BAB I PENDAHULUAN. diteliti oleh para ahli bahasa. Hal ini dibuktikan berdasarkan banyaknya bukubuku

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. pembeda antara sub-etnis di atas adalah bahasa dan letak geografis.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA. Oleh MIKAWATI INDRYANI HUTABARAT

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. wacana.ahimsa (dalam Sobur, 2001:23) mengemukakan, bahwabahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba sangat mengapresasi nilai-nilai budaya yang mereka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

I. PENDAHULUAN. negara ini memiliki beragam adat budanya dan hukum adatnya. Suku-suku

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. upacara adat disebut kerja, yang pertama disebut Kerja Baik yaitu upacara adat

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PENDAHULUAN. untuk berbagai keperluan. Upacara adat adalah suatu hal yang penting bagi

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba mempunyai bahasa Batak Toba sebagai lambang identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada etnik Simalungun memiliki struktur sosial berbentuk pentangon sehingga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai ragam suku bangsa yang memiliki jenis kebudayaan yang beragam pula.

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional dan bahasa daerah. Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkembang pun dipengaruhi oleh kehidupan masyarakatya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, istilah Batak sebenarnya sudah jarang sekali dipakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan budaya nasional yang tetap harus dijaga kelestariannya.guna

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun, Pak-pak, Toba, Mandailing dan Angkola. (Padang Bolak), dan Tapanuli Selatan (B. G Siregar, 1984).

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997)

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB I PENDAHULUAN. gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Musik merupakan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan dan merupakan tiang yang

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

BAB I PENDAHULUAN. Toba, Batak Pak-Pak - Dairi, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Angkol dan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak tutur merupakan salah satu kajian pragmatik yang paling sering diteliti oleh para ahli bahasa. Hal ini dibuktikan berdasarkan banyaknya bukubuku dan jurnal-jurnal mengenai tindak tutur yang telah diterbitkan. Walaupun kajian ini sudah banyak diteliti, akan tetapi pokok bahasannya tetap menarik untuk digali lebih lanjut. Hal itu tidak terlepas dari ranah kajian pragmatik yang mengaitkan hubungan makna dengan situasi tuturan (Trosborg, 1995:5). Situasi tuturan inilah yang menyebabkan kajian mengenai tindak tutur menjadi beragam dan tetap menarik untuk diteliti. Istilah tindak tutur berkaitan dengan fakta bahwa melalui suatu ujaran, seorang penutur dapat memilih berbagai cara dalam bertutur agar lawan tuturnya melakukan apa yang dikehendaki oleh penutur (Bonvillain, 1997:91). Dalam hal ini, sering penutur menggunakan suatu strategi dalam pemilihan bentuk-bentuk tuturan yang dituturkan dalam bentuk kalimat. Bentuk-bentuk kalimat tersebut dibagi menjadi bentuk langsung dan bentuk tidak langsung. Tindak tutur langsung berarti penuturnya menyampaikan secara langsung apa yang dimaksudkan kepada lawan tutur. Hal ini dapat dilihat pada contoh nomor 1, yaitu: 1) Ayo kita makan!

Pada contoh 1 penutur yang merasa lapar mengajak temannya untuk makan. Penutur menyampaikan permintaannya secara langsung karena konteks tururan terjadi pada jam 12.00 siang. Tindak tutur tidak langsung berarti penuturnya menyampaikan apa yang akan dimaksudkan secara tersirat. Hal ini dapat dilihat pada contoh 2, yaitu: 2) Saya sudah lapar. (sambil memegang perutnya) Kedua bentuk permintaan di atas memiliki maksud yang sama, yaitu supaya lawan tutur melakukan suatu tindakan untuk makan. Pada bentuk 1) permintaan dilakukan kepada lawan tutur yang sebaya dan dikenal baik oleh penutur. Contoh 1 muncul disebabkan penutur melihat lawan tuturnya tidak sibuk dengan pekerjaannya. Tuturan 1) disebut tuturan langsung karena merupakan tuturan permintaan secara langsung yang ditandai dengan penggunaan kata ayo. Kata ayo merupakan penanda kalimat perintah. Pada bentuk 2) permintaan dilakukan secara tidak langsung karena pada contoh tersebut tidak ditemukan kata-kata penanda permintaan secara langsung dan kalimat yang digunakan adalah kalimat berita yang menginformasikan bahwa penutur merasa lapar. Akan tetapi jika dikaji lebih dalam contoh 2) merupakan tuturan yang mengandung permintaan secara tidak langsung dimana penuturnya mengharapkan lawan tuturnya melakukan suatu tindakan untuk ikut makan bersama. Bentuk pada contoh 2 dapat muncul karena penutur melihat lawan tuturnya terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan tidak memperhatikan waktu makan siang sehingga penutur merasa sungkan dan memilih untuk menggunakan tuturan tidak langsung.

Berdasarkan kedua bentuk tuturan di atas, bentuk permintaan dapat berupa kalimat imperatif dan deklaratif. Selain kalimat imperatif dan kalimat deklaratif, kalimat interogatif juga bisa digunakan, yaitu: 3) Apa kamu tidak merasa lapar? Penutur pada contoh 3) secara tidak langsung menggunakan kalimat tanya untuk meminta lawan tuturnya untuk makan. Pertanyaan yang diajukan tidak hanya membutuhkan jawaban iya atau tidak akan tetapi mengandung makna sebuah permintaan untuk makan bersama. Bentuk permintaan tersebut tidak hanya dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari akan tetapi dapat juga ditemukan dalam berbagai upacara kebudayaan atau upacara adat. Dalam upacara adat, budaya memiliki pengaruh yang besar dalam bertutur. Penggunaan bahasa dalam bertutur dipengaruhi oleh kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat. Ada tingkatan sosial yang harus diperhatikan ketika seseorang hendak bertutur. Upacara adat sangatlah beraneka ragam di Indonesia, seperti: upacara adat pernikahan, upacara adat kematian, dan upacara adat turun panen. Keberagaman bentuk upacara adat tersebut disebabkan oleh perbedaan budaya dan juga letak geografisnya. Salah satu upacara adat yang masih sering dilakukan dibanding upacara adat lainnya di Indonesia adalah upacara adat pernikahan. Upacara adat pernikahan yang terdapat di Indonesia sangat beragam dan tiap-tiap daerah memiliki upacara yang berbeda-beda pula. Tiap-tiap provinsi di Indonesia memiliki upacara pernikahan yang berbeda pula. Salah satu provinsi yang memiliki upacara pernikahan adat adalah Sumatera Utara.

Marcelyna (2012:2) menyatakan bahwa suku Batak mayoritas tersebar di wilayah Sumatera Utara. Suku Batak dibagi menjadi beberapa subsuku, yakni Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Silindung, Batak Mandailing, Batak Humbang, Batak Angkola, Batak Padang Lawas, Batak Pakpak, dan Batak Pakpak Bharat. Masyarakat pada setiap bagian suku Batak ini mendiami wilayah yang berbeda-beda dan memiliki budaya masing-masing. Salah satu suku yang paling banyak jumlah penduduknya adalah suku Batak Toba. Oleh karena itu, tata cara pernikahan adat setiap bagian suku Batak menjadi berbeda pula. Pada penelitian ini, tuturan-tuturan dalam pernikahan adat dari suku Batak Toba akan dianalisis. Analisis akan dilakukan berdasarkan kajian pragmatik. Pernikahan adat Batak Toba untuk selanjutnya disingkat dengan PABT merupakan salah satu bentuk pernikahan adat di Indonesia yang masih mempertahankan tradisi leluhur secara turun-temurun. PABT memiliki rangkaian acara yang panjang dan melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, PABT ini sangat kompleks dan menarik untuk diteliti dari aspek kebahasaannya. Dalam setiap PBAT, dikenal istilah Dalihan Na Tolu. Menurut Sinurat (2005:10), Dalihan Na tolu adalah tiga bagian besar yang membagi suku Batak berdasarkan atas status sosialnya dalam setiap upacara adat. Pembagian ini berdasarkan silsilah keluarga dan dapat dilihat dari hubungan yang terkait dengan marga. Dalihan Na Tolu yang berarti tungku yang berkaki tiga itu terdiri dari dongan sabutuha (saudara satu marga), hula-hula (keluarga dari istri dan ibu), dan boru (keluarga dari anak atau saudara perempuan).

Di dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, falsafah mengenai Dalihan Na Tolu ini sangat dijunjung tinggi dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu akan semakin terlihat ketika berlangsungnya upacara adat pernikahan. Dalam upacara pernikahan adat, setiap bagian dari Dalihan Na Tolu memegang peranan masing-masing. Setiap bagian memegang peranan yang penting karena tanpa kehadiran salah satu dari tiga bagian Dalihan Na Tolu maka upacara adat tersebut tidak dapat dilaksanakan. Dengan kata lain, Dalihan Na Tolu menjadi tiang pedoman bagi masyarakat suku Batak dalam berinteraksi sosial dan juga menjadi acuan untuk menentukan status sosialnya. Dalihan Na Tolu terdiri dari dongan tubu, boru, dan hula-hula. Pada bagian dongan sabutuha atau lebih dikenal dengan dongan tubu merupakan setiap laki-laki yang berasal dari kelompok marga atau klan yang sama. Kelompok marga atau klan tersebut telah dikelompokkan oleh nenek moyang masyarakat suku Batak Toba. Selanjutnya, setiap perempuan Batak Toba akan menjadi pihak boru bagi keluarga ayah dan saudara laki-lakinya. Pada setiap PABT yang menjadi pihak hula-hula adalah keluarga dari pengantin perempuan dan pihak hula-hula ini sangatlah dihormati oleh keluarga pengantin laki-laki. Hal ini disebabkan pihak hula-hula akan menyerahkan anak perempuannya untuk menjadi bagian dari keluarga pengantin laki-laki. Oleh karena itu, pihak keluarga pengantin laki-laki sangat menghormati pihak hulahula karena telah bersedia memberi anak perempuannya untuk menjadi bagian keluarganya.

Menurut Sinurat (2005:15), pernikahan adat Batak Toba memiliki tiga tingkatan berdasarkan tata cara yang digunakan. Ketiga tingkatan itu adalah unjuk, mangadati, dan pasahat sulang-sulang pahoppu. Unjuk adalah perkawinan yang melibatkan keluarga inti saja dan tidak melibatkan banyak orang. Mangadati adalah perkawinan yang dilakukan menurut aturan adat secara penuh dan melibatkan banyak orang. Sulang-sulang pahoppu merupakan pernikahan yang dilakukan setelah memiliki anak. Sulang-sulang pahopu dilakukan karena sebelumnya pasangan tersebut belum mampu untuk melaksanakan pernikahan adat secara penuh atau mangadati. Berdasarkan tingkatan pernikahan di atas, pernikahan yang akan menjadi kajian penelitian adalah pernikahan yang menggunakan adat secara penuh atau mangadati. Hal ini karena mangadati memiliki prosesi adat yang lebih kompleks dan lengkap. Oleh karena itu, pada proses mangadati lebih banyak ditemukan aspek-aspek kebahasaan yang menarik untuk diteliti. Aspek kebahasaan tersebut akan dikaitkan dengan kebudayaan masyarakat Batak Toba. Pada PABT dapat ditemukan berbagai bentuk tuturan permintaan. Salah satu tuturan permintaan dapat dilihat dari bagaimana seseorang dari pihak pengantin pria mempersilahkan keluarga pihak pengantin perempuan untuk masuk. 1)Dihamu Raja ni Hula hula nami, mangaradi ma hamu asa ro hami manomu dohot manyomba hamu. Kepada keluarga pengantin perempuan, bersiaplah supaya kami datang untuk menjemput dan memberi hormat! Secara tertulis, tuturan pada data 1) bermakna imbauan kepada lawan tutur

untuk bersiap-siap. Pada tuturan tersebut, tidak secara langsung disebutkan bahwa keluarga pengantin perempuan disilakan masuk. Penutur memilih kalimat secara tidak langsung karena mempertimbangkan bahwa dalam upacara PBAT, pihak keluarga pengantin perempuan sangat dihormati dan disegani. Apabila penutur menggunakan tuturan langsung berupa Masuklah!, keluarga pihak pengantin perempuan bisa saja tersinggung karena merasa tidak dihargai. Dalam bertutur seorang penutur dalam PABT harus menggunakan strategi berupa pemilihan bentuk-bentuk tuturan dan jenis-jenis tuturan. Dalam penelitian ini, yang akan dikaji adalah tuturan yang mengandung permintaan yang digunakan selama upacara mangadati berlangsung. Salah satu teori yang dapat digunakan dalam meneliti tuturan adalah pragmatik. Dalam penelitian kebahasaan, pragmatik hadir sebagai salah satu disiplin ilmu yang tentang penggunaan bahasa yang dikaitkan dengan situasi tuturan. Dalam penelitian ini, tuturan-tuturan dalam pernikahan adat Batak Toba akan menjadi sumber data penelitian. Upacara perkawinan adat Batak Toba merupakan salah satu warisan budaya suku bangsa di Indonesia dan harus dilestarikan. Salah satu cara untuk melestarikannya ialah dengan melakukan penelitian. Penelitian dapat dilakukan dari berbagai bidang ilmu, seperti penelitian bahasa mengenai tindak tutur. Tindak tutur yang terjadi dalam pernikahan adat Batak Toba sangat beragam, seperti tindak tutur yang berwujud meminta, menolak, menasehati, menyuruh, dan bertanya. Berkaitan dengan tindak tutur pada pemaparan tersebut, akan dilakukan penelitian yang berjudul Tindak Tutur Permintaan dalam Upacara Pernikahan

Adat Batak Toba. Pada penelitian ini, akan dideskripsikan bentuk, jenis, dan fungsi tindak tutur permintaan pada tuturan-tuturan yang terdapat dalam upacara pernikahan tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut. 1) Apa sajakah bentuk-bentuk kalimat dari tuturan permintaan yang terdapat dalam PABT? 2) Apa sajakah jenis tuturan permintaan yang digunakan dalam PABT? 3) Apa sajakah fungsi tuturan permintaan yang terdapat dalam PABT? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan bentuk-bentuk kalimat dari tuturan permintaan yang terdapat dalam PABT. 2) Menjelaskan jenis tuturan permintaan yang digunakan dalam PABT. 3) Menganalisis fungsi tuturan permintaan yang terdapat dalam PABT. 1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan teori tindak tutur Searle dan Austin.

Teori tindak tutur membahas hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan bahasa dalam kehidupan sosial. Penggunaan bahasa tersebut tidak hanya dalam bentuk tulisan, tetapi juga dalam bentuk lisan. Lebih lanjut, Searle (1969:234) menyatakan bahwa teori tindak tutur berkaitan dengan tuturan yang memiliki makna, dorongan, dan akibat. Dalam berkomunikasi, penutur memiliki banyak cara untuk menyampaikan informasi yang akan disampaikan. Cara seorang penutur untuk menyampaikan informasi tersebut dipengaruhi situasi yang terjadi. Oleh karena itu, seorang penutur sebaiknya menggunakan strategi dalam bertutur, terutama dalam hal meminta. Ada beberapa jenis tindak tutur menurut Searle (1969:235). Jenis tindak tutur tersebut ialah representatif, deklarasi, ekspresif, komisif, dan direktif. Masing-masing jenis tersebut memiliki cabang yang lebih lanjut dikenal sebagai pertanyaan, permintaan, perintah, dan permintaan maaf. Dalam penelitian ini, akan dilakukan kajian tindak tutur direktif yang memiliki turunan tindak tutur meminta. Dalam penelitian ini, yang akan menjadi objek kajian ialah tindak tutur yang mengandung tuturan-tuturan meminta yang dilakukan oleh Dalihan Na Tolu dalam masyarakat Batak Toba. Bagi Dalihan Na Tolu, setiap tuturan akan dinyatakan dengan sangat berhati-hati, terutama dalam hal meminta, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini bertujuan agar lawan tutur tidak tersinggung atau salah pengertian. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, yang dikaji ialah bentuk, jenis, dan fungsi tuturan-tuturan permintaan yang digunakan Dalihan Na Tolu dalam upacara mangadati PABT.

1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan kajiankajian pragmatis, terutama teori tindak tutur permintaan. Melalui penelitian ini, dipaparkan bentuk, jenis, dan fungsi tuturan permintaan dalam PABT. Pemaparan tersebut akan menunjukkan perkembangan tindak tutur permintaan dalam berbagai teori tindak tutur permintaan. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi peneliti sendiri untuk meningkatkan kemampuan analisis, khususnya mengenai bidang ilmu pragmatik. Selain itu, kemampuan menulis karya ilmiah juga dilatih karena dalam proses penulisan hasil penelitian akan dilakukan banyak perbaikan agar dapat menghasilkan karya ilmiah yang sesuai dengan sistematika penulisan yang benar. Hasil penelitian ini juga bermanfaat secara praktis bagi peneliti lain untuk mengetahui bentuk-bentuk, jenis-jenis, dan fungsi tindak tutur dalam PABT. Peneliti lain dapat menggunakan penelitian ini sebagai acuan untuk melakukan dan mempertajam analisis mengenai penelitian serupa. Selanjutnya, hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi Universitas Andalas karena dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian tindak tutur, terutama tindak tutur permintaan dalam upacara adat. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama kaum muda untuk melestarikan budaya Indonesia. Melalui hasil penelitian ini, generasi muda dapat mengetahui berbagai tindak tutur permintaan yang digunakan dalam PABT.