HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3.3 Pengumpulan Data Primer

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

3. METODE PENELITIAN

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

3. METODOLOGI PENELITIAN

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT SUNDA GAMA SATRIA NUGRAHA

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

Hardiyansyah Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH,

The study of Sardinella fimbriata stock based on weight length in Karas fishing ground landed at Pelantar KUD in Tanjungpinang

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN DAN MORTALITAS IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus) DI DANAU SIDENRENG KABUPATEN SIDRAP Nuraeni L. Rapi 1) dan Mesalina Tri Hidayani 2)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Gorontalo Utara. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

The Growth and Exploitation of Tamban (Sardinella albella Valenciennes, 1847) in Malacca Strait Tanjung Beringin Serdang Bedagai North Sumatra

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI PERAIRAN TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

2. METODOLOGI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Febyansyah Nur Abdullah, Anhar Solichin*), Suradi Wijaya Saputra

PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) DI SELAT SUNDA

Pola Rekrutmen, Mortalitas, dan Laju Eksploitasi Ikan Lemuru (Amblygaster sirm, Walbaum 1792) di Perairan Selat Sunda

PEMANTAUN PARAMETER DINAMIKA POPULASI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger sp) DI PERAIRAN PESISIR PULAU TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3. METODE PENELITIAN

c----. Lemuru Gambar 1. Perkembangan Total Produksi Ikan Laut dan Ikan Lemuru di Indonesia. Sumber: ~tatistik Perikanan Indonesia.

Study Programme of Management Aquatic Resources Faculty of Marine Science and Fisheries, University Maritime Raja Ali Haji

structure Population of Indian Mackerel, Rastrelliger kanagurta Catch in Pancana Waters, Barru District

Abstrak. Kata Kunci : Ikan ekor Kuning, pertumbuhan, laju mortalitas, eksploitasi. Abstract

3. METODE PENELITIAN

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN TERI PEKTO (Stolephorus Waitei) DI PERAIRAN BELAWAN KOTA MEDAN SUMATERA UTARA

3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Teknik Pengambilan Data Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Kepiting Bakau

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Sebaran frekuensi panjang ikan kuniran (Upeneus sulphureus) betina yang dianalisis dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation)

KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN SELAR (Caranx leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN SIDIK FREKUENSI PANJANG

3. METODE PENELITIAN

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta Cuvier, 1817) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan morfologi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kondisi perikanan tembang di PPP Labuan PPP Labuan berlokasi di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dengan luas wilayah 15,66 km 2. Kecamatan Labuan, sebagai salah satu kecamatan pantai di Kabupaten Pandeglang berpenduduk sebanyak 50.814 orang dengan jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian nelayan sebanyak 2.290 orang atau sebesar 42,8% dari seluruh jumlah nelayann di kabupaten ini. PPP Labuan memiliki tiga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yaitu TPI Lama, TPI baru dan TPI pasar. Pada TPI Lama kapal yang beroperasi berukuran > 10 GT, pada TPI baru 5-10 GT dan pada TPI pasar 3-5 GT. Jenis kapal yang digunakan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan adalah kapal motor. Alat tangkap yang digunakan terdiri dari pukat cincin, cantrang, rampus dan jaring insang. Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Labuan, sebagian besar berasal dari perairan Selat Sunda. Ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan terdiri dari ikan tongkol, ikan kembung banyar, ikan tembang, ikan tenggiri dan ikan selar (Gambar 4). Berikut diagram persentasi ikan pelagis yang didaratkan di PPP Labuan. Tembang 19% Banyar 26% Tongkol 52% Tenggiri 2% Selar 1% Gambar 4. Komposisi hasil tangkapan ikan pelagis di PPPP Labuan Sumber : Dinas PPP Labuan 2011

Bobot (gram) 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 W = 0,00001L 2,927 R² = 0,802 n = 614 0 50 100 150 200 Panjang total (mm)

April n = 54 Juni n = 51 Juli n = 61 Agustus n = 41 September n = 34 Oktober n = 37 Panjang total (mm)

April n = 45 Juni n = 49 Juli n = 38 Agustus n = 54 September n = 65 Oktober n = 63 Panjang total (mm)

20 Berdasarkan Gambar 6 dan 7 di atas dapat dilihat bahwa pergeseran modus kelompok umur yang sama pada ikan jantan dan betina terjadi pada bulan Juli hingga Oktober. 4.1.4 Parameter pertumbuhan Berdasarkan hasil pemisahan kelompok umur, didapatkan data modus panjang ikan (Lampiran 7 dan 8) yang selanjutnya akan dianalisis untuk menduga parameter pertumbuhan ikan tembang. Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan tembang yaitu koefisien pertumbuhan (K), panjang asimptotik (L ) dan umur teoritis ikan pada saat panjang ikan 0 (t 0 ) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda Parameter Jantan Betina L (mm) 181,94 190,45 K (bulan -1 ) 0,33 0,26 t 0 (bulan) -0,31-0,38 t* (bulan) 20,12 24,65 Keterangan : *umur dugaan saat L t = L Berdasarkan Tabel 2 diperoleh persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy ikan tembang jantan dan betina di Perairan Selat Sunda berturut-turut adalah sebagai berikut: = 181,94 1 [, (, )] dan = 190,45 1 [, (, )] Dari persamaan pertumbuhan di atas maka dapat diketahui panjang ikan tembang dari berbagai umur relatif, sehingga dapat dihitung pertambahan panjang ikan tembang untuk setiap bulannya hingga mencapai panjang asimptotiknya (Gambar 8 dan 9). Kurva dugaan parameter pertumbuhan ikan tembang yang diperoleh dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang total ikan (mm) hingga ikan berumur 20 bulan.

200 L Panjang total (mm) 160 120 80 40 L t = 181,94 (1 e [-0,33(t + 0,31)] ) 0-2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Waktu (bulan) 200 L 160 L t = 190,45 (1 e [-0,26(t + 0,38)] ) Panjang total (mm) 120 80 40 0-2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Waktu (bulan)

22 Tabel 3. Panjang rata-rata ikan serta umur dugaan Jantan Betina (bulan) L t (mm) (bulan) L t (mm) 3,3 128,16 3,8 128,14 4,3 144,56 4,8 143,84 5,3 150,19 5,8 150,22 6,3 162,78 6,8 162,67 4.2 Pembahasan Hubungan panjang bobot ikan sangat penting artinya dalam ilmu dinamika populasi, antara lain untuk memberikan pernyataan secara matematis hubungan antara panjang dan bobot ikan, menduga variasi bobot dugaan untuk panjang tertentu. Berdasarkan grafik hubungan panjang bobot (Gambar 5) diperoleh persamaan W = 0,00001 L 2,927 dengan koefisien determinasi sebesar 80,2%. Penelitian sebelumnya mengenai hubungan panjang bobot ikan tembang juga pernah dilakukan di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur oleh Rosita (2007), yang menghasilkan persamaan hubungan panjang bobot W = 0,00004 L 2,664 untuk ikan tembang jantan dan W = 0,0007 L 2,091 untuk ikan tembang betina. Penelitian lain juga dilakukan di Teluk Banten, diperoleh persamaan W = 0,00025 L 2,282 (Cresidanto 2010) dan di Teluk Palabuhanratu diperoleh W = 0,000009 L 2,990 (Syakila 2010). Semua nilai b yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya di beberapa perairan di Indonesia tidak berbeda nyata dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, yaitu berkisar antara 2,572-3,282. Akan tetapi untuk ikan-ikan yang tergolong genus Sardinella nilai b dapat berbeda untuk spesies yang berbeda. Abowei (2009) melaporkan bahwa persamaan hubungan panjang bobot S. maderensis di Sungai Nkoro, Nigeria adalah W = 0,0478 L 3,580 dengan koefisien determinasi sebesar 94,7. Pola pertumbuhan setiap spesies ikan berbeda-beda, begitupun juga dengan spesies ikan yang sama namun hidup di wilayah perairan yang berbeda. Perbedaan tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor dalam berupa genetik ikan tersebut dan faktor luar berupa kondisi perairan (suhu dan salinitas), waktu penangkapan, kapal penangkapan, ketersediaan makanan di perairan tersebut (Osman 2004 in Lelono 2007). Menurut Bachrin (2008), ikan tembang dapat hidup pada kisaran suhu 28 o C- 31 o C, dengan suhu optimum 29 o C, karena ikan pelagis kecil cenderung memilih

23 kondisi yang berhubungan erat dengan kondisi lingkungan (Laevastu dan Hayes 1981). Menurut Amri (2008), Perairan Selat Sunda memiliki kisaran suhu antara 27 o C-30,5 o C dan tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Syamsudin et al. (2003) yang berkisar antara 28 o C-29,5 o C. Menurut Gunarso (1985), suhu tidak terlalu memberikan gambaran bagaimana pengaruhnya terhadap perikanan, sebab perairan Indonesia yang merupakan perairan tropis, memiliki variasi suhu tahunan yang kecil bila dibandingkan dengan perairan lain, seperti misalnya perairan subtropis. Selain suhu, salinitas juga mempengaruhi pola pertumbuhan ikan, karena metabolisme dalam tubuh mempengaruhi pertumbuhan ikan. Di Perairan Selat Sunda kisaran salinitasnya antara 31-33,7 (Amri 2008). Sementara salinitas optimum untuk ikan tembang adalah 34 (Bachrin 2008). Berdasarkan Gambar 6 dan 7 didapatkan satu kelompok ukuran ikan tembang jantan pada bulan April hingga Oktober. Sedangkan untuk ikan tembang betina didapatkan dua kelompok umur pada bulan pengamatan April dan Agustus dan untuk bulan lainnya hanya ditemukan satu kelompok umur. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran (Lampiran 4 dan 5) terlihat nilai indeks separasi pada bulan April dan Agustus yang lebih dari dua (I > 2), hal ini menunjukkan bahwa pemisahan kelompok ukuran ikan tembang dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Dalam pemisahan kelompok ukuran ikan dengan metode Battacharya sangat penting untuk memperhatikan nilai indeks separasi yang diperoleh. Indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap kemungkinan bagi suatu pemisahan dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok ukuran tersebut (Hasseblad 1996, McNew dan Summerfelt 1978 serta Clark 1981 in Sparre dan Venema 1999). Parameter pertumbuhan model Von Bertalanffy (K dan L ) diduga dengan menggunakan metode Ford Walford. Metode ini merupakan metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995) dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang yang sama (Sparre dan Venema 1999). Kelompok ukuran ikan tembang ini dipisahkan dengan menggunakan metode Battacharya. Hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan tembang yaitu panjang

24 rata-rata, jumlah populasi dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran disajikan pada Lampiran 4 dan 5. Kelompok ikan yang modus panjangnya bergeser dari 128,16 mm (jantan) dan 128,14 (betina) pada bulan Juli menjadi 162,78 mm (jantan) dan 162,67 mm (betina) pada bulan Oktober, pada penelitian ini sangat mungkin berasal dari satu kohort. Pada bulan Juli ikan-ikan tersebut diduga berumur 3,3 bulan (jantan) dan 3,8 bulan (betina) (Tabel 3) atau berkisar antara 3 dan 4 bulan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diduga setidaknya pada 3 atau 4 bulan sebelumnya yaitu pada bulan April atau Mei telah terjadi musim pemijahan. Panjang total maksimum ikan tembang yang tertangkap di Perairan Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan adalah 185 mm yang diduga dicapai pada umur 13 bulan dan merupakan ikan tembang betina. Panjang ini lebih kecil dibanding panjang asimptotik ikan tembang yang didapatkan yaitu 190,45 mm dengan koefisien pertumbuhan 0,26 bulan -1. Panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar 180 mm (Shelvinawati 2012), yang diduga dicapai pada umur 11 bulan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar ikan yang tertangkap belum matang gonad. Hasil analisis beberapa penelitian sebelumnya mengenai parameter ikan tembang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter pertumbuhan ikan tembang dari beberapa hasil penelitian Sumber Lokasi Koefisien pertumbuhan Panjang asimptotik (mm) (bulan -1 ) Syakila (2009) Teluk Palabuhanratu 1,07 170,02 Cresidanto (2010) Teluk Banten 0,59 180,22 Penelitian ini (2012) Selat Sunda 0,26 190,45 Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan di beberapa perairan yang berbeda. Diperoleh nilai koefisien pertumbuhan ikan tembang di Teluk Palabuhanratu sebesar 1,07 bulan -1 dengan L 170,02 mm, sedangkan di Perairan Teluk Banten diperoleh nilai K 0,59 bulan -1 dengan L 180,22 mm. Berdasarkan selang kepercayaan 95% (Lampiran 6), L ikan tembang yang tertangkap di Perairan Selat Sunda tidak berbeda nyata dengan kedua penelitian sebelumnya pada dua wilayah yang berbeda. Penelitian lain mengenai parameter pertumbuhan ikan

25 tembang di Perairan Laut Flores memperoleh nilai K sebesar 0,29 bulan -1 dengan L 380,4 mm. Begitupun juga yang dikemukakan oleh Aripin dan Showers (2000), ikan tembang yang tertangkap di Perairan Tawi-Tawi Filipina, mempunyai koefisien pertumbuhan 0,75 bulan -1 dengan nilai L 225 mm. Sesuai dengan pernyataan Sparre dan Venema (1999) yaitu ikan-ikan yang berumur panjang mempunyai nilai K cukup kecil sehingga membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai panjang maksimumnya. Semakin cepat laju pertumbuhannya, maka akan semakin cepat pula ikan tersebut mencapai panjang asimptotiknya (L ). Pada kurva pertumbuhan (Gambar 8 dan 9) dapat dilihat bahwa terdapat empat titik panjang rata-rata ikan yang dihasilkan selama penelitian, panjang rata-rata inilah yang digunakan dalam menduga parameter pertumbuhan ikan tembang di Perairan Selat Sunda. Terdapat juga umur dugaan pada keempat titik tersebut (Lampiran 9 dan 10). Berdasarkan umur dugaan tersebut dapat dinyatakan bahwa ikan-ikan yang tertangkap di Selat Sunda dan didaratkan di PPP Labuan, Banten merupakan ikan-ikan yang berumur tua. Pada kurva juga terlihat perbedaan laju pertumbuhan ikan tembang selama rentang hidupnya. Pertumbuhan panjang ikan tembang yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptotik, dimana ikan tidak akan bertambah panjang lagi. Pertumbuhan cepat bagi ikan yang berumur muda terjadi karena energi yang didapatkan dari makanan sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan. Pada ikan tua energi yang didapatkan dari makanan tidak lagi digunakan untuk pertumbuhannya, tetapi hanya digunakan untuk mempertahankan dirinya dan mengganti sel-sel yang rusak (Jalil et al. 2001). Terjadinya perbedaan kecepatan pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di lingkungan hidup ikan, karena kecepatan pertumbuhan tersebut akan berlainan pada tahun yang berlainan juga, terutama pada ikan yang masih muda ketika kecepatan tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang sudah besar. Hal ini besar kemungkinan disebabkan keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan (Dwiponggo 1982 in Harahap dan Djamali 2005). Cepatnya pertumbuhan dan pendeknya umur ikan mengindikasikan laju kematian yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (Suman et al. 2006).

26 JICA (2009) menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan bukan hanya dengan tidak melakukan kegiatan penangkapan untuk tetap dapat menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, namun dalam kondisi yang berkesinambungan tetap dapat dilakukan kegiatan penangkapan ikan yang sesuai dengan nilai tangkapan maksimal tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya (MSY). Sehingga kegiatan penangkapan dan pengelolaan untuk mempertahankan stok sumberdaya perikanan di laut dapat berlangsung secara berkesinambungan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan tembang di Peraiaran Selat Sunda adalah dengan melakukan pengontrolan terhadap ukuran ikan yang tertangkap, yaitu dengan memodifikasi alat tangkap yang lebih selektif. Ikanikan yang boleh ditangkap adalah ikan-ikan yang sudah mencapai ukuran matang gonad (L m ) atau minimal sudah pernah satu kali melakukan siklus pemijahan. Pada penelitian kali ini panjang ikan pertama kali matang gonad adalah 180 mm (Shelvinawati 2012). Selain itu, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengurangi upaya penangkapan pada bulan-bulan tertentu, yaitu ada bulan Juni-Juli, karena diduga pada bulan-bulan tersebut terjadi puncak musim pemijahan ikan tembang di Perairan Selat Sunda (Shelvinawati 2012).