I. PENDAHULUAN. terganggunya fungsi vital ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sangat

dokumen-dokumen yang mirip
KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS. Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan Kehutanan

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan fakta

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

Penguatan Peran Petani untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan dan Pencapaian Target Swasembada Pangan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

PENDAHULUAN Latar Belakang

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. masa yang akan datang. Selain sebagai sumber bahan pangan utama, sektor pertanian

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam Indonesia sangat melimpah, antara lain potensi

Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah *

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

ANALISIS D AN PEMBAH AS AN Keragaan Ekonomi Strata Agroforestri Desa Sumberejo Tanpa Internalisasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Hutan adalah suatu kesatuan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), yang dapat memberikan manfaat ekologi, ekonomi, sosial

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sustainable Development Lingkungan Hidup dan Pembangunan. SEPNB Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SASARAN DAN INDIKATOR PROGRAM DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG TAHUN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan lahan dan hutan produktif menjadi lahan kritis berdampak pada terganggunya fungsi vital ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sangat dibutuhkan untuk mendukung kehidupan. Fungsi dimaksud antara lain, sebagai pemelihara keseimbangan tata air dan keseimbangan iklim mikro, yang apabila terganggu akan berakibat menurunnya kapasitas daya dukung DAS pada pembangunan. Akumulasi kondisi tersebut dengan perubahan pola presipitasi (hujan) dan evaporasi (penguapan) akibat dampak perubahan iklim menimbulkan bencana banjir di beberapa lokasi dan kekeringan di lokasi lain (Anderson, 1991). Kenyataan di atas menjadi persoalan serius bagi status daya dukung ekonomi, sosial dan lingkungan di pulau jawa yang saat ini memiliki populasi 125 juta (65 persen dari penduduk Indonesia). Berdasarkan perhitungan kebutuhan air yang dilakukan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum (2009), kapasitas sumber daya air di pulau Jawa hanya 4,5% dari kapasitas nasional. Menurut sumber yang sama, telah terjadi krisis air di Pulau Jawa, akibat tidak tercukupinya sediaan air untuk berbagai kebutuhan vital seperti, air minum, air irigasi untuk pertanian dan air untuk berbagai industri. Luasnya lahan kritis selain berimplikasi terhadap krisis air, juga berakibat pada meningkatnya emisi karbon akibat deforestasi dan degradasi lingkungan. Hal tersebut telah menjadikan pengaruh lahan kritis tidak hanya berdimensi lokal dan nasional, tetapi juga global, sehingga menjadikannya hal yang penting untuk dicari jalan keluarnya (Barret, dan Segerson, 1997). Secara lebih lengkap pengaruh lahan kritis digambarkan sebagai berikut :

2 Kerusakan DAS Jumlah dan kualitas air terganggu Kesehatan dan hasil pertanian menurun Kekeringan lahan Kebakaran, asap, dampak terhadap kesehatan Kekeringan dan kekurangan air Hilangnya tutupan lahan/la han kritis Erosi, sedimentasi Kualitas tanah menurun, kemiskinan di desa Pendangkalan sungai, banjir dam pak di hilir Kelangkaan Sumberdaya Mata pencaharian di desa berkurang Urbanisasi meningkat Sumber : Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2003 Gambar 1. Dampak keberadaan dan meluasnya lahan kritis Propinsi Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan penyumbang deforestasi terbesar di Pulau Jawa. Kondisi tersebut mengakibatkan 123 daerah aliran sungai (DAS) dan Sub DAS di Pulau Jawa dalam kondisi kritis, sehingga 61 kabupaten di Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah terancam oleh resiko bencana ekologis yang tinggi. Bila tidak ada intervensi, diperkirakan akumulasi kerugian ekonomi akibat kritisnya 10,7 juta hektar DAS/Sub DAS dari akibat bencana ekologis seperti banjir, longsor dan kekeringan serta hilangnya hasil-hasil pembangunan seperti infrastruktur publik, transportasi, perdagangan dan industri akan mencapai trilyunan rupiah (Kementerian Kehutanan, 2010). Rehabilitasi lahan kritis merupakan upaya pemulihan daya dukung dan konservasi lahan dalam daerah Aliran Sungai (DAS), yang sejalan dengan solusi penyerapan/pengurangan (mitigasi) emisi pada krisis perubahan iklim, dan upaya perbaikan tata air yang menjadi solusi krisis air dan penyediaan lahan yang subur bagi pertanian (Nair, 1983). Upaya keras Pemerintah untuk melakukan

3 rehabilitasi lahan kritis akibat kerusakan lahan dan hutan melalui sektor kehutanan, masih belum mampu mengimbangi laju penambahan lahan kritis. Menurut Resume Data Direktorat Bina Rehabilitasi Lahan tahun 2007, peningkatan luas lahan kritis di luar kawasan hutan, di Jawa Tengah tahun 2000 2006 adalah 586.246 ha atau terjadi laju kenaikan rata-rata 117.249,3 ha per tahun. Sedangkan rehabilitasi lahan kritis pada periode yang sama 176.010 ha, atau laju rata-rata 35.202 ha per tahun, atau dengan kata lain terjadi kesenjangan percepatan laju lahan kritis lebih kurang 3,3 kali daripada laju rehabilitasi per tahun (Gambar 2). Menurut Aldeman (1995), suatu strategi pembangunan yang baik, seharusnya telah mempertimbangkan benefit dan potensi biaya dampak sosial ekonomi yang akan terjadi. Oleh karena itu, penanganan dampak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pelembagaan kebijakan pembangunan. Hasil penelitian Astuti (1997) yang menyimpulkan tingginya tingkat urbanisasi antara lain akibat ketiadaan lapangan kerja yang layak di tingkat pedesaan. Laju rata-rata 117.249,3 ha per tahun Laju rata-rata 35.202 ha per tahun Gambar 2. Kesenjangan Laju Lahan Kritis Dengan Laju Rehabilitasi Kab.Wonogiri (sumber Resume Data Ditjen RLPS, 2007, diolah)

4 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Berkembangnya agroforestri dalam luasan lahan yang sempit di pedesaan daerah hulu DAS Bengawan Solo telah menjadi sumber nafkah utama rumah tangga petani yang dalam prakteknya menghasilkan stabilitas iklim mikro serta konservasi tanah dan air. Keberadaan fungsi konservasi dari agroforestri tersebut sangat mendukung penanggulangan krisis air, krisis pangan (keamanan subsisten), krisis enerji (kayu bakar dan mikro hidro listrik), dan mengurangi erosi dan sedimentasi dari sub Das Temon ke waduk Gajah Mungkur, sehingga juga meminimalisir bencana ekologis berupa banjir dan kekeringan. Secara keseluruhan fungsi manfaat konservasi (eksternalitas positif) yang dihasilkan agroforestri merupakan pelayan publik (public service) yang seharusnya merupakan tanggung jawab Pemerintah untuk penyediaannya. Kenyataan fungsi strategisnya dalam berkontribusi pada keseimbangan multi manfaat DAS menjadikan agroforestri di bagian hulu DAS layak menjadi model rehabilitasi lahan kritis yang vital untuk dipertahankan dan dikembangkan kesinambungannya (Nandagourda, et al 2007 dan Noorwijk, et al, 2004). Hal tersebut menjadi makin strategis dikaitkan dengan pendapat Onal, et al (1998), tentang tujuan efisiensi distribusi pendapatan ekonomi dan temuan Richards (1997) tentang potensi nilai ekonomi dalam rangka perlindungan DAS di Bolivia. Permasalahannya pengembangan agroforestri yang mempunyai peran penting dalam menyediakan public service tersebut, dihadapkan pada kenyataan kondisi kemiskinan rumah tangga petani dan kenyataan luas kepemilikan lahan yang sempit dan kurang subur. (Hairiyah et al, 2003). Secara rasional tidak mungkin mengandalkan petani yang berusaha pada luasan agroforestri yang sempit dan dalam kondisi miskin untuk mengembangkan upaya konservasi tersebut, apalagi secara berkesinambungan.

5 Kenyataan perkembangan penguasaan lahan rumah tangga petani menurut sensus pertanian tahun 1983, 1993, dan 2003 (BPS, 2003) menunjukkan bahwa di Pulau Jawa : (1) secara agregat, pada sepuluh tahun terakhir, 1993-2003, terdapat polarisasi penguasaan lahan yang makin serius; (2) Fakta empirisnya adalah rumah tangga dengan penguasaan lahan < 0,50 dan > 2,0 hektar meningkat relatif tajam, masing-masing 31,95 % dan 74,95 %; (3) Sementara itu, kategori luas 0,50-0,99 hektar dan 1,00-1,99 hektar, hanya meningkat sebesar 5,28 % dan 10,48 %. Berdasarkan kenyataan kecenderungan variasi penguasaan lahan rumah tangga petani pada strata luas < 1 ha, 1- < 2 ha dan 2 ha, maka diduga strata luas tersebut akan mempengaruhi kelayakan usaha rumah tangga petani termasuk agroforestri yang rataan pertumbuhannya 13,05 % per tahun (BPS, 2003). Lebih lanjut petani memilih sistem agroforestri salah satunya dikarenakan menurunnya kesuburan dan produktifitas lahan pertanian setelah digunakan secara terus menerus digunakan untuk budidaya tanaman semusim. Hal tersebut dicerminkan makin tingginya kebutuhan asupan pupuk akibat menipisnya solum yang bermuara, akumulasi pupuk yang mencemari lahan membuat semakin rendahnya produktifitas lahan dan akhirnya keuntungan usaha tidak dapat lagi diandalkan untuk menutup kebutuhan ekonomi rumah tangga yang semakin meningkat atau dapat dikatakan degradasi lahan menjadi aspek penting dalam pemiskinan petani di pedesaan.. Selanjutnya diperlukan intervensi yang mampu meningkatkan kelayakan usaha agroforestri dan sekaligus mengentaskan petani dari kemiskinan, sehingga petani mau dan mampu.mengimplementasikan upaya konservasi. Merujuk pada penyediaan public service oleh agroforestri merupakan tanggung jawab pemerintah (Yustika, 2001) dan kenyataan bahwa petani dengan

6 penguasaan lahan yang sempit tidak mungkin melakukan pemupukan modal untuk investasi pada teknologi yang baru, maka sudah seharusnya pemerintah melakukan dukungan pembiayaan. Dalam konteks tersebut, dukungan yang akan berimplikasi pada kesinambungan agroforestri dari pemerintah adalah internalisasi eksternalitas jasa air dan jasa karbon agroforestri melalui instrument kebijakan keuangan. Kebijakan tersebut akan mengalokasikan insentif berupa pagu subsidi atau kredit yang berbasis pada nilai ekonomi dari hasil valuasi eksternalitas positif agroforestri tersebut ( Boer, et al, 2004). Dalam rangka mendukung terselenggaranya internalisasi eksternalitas jasa karbon dan jasa agroforestri tersebut penelitian ini menjadi urgen untuk dilaksanakan. Penelitian akan berkontribusi pada penghitungan nilai jasa air dan jasa karbon agroforestri desa Sumberejo, serta desain alokasi insentif sesuai aliran pendapatan dan biaya yang menjamin kesinambungan menurut strata luas usaha agroforestri yang ada di masyarakat setempat. Merujuk pada pengembangan agroforestri di pedesaan adalah selaras dengan tujuan program rehabilitasi lahan kritis dan pemberdayaan masyarakat yang didasari kebijakan pembangunan (pro growth, pro poor, pro job, dan pro environment) berbasis pedesaan (Bappenas, 2010). Urgensi dukungan insentif pemerintah guna mendorong kesinambungan pengembangan usaha (konservasi) agroforestri yang dikelola dalam luasan yang sempit oleh petani yang miskin di pedesaan menjadi sangat relevan. Dalam rangka mendukung urgensi, tersebut penelitian ini akan berkontribusi pada jawaban atas permasalahan : 1. Seberapa jauh internalisasi nilai ekternalitas positif, jasa lingkungan produk jasa karbon dan jasa air dapat meningkatkan kelayakan usaha agroforestri

7 pada berbagai strata luas lahan, sehingga memiliki kecukupan modal untuk melakukan konservasi dan sekaligus mengentaskan rumah tangga petani dari kemiskinan? 2. Bagaimanakah bentuk kebijakan skim kredit yang membuat petani pada berbagai strata luas lahan mampu mengimplikasikan hasil internalisasi eksternalitas sebagai insentif pendorong kesinambungan (fungsi konservasi) agroforestri? Dalam rangka menjawab permasalahan tersebut, maka secara spesifik penelitian akan difokuskan pada 3 strata luas lahan (< 1 ha; 1-< 2 ha; dan 2 ha) usaha agroforestri, sesuai kecenderungan distribusi strata penguasaan lahan pertanian di Pulau Jawa (BPS, 2004). Lokasi penelitian difokuskan pada agroforestri Desa Sumberejo yang berfungsi vital pada pengendalian erosi karena terletak di bagian hulu SubDAS Temon dan secara formal inisiasi petaninya dalam konservasi tanah dan air telah mendapat pengakuan, sehingga mendapat sertifikat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML). Sedangkan sistematika pentahapan jawaban adalah dengan rincian pertanyaan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat kelayakan usaha agroforestri pada 3 strata luas lahan tanpa internalisasi? 2. Apakah internalisasi nilai ekonomi jasa karbon dan jasa air mampu meningkatkan kelayakan usaha 3 strata luas lahan groforestri? 3. Apakah insentif peningkatan layakan usaha agroforestri dengan internalisasi nilai jasa karbon dan jasa air menjadikan 3 strata luas lahan agroforestri mempunyai kecukupan modal? 4. Bagaimana merumuskan bentuk skim kredit bersubsidi untuk mendukung implikasi internalisasi jasa karbon dan jasa air sebagai insentif pendukung

8 kesinambungan pada 3 strata luas lahan usaha agroforestri?. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bentuk instrument kebijakan keuangan yang tepat yang mendukung peningkatan kelayakan usaha agroforestri, sehingga dapat menjadi insentif kesinambungan (upaya konservasi) agroforestri Desa Sumberejo serta agroforestri sejenis di pedesaan bagian hulu DAS. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisa tingkat kelayakan usaha agroforestri pada 3 strata luas lahan tanpa internalisasi. 2) Menganalisa kelayakan finansial usaha agroforestri pada 3 strata luas lahan dengan internalisasi nilai jasa karbon dan jasa air; 3) Menganalisa kecukupan modal 3 strata luas lahan agroforestri setelah internalisasi 4) Menganalisa alternatif instrumen kebijakan keuangan yang mendukung internalisasi eksternalitas jasa air dan jasa karbon pada 3 strata luas lahan agroforestri. 1.4 Kebaruan (Novelty) Penelitian Kebaruan (novelty) dari penelitian ini adalah : 1) Ide dan implikasi internalisasi ekternalitas positif berupa jasa air dan jasa karbon untuk meningkatkan kelayakan usaha dan mengentaskan rumah tangga petani dari kemiskinan 2) Ide dan implikasi penerapan skim subsidi berorientasi ouput yang disesuaikan dengan kebutuhan nyata agroforestri untuk dapat melakukan konservasi dan keluar dari kemiskinan.

9 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian dibatasi pada 2 (dua) jasa lingkungan, yaitu jasa karbon dan air serta tidak termasuk jasa keanekaragaman hayati dan jasa wisata. Lingkup analisa dan pembahasan penelitian dibatasi pada: valuasi ekonomi jasa karbon dan jasa air, analisa kelayakan usaha tanpa dan dengan internalisasi ekternalitas jasa air dan jasa karbon, dan pemilihan desain instrumenkebijakan keuangan dengan kasus desa yang menjadi lokasi penelitian. Merujuk pada referensi sangat beragamnya tipologi agroforestri, sehingga tidak memungkinkan dilakukannya generalisasi. Untuk itu diperlukan dukungan penelitian sejenis untuk masing-masing tipologi agroforestri.