,5 1 %berat dan alkohol sekitar 10-20 %berat. Suhu selama proses ini berkisar pada 55-60 o C (Hambali et al. 2006) yang merupakan selang dari titik didih alkohol. Berdasarkan hasil penelitian Yudono dan Oktaviani (2007), rendemen maksimum biodiesel diperoleh pada suhu 65 o C dengan perbandingan minyak dan metanol 4:1. Menurut Paraschivescu et al. (2008), ratio molar metanol dan minyak biasanya 6:1. Gambar 3 merupakan reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol sehingga menghasilkan biodiesel dan gliserol. Tujuan proses transesterifikasi untuk menurunkan viskositas dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat digunakan sebagai minyak diesel kendaraan bermotor (Indartono 2006). Gambar 3 Reaksi proses transesterifikasi (Hambali et al. 2008) Pada tahap transesterifikasi satu mol trigliserida bereaksi dengan tiga mol alkohol menjadi satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester. Molekul trigliserida diubah secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan kemudian menjadi gliserol. Masing-masing tahapan menggunakan satu mol alkohol dan melepaskan satu mol ester (Mittelbach & Remschmidt 2006). Metil ester dari tahap transesterifikasi masih berupa biodiesel kasar yang mengandung pengotor seperti sisa metanol, sisa katalis, gliserol, sabun, dan air

12 karena itu perlu dilakukan pemurnian. Pemurnian bisa dilakukan dengan water washing ataupun dry washing. Pemurnian biodiesel dengan teknik water washing dilakukan dengan menambahkan air hangat ke dalam biodiesel kemudian dilakukan pengandukan dan pemisahan. Pencucian dilakukan berulang-ulang hingga dihasilkan air cucian yang jernih. Selanjutnya dilakukan pengeringan untuk membuang sisa metanol dan air dalam biodiesel. Menurut Canakci & Gerpen (2003), yang melakukan penelitian pembuatan biodiesel dari minyak kedelai menyatakan bahwa pemurnian biodiesel secara water washing dengan air hangat lebih efektif dibandingkan dengan air dingin untuk memisahkan sabun dan gliserol bebas yang masih ada dalam biodiesel. Pemurnian dengan teknik dry washing menggunakan cleaning agent sebagai adsorben. Cleaning agent menyerap pengotor-pengotor yang ada di dalam biodiesel (SBRC 2008). Salah satu adsorben yang digunakan adalah bentonit. Alkohol dan Katalis Alkohol yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel antara lain metanol, etanol, propanol, butanol, dan amyl alkohol. Alkohol yang biasa digunakan pada proses transesterifikasi adalah metanol. Metanol (CH 3 OH) memiliki berat molekul paling ringan dibandingkan etanol (C 2 H 5 OH) (Ma & Hanna 1999; Susilo 2006; Ramesh et al. 2009). Waktu reaksi metanol lebih cepat dibandingkan etanol (Joshi et al. 2010). Metanol merupakan jenis alkohol yang biasa digunakan dalam pembuatan biodiesel dibandingkan jenis alkohol lain karena harganya ekonomis (Zhang et al. 2003; Vicente et al. 2007; Ramesh et al. 2009; Joshi et al. 2010). Ratio molar optimum antara metanol dan minyak tergantung pada katalis yang digunakan. Katalis yang digunakan adalah asam dan alkali. Katalis alkali yang biasa digunakan adalah sodium hidroksida atau NaOH, sodium metoksida atau CH 3 ONa, dan potasium hidroksida atau KOH. Sedangkan katalis asam yang biasa digunakan adalah asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat. Pada proses transesterifikasi, waktu reaksi menggunakan katalis sodium lebih cepat dibandingkan katalis potassium (Vicente et al. 2004). NaOH lebih mudah diperoleh dan lebih ekonomis (Susilo 2006; Wikipedia 2010).

13 Keuntungan menggunakan katalis basa pada proses transesterifikasi dibandingkan menggunakan katalis asam adalah waktu reaksi yang pendek. Penggunaan katalis basa juga akan mengurangi pemakaian jumlah alkohol (Mittelbach & Remschmidt 2006). Kemurnian biodiesel dipengaruhi oleh konsentrasi katalis, ratio molar alkohol dan minyak, serta suhu (Vicente et al. 2007). Sedangkan rendemen biodiesel sangat dipengaruhi oleh konsentrasi katalis dan suhu reaksi selama proses transesterifikasi (Vicente et al. 2007; Bouaid et al. 2007; Ayhan 2008). Karakteristik Biodiesel dari Minyak Biji Karet dan Minyak Jarak Pagar Sifat-sifat penting bahan bakar mesin diesel antara lain viskositas, bilangan cetana, pour point, flash point, carbon residu (CCR) dan nilai kalor (Agustian 2005). Beberapa parameter biodiesel seperti densitas, bilangan setana, dan kandungan sulfur dipengaruhi oleh jenis minyak yang digunakan. Parameter lain seperti flash point dipengaruhi oleh kandungan metanol sedangkan viskositas dipengaruhi oleh trigliserida yang tidak bereaksi selama proses transesterifikasi (Mittelbach 1996). Bilangan setana adalah ukuran kualitas penyalaan bahan bakar diesel dalam keadaan terkompresi. Bilangan setana minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur molekul hidrokarbon penyusun. Bilangan setana biodiesel sangat bervariasi. Metil ester dari asam lemak palmitat dan stearat mempunyai bilangan setana hingga 75, sedangkan bilangan setana untuk linoleat hanya mencapai 33. Bilangan setana berkaitan dengan kandungan asam lemak tak jenuh di dalam minyak (Knothe et al. 2003; Ayhan 2009; Ramos et al. 2009). Semakin rendah bilangan setana semakin rendah pula kualitas penyalaannya. Viskositas yang terlalu tinggi dapat mempersulit proses pembentukan butirbutir cairan/kabut saat penyemprotan/atomisasi (Ayhan 2009). Viskositas bahan bakar yang terlalu rendah mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar. Kedua hal yang ekstrim ini dapat menimbulkan kerugian, sehingga salah satu persyaratan bahan bakar mesin diesel adalah nilai viskositas standar bahan bakar mesin diesel. Titik nyala atau flash point adalah suhu terendah dimana bahan bakar dalam campurannya dengan udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi secara terus

14 menerus maka suhu tersebut dinamakan titik bakar (fire point). Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan, sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya detonasi yaitu ledakanledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko bahaya pada saat penyimpanan. Sisa karbon atau carbon residu yang tertinggal pada proses pembakaran akan menyebabkan terbentuknya endapan sehingga menyumbat saluran bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya operasi mesin secara normal serta menyebabkan bagian-bagian pompa injeksi bahan bakar cepat menjadi aus. Semakin rendah nilai sisa karbon semakin baik efisiensi motor tersebut. Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan untuk produksi biodiesel dari minyak biji karet dan minyak biji jarak pagar terdapat parameterparameter biodiesel dari kedua bahan baku yang belum memenuhi standar SNI ataupun ASTM. Hasil penelitian sebelumnya mengenai karakteristik biodiesel dari minyak bij karet dan minyak jarak pagar ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik biodiesel biji karet dan biodiesel jarak pagar Parameter Satuan (a) Biodiesel biji Biodiesel karet jarak pagar Berat jenis pada 15 o C g/cm 3 0,885 0,879 Viskositas kinematik (40 o C) cst 4,77* 8,52*** Bilangan setana - 44,81 51-52 Flash point Cloud point Pour point Residu karbon Kadar abu o C 103* 191 0,4 5** -8 3±1-0,01 0,01 0,013 o C o C Kadar sulfur - <0,001 Bilangan asam mgkoh/g 0,22* 1,05* Bilangan iod mgi 2 /g 144 95-107** Sumber : (a) Ikwuagwu et al. 2000; *Fachrie 2009 (b) ***Yudono & Oktaviani 2007; **Hambali et al. 2006; *Kywe & Oo 2009; Rao et al. 2009 SNI dan ASTM menetapkan nilai standar sebagai acuan mutu biodiesel yang akan digunakan pada mesin diesel. Parameter standar biodiesel menurut SNI atau ASTM terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

15 Tabel 6 Standar biodiesel SNI 04-7182-2006 Parameter Satuan Nilai Berat jenis pada 40 o C g/cm 3 0,85-0,89 Viskositas kinematik (40 o C) cst 2,3 6,0 Bilangan setana - 51 Flash point o C 100 Cloud point Residu karbon - dalam contoh asli - dalam 10% ampas distilasi o C 18 0,05 0,3 Abu tersulfatkan Kadar belerang mg/kg 0,02 100 Kadar air dan sedimen Bilangan asam Bilangan iod Kandungan ester alkil Gliserol total Gliserol bebas Kadar fosfor % volume mgkoh/g mgi 2 /100g mg/kg 0,05* 0,80 115 96,5 0,24 0,02 10,0 *dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maks 0,01%-volume. Sumber : SNI 04-7182-2006 Tabel 7 Standar biodiesel internasional ASTM D 6751 (2003) Parameter Satuan Nilai Berat jenis pada 15 o C g/cm 3 - Viskositas kinematik (40 o C) cst 1,9 6,0 Bilangan setana - 47 Flash point Cloud point Pour point Residu karbon Kadar abu sulfat Kadar sulfur Kadar air dan sedimen Bilangan asam Bilangan iod Kandungan ester Gliserol total Gliserol bebas Kadar fosfor o C 130 - - 0,05 o C o C mg/kg % volume mgkoh/g mgi 2/ g mg/kg Sumber : Mittelbach & Remschmidt 2006 0,02 500 0,05 0,80 - - 0,24 0,02 10,0