POTENSI DAN LAJU EKSPLOITASI SUMBER DAYA IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) DI SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3. METODE PENELITIAN

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Rekrutmen, Mortalitas, dan Laju Eksploitasi Ikan Lemuru (Amblygaster sirm, Walbaum 1792) di Perairan Selat Sunda

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAJU EKSPLOITASI SUMBER DAYA IKAN YANG TERTANGKAP PUKAT CINCIN DI SELAT SUNDA

BAB III BAHAN DAN METODE

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

PENDUGAAN STOK IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) PADA LAUT FLORES (KAB. BULUKUMBA, BANTAENG, JENEPONTO DAN TAKALAR) ABSTRACT

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

3 METODOLOGI. Gambar 2 Peta Selat Bali dan daerah penangkapan ikan lemuru.

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

3. METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2004)

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

3. METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-

MODEL PRODUKSI SURPLUS UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

C E =... 8 FPI =... 9 P

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

PENDUGAAN POTENSI LESTARI KEMBUNG (Rastrelliger spp.) DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN SUMATERA UTARA ABSTRACT

3.3 Pengumpulan Data Primer

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

Potensi Lestari Ikan Kakap di Perairan Kabupaten Sambas

POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN DI SELATAN JAWA TIMUR

3. METODE PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

STATUS STOK DAN ANALISIS POPULASI VIRTUAL IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NERI SRIBENITA SIHOMBING

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL

MASPARI JOURNAL Januari 2017, 9(1):43-50

KAJIAN STOK SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PERAIRAN SELAT SUNDA NUR LAILY HIDAYAT

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Pengumpulan Data

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

POTENSI LESTARI DAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN KURISI (Nemipterus sp.) YANG DIDARATKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SUNGAILIAT

3. METODE PENELITIAN

Length-Weight based Stock Assesment Of Round Scad ( Decapterus russelli ) From Mapur Fishing Ground and Landed at Pelantar KUD Tanjungpinang

FAKTOR-FAKTOR INPUT BAGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis, Cantor 1849) DI TELUK PALABUHANRATU, SUKABUMI RIZKA SARI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Catch per unit effort (CPUE) periode lima tahunan perikanan pukat cincin di Kota Manado dan Kota Bitung

ANALISIS CPUE (CATCH PER UNIT EFFORT) DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT BALI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) DI PERAIRAN SELAT SUNDA MUHAMAD YUNUS

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2 Peta lokasi penelitian PETA LOKASI PENELITIAN

ANALISIS MUSIM PENANGKAPAN DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN LAYUR (TRICHIURUS SP) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT

3 METODOLOGI PENELITIAN

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Peralatan 3.3 Metode Penelitian

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL COPES PERIKANAN DEMERSAL PESISIR REMBANG. Bioeconomic Analitic Copes Mode Demersal Fish in Rembang Water

Produksi (Ton) Trip Produksi (Ton) Pukat Cincin ,

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Danau Singkarak, Provinsi Sumatera Barat

PENDUGAAN KELOMPOK UMUR DAN OPTIMASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN CAKALANG (KATSUWONUS PELAMIS) DI KABUPATEN BOALEMO, PROVINSI GORONTALO

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2.2. Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

PENDUGAAN POTENSI LESTARI DAN PERTUMBUHAN IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp.) YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN SUMATERA UTARA

ANALISIS BIO-EKONOMI PENGELOLAAN SUMBER DAYA KAKAP MERAH(Lutjanus sp) SECARA BERKELANJUTAN DI TANJUNGPANDAN, BELITUNG

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PERTUMBUHAN DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN SELAR KUNING

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

ANALISIS POTENSI PERIKANAN PELAGIS KECIL DI KOTA TERNATE

STATUS STOK SUMBERDAYA IKAN LEMURU (Sardinella lemuru) DI PERAIRAN SELAT SUNDA GAMA SATRIA NUGRAHA

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN CUMI-CUMI (Loligo sp) DI PESISIR KABUPATEN KENDAL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

POTENSI DAN LAJU EKSPLOITASI SUMBER DAYA IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) DI SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN WIDYANTI OCTORIANI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi dan Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2014 Widyanti Octoriani NIM C24100049

ABSTRAK WIDYANTI OCTORIANI. Potensi dan Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten. Dibimbing oleh ACHMAD FAHRUDIN dan MENNOFATRIA BOER. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan merupakan tempat pendaratan ikan yang berkembang di sekitar Selat Sunda. Ikan kurisi termasuk jenis ikan demersal dengan hasil tangkapan paling banyak yaitu 14%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kondisi sumber daya ikan kurisi di Selat Sunda. Pada penelitian ini digunakan model surplus produksi dan metode ELEFAN I. Hasil menunjukkan bahwa laju eksploitasi ikan kurisi jantan dan betina berturut-turut adalah 0.87/tahun dan 0.77/tahun. Hasil analisis bioekonomi menunjukkan bahwa tingkat produksi optimal untuk sumber daya ikan kurisi adalah 1 836.05 ton/tahun; tingkat upaya optimal untuk pemanfaatan sumber daya ikan kurisi 750 trip/tahun; dan rente ekonomi optimal untuk pemanfaatan sumber daya ikan kurisi mencapai Rp 36 608 932 573/tahun. Saat ini sumber daya ikan kurisi diindikasikan telah mengalami biological overfishing dan economic overfishing. Salah satu upaya mengatasinya adalah mengurangi input yang berlebihan dengan pembatasan upaya tangkap dan pengalihan ikan target. Kata kunci: Bioekonomi, Ikan kurisi (Nemipterus japonicus), Laju eksploitasi, PPP Labuan, Selat Sunda. ABSTRACT WIDYANTI OCTORIANI. Potential and Exploitation Rate of Threadfin Bream (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) Resources in Sunda Strait which Landed at PPP Labuan, Banten. Supervised by ACHMAD FAHRUDIN and MENNOFATRIA BOER. Labuan Fishing Port is growing fish landing place around the Sunda Strait. Threadfin Bream include demersal fish with most catch is 14%. The purpose of this study was to assess the condition of the Threadfin Bream in Sunda Strait. In this study, used the surplus production models and ELEFAN I methods. The results showed that exploitation rate of Threadfin Bream males and females respectively are 0.87/year and 0.77/year. Bioeconomic analysis results showed that the optimum production level on utilization for Threadfin Bream resourches was 1 836.05 tons/year; the optimum effort levels on utilizations for Threadfin Bream resourches was 750 trips/year; and the optimum economic rent levels on utilizations for Threadfin Bream resourches was Rp 36 608 932 573/year. Now, Threadfin Bream resourches was indicated has biological overfishing and economic overfishing. One of the effort to overcome it is to reduce the excessive input by limiting fishing effort and fish diversion targets. Keywords: Bioeconomic, Threadfin Bream (Nemipterus japonicus), Exploitation rate, PPP Labuan, Sunda Strait.

POTENSI DAN LAJU EKSPLOITASI SUMBER DAYA IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) DI SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN WIDYANTI OCTORIANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Judul Skripsi : Potensi dan Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten Nama : Widyanti Octoriani NIM : C24100049 Program studi : Manajemen Sumberdaya Perairan Disetujui oleh Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Pembimbing I Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

Judul Skripsi Potensi dan Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten Nama Widyanti Octoriani NIM C24100049 Program studi: Manajemen Sumberdaya Perairan Disetujui oleh ~ Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Pembimbing I Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA Pembimbing II MSc Tanggal Lu1us: 2' 9 0 42 0 1 4

PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat kelimpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan judul Potensi dan Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten. Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan menempuh studi di departemen Manajemen Sumberdaya Perairan 2. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak: 2013. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Beberapa Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi (sebagai anggota peneliti). 3. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan. 4. Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi dan Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi. 5. Dr Ir Yunizar Ernawati, MS selaku Komisi Pendidikan Program S1 dan Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan saran dalam penyelesaian skripsi. 6. Keluarga di rumah yaitu kedua orang tua; Ibu Dwi Fitriyanti dan Bapak Heru Bagyo Widodo, adik Julio Candra Wijaya, serta eyang atas kasih sayang, dukungan doa dan materil. 7. Staff Tata Usaha dan civitas MSP. 8. Runi, Rana, Agus, Nina, Noor, Nia, Anis, Ajeng, Yuyun, Akrom, Hesvi, dan seluruh MSP 47. 9. Desi, Ayu, Lufi, Lala, Ria, Zeri, Wulan, dan seluruh teman kos Chatralaya. 10. Keluarga Kudus Bogor Menara Kota (KKB MK). 11. Serta semua pihak yang telah mengambil bagian dalam pemberian masukan dan saran selama penyusunan skripsi. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak sebagaimana mestinya. Bogor, April 2014 Widyanti Octoriani

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Lokasi dan Waktu 3 Alat dan Bahan 4 Pengumpulan Data 4 Metode Analisis dan Pengolahan Data 4 Proporsi upaya penangkapan 4 Standarisasi upaya penangkapan 5 Analisis surplus produksi 5 Analisis bioekonomi 8 Maximum Economic Yield (MEY) 8 Open Access (OA) 9 Parameter pertumbuhan 9 Ukuran pertama kali matang gonad 9 Mortalitas dan laju eksploitasi 10 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Hasil 11 Deskripsi ikan kurisi 11 Hasil wawancara 11 Komposisi hasil tangkapan ikan 11 Hasil tangkapan ikan kurisi 12 Upaya penangkapan ikan kurisi 13 Catch per unit effort (CPUE) 14 Hubungan catch per unit effort dan effort 14 Parameter biologi 15 Analisis bioekonomi 16 Parameter pertumbuhan 17 Mortalitas dan laju eksploitasi 19 Pembahasan 20 Kondisi sumber daya ikan kurisi di PPP Labuan Banten 20 Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan kurisi 21 Upaya pengelolaan pemanfaatan sumber daya ikan kurisi 22 KESIMPULAN DAN SARAN 23 Kesimpulan 23 Saran 23 DAFTAR PUSTAKA 23 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 45 v

DAFTAR TABEL 1 Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan 9 2 Parameter biologi ikan kurisi 15 3 Parameter ekonomi sumber daya ikan kurisi 16 4 Hasil analisis bioekonomi ikan kurisi dengan model Schaefer 16 5 Parameter pertumbuhan ikan kurisi 18 6 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan kurisi di PPP Labuan, Banten 20 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir rumusan masalah 2 2 Peta lokasi penelitian 3 3 Morfologi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 11 4 Komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan 12 5 Komposisi hasil tangkapan ikan demersal 12 6 Grafik hasil tangkapan ikan kurisi dengan alat tangkap produktif 13 7 Grafik upaya penangkapan ikan kurisi dengan alat tangkap produktif 13 8 Grafik catch per unit effort ikan kurisi dengan alat tangkap produktif 14 9 Kurva hubungan CPUE dengan effort 15 10 Hubungan produksi dan upaya penangkapan 17 11 Kurva model bioekonomi 17 12 Sebaran frekuensi ikan kurisi betina dengan program ELEFAN I 18 13 Sebaran frekuensi ikan kurisi jantan dengan program ELEFAN I 18 14 Kurva hasil tangkapan ikan kurisi jantan yang dilinearkan berbasis data panjang 19 15 Kurva hasil tangkapan ikan kurisi betina yang dilinearkan berbasis data panjang 19 DAFTAR LAMPIRAN 1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan berdasarkan data panjang 25 2 Daftar pertanyaan (kuesioner) penangkapan ikan kurisi 27 3 Standarisasi alat tangkap 30 4 Surplus produksi 34 5 Hasil analisis bioekonomi 38 6 Pendugaan pertumbuhan dengan metode ELEFAN I dalam program FISAT II 39 7 Ukuran pertama kali matang gonad 40 8 Sebaran frekuensi panjang ikan kurisi 42 9 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan kurisi 43 vi

PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan merupakan salah satu tempat pendaratan ikan yang berkembang di sekitar perairan Selat Sunda. Hal ini disebabkan PPP Labuan dikelilingi daerah daerah penangkapan (fishing ground) yang potensial yaitu Samudra Hindia dan Laut Jawa, sehingga memiliki potensi perikanan laut yang sangat besar. Hasil tangkapan nelayan yang terdiri dari ikan pelagis dan ikan demersal bervariasi jumlahnya setiap waktu. Ikan kurisi merupakan ikan demersal yang ekonomis penting di PPP Labuan dan biasanya dijual dalam bentuk segar dengan harga Rp 15 000-25 000/kg. Rahardjo et al. (1999) in Sjafei dan Robiyani (2001) memasukkan ikan ini ke dalam kelompok komoditas unggulan sekunder lokal. Menurut DKP Pandeglang (2013), ikan kurisi merupakan ikan dengan tangkapan paling banyak, yaitu mencapai 14% dari keseluruhan ikan demersal. Keberadaan ikan kurisi sebagai ikan ekonomis penting dan tingginya permintaan pasar menyebabkan eksploitasi terhadap ikan kurisi tidak terkendali. Kegiatan penangkapan ikan kurisi yang dilakukan terus-menerus dapat mempengaruhi keberlanjutan sumber daya ikan kurisi di Selat Sunda. Oleh karena itu ikan kurisi menjadi target tangkapan nelayan dengan berbagai jenis alat tangkap. Beberapa hasil kajian menunjukkan intensitas pemanfaatan sumber daya ikan kurisi terus meningkat (intensif). Menurut DKP Pandeglang (2013), ikan kurisi ditangkap berbagai jenis alat tangkap, antara lain payang, pukat cincin, pukat pantai, bagan, jaring insang, dan dogol. Menurut Rahayu (2012), laju eksploitasi ikan kurisi di Selat Sunda sudah dalam kondisi tangkap lebih (overfishing). Indikasi telah terjadinya overfishing terhadap ikan kurisi adalah daerah penangkapan semakin jauh dan sebagian besar ikan yang tertangkap berukuran kecil. Hal inilah yang mendorong perlunya suatu pengelolaan sumber daya ikan kurisi yang sesuai melalui estimasi potensi dan laju eksploitasi agar keberadaan stok ikan kurisi tetap lestari dan berkelanjutan. Rumusan Masalah Sumber daya perikanan mempunyai sifat renewable dan merupakan milik bersama yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Namun apabila dimanfaatkan melewati batas lestarinya, akan mengancam keberadaan sumber daya perikanan tersebut di kemudian hari. Ikan kurisi yang merupakan salah satu ikan dengan nilai ekonomis dan ekologis tinggi, memiliki hasil tangkapan yang berfluktuasi dari tahun ke tahun dan dikhawatirkan telah terjadi tangkap lebih. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengelolaan yang tepat untuk mengatasi permasalahan terkait hal ini. Menurut DKP Pandeglang (2013), hasil tangkapan tahunan ikan kurisi kurun waktu 2003-2013 berfluktuasi. Hasil tangkapan ikan kurisi tahun 2003 sampai dengan 2010 cenderung meningkat, namun pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 hasil tangkapan ikan kurisi terus menurun. Hasil tangkapan

2 ikan kurisi mulai tahun 2011 hingga 2013 berturut turut adalah 1 263 ton, 1 198.5 ton, dan 1 192.7 ton. Penurunan hasil tangkapan ikan kurisi selama beberapa tahun terakhir tersebut mengindikasikan telah terjadi overfishing terhadap sumber daya ikan kurisi. Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengkaji kondisi sumber daya ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di PPP Labuan Banten. 2. Mengestimasi dan menganalisis tingkat pemanfaatan sumber daya ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di PPP Labuan Banten pada kondisi Maximum Economic Yield (MEY), Maximum Sustainable Yield (MSY), dan Open Access (OA). 3. Memberikan usulan upaya pengelolaan untuk pemanfaatan sumber daya ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di PPP Labuan Banten secara berkelanjutan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis, nelayan, pemerintah, dan akademisi:

1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan serta kemampuan selama berada di departemen Manajemen Sumberdaya Perairan ke dalam kehidupan sehari-hari sehingga penulis siap untuk menghadapi dunia kerja. 2. Bagi nelayan, diharapkan dapat mencapai keuntungan yang optimal melalui penetapan aturan dan kebijakan dalam optimalisasi rente ekonomi. 3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan guna pengelolaan sumber daya ikan kurisi yang optimal dan berkelanjutan. 4. Bagi akademisi, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian penelitian selanjutnya. 3 METODE Lokasi dan Waktu Pengambilan data primer dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kecamatan Labuan, Provinsi Banten. Waktu pengambilan contoh ikan dilakukan sebanyak 7 kali mulai bulan Juni 2013 hingga Oktober 2013 dengan interval waktu 15-20 hari. Kemudian dilakukan pengambilan data sekunder di DKP Pandeglang. Informasi lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Peta lokasi penelitian

4 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah penggaris, timbangan digital, cool box, plastik, alat bedah, kamera digital, peta, dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu ikan kurisi (Nemipterus japonicus) dan kuesioner. Pengumpulan Data Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengambilan contoh dengan metode penarikan contoh acak berlapis berdasarkan ukuran ikan (besar, sedang, kecil). Panjang rata-rata ikan kurisi ukuran besar, sedang, dan kecil berturut turut adalah 300 mm, 200 mm, dan 120 mm. Panjang ikan kurisi yang diukur adalah panjang total dengan menggunakan penggaris. Bobot ikan kurisi yang ditimbang adalah bobot basah total, dengan menggunakan timbangan. Pembedahan terhadap ikan kurisi dilakukan untuk mengetahui jenis kelamin. Identifikasi jenis kelamin ikan kurisi dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Selain itu, dilakukan wawancara kepada para nelayan yang menangkap ikan kurisi di Selat Sunda sebagai data pendukung untuk mengetahui kegiatan penangkapan ikan kurisi. Proses wawancara terhadap nelayan dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Informasi yang diperoleh dari wawancara antara lain meliputi: 1. Rata-rata produksi hasil tangkapan per trip 2. Rata-rata biaya operasi penangkapan per trip 3. Rata-rata pendapatan per trip 4. Jumlah trip selama satu tahun 5. Musim dan daerah penangkapan. Data sekunder yang diperlukan adalah runtun waktu (time series) hasil tangkapan dan upaya penangkapan selama sebelas tahun terakhir. Data sekunder diperoleh dari DKP Pandeglang. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari studi literatur yang berkaitan dengan penelitian ini seperti buku, tesis, internet, dan instansi yang terkait. Metode Analisis dan Pengolahan Data Proporsi upaya penangkapan Setiap alat tangkap menangkap berbagai jenis ikan. Proporsi tahunan upaya penangkapan (p i ) ikan kurisi pada setiap alat tangkap dihitung melalui: p i = tangkapan ikan kurisi pada purse seine ke-i tangkapan total ang tertangkap purse seine - (1)

5 Standarisasi upaya penangkapan Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index (FPI) sama dengan satu (Tampubolon in Tinungki et al. 2004). Standarisasi dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut: 1. Upaya dan hasil tangkapan dihitung masing-masing hingga tahun ke-i, dimana i = 1, 2, 3,, n. 2. CPUE dihitung untuk masing masing upaya. 3. Total upaya yang terbesar dari beberapa jenis upaya dipilih sebagai standar dalam menghitung fishing power index (FPI). 4. Jika upaya yang diperoleh terbesar misalnya alat tangkap pukat cincin, maka FPI pukat cincin adalah 1 dan FPI alat tangkap payang dihitung melalui: PUE pa ang PUE pukat cincin 5. Upaya standar dihitung melalui: (2) (Upa a pa ang ta un ke-i) FPI pa ang (Upa a pukat cincin ta un ke-i) FPI pukat cincin (3) Analisis surplus produksi Model surplus produksi yang digunakan adalah Model Schaefer, Fox, Walter Hilborn, Schnute, dan Clarke Yoshimoto Pooley. Model tersebut menggunakan pendekatan regresi linear sederhana Y=b 0 +b 1 x dan regresi linear berganda Y= b 0 +b 1 x 1 +b 2 x 2. Model Schaefer (1954) Model linear Schaefer berbentuk: CPUE t = qk+ q2 r sehingga MSY dan upaya optimum diperoleh melalui: E opt = - ( r 2q ) (5) MSY = - kr 4 Pada model Schaefer, regresi pertama yang digunakan adalah CPUE t = b 10 +b 11 E t (7) dengan Y = CPUE dan X = E t, sedangkan regresi kedua adalah C t = b 21 E t +b 22 E t 2 dengan Y = C t ; X 1 = E t dan X 2 = E t 2. Parameter q, K, dan r diperoleh melalui: q = b 22 (9) (4) (6) (8)

6 K = b 1 q r = q2 b 11 (10) (11) C t adalah hasil tangkapan tahun ke-t, E t adalah upaya penangkapan tahun ke-t, CPUE t adalah hasil tangkapan per satuan upaya tahun ke-t, r adalah parameter pertumbuhan alami, K adalah daya dukung lingkungan, q adalah koefisien penangkapan, MSY adalah tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield), E opt adalah upaya tangkapan optimal. Model Fox (1970) Persamaan model Fox berbentuk q 2 ln CPUE t = r sehingga MSY dan upaya optimum diperoleh melalui: E opt = - 1 (q 2 r) (12) (13) MSY = E opt e (q )-1 (14) Pada model Fox, regresi yang digunakan sama dengan model Schaefer yaitu: CPUE t = b 10 +b 11 E t (15) dengan Y = CPUE t dan X = E t. Parameter q, K, dan r diperoleh melalui: q = abs (q) (16) K = b 1 q (17) r = (18) abs(q) adalah nilai absolut q pada tahun terakhir (Lampiran 4). Model Walter Hilborn (1976) Persamaan model Walter Hilborn berbentuk CPUE t = PUE t 1 (r 1) ( r qk ) PUE t qe t (19) sehingga MSY dan upaya optimum diperoleh melalui: E opt = r 2q MSY = r 1 2 (20) 4 r (21) Pada model Walter Hilborn, regresi yang digunakan adalah PUE t 1 PUE t = b 10 +b 11 CPUE t +b 12 E t (22)

dengan Y = PUE t 1 PUE t ; X 1 = CPUE t dan X 2 = E t.. Parameter K, q, dan r diperoleh melalui: q = - b 12 (23) K = b 1 b 11 b 12 7 (24) r = b 10 (25) Model Schnute (1977) Persamaan model Schnute berbentuk lncpue t+1 = ( r q ) ( PUE t PUE t 1 2 sehingga MSY dan upaya optimum diperoleh melalui: E opt = - r 2q ) q ( E t E t 1 ) ln PUE t (26) 2 (27) MSY = r2 4 r (28) Pada model Schnute, regresi yang digunakan adalah ln PUE t 1 = b 10 +b 11 ( PUE t PUE t 1 )+b 12 ( E t E t 1 ) (29) PUE t 2 2 dengan Y = ln PUE t 1 ; X 1 = ( PUE t PUE t 1 ) dan X 2 = ( E t E t 1 ). PUE t 2 2 Parameter q, K, dan r diperoleh melalui: q = - b 12 (30) K = b 1 b 11 b 12 (31) r = b 10 (32) Model Clarke Yoshimoto Pooley (1992) Persamaan model Clark Yoshimoto Pooley berbentuk lncpue t+1 = ( 2r ) ln(q ) (2-r ) ln( PUE 2 r 2 r t) ( q ) E 2 r t E t 1 (33) sehingga MSY dan upaya optimum diperoleh melalui: E opt = r q (34) MSY = r 4 (35) Pada model Clark Yoshimoto Pooley, regresi yang digunakan adalah lncpue t+1 = b 11 lncpue t +b 12 (E+E t+1 ) (36) dengan Y = lncpue t+1 ; X 1 = lncpue t dan X 2 = E+E t+1. Parameter r, q, dan K diperoleh melalui:

8 r = 2 1-b 11 1 b 11 q = - b 12 2 r K = ( 2 r 2r ) q (37) (38) (39) Analisis bioekonomi Setelah berbagai parameter biologi diketahui, selanjutnya parameter tersebut dimasukkan ke dalam dugaan parameter ekonomi Gordon. Biaya penangkapan yang digunakan adalah biaya per trip. Menurut Fauzi (2004), rata-rata biaya penangkapan dihitung melalui: c = c i n adalah biaya penangkapan rata-rata (rupiah per trip), c i adalah biaya penangkapan nominal responden ke-i, n adalah jumlah responden. Harga ikan kurisi ditentukan berdasarkan harga ikan kurisi rata-rata melalui (Fauzi 2004): p = p i n adalah harga ikan rata-rata (rupiah per kg), p i adalah harga ikan kurisi responden ke-i, n adalah jumlah responden. Jika kedua parameter ekonomi tersebut telah diketahui, maka TR (Total Revenue), TC (Total Cost), dan keuntungan ekonomi ( ) diperoleh dengan persamaan (Fauzi 2004): (40) (41) TR = p C (42) TC = c E (43) = TR TC (44) Maximum Economic Yield (MEY) Maximum Economic Yield (MEY) adalah produksi yang maksimum secara ekonomi karena lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi (tenaga kerja dan modal), serta merupakan tingkat upaya yang optimal secara sosial karena tingkat upaya yang lebih sedikit sehingga lebih bersahabat dengan lingkungan (Fauzi 2004). Menurut Christensen (2009), pengelolaan perikanan rezim MEY lebih optimal, namun produksinya di bawah MSY. Menurut Dichmont et al. (2009), operasionalisasi MEY membutuhkan model pengembangan yang menggunakan aspek stok, biaya, dan harga.

9 Open Access (OA) Menurut Sobari (2003), open access adalah gambaran kegiatan perikanan sedemikian sehingga tidak ada yang bertanggung jawab (users) dalam pemeliharaan kelestarian sumber daya karena nelayan bebas menangkap dimana saja. Setelah parameter biologi dan ekonomi diperoleh, maka kondisi pengelolaan perikanan untuk rezim pengelolaan MEY, MSY, dan OA disajikan pada Tabel 1: Tabel 1 Analisis bioekonomi berbagai rezim pengelolaan perikanan Variabel Hasil tangkapan (C) Tingkat upaya (E) r c (1 4 Rezim Pengelolaan MEY MSY Open Access p q ) (1 c p q ) r 4 ( ) c p q ) r 2q (1 r 2q r q (1 c p q ) Rente sumberdaya ( ) p qke(1- qe r ) C MSY-c E MSY p C OA -c E OA (Fauzi 2004) Parameter pertumbuhan Pendugaan parameter pertumbuhan (L dan K) menggunakan program FISAT (FAO-ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2 dengan metode ELEFAN I (Electronic Length-Frequency Analysis). Pendugaan terhadap nilai t 0 (umur teoritik ikan pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999): log (-t 0 ) = 0.3922 0.2752 logl 1.038 logk (45) L t adalah panjang ikan pada saat umur t (mm), L adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu), t adalah umur ikan, t 0 adalah umur ikan pada saat panjang sama dengan nol. Ukuran pertama kali matang gonad Menurut Udupa (1986), ukuran pertama kali matang gonad dapat diduga dengan metode Spearman-Karber: sehingga m = X k + (X/2) (X/ p i ) (46) M = antilog m (47) dan selang kepercayaan 95% bagi log m dibatasi sebagai: antilog (m±1.96 x {X 2 pi-qi ni-1 1/2 m adalah logaritma panjang ikan pada kematangan gonad pertama, X k adalah logaritma nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan matang gonad 100%, x (48)

10 adalah logaritma pertambahan panjang pada nilai tengah, p i adalah proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, q i adalah 1-p i, M adalah panjang ikan pertama kali matang gonad. Mortalitas dan laju eksploitasi Parameter mortalitas meliputi mortalitas alami dan mortalitas penangkapan (Sparre dan Venema 1999). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan: ln ( 1, 2 ) = h Z t ( 1, 2 ) t(( 1, 2 ) 2 ) (49) Persamaan diatas diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b 0 +b 1 x, ( dengan y = ln 1, 2 ) sebagai ordinat, x = t ( 1, 2 ) (( 1, 2 ) ) sebagai absis, dan Z = - b 1 2 (Lampiran 1). Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut: =.8 e p -.152-.279 ln.6543 ln.463 ln T (50) M adalah laju mortalitas alami (per tahun), L adalah panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy (mm), K adalah koefisien pertumbuhan, t 0 adalah umur ikan pada saat panjang sama dengan nol, T adalah suhu rata-rata permukaan air (ºC). Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) dihitung, laju mortalitas penangkapan diperoleh melalui: F = Z M (51) Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z): = F (52) F adalah laju mortalitas penangkapan (per tahun), Z adalah laju mortalitas total (per tahun), M adalah laju mortalitas alami (per tahun), E adalah laju eksploitasi.

11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Deskripsi ikan kurisi Berdasarkan pengamatan, keberadaan ikan kurisi di PPP Labuan tidak menentu. Ikan kurisi memiliki bentuk tubuh pipih dan warna kuning kemerahan. Tipe mulut terminal dan memiliki sungut di bagian dagu. Bagian depan kepala tidak bersisik, sisik dimulai dari pinggiran depan mata dan keping tutup insang. Morfologi Nemipterus japonicus disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 Morfologi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) (Dokumentasi pribadi 2013) Hasil wawancara Wawancara dilakukan terhadap sepuluh responden. Hasil yang diperoleh dari wawancara antara lain adalah harga jual dan biaya penangkapan, lama melaut, serta daerah penangkapan. Harga jual ikan kurisi berkisar antara Rp 15 000- Rp 25 000/kg tergantung ketersediaan, sedangkan biaya penangkapan berkisar antara Rp 1 000 000-Rp 5 000 000/trip. Waktu nelayan sekali melaut adalah 3-10 hari. Nelayan sering menangkap ikan di sekitar Selat Sunda, namun jika hasil tangkapan kurang, nelayan berlayar ke daerah lebih jauh seperti Pulau Krakatau dan Laut Jawa (Lampiran 2). Komposisi hasil tangkapan ikan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan merupakan tempat pendaratan ikan paling besar dan produksinya paling banyak di Kabupaten Pandeglang. Hasil perikanan yang didaratkan terdiri dari ikan pelagis dan ikan demersal. Menurut DKP Pandeglang (2013), ikan kurisi termasuk ke dalam lima hasil tangkapan terbanyak dari keseluruhan ikan yang didaratkan. Informasi komposisi hasil tangkapan ikan disajikan pada Gambar 4. Ikan pelagis lebih dominan tertangkap

12 daripada ikan demersal. Ikan kurisi merupakan ikan dengan tangkapan paling banyak, yaitu mencapai 14% dari keseluruhan ikan demersal. Informasi komposisi hasil tangkapan ikan demersal disajikan pada Gambar 5. Gambar 4 Komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan (DKP Pandeglang 2013) Gambar 5 Komposisi hasil tangkapan ikan demersal (DKP Pandeglang 2013) Terdapat 14 jenis ikan demersal yang menjadi tangkapan nelayan di Pandeglang. Diantara ikan-ikan tersebut adalah kurisi, peperek, layur, dan bambangan. Ikan kurisi merupakan jenis ikan demersal dengan tangkapan paling banyak yaitu sebesar 14 % atau senilai 1192.18 ton. Hasil tangkapan ikan kurisi Informasi mengenai hasil tangkapan ikan kurisi dengan alat tangkap produktif disajikan pada Gambar 6 dan Lampiran 3. Ikan kurisi ditangkap dengan berbagai alat tangkap. Setelah dilakukan penghitungan proporsi dan standarisasi

alat tangkap, alat tangkap payang, pancing, dan pukat cincin merupakan alat tangkap produktif untuk menangkap ikan kurisi di Selat Sunda. Hasil tangkapan ikan kurisi terbanyak pada tahun 2005 yang ditangkap dengan pukat cincin. Jika dibandingkan antara ketiga alat tangkap tersebut, ikan kurisi lebih cenderung banyak tertangkap oleh pukat cincin. 13 Gambar 6 Grafik hasil tangkapan ikan kurisi dengan alat tangkap produktif (DKP Pandeglang 2013) Upaya penangkapan ikan kurisi Upaya penangkapan berhubungan dengan alat tangkap produktif yang digunakan. Informasi upaya penangkapan ikan kurisi dengan alat tangkap produktif disajikan pada Gambar 7 dan Lampiran 3. Gambar 7 Grafik upaya penangkapan ikan kurisi dengan alat tangkap produktif (DKP Pandeglang 2013)

14 Upaya penangkapan ikan kurisi cenderung meningkat. Upaya penangkapan pukat cincin terhadap ikan kurisi mengalami penurunan pada tahun 2006, kemudian meningkat hingga tahun 2011. Alat tangkap payang dan pancing pada tahun 2003 sampai 2007 tidak ada upaya untuk menangkap ikan kurisi. Hal ini berbanding lurus dengan hasil tangkapan, ketika upaya meningkat maka hasil tangkapan meningkat begitu pula sebaliknya. Catch per unit effort (CPUE) Catch per unit effort menggambarkan tingkat produktivitas upaya penangkapan. Informasi nilai CPUE tahun 2003-2013 disajikan pada Gambar 8. Nilai catch per unit effort (CPUE) alat tangkap payang, pancing, dan pukat cincin berfluktuatif. Nilai CPUE tertinggi dicapai pada tahun 2011 oleh alat tangkap pancing, namun kemudian mengalami penurunan drastis pada tahun 2012 sebelum akhirnya meningkat lagi. Nilai CPUE yang semakin tinggi menunjukkan bahwa tingkat produktivitas alat tangkap yang digunakan semakin tinggi. Secara umum terlihat bahwa pukat cincin memiliki tingkat produktivitas yang tinggi terhadap ikan kurisi. Hal ini dikarenakan pukat cincin memiliki daya tangkap paling besar dibandingkan alat tangkap lainnya. Gambar 8 Grafik catch per unit effort ikan kurisi dengan alat tangkap produktif (DKP Pandeglang 2013) Hubungan catch per unit effort dan effort Nilai catch per unit effort (CPUE) menggambarkan keadaan stok suatu sumber daya ikan di alam, sedangkan effort adalah upaya penangkapan yang dilakukan terhadap sumber daya ikan tersebut. Informasi hubungan antara catch per unit effort (CPUE) dan effort disajikan pada Gambar 9. Hubungan antara catch per unit effort (CPUE) dan effort menunjukkan hubungan yang linier dengan koefisien determinasi 97.07 %.

15 Gambar 9 Kurva hubungan CPUE dengan effort (DKP Pandeglang 2013) Hubungan catch per unit effort dengan effort ikan kurisi digambarkan oleh persamaan y = -0.0033x+4.8892. Berdasarkan persamaan ini diperoleh nilai intercept sebesar 4.8892 dan nilai slope sebesar -0.0033. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan aktivitas penangkapan (effort) akan menurunkan produktivitas hasil tangkapan (CPUE). Parameter biologi Model yang digunakan untuk menduga parameter biologi yaitu model Schaefer, Fox, Walter Hilborn, Schnute, dan Clark Yoshimoto Pooley. Informasi parameter biologi dengan lima model tersebut disajikan pada Tabel 2 dan Lampiran 4. Tabel 2 Parameter biologi ikan kurisi Parameter biologi Model r (ton per tahun) q (ton per trip) K (ton per tahun) R 2 (%) Schaefer 3.8332 0.00260 1 915.9610 97.07 Fox 0.0757 0.00005 97 008.3591 95.68 Walter Hilborn 158.4762 0.09960 50.4214 2.31 Schnute 1.3262 0.00088 7 986.4933 4.90 CYP 12.0611 0.01880 342.0099 94.73 Koefisien determinasi (R 2 ) kelima model telah diperoleh dan R 2 model Schaefer terbesar yaitu 97.07 %. Dugaan parameter biologi dengan model Schaefer digunakan untuk analisis bioekonomi.

16 Analisis bioekonomi Setelah berbagai parameter biologi diketahui, selanjutnya model dimasukkan ke dalam estimasi parameter ekonomi Gordon-Schaefer. Pendekatan bioekonomi diperlukan dalam pengelolaan sumber daya karena selama ini permasalahan perikanan terfokus pada memaksimalkan penangkapan, dengan mengabaikan faktor produksi yang diperlukan dalam usaha perikanan. Parameter ekonomi seperti biaya operasional dan harga ikan kurisi diperoleh dari hasil wawancara. Informasi parameter ekonomi yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Parameter ekonomi sumber daya ikan kurisi Parameter ekonomi Nilai (rupiah) Biaya operasional per trip 149 357.15 Harga jual ikan kurisi per kg 20 000 (Wawancara 2014) Parameter biologi dan ekonomi yang telah diperoleh tersebut digunakan untuk menentukan jumlah tangkapan lestari, upaya optimum, dan keuntungan ekonomi pada rezim pengelolaan MEY, MSY, open access, dan aktual. Informasi hasil analisis bioekonomi disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 5. Upaya penangkapan pada rezim open access lebih besar daripada pada kondisi MSY, MEY, dan aktual. Tabel 4 Hasil analisis bioekonomi ikan kurisi dengan model Schaefer Variabel MEY MSY OA Aktual C (ton/tahun) 1 836.0470 1 836.0512 11.2007 1 191.2091 E (trip/tahun) 750 752 1500 953 Keuntungan (rupiah/tahun) 36 608 932 573 36 608 846 900 0 23 681 981 496 Hasil analisis bioekonomi diperoleh upaya penangkapan pada kondisi pengelolaan open access di Selat Sunda untuk keseluruhan alat adalah 1 500 trip/tahun. Upaya penangkapan pada rezim MSY, MEY, dan aktual berturut-turut adalah 752 trip/tahun; 750 trip/tahun; dan 953 trip/tahun. Kemudian hasil tangkapan yang diperoleh pada kondisi open access sebanyak 11.2007 ton/tahun. Produksi tangkap pada kondisi MSY, MEY, dan aktual sebanyak 1 836.0512 ton/tahun; 1 836.0470 ton/tahun; dan 1 191.2091 ton/tahun. Keuntungan ekonomi yang diperoleh pada kondisi MEY, MSY, dan aktual berturut-turut adalah Rp 36 608 932 573; Rp 36 608 846 900 dan Rp 23 681 981 496. Pada kondisi open access keuntungan yang diperoleh sama dengan nol (TR=TC). Informasi hubungan hasil tangkapan dan upaya penangkapan disajikan pada Gambar 10, selanjutnya kurva model bioekonomi disajikan pada Gambar 11.

17 Gambar 10 Hubungan produksi dan upaya penangkapan Gambar 11 Kurva model bioekonomi Pada kurva hubungan hasil tangkapan dan upaya penangkapan, upaya penangkapan aktual telah melebihi upaya optimal. Pada kondisi tersebut sumber daya ikan kurisi telah mengalami penurunan. Meskipun dengan upaya yang besar namun diperoleh hasil tangkapan yang lebih rendah dari kondisi MSY dan MEY. Hal ini dapat diindikasikan bahwa sumber daya ikan kurisi telah mengalami overfishing. Parameter pertumbuhan Hasil analisis parameter pertumbuhan adalah koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L ), umur teoritik ikan saat panjang sama dengan nol (t 0 ) dan ukuran pertama kali matang gonad (L m ). Informasi parameter pertumbuhan ikan kurisi disajikan pada Tabel 5, Lampiran 6 dan Lampiran 7. Ikan kurisi betina memiliki koefisien pertumbuhan (K) 0.31/bulan dan panjang asimtotik 273.00 mm. Koefisien pertumbuhan (K) ikan kurisi jantan adalah 0.13/bulan dan panjang asimtotik 315.00 mm. Kemudian ukuran ikan kurisi yang seharusnya bereproduksi (L m ) adalah 267.79 mm untuk jantan dan 213.77 mm untuk betina.

18 Tabel 5 Parameter pertumbuhan ikan kurisi Parameter Pertumbuhan Sumber Lokasi Contoh ikan K L t 0 L m (bulan -1 ) (mm) (bulan -1 ) (mm) Jantan 0.15 493.36-0.53 - Rahayu Selat Betina 0.39 334.32-0.22 - (2012) Sunda Total - - - 233.00 Jantan 0.25 225.42-0.39 - Oktaviyani Teluk Betina 0.29 206.03-0.33 - (2013) Banten Total - - - 213.00 Penelitian ini Selat Jantan 0.13 315.00-0.69 267.79 (2014) Sunda Betina 0.31 273.00-0.29 213.77 Sebaran distribusi panjang pada setiap waktu pengambilan contoh diperoleh dari program ELEFAN I. Informasi sebaran frekuensi panjang ikan kurisi dengan program ELEFAN I disajikan pada Gambar 12, Gambar 13, dan Lampiran 8. Gambar 12 Sebaran frekuensi ikan kurisi betina dengan program ELEFAN I Gambar 13 Sebaran frekuensi ikan kurisi jantan dengan program ELEFAN I

Jumlah contoh yang diambil sebanyak 252 ekor jantan dan 172 ekor betina. Ukuran ikan kurisi jantan dan betina yang dominan tertangkap berturut-turut adalah ukuran 213-217 mm dan 183-187 mm. Panjang maksimum ikan kurisi jantan dan betina berturut-turut adalah 302 mm dan 262 mm, sedangkan panjang minimum ikan kurisi jantan dan betina berturut-turut adalah 128 mm dan 133 mm. 19 Mortalitas dan laju eksploitasi Mortalitas merupakan jumlah aktual ikan yang mati pada suatu keadaan tertentu yang tidak ditentukan sebelumnya (Aziz 1989). Kurva hasil tangkapan ikan kurisi yang dilinearkan berbasis data panjang disajikan pada Gambar 14, Gambar 15 dan Lampiran 9. Gambar 14 Kurva hasil tangkapan ikan kurisi jantan yang dilinearkan berbasis data panjang Gambar 15 Kurva hasil tangkapan ikan kurisi betina yang dilinearkan berbasis data panjang

20 Titik-titik pada kurva merupakan titik-titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menentukan mortalitas total. Informasi laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan kurisi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan kurisi di PPP Labuan, Banten Parameter Penelitian ini (2014) Rahayu (2012) Betina Jantan Betina Jantan Mortalitas penangkapan (F) 1.25 1.31 0.65 1.07 Mortalitas alami (M) 0.37 0.20 0.51 0.24 Mortalitas total (Z) 1.62 1.51 1.16 1.31 Eksploitasi (E) 0.77 0.87 0.56 0.81 Satuan: per tahun Nilai mortalitas penangkapan ikan kurisi jantan dan betina lebih besar dibandingkan dengan nilai mortalitas alami. Laju eksploitasi (E) ikan kurisi jantan dan betina berturut-turut adalah 0.87 dan 0.77. Laju eksploitasi ikan kurisi tersebut meningkat jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Rahayu (2012) pada lokasi yang sama yaitu 0.56/tahun untuk ikan kurisi betina dan 0.81/tahun untuk ikan kurisi jantan. Pembahasan Kondisi sumber daya ikan kurisi di PPP Labuan Banten Upaya penangkapan yang merupakan input dalam sistem perikanan memberikan pengaruh terhadap output yaitu hasil tangkapan. Kondisi upaya penangkapan yang fluktuatif dapat terjadi kapan saja karena sumber daya perikanan bersifat open access. Hal ini akan berakibat pada hasil tangkapan yang diperoleh setiap waktunya, dan mempengaruhi ekonomi lokal karena ikan kurisi salah satu hasil tangkapan dominan. Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan menunjukkan hubungan yang negatif, yaitu semakin tinggi upaya penangkapan semakin rendah nilai CPUE. Hubungan negatif tersebut mengindikasikan bahwa produktivitas alat tangkap ikan kurisi akan menurun apabila upaya mengalami peningkatan. Koefisien pertumbuhan (K) didefinisikan sebagai parameter yang menyatakan kecepatan kurva pertumbuhan dalam mencapai panjang asimtotiknya (L ) dari pola pertumbuhan ikan. Semakin tinggi nilai koefisien pertumbuhan, semakin cepat mencapai panjang asimtotik dan beberapa spesies kebanyakan diantaranya berumur pendek. Sebaliknya ikan yang memiliki koefisien pertumbuhan rendah umurnya semakin tinggi karena lama mencapai panjang asimtotiknya (Sparre dan Venema 1999). Nilai parameter pertumbuhan pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Rahayu (2012) di lokasi yang sama. Mengecilnya ukuran ikan kurisi mengindikasikan bahwa pemanfaatan ikan kurisi telah melampaui batas (over eksploitasi). Parameter pertumbuhan pada penelitian

ini berbeda dengan hasil penelitian Oktaviyani (2013) di Teluk Banten. Menurut Priyanie (2006), kondisi lingkungan tempat hidup ikan berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan ikan. Keadaan lingkungan perairan yang buruk akan mempengaruhi kisaran ukuran ikan yang tertangkap dalam kaitannya dengan ketersediaan makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan ikan (Komara 1983 in Brojo dan Sari 2002). Tingginya permintaan pasar terhadap ikan kurisi dalam bentuk segar dan olahan ikan asin menyebabkan aktivitas penangkapan meningkat. Menurut Gulland (1971) in Pauly (1984), laju eksploitasi optimal suatu sumber daya ikan sebesar 0.50 dimana besarnya mortalitas alami sama dengan mortalitas penangkapan. Nilai E yang jauh berbeda dengan 0.5 mengindikasikan bahwa laju eksploitasi sumber daya ikan kurisi di Selat Sunda berada pada kondisi over eksploitasi. Kondisi tersebut mengindikasikan pula bahwa penurunan stok ikan kurisi di Selat Sunda disebabkan oleh tingginya kegiatan penangkapan. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan nilai mortalitas penangkapan yang lebih besar daripada mortalitas alami. Berdasarkan hasil analisis L m dan ukuran ikan kurisi yang tertangkap, overfishing ikan kurisi tergolong growth overfishing dan recruitment overfishing. Growth overfishing diketahui dari banyaknya ikan kurisi yang tertangkap sebelum sempat tumbuh mencapai ukuran peningkatan lebih jauh. Recruitment overfishing diketahui dari banyaknya ikan kurisi dewasa yang tertangkap sehingga tidak mampu melakukan reproduksi. Selain itu, ikan kurisi memiliki nilai mortalitas alami dan penangkapan yang berbeda-beda di setiap wilayah. Menurut Amine (2012), perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan dalam hal variasi pada struktur populasi dan kondisi lingkungan. Menurut Charless (1988) in Yew (1996), eksploitasi perikanan demersal tergantung pada manajemen objektif yang ingin dicapai. Selama bertahun-tahun tujuan pengelolaan perikanan mencakup tujuan secara biologi, ekonomi, dan sosial. 21 Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan kurisi Menurut Zulbainarni (2012), dugaan parameter biologi perlu diketahui sebelum dugaan parameter ekonomi karena sumber daya perikanan selalu bergerak dan bersifat diburu. Lima model surplus produksi yang digunakan menunjukkan hasil yang berbeda. Koefisien determinasi (R 2 ) model Schaefer tertinggi yaitu sebesar 97.07 %. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998) in Randika (2008), R 2 lazim digunakan untuk mengukur goodnes of fit dari model regresi dan untuk membandingkan tingkat validitas hasil regresi terhadap variabel independen dalam model, dimana semakin besar nilai R 2 menunjukkan bahwa model tersebut semakin baik. Laju pertumbuhan alami (r) sebesar 3.8332 berarti populasi sumber daya ikan kurisi akan tumbuh secara alami tanpa ada gangguan dari gejala alam maupun kegiatan manusia sebesar 3.8332 ton/tahun. Koefisien daya tangkap (q) sebesar 0.0026 berarti proporsi stok ikan yang dapat ditangkap oleh satu unit upaya penangkapan adalah 0.0026 ton/trip. Daya dukung (K) sebesar 1 915.9610 menunjukkan kemampuan ekosistem mendukung produksi sumber daya ikan kurisi sebesar 1 915.9610 ton/tahun. Analisis bioekonomi menggunakan parameter biologi (r, q, dan K) yang diperoleh dari model Schaefer dan parameter ekonomi (biaya dan harga) dari hasil

22 wawancara. Pada kajian bioekonomi Gordon-Schaefer, biaya penangkapan didasarkan atas asumsi bahwa hanya faktor penangkapan yang diperhitungkan dan dianggap konstan, sehingga dalam penelitian ini biaya penangkapan didefinisikan sebagai biaya variabel per trip dan dianggap konstan. Tabel 4 memperlihatkan hasil kajian bioekonomi ikan kurisi. Keuntungan lestari akan diperoleh secara maksimum pada kondisi MEY. Pada kondisi open acces upaya penangkapan yang dibutuhkan lebih banyak daripada yang semestinya untuk mencapai keuntungan optimal yang lestari. Upaya penangkapan pada kondisi aktual lebih besar daripada upaya penangkapan pada kondisi MEY. Hal ini menunjukkan bahwa pengusahaan ikan kurisi di Selat Sunda telah mengarah pada terjadinya economical overfishing. Itu disebabkan jumlah input (effort) yang digunakan pada kondisi aktual melebihi kondisi MEY, namun produksinya kurang dari produksi MEY. Selain itu upaya penangkapan ikan kurisi melampaui tingkat yang diperlukan untuk menghasilkan produksi pada kondisi MSY, sehingga ikan kurisi juga telah mengalami biological overfishing. Menurut Zen et al. (2002), produksi atau output merupakan nilai ikan laut yang didaratkan dan satuan pengukuran yang digunakan adalah rupiah dan kg. Sedangkan upaya penangkapan ikan merupakan kombinasi indeks masukan (input) seperti perahu, alat tangkap, bahan bakar, tenaga kerja, dan kemampuan manajemen. Upaya pengelolaan pemanfaatan sumber daya ikan kurisi Pengelolaan kondisi optimal (MEY) masih mungkin dilakukan dengan berbagai cara meskipun membutuhkan banyak waktu. Salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi input yang berlebihan adalah dengan pembatasan upaya penangkapan menjadi 750 trip. Squires et al. (2003) melakukan penelitian tentang ekses kapasitas dan pembangunan perikanan di Laut Jawa menyebutkan bahwa kebijakan yang terbaik adalah mengurangi kapasitas penangkapan ikan dan pengelolaan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Namun pengurangan upaya penangkapan ke kondisi MEY pada awalnya akan mengakibatkan pengurangan pendapatan nelayan. Akan tetapi hal ini sebaiknya mulai dilakukan agar diperoleh keuntungan maksimum dan overfishing teratasi. Salah satu pendekatan sosial ekonomi yang dapat dilakukan adalah mengalihkan nelayan menangkap ikan demersal lainnya yang status pemanfaatannya under eksploitasi yaitu ikan kuniran. Selain itu juga perlu dilakukan selektivitas alat tangkap pukat cincin dan pengoperasian pukat cincin diarahkan ke laut lepas agar ikan demersal tidak tertangkap. Penetapan sangsi yang tegas serta kerjasama antar stakeholder juga perlu dilakukan. Oleh karena itu diperlukan intervensi pemerintah melalui regulasi lebih baik yang merupakan kesepakatan bersama antara stakeholder yang terlibat. Menurut Mattos et al. (2006), strategi pengelolaan terbaik dalam istilah ekonomi dan biologi merupakan aplikasi bersama dari beberapa tindakan pengelolaan yang memenuhi pernyataan stakeholder dan keseimbangan biologis dan ekonomis antara kegiatan dan upaya untuk membangun kembali stok.

23 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sumber daya ikan kurisi di Selat Sunda telah mengalami overfishing secara biologi dan ekonomi. Pengelolaan perikanan kurisi di Selat sunda belum mencapai tingkat optimum secara bioekonomi sehingga perlu memperbaiki kondisi pengelolaan melalui input yang optimal dan pengoperasian alat tangkap produktif diarahkan ke laut lepas. Optimalisasi bioekonomi dicapai pada tingkat upaya penangkapan 750 trip/tahun dengan dugaan hasil tangkapan 1 836.0470 ton/tahun dan keuntungan Rp 36 608 932 573/tahun. Saran Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait siklus hidup ikan kurisi serta indikasi terjadinya jenis overfishing yang lain. DAFTAR PUSTAKA Amine AM. 2012. Biology and assessment of the thread fin bream Nemipterus japonicus in Gulf of Suez, Eigypt. Egypt. J. Aquat. Biol. & Fish. 16(2):47-57. Aziz KA. 1989. Dinamika Populasi Ikan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor.115 hlm. Brojo M. dan Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides Blkr.) yang didaratkan Di Tempat Pelelangan Ikan Labuan (Pandeglang). Jurnal Iktiologi Indonesia Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 2 ( l): 1-5. Christensen V. 2009. MEY=MSY. Fish and Fisheries. 341:6. Dichmont CM, Pascoe S, Kompas T, Punt AE, dan Deng R. 2009. On implementing maximum economic yield in commercial fisheries. PNAS. 107(1):16-21 [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandglang. 2013. Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Pandeglang Tahun 2003-2013. (Draft tahun 2013). Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Mattos S, Maynou F, & Franquesa R. 2006. A-bioeconomic analysis of the hand line and gillnet coastal fisheries of Pernambuco State, north-easthern Brazil. Scientia Marina. 70(2):335-346. Oktaviyani S. 2013. Kajian Stok Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Perairan Teluk Banten yang Didaratkan di PPN Karangantu, Banten. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

24 Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters: a manual for use with programmable calculators. ICLARM.Manila.Filiphina. 325 hal. Priyanie MM. 2006. Pertumbuhan dan karakteristik morfometrik-meristik ikan kurisi (Pritipomoides filamentosus Valenciennes, 1830) di perairan Laut Dalam, Pelabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Rahayu ES. 2012. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPI Labuan, Pandeglang, Banten. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Randika ZA. 2008. Analisis Bioekonomi Pemanfaatan Optimal Sumberdaya Perikanan Pelagis dan Demersal di Perairan Balikpapan, Kalimantan Timur. [tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sjafei DS & Robiyani. 2001. Kebiasaan makanan dan faktor kondisi ikan kurisi (Nemipterus tumbuloides Blkr) di Perairan Teluk Banten. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1(1):1-5. Sobari MP, Kinseng RA dan Priyatna FN. 2003. Membangun Model Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan Berdasarkan Karaktristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan: Tinjauan Sosiologi Antropologi. Buletin Ekonomi Perikanan. 5(1):41-48. Sparre P dan Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku e- manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa-Bangsa degann Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm. Squires D, Omar IH, Jeon Y, Kuperan K, Susilowati H. 2003. Exces Capacity and Sustainale Development in Java Sea Fisheries. Enviroment and Development Economics 8 : 105-127. Cambridge University Press, United Kingdom Tinungki GM, Boer M, Monintja DR, Widodo J dan Fauzi A. 2004. Model Surshing: Model Hybrid antara Produksi Surplus dan Model Cushing dalam Pendugaan Stok Ikan (Studi Kasus: Perikanan Lemuru di Selat Bali). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 11(2):135-138. Udupa KS. 1986. Statistical method of estimating the size at first maturity of fishes. Fishbyte. 4(2):8-10. Yew TS. 1996. Optimal Bioeconomic Exploitation of the Demersal Fishery in Northwest Peninsular Malaysia. PertanikaJ. Soc. Sci. & Hum. 4(1): 65-76. Zen LW., Nik Musthafa R.A., Yew TS. 2002. Technical Efficiency of the Driftnet and Payang Seine (Lampara). Fisheries in West Indonesia. Asian Fisheries Science. 15(2): 97-106 Zulbainarni. 2012. Teori dan Praktik Pemodelan Bioekonomi dalam Pengelolaan Perikanan Tangkap. IPB Press. Bogor.

25 LAMPIRAN Lampiran 1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan berdasarkan data panjang Berdasarkan persamaan tangkap atau persamaan Baranov (Baranov 1918 in Sparre dan Venema 1999), tangkapan antara waktu t 1 dan t 2 sama dengan: (t 1,t 2 )= F (N(t 1 )-N(t 2 )) (1.1) N(t 1 ) adalah banyaknya ikan pada saat t 1, N(t 2 ) adalah banyaknya ikan pada saat t 2, F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Fraksi ikan yang mati akibat penangkapan, F disebut laju eksploitasi. Oleh karena sehingga N (t 2 ) = N(t 1 )e -z(t 2 -t 1 ) (1.2) Persamaan Beranov di atas dapat ditulis menjadi (t 1,t 2 ) = (t 1 ) F (1-e - (t 2-t 1 ) ) (1.3) N(t 1 ) = N(Tr)e -z(t 1 -Tr) (1.4) C(t 1,t 2 ) = N(Tr)e -z(t 1 -Tr) F (1-e - (t 2 -t 1 ) ) (1.5) N (Tr) adalah rekrutmen. Selanjutnya dengan menggunakan logaritma di kiri dan kanan persamaan (1.5) diperoleh ln (t 1,t 2 ) = d- t1 ln(1-e - (t 2-t 1 ) ) (1.6) d=ln N(Tr)+ZTr+ln Jika t 2 -t 1 = t 3 -t 2 =... = suatu konstanta dengan satuan waktu diperoleh konstanta baru g=d+ln(1-e -z(t 2 -t 1 ) ) (1.7) sehingga persamaan (1.6) dapat ditulis menjadi atau lnc(t 1,t 2 ) = g-z t1 (1.8) lnc(t,t+ t) = g-z t (1.9) Menurut Van Sickle (1977) in Sparre dan Venema (1999 ) cara lain dapat ditempuh untuk menyelesaikan (1.6) melalui ln (1-e -x ) ln (X) - 2 (1.10) untuk X yang bernilai kecil (X<1,0), sehingga

26 Lampiran 1 (lanjutan) ln (1-e- Z(t 2 -t 1 ) ) = ln Z(t 2 -t 1 ) dan persamaan (1.6) dapat ditulis atau ln ln t1,t2 t 2 -t 1 2 (1.11) t2-t1 = h-z t1-1 2 Z (t 2-t 1 ) (1.12) t,t t t = h-z(t+ 1 2 t) (1.13) selanjutnya, bentuk konversi data panjang menjadi data umur dengan menggunakan persamaan Von Bertalanffy atau dan t( )=t - ( 1 ln (1- )) (1.14) Notasi tangkapan C(t 1,t 2 ) dapat diubah menjadi C(L 1,L 2 ) C(t,t t = C (L 1,L 2 ) (1.15) t = t( 2 )-t( 1 ) = ( 1 ln ( - 1 )) (1.16) - 2 Bagian (t+ 1 2 dan L 2 sehingga t) pada persamaan (1.13) dapat dikonversi kedalam notasi L 1 sehingga t(l1)+ 1 2 t) t( 1 2 ) =t - ( 1 ln (1-1 2 )) (1.17) 2 2 ln ( 1 2 ) = - t( 1, 2 ) t ( ( 1 2 ) ) (1.18) 2 yang membentuk persamaan linear dengan y= ln ( 1 2 ) x = ( 1 2 2 t( 1, 2 ) sebagai ordinat dan ) sebagai absis, dengan koefisien kemiringan persamaan (1.18) yaitu Z.

27 Lampiran 2 Daftar pertanyaan (kuesioner) penangkapan ikan kurisi KUESIONER PENELITIAN POTENSI DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN KURISI (Nemipterus japonicus Bloch, 1791) yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten Dipersiapkan oleh: Widyanti Octoriani C24100049 1. Biodata nelayan Nama : Ansari Umur : 35 tahun Pekerjaan utama : nelayan Pekerjaan sampingan : - Alamat : Kampung nelayan 1, Labuan Status : menikah Pendidikan terakhir : SMA Formal : SD / SMP / SMA / S1 Non Formal : Kursus penangkapan / Magang Sejak tahun 1992 menjadi nelayan. 2. Alat tangkap dan Hasil Tangkapan 1. Alat tangkap a. Nama alat tangkap : pukat dan jaring b. Ukuran mata jaring : 2 2.5 inchi c. Hasil tangkapan utama : kurisi dan kuniran d. Hasil tangkapan sampingan : kuwe e. Produksi ikan/bulan : ± 1 ton 2. Perahu a. Jenis perahu : (perahu tanpa motor/motor temple/kapal motor)* b. Bobot perahu : (<5 GT / 5-10 GT / 10-30 GT / >30 GT)* c. Ukuran perahu Panjang : 15 meter Lebar : 1.4 meter Tinggi : 1.5 meter 3. Tenaga kerja a. Jumlah ABK : > 9 orang b. Upah : tergantung pendapatan (sistem bagi hasil) c. Asal : - d. Tugas : - 4. Trip a. Lama melaut 1 trip : 7 hari b. Istirahat antar trip : 2 hari (membenahi alat tangkap) c. Total trip : /hari dan /tahun 3. Hasil tangkapan Jenis Ikan Per Trip (kg) Per Bulan (kg) Per Tahun (kg) Kurisi 400 1000 Kuniran 200 Kuwe 120

28 Lampiran 2 (lanjutan) 4. Musim penangkapan a. Musim puncak : Juli-September b. Musim paceklik : Februari-Juni c. Musim peralihan : Oktober-Januari Jenis ikan : No Musim Hasil Tangkapan (kg) Harga Jual (Rp) Nilai total (Rp) Alat Tangkap 1 2 3 Penangkapan 1000 20000 20 juta Pukat Peralihan Paceklik 400 30000 12 juta Pukat 5. Fishing ground a. Daerah penangkapan : Selat Sunda b. Adakah perubahan daerah penangkapan ikan sehubungan dengan perubahan musim? Ya*, jika ada dimana? Krakatau dan Panaitan 6. Bagaimana SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) di sini? Ada 7. Apakah selalu dipasarkan di PPP Labuan dalam keadaan segar? Ya 8. Hasil tangkapan yang diperoleh apakah semakin menurun? Tergantung fishing ground 9. Keadaan Usaha Penangkapan a. Biaya Tetap (fixed cost) Alat tangkap : Rp 25 juta Harga kapal : Rp 1 Milyar Biaya administrasi : a. SIUP / SIPI : Rp 750.000 b. Akta kapal : Rp - b. Biaya Tidak Tetap (variable cost) Biaya operasi penangkapan : a. Perbekalan : Rp 4.000.000

Lampiran 2 (lanjutan) b. Solar : Rp 1.000.000 c. Es : d. Air bersih : e. Konsumsi Beras : Rp 350.000 Rokok : Rp 700.000 Air minum : - Gas : - f. Lain lain : Rp 500.000 10. Waktu penangkapan a. Berangkat melaut : tidak tentu b. Pulang melaut : tidak tentu c. Hari / Bulan tidak melaut : Bulan Ramadhan 29

30 Lampiran 3 Standarisasi alat tangkap Payang Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 0.0000 2086.3000 0.0000 0.0000 0.0000 2004 0.0000 2528.8000 0.0000 0.0000 0.0000 2005 0.0000 2454.5000 0.0000 0.0000 0.0000 2006 0.0000 2228.8000 0.0000 0.0000 0.0000 2007 0.0000 2181.5000 0.0000 0.0000 0.0000 2008 0.0000 2305.5000 0.0000 0.0000 0.0000 2009 1.9000 2463.6230 2984.0000 0.0008 2.3013 2010 1.5000 2383.2210 5136.0000 0.0006 3.2326 2011 9.0000 19310.0000 19310.0000 0.0005 9.0000 2012 9.9000 19854.0000 19854.0000 0.0005 9.9000 2013 8.9000 19290.0000 19290.0000 0.0005 8.9000 Dogol Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 552.8000 3995.2000 18850.0000 0.1384 2608.1998 2004 451.9000 3742.9000 18901.0000 0.1207 2282.0171 2005 421.5000 3197.6000 11984.0000 0.1318 1579.7023 2006 256.3000 2774.9000 12985.0000 0.0924 1199.3425 2007 270.6000 2852.2000 13148.0000 0.0949 1247.4051 2008 284.3000 2942.5000 13804.0000 0.0966 1333.7221 2009 328.4000 2858.7018 13657.0000 0.1149 1568.8796 2010 284.0000 2724.9110 15009.0000 0.1042 1564.2918 2011 403.7000 16182.0000 16182.0000 0.0249 403.7000 2012 361.9000 16810.0000 16810.0000 0.0215 361.9000 2013 382.5000 16793.0000 16793.0000 0.0228 382.5000 Pukat pantai Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 123.5000 941.9000 4620.0000 0.1311 605.7649 2004 266.7000 1957.8000 6021.0000 0.1362 820.2067 2005 449.9000 2745.3000 15856.0000 0.1639 2598.4826 2006 367.1000 3214.0000 16340.0000 0.1142 1866.3391 2007 340.9000 3289.7000 16701.0000 0.1036 1730.6657 2008 346.3000 3498.4000 16751.0000 0.0990 1658.1498 2009 361.6000 3386.8135 18132.0000 0.1068 1935.8997 2010 336.4000 3113.7350 17207.0000 0.1080 1859.0005 2011 342.0000 18070.0000 18070.0000 0.0189 342.0000 2012 354.3000 17460.0000 17460.0000 0.0203 354.3000 2013 337.4000 16964.0000 16964.0000 0.0199 337.4000

31 Lampiran 3 (lanjutan) Pukat cincin Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 0.0000 2664.0000 0.0000 0.0000 0.0000 2004 0.0000 2552.2000 0.0000 0.0000 0.0000 2005 156.4000 2952.6000 1150.0000 0.0530 60.9158 2006 0.0000 2754.0000 0.0000 0.0000 0.0000 2007 0.0000 2994.4000 0.0000 0.0000 0.0000 2008 11.2000 4325.1000 2200.0000 0.0026 5.6970 2009 12.3000 4071.9578 2478.0000 0.0030 7.4852 2010 14.4000 3667.8665 5317.0000 0.0039 20.8745 2011 113.8000 6597.0000 6597.0000 0.0173 113.8000 2012 96.2000 7767.0000 7767.0000 0.0124 96.2000 2013 90.5000 7653.0000 7653.0000 0.0118 90.5000 Jaring insang hanyut Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 0.0000 2147.8000 0.0000 0.0000 0.0000 2004 0.0000 2169.1000 0.0000 0.0000 0.0000 2005 0.0000 2263.1000 0.0000 0.0000 0.0000 2006 0.0000 2489.1000 0.0000 0.0000 0.0000 2007 0.0000 2312.6000 0.0000 0.0000 0.0000 2008 0.0000 2377.3000 0.0000 0.0000 0.0000 2009 3.4000 2343.0742 4973.0000 0.0015 7.2162 2010 6.9000 2269.2700 11723.0000 0.0030 35.6453 2011 7.2000 11549.0000 11549.0000 0.0006 7.2000 2012 7.5000 12489.0000 12465.0000 0.0006 7.4856 2013 8.6000 12176.0000 12176.0000 0.0007 8.6000 Jaring insang tetap Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 450.6000 2841.8000 19849.0000 0.1586 3147.2867 2004 431.8000 2894.5000 21437.0000 0.1492 3197.9605 2005 514.5000 3140.2000 15070.0000 0.1638 2469.1150 2006 38.4000 2694.1000 10380.0000 0.0143 147.9500 2007 42.5000 2810.7000 10782.0000 0.0151 163.0323 2008 56.3000 3093.7000 10842.0000 0.0182 197.3057 2009 60.7000 2712.3990 10865.0000 0.0224 243.1447 2010 57.9000 2564.5400 15613.0000 0.0226 352.4970 2011 70.2000 15942.0000 15942.0000 0.0044 70.2000 2012 69.9000 17352.0000 17352.0000 0.0040 69.9000 2013 68.3000 17952.0000 17952.0000 0.0038 68.3000

32 Lampiran 3 (lanjutan) Bagan perahu Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 0.0000 3003.6000 0.0000 0.0000 0.0000 2004 0.0000 2906.5000 0.0000 0.0000 0.0000 2005 0.0000 2928.7000 0.0000 0.0000 0.0000 2006 234.6000 2106.5000 22910.0000 0.1114 2551.4769 2007 233.8000 2067.8000 22018.0000 0.1131 2489.5098 2008 274.4000 2715.3000 24805.0000 0.1011 2506.7182 2009 264.2000 2467.7940 26378.0000 0.1071 2824.0070 2010 240.2000 2336.3710 22097.0000 0.1028 2271.7708 2011 242.4000 21217.0000 25417.0000 0.0114 290.3842 2012 241.9000 28710.0000 28710.0000 0.0084 241.9000 2013 244.3000 28260.0000 28260.0000 0.0086 244.3000 Bagan tancap Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 0.0000 2973.7000 0.0000 0.0000 0.0000 2004 0.0000 2920.3000 0.0000 0.0000 0.0000 2005 0.0000 2285.8000 0.0000 0.0000 0.0000 2006 169.7000 1920.3000 24697.0000 0.0884 2182.5136 2007 188.4000 1689.1000 20866.0000 0.1115 2327.3663 2008 194.9000 1829.2000 22356.0000 0.1065 2382.0164 2009 183.1000 1763.7528 19692.0000 0.1038 2044.2804 2010 159.6000 1527.1200 17986.0000 0.1045 1879.7250 2011 73.8000 25417.0000 15949.0000 0.0029 46.3090 2012 56.9000 20570.0000 15163.0000 0.0028 41.9433 2013 44.4000 21072.0000 15847.0000 0.0021 33.3906 Pancing Tahun Catch (ton) Total hasil tangkapan (ton) Effort (trip) Proporsi Effort 2003 0.0000 2476.5000 0.0000 0.0000 0.0000 2004 0.0000 2719.1000 0.0000 0.0000 0.0000 2005 0.0000 2918.6000 0.0000 0.0000 0.0000 2006 0.0000 2675.0000 0.0000 0.0000 0.0000 2007 0.0000 2870.1000 0.0000 0.0000 0.0000 2008 0.0000 3005.3000 0.0000 0.0000 0.0000 2009 2.2000 2893.1091 9401.0000 0.0008 7.1488 2010 1.1000 2751.5806 11442.0000 0.0004 4.5742 2011 0.9000 32161.0000 11083.0000 0.0000 0.3101 2012 0.0000 33247.0000 0.0000 0.0000 0.0000 2013 7.8000 31618.0000 31618.0000 0.0002 7.8000

33 Lampiran 3 (lanjutan) Setelah dilakukan proporsi dan standarisasi alat tangkap, berikut ini disajikan data hasil tangkapan dan upaya penangkapan tahun 2003 hingga 2013. Tahun Catch (ton) Effort (trip) 2003 1126.9000 1160 2004 1150.4000 1140 2005 1542.3000 1305 2006 1066.1000 1140 2007 1076.2000 1129 2008 1167.4000 1150 2009 1217.8000 1286 2010 1102.0000 1232 2011 1263.0000 331 2012 1198.5000 301 2013 1192.7000 299

34 Lampiran 4 Surplus produksi Model Schaefer

35 Lampiran 4 (lanjutan) Model Fox

36 Lampiran 4 (lanjutan) Parameter biologi Model Walter Hilborn Model Schnute

37 Lampiran 4 (lanjutan) Model Clark Yoshimoto Pooley

38 Lampiran 5 Hasil analisis bioekonomi Model Fox Variabel MEY MSY OA Aktual C (ton) 1 836.0469 1 836.0512 11.2007 1191.2091 E (trip) 750 752 1499 952 Keuntungan (rupiah) 36 608 932 573 36 608 846 900 0 23 681 981 496 Model Clark Yoshimoto Pooley Variabel MEY MSY OA Aktual C (ton) 1031.2554 1031.2568 4.7887 1191.2091 E (trip) 320 321 641 952 Keuntungan (rupiah) 20 577 220 814 20 577 192 954 0 23 681 981 496 Model Walter Hilbron Variabel MEY MSY OA Aktual C (ton) 1997.6287 1997.6332 11.8589 1191.2091 E (trip) 794 795 1588 952 Keuntungan (rupiah) 39 833 986 217 39 833 897 955 0 23 681 981 496 Model Schnute Variabel MEY MSY OA Aktual C (ton) 2647.9688 2647.9718 11.1849 1191.2091 E (trip) 749 750 1497.6837 952 Keuntungan (rupiah) 52 847 531 111 52 847 471 935 0 23 681 981 496

39 Lampiran 6 Pendugaan pertumbuhan dengan metode ELEFAN I dalam program FISAT II Print screen parameter pertumbuhan ikan kurisi betina menggunakan metode ELEFAN I yang dikemas dalam program FISAT II. Pendugaan nilai t 0 menggunakan rumus empiris Pauly (1983): Log (-t 0 ) = 0.3922 0.2752 (logl ) 1.038 (logk) = 0.3922 0.2752 (log(273)) 1.038 (log(0.31)) t 0 = -0.2920 Print screen parameter pertumbuhan ikan kurisi jantan menggunakan metode ELEFAN I yang dikemas dalam program FISAT II. Pendugaan nilai t 0 menggunakan rumus empiris Pauly (1983): Log (-t 0 ) = 0.3922 0.2752 (logl ) 1.038 (logk) = 0.3922 0.2752 (log(315)) 1.038 (log(0.13)) t 0 = -0.6918

40 Lampiran 7 Ukuran pertama kali matang gonad Ikan kurisi betina SKB SKA Nt Xi Ni Nb Pi 1-Pi(Qi) x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 133 137 135 2.1303 2 0 0 1.0000 0.0158 0.0000 1 138 142 140 2.1461 1 0 0 1.0000 0.0152 0.0000 0 143 147 145 2.1614 1 0 0 1.0000 0.0147 0.0000 0 148 152 150 2.1761 0 0 0 1.0000 0.0142 0.0000-1 153 157 155 2.1903 3 0 0 1.0000 0.0138 0.0000 2 158 162 160 2.2041 3 0 0 1.0000 0.0134 0.0000 2 163 167 165 2.2175 3 1 0.33333 0.6667 0.0130 0.2222 2 168 172 170 2.2304 7 2 0.28571 0.7143 0.0126 0.2041 6 173 177 175 2.2430 8 1 0.125 0.8750 0.0122 0.1094 7 178 182 180 2.2553 7 2 0.28571 0.7143 0.0119 0.2041 6 183 187 185 2.2672 18 4 0.22222 0.7778 0.0116 0.1728 17 188 192 190 2.2788 10 4 0.4 0.6000 0.0113 0.2400 9 193 197 195 2.2900 7 1 0.14286 0.8571 0.0110 0.1224 6 198 202 200 2.3010 11 1 0.09091 0.9091 0.0107 0.0826 10 203 207 205 2.3118 18 6 0.33333 0.6667 0.0105 0.2222 17 208 212 210 2.3222 7 2 0.28571 0.7143 0.0102 0.2041 6 213 217 215 2.3324 14 3 0.21429 0.7857 0.0100 0.1684 13 218 222 220 2.3424 7 4 0.57143 0.4286 0.0098 0.2449 6 223 227 225 2.3522 11 6 0.54545 0.4545 0.0095 0.2479 10 228 232 230 2.3617 6 5 0.83333 0.1667 0.0093 0.1389 5 233 237 235 2.3711 6 2 0.33333 0.6667 0.0091 0.2222 5 238 242 240 2.3802 9 6 0.66667 0.3333 0.0090 0.2222 8 243 247 245 2.3892 6 4 0.66667 0.3333 0.0088 0.2222 5 248 252 250 2.3979 2 2 1 0.0000 0.0086 0.0000 1 253 257 255 2.4065 2 1 0.5 0.5000 0.0084 0.2500 1 258 262 260 2.4150 3 3 1 0.0000 0.0083 0.0000 2 263 267 265 2.4232 0 0 0 1.0000 0.0081 0.0000-1 268 272 270 2.4314 0 0 0 1.0000 0.0080 0.0000-1 273 277 275 2.4393 0 0 0 1.0000 0.0078 0.0000-1 278 282 280 2.4472 0 0 0 1.0000 0.0077 0.0000-1 283 287 285 2.4548 0 0 0 1.0000 0.0076 0.0000-1 288 292 290 2.4624 0 0 0 1.0000 0.0074 0.0000-1 293 297 295 2.4698 0 0 0 1.0000 0.0073 0.0000-1 298 302 300 2.4771 0 0 0 1.0000 0.0000 0.0000-1 Jumlah 8.8359 25.164 0.3468 3.5008 138 rata-rata 0.2599 0.7401 0.0102 0.1030 4.0588 Log (m) = [2.4150+(0.0102/2)]-(0.0102*8.8359) = 2.3299 antilog = 10^2.3299 = 213.77 mm

41 Lampiran 7 (lanjutan) Ikan kurisi jantan SKB SKA Nt Xi Ni Nb Pi 1-Pi(Qi) x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 Pi*Qi/Ni-1 128 132 130 2.1139 1 0 0.0000 1.0000 0.0164 0.0000 0.0000 0.0000 133 137 135 2.1303 0 0 0.0000 1.0000 0.0158 0.0000-1.0000 0.0000 138 142 140 2.1461 1 0 0.0000 1.0000 0.0152 0.0000 0.0000 0.0000 143 147 145 2.1614 8 0 0.0000 1.0000 0.0147 0.0000 7.0000 0.0000 148 152 150 2.1761 0 0 0.0000 1.0000 0.0142 0.0000-1.0000 0.0000 153 157 155 2.1903 6 0 0.0000 1.0000 0.0138 0.0000 5.0000 0.0000 158 162 160 2.2041 4 0 0.0000 1.0000 0.0134 0.0000 3.0000 0.0000 163 167 165 2.2175 9 2 0.2222 0.7778 0.0130 0.1728 8.0000 0.0216 168 172 170 2.2304 3 0 0.0000 1.0000 0.0126 0.0000 2.0000 0.0000 173 177 175 2.2430 11 1 0.0909 0.9091 0.0122 0.0826 10.0000 0.0083 178 182 180 2.2553 10 1 0.1000 0.9000 0.0119 0.0900 9.0000 0.0100 183 187 185 2.2672 13 2 0.1538 0.8462 0.0116 0.1302 12.0000 0.0108 188 192 190 2.2788 8 2 0.2500 0.7500 0.0113 0.1875 7.0000 0.0268 193 197 195 2.2900 16 7 0.4375 0.5625 0.0110 0.2461 15.0000 0.0164 198 202 200 2.3010 18 2 0.1111 0.8889 0.0107 0.0988 17.0000 0.0058 203 207 205 2.3118 14 3 0.2143 0.7857 0.0105 0.1684 13.0000 0.0130 208 212 210 2.3222 16 2 0.1250 0.8750 0.0102 0.1094 15.0000 0.0073 213 217 215 2.3324 25 3 0.1200 0.8800 0.0100 0.1056 24.0000 0.0044 218 222 220 2.3424 11 4 0.3636 0.6364 0.0098 0.2314 10.0000 0.0231 223 227 225 2.3522 6 3 0.5000 0.5000 0.0095 0.2500 5.0000 0.0500 228 232 230 2.3617 7 0 0.0000 1.0000 0.0093 0.0000 6.0000 0.0000 233 237 235 2.3711 13 1 0.0769 0.9231 0.0091 0.0710 12.0000 0.0059 238 242 240 2.3802 12 2 0.1667 0.8333 0.0090 0.1389 11.0000 0.0126 243 247 245 2.3892 9 2 0.2222 0.7778 0.0088 0.1728 8.0000 0.0216 248 252 250 2.3979 5 0 0.0000 1.0000 0.0086 0.0000 4.0000 0.0000 253 257 255 2.4065 10 1 0.1000 0.9000 0.0084 0.0900 9.0000 0.0100 258 262 260 2.4150 6 0 0.0000 1.0000 0.0083 0.0000 5.0000 0.0000 263 267 265 2.4232 1 0 0.0000 1.0000 0.0081 0.0000 0.0000 0.0000 268 272 270 2.4314 2 0 0.0000 1.0000 0.0080 0.0000 1.0000 0.0000 273 277 275 2.4393 2 0 0.0000 1.0000 0.0078 0.0000 1.0000 0.0000 278 282 280 2.4472 3 0 0.0000 1.0000 0.0077 0.0000 2.0000 0.0000 283 287 285 2.4548 1 1 1.0000 0.0000 0.0076 0.0000 0.0000 0.0000 288 292 290 2.4624 0 0 0.0000 1.0000 0.0074 0.0000-1.0000 0.0000 293 297 295 2.4698 0 0 0.0000 1.0000 0.0073 0.0000-1.0000 0.0000 298 302 300 2.4771 1 1 1.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Log (m) = [2.4771+(0.0104/2)]-(0.0104*5.2543) = 2.4278 antilog = 10^2.4278 = 267.79 mm total 5.2543 29.7457 0.3632 2.3455 217.0000 0.2477 rata-rata 0.1501 0.8499 0.0104 0.0670 6.2000 0.0071

42 Lampiran 8 Sebaran frekuensi panjang ikan kurisi SK BK Xi Fi Jantan betina 128-132 127.5-132.5 130 1 0 133-137 132.5-137.5 135 0 2 138-142 137.5-142.5 140 1 1 143-147 142.5-147.5 145 8 1 148-152 147.5-152.5 150 0 0 153-157 152.5-157.5 155 6 3 158-162 157.5-162.5 160 4 3 163-167 162.5-167.5 165 9 3 168-172 167.5-172.5 170 3 7 173-177 172.5-177.5 175 11 8 178-182 177.5-182.5 180 10 7 183-187 182.5-187.5 185 13 18 188-192 187.5-192.5 190 8 10 193-197 192.5-197.5 195 16 7 198-202 197.5-202.5 200 18 11 203-207 202.5-207.5 205 14 18 208-212 207.5-212.5 210 16 7 213-217 212.5-217.5 215 25 14 218-222 217.5-222.5 220 11 7 223-227 222.5-227.5 225 6 11 228-232 227.5-232.5 230 7 6 233-237 232.5-237.5 235 13 6 238-242 237.5-242.5 240 12 9 243-247 242.5-247.5 245 9 6 248-252 247.5-252.5 250 5 2 253-257 252.5-257.5 255 10 2 258-262 257.5-262.5 260 6 3 263-267 262.5-267.5 265 1 0 268-272 267.5-272.5 270 2 0 273-277 272.5-277.5 275 2 0 278-282 277.5-282.5 280 3 0 283-287 282.5-287.5 285 1 0 288-292 287.5-292.5 290 0 0 293-297 292.5-297.5 295 0 0 298-302 297.5-302.5 300 1 0 jumlah 252 172

43 Lampiran 9 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan kurisi Ikan kurisi betina SB SA Xi C(L1,L2) t(l1) t t(l1/l2)/2 n 1, 2 t (x) (y) 133 137 135 2 1.8623 0.0935 1.9087 3.0629 138 142 140 1 1.9796 0.0970 2.0278 2.3328 143 147 145 1 2.1014 0.1008 2.1514 2.2945 148 152 150 0 2.2279 0.1049 2.2799 0.0000 153 157 155 3 2.3596 0.1094 2.4138 3.3117 158 162 160 3 2.4969 0.1142 2.5535 3.2684 163 167 165 3 2.6403 0.1195 2.6995 3.2232 168 172 170 7 2.7903 0.1253 2.8524 4.0230 173 177 175 8 2.9477 0.1317 3.0129 4.1068 178 182 180 7 3.1132 0.1388 3.1818 3.9209 183 187 185 18 3.2876 0.1467 3.3601 4.8101 188 192 190 10 3.4720 0.1555 3.5488 4.1638 193 197 195 7 3.6675 0.1655 3.7492 3.7449 198 202 200 11 3.8757 0.1768 3.9629 4.1306 203 207 205 18 4.0983 0.1898 4.1918 4.5521 208 212 210 7 4.3373 0.2049 4.4382 3.5312 213 217 215 14 4.5955 0.2226 4.7049 4.1416 218 222 220 7 4.8762 0.2436 4.9957 3.3582 223 227 225 11 5.1837 0.2690 5.3154 3.7110 228 232 230 5 5.5235 0.3003 5.6702 2.8124 233 237 235 6 5.9035 0.3399 6.0690 2.8709 238 242 240 9 6.3342 0.3915 6.5240 3.1350 243 247 245 6 6.8315 0.4616 7.0541 2.5648 248 252 250 2 7.4196 0.5624 7.6886 1.2686 253 257 255 2 8.1395 0.7198 8.4793 1.0219 258 262 260 3 9.0675 1.0005 9.5291 1.0981 a 13.7853 b -1.6170 M 0.3695 F 1.2474 E 0.7715 Z 1.6170

44 Lampiran 9 (lanjutan) Ikan kurisi jantan SB SA Xi C(L1,L2) t(l1) t t(l1/l2)/2 n 1, 2 t (x) (y) 128 132 130 1 3.3194 0.1663 3.4022 1.7938 133 137 135 0 3.5279 0.1709 3.6129 0.0000 138 142 140 1 3.7422 0.1758 3.8296 1.7382 143 147 145 8 3.9626 0.1810 4.0526 3.7887 148 152 150 0 4.1896 0.1865 4.2822 0.0000 153 157 155 6 4.4234 0.1923 4.5189 3.4404 158 162 160 4 4.6645 0.1985 4.7632 3.0031 163 167 165 10 4.9135 0.2051 5.0154 3.8866 168 172 170 2 5.1708 0.2122 5.2762 2.2433 173 177 175 12 5.4370 0.2198 5.5461 4.0000 178 182 180 9 5.7127 0.2279 5.8259 3.6759 183 187 185 14 5.9987 0.2367 6.1162 4.0800 188 192 190 10 6.2958 0.2462 6.4179 3.7043 193 197 195 18 6.6047 0.2564 6.7319 4.2513 198 202 200 19 6.9266 0.2676 7.0593 4.2628 203 207 205 14 7.2626 0.2798 7.4012 3.9129 208 212 210 16 7.6139 0.2931 7.7590 3.9999 213 217 215 21 7.9820 0.3077 8.1344 4.2230 218 222 220 13 8.3687 0.3239 8.5289 3.6922 223 227 225 6 8.7758 0.3419 8.9448 2.8649 228 232 230 4 9.2056 0.3621 9.3845 2.4022 233 237 235 16 9.6609 0.3847 9.8508 3.7279 238 242 240 8 10.1449 0.4104 10.3473 2.9702 243 247 245 11 10.6613 0.4397 10.8780 3.2196 248 252 250 4 11.2150 0.4735 11.4481 2.1339 253 257 255 10 11.8116 0.5130 12.0638 2.9700 258 262 260 5 12.4583 0.5597 12.7331 2.1898 263 267 265 2 13.1646 0.6157 13.4663 1.1781 268 272 270 1 13.9422 0.6842 14.2767 0.3795 273 277 275 2 14.8074 0.7699 15.1827 0.9547 278 282 280 3 15.7824 0.8801 16.2099 1.2264 283 287 285 1 16.8992 1.0272 17.3957-0.0268 288 292 290 0 18.2061 1.2334 18.7982 0.0000 293 297 295 0 19.7815 1.5436 20.5146 0.0000 298 302 300 1 21.7648 2.0636 22.7276-0.7244 a 16.4858 b -1.5078 M 0.2010 F 1.3068 E 0.8667 Z 1.5078

45 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 3 Oktober 1992 yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Heru Bagyo Widodo dan Ibu Dwi Fitriyanti. Pendidikan yang ditempuh meliputi TK Pertiwi Jekulo tahun 1996-1998, SD Negeri 1 Bulungcangkring tahun 1998-2004, SMP Negeri 2 Kudus tahun 2004-2007, dan SMA Negeri 1 Kudus tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, dengan bidang keahlian Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) melalui jalur USMI. Selama kuliah penulis pernah menjadi pengurus di organisasi Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode 2012/2013 pada divisi kewirausahaan. Selain itu penulis juga aktif pada berbagai acara kepanitiaan di lingkup Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah menjadi asisten di beberapa mata kuliah seperti Asisten MK.Ekologi Perairan tahun 2012/2013, Asisten MK.Fisiologi Hewan Air tahun 2012/2013, Asisten MK.Metode Statistika tahun 2013/2014, Asisten MK.Dasar-dasar Biologi Populasi Ikan tahun 2013/2014, Asisten MK.Dasar-dasar Pengkajian Stok Ikan 2013/2014, dan Wakil Kepala Asisten Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan Departemen MSP 2013/2014. Penulis merupakan penerima beasiswa Bank Indonesia dan Bank Central Asia (BCA). Selain itu penulis juga pernah menerima dana iba dari DI TI melalui P ta un 2 13 dengan judul Upaya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat di Sekitar Kawasan TWA Air Hitam terhadap Konservasi Penyu Laut Melalui Gerakan (MCP) Masyarakat Cinta Penyu.