BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Kering Tanaman Kentang

dokumen-dokumen yang mirip
KOEFISIEN PEMADAMAN TAJUK DAN EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN KENTANG

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN RADIASI SURYA PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DAN ATLANTIS 3 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. MODEL SIMULASI PERKEMBANGAN, PERTUMBUHAN DAN NERACA AIR TANAMAN KENTANG PADA DATARAN TINGGI DI INDONESIA4 1 ABSTRAK

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanaman Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dikenal oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

Menimbang Indeks Luas Daun Sebagai Variabel Penting Pertumbuhan Tanaman Kakao. Fakhrusy Zakariyya 1)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

STAF LAB. ILMU TANAMAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa dan jarak

Frequently Ask Questions (FAQ) tentang kaitan lingkungan dan kelapa sawit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2017 di Lahan

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

BAB III BAHAN DAN METODE

PENGARUH NAUNGAN PARANET TERHADAP IKLIM MIKRO DAN PRODUKTIVITAS PUCUK TANAMAN KOLESOM (Talinum triangulare (Jacq.)Willd.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

II. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAB I PENDAHULUAN. Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman.

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah diperkirakan masuk ke Indonesia antara tahun Namun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

III. TATA CARA PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan utama manusia. Badan Pusat Statistik (2010)

RESPON PRODUKSI TANAMAN TOMAT VARIETAS TORA TERHADAP PERBEDAAN KONDISI IKLIM MIKRO AKIBAT PEMAKAIAN MULSA PERAK DAN HITAM FITRI MUNAWAROH

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PENINGKATAN EFISIENSI KONVERSI ENERGI MATAHARI PADA PERTANAMAN KEDELE MELALUI PENANAMAN JAGUNG DENGAN JARAK TANAM BERBEDA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

X. WATER AND IRRIGATION. Acquaah, George Horticulture. Principles and Practices. Chapter 23, 24

Volume 11 Nomor 2 September 2014

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGATURAN POPULASI TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Bahan tanaman Bahan kimia Peralatan Metode Penelitian

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman yang banyak

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang terpadu Universitas Lampung di

PENDAHULUAN. Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

III. BAHAN DAN METODE

MARI BERKEBUN HORTIKULTURA DI LAHAN PEKARANGAN SEMPIT

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

6 3.4.2 Berat Kering Tanaman Kentang Pengukuran berat kering dimulai dengan melakukan pengeringan contoh dengan menggunakan oven selama 48 jam pada suhu 70 o C. Setelah contoh tanaman kering, dilakukan penimbangan masing-masing bagian. Berat kering ini (gram) dikonversi dengan jarak tanam masing-masing contoh kemudian diperoleh biomassa (g m -2 ) 3.4.3 Leaf Area Index (LAI) Nilai LAI dihitung dimulai dengan membuat replika beberapa contoh daun kentang pada kertas millimeter block, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat replika tersebut dan luasnya. Persamaan dari hubungan berat dan luas replika daun menunjukkan kerapatan daun pada tajuk (ρ). LAI = Luas daun pada tajuk Luas lahan yang ditutupi tanaman 3.4.4 Radiasi surya yang diintersepsi oleh tanaman (Q int ) Radiasi yang diintersepsi tajuk dihitung menggunakan persamaan hukum Beer, Q τ τ Q int Keterangan: = Q o x e -k*lai.(3) = e -k*lai = 0,0393e 1,3718Lai...(4) = Q o Q τ = Q o (Q o x e -k*lai ) = Q o x (1-τ)....(5) Q int : Radiasi surya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman kentang (MJ m -2 ) τ : Koefisien transmisi Q o : Radiasi surya yang terukur di stasiun klimatologi (MJ m -2 ) 3.4.5 Nilai efisiensi tanaman (ε) ε = dw/q int.. (7) Keterangan : ε : efisiensi penggunaan radiasi surya (g MJ -1 ) dw : penambahan berat kering tanaman (g m -2 ) Q int : radiasi surya yang diintersepsi oleh tajuk tanaman secara kumulatif (MJ m -2 ) BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Intersepsi Radiasi Surya Intersepsi radiasi surya oleh tajuk tanaman adalah jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh tajuk tanaman dikurangi radiasi surya yang ditransmisikan oleh tajuk tersebut. Perhitungan radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman kentang dilakukan dengan menggunakan persamaan (5). Koefisien transmisi (τ) yang digunakan dalam persamaan (5) diperoleh dari Ariyani (2010, komunikasi pribadi) yang disajikan pada persamaan (4). Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 2. Pada minggu pertama pengukuran, intensitas radiasi yang diintersepsi tanaman cukup seragam dengan rata-rata 3,90 MJ m -2. Terjadi peningkatan intensitas radiasi yang diintersepsi seiring dengan kenaikan nilai LAI, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. Hubungan antara nilai LAI dengan radiasi yang diintersepsi tajuk tanaman tidak berbanding lurus. Hal ini dikarenakan selama proses pertumbuhan tanaman kentang, nilai LAI ini akan terus naik sampai pada nilai tertentu, yang kemudian tidak ada lagi kenaikan nilai LAI atau bahkan malah terjadi penurunan. Tabel 2 Hasil perhitungan besarnya radiasi yang diintersepsi oleh tajuk tanaman kentang Perlakuan Radiasi surya yang diintersepsi (MJ m -2 ) minggu ke 1 a 2 a 3 a 4 a 5 a J1 AI 4,11 7,14 12,61 20,92 46,84 J1 BI 4,45 8,89 14,16 8,13 35,44 J1 CI 4,69 5,68 4,37 4,56 7,86 J1 AII 3,48 10,89 19,92 6,61 18,59 J1 BII 3,28 5,87 4,32 7,60 16,68 J1 CII 3,13 4,86 3,51 5,18 6,45 J2 AI 5,40 15,82 48,52 23,59 20,69 J2 BI 3,88 6,53 12,38 12,15 27,60 J2 CI 3,29 5,72 4,10 9,53 10,17 J2 AII 4,35 8,03 8,28 7,25 20,86 J2 BII 3,60 6,00 6,26 9,28 12,69 J2 CII 3,08 8,14 12,11 10,39 11,57 Keterangan : 1 a (38 hari setelah tanam) 2 a (46 hari setelah tanam) 3 a (53 hari setelah tanam) 4 a (60 hari setelah tanam) 5 a (67 hari setelah tanam)

7 Selama dilakukan pengukuran, ada beberapa contoh tanaman yang telah mulai terserang penyakit, sehingga hubungan antara LAI dengan intersepsi radiasi surya menjadi tidak konsisten. Penyakit yang menyerang tanaman kentang pada penelitian ini adalah hawar daun. Penyakit ini mulai menyerang tanaman kentang pada minggu keempat (60 hari setelah tanam), sehingga pada pengukuran keempat ini, besarnya intersepsi rata-ratanya lebih kecil dari minggu sebelumnya. Hal ini karena penyakit yang menyerang tanaman kentang menyebabkan pengukuran nilai LAI tidak dapat dilakukan karena daun kentang kering dan mengkerut. Pada pengukuran minggu keempat di Stasiun Pacet, suhu udara rata-rata 21,4 o C, radiasi surya rata-rata 13,87 MJm -2 dan kelembaban udara 86,2%. Kondisi ini masih memungkinkan tanaman kentang untuk terus memanen energi radiasi surya dan pada minggu berikutnya ada beberapa contoh tanaman yang masih tumbuh dengan baik, hanya saja jumlahnya sedikit. Menurut Harjadi (1984) dan Li et al. (2007), jarak tanam mempengaruhi intersepsi radiasi surya oleh daun. Apabila dilihat dari perbedaan jarak tanam, radiasi yang diserap tajuk tanaman kentang pada jarak tanam 20x30 cm lebih kecil dibandingkan dengan tanaman kentang pada jarak tanam 20x20 cm (Gambar 4a). Hal ini dikarenakan pada jarak tanam 20x30 cm, yang lebih renggang, memungkinkan lebih banyak radiasi yang ditransmisi ke bagian bawah tajuk, sehingga penggunaan energi radiasi surya menjadi kurang efisien. Pola hubungan antara LAI dan radiasi yang diintersepsi tajuk pada perlakuan ukuran benih sama dengan perlakuan jarak tanam. Pada Gambar 3b, tanaman kentang dengan benih grade C mengintersepsi radiasi surya lebih kecil dibandingkan dengan benih grade A dan B, dengan kisaran LAI yang lebih kecil dibandingkan dengan grade benih A dan B. (a) Jarak tanam (b) Ukuran umbi Gambar 4 Hubungan nilai LAI dengan intersepsi radiasi surya pada tajuk tanaman kentang.

8 Perbedaan jarak tanam maupun ukuran benih tidak menunjukkan perbedaan hasil pengukuran yang signifikan, baik dalam pengukuran nilai LAI ataupun intersepsi radiasi surya. Radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman kentang cukup seragam. Intersepsi radiasi surya yang paling tinggi yaitu sebesar 48,52 MJm -2 selama satu minggu. Tanaman yang mengintersepsi energi sebanyak ini adalah tanaman yang ditanam pada jarak tanam 20x20 cm dan berasal dari benih dengan ukuran besar. Tanaman yang diberi perlakuan ini memiliki nilai LAI yang paling besar pula. 4.2 Berat Kering Tanaman Kentang Selain menghitung radiasi yang diintersepsi oleh tajuk tanaman kentang, berat kering dari tanaman ini juga dihitung pada tiap minggunya. Berat kering yang diukur meliputi berat kering tanaman di atas tanah (AGB) dan berat kering umbi. Hasil perhitungannya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4. Secara keseluruhan, tanaman kentang mengalami peningkatan berat kering seiring dengan peningkatan intersepsi radiasi surya oleh tajuk. Menurut Tanaka (dalam Musawir 2005), berat kering tanaman akan bertambah seiring dengan meningkatnya nilai LAI, namun bila nilai LAI terus meningkat maka berat kering akan menurun. Penurunan berat kering ini disebabkan laju fotosintesis berkurang karena daun saling menaungi. Tabel 3 Hasil pengukuran berat kering tanaman di atas tanah Perlakuan Berat kering tanaman (g m -2 ) di atas tanah,minggu ke 1 a 2 a 3 a 4 a 5 a J1 AI 20,8 27,7 74,5 98,2 147,8 J1 BI 29,3 38,7 93,2 65 132 J1 CI 19,1 14 16,2 15,2 36,3 J1 AII 18,9 54,2 102,1 41,9 99,7 J1 BII 6,8 14,9 17,1 36,9 73,4 J1 CII 3,4 4,1 5,2 16,4 47,7 J2 AI 39 75,7 160 143,2 114,4 J2 BI 15,8 21,3 73,5 84,9 111,5 J2 CI 5,5 12,3 14,8 38,8 65 J2 AII 39,3 35 59,2 44,8 77,8 J2 BII 12,4 16,7 40,4 50,5 61,1 J2 CII 14,6 34,5 72,1 59,3 49,8 Berat kering tanaman di atas tanah (AGB) yang paling tinggi terukur pada minggu ketiga, tanaman kentang dengan jarak tanam 20x20 cm dan ukuran benih besar atau J2AI, data intersepsi radiasi tajuk juga paling tinggi (Tabel 2), dan LAI tinggi pula (Lampiran 2). Apabila data tersebut dibedakan berdasarkan jarak tanam, maka dapat diketahui bahwa pada jarak tanam 20x30 cm hasil pengukuran AGB yang lebih kecil dibandingkan pada jarak tanam 20x20 cm. Hal ini dikarenakan pada jarak tanam 20x30 cm intersepsi radiasi surya lebih rendah, sehingga hasil fotosintesisnya lebih sedikit pula, namun perbedaan berat kering yang terukur tidak signifikan. Perbedaan hasil pengukuran untuk perlakuan ukuran benih juga tidak terlalu besar. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tanaman kentang dengan benih grade A menghasilkan AGB yang besar pula. Perbedaan hasil ini bisa disebabkan oleh laju pertumbuhan pada kentang dengan ukuran benih grade A lebih tinggi dibandingkan benih yang lainnya. Pada perhitungan AGB ini, pengaruh ukuran benih lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam. Tabel 4 Hasil pengukuran berat kering umbi Perlakuan Berat kering umbi (g m -2 ) minggu ke 1 a 2 a 3 a 4 a 5 a J1 AI * 20,1 47,3 178,5 279,8 J1 BI 7,9 16,1 123,9 182,0 164,0 J1 CI * 6,9 3,3 61,0 44,0 J1 AII 14,0 21,3 210,6 116,5 288,5 J1 BII * 6,2 17,1 27,1 83,2 J1 CII * 4,7 4,0 7,6 27,5 J2 AI 5,2 33,1 255,4 448,7 646,0 J2 BI * * 56,0 75,4 83,8 J2 CI * 11,8 6,6 35,7 199,8 J2 AII 26,8 14,1 87,8 168,9 148,2 J2 BII * 2,8 52,0 21,4 168,5 J2 CII 8,0 21,2 93,6 162,9 154,8 Keterangan : 1 a (38 hari setelah tanam) 2 a (46 hari setelah tanam) 3 a (53 hari setelah tanam) 4 a (60 hari setelah tanam) 5 a (67 hari setelah tanam) *) tanaman kentang belum memiliki umbi.

9 Pada pengukuran berat kering umbi, minggu pertama pengukuran belum semua tanaman kentang memiliki umbi. Berat kering yang terukur semakin bertambah tiap minggunya seiring dengan semakin besar nilai LAI, semakin besar intersepsi radiasi pada tajuk. Tanaman kentang yang berat kering umbinya paling tinggi dihasilkan dari tanaman kentang yang berasal dari benih grade A dan jarak tanam 20x20 cm. Ternyata perbedaan berat kering umbi yang dihasilkan dari tanaman yang diberi perlakuan jarak tanam maupun ukuran umbi cukup besar, tidak seperti pada hasil pengukuran AGB. Benih umbi yang berukuran besar dapat menghasilkan berat kering umbi yang besar pula, baik dalam jumlah umbi maupun ukuran dan berat umbi basah. Hasil pengukuran jumlah dan berat umbi basah ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 5 memberikan informasi bahwa pada pengukuran minggu pertama (38 hari setetah tanam) energi yang diserap tanaman lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tanaman, penambahan ukuran tanaman. Akan tetapi, mulai minggu ketiga pengukuran (53 hari setelah tanam), energi lebih banyak dialokasikan untuk pembentukan umbi. Setelah minggu ketiga tanaman kentang masih mengalami penambahan berat kering di atas tanah, namun penambahan tersebut tidak sebesar pada saat awal pengukuran. Hal ini seperti yang disebutkan Smith (1968) bahwa pada fase pembentukan umbi, laju respirasi semakin menurun sampai masa panen. Oleh karena itu, penambahan berat kering tanaman (baik AGB maupun umbi) masih terus meningkat. Dari data pengukuran berat umbi basah (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa jumlah dan berat umbi basah terus meningkat tiap minggunya. Gambar 5 Berat kering tanaman rata-rata yang terukur pada tiap minggu.

10 4.3 Efisiensi Penggunaan Radiasi Surya Gambar 6 Hubungan radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman kentang secara kumulatif dengan penambahan berat kering tanaman kentang. Radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman kentang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan serta produksi umbi. Energi yang diserap tersebut diakumulasikan selama masa tumbuhnya. Dengan mengkorelasikan radiasi yang diintersepsi oleh tajuk secara kumulatif dengan penambahan berat kering tanaman kentang, maka dapat diperoleh nilai efisiensi penggunaan radiasi surya. Tanaman kentang yang ditanam di Galudra, Cianjur ini memiliki nilai efisiensi sebesar 1,55 g MJ -1 dengan R 2 = 0,85. Pada penelitian ini juga dilakukan perhitungan nilai efisiensi dengan mengkorelasikan radiasi yang diintersepsi tajuk secara kumulatif dengan berat kering total (AGB+umbi). Nilai efisiensi yang diperoleh sebesar 4,49 g MJ -1, dengan nilai R 2 = 0,81. Nilai efisiensi ini lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan efisiensi yang pertama (AGB), karena perhitungan ini memasukkan berat kering umbi. Sebagai catatan, berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa kadar air pada umbi 84% dari berat basah umbi. Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 5, 6 dan 7. Tanaman kentang yang ditanam pada jarak tanam 20x20 cm memiliki nilai efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam 20x30 cm. Kondisi ini menunjukkan bahwa kentang yang ditanam dengan kerapatan yang tinggi dapat menggunakan radiasi yang diintersepsi oleh tajuk lebih efisien daripada tanaman yang ditanam lebih renggang. Hal ini memperkuat hasil penelitian Kemanian et al. (2004) dan Nurmalan (1999) bahwa pada kentang dengan kerapatan tanaman yang tinggi, nilai efisiensinya lebih besar daripada kentang dengan kerapatan tanaman yang rendah. Apabila dibandingkan dengan penelitianpenelitian sebelumnya (Tabel 5), nilai efisiensi pada penelitian ini cukup mendekati nilai-nilai efisiensi tersebut. Nilai efisiensi pada Tabel 5 diperoleh dari hasil penelitian Kemanian et al. (2004) dan Nurmalan (1999) yang menggunakan jarak tanam yang berbeda; serta Tadesse et al. (2001) yang menggunakan dua varietas yang berbeda dan pemberian nitrogen. Efisiensi tanaman kentang varietas Gloria lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Spunta. Tanaman kentang yang sebelumnya diberi penambahan nitrogen, nilai efisiensinya lebih tinggi daripada benih kontrol (tidak diberi tambahan nitrogen). Nilai efisiensinya berada pada 1-2 g MJ -1.

11 Tabel 5 Penelitian Manrique et al (1991) Nurmalan (1999) Tadesse et al (2001) Kemanian et al (2004) Kodarsih (2010) Hasil penelitian nilai efisiensi penggunaan radiasi pada tanaman kentang Efisiensi (g MJ -1 ) 1,48 AGB 1,4-6,8 Data yang digunakan Biomassa total 1,7-2,3 AGB 1,13-1,23 AGB 1,55 AGB 4,49 Biomassa total Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya pada tanaman kentang di Galudra ini akan lebih besar lagi apabila tanaman kentang tersebut tidak terserang penyakit. Menurut Johnson (1987), proses pengguguran daun dan serangan penyakit pada tanaman akan mengurangi nilai efisiensi penggunaan radiasi. Selain itu, menurut Chang (dalam Paimun 1999) nilai efisiensi pemanfaatan radiasi surya menjadi kecil karena dua faktor :permukaan tanah yang tidak seluruhnya ditutupi tanaman sehingga radiasi akan terbuang percuma dan berbagai macam defisiensi seperti zat-zat unsur hara, serangan hama, dan suhu yang tidak sesuai. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berat kering tanaman merupakan fungsi dari intersepsi radiasi surya pada tajuk tanaman kentang. Pada saat tajuk tanaman mengintersepsi radiasi surya yang tinggi, maka berat kering yang terukur tinggi pula, demikian sebaliknya. Selama pengukuran, intensitas radiasi surya yang diintersepsi meningkat seiring dengan kenaikan nilai LAI. Jarak tanam 20x20 cm dan 20x30 cm tidak berpengaruh secara nyata terhadap intersepsi radiasi surya oleh tajuk tanaman. Ukuran benih memberikan pengaruh pada hasil berat kering tanaman. Tanaman kentang dengan ukuran umbi yang besar menghasilkan berat kering yang lebih besar dibandingkan dengan umbi ukuran sedang dan kecil. Jarak tanam dan ukuran umbi memberikan pengaruh yang lebih besar pada berat kering umbi daripada biomas tanaman di atas tanah. Jumlah radiasi surya yang diintersepsi berbanding lurus dengan penambahan berat kering tanaman kentang, baik yang di atas tanah maupun yang di bawah tanah. Gradien hubungan tersebut menunjukan nilai efisiensi penggunaan radiasi surya pada tanaman kentang. Biomas tanaman di atas tanah pada penelitian ini menghasilkan nilai efisiensi penggunaan radiasi surya sebesar 1,55 g MJ -1, sedangkan untuk biomas total nilai efisiensinya sebesar 4,49 g MJ -1. 5.2 Saran Penelitian selanjutnya akan lebih baik apabila menggunakan varietas yang berbeda dan pencegahan yang lebih baik terhadap serangan hama yang mungkin terjadi. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang. Dalam http://www.bps.go.id (25/11/2010) Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Produksi Sayuran di Indonesia. Dalam http://www.bps.go.id (25/11/2010) Bey, A. 1991. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cahyono, B. 1996. Budidaya Intensif Tanaman Kentang. Solo : CV. Aneka Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Mentan : Kemampuan Indonesia Untuk Produksi Kentang Sangat Membanggakan. Dalam http://www.litbang.deptan.go.id (25/11/2010) Foods and Agriculture Organisation (FAO). 2008. The Potato. Dalam http://www.potato2008.org (25/11/2010) Handoko, I. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor