SINTESIS PADUAN INTERMETALIK -TiAl DENGAN TEKNIK CASTING

dokumen-dokumen yang mirip
1 BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia saat ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke-20 BAHAN TEKNIK MEKANIKA BAHAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN TEMBAGA (Cu) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN ALUMINIUM-SILIKON (Al-Si) MELALUI PROSES PENGECORAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN 10%wt Mg DAN KECEPATAN MILLING TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Al-Mg

KARAKTERISASI PADUAN AlFeNiMg HASIL PELEBURAN DENGAN ARC FURNACE TERHADAP KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. Batu bara + O pembakaran. CO 2 + complex combustion product (corrosive gas + molten deposit

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

Galuh Intan Permata Sari

PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng

PERILAKU OKSIDASI PADUAN Ti-6Al-4V PADA TEMPERATUR TINGGI

SINTESIS SERBUK MgTiO 3 DENGAN METODE PENCAMPURAN DAN PENGGILINGAN SERBUK. Abstrak

PENGARUH TEMPERATUR DAN NITROGEN HASIL HOT ROLLING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADUAN Co-Cr- Mo UNTUK APLIKASI BIOMEDIS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN GETARAN MEKANIK VERTIKAL TERHADAP PEMBENTUKAN SEGREGASI MAKRO PADA PADUAN EUTEKTIK Sn Bi

BAB 3 Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL (Ni) TERHADAP STRUKTUR KRISTAL, MORFOLOGI, DAN KEKERASAN PADA PADUAN Al (2-x) FeNi (1+x)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2012 di Instalasi Elemen

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISA PENGARUH PENGECORAN ULANG TERHADAP SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMUNIUM ADC 12

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH UNSUR Mn PADA PADUAN Al-12wt%Si TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK LAPISAN INTERMETALIK PADA FENOMENA DIE SOLDERING SKRIPSI

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

Pengaruh Temperatur Heat-Treatment terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Paduan Al-Fe-Ni

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Momentum, Vol. 10, No. 2, Oktober 2014, Hal ISSN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

FORMASI FASA DAN MIKROSTRUKTUR BAHAN STRUK- TUR PADUAN ALUMINIUM FERO-NIKEL HASIL PROSES SINTESIS

KARAKTERISASI INGOT PADUAN U-7Mo-Zr HASIL PROSES PELEBURAN MENGGUNAKAN TUNGKU BUSUR LISTRIK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

PEMBUATAN MATERIAL DUAL PHASE DARI KOMPOSISI KIMIA HASIL PELEBURAN ANTARA SCALING BAJA DAN BESI LATERIT KADAR NI RENDAH YANG DIPADU DENGAN UNSUR SIC

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian oksidasi baja AISI 4130 pada

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

BAB III PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR. Penelitian

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOSISI Al PADA PADUAN Fe-Ni-Al

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

Pengaruh Kecepatan Milling Terhadap Perubahan Struktur Mikro Komposit Mg/Al 3 Ti

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

SINTESIS NANOPARTIKEL FERIT UNTUK BAHAN PEMBUATAN MAGNET DOMAIN TUNGGAL DENGAN MECHANICAL ALLOYING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

Sintesis Komposit TiO 2 /Karbon Aktif Berbasis Bambu Betung (Dendrocalamus asper) dengan Menggunakan Metode Solid State Reaction

BAB III METODE PENELITIAN

PEMBUATAN KERAMIK BETA ALUMINA (Na 2 O - Al 2 O 3 ) DENGAN ADITIF MgO DAN KARAKTERISASI SIFAT FISIS SERTA STRUKTUR KRISTALNYA.

PREPARASI ALLOY MAGNETIK Sm-Co MELALUI TEKNIK ARC MELTING FURNACE

PENGARUH PENAMBAHAN NIKEL TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BESI TUANG NODULAR 50

METODOLOGI. Langkah-langkah Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Degradasi Lapisan Aluminida pada Paduan Intermetalik α2-ti3al / γ-tial Akibat Oksidasi Siklik

PENGARUH Cu PADA PADUAN Al-Si-Cu TERHADAP PEMBENTUKAN STRUKTUR KOLUMNAR PADA PEMBEKUAN SEARAH

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Mei 2015 di

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Peleburan AC4B GBF. Holding Furnace LPDC. Inject: 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam. Chipping Cutting Blasting

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH WAKTU PEMANASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR FASA PADUAN ALUMINIUM FERO NIKEL

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

PENGARUH WAKTU MILLING TERHADAP SIFAT FISIS, SIFAT MAGNET DAN STRUKTUR KRISTAL PADA MAGNET BARIUM HEKSAFERIT SKRIPSI EKA F RAHMADHANI

KARAKTERISASI MATERIAL BALL MILL PADA PROSES PEMBUATAN SEMEN DENGAN METODA PENGUJIAN KEKERASAN, MIKROGRAFI DAN SEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENGARUH KANDUNGAN NIOBIUM TERHADAP MIKROSTRUKTUR, KOMPOSISI KIMIA DAN KEKERASAN PADUAN Zr Nb Fe Cr

Karakterisasi Material Sprocket

I. PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan dalam komponen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGUJIAN SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PISAU HAMMER MILL PADA MESIN PENGGILING JAGUNG PT. CHAROEN POKPHAND INDONESIA CABANG SEMARANG

Pengaruh Penambahan Yttrium Terhadap Struktur Mikro, Sifat Mekanik Dan Ketahanan Termal Pada Paduan Mg-6Zn Sebagai Aplikasi Engine Block

STUDI METODE ALMUNIZING UNTUK MENCEGAH DIE SOLDERING PADA BAJA H420 J2

Transkripsi:

ABSTRAK SINTESIS PADUAN INTERMETALIK -TiAl DENGAN TEKNIK CASTING Sulistioso G. S. 1, Abdul Latief 2 dan Dedi Raharsetyadi 3 1 Puslitbang Iptek Bahan (P3IB) - BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang 2 Pusbang Teknik Bahan Bakar dan Daur Ulang (P2TBDU) - BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang 3 Jurusan Mesin, FT - ITENAS Jl. Penghulu, KH Hasan Mustafa No. 23, Bandung 4124 SINTESIS PADUAN INTERMETALIK γ-tial DENGAN TEKNIK CASTING. Telah dibuat paduan intermetalik TiAl dengan fasa tunggal γ (gamma) pada komposisi Ti -36%wt Al. Paduan intermetalik tersebut dicor dengan alat arc melting furnace. Untuk mereduksi terjadinya ketidak meratanya komposisi (segregasi) pada sampel, sebelum dicor serbuk Ti dan Al murni dicampur dan diaduk dengan ball mill selama 48 jam dengan frekuensi putar 9 rpm. Pada saat pengecoran, dilakukan pengulangan pengecoran sehingga didapat hasil yang optimal. Hasil analisis fasa dengan XRD, menunjukkan bahwa sampel terbaik telah terbentuk dengan dominasi fasa γ-tial yaitu setelah terjadi pengulangan 5 kali pengecoran. Kata kunci : Fasa γ-tial, pengecoran, arc melting furnace ABSTRACT SYNTHESIS OF γ TiAl INTERMETALLIC ALLOYS BY USING CASTING TECHNIQUE. A γ-single phase intermetallic alloy of TiAl has been made with a composition of Ti-36% wt Al. The Alloy was cast by using an arc melting furnace. To avoid inhomogenity in the composition of the sample prior to casting pure Ti and Al powder were mixed and stirred by using ball mill for 48 hour at a frequency of 9 rpm. Casting was repeated in order to obtain an optimal result. The XRD result shows that the best sample which is dominated by γ-tial, was obtained after 5 times casting. Key word : γ-tial phase, casting, arc melting furnace PENDAHULUAN Industri pesawat terbang, otomotif, dan pembangkit tenaga listrik membutuhkan material dengan sifat-sifat fisik dan mekanik yang tangguh (toughness), menjadi faktor utama penemuan-penemuan di bidang material selama beberapa dekade terakhir ini [1]. Sifat-sifat mekanik utama yang dibutuhkan adalah kekuatan (dengan rasio kekuatan spesifik yang tinggi terhadap rasio beratnya), serta kemampuan operasi pada suhu tinggi. Salah satu contohnya, adalah material baru untuk aplikasi pada komponen turbin jet menggantikan superalloy berbasis nikel yang masih banyak digunakan saat ini [2]. Salah satu alternatifnya adalah penggunaan paduan titanium fasa gamma atau -TitaniumAluminida ( -TiAl). Dewasa ini prototipe dari komponen-komponen tersebut telah mengalami serangkaian pengujian untuk kelayakan strukturnya, baik yang dibuat dengan cara pengecoran (casting) ataupun metode lain seperti metalurgi serbuk. Titanium murni mempunyai kekuatan yang kurang baik, sehingga titanium perlu ditingkatkan kekuatannya dengan jalan memadukan dengan unsur lain. Titanium merupakan logam non magnetic dan mempunyai perpindahan panas yang baik dengan suhu lebur yang tinggi (1678 o C). Titanium mempunyai densitas yang cukup rendah ( Ti murni = 4,5 g/cm 3 ) [3], mempunyai kekuatan yang tinggi pada suhu tinggi serta ketahanan terhadap korosi yang baik pada lingkungan yang korosif dan pada suhu tinggi menjadikannya sebagai material pilihan untuk aplikasi pada komponen yang bekerja pada suhu tinggi [4]. Nilai densitas TiAl adalah 3,8 g/cm 3 dan kisaran 3,7g/cm 3 sampai dengan 3,9 g/cm 3 untuk paduan yang berbasis TiAl. Densitas TiAl yang cukup rendah tersebut menyebabkan nilai rasio kekuatan terhadap berat yang tinggi sehingga TiAl menarik untuk diteliti. Pemaduan logam titanium dengan aluminium telah banyak dilakukan terutama untuk aplikasi komponen 55

Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal of Materials Science mesin-mesin jet, turbin, dan pembangkit daya. Dalam aplikasi manufaktur ini banyak dibutuhkan material dengan ketahanan yang baik pada suhu operasi antara 55-75 C [5]. Permasalahan yang dihadapi oleh industri adalah pembuatan paduan -TiAl relatif sulit, sehingga aplikasi dari material ini masih sangat terbatas. Dengan terus dilakukannya penelitian terhadap pembuatan paduan TiAl fasa, diharapkan didapat metode terbaik untuk menghasilkan paduan tersebut [6,7]. METODE PERCOBAAN Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan serbuk Ti dengan kemurnian 98% dan serbuk Al dengan kemurnian 99,5%, sebagai bahan dasar untuk pembuatan sampel -TiAl, dan bahan-bahan kimia 5mL HNO 3 pekat, 1mL HF dan 85mL H 2 O (air suling), sebagai lautan etsa. Alat yang digunakan untuk mengaduk serbuk Ti dan Al adalah Ball Mill, dan alat untuk melebur adalah Single arc melting furnace. Untuk preparasi sampel digunakan mesin poles dan grinding paper mulai grit 3, 5, 1, 12, 15, hingga 2, Alumina suspension,3 μm, resin dan katalis. Cara kerja Persiapan sampel dimulai dengan menghitung komposisi yang tepat hingga diperoleh sampel berupa pelet yang siap dilebur. Urutan proses pemuatan sampel adalah sebagai berikut : Pertama dilakukan perhitungan komposisi atom antara serbuk Al murni dengan serbuk Ti murni dimana fasa -TiAl kemungkinan bisa diperoleh. Disini digunakan perbandingan berat Ti dan Al sebagai 64 % dan 36 %. Selanjutnya kedua jenis serbuk logam tersebut dicampur secara seksama. Alat yang digunakan untuk Vol. 6, No. 2, Februari 25, hal : 55-59 ISSN : 1411-198 mencampur adalah Ball Mill. Alat ini mencampur dan menggiling material serbuk dengan tumbukan antar bola-bola baja dan keramik didalamnya. Milling dilakukan selama 48 jam dengan putaran 9 rpm dengan jumlah bola 1 buah yang ukuran diameternya sama. Bila pengadukan dilakukan dalam waktu yang terlalu lama, dampaknya adalah bahwa serbuk bisa melekat pada permukaan bola-bola pengaduk dan menyebabkan komposisinya tidak sesuai dangan perbandingan yang diharapkan. Proses pembuatan pelet dilakukan dengan kompaksi menggunakan mesin press Enerpac 1T, dengan besar tekanan sebesar 6 kgf/cm 2 selama 6 detik untuk semua pelet. Pelet dibuat sebanyak 5 buah dengan berat masing-masing 1,7 gram. Pelet hasil kompaksi yang telah siap untuk dilebur, diamati fasa-fasanya dengan XRD. Pengecoran untuk 5 buah pellet dilakukan dengan variasi pengulangan pengecoran yaitu antara 1 kali pengecoran sampai dengan 5 kali pengecoran, dengan tujuan untuk homogenisasi. Pengecoran dilakukan dengan menggunakan tungku pengecoran busur tunggal (single arc melting furnace) yang dilengkapi dengan gas pelindung argon dengan kemurnian tinggi (ultra high purity argon) yang berfungsi agar sampel tidak teroksidasi. Krusibel tempat sampel dilebur terbuat dari tembaga (brass), didinginkan dengan memompakan aliran air pendingin agar krusibel tidak mencair. Tungku pengecoran busur tunggal ini buatan Laboraturium Metalurgi, jurusan Teknik Pertambangan ITB Bandung. Proses grinding dilakukan dengan grinding paper mulai grit 3, 5, 1, 12, 15, hingga grit 2, dan dilanjutkan dengan polishing dengan menggunakan alumina suspension, dengan tingkat kehalusan,3 m yang dilakukan kira-kira 3 sampai 6 menit untuk tiap-tiap sampel. Proses selanjutnya adalah etching (pengetsaan) dengan cara dioleskan pada sampel dengan menggunakan cottonbuds kira-kira selama 1 menit, kemudian direndam sambil diaduk-aduk didalam TiAl Kompaksi Intensitas (cacah) Al Ti Gambar 1. Pola difraksi dari sampel hasil kompaksi sebelum pengecoran. 56

1 kali 2 kali 3 kali 4 kali Intensitas (cacah) 5 kali Al Ti TiAl : Fasa -TiAl Gambar 2. Difraksi dari sampel hasil pengecoran dengan pengulangan 1 kali sampai dengan 5 kali metanol kira-kira selama 1 menit, kemudian dicuci dibawah air mengalir selama 5 menit, dan terakhir dikeringkan. Proses selanjutnya adalah analisis fasa dengan XRD (X-Ray Diffraction) untuk sampel hasil kompaksi, dan proses pengecoran. Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan struktur mikro sampel menggunakan SEM. Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati strukturmikro pada permukaan sampel yang telah dietsa karena alat ini memberikan perbesaran dan kedalaman pandangan yang lebih baik, sehingga didapat informasi yang lebih detail tentang morfologi permukaan pada sampel yang telah dietsa. Analisis komposisi unsur dilakukan dengan EDS (Energy dispersive spectroscopy) HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini adalah data-data hasil pengamatan dengan XRD, Mikroskop optik, SEM dan EDS. Untuk data XRD hanya ditampilkan pola difraksi dari sampel hasil kompaksi sebelum di lebur dan pola difraksi dari sampel hasil pengecoran dengan pengulangan 5 kali seperti terlihat pada Gambar 1. Karena pola difraksi dari sampel hasil pengecoran 1 kali sampai pengulangan 4 kali, masih mengindikasikan adanya unsur Al dan Ti yang belum memadu menjadi TiAl. Dari data XRD di atas diambil beberapa puncak dengan intensitas tertinggi, untuk mempermudah 57

Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal of Materials Science Vol. 6, No. 2, Februari 25, hal : 55-59 ISSN : 1411-198 A B Gambar 3. Struktur mikro fasa -TiAl dengan SEM. (A) Pengecoran 1kali, (B) pengecoran 3kali. identifikasi fasa-fasa yang terjadi dari sampel hasil pengecoran. Merujuk pada Gambar 2 di atas untuk sampel dengan 1x pengecoran, didapat bahwa fasa TiAl belum terbentuk, walaupun jika dilihat dari pola difraksinya menunjukkan adanya puncak difraksi milik fasa -TiAl tapi sebenarnya puncak difraksi tersebut berimpit dengan puncak difraksi Ti dan Al, sehingga puncak difraksi tersebut belum bisa dipastikan sebagai puncak difraksi fasa -TiAl sesuai dengan tabel JCPDS. Terdapat sedikit perbedaan angka pada hasil pengamatan dengan tabel JCPDS karena faktor kalibrasi alat. Pada sampel dengan 2 kali pengulangan pengecoran, bila melihat puncak difraksi dari pola difraksinya masih terdapat fasa lain yang bukan fasa TiAl. Hal ini disebabkan karena proses pengecoran yang tidak sempurna (logam tidak mencair secara merata) atau unsur Al yang berkurang akibat penguapan. Pada sampel ini tidak dilakukan analisis SEM-EDX karena fasa TiAl belum terbentuk. Pada hasil 3 kali pengulangan proses pengecoran masih muncul matriks fasa lain yang kemungkinan disebabkan oleh impurities. Tapi fasa TiAl sudah dominan, hal ini juga diperkuat dengan pengamatan strukturmikro dengan SEM yang memperlihatkan munculnya dendrit pada permukaan sampel yang menunjukkan adanya fasa baru ( -TiAl) (Gambar 3B). Pada sampel dengan 4 kali pengulangan muncul puncak difraksi yang diidentifikasikan merupakan milik Ti. Penyebab ketidakhomogenan ini antara lain dikarenakan pengecoran yang tidak merata atau karena unsur Al ada yang sudah menguap karena perbedaan titik leleh yang sangat besar antara Ti dan Al dan juga akibat pengecoran yang berulang, tapi keberadaan fasa -TiAl lebih signifikan dibandingkan pengecoran dengan pengulangan 3 kali. Pada sampel dengan 5 kali pengulangan tampak bahwa puncak difraksi untuk fasa -TiAl lebih dominan. Gambar 4. Foto SEM dari sampel hasil pengecoran dengan pengulangan 5 kali Untuk memperkuat hasil analisis fasa dengan XRD, dilakukan juga analisis strukturmikro dan komposisi mikro dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), dan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS). Gambar 3 berikut ini adalah foto strukturmikro yang dibuat dengan SEM. Dari sampel hasil pengecoran dengan pengulangan 1kali dan 3 kali. Pengamatan komposisi mikro permukaan sampel dengan SEM hanya diambil pada tiga sampel hasil pengecoran (1kali, 3 kali dan 5 kali) tapi pada makalah ini hanya ditampilkan hasil komposisi mikro hasil pengecoran 5 kali, karena hasil analisis dengan XRD 2 3 4 1 Gambar 5. Analisis komposisi mikro dengan EDS hasil pengulangan pengecoran 5 kali 58

untuk sampel hasil pengecoran 1kali belum memberikan gambaran adanya fasa γ-tial, sedangkan foto strukturmikro dan analisis XRD hasil pengulangan 3 kali dan 4 kali, memberikan gambaran yang sama dengan foto hasil pengulangan 5 kali. Tapi karena hasil yang terbaik dari analisis fasa dengan XRD adalah hasil pengecoran dengan pengulangan 5 kali, maka analisis komposisi dengan EDS diambil dari sampel hasil pengulangan 5 kali yang berbentuk seperti jerami, merata di seluruh sampel. Gambar tersebut merupakan struktur dari fasa γ-tial. Tabel 1. Komposisi mikro menggunakan EDS hasil pengulangan pengecoran 5 kali Perlakuan Pengecoran dengan 5x pengulangan Posisi % berat % atom Ti Al Ti Al 1 75.3 24.97 62.86 37.14 2 71.3 28.97 58. 42. 3 76.27 23.73 64.42 35.58 4 61.85 38.15 47.73 52.27 Hasil analisis komposisi mikro dengan EDS dari sampel hasil pengulangan pengecoran 5 kali, ditabelkan pada Tabel 1 berikut. Hasil pengamatan komposisi mikro dengan EDS menunjukkan sebaran komposisi yang dominan adalah 52,27%atom Al dan 47,73% atom Ti yang diindikasikan sebagai fasa -TiAl tetapi pengamatan dengan EDS menunjukkan bahwa masih ada fasa lain yang terbentuk. Fasa lain yang juga muncul adalah Ti 3 Al (64,42 % at.ti dan 35,58 % at.al). Pada pengamatan strukturmikro SEM terlihat bahwa dendrit sudah terpisah dari cabang-cabangnya dan membentuk morfologi batang jerami, strukturmikro tersebut merupakan gambaran morfologi dari fasa TiAl, walaupun fasaa lain juga ada, tapi dengan kandungan yang kecil (< 5% ) sehingga tidak tampak pada pola difraksi XRD. [2]. Metal Handbook, 9 th Edition, 7, Powder Metallurgy. [3]. R. T FORTNUM, and D. E. MIKKOLA, Light Alloy-Metallurgy of Light Metals, Departement of Metalurgical Engineering, Michigan Teknological University, (1986) [4]. THADDEUS B. MASSALSKI, Metal Handbook, Binary Alloy Phase Diagrams 2 nd Edition, ASM International, The Materials Information Society. [5]. J.C.F MILLET, N.K.BOURNE, Journal American Institute of Physics, (21) [6]. http://www.metal-powder.net/nov1feat3.html. [7]. K. TOKAJI et al. Materials Science and Engineering A268 (1999) 63-69 [8]. CLAUS G. GOETZEL, Ph.D, Treatise on Powder Metallurgy, Interscien Publisher, NY, (1949) [9]. ASM Handbook, 9, Metallography and Microstrucktures. [1]. ASM Handbook, 1, Material Characterization. [11]. B. D. CULLITY, Elements of X-Ray Diffracktion 2 nd Edition, Addison-Wesley Publishing Company Inc., (1978) [12]. SM Handbook, 1, Properties and Selection: Iron, Steels, and High-Performance Alloy. [13]. ASM Handbook, 3, Alloy Phase Diagram. [14]. ASM International, 2, Atlas of Crystal Structure Types, The Materials Information Society. [15]. h t t p : / / w w w. a n k e r s m i d. c o m / C h i n a / PhysicalCharacterisation/Product/Rubotherm. KESIMPULAN Paduan intermetalik γ-tial dengan fasa tunggal, telah terbentuk pada pengulangan pengecoran 3 kali, tapi fasa γ-tial belum terbentuk homogen untuk keseluruhan sampel, fasa lain yang juga muncul adalah Ti 3 Al. Pada pengulangan yang ke 5 kali fasa γ-tial merupakan fasa yang paling dominan. Walaupun dari data EDS masih tampak komposisi mikro yang bukan fasa γ-tial, tapi dengan kandungan yang sangat kecil (< 5%), sehingga tidak tampak pada pola difraksi XRD. DAFTARACUAN [1]. EDWARD A LORIA, Gamma-Titanium alumides as Prospective Structural Material, Elsevier Science Ltd, NY, (2) 59