III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
EFEKTIVITAS GARAM DAN KALIUM PERMANGANAT DALAM MENGENDALIKAN MONOGENEA Cichlidogyrus sp PADA IKAN NILA MERAH Oreochromis sp SUCI SRI YUNDARI

Pengendalian Monogenea pada benih ikan Nila gift 31

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENDALIAN INFESTASI EKTOPARASIT Dactylogyrus sp. PADA BENIH IKAN PATIN (Pangasius sp.) DENGAN PENAMBAHAN GARAM DAPUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March :22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Intensitas Trichodina sp pada Ukuran Ikan Nila yang Berbeda

PENDAHULUAN. Perkembangan usaha budidaya ikan air tawar di Indonesia. merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial, sehingga

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat Kelangsungan Hidup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HAMA DAN PENYAKIT IKAN

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. benih dan untuk membina usaha budidaya ikan rakyat dalam rangka

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

BAB I PENDAHULUAN. Ikan bawal air tawar (Colossoma macopomum) merupakan ikan yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

I. PENDAHULUAN. pada tahun Ikan nila merupakan ikan konsumsi air tawar yang diminati oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

II. BAHAN DAN METODE

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan sekitar 5,8 juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA IKAN KERAPU CANTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Klasifikasi ikan lele menurut Djatmika (1986) adalah sebagai berikut :

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mahmudin Arbie 1), Dr. Ir. Syamsuddin MP 2), Mulis S.Pi, M.Sc 3).

Gambar 2.1. Ikan nila (Oreochromis niloticus)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Tahap Penelitian 2.2 Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Prevalensi dan Intensitas Trichodina sp. Pada Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB III BAHAN DAN METODE

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

[ GROUPER FAPERIK] [Pick the date]

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Transkripsi:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3. 1 Hasil 3.1.1 Pola Kematian Ikan Nila Merah Oreochromis sp di Kolam Budidaya Ikan nila merah Oreochromis sp dipelihara secara intensif pada kepadatan 8.000 ekor / 200 m 2 atau (40 ekor / m 2 ) ditebar pada berukuran ± 157 gram pada tanggal 27 September 2010. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 30 Oktober 2010. Selama masa pembesaran ikan nila merah terjadi kematian. Pengamatan terhadap jumlah kematian pada populasi ikan nila memperlihatkan pola kematian pada Gambar 1. Jumlah (ekor) 160 140 120 100 80 60 40 20 0 28-Sep-10 5-Oct-10 12-Oct-10 19-Oct-10 26-Oct-10 2-Nov-10 9-Nov-10 16-Nov-10 23-Nov-10 30-Nov-10 7-Dec-10 14-Dec-10 21-Dec-10 Jumlah (ekor) ikan yang mati I II III Periode (Waktu) Gambar 1. Pola kematian ikan nila merah Oreochromis sp yang di kolam budidaya selama 91 hari. Berdasarkan gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa secara garis besar pola kematian ikan nila merah dalam 91 hari dapat dibagi kedalam 3 kelompok. Periode I pada tanggal 28 September 2010 sampai dengan 5 Oktober 2010 dengan puncak populasi kematian ikan sebanyak 22 ekor. Periode II pada tanggal 6 Oktober 2010 sampai dengan 24 Oktober 2010 dengan puncak populasi kematian ikan sebanyak 39 ekor. Periode III pada tanggal 25 Oktober 2010 sampai pada tanggal 27 Desember 2010 dengan populasi kematian ikan sebanyak 144 ekor. Total jumlah kematian ikan yang tercatat selama 91 hari pengamatan adalah 2981 ekor.

3.1.2 Dugaan Penyebab Kematian Ikan Nila Merah Oreochromis sp Ikan nila merah Oreochromis sp dari kolam mengalami kematian di duga terinfeksi monogenea insang. Jenis monogenea yang sering menginfeksi tilapia adalah Cichlidogyrus dan Gyrodactylus (Hartati,1991). Gyrodactylus ini tidak mempunyai bintik mata dan biasanya terdapat pada sirip dan dan permukaan tubuh ikan. Cichlidogyrus terdapat 1 pasang mata tetapi kadang-kadang terdapat 2 pasang mata. Parasit Cichlidogyrus sp meru parasit yang menyerang inang spesifik dan organ spesifik ditemukan menginfeksi ikan nila pada bagian insang. Maka dapat disimpulkan bahwa parasit monogenea yang menyerang insang ikan nila menurut Kabata (1985) termasuk parasit Cichlidogyrus sp. Hasil pemeriksaan terhadap ikan sampel diketahui ikan terinfeksi oleh Cichlidogyrus sp pada insang dengan intensitas rata-rata mencapai 113 ind /ekor (Tabel 1). Tabel 1. Jumlah parasit Cichlidogyrus sp pada ikan nila merah Oreochromis selama tiga kali sampling. Parameter/Tanggal 15 Oktober 2010 17 Oktober 2010 19 Oktober 2010 Ukuran Ikan 200 gram 140,5 gram 164,11 gram Jumlah Cichlidogyrus sp 164 92 83 Jumlah ikan yang mati di kolam 22 ekor 16 ekor 4 ekor Gambar 2. Cichlidogyrus sp

3.1.3 Pengendalian Monogenea Cichlidogyrus sp dengan Garam dan Kalium Permanganat dengan Metode Perendaman Pengendalian monogenea Cichlidogyrus sp dengan metode perendaman ikan nila merah yang terinfeksi ektoparasit tersebut dengan larutan garam menunjukkan hasil seperti pada Gambar 3. 800 700 Intensitas(ind/ekor) 600 500 400 300 200 100 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (Hari ke -) A (9 ppt) B (6 ppt) C (3 ppt) E (0 ppt) Gambar 3.Intensitas rata-rata Cichlidogyrus sp pada ikan nila merah Oreochromis sp direndam dengan salinitas berbeda. Berdasarkan gambar 3 diatas menunjukkan perubahan populasi Cichlidogyrus sp selama 7 hari perendaman garam. Penambahan garam pada tingkat salinitas 9 ppt mengakibatkan terjadinya peningkatan populasi Cichlidogyrus sp yang paling rendah yaitu sebesar 153 ind/ekor pada hari ke-8 dibandingkan salinitas 0, 3, dan 6 ppt. Pada salinitas 6 ppt, populasi Cichlidogyrus sp cendrung meningkat sebesar 338 ind/ekor pada hari ke-8 berarti terjadi jumlah kelahiran Cichlidogyrus sp lebih besar dari pada jumlah kematian atau jumlah bertahan hidup dan jumlah kelahiran Cichlidogyrus sp lebih besar dari pada jumlah kematian. Pada salinitas 3 ppt, populasi Cichlidogyrus sp lebih tinggi dari pada salinitas 6 ppt yaitu sebesar 448 ind/ekor. Pada salinitas 0 ppt, populasi Cichlidogyrus sp paling tinggi yaitu sebesar 668 ind hari ke-7 karena jumlah kelahiran Cichlidogyrus sp lebih besar dari pada jumlah kematian Cichlidogyrus sp atau jumlah Cichlidogyrus sp yang mampu bertahan hidup dan jumlah kelahiran Cichlidogyrus sp lebih besar dari pada jumlah kematian.

Cichlidogyrus sp dapat berjumlah sangat banyak ketika pada salinitas 0 ppt dan 3 ppt, hal ini menunjukkan Cichlidogyrus sp dapat berkembangbiak pada air tawar. Intensitas (ind/ekor) 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 1 2 3 4 Waktu ( Hari ke - ) Gambar 4. Intensitas rata-rata Cichlidogyrus sp pada ikan nila merah Oreochromis sp direndam kalium permanganat. Berdasarkan gambar 4 diatas dapat diketahui bahwa jumlah Cichlidogyrus sp menurun dengan pemberian kalium permanganat pada hari ke-1 dengan intensitas rata-rata Cichlidogyrus sp hanya 1,8 ind/ekor. Pada hari ke- 4 tidak ada Cichlidogyrus sp yang hidup.

3.1.4 Kelangsungan Hidup Ikan Nila Merah Oreochromis sp dalam Perendaman Garam dan Kalium Permanganat Tingkat kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp yang diberi perlakuan garam dan kalium permanganat selama 7 hari. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kelangsungan hidup ikan nila merah Oreochromis sp dalam perendaman garam dan kalium permanganat selama 7 hari. Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6 7 A (9 ppt) 100% 100% 100% 88,90% 88,90% 77,80% 77,80% 66,70% B (6 ppt) 100% 100% 100% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70% C (3 ppt) 100% 100% 100% 88,90% 66,70% 66,70% 66,70% 66,70% D (5 ppm) 100% 16,67% 16,67% 16,67% 0,00% 0,00% 0,00% 0,00% E (0 ppt) 100% 83,30% 67,67% 49,90% 16,67% 16,67% 16,67% 0,00% Keterangan : A,B,C = Ikan nila merah yang direndam dengan garam, D = Ikan nila merah direndam dengan kalium permanganat, E= Ikan nila merah tanpa perlakuan Berdasarkan tabel 2 diatas dapat diketahui bahwa kelangsungan hidup ikan pada salinitas 3, 6, dan 9 ppt sama yaitu dengan persentase 66,70 % pada hari ke-7 sedangkan pada kontrol 0 ppt kelangsungan hidup ikan nila merah mencapai 67,67 % pada hari ke-2 dan terus menurun hingga mencapai 0 % pada hari ke-7. Pada perendaman kalium permanganat dengan dosis 5 ppm, kelangsungan hidup ikan nila merah 0 % hari ke-4.

3.1.5 Tingkah Laku Ikan Nila Merah Oreochromis sp Selama Perendaman Garam dan Kalium Permanganat Pengamatan tingkah laku ikan nila merah dilakukan setiap tiga kali sehari dan memberikan seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkah laku ikan nila merah Oreochromis sp dalam perendaman garam dan kalium permanganat selama 7 hari. Perlakuan A (9 ppt) B (6 ppt) C (3 ppt) D (5 ppm) Tingkah Laku Ikan selama Perlakuan (Hari ke-) 1 2 3 4 5 6 7 E (0 ppt) Keterangan : A,B,C = Ikan nila merah yang direndam dengan garam, D = Ikan nila merah direndam dengan kalium permanganat, E= Ikan nila merah tanpa perlakuan Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa ikan nila merah pada salinitas 3, 6, dan 9 ppt memberikan terhadap dan gerakan ikan aktif sedangkan pada salinitas 0 ppt dan kalium permanganat 5 ppm, ikan tidak memberikan terhadap serta gerakan ikan cendrung pasif bahkan mengalami infeksi jamur. Infeksi sekunder pada ikan nila merah berupa jamur terjadi pada hari ke-3 pada perlakuan kalium permanganat pada hari ke-3 sampai dengan hari ke-6 pada perlakuan kontrol 0 ppt.

3.1.6 Data Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, DO, ph dan NH 3. Kisaran suhu media penelitian 27 0 C, kandungan oksigen pada media berkisar 5, 35 5, 72 ppm, ph berkisar antara 7,01 7,52 dan kandungan NH 3 berkisar 0,0106 0,0925 ppm. Kisaran kualitas air yang diperoleh meru kisaran yang aman bagi ikan nila merah. Data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data kualitas air pada akhir perlakuan. Perlakuan Suhu ( 0 c) DO (ppm) ph NH 3 (ppm) Salinitas (ppt) A (9 ppt) 27 5,46 7,01 0,0106 9 B (6 ppt) 27 5,39 7,21 0,0209 6 C (3 ppt) 27 5,72 7,38 0,0137 3 D (5 ppm) 27 5,35 7,52 0,0925 0 E (0 ppt) 27 5,49 7,44 0,0124 0 Keterangan : A,B,C = Ikan nila merah yang direndam dengan garam, D = Ikan nila merah direndam dengan kalium permanganat, E= Ikan nila merah tanpa perlakuan

3. 2 Pembahasan Pola kematian dalam periode waktu 91 hari menujukkan kematian rendah yang terus meningkat dan mencapai puncak pada hari ke-47 dan seterusnya menurun. Keadaan ini dapat dijelaskan oleh Brown dan Gratzek (1980) sebagai pola kematian pada kasus wabah oleh parasit dimana terjadi kematian yang terus menerus dalam jangka waktu yang panjang. Parasit dapat berpengaruh buruk dan menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap laju kelahiran/kematian inangnya (Sunarsih, 1993). Kematian terjadi akibat interaksi antara inang, parasit dan lingkungan. Penyakit timbul karena adanya interaksi antara jasad penyebab penyakit, ikan dan lingkungan (Noble dan Noble,1989) Kemungkinan ikan dalam kondisi lemah akibat lingkungan yang buruk sehingga parasit berkembangbiak dan mencapai intesitas yang tinggi. Penurunan jumlah kematian pada akhir periode 3 dapat disebabkan oleh 3 hal : pertama, ikan sudah lebih besar dan sistem imun sudah lebih berkembang. Dogiel et al (1970) menyatakan bahwa penyebaran parasit ditentukan oleh umur, ukuran inang, daya tahan inang, musim dan lokasi geografisnya. Menurut Harti (2008) penurunan prevalensi Gyrodactylus sp ini disebabkan oleh adanya pertahanan dari inang yang semakin baik terhadap infeksi parasit tersebut. Prevalensi dan Intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya faktor yang berpengaruh, salah satu faktor yang berpengaruh adalah ukuran inang (Dogiel et al., 1970) menurut Noble dan Noble (1989) semakin tua inang, semakin besar resistensinya. Inang yang lebih tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih besar, meskipun apabila telah terjadi saling adaptasi, maka inang menjadi saling toleran terhadap parasitnya. Kedua, Proses suksesi dari serangan parasit dimana hampir semua parasit mempunyai life span tertentu dan dipengaruhui oleh kemampuan daya adaptasi / toleransi terhadap lingkungan mikro dan makro. Siklus hidup parasit penting untuk diketahui bila tindakan pengobatan akan dilakukan (Yuasa et al, 2003). Bychowsky (1958) menyatakan bahwa periode hidup satu individu parasit berlansung tidak kurang dari 12-15 hari dan bahkan kemungkinan jauh lebih panjang. Ketiga, Lingkungan tidak mendukung untuk pertumbuhan parasit. Hoar (1975) menyatakan bahwa jika

perubahan lingkungan terjadi di luar kisaran suatu hewan (termasuk parasit) maka cepat atau lambat hewan tersebut akan mengalami kematian. Ikan nila merah Oreochromis sp yang masih hidup menunjukkan adanya serangan Cichlidogyrus sp pada insang. Intensitas serangan Cichlidogyrus sp mencapai rata-rata 113 ekor/inang sebelum perlakuan. Jenis monogenea yang sering menginfeksi tilapia adalah Cichlidogyrus dan Gyrodactylus (Hartati,1991). Menurut Kabata (1985) parasit Cichlidogyrus sp meru parasit yang menyerang inang spesifik dan organ spesifik yaitu menyerang insang ikan Tilapia. Pada umumnya tiap jenis parasit memiliki inang spesifik, spesifikasi ini dapat terjadi dalam suatu spesies, satu genus atau dalam satu family (Shulman, 1970). Parasit Cichlidogyrus sp mempunyai ciri-ciri tubuh memanjang dan pipih dorsoventral. Pada bagian ophistaptor terdapat 2 pasang hook (kait) dengan 14 kait marginal. Pada bagian anterior terdapat 4 tonjolan, terdapat 1 pasang mata tetapi kadang-kadang terdapat 2 pasang mata, terdapat organ kopulasi dalam tubuhnya. Parasit Cichlidogyrus sp mempunyai panjang tubuh berkisar 0,55 0,90 mm dan lebar tubuh berkisar 0,10 0,25 mm (Kabata, 1985). Penyebaran parasit ini melalui air yaitu telur, dimana telur dilepaskan ke perairan sampai menetas menjadi larva bersilia yang dapat berenang bebas untuk mencari inang, lalu menginfeksi inang, dan melakukan metamorphosis menjadi cacing dewasa. Paiva et al (2005) mengatakan bahwa 206 sampel ikan nila diperiksa jenis parasit monogena yang menyerang insang ikan nila adalah Cichlidogyrus sp. Hal ini menandakan parasit Cichlidogyrus sp meru parasit yang menyerang inang spesifik dan organ spesifik. Ikan yang terinfeksi berat oleh Cichlidogyrus sp menyebabkan tingkah laku ikan tidak normal (Hartati, 1991). Grabda (1991) menambahkan bahwa parasit mempengaruhi ikan dengan cara yaitu : pertama pengaruhi mekanis, banyak parasit yang mempunyai organ penempel (missal jangkar, penghisap atau penjepit) yang memungkinkan mereka untuk tinggal pada atau di dalam inang. Organ ini menimbulkan kerusakan mekanis pada tubuh inang. Misalnya monogenea merusak kulit dan insang ikan dengan jangkarnya, sehingga akhirnya bila infeksi sudah sangat parah dapat menyebabkan kematian. Kedua penyerapan makanan, parasit mengambil nutrien dari inang, seperti yang dilakukan oleh parasit yang menyerang usus. Parasit ini

mencerna makanan inang atau memakan darah atau jaringan, sehingga menyerap sejumlah susbtansi nutrisi dari inang. Hal ini dapat menyebabkan ikan kehilangan berat badan dan anemia, yang tidak dapat dihindari terutama pada invasi. Dalam pengendalian parasit ikan, garam dapur meru salah satu pilihan yang murah dan cukup efektif, terutama untuk menekan populasi ektoparasit. Kabata (1985) mengajurkan penggunaan garam sebagai salah satu therapeutic agent pada infestasi ringan dari monogenea. Penggunaan garam untuk mengendalikan monogenea terbukti efektif yang ditunjukkan dalam penelitian ini. Peningkatan kadar garam menekan pertumbuhan populasi Cichlidogyrus sp dimana populasi terendah pada kadar garam 9 dan tertinggi pada kadar garam 0 dalam masa perendaman 7 hari. Penurunan populasi parasit ikan air tawar pada air payau atau mengalami kematian terjadi karena ketidakmampuan parasit dalam mentoleransi salinitas (Moller, 1977). Semakin tinggi kadar garam dalam air semakin cepat tingkat pengurangan jumlah parasit monogenea pada ikan. Moller (1977) dapat membuktikan bahwa tidak ada satu speasis ektoparasit air tawar yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas 7-20 ppt. Pada penelitian Sunarsih (1993) parasit Gyrodactylus fernandoi yang menyerang ikan lele mampu mentoleransi salinitas antara 0 5 g/l, sedangkan salinitas 6 g/l parasit tersebut pertumbuhannya terhambat dan mematikan parasit tersebut. Harti (2008) Cichlidogyrus sp pada insang benih ikan nila tidak mampu beradaptasi terhadap peningkatan salinitas sampai dengan 24 g/l dalam waktu 8 hari. Oleh karena monogena ini yaitu Cichlidogyrus sp tidak mampu bertahan pada salinitas yang tinggi maka dapat diketahui bahwa monogenea ini hidup dalam air tawar. Ikan nila merah Oreochromis sp dipelihara dalam air dengan kadar garam 3 s/d 9 ppt yang mampu bertahan 66, 7 %. Perendaman garam membuat ikan nila merah dapat bertahan hidup walaupun ada Cichlidogyrus sp pada insang. Intesitas Cichlidogyrus sp tersebut menurun dengan semakin tingginya kadar garam. Ikan nila yang tidak diberi perlakuan garam hanya mampu bertahan hidup sampai hari ke-6 pada tingkat kelangsungan hidup mencapai 0 % pada hari ke-7, hal ini di duga akibat tingginya intensitas serangan Cichlidogyrus sp. Hal yang sama terjadi pada kematian ikan di kolam yang terus meningkat sampai hari ke-47 dan mencapai pucak populasi kematian 144 ekor dan kematian total sebesar 2.981

ekor. Madhavi dan Anderson (1985) menyatakan bahwa ikan Guppy dapat mengalami kematian akibat terinfestasi cacing antara 70 80 ekor / inang. Obiekezie dan Taege (1973) ikan lele Clarias garpinus berukuran 3 cm mengalami kematian 90 % akibat serangan Gydactylus grosphafti dengan infestasi rata-rata 420 ind / ekor. Pada bulan Januari 2007 di waduk Cirata terjadi kematian massal pada benih ikan nila. Penyebabnya adalah serangan monogenea ektoparasitik pada ikan nila tersebut (Harti,2008). Kalium permanganat adalah perawatan populer untuk monogenea (Kabata, 1985) biasanya di host air tawar, baik di 2 mg / L untuk mandi tidak terbatas atau 3-5 mg / L untuk satu aplikasi (Allison, 1957; Kabata, 1985). Kalium permanganat dapat diberikan dengan perendaman pada konsentrasi 2 mg / L atau sebagai perendaman dalam jangka waktu cepat selama (30 menit) pada konsentrasi 10 mg / L. Panigoro (2005) infeksi Dactylogyrus dan infeksi Gyrodactylus pada benih dapat diobati dengan perendaman dengan kalium permanganate 3-5 ppm efektif untuk membasmi parasit ini. Berdasarkan hasil penelitian Flores-crespo,et al (1995) kalium permanganat sangat efektif terhadap Cichlidogyriasis ikan nila Oreochromis hornorum. Dari hasil pengamatan, kalium permanganat dengan 5 ppm sangat efektif membasmi parasit pada insang di ikan nila. Selain itu, tidak hanya membasmi parasit akan tetapi ikan nila juga mati. Kalium Permanganat dapat berefek samping pada ikan nila. Selain itu, insang juga mengalami kerusakan yang disebabkan perendaman kalium permanganat. Aktifitas kalium permanganat disebabkan oleh unsur zat asam dalam bentuk aktif yang meracuni parasit ikan. Bahaya bagi ikan ini dapat diperkecil pada eaktu pengobatan yaitu dengan memasang dan menjalankan pompa air (aerasi) yang cukup kuat (Suyanto, 1983). Selain itu, waktu perendaman ikan nila merah Oreochromis sp dengan kalium permanganat mempengaruhi daya tahan tubuh ikan. Sehingga penggunaan kalium permanganat tidak aman bagi ikan dengan metode perendaman (long bath) sehingga perlu dicari metode lainnya yaitu dengan metode pencelupan. Tingkah laku ikan selama perlakuan diamati selama 7 hari. Dari ketiga perlakuan, pada salinitas 3, 6, dan 9 ppt, ikan bergerak aktif pada awal pemeliharaan dan terhadap. Pada salinitas 0 ppt, ikan tidak

me sama sekali, hal ini di duga selain disebabkan infeksi parasit yang begitu tinggi pada ikan sehingga mengurangi nafsu makan ikan, juga karena akibat infeksi lain seperti ikan terkena jamur. Jamur dan parasit yang menyerang ikan nila merah Oreochromis sp menyerang daya tubuh ikan sehingga ikan menjadi stress. Perendaman ikan nila merah Oreochromis sp dengan kalium permanganat juga berakibat ikan tidak, gerakan ikan pasif dan kematian pada ikan. Kalium permangat bersifat toksik sehingga selain merusak insang ikan apabila terlalu lama perendaman, sehingga ikan tidak nafsu makan dan gerakan pasif. Ikan mengeluarkan banyak energi untuk dapat bertahan hidup. Infestasi parasit yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perubahan keseimbangan pada inang (Sunarsih, 1993). Parameter kualitas air seperti suhu, DO, ph dan salinitas yang masih dalam kisaran hidup ikan nila. Suhu air 27 O C masih berada dalam kisaran yang baik bagi kehidupan ikan nila. Arie (2001) ikan nila mampu mentolerir suhu antara 14 38 0 C. Nilai ph air berkisar 7,01 7,52 dan masih berada dalam kisaran optimal bagi kehidupan ikan nila. Ellis dalam Boyd (1990) kisaran ph air yang baik untuk produksi ikan adalah antara 6,5 9 sedangkan yang paling baik untuk ikan nila antara 7-8 (Arie, 2001). Kadar oksigen terlarut berkisar 5, 35 5,72 ppm meru kisaran yang optimal bagi ikan nila. Watson (1978) dalam Sunarsih (1993) kandungan oksigen terlarut 2 mg/l meru batas lethal bagi kehidupan ikan sedangkan Boyd (1990) jumlah oksigen yang diperlukan oleh hewan hewan perairan sangat bervariasi dan bergantung pada spesies, ukuran, jumlah dan dimakan, aktivitas, suhu air dan lain-lain. Kandungan oksigen opitimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah 4 mg/l tetapi paling baik dari 4 mg/l (Arie, 2001). Arie (2001) ikan nila memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi salinitas air yang tinggi dan lebih tahan terhadap serangan penyakit. Stickney dalam Boyd (1990) menyatakan bahwa beberapa jenis tilapia mempunyai potensi yang dianggap layak untuk dipelihara di lingkungan berkadar garam yang luas walaupun sementara jenis lainnya terbatas pada air tawar.