BAB I PENDAHULUAN. Menjadi pilot merupakan profesi impian yang sangat menjanjikan. Prospek kerja yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Paket 10 PSYCHOLOGICAL WELL BEING

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang ini untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit contohnya

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa merupakan pelajar yang paling tinggi levelnya. Mahasiswa di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Data Yayasan Lupus Indonesi (YLI) menunjukkan bahwa jumlah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam pembentukan karakter bangsa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. 40 tahun dimana terjadi perubahan fisik dan psikologis pada diri individu, selain itu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

PEMETAAN KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS GURU PG PAUD SE KOTA PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan lebih mendalam mengenai teori-teori yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2014), terlebih bagi individu yang sudah bekerja dan hanya memiliki latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidik yang kemudian terjadi interaksi di antara keduanya. Interaksi tersebut. didik atau siswa, dalam suatu konteks tertentu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

Studi Deskriptif Psychological Well Being pada Ibu yang Memiliki Anak Penderita Autism yang Bersekolah Di SLB-C YPLB Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi serta restrukturisasi organisasi, begitu pula di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di antara makhluk lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Unsur jasmani manusia terdiri dari badan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles yang selanjutnya dalam ilmu psikologi menjadi istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB 1. Pendahuluan. Manusia bukan makhluk yang sempurna, karena memiliki kelebihan dan

LAMPIRAN A. Alat Ukur

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. individu-individu yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, didapatkan data jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 87% memeluk agama

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. membagi lansia ke dalam 3 tahapan yaitu young old, old-old, dan oldest old.

BAB I PENDAHULUAN. dasar kepribadiannya. Seberapa besar ia menghayati agama yang dianutnya,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, manusia mengalami perkembangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Memiliki anak yang terlahir sempurna merupakan dambaan setiap orangtua yang

BAB I PENDAHULUAN. Semua manusia pasti berharap dapat terlahir dengan selamat dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara fisik. Sebagian orang harus menderita penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia ini menganggap jaringan dalam tubuh sebagai benda

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menjadi pilot merupakan profesi impian yang sangat menjanjikan. Prospek kerja yang luas dan gaji yang menggiurkan menjadi daya tarik utama dan kini menjadi pilot tak lagi sulit, melihat begitu besar peluang dibutuhkannya pilot di Indonesia. Per tahunnya Indonesia membutuhkan 800 pilot, dan seluruh sekolah penerbangan di Indonesia hanya mampu memenuhi kebutuhan pilot baru pertahunnya sebanyak 200 sampai 300 pilot (Bandarasoekarnohatta.com, 2016). Sekarang, Pilot merupakan salah satu profesi yang paling diminati di Indonesia. Profesi ini kini semakin banyak diincar oleh generasi muda di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari banyaknya individu yang mendaftar ke sekolah pelatihan khusus pilot (m.jpnn.com, 2016). Profesi sebagai pilot biasanya tidak mengenal hari, lantaran harus tetap bekerja di hari libur seperti hari minggu atau hari besar tak terkecuali hari raya seperti lebaran atau natal, apabila mendapat jadwal di hari itu maka pilot tersebut harus menjalankannya. Maskapai X merupakan salah satu maskapai favorite di Indonesia, menjadi pilot di maskapai X ternyata menjadi kebanggaan tersendiri menurut sebagian orang dan tentunya dibutuhkan kompetensi yang memadai untuk dapat memenuhi standart menjadi pilot di maskapai X (finance.detik.com, 2014). Berdasarkan wawancara peneliti terhadap lima pilot maskapai X tersebut, dibutuhkan beberapa hal penting untuk menjadi pilot di maskapai X antara lain adalah safety, sesuai regulasi penerbangan, tepat waktu, dan efisiensi. Selain itu mereka menuturkan bahwa, dalam sebulan rata-rata mereka hanya memiliki delapan hari untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, dan mereka juga kerap kali mendapatkan jadwal terbang mendadak yang mengharuskan mereka standby di Jakarta, dan jika 1

2 dikalkulasikan per bulan jadwal jam terbang wajib yang harus mereka jalani berkisar antara 60-90 jam. Salah satu keunikan dari maskapai X ini adalah pilot dituntut untuk meminimalisir setiap hal yang dapat membuat keterlambatan dalam penerbangan, sehingga pada maskapai X jarang ditemui complain perihal delay. Selain itu, pilot juga harus mempunyai rest hour delapan atau sembilan jam dalam sehari dan baru diperbolehkan untuk terbang kembali setelah mendapatkan istirahat 15 jam. Dari hasil wawancara peneliti terhadap pilot maskapai X di Jakarta didapatkan bahwa semua pilot yang bekerja di maskapai X memiliki jadwal terbang yang dapat berubah sewaktu-waktu, selain itu karena fasilitas dari maskapai sendiri yang tidak menyediakan layanan antar jemput membuat para pilot memilih untuk memiliki tempat tinggal di area Jabodetabek agar meminimalisir kemungkinan terjadinya keterlambatan. Oleh karena itu, meskipun dari pihak maskapai sendiri tidak mewajibkan para pilotnya untuk memiliki tempat tinggal di Jabodetabek, rata-rata para pilot tersebut berinisiatif untuk memiliki tempat tinggal di area Jabodetabek. Walaupun memiliki jam kerja yang padat, tidak membuat para pilot mengurungkan niatnya untuk membina hubungan rumah tangga. Tiap-tiap individu pasti memiliki alasan tersendiri mengapa mereka menikah, alasan paling umum dan mendasari pernikahan adalah memperoleh teman hidup yang dapat berbagi kehidupan bersama, dan memiliki pendamping yang dapat saling mendukung(indah Damayanti, 2013). Menjadi seorang istri, khususnya seorang istri yang memiliki suami dengan profesi pilot tentu memiliki suka duka bagi sebagian orang. Sebagian orang menganggap, menjadi istri pilot merupakan suatu kebanggaan tersendiri, dan tentunya mendapat keuntungan tersendiri dari pihak maskapai apabila berpergian menggunakan maskapai tempat suami berkerja, selain itu dari segi finansial sudah tidak diragukan lagi dalam hal mencapai pemenuhan kebutuhan hidup.

3 Pada sisi lain, menjadi istri pilot juga menyimpan banyak kecemasan serta ketakutan. Tak jarang istri pilot harus merasakan kesepian bila ditinggal suami untuk terbang rute internasional yang berarti memakan waktu berhari-hari tidak pulang ke rumah, istri pilot juga harus dihadapkan pada ketakutan yang mana profesi sang suami bisa membahayakan nyawanya. Dalam pernikahan, umumnya pasangan mencari kebahagiaan untuk membina hubungan rumah tangganya kelak. Aristoteles (dalam Ryff,1989) berpendapat bahwa pengertian bahagia bukanlah diperoleh dengan jalan mengejar kenikmatan dan menghindari rasa sakit, atau terpenuhinya segala kebutuhan individu, melainkan melalui tindakan nyata yang mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki individu. Hal inilah yang merupakan tugas dan tanggungjawab manusia sehingga merekalah yang menentukan apakah menjadi individu yang merasa bahagia, merasakan apakah hidupnya bermutu, berhasil atau gagal. Keluarga yang harmonis adalah tujuan dan keinginan setiap keluarga. Keluarga merupakan satu organisasi sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan lembaga di dalam masyarakat yang paling utama bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan social (Jamiah, 2010). Chales (dalam Budiono, 2008) menyatakan bahwa keluarga akan harmonis bila para anggota keluarga di dalamnya bisa berhubungan secara serasi dan seimbang. Saling memuaskan kebutuhan satu sama lainnya serta memperoleh pemuasan atas kebutuhannya. Keluarga harmonis ditandai dengan adanya relasi yang sehat antar setiap anggota keluarga sehingga dapat menjadi sumber hiburan, inspirasi, dorongan yang menguatkan dan perlindungan bagi setiap anggotanya. Setiap keluarga memiliki tantangan tersendiri dalam menciptakan keluarga yang harmonis. Pada keluarga pilot, istri diharapkan untuk dapat dengan bijak menanggapi kabar miring yang bermunculan demi menjaga keharmonisan keluarga, seperti maraknya di social

4 media yaitu menjalin hubungan gelap dengan pramugari tak terkecuali pada pilot yang sudah menikah. Hubungan kerja antara pilot dan pramugari memang sedemikian intens. Selain selalu berada dalam pesawat yang sama, saat terbang maupun saat singgah. RON (remain over night) atau singgah semalam memang cukup jamak dijalani oleh kehidupan para penerbang, tak terkecuali pramugari dan pilot. Mereka pun mendapatkan fasilitas penginapan berupa hotel mewah, terkadang disanalah sering terjadi hubungan terlarang antara pilot dan pramugari. Belum lagi ketika mereka melepas penat dengan mendatangi tempat hiburan malam di kota lain saat RON. Dengan seringnya pilot memilih pramugari incarannya, otomatis akan menambah bonus sang pramugari. Artinya, pramugari yang sering diajak terbang pilot akan lebih banyak mendapat bonus (dewatanews, 2015). Kebiasaan itu disebabkan kedekatan dengan pilot serta unsur materi yang ingin dimiliki pramugari ketika menekuni profesinya. Menurut pengakuan dari salah satu pramugari, bahwa beberapa pilot diantaranya telah berkeluarga, namun karena lingkungan kerja yang mendukung menyebabkan skandal pilot dan pramugari tidak terelakkan (detiknews, 2007), ataupun terlibat memakai obat-obatan terlarang dengan dalih menjaga stamina selama mengudara (Cornila Desyana, 2012). Suka duka yang terjadi dalam keluarga pilot, dapat memengaruhi psychological well being yang dimiliki oleh istri pilot. Menjadi bagian dari sebuah keluarga dengan status yang sama dalam pengambilan keputusan dan hubungan antar suami istri yang baik dapat berpengaruh pada peningkatan kesehatan dan psychological well being. Psychological well being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat mengusai lingkungannya dalam arti dapat memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus

5 mengembangkan pribadinya (Ryff, 1995). Hubungan yang terjalin dengan baik oleh suami istri akan meningkatkan psychological well being serta cenderung kurang berpotensi memiliki kesehatan mental yang buruk (Escriba-Aguir and Tenias-Burillo, 2004). Psychological well-being merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif (misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan dan sebagainya) sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi potensi atau aktualisasi diri (Bradburn dalam Ryff dan Keyes, 1995). Psychological well-being dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasaan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff, 1995). Menurut Bradburn, dkk (dalam Ryff, 1989) kebahagiaan (happiness) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Ryff menyebutkan bahwa psychological well-being terdiri dari enam dimensi, yaitu penerimaan terhadap diri sendiri, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup serta pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan (Ryff & Keyes, 1995). Berkaitan dengan hal tersebut, sebuah penelitian dari South African Journal Psychology dengan judul Gender differences in aspects of psychological well-being mengungkapkan bahwa pria dan wanita memiliki perbedaan terhadap psychological well being-nya, pria cenderung memiliki derajat yang tinggi terhadap fungsi kognitifnya dan memiliki rasa penerimaan diri yang tinggi sedangkan wanita cenderung memiliki derajat yang tinggi terhadap fungsi afeksi, namun kurang mampu mencerminkan penerimaan diri yang tinggi. Selain itu, wanita juga cenderung akan lebih mudah untuk mengungkapkan ekspresi emosi dan merasakan kecemasan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti menstruasi dan kehamilan, sehingga wanita cenderung diwarnai oleh perasaan yang memengaruhi kehidupannya. Selain itu wanita cenderung lebih rentan terhadap masalah internal yang ada

6 dalam dirinya sehingga menyebabkan keluhan psikosomatik yang lebih besar (Nolen- Hoeksema & Rusting, 1999). Hasil survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 10 istri pilot di Jakarta (selanjutnya akan disebut sebagai responden), sebanyak enam orang diantaranya (60%) yang telah diwawancarai mengaku masih mempunyai pikiran negatif terhadap profesi yang dijalani oleh suami mereka, mereka mengaku memiliki kekhawatiran lebih terhadap sisi gelap dari profesi pilot itu sendiri seperti misalnya berita tentang kedekatan pilot dengan pramugari. Dua dari enam orang diantaranya mengaku terkadang masih mengalami kesulitan dalam menumbuhkan hubungan positif dan hangat dengan lingkungan kerja suami seperti ketika suami mereka mengajak ke suatu pertemuan rutin yang dihadiri oleh captain dan crew maskapai, mereka merasa tidak nyaman ketika berinteraksi terutama karena setiap pertemuan biasanya selalu dihadiri juga oleh para pramugari. Ketidaknyamanan tersebut muncul dikarenakan mindset mereka masih dipengaruhi oleh berita miring yang beredar seputar pilot dan pramugari. Dua orang lainnya mengaku terpaksa merayakan hari lebaran tanpa suami dikarenakan suami mendapat jadwal terbang, hal ini berdampak pada salah satu diantaranya cenderung merasa kurang dapat memaknai hari lebaran karena hari lebaran tersebut identik dengan berkumpul bersama keluarga, kesedihan paling dirasakan ketika malam menjelang lebaran karena disaat itu semua keluarga besar berkumpul dan melakukan takbir bersama. Dampak lain yang muncul yaitu rasa kecewa terhadap suami ketika hari lebaran tersebut harus dirayakan tanpa suami. Kekecewaan tersebut dikarenakan suami yang enggan mencoba untuk mengganti jadwal penerbangan tersebut walaupun hal itu dapat diajukan kepada pihak maskapai. Satu orang dari yang memiliki pemikiran negatif terhadap profesi pilot, mengaku memiliki kekhawatiran terhadap profesi pilot yang dianggapnya beresiko tinggi, hal ini di

7 perkuat ketika responden memiliki seorang anak yang mengalami kecelekaan ketika mengikuti sekolah pilot yang mengakibatkan kematian. Hal ini menjadi trauma yang mendalam bagi kehidupan yang dijalani nya saat ini, mengingat sang suami sampai saat ini masih berprofesi sebagai pilot sehingga menambah beban pikiran setiap kali suami bekerja. Responden mengaku sempat beberapa kali meminta suami berhenti dari pekerjaannya, namun karena masih terikat kontrak hingga kini, responden hanya bisa pasrah dan selalu mendoakan suami saat bekerja. Serta satu orang lainnya mengaku diliputi rasa tidak percaya terhadap suami ketika bekerja, hal tersebut membuat responden tidak dapat mengembangkan dirinya saat suami sedang bekerja, dengan alasan responden tidak mendapatkan dorongan semangat dari suami. Responden mengaku lebih sering mengisi waktu nya dengan manunggu kabar suami dibandingkan untuk mengerjakan aktivitas lainnya. Pada sisi lain, empat orang diantaranya (40%) dari istri pilot maskapai X merasa dapat menerima profesi suaminya sebagai pilot. Satu diantaranya, memiliki profesi sebagai dokter, dan pasangan ini telah dikaruniai satu orang anak, walau suami tidak dapat hadir saat kelahiran putera pertama mereka, responden mengaku telah mencapai kepuasan dan kebahagaiaan yang responden targetkan. Disamping kesibukannya sebagai seorang dokter, responden merasa mampu untuk mengembangkan karier nya sebagai dokter secara mandiri, sehingga responden tidak terlalu terpaku dengan kesibukan sang suami, selain itu responden dapat membagi waktu untuk merawat anak dan memanfaatkan waku nya untuk mengikuti kegiatan sosial. Satu orang lainnya, berprofesi sebagai photographer freelance di salah satu tv international, dan responden mengaku sejak awal pernikahan mereka, suami nya selalu mengajak responden setiap kali terbang, sehingga responden tidak pernah merasa khawatir akan profesi yang digeluti oleh suaminya, responden pun mengaku tidak pernah mengeluh akan padatnya jadwal terbang yang dimiliki oleh suaminya karena responden masih dapat melakukan hobinya sebagai photographer.

8 Dua orang lainnya menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga. Satu diantaranya tengah melanjutkan jenjang pendidikan program magister di salah satu universitas swasta di Jakarta, responden mengaku baru menjalin pernikahan selama satu tahun sehingga untuk mengatasi rasa khawatir dan kesepian, responden memilih untuk menghabiskan banyak waktu luangnya untuk kuliah dan membuat sebuah bazar amal yang diadakan setiap bulan bersama teman-temannya. Sedangkan satu lainnya, mengaku disibukkan dengan bisnis online yang tengah dijalani nya dirumah, responden mengaku banyak mendapat order dari banyak kalangan termasuk pula beberapa istri dari sesama pilot, sehingga responden mampu melakukan sosialisasi dengan sesama istri pilot, tak jarang responden membuat sebuah pertemuan di rumahnya untuk melakukan arisan. Kajian psychological well being merupakan perspektif ilmiah tentang bagaimana membuat hidup lebih berharga. Hal ini menunjukkan bahwa psychological well being merupakan bagian dari kajian psikologi positif. Konsep well being dalam psikologi positif mempelajari tentang kekuatan dan kebajikan yang bisa membuat seseorang atau sekelompok orang menjadi berhasil (dalam hidup atau meraih tujuan hidupnya), dan oleh karenanya ia menjadi bahagia. Salah satu pusat perhatian utama dari cabang psikologi ini adalah pencarian, pengembangan kemampuan, bakat individu atau kelompok masyarakat, dan kemudian membantunya untuk mencapai peningkatan kualitas hidup (dari normal menjadi lebih baik, lebih berarti, lebih bahagia). (Uthia Estiane, 2012) Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan, dan survey yang telah dilakukan pada istri-istri pilot di Jakarta, menunjukkan adanya perbedaan dari masing-masing istri terkait Psychological well-being pada diri mereka. Untuk itu penelitian ini bermaksud untuk memeroleh gambaran mengenai kesejahteraan pada istri pilot maskapai X di Jakarta. Penelitian tentang Psychological well-being penting untuk dilakukan karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya membuat seseorang dapat mengidentifikasi apa yang

9 hilang dalam hidupnya (Ryff, 1995). Psychological well being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antar afek positif dan negatif, namun juga melibatkan persepsi dan keterlibatan dalam tantangan-tantangan selama hidup (Keyes, Shmotkin dan Ryff, 2002). Dengan berbagai uraian yang telah dipaparkan tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti Psychological well being istri yang memiliki suami dengan profesi sebagai pilot pada maskapai X di Jakarta. 1.2 Identifikasi Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran dimensi Psychological Well Being pada istri pilot maskapai X di Jakarta. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Memperoleh gambaran mengenai dimensi Psychological Well Being pada istri pilot maskapai X di Jakarta. 1.3.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini ingin mengetahui gambaran mengenai tinggi rendah dimensi psychological well being pada istri pilot maskapai X di Jakarta. Hal ini dilihat dari dimensi psychological well being diantaranya self acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, personal growth, serta keterkaitannya dengan faktor-faktor yang terkait dengan psychological well being.

10 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Memberikan informasi mengenai Psychological Well Being ke dalam bidang Psikologi khususnya Psikologi Positif. 2. Memberikan masukan kepada peneliti lain yang memiliki minat melakukan penelitian lanjutan mengenai Psychological Well Being dengan sampel yang berbeda, selain itu dapat juga dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan ataupun pengaruh dengan variable psikologi lainnya. 1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Memberi gambaran pada istri pilot mengenai derajat psychological well being, sehingga kedepannya dapat memahami psychological well being. Informasi ini diharapkan dapat membantu istri pilot maskapai X dalam memahami penerimaan diri, menjalin hubungan relasi yang positif dengan orang lain dalam lingkungan sosialnya, mengatur perilaku dalam keseharian, mengendalikan lingkungan, memahami tujuan hidupnya yang berguna untuk pertumbuhan pribadi sehingga dapat tercipta hubungan yang harmonis dengan keluarga. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengikuti seminar mengenai Psychological Well Being dan juga dapat dilakukan dengan cara mengikuti bimbingan konseling dari para ahli bagi yang memiliki derajat yang rendah pada masing-masing dimensi Psychological Well Being. 2. Memberikan informasi kepada pilot maskapai X mengenai psychological well being istri agar pilot dapat berperan dalam mengembangkan psychological well being istri.

11 1.5 Kerangka Pemikiran Bagi sebagian orang, menjadi istri pilot bukanlah hal yang mudah untuk dijalani, mengingat banyaknya tuntutan yang dijalani oleh profesi pilot, dan yang paling mendasar adalah waktu yang relatif singkat yang diberikan pilot untuk berada di lingkungan keluarga. Pada sebagian orang mungkin akan berfikir berbeda, melihat dari hasil pendapatan yang diterima oleh pilot disetiap bulannya tentu sangat menjanjikan, dan seolah para istri tidak harus mencari pekerjaan tambahan untuk menghidupi keluarga, namun tentu saja lagi-lagi materi bukan lah satu-satu nya hal yang penting dalam membina keluarga yang harmonis dan bahagia, terlebih lagi apabila pasangan suami istri telah memiliki anak. Psychological Well Being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi individu dimana individu dapat menerima segala kekurangan dan kelebihan dirinya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya dalam arti dapat memodifikasi lingkungan agar sesuai dengan keinginannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus mengembangkan pribadinya. Psychological well being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antar afek positif dan negatif, namun juga melibatkan persepsi dan keterlibatan dalam tantangan-tantangan selama hidup. (Keyes, Shmotkin dan Ryff, 2002) Untuk dapat melihat bagaimana individu mengevaluasi diri dan kualitas hidupnya, dapat dilihat dari enam dimensi dari psychological well being yang dirumuskan oleh Carol D. Ryff, skala psychological well being dibuat olehnya merupakan model multidimensional karena terdiri dari enam dimensi yang mengungkapkan fungsi psikologis positif. Dalam mengukur derajat tinggi rendahnya dimensi psychological well being istri pilot dapat tercermin dari 6 dimensi yaitu dimensi Self Acceptance, Positive Relationship with Others, Autonomy, Environmental Mastery, Purpose in Life, dan Personal Growth.

12 Dimensi Self Acceptance merujuk pada kemampuan individu dalam menerima segala aspek dirinya secara positif, baik di masa lalu maupun sekarang (Ryff dan keyes, 1995). Dimensi ini merupakan karakteristik sentral dari individu yang sehat mental dan matang sehingga mendukung terciptanya kondisi psychological well being. Pada dimensi ini self acceptance tergolong tinggi apabila istri pilot mampu menikmati peran sebagai seorang istri baik disaat suka maupun duka dan mampu belajar dari masa lalunya agar dapat menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Kemudian self acceptance akan tergolong rendah apabila istri pilot sulit untuk menerima pengalaman pahit di masa lalunya dan membuat istri pilot merasa mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dimensi yang kedua Positive Relationship with Others adalah kemampuan individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Pada dimensi ini positive relation with others tergolong tinggi apabila istri pilot mampu menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain, saling berbagi cerita dengan sesama istri pilot, memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati dan afeksi. Kemudian positive relation with others akan tergolong rendah apabila istri pilot sulit untuk menjalin komunikasi dengan lingkungan sekitar baik dengan sesama istri pilot maupun dengan keluarga suami. Dimensi yang ketiga adalah Autonomy digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk mengarahkan diri sendiri, kemandirian, dan kemampuan mengatur tingkah laku. Pada dimensi ini autonomy tergolong tinggi apabila istri pilot mampu menerima penilaian negatif tentang dirinya dari orang lain dan mampu membuat rencana untuk dirinya sendiri serta mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain. Kemudian autonomy akan tergolong rendah apabila istri pilot kurang mampu merencanakan kegiatan sehari-harinya, mudah tertekan oleh perkataan orang lain mengenai keluarganya serta kurang mampu mengambil keputusan secara mandiri.

13 Dimensi keempat Environmental Mastery adalah kemampuan individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan, menciptakan dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Pada dimensi ini environmental mastery tergolong tinggi apabila istri pilot mampu mengontrol situasi yang dihadapinya dan mampu melihat peluang guna mengembangkan dirinya, serta memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Kemudian environmental mastery tergolong rendah apabila istri pilot hanya mengikuti yang biasa orang lain lakukan. Dimensi kelima yaitu keyakinan memiliki Purpose in Life adalah kemampuan pemahaman individu akan tujuan dan arah hidupnya, memgang keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa sekarng memiliki makna. Pada dimensi ini purpose in life tergolong tinggi apabila istri pilot mampu mengetahui dengan jelas apa yang ingin dicapai dalam hidupnya dan mampu membuat rencana untuk masa depan. Kemudian purpose in life tergolong rendah apabila istri pilot sulit mengetahui apa yang diharapkan dan ingin dicapai dalam dihidupnya. Dimensi yang terakhir adalah Personal Growth ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, kemampuan untuk mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan. Pada dimensi ini personal growth tergolong tinggi apabila istri pilot mampu mengembangkan diri di bidang lain dan mampu untuk tetap konsisten dengan kegiatan yang telah dilakukan. Kemudian personal growth tergolong rendah apabila istri pilot kurang memiliki keingintahuan mengenai bidang lain yang dapat mengembangkan dirinya dan cukup puas dengan apa yang dimiliki. Terdapat pula faktor yang dapat memengaruhi psychological well being individu, dalam beberapa penelitian psychological well being, yaitu antara lain faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, pendidikan, dan budaya (Ryff dan Singer, 1996)

14 Faktor usia dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ryff (dalam Malika, R. 2008), ditemukan adanya perbedaan tingkat psychological well being pada orang dari berbagai kelompok usia. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertambahan usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, individu tersebut semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya. Faktor jenis kelamin juga dapat mempengaruhi profil psychological well being individu. Menurut Ryff dan Singer, dimensi hubungan positif dengan orang lain (positive relations with other) dan pertumbuhan pribadi (personal growth) pada wanita memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada pria. Sedangkan empat dimensi lainnya tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Namun keseluruhan sampel pada penelitian ini merupakan wanita sehingga peniliti tidak memasukkan faktor jenis kelamin dalam penelitian ini. Faktor status sosial-ekonomi turut mempengaruhi pertumbuhan psychological well being individu, yaitu dalam dimensi penerimaan diri, tujuan dalam hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan pribadi (Ryff, et all, 2008) dimana istri pilot yang telah memiliki status ekonomi ke atas mungkin sudah merasa memiliki tujuan hidup, merasa dapat mendapatkan kebutuhannya, dapat mengelola dan menguasai diri. Faktor pendidikan. Pendidikan menjadi satu faktor yang dapat mempengaruhi psychological well being. Semakin tinggi pendidikan maka individu tersebut akan lebih mudah mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya dibanding individu berpendidikan rendah. Faktor pendidikan ini juga berkaitan erat dengan dimensi tujan hidup individu (Ryff, Magee, Kling & Wing, 1999). Seseorang akan lebih baik jika memiliki pendidikan yang tinggi karena dengan itu mereka akan mengetahui bagaimana meningkatkan kesejahteraan

mereka. Istri pilot akan mencari informasi bagaimana merawat diri, mempertahankan fungsi psikis dan fisik yang sudah menurun dan menjaga diri agar tetap sehat dan sejahtera. 15 Faktor budaya, Ryff (dalam Malika, R. 2008) mengatakan bahwa sistem nilai individualisme-kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme, memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. Di Indonesia, secara keseluruhan menjunjung tinggi nilai koletivisme, sehingga dalam penelitian ini juga, peneliti tidak memasukkan faktor budaya. (Republika, 2014)

16 Faktor-faktor mempengaruhi PWB: demografis: usia, pendidikan 1. Self Acceptance Tinggi Rendah Istri pilot maskapai X Psychological Well Being 2. Positive Relation with Others Tinggi Rendah 3. Autonomy Tinggi Rendah 4. Environmental Mastery Tinggi Rendah 5. Purpose in Life Tinggi Rendah 6. Personal Growth Tinggi Rendah Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pikir

17 1.6 Asumsi 1. Psychological well being pada istri pilot dapat dilihat tinggi atau rendahnya dari masingmasing dimensi yang terdapat dalam psychological well being, yaitu self acceptance, positive relations with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, dan personal growth. 2. Selain itu, terdapat pula faktor-faktor yang memengaruhi psychological well being, yang terdiri dari faktor usia dan pendidikan. 3. Jika istri pilot memiliki derajat yang tinggi pada keseluruhan dimensi psychological well being, maka akan dikatakan telah mencapai kesejahteraan psikologis yang mempresentasikan perealisasian potensi individu yang sesungguhnya. 4. Jika istri pilot memiliki derajat yang rendah pada salah satu atau beberapa dimensi psychological well being, maka akan dikatakan belum mencapai kesejahteraan psikologis yang mempresentasikan perealisasian potensi individu yang sesungguhnya. 5. Budaya di Indonesia termasuk dalam kolektivisme sehingga diasumsikan bahwa keseluruhan istri pilot memiliki budaya yang sama. 6. Dalam penelitian ini keseluruhan responden memiliki jenis kelamin yang sama. 7. Keseluruhan istri pilot pada penelitian ini memiliki status sosial ekonomi yang sama yaitu menengah keatas.