BAB I PENDAHULUAN. bencana gerakan massa, yang terjadi hampir pada tiap-tiap tahun, yaitu pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Sub DAS Kayangan. Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Kayangan

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB I PENDAHULUAN. lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Daerah

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan material. DAS kodil bagian tengah terdiri dari Kecamatan Bener,

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

I. PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Menurut Baldiviezo et al. (2003 dalam Purnomo, 2012) kelerengan dan penutup lahan memiliki peran dalam tanah longsor,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan mereka, termasuk pengetahuan bencana longsor lahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB III LANDASAN TEORI

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. morfologi ini banyak dipengaruhi oleh faktor geologi. Peristiwa tanah

BAB I PENDAHULUAN. Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Lombok

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB I PENDAHULUAN. digaris khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB IV METODE PENELITIAN

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. I Putu Krishna Wijaya 11/324702/PTK/07739 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada 6`LU- 11` LS dan antara 95` BT - 141` BT1. Sementara secara geografis

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

Metode Analisis Kestabilan Lereng Cara Yang Dipakai Untuk Menambah Kestabilan Lereng Lingkup Daerah Penelitian...

Gambar 4.15 Kenampakan Satuan Dataran Aluvial. Foto menghadap selatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS PEMETAAN ZONA KERENTANAN GERAKAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. sedang diproduksi di Indonesia merupakan lapangan panas bumi bersuhu

Kuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang sangat sering terjadi bencana gerakan massa, yang terjadi hampir pada tiap-tiap tahun, yaitu pada musim hujan tiba (Mulyaningsih, 2010). Hal itu berkaitan dengan posisinya yang terletak pada sekitar garis khatulistiwa sehingga beriklim tropis dengan curah hujan dan tingkat pelapukan yang tinggi dan pada jalur tektonik aktif, sehingga lerengnya tidak stabil. Tektonik aktif menjadikan wilayah ini strukturnya kompleks sehingga reliefnya kasar. Keduanya memicu terjadinya gerakan massa, seperti longsor, jatuhan batuan, guguran lereng/avalans dan kejadian gerakan massa yang lain. Sejalan dengan proses pembangunan berkelanjutan perlu diupayakan pengaturan dan pengarahan terhadap kegiatan kegiatan yang dilakukan dengan prioritas utama pada penciptaan keseimbangan lingkungan. Salah satu upaya yang diambil adalah melalui pelaksanaan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana alam agar dapat ditingkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan masyarakat terutama di kawasan rawan bencana longsor. Longsor terjadi karena proses alami dalam perubahan struktur muka bumi, yakni adanya gangguan kestabilan pada tanah dan batuan penyusun lereng. Penyebaran indeks ancaman bencana gerakan tanah di Indonesia disajikan pada gambar 1.1 1

Legenda : Rendah Sedang Tinggi Gambar 1.1 Peta indeks ancaman gerakan tanah di Indonesia Gangguan kestabilan lereng ini dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi terutama faktor kemiringan lereng, kondisi batuan ataupun tanah penyusun lereng, dan kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. Meskipun longsor merupakan gejala fisik alami, namun beberapa hasil aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam juga dapat menjadi faktor penyebab ketidakstabilan lereng yang dapat mengakibatkan terjadinya longsor, yaitu ketika aktivitas manusia ini beresonansi dengan kerentanan dari kondisi alam yang telah 2

disebutkan di atas. Faktor-faktor aktivitas manusia ini antara lain pola tanam, pemotongan lereng, pencetakan kolam, drainase, konstruksi bangunan, kepadatan penduduk dan usaha mitigasi. Dengan demikian dalam upaya pembangunan berkelanjutan melalui penciptaan keseimbangan lingkungan diperlukan pedoman penataan ruang kawasan rawan bencana longsor. Gerakan massa (mass movement) tanah dan batuan longsor (landslide) merupakan salah satu penyebab bencana alam yang sering melanda daerah pegunungan dan perbukitan di daerah tropis basah. Kerusakan yang ditimbulkan oleh gerakan massa tersebut tidak hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, lahan pertanian, ataupun adanya korban manusia, akan tetapi juga kerusakan secara tidak langsung yang melumpuhkan kegiatan pembangunan dan aktivitas ekonomi di daerah bencana dan sekitarnya. Bencana alam gerakan massa tersebut cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas manusia (Hardiyatmo, 2006). Letak geografis Wilayah Negara Republik Indonesia berada di antara 6 LU 11 LS dan 95 o BT 141 o BT merupakan daerah tropis dengan dua musim yakni musim kemarau dan penghujan yang selalu bergantian. Musim Hujan pada umumnya terjadi pada bulan Oktober-April sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan April-Oktober. Namun kenyataannya perubahan iklim yang semakin berdampak pada penentuan masa periode musim hujan dan musim kemarau sangat sulit untuk dilakukan. Musim hujan dan musim kemarau tidak lagi berada pada bulan yang telah disebutkan. Kondisi tersebut banyak mengakibatkan permasalahan yang melanda sepanjang wilayah Indonesia mulai 3

dari Sumatra sampai pada wilayah Papua. Perubahan tersebut diduga salah satu penyebab terjadinya degradasi lahan salah satunya adalah longsor yang mengakibatkan bencana bagi daerah yang mengalaminya. Selain faktor alami yang menyebabkan kejadian bencana longsor, faktor buatan manusia juga sangat berperan seperti pemotongan kaki lereng untuk kawasan permukiman maupun infrastruktur seperti jalan raya, ladang, penimbunan pada material lereng atas yang menambah beban lereng, maupun pembukaan hutan untuk lahan permukiman dan perkebunan baru. Pemicu utamanya bisa disebabkan oleh hujan yang mengakibatkan kondisi permukaan tanah jenuh air maupun gerakan yang terjadi akibat gempa bumi. Tingginya frekuensi terjadinya longsor di Indonesia disebabkan struktur topografi yang berbentuk pegunungan dan perbukitan yang sangat dominan. Selain itu, longsor juga disebabkan perbuatan manusia yang merusak sumber daya alam, seperti penebangan liar dan kegiatan-kegiatan merusak lainnya yang tidak memperdulikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan (Somantri 2007, dalam Utomo, 2013). Pemanfaatan lahan yang berlebihan seperti pembukaan lahan baru dan pemotongan lereng untuk pembuatan jalan dan permukiman serta pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi telah menyebabkan beban pada lereng semakin berat. Perubahan pengelolaan penggunaan lahan tersebut akan memicu terjadinya bencana akibat degradasi lingkungan, salah satunya bencana longsor (Eka et al., 2013). Wilayah Sulawesi Barat merupakan salah satu daerah yang paling sering mengalami bencana longsor, meskipun tak seintensif di Pulau Jawa tetapi wilayah 4

Sulawesi juga mengalami permasalahan yang sangat serius tentang longsor, hanya saja sangat jarang pemberitaan yang muncul dimedia nasional. Wilayah Sulawesi barat merupakan daerah yang memiliki topografi sangat bervariasi mulai dari yang dataran hingga pegunungan yang didalamnya terdapat Pegunungan Quarles. Kondisi lereng wilayahnya juga sangat bervariasi yaitu dari lereng datar hingga curam/terjal. Salah satu kabupaten yang sering mengalami longsor yaitu Kabupaten Polewali Mandar (Polman). Longsor sering terjadi di sepanjang jalan di Kecamatan yang memiliki wilayah dengan topografi pegunungan dan lereng yang curam yaitu Kecamatan Anreapi, Matangnga, Bulo, Tubbi dan Tapango. Salah satu kecamatan tersebut adalah Kecamatan Anreapi yang terletak di bagian barat Kabupaten Polman dengan luas wilayah adalah 124, 62 Km 2 dan elevasi 100-1500 mdpl. Pada tanggal 7 Desember 2010 ratusan kendaraan angkutan umum antardaerah dan pribadi tertahan di DesaDuampanua, Kecamatan Anreapi, PolewaliMandar, Sulawesi Barat, sejak minggu dini hari.ini disebabkan luapan lumpur bercampur batu menimbun permukaan jalan sepanjang 100 meter lebih.akibatnya, jalur Polewali-Mamasa kembali terputus untuk kali ketiga dalam sebulan terakhir (http://news.liputan6.com/read/196219/longsor-putuskanmamasa-polewali). Pada tanggal 16 Maret 2013 sebuah tebing setinggi lima puluh meter longsor dan menimbun badan jalan. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, namun jalur transportasi yang menghubungkan Kabupaten Mamasa dan Polewali 5

rumah Mandar lumpuh total. (http://daerah.sindonews.com/read/727881/25/longsortimbun-badan-jalan-antar-kabupaten). Pada Kejadian terakhir longsor terjadi di Desa Kelapa Dua yang mengakibatkan dua rumah warga yang juga difungsikan sebagai warung itu tertimbun longsor pada Kamis 28 November 2013 pagi. Saat itu wilayah tersebut tengah diguyur hujan, tiba-tiba dari arah perbukitan di belakang rumah warga terdengar gemuruh. Sesaat kemudian material longsor jatuh menimpa kedua (http://mamasa-online.blogspot.com/2013/11/longsor-timbun-dua-rumahdi-polewali.html). Ketiga pemberitaan di media massa tersebut merupakan informasi awal bagi peneliti dalam mengambil tema penelitian, mengingat daerah ini memiliki topografi yang beragam. Kejadian bencana longsor seperti dicontohkan di atas menimbulkan kerugian serta kerusakan harta benda seperti kerusakan rumah, jalan, kendaraan, perkebunan, tanah dan tanaman pertanian. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukannya penelitian tentang Kerawanan longsor dengan menggunakan metode AHP sehingga menghasilkan peta kerawanan dengan proses yang sistimatis dan hasil yang lebih valid yang kemudian dapat menentukan wilayah yang mempunyai kondisi mampu dan sesuai yang dikategorikan dalam wilayah aman dengan wilayah yang berkondisi tidak aman di Kecamatan Anreapi. 6

1.2 Permasalahan penelitian Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut diatas, permasalahan penelitian dirumuskan dengan membuat 3 (tiga) pertanyaan penelitian berikut : 1. Bagaimana sebaran tingkat kerawanan longsor di daerah penelitian? 2. Bagaimana tingkat kerawanan longsor di daerah penelitian? 3. Bagaimana upaya mitigasi bencana longsor di daerah penelitian? 1.3 Tujuan Penelitian Merujuk pada rumusan masalah di atas maka adapun tujuan dari penelitian mencakup: 1. Mempelajari sebaran longsor di daerah penelitian. 2. Menganalisis tingkat kerawanan longsor di daerah penelitian. 3. Mengevaluasi dan menyusun upaya mitigasi dalam megurangi bencana longsor. 1.4 Manfaat Penelitian Sehubungan dengan tujuan penelitian ini, maka manfaat dan hasil yang diharapkan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. bagi pengembangan ilmu pengetahuan dapat digunakan sebagai bahan acuan, wawasan dan pembanding bagi penelitian atau studi yang sama pada lokasi dan waktu yang lain sehingga dapat menciptakan sebuah penelitian yang baru. 7

2. memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemahaman teori, konsep maupun praktek yang lebih baik sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan bidang bencana longsor. 3. memberikan masukan dan gambaran serta rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mandar dan Mamasa Propinsi Sulawesi Barat dalam merumuskan kebijakan pembangunan. 4. bagi masyarakat, membantu dalam menemukan dan merumuskan cara adaptasi yang tepat bagi setiap karakter individu yang sifatnya sektoral serta memberikan persiapan dalam menghadapi bencana longsor. 1.5 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini menunjukkan beberapa penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai pembanding secara substansi, metode, kedalaman analisis, tinjauan, dan lokasi penelitian. Dalam merumuskan keaslian penelitian perlu diungkapkan butir-butir apa saja yang akan menjadi pembeda penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Adapun butir-butir tersebut adalah (1) nama peneliti, tahun penelitian dan judul penelitian, (2) tujuan penelitian, (3) metode penelitian, (4) teknik analisis dan bahan penelitian, (5) hasil penelitian. Selain butir-butir tersebut, juga diungkapkan keunggulan pada setiap penelitian. Penelitian dengan obyek longsor di daerah Anreapi baru pertama kali dilakukan. Namun, penelitian tentang longsor telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya dilokasi yang berbeda. Meski obyek penelitiannya sama, namun 8

morfologi dan karakteristik lokasi yang menyebabkan adanya perbedaan pada tujuan, metode dan hasil disetiap penelitian. Chen dkk, (2008) melakukan penelitian tentang Assessment of disaster resilience capacity of hillslope communities with high risk for geological hazards. Latar Belakang dari penelitian ini adalah Daerah pegunungan di Taiwan yang memiliki lereng yang curam dan rentan terhadap longsor. Warga di lereng bukit daerah mulai memperhatikan bencana alam serta dalam menanggapi kekhawatiran masyarakat terhadap longsor. Pemerintah di tingkat nasional dan daerah meluncurkan program yang ditujukan untuk mitigasi bencana. Persepsi risiko merupakan suatu keharusan bagi mitigasi bencana. Tujuan dari penelitian ini menetapkan seperangkat metode untuk menilai kinerjama masyarakat dalam mitigasi bahaya, mengidentifikasi organisasi dan struktur lingkungan dimasyarakat dan menilai kemampuan mereka untuk mitigasi bencana dan ketahanan terhadap bencana. Metode AHP dipakai untuk menilai kesiapan mitigasi bencana dan perencanaan lingkungan masyarakat lereng bukit. Kuesioner dimanfaatkan untuk bobot masing-masing indikator. Masyarakat di Hsinchu, Taichung dan Nantou kabupaten dengan bahaya rendah diambil sebagai sampel penelitian. Risiko aliran debris dan longsor kerentanan untuk setiap masyarakat yang ditentukan dengan menggunakan Geographic Information System (GIS) teknologi dan analisis regresi logistik. Hasil dari penelitian ini yaitu; Peta Disaster Resilienci Capacity (DRC)/Kapasitas Ketahanan terhadap Bencana yang menyajikan sebaran Kesiapsiagaan Masyarakat(CPD) dan 9

Kondisi Lingkungan masyarakat(cec) dan distribusi dari perkumpulan masyarakat DRC dalam bentuk kuadran I-IV. Wacano (2010) melakukan penelitian mengenai kerawanan longsor dengan metode Analytical Hierarchy Process di DAS Tinalah Kulonprogo. Latar belakang dari penelitian tersebut adalah banyaknya kejadian longsor diwilayah ini yang menyebabkan kerugian serta korban jiwa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh faktor fisik alami dan manusia terhadap kerawanan longsor. Metode yang digunakan adalah metode pembobotan dengan pendekatan keruangan yang dianggap valid dalam menentukan tingkat kerawanan longsor. Hasil penelitian menunjukan bahwa penilaian kerawanan secara hirarki menempatkan faktor bentuklahan pada level tertinggi (paling berpengaruh) diikuti dengan faktor lainnya. Agung Permana (2014) melakukan penelitian mengenai Mitigasi Bencana dengan pemetaan risiko longsor di Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Latar belakang dari penelitian tersebut adalah kecamatan tersebut memiliki risiko bencana longsor, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persebaran lokasi yang memiliki tingkat resiko tinggi, sedang maupun rendah agar dapat diketahui metode mitigasi yang efisien dan efektif untuk mengurangi tingkat risiko bencana longsor tersebut. Metode yang digunakan adalah metode Analytical Hierarchy Process, skoring dan pembobotan digunakan untuk menentukan peta ancaman longsor, peta kerentanan longsor dan peta kapasitas longsor yang pada akhirnya akan menghasilkan peta risiko bencana longsor. Hasil dari penelitian ini adalah risiko longsor diwilayah ini berada pada risiko tinggi, sedang dan rendah 10

dan mitigasi yang paling disarankan adalah pembuatan countermeasure yang dipadukan dengan penanaman tanaman penahan longsor. Southammavong (2011) melakukan penelitian mengenai kerentanan longsor di daerah sengir Prambanan. Latar belakang dari penelitian ini adalah daerah Sengir dianggap sebagai daerah yang rentan terhadap longsor karna kondisi morfologi yang curam dan perubahan penggunaan lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat peta kerentanan longsor, faktor pengendali serta mekanisme longsor. Metode yang digunakan adalah metode Analytical Hierarchy Process. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa zona kerentanan tinggi terletak dilereng yang curam yang merupkan parameter pertama pemicu longsor, sedangkan faktor kedua adalah jarak sesar dan penggunaan lahan. Komac (2005) melakukan penelitian mengenai Model Kerentanan longsor dengan metode AHP di Perialpine Slovenia. Latar belakang dari penelitian ini adalah untuk mengurangi atau menghindari dampak dari gerak massa tanah pada lereng di Perialpine Slovenia. Metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process dan statistik multivariat yang menggabungkan keduanya dengan memodelkan distribusi longsor dengan membagi hasil dari peneletian ini menunjukkan bahwa kemiringan, litologi, kekasaran medan dan penutup lahan memainkan peranan penting dalam kerentanan longsor Rencana penelitian yang akan dilakukan mengangkat judul Analisis Sebaran Kerawanan Longsor dan Arahan Mitigasi dengan metode Analisis Hirarki Proses di Kecamatan Anreapi Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi 11

Barat. Unit analisis dari penelitian ini adalah pendekatan satuan lahan. Metode yang digunakan nantinya yaitu dengan pembobotan yang dikenal dengan metode AHP ( Analytical Hierarchy Process), peta kerawanan longsor dibuat berdasarkan empat parameter seperti keminingan lereng, topografi, penggunaan lahan, dan Geologi. Didukung oleh perangkat lunak GIS, skor dan pembobotan yang diberikan untuk setiap parameter dilakukan berdasarkan penilaian bobot masingmasing parameter menunjukan besar pengaruh parameter dalam faktor pengontrol terjadinya longsor. 12

Agar lebih jelas mengenai perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dapat dilihat secara singkat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Perbedaan penelitian terdahulu dengan yang dilakukan peneliti No 1. Nama Peneliti dan Tahun Agung Permana (2014) 2. Dhandhun Wacano (2010) 3 Thonglor Southammavong (2011) Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil Mitigasi bencana dengan pemetaan risiko longsor di kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul Kajian kerawanan longsor menggunakan metode Analytical Hierarchy Procces Di DAS Tinalah Kulon Progo Landslide Susceptibility Mapping at Sengir area, Prambanan District, Yogyakarta special province, Indonesia. a. Membuat Peta resiko bencana longsor dan saran mitigasi a. Mempelajari pengaruh aspek fisik alami dan manusia terhadap kerawanan longsor dan b. Mengetahui tingkat kerawanan longsor di DAS Tinalah Kulon Progo a. Membuat peta kerentanan longsor b. Memahami Faktorfaktor pengendalian dan mekanisme longsor a. Sistem Informasi Geografis ArcGIS 9.3. b. Menggunakan metode Analytical Hierarchy Process dengan bantuan perangkat lunak Expert Choice 11. a. Metode Pembobotan faktor Longsor menggunakan analytical hierarchy process/perbandingan matriks berpasangan dengan pendekatan keruangan a. Metode Analytical Hierarchy Process 1. Peta ancamanlongsor 2. Peta kerentanan longsor 3. Peta kapasitas longsor 4. Peta risiko dan mitigasi longsor Peta Tingkat kerawanan longsor DAS Tinalah Kulon Progo Skala 1:25.000 Peta zonasi kerentanan longsor menunjukkan bahwa daerah dikelompokan berdasar kerentanan longsor yang sangat rendah, rendah, sedang, 13

4. Marko Komac (2005) 5. Su- Chin Chen dkk (2008) A Landslide susceptibility model using the Analytical Hierarchy Process method and multivariate statistic in perialpine Slovenia Assessment of disaster resilience capacity of hillslope communitieswith high risk for geological hazards a. Memodelkan dan Menilai kerentanan longsor wilayah studi di Slovenia tengah. a. Menilai kinerja masyarakat dalam mitigasi bahaya b. Mengidentifikasi organisasi dan struktur lingkungan di masyarakat c. Menilaikemampuanuntukmi tigasi bencanadanketahanan terhadap bencana. Metode Analytical Hierarchy Process and multivariate statistic dengan pendekatan geomorfologi Metode AHP untuk penilaian kesiapan baru untuk menilai mitigasi bencana dan perencanaan lingkungan masyarakat lereng bukit dantinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lereng, litologi tersebut,kekasaran medan, dan jenis penutup memainkan peran penting dalam kerentanan longsor Peta Disaster Resilienci Capacity (DRC). Distribusi dari perkumpulan masyarakat DRC dalam bentuk kuadran I-IV 6. Citra Dewi (2016) Analisis sebaran kerawanan longsor dan arahan mitigasi dengan metode Analysis hierarchy process di Desa Kelapa dua dan di Desa Kunyi Kecamatan Anreapi Kab.Polman Propinsi Sulawesi barat a. mempelajari sebaran longsor di daerah penelitian. b. menganalisis tingkat kerawanan longsor di daerah penelitian. c. mengevaluasidan menyusun bagaimana upaya mitigasi dalam megurangi bencana longsor. Metode pembobotan Analytical hierarchy processdengan pendekatan satuan lahan. Perhitungan AHP secara Manual dan digital a. Peta tingkat kerawanan longsor b. Arahan mitigasi yang sesuai di daerah peneltian c. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor pengunaan lahan dan lereng merupakan hal utama dalam kerawanan Sumber : Telaah pustaka, 2015. 14

15