BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Adversity. kesulitan dalam keadaan sukses. Lebih lanjut, kecerdasan adversity sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. A. Kajian Teori

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

juga kelebihan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULAN. adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan. Jenjang pendidikan tertinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self-Efficacy. berhubungan dengan keyakinan bahwa dirinya mampu atau tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkompetensi dalam berbagai bidang, salah satu indikator kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. heran bila kesadaran masyarakat awam tentang pentingnya pendidikan berangsurangsur

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut adalah adversity

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB II LANDASAN TEORI. menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, &

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan tugas pemerintah untuk menciptakan

HUBUNGAN ANTARA OPTIMISME MASA DEPAN DAN KONFORMITAS TEMAN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI BELAJAR PADA SISWA DI SMK

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru di Madrasah Aliyah Al-Mursyid Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Optimis berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

PETUNJUK PENGISIAN. #### Selamat Mengerjakan ####

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Prokrastinasi Akademik. pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran crastinus

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya masing-masing.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, dan keterampilan. Hal ini akan membuat siswa mampu memilih,

BAB I PENDAHULUAN. dianggap penting. Melalui pendidikan, individu dapat belajar. pendidikan nasional seperti yang tercantum dalam Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY INTELLIGENCE DENGAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengalami berbagai hal yang kurang menyenangkan dan ada

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. mempertajam keterampilan yang dimiliki serta menjalin pertemanan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat 2 Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung

LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN SEBELUM UJI COBA. 1. Skala Tawakal ( I ) 2. Skala Adversity Quotient ( II )

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Risky Melinda, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dari golongan ekonomi kelas atas saja, tapi juga sudah masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berbagai macam transaksi keuangan. Kartu kredit diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dilalui setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan mereka.

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Adversity 1. Pengertian Kecerdasan Adversity Kecerdasan adversity adalah kecerdasan yang berupa kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan, bertahan dari kesulitan dan keluar dari kesulitan dalam keadaan sukses. Lebih lanjut, kecerdasan adversity sebagai kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur. Hal tersebut dapat membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari seraya tetap berpegang teguh pada prinsip dan impian tanpa mempedulikan apa yang sedang terjadi. Unsur pokok yang menjadi sorotan kecerdasan adversity adalah seberapa jauh kemampuan seseorang untuk dapat bertahan ketika menghadapi kesulitan dan dapat mengatasi kesulitan-kesulitannya (Stoltz, 2004). Kecerdasan adversity menjelaskan seberapa baik individu dapat bertahan dan mampu mengatasi kesulitan, dapat meramalkan siapa yang dapat bertahan akan kesulitan atau siapa yang akan hancur, dan dapat memprediksi siapa yang dapat melebihi harapan dari potensi yang dimiliki. Kecerdasan adversity juga merupakan kemampuan seseorang dalam mengamati kesulitan dan mengolah kesulitan tersebut dengan kecerdasan yang dimiliki sehingga menjadi sebuah tantangan untuk menyelesaikannya (Stoltz, 2004). Leman (2007) mendefinisikan kecerdasan adversity secara ringkas, yaitu kemampuan seseorang untuk 12

13 menghadapi masalah. Menurut Agustian (dalam Rachmawati, 2007) kecerdasan adversity merupakan kecerdasan individu dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup yang berakar pada bagaimana kita merasakan dan menghubungkan dengan tantangan-tantangan. Nashori (2007) menyatakan bahwa kecerdasan adversity adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan yang bisa menyengsarakan dirinya. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adversity merupakan kemampuan bertahan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi dan mengelola permasalahan secara teratur dan terus-menerus sehingga dapat menyelesaikannya. 2. Aspek-aspek Kecerdasan Adversity Stoltz (2004) menyatakan bahwa kecerdasan adversity mencakup empat aspek, antara lain: a. Control (kendali) Control atau kendali adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan mengelola sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan di masa mendatang. Kendali diri ini akan berdampak pada tindakan selanjutnya atau respon yang dilakukan individu bersangkutan, tentang harapan dan idealitas individu untuk tetap berusaha keras mewujudkan keinginannya walau sesulit apapun keadaannya sekarang.

14 b. Origin (asal-usul atau kepemilikan) dan ownership (pengakuan) Origin yaitu kepemilikan atau dalam istilah lain disebut dengan asal-usul permasalahan tersebut berada dalam dirinya. Selanjutnya, ownership atau pengakuan dengan sejauh mana seseorang mempermasalahkan dirinya ketika mendapati bahwa kesalahan tersebut berasal dari dirinya atau sejauh mana seseorang mempermasalahkan orang lain atau lingkungan yang menjadi sumber kesulitan atau kegagalan seseorang. Rasa bersalah yang tepat akan menggugah seseorang untuk bertindak sedangkan rasa bersalah yang terlampau besar akan menciptakan kelumpuhan. Seseorang akan mengakui akibat-akibat kesulitan dan kesediaan seseorang untuk bertanggung jawab atas kesalahan atau kegagalan tersebut. c. Reach (jangkauan) Sejauh mana kesulitan ini akan merambah dalam kehidupan seseorang untuk menunjukkan bagaimana suatu masalah mengganggu aktivitas lainnya, sekalipun tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. d. Endurance (daya tahan) Endurance adalah aspek ketahanan individu. Sejauh mana kecepatan dan ketepatan seseorang dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu, pada aspek ini dapat dilihat berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Hal ini berkaitan dengan pandangan individu terhadap kepermanenan dan ketemporeran kesulitan yang berlangsung.

15 Stoltz (2005) menyatakan bahwa seseorang yang dapat bertahan, mengelola dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya merupakan definisi dari kecerdasan adversity. Menurut Binet dan Simon (dalam Alder, 2001) seseorang dapat mengatasi masalah dalam kehidupannya ketika memiliki tiga aspek dalam dirinya, yaitu : a. Kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan Kemampuan mengarahkan pikiran atau tindakan merupakan kemampuan seseorang dalam menentukan hasil dari pikirannya kemudian melakukan tindakan yang tepat untuk menjalani aktivitasnya. b. Kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan Kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan merupakan kemampuan seseorang dalam mengubah pandangan sebelumnya dengan berbagai strategi yang digunakan, ketika pandangan tersebut dianggapnya dapat merugiakan. c. Kemampuan mengkritik diri sendiri Kemampuan mengkritik diri sendiri merupakan kemampuan seseorang dalam mengevaluasi tindakannya, dimana seseorang tersebut akan mengkritisi dirinya kemudian menjadikannya sebuah gambaran untuk menjadi lebih baik. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat empat aspek kecerdasan adversity menurut Stoltz (2004) yaitu control (kendali), origin (asal-usul atau kepemilikan) dan ownership (pengakuan), reach (jangkauan), endurance (daya tahan), selain itu kecerdasan juga mencangkup tiga aspek lainnya menurut Binet dan Simon (dalam Alder, 2001) yaitu kemampuan mengarahkan

16 pikiran atau tindakan, kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan dan kemampuan mengkritik diri sendiri. Dari aspek-aspek kecerdasan adversity yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Stoltz (2004) yaitu control, origin dan ownership, reach serta endurance. Aspek tersebut dipilih sebagai acuan yang digunakan peneliti untuk mengukur kecerdasan adversity pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Peneliti memiliki pertimbanagn dalam memilih aspek tersebut yaitu sejalan dengan variabel penelitian dan penjabarannya lebih konkrit. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Adversity Stoltz (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan seseorang digambarkan seperti pohon pinus yang perkasanya tumbuh menganjur dari tebing granit, yaitu meliputi : a. Daun 1) Kinerja Salah satu keberhasilan seseorang dalam menghadapi suatu masalah dan meraih tujuan hidup dapat dilihat dan diukur lewat kinerja. Hal tersebut karena kinerja merupakan salah satu hal yang paling mudah untuk dilihat oleh orang lain. Seseorang yang dapat mengatasi kesulitan maka dapat pula dilihat dari kinerjanya yang baik. Apabila kinerjanya tidak baik maka seseorang belum bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi tersebut.

17 b. Cabang 1) Bakat Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam menghadapi suatu kondisi yang tidak menguntungkan bagi dirinya salah satunya dipengaruhi oleh bakat. Bakat adalah gabungan pengetahuan, kompetensi, pengalaman dan keterampilan. Seseorang yang memiliki bakat pada bidang tertentu akan sangat membantu untuk mencapai kesuksesannya pada bidang tersebut. Bakat seseorang seharusnya disalurkan sesuai dengan bidang atau kemampuannya agar bisa berkembang. Apabila bakat tersebut salah dalam penyaluran, maka seseorang akan terganggu karena yang dilakukannya tidak sesuai dengan bakat yang dimilki. 2) Kemauan Kemauan merupakan tenaga pendorong untuk mencapai suatu kesuksesan dalam hidup. Kemauan seseorang menggambarkan motivasi, antusias, gairah, dorongan, ambisi, semangat yang menyala, dan mata yang bersinar untuk menjalini kehidupannya. Seseorang yang memiliki kemauan kuat untuk mencapai kesuksesan akan menghantarkan menuju keberhasilan yang akan diraihnya karena kemauan yang kuat tersebut adalah sikap percaya diri seseorang dalam menghadapi setiap tantangan-tantangan dan hambatanhambatan yang dihadapinya. Apabila seseorang tidak memiliki kemauan yang kuat maka akan menimbulkan ketidak percayaan diri seseorang untuk menghadapi tantangan-tantangan dan hambatan-hambatan yang sedang dihadapi.

18 c. Batang 1) Kesehatan Kesehatan emosi dan fisik juga dapat mempengaruhi kemampuan dalam menggapai kesuksesan. Jika seseorang sakit, penyakitnya akan mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang dihadapi. Kesehatan berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup seseorang dalam menghadapi kesulitan. Apabila seseorang sedang dalam keadaan sakit, maka berpengaruh terhadap kesulitan yang sedang dihadapinya. Seseorang akan terganggu dengan kondisi kesehatannya sehingga tidak mampu menghadapi kesulitan tersebut. Sedangkan seseorang yang berada dalam kondisi sehat maka tidak akan terganggu dalam menghadapi setiap kesulitan yang dihadapinya. 2) Karakter Seseorang yang mempunyai karakter baik, semangat, tangguh dan cerdas akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. Karakter merupakan bagian yang penting bagi kita untuk meraih kesuksesan dan hidup berdampingan secara damai. Karakter membuat seseorang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi sehingga seseorang akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. d. Akar 1) Genetika Meskipun warisan genetis tidak akan menentukan nasib seseorang, namun faktor ini pasti memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang. Salah satu penelitian telah mengkaji anak kembar, dimana meskipun anak kembar

19 dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda, kemiripan dalam berperilaku tetap saja ada. Penjelasan Faktor genetika berasal dari dalam diri seseorang yang diwariskan oleh orang tuanya bersifat bawaan. Apabila orang tua nya memiliki kecerdasan adversity yang tinggi maka anaknya akan memilikinya juga. 2) Pendidikan Salah satu sarana dalam pembentukan sikap dan perilaku adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua, di sekolah maupun masyarakat akan membentuk kemampuan dalam menghadapi situasi dan mempengaruhi kinerja seseorang. Melalui pendidikan karakter seseorang di bentuk, maka seseorang akan diajarkan bagaimana harus bertindak saat sedang mengahadapi kesuitan tersebut. 3) Keyakinan Keyakinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menghadapi masalah serta membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup. Keyakinan yang kuat dalam menghadapi setiap tantangan dan hambatannya merupakan faktor mencapai kesuksesan bagi seseorang. Keyakinan yang kuat dalam menghadapi kesulitan akan terjadi melalui sikap optimisme. Seseorang yang optimis akan meyakini bahwa dirinya mampu untuk mengatasi berbagai rintangan dikehidupanya dengan baik, sehingga keyakinan yang dimiliki menjadikan seseorang tetap bertahan dan mengelola peristiwa yang menyulitkannya untuk meraih kesuksesannya. Hal tersebut didukung hasil penelitian Utami, dkk. (2016) yaitu terdapat hubungan positif antara

20 optimisme dengan kecerdasan adversity pada mahasiswa. Penelitian tersebut menunjukan bahwa optimisme mampu mempengaruhi kecerdasan adversity dengan memberikan sumbangan efektif sebesar 40.5%. Artinya variabel optimisme menyumbangkan kontribusi yang besar terhadap kecerdasan adversity. Oleh karena itu, optimisme akan menjadi faktor dominan dan variabel bebas dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, terdapat empat faktor yang mempengaruhi kecerdasan quotient yaitu daun meliputi kinerja, cabang meliputi bakat serta kemauan, batang meliputi kesehatan serta karakter, dan akar meliputi genetika, pendidikan, serta keyakinan. B. Optimisme 1. Pengertian Optimisme Optimisme merupakan kecenderungan untuk mempercayai bahwa hal yang baik akan terjadi dimasa yang akan datang serta menjelaskan peristiwaperistiwa yang baik tersebut menggunakan alasan internal, bersifat stabil, dan menyeluruh. Optimisme juga merupakan suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik melalui hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian dengan harapan kearah yang positif (Seligman, 2006). Menurut Seligman (2008) optimisme sebagai suatu pandangan secara menyeluruh, melihat hal baik, berpikir positif dan mudah memberikan makna bagi diri sendiri. Seseorang yang optimis akan meyakini bahwa dirinya mampu dan dapat bertahan pada situasi

21 yang berat agar tidak terjadi learned helplessness (kecenderungan untuk bereaksi menghindar). Goleman (2003) menyatakan bahwa optimisme merupakan titik pandang kecerdasan emosional, yakni suatu pertahanan diri pada seseorang agar jangan sampai terjatuh ke dalam masa kebodohan, putus asa dan depresi. Apabila seseorang mendapat kesulitan maka dirinya akan bersikap optimis dengan memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu diatasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan mengalami frustasi. Carr (2004) mendefenisikan optimisme sebagai sebuah ekspektasi menyeluruh bahwa hal yang baik akan terjadi lebih banyak dari pada hal yang buruk. Konsep tersebut menunjukan sebuah harapan yang menyeluruh dimana akan terjadi lebih banyak hal-hal baik di masa depan dibandingkan hal yang buruk. Chang (2002) mendefinisikan optimisme sebagai pengharapan seseorang mengenai peristiwa baik yang akan terjadi dalam hidupnya dimasa depan. Optimisme sangat berhubungan dengan hasil-hasil positif yang diinginkan seseorang seperti kondisi moral yang bagus, prestasi yang bagus, kondisi kesehatan yang bagus dan kemampuan untuk mengatasi masalah yang muncul. Scheier dan Carver (2002) menyatakan bahwa optimisme merupakan pandangan seseorang mengenai masa depannya. Pandangan ini tentu saja pandangan positif tentang hasil yang akan diperoleh dimasa depan. Individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hal-hal baik terjadi kepada dirinya. Optimisme juga merupakan harapan bahwa semua akan berjalan dengan baik, sedangkan harapan

22 berarti berjuang menuju tujuan. Sikap optimis akan membantu menentukan masa depan individu karena optimisme memelihara harapan positif untuk masa depan. Optimisme membantu individu dalam mengatasi tantangan yang muncul dalam rangka mencapai tujuan. Teori tentang nilai harapan mengasumsikan bahwa kebiasaan dan sikap seseorang ditujukan pada proses pencapaian target-target hidup orang tersebut. Pendapat ini sangat jelas menunjukkan bahwa motivasi seseorang dalam proses untuk mencapai harapan yang diinginkan sangatlah berpengaruh pada optimisme orang tersebut (Lopez & Snyder, 2003). Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa optimisme merupakan keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri untuk bisa melakukan dan mendapatkan apa yang diinginkan melalui usahanya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Aspek-aspek Optimisme Seligman (2006) menyatakan bahwa aspek-aspek optimisme terbagi dalam tiga bagian, yaitu : a. Permanence (menetap) Permanence merupakan pandangan seseorang terhadap setiap kejadian baik yang menimpanya sebagai sesuatu yang bersifat permanen. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan yang dimilikinya, sedangkan terhadap kejadian yang buruk maka seseorang akan mempersepsikannya sebagai hal yang bersifat temporer atau sementara dan bisa dihindari dimasa mendatang.

23 b. Pervasiveness (meresap) Pervasiveness merupakan pemberian penjelasan seseorang terhadap kejadian yang menimpanya dengan pandangan yang spesifik dan bukan sebuah generalisasi. Penjelasan yang bersifat spesifik membuat seseorang mampu melihat bahwa sesungguhnya tidak semua aspek dalam suatu kejadian itu merugikan. Artinya pasti masih ada celah positif dibalik beragam aspek kehidupan lainnya. c. Personalization (kepribadian) Personalization merupakan pandangan seseorang terhadap kejadian baik yang menimpanya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya sendiri (internal). Seseorang juga akan menganggap kejadian buruk yang menimpanya sebagai sesuatu yang berasal dari luar dirinya sendiri (eksternal). Pandangan seperti ini akan membuat seseorang tidak akan kehilangan rasa berharga dan berbakat ketika hal buruk menimpa. Selanjutnya, aspek-aspek optimisme menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003), yaitu : a. Percaya diri Percaya diri merupakan dimana seseorang merasa yakin untuk mampu mengendalikan atas masa depannya dan mempunyai kekuasaan yang besar terhadap keadaan yang mengelilinginya. Keyakinan bahwa individu menguasai keadaan ini membantu dirinya lebih percaya diri dalam melakukan semua yang dikerjakan akan berjalan dengan baik.

24 b. Berharap sesuatu yang baik terjadi Berharap sesuatu yang baik terjadi merupakan keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang baik yang akan terjadi pada dirinya sendiri. Meskipun pada saat itu sedang menghadapi situasi yang sulit. Seseorang yang optimis akan tetap yakin bahwa dapat menyelesaikannya dan pada akhirnya akan mendapat sesuatu yang baik. c. Mempunyai gaya penyelesaian yang fleksibel Mempunyai gaya penyelesaian yang fleksibel merupakan seseorang yang memiliki gaya penjelasan fleksibel dalam memandang kejadian yang menimpa dirinya. Seseorang akan mampu menempatkan dirinya disituasi yang berbedabeda. Lain halnya dengan orang-orang yang pesimis, maka membuatnya mempunyai gaya penjelasan yang kaku dalam memandang kejadian yang menimpa dirinya. Hal tersebut membuatnya sulit menjelaskan berbagai hal secara fleksibel atau menetapkan situasi yang berbeda. d. Jarang terkena stress dalam menghadapi situasi yang sulit Hal ini mungkin disebabkan karena seseorang yang optimis akan selalu mempunyai pandangan yang positif terhadap situasi buruk yang sedang dihadapi. Biasanya juga akan mencari jalan keluar yang lain apabila sedang mengalami kesusahan dan usahanya mengalami gagal. Oleh karena itu orang yang optimis cenderung jarang terkena stress. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat lima aspek optimisme menurut Seligman (2006) yaitu permanence (menetap), pervasiveness (meresap), dan personalization (kepribadian), selain itu optimisme

25 juga mencangkup aspek-aspek lainnya menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003) yaitu percaya diri, berharap sesuatu yang baik akan terjadi, mempunyai gaya penyelesaian yang fleksibel, dan jarang terkena stress dalam menghadapi berbagai situasi yang sulit. Dari beberapa aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih untuk menggunakan aspek-aspek optimisme yang dikemukakan oleh Seligman (2006) yaitu permanence (menetap), pervasiveness (meresap), dan personalization (kepribadian). Aspek tersebut dipilih sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur optimisme pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Peneliti memiliki pertimbangan yaitu aspek tersebut sejalan dengan variabel yang digunakan peneliti dan penjabarannya lebih konkrit. C. Hubungan antara Optimisme dengan Kecerdasan Adversity pada Mahasiswa Tingkat Akhir yang Sedang Mengerjakan Skripsi di Program Studi Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta Mahasiswa merupakan kalangan muda yang mengalami peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional (Susantoro dalam Siregar, 2006). Salah satu angkatan mahasiswa yang menarik perhatian adalah mahasiswa tingkat akhir. Hal tersebut dikuatkan oleh perkataan Hartono (2011) bahwa permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa tingkat akhir cukup banyak, dimana mahasiswa dituntut

26 untuk proses penyelesaian tugas akhir atau skripsi untuk memperoleh gelar sarjana. Mahasiswa pada tingkat akhir dapat dijumpai di Program Studi Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Sama halnya dengan universitas lainnya lainnya mahasiswa diprogram studi psikologi dituntut untuk mengerjakan tugas akhir yaitu skripsi. Terlebih lagi, proses pengerjaan skripsi terbilang sangat panjang karena sulit untuk diselesaikan dalam satu semester saja. Menurut Putri dan Safira (2013) skripsi merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan mahasiswa pada jenjang perguruan tinggi sebelum memperoleh gelar sarjana. Tugas menyelesaikan skripsi seringkali dianggap sebagai tugas yang berat yang dialami mahasiswa dan sering menimbulkan kendala tertentu. Kendala-kendala yang dialami menyebabkan cukup banyak mahasiswa yang tidak dapat lulus tepat waktu, sehingga mahasiswa harus optimis untuk menghadapinya. Optimisme merupakan keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu dan dapat bertahan pada situasi yang berat agar tidak terjadi learned helplessness (kecenderungan untuk bereaksi menghindar) (Seligman, 2008). Salah satunya, tidak menghindari proses pengerjaan skripsi pada mahasiswa. Menurut Stoltz (2004) seseorang yang memiliki kemampuan bertahan dalam menghadapi peristiwa akan menjadikannya tetap berusaha untuk mengelola dan mengatasi berbagai rintangn dikehidupannya. Dengan demikian, mahasiswa yang optimis akan menunjukan kepercayaan diri menghadapi proses pengerjaan skripsi, sehingga mampu bertahan dan menyelesaikan skripsinya tanpa adanya rasa khawatir (Utami, dkk., 2006). Seligman (2006) menyatakan bahwa optimisme

27 harus memenuhi aspek tertentu agar dapat berpengaruh baik bagi seseorang salah satunya adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Lebih lanjut, tiga aspek optimisme yaitu permanence, pervasiveness, dan personalization. Aspek permanence merupakan pandangan seseorang terhadap setiap kejadian baik yang menimpanya sebagai sesuatu yang bersifat menetap (Seligman, 2006). Adanya permanence membuat seseorang yakin bahwa suatu hal yang baik akan terjadi meskipun sedang menghadapi situasi sulit, seseorang akan percaya bahwa situasi tersebut pasti dapat diselesaikan dengan berusaha lebih keras lagi pada kesempatan berikutnya (Seligman, 2008). Menurut Stoltz (2004) usaha giat yang dilakukan membuat seseorang mampu mengendalikan dan mengelola peristiwa yang menimbulkan kesulitan, sehingga seseorang akan berusaha keras mewujudkan keinginannya walau sesulit apapun keadaannya sekarang. Seligman (2008) menyatakan bahwa kurangnya permanence dapat menimbulkan ketidakyakinan seseorang untuk mengendalikan kehidupan yang dijalaninya. Oleh karena itu seseorang akan menghindar dari kewajibannya, mundur dan berhenti untuk mencapai tujuan yang diinginkannya (Stoltz, 2004). Hal tersebut juga terjadi kepada mahasiswa, ketika mahasiswa sedang dihadapkan oleh banyaknya revisi yang tidak kunjung usai, maka mahaiswa sulit menunjukan usaha untuk memahami isi revisi-revisi yang diberikan oleh dosen pembimbing, sehingga mahasiswa memilih untuk mundur sebelum mencapai tujuannya untuk lulus tepat waktu (Indawati & Kholifah, 2017).

28 Pencapaian tujuan tentunya tidak terlepas dari aspek pervasiveness yang merupakan pandangan seseorang bahwa ketika mengalami permasalahan sulit sekalipun pasti ada celah positif dibalik beragam aspek kehidupan (Seligman, 2008). Menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003) celah positif akan membantu seseorang mencari jalan keluar apabila usahanya gagal. Usaha tersebut membuat seseorang dapat bertahan dengan mencari peluang lainnya untuk dapat berdiri kembali (Stoltz, 2004). Menurut Utami, Hardjono, dan Karyanta (2016) menyatakan bahwa mahasiswa yang berpandangan positif terhadap peristiwa yang menyulitkannya, maka ketika dosen pembimbing terus merevisi skripsinya mahasiswa tersebut akan mampu bertahan dan terus mencari berbagai reverensi lain agar dosen menyetujuinya. Menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003) pandangan negatif, membuat seseorang kesulitan dan ragu dalam melakukan aktivitasnya. Keraguan menjadikan seseorang menganggap kesulitan yang dihadapi adalah sesuatu yang bersifat abadi dan sulit diperbaiki, sehingga jika gagal maka mahasiswa tersebut tidak memiliki pilihan dan peluang untuk bangkit kembali (Stoltz, 2004). Seseorang tentunya tidak akan merasakan keputusasaan yang begitu besar ketika memiliki aspek personalization yang merupakan pandangan seseorang terhadap kejadian baik sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya (Seligman, 2008). Seseorang yang memandang kejadian baik dalam kehidupannya akan lebih percaya diri dalam melakukan segala hal, sehingga tetap berusaha keras mewujudkan keinginan walau sesulit apapun keadaannya (Stoltz, 2004). Menurut Sari dan Rachmahana (2007) kepercayaan diri membuat mahasiswa menjelaskan

29 teori maupun permasalah yang diambilnya dengan baik kepada dosen pembimbing, sehingga walaupun teori tersebut sulit dicari maka mahasiswa akan terus berusaha menemukannya sampai mendapatkan alternatif lainnya. Menurut Carver dan Scheier (dalam Lopez & Snyder, 2003) rendahnya personalization menimbulkan perasaan negatif terkait keyakinan seperti cemas, marah, sedih, putus asa dan merasa bersalah. Ketidakyakinan seseorang dalam menghadapi peristiwa negatif tersebut membuatnya cenderung berfikir bahwa semua kesulitan atau permasalahan yang datang karena kesalahan dan kecerobohan dirinya sendiri sehingga dapat merusak semangatnya (Stoltz, 2004). Menurut Putri dan Safira (2013) ini membuat mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi menjadi cemas, putus asa dan tertekan ketika skripsinya tidak kunjung selesai, sehingga menjadi tidak bersemangat lagi dalam mencapai target kelulusan yang telah ditetapkannya. Stoltz (2004) mengungkapkan bahwa kecerdasan adversity akan terjadi apabila seseorang memiliki keyakinan yang kuat dalam menghadapi setiap tantangan dan hambatannya yang merupakan faktor dalam mencapai kesuksesan bagi seseorang. Keyakinan yang kuat dalam menghadapi kesulitan akan terjadi melalui sikap optimisme. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Utami dkk., (2004) yang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara optimisme dengan kecerdasan adversity pada mahasiswa. Mahasiswa yang optimis mempunyai keyakinan yang kuat untuk dapat menyelesaikan tugas akhirnya, sehingga keyakinan tersebut membuat mahasiswa mampu bertahan dari kesulitan dalam proses pengerjaan skripsi untuk mencapai kelulusannya. Sebaliknya, mahasiswa yang pesimis cenderung merasa tidak mampu menghadapi proses pengerjaan

30 skripsi yang begitu rumit, sehingga sulit mengendalikan dirinya untuk tetap berusaha dengan giat ketika terjadi rintangan dalam mencapai kelulusannya. Oleh karena itu, kontribusi dari hasil penelitian Utami dkk., (2004) mengindikasikan bahwa opimisme memiliki peranan penting dalam membentuk kecerdasan adversity pada mahasiswa. Salah satunya pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di program studi Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. D. Hipotesis Agar diperoleh suatu pandangan untuk menganalisis data selanjutnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: terdapat hubungan positif antara optimisme dengan kecerdasan adversity pada mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi di program studi Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta. Semakin tinggi optimisme maka semakin tinggi pula kecerdasan adversity mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah optimisme maka semakin rendah pula kecerdasan adversity mahasiswa.