BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999) merupakan sebagai titik awal adanya otonomi daerah. Kedua landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat serta telah membuka jalan bagi pelaksanaan reformasi sektor publik di Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah yaitu meningkatkan daerah bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal teserbut demi terciptanya peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan (Siregar, 2004:291). 1
2 Otonomi daerah diterapkan pada setiap pemerintah daerah baik Kota dan Kabupaten termasuk di Provinsi Jawa Barat, yang semula sentralisasi fiskal menjadi desentralisasi fiskal. Dalam hal ini pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam mengatur sendiri urusan pemerintahan daerah seperti yang berkaitan dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dijelaskan bahwa anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Yani, 2008:369). Diterapkannya otonomi daerah baik di Provinsi, Kabupaten/Kota memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah setempat untuk menggali potensi-potensi sumber keuangan di daerahnya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan sekaligus dapat mengalokasikan sumber daya ke belanja daerah sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerahnya (Sumarmi, 2010). Salah satu belanja daerah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah adalah belanja modal. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan bahwa belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud.
3 Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik (Sumarmi, 2010). Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini pemerintah pusat mengalokasikan dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) menyebutkan bahwa sumber pembiayaan dalam membiayai belanja daerah yaitu pendapatan daerah yang terdiri dari pendapatan asli daerah, transfer pemerintah pusat, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, sumber pendapatan daerah lainnya yaitu bersumber dari transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menyebutkan bahwa dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan
4 mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dan pemerintahan daerah dan antar-pemerintah daerah. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Pengalokasian sumber daya ke dalam anggaran belanja modal merupakan sebuah proses yang sarat dengan kepentingan-kepentingan politis. Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang disediakan oleh pemerintah daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam penyusunan proses anggaran menyebabkan alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan masalah di masyarakat (Keefer dan Khemani, 2003; dalam Putro, 2010). Berdasarkan informasi yang dikutip dari surat kabar Pikiran Rakyat tahun 2013 tekait belanja modal yaitu mengenai "Realisasi Belanja Modal Pemprov Jabar Dinilai Masih Sangat Kecil". Laporan Kanwil Bank Indonesia Wilayah VI (Jawa Barat-Banten) menyebutkan bahwa kalangan pengamat menilai proses peralihan Gubernur Jawa Barat menjadi penyebab kecilnya realisasi belanja modal dalam APBD Jabar pada triwulan I/2012. Dalam periode tersebut, realisasi belanja modal pemerintah provinsi masih sangat kecil. Berdasarkan laporan Kanwil Bank Indonesia wilayah VI (Jawa Barat-Banten), pada triwulan I/2013 belanja modal yang direalisasikan baru sebesar 0,82% dari total belanja modal yang dianggarkan sebesar Rp1,192 triliun. Pencapaian ini sangat rendah jika dibandingkan dengan realisasi belanja modal pada triwulan I/2012 yang dapat mencapai 5,19% dari total belanja modal sebesar Rp1,31 triliun. Berdasarkan laporan Kanwil Bank
5 Indonesia wilayah VI, realisasi belanja Pemprov Jabar pada triwulan I/2013 masih didominasi belanja operasi, seperti belanja pegawai dan hibah. Pengamat ekonomi Unpas, Acuviarta Kartabi mengungkapkan bahwa kinerja pemerintah kurang optimal bila porsi belanja pegawai lebih tinggi ketimbang belanja modal yang sifatnya tak langsung. Apalagi bila mengingat banyak sarana prasarana di Jabar masih banyak yang belum optimal, seperti jalan raya yang rusak (Wijanarko, 2013). Informasi lain yang dikutip dari surat kabar Tempo tahun 2015 tekait belanja modal yaitu mengenai "Serapan APBD Jawa Barat Baru 36 Persen". Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa menyebutkan bahwa serapan anggaran pemerintah Jawa Barat baru 36 persen terhitung 21 Agustus 2015 dari total anggaran murni tahun ini Rp 25,25 triliun, posisinya sudah Rp 9,67 triliun (Fikri, 2015). Hal tersebut didukung dari informasi yang dikutip dari Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2015 terkait belanja modal yaitu mengenai "APBD 2015, Serapan Belanja Modal Mengkhawatirkan". Dari informasi tersebut menyebutkan bahwa secara keseluruhan realisasi penyerapan anggaran baru mencapai 39,45%. Sejumlah provinsi yang penyerapan anggarannya rendah antara lain Kalimantan Utara 19%, DKI Jakarta 19%, Papua 22%, dan Jawa Barat 26%. Sejumlah provinsi lainnya sudah mencatatkan realisasi di atas 50%, yakni Kalimantan Tengah 56%, Gorontalo 54%, Maluku Utara 53%, dan Sulawesi Tenggara 51% (Faisal, 2015).
6 Berdasarkan kasus mengenai penyerapan anggaran belanja modal di Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa masih kurang maksimalnya kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pengalokasian belanja modal. Pada semester I tahun 2013 penyerapan anggaran belanja modal lebih rendah dibandingkan dengan semester I tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2015, penyerapan anggaran belanja modal masih dinilai kecil, bahkan Provinsi Jawa Barat tergolong kedalam provinsi yang penyerapan anggarannya rendah. Selain itu berdasarkan data yang diperoleh Badan Statistik Porvinsi Jawa Barat akan disajikan gambaran mengenai pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan alokasi belanja modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2011-2015 yaitu sebagai berikut : Tabel 1.1 Data Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Modal Seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2011-2015 (Ribuan Rupiah) Tahun Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Belanja Modal 2011 5.868.899.656 24.990.708.470 6.020.287.635 2012 7.909.533.925 30.559.423.881 9.685.250.878 2013 10.200.597.602 32.767.486.136 11.710.021.513 2014 14.071.981.881 35.344.852.099 12.498.764.012 2015 16.053.210.661 36.556.735.769 15.120.997.523 Sumber : Data diolah (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat) Berdasarkan tabel di atas pada tahun 2011-2015 menunjukkan bahwa nilai pendapatan asli daerah dan dana perimbangan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan nilai tersebut diikuti dengan meningkatnya belanja modal setiap tahunnya. Namun pada kenyataannya nilai belanja modal yang terus meningkat tidak diimbangi dengan realisasi penyerapan anggaran belanja modal yang tinggi seperti pada pembahasan sebelumnya (Faisal, 2015). Salah satu
7 provinsi yang penyerapan anggaran belanja modalnya masih rendah yaitu Provinsi Jawa Barat (Faisal, 2015). Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa peningkatan pendapatan asli daerah diharapkan mampu mendorong peningkatan alokasi belanja modal daerah (Wertianti dan Dwirandra, 2013). Selain itu tidak sesuai dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa dana perimbangan yang merupakan dana transfer dari pemerintah pusat akan menjadi insentif pemerintah daerah untuk membiayai belanja daerah yang salah satunya yaitu belanja modal (Sasana, 2011). Beberapa penelitian terdahulu yang pernah melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengalokasian belanja modal sudah pernah dilakukan, seperti diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Wandira (2013) yang meneliti mengenai pengaruh PAD, DAU, DAK, dan DBH terhadap pengalokasian belanja modal. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa DAU, DAK dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, sedangkan PAD tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan variabel PAD, DAU, DAK, dan DBH berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Marlia (2015) yang meneliti mengenai pengaruh pendapatan asli daerah dan dana perimbangan terhadap belanja daerah. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan pendapatan asli daerah dan dana perimbangan terhadap belanja daerah. Berdasarkan hasil uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai alokasi belanja modal dengan judul penelitian yang akan diajukan yaitu sebagai berikut :
8 "Analisis Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Alokasi Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Periode 2013-2015" 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran pendapatan asli daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015. 2. Bagaimana gambaran dana perimbangan di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015. 3. Bagaimana gambaran alokasi belanja modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, secara khusus penelitian ini bermaksud untuk : 1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran pendapatan asli daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015. 2. Untuk mengetahui bagaimana gambaran dana perimbangan di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015. 3. Untuk mengetahui bagaimana gambaran alokasi belanja modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015.
9 1.3.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah di atas, secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk memberikan solusi menyangkut gambaran pendapatan asli daerah di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015. 2. Untuk memberikan solusi menyangkut gambaran dana perimbangan di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015. 3. Untuk memberikan solusi menyangkut gambaran alokasi belanja modal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat periode 2013-2015. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat diantaranya sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan alokasi belanja modal di Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, serta menambah pemahaman terkait perbandingan antara konsep yang diberikan pada masa perkuliahan dengan penerapannya langsung di instansi pemerintahan.
10 2. Bagi Pemerintah Bahan masukan kepada Pemerintah Kota/kabupaten di Provinsi Jawa Barat dalam mengambil kebijaksanaan untuk terus meningkatkan dan mengembangkan daerahnya di masa yang akan datang terkait pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 3. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sama. 4. Bagi Akuntansi Sektor Publik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi untuk para instansi akuntansi sektor publik Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat untuk memahami konsep pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan alokasi belanja modal di Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. 1.5 Waktu dan Lokasi Penelitian Dalam rangka untuk memperoleh data yang dibutuhkan oleh peniliti dalam penulisan skripsi ini, peniliti melakukan penelitian pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Waktu penelitian dilakukan dari bulan April 2017 sampai dengan bulan September 2017.