BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pengertian atau pengetahuan. Sedangkan persepsi menurut Kamus Besar Bahasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

HUBUNGAN SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, SITUASI AUDIT, ETIKA, PENGALAMAN SERTA KEAHLIAN AUDIT DENGAN KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR OLEH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAHAN AJAR PEMERIKSAAN AKUNTAN 1. Oleh: Erni Suryandari F, SE., M.Si

AUDIT LAPORAN KEUANGAN. Pertemuan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VISI, MISI, TUJUAN, KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Derasnya arus globalisasi yang mengarah pada perdagangan bebas kini

BAB I PENDAHULUAN. kemudian mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang. berkepentingan (Boynton et al.,2001) dalam (Junaidi, 2016).

BAB II PEMBAHASAN. 2.1 Tipe Opini Auditor. 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002) ada 8 prinsip. dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman pemeriksa serta kualitas hasil penelitian. pendidikan dan jenjang pendidikan. Sumber daya manusia merupakan pilar

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

2.4 KODE ETIK AKUNTAN INDONESIA

Gambar 2.1 Hirarki Standar Auditing Sumber: SPAP Per 1 Januari 2001 (IAI, 2001: )

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kinerja auditor.

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

AUDIT LAPORAN KEUANGAN LAPORAN AUDIT & TANGGUNG JAWAB AUDITOR

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memerlukan seorang Pemeriksa Keuangan. Pemeriksa Keuangan

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi yang dipercaya oleh masyarakat.

PERBEDAAN ANTARA AUDITING DAN AKUNTANSI

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. diantara pelaku bisnis semakin meningkat. Para pelaku bisnis melakukan berbagai

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

JURNAL STIE SEMARANG, VOL 4, NO 2, Edisi Juni 2012 (ISSN : 2252_7826) JENIS-JENIS PENDAPAT AUDITOR (OPINI AUDITOR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian saat ini sedang mengarah pada persaingan usaha

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL. Bab I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. hubungan antara agent dengan principal. Hubungan teori keagenan mucul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pedoman Audit Internal (Internal Audit Charter) Lampiran, Surat Keputusan, No:06/FMI-CS/III/2017 Tentang Penetapan Kepala Unit Audit Internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. Pertanyaan Mengenai Persepsi terhadap Kode Etik Akuntan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut American Accounting Association (AAA) Siti Kurnia Rahayu

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara yang diatur dalam UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Pengertian audit menurut Arens et al (2008 : 4) adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya operasi usaha menyebabkan semakin banyak pihak-pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien (Deangelo, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan zaman dunia usaha dan industri semakin cepat

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diumumkan dalam Lembaran

PERIKATAN AUDIT TAHUN PERTAMA SALDO AWAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Auditor merupakan profesi yang mendapat kepercayaan dari publik untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dalam setiap sektor, salah satunya dalam hal pelaporan

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akuntansi Keuangan (SAK) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

BAB I PENDAHULUAN. Profesionalisme menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab pada audit atas laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian audit.

BAB II LANDASAN TEORI. Alvin A. Arens, at all (2011:4) menjelaskan bahwa: orang yang kompeten dan independen.

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori II.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi berasal dari bahasa latin yaitu perception, yang berarti penerimaan, pengertian atau pengetahuan. Sedangkan persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera (melihat, mendengar, mencium, menyentuh, dan merasakan). Setiap orang pasti memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam pandangannya mengenai suatu masalah. Menurut Robbins (2006:170), persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan inderawi mereka untuk memberi makna kepada lingkungan mereka. Dalam hal ini persepsi dapat dianggap sebagai penafsiran individu terhadap objek di kelilingnya, berdasarkan kesan yang diperoleh dari indera mereka. Hal ini mengakibatkan adanya persepsi yang berbeda dari dua orang atau lebih individu terhadap objek yang sama. Menurut Kotler (2009:24), persepsi adalah proses seseorang individu memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna tentang dunia. Dalam penelitian ini persepsi penelitian ini dapat diartikan sebagai pandangan seseorang mengenai suatu proses yang didapat dari pengalaman dan pembelajaran sehingga seorang individu mampu untuk memutuskan suatu hal. 9

II.1.2 Audit II.1.1.1 Pengertian Audit Audit merupakan suatu kegiatan mengevaluasi dan memeriksa kewajaran laporan keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang belaku umum. Adapun beberapa pendapat mengenai pengertian audit, yaitu antara lain: 1. Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, P.A., Gania, G., Budi, I.S (2003) mendefinisikan, Auditing adalah suatu proses yang sistematis dengan tujuan untuk memperoleh bukti-bukti secara objektif dengan memperhatikan pernyataan mengenai kegiatan dan peristiwa ekonomi untuk meningkatkan tingkat penyesuaian antara hasil-hasilnya kepada pemakai dan pihak yang berkepentingan. 2. Agoes S. (2008) mendefinisikan, Auditing adalah jasa yang diberikan oleh auditor dalam memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang disajikan perusahaan klien. Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan atau menemukan kecurangan, walaupun dalam pelaksanaannya sangat memungkinkan ditemukannya kesalahan atau kecurangan. Pemeriksaan laporan keuangan dimaksudkan untuk menilai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Maksud dari penjelasan diatas yaitu auditing merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti mengenai informasi laporan keuangan untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi 10

antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan dan dilaksanakan oleh seseorang yang independen dan kompeten. II.1.1.2 Jenis Audit Menurut Agoes S (2008), menyebutkan tiga jenis Auditing yang umum dilaksanakan. Ketiga jenis tersebut yaitu : 1. Operational Audit ( Pemeriksaan Operasional / Manajemen) Operasional atau management audit merupakan pemeriksaan atas semua atau sebagian prosedur dan metode operasional suatu organisasi untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional dapat menjadi alat manajemen yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil dari audit operasional berupa rekomendasi-rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit jenis ini lebih merupakan konsultasi manajemen. 2. Compliance Audit ( Audit Ketaatan ) Audit ketaatan merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah prosedur dan aturan yang telah ditetapkan otoritas berwenang sudah ditaati oleh personel di organisasi tersebut. Audit ketaatan biasanya ditugaskan oleh otoritas berwenang yang telah menetapkan prosedur/ peraturan dalam perusahaan sehingga hasil audit jenis ini tidak untuk dipublikasikan tetapi untuk intern manajemen. 11

3. Financial Audit ( Audit atas Laporan Keuangan ) Pemeriksaan atas laporan keuangan merupakan evaluasi kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen secara keseluruhan dibandingkan dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum. Dalam pengertiannya apakah laporan keuangan secara umum merupakan informasi yang dapat ditukar dan dapat diverifikasi lalu telah disajikan sesuai dengan kriteria tertentu. Umumnya kriteria yang dimaksud adalah standar akuntansi yang berlaku umum seperti prinsip akuntansi yang berterima umum. II.1.1.3 Jenis Auditor Berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, audit dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: 1. Auditor Ekstern Auditor ekstern / independen bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Umumnya auditor ekstern menghasilkan laporan atas financial audit. 2. Auditor Intern Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan audit manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang diaudit. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah audit manajemen yang termasuk jenis compliance audit. 12

3. Auditor Pajak Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak yang diaudit terhadap undang-undang perpajakan yang berlaku. 4. Auditor Pemerintah Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik pemerintah. Dan sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). II.1.1.4 Standar Auditing Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar antara lain diperlukan sebagai: 1. Ukuran mutu 2. Pedoman kerja 3. Batas tanggung jawab 4. Alat pemberi perintah 5. Alat pengawas 6. Kemudahan bagi umum 13

Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya diperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri: 1. Menyangkut kepentingan orang banyak 2. Mutu hasilnya ditentukan 3. Banyak orang (pekerja) terlibat 4. Sifat dan mutu pekerjaan sama 5. Ada organisasi yang mengatur Standar merupakan kriteria atau aturan mutu kinerja yang harus dicapai, berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang harus dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi profesi audit, yang merupakan ukuran mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga supaya profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan dalam laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku. Menurut Mulyadi (2008), akuntan publik merupakan salah satu profesi yang memiliki standar sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tuntutan untuk bersikap profesionalisme dalam menjalankan profesinya harus ditetapkan sesuai dengan yang tercantum dalam standar auditing, yaitu: a. Standar Umum - Audit harus dilaksanakan oleh seorang yang lebih memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 14

- Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. - Dalam pelaksanaan dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. b. Standar Pekerjaan Lapangan - Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. - Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan saat, sifat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. - Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. c. Standar Pelaporan - Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum di Indonesia. - Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prisip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 15

- Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. - Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya. Standar audit tersebut diatas dalam banyak hal sering berhubungan dan saling tergantung satu dengan yang lain. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk standar yang lain. II.1.1.5 Jenis Opini Audit Opini auditor terdiri dari 5 jenis (Mulyadi, 2008), yaitu: a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi: 16

- Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan. - Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor. - Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan. - Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. - Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Languange) Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah: - Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum. - Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas. 17

- Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. - Penekanan atas suatu hal. - Laporan audit yang melibatkan auditor lain. c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditi menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang meterial sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan: - Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit. - Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditi tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. 18

e. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan audit yang auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien. II.1.3 Keahlian Seorang auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Auditor harus yakin bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, seorang auditor wajib menciptakan kinerja yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi auditor di lingkungan kerjanya. Auditor harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1) atau yang setara. Agar tercipta kinerja yang baik maka harus mempunyai kriteria tertentu dari auditor yang diperlukan untuk merencanakan audit dan untuk mengidentifikasikan kebutuhan profesional auditor. Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu profesi jika memenuhi persyaratan tertentu. Prof. Welenski didalam buku Sawyers Internal Auditing menyebutkan tujuh syarat, yaitu: 1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum). 2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup lama dan berkelanjutan. 3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut. 19

4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut. 5. Mempunyai media massa / publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya. 6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota. 7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat. Disamping wajib memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan sesuai dengan tugas pokok. Dalam hal auditor melakukan audit terhadap sistem keuangan, catatan akuntansi dan laporan keuangan, maka auditor wajib mempunyai keahlian atau mendapatkan pelatihan di bidang akuntansi sektor publik dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait dengan akuntabilitas auditi. Auditor juga diharuskan memiliki pengetahuan yang memadai dibidang hukum dan pengetahuan lain yang diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kecurangan (fraud). Seorang auditor harus mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi secara lisan dan tulisan, sehingga auditor dapat dengan jelas dan efektif dalam menyampaikan hal-hal atau informasi seperti tujuan kegiatan, kesimpulan, rekomendasi dan lain sebagainya. Auditor wajib mempunyai pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi, prosedur, dan teknik audit. Pendidikan berkelanjutan dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi profesi, konferensi, seminar, kursus-kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan partisipasi dalam 20

proyek pelatihan yang memiliki substansi di bidang audit. Tenaga ahli tersebut dapat berasal dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi. II.1.4 Kecermatan Profesional Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional judgement), meskipun dapat saja terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika audit sudah dilakukan dengan seksama. Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya: Formulasi tujuan audit Penentuan ruang lingkup audit, termasuk evaluasi risiko audit Pemilihan pengujian dan hasilnya Pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan audit Penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam audit dan efek / dampaknya Pengumpulan bukti audit Penentuan kompetensi, integritas, dan kesimpulan yang diambil pihak lain yang berkaitan dengan penugasan audit Seorang auditor harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi yang relevan. Apabila seseorang mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk melaksanakan tugas profesionalnya, auditor harus menjelaskan kepada mereka mengenai keterkaitan 21

akuntan pada kode etik. Dan auditor tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Dan auditor juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberikan saran atau bila merekomendasikan ahli lain kepada kliennya. II.1.5 Kepatuhan pada Kode Etik Istilah etika jika dilihat dari kamus besar Indonesia (2007), memiliki tiga arti yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika (ethics) berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti karakter. Kata lain untuk etika adalah moralitas (morality), yang berasal dari bahasa latin mores, yang berarti kebiasaan. Moralitas berpusat pada benar dan salah dalam perilaku manusia. Oleh karena itu, etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya. (Boynton dan Kell, 2003). Auditor diharuskan mematuhi kode etik yang telah diterapkan. Pelaksanaan audit harus mengacu kepada Standar Audit, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Kode etik dibuat dengan tujuan untuk mengatur hubungan antara: 1. Auditor dengan rekan sekerjanya 2. Auditor dengan atasannya 3. Auditor dengan objek pemeriksanya 4. Auditor dengan masyarakat Menurut Arens, Elder dan Beasley (2003:110), etika secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral. Setiap orang memiliki 22

rangkaian nilai tersebut, walaupun kita memperhatikan atau tidak memperhatikannya secara eksplisit. Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan karakteristik nilai-nilai sebagian besar dihubungkan dengan perilaku etis, yaitu kejujuran, integritas, mematuhi janji, loyalitas, keadilan, kepedulian kepada orang lain, menghargai orang lain, menjadi warga yang bertanggung jawab, mencapai yang terbaik, dan ketanggunggugatan (Firdaus, 2005). Menurut Pandiangan (2008:45), kode etik dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dalam melaksanakan audit para auditor banyak mengalami dilema terhadap kode etik profesinya dengan kepentingan auditor tersebut. Kode etik merupakan tata cara atau suatu pedoman bagi anggota suatu profesi dalam melaksanakan kegiatannya. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral / kejujuran para auditor dalam menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaannya masyarakat terhadap satu atau beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan, sehingga dapat merugikan auditor lainnya. Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik yang sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomi dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata masyarakat. Setiap orang harus memiliki tanggung jawab atas jasa yang diberikan berdasarkan keahlian yang dimilikinya pada pihak-pihak yang berkepentingan atas jasa 23

tersebut. Sehingga kode etik profesi akuntan publik ialah serangkaian aturan moral harus dipahami dan digunakan dalam menjalankan profesinya yang dimana jika para pengguna kode etik melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi. Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak beretika sebagai perilaku yang berbeda dari sesuatu yang seharusnya dilakukan. Masing-masing orang menentukan apa yang dianggap tidak beretika, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Terdapat penyebab orang tidak berlaku etis atas standar etika seseorang berbeda dari masyarakat secara keseluruhan atau seseorang memutuskan untuk bertindak semaunya, yakni: standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum, dan seseorang memilih bertindak semaunya. II.2 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu: Penelitian Zulkifli (2009) tentang Pengaruh tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor terhadap kinerja auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor berpengaruh secara simultan terhadap kinerja auditor. Penelitian Paramitha (2008) tentang Pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kinerja auditor (studi kasus pada Perwakilan BPK RI Denpasar) menunjukkan bahwa profesionalisme, tingkat 24

pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Namun variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. Penelitian Batubara (2008) tentang Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan) menunjukkan bahwa Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Variabel Independensi Pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel Latar Belakang Pendidikan secara parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Penelitian Alim (2007) tentang Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi menunjukkan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedang interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian Teguh (2004) tentang Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit menunjukkan bahwa Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 25

Tabel 2.1 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu No. Peneliti Terdahulu 1. Zulkifli Albar (2009) Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Pengaruh tingkat Variabel independen: tingkat pendidikan, pendidikan pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi pengalaman, dan motivasi auditor terhadap kinerja auditor. Variabel dependen: auditor Inspektorat Provinsi tingkat kinerja auditor. Sumatera Utara Variabel tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor berpengaruh secara simultan terhadap kinerja auditor. 2. Paramitha (2008) Pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kinerja auditor (studi kasus pada Perwakilan BPK RI Denpasar) Variabel independen: profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Variabel dependen: kinerja auditor. Profesionalisme, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Namun variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. 3. Rizal Iskandar Batubara (2008) Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan) Variabel independen: Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa. Variabel dependen: Kualitas Hasil pemeriksaan. Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Variabel Independensi Pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel Latar Belakang Pendidikan secara parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. 26

4. Nizarul Alim (2007) Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi Variabel independen: Kompetensi dan Independensi. Variabel dependen: Kualitas Audit. Variabel moderasi: Etika Auditor. Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedang interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. 5. Teguh Harhinto (2004) Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Variabel independen: Keahlian dan Independensi. Variabel dependen: Kualitas Audit. Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. II.3 Pengembangan Hipotesis Dibawah ini merupakan kerangka pemikiran dimana terdapat variabel independen yaitu Keahlian (X 1 ), Kecermatan Profesional (X 2 ), dan Kepatuhan pada Kode Etik (X 3 ) dan variabel dependen yaitu Tingkat Kinerja Auditor (Y). Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Variabel Independen Variabel Dependen (X 1 ) Keahlian (X 2 )Kecermatan Profesional (Y) Tingkat Kinerja Auditor (X 3 )Kepatuhan pada Kode Etik 27

Jika auditor memiliki keahlian akan melaksanakan tupoksi dengan efektif, melaksanakan perencanaan dan koordinasi sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat kinerja auditor. Menurut Teguh (2004) meneliti Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit. Variabel independen dalam penelitian tersebut adalah keahlian dan independensi. Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah Kualitas Audit. Hasil penelitian menunjukkan keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H 1 : persepsi auditor mengenai keahlian berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kinerja auditor. Auditor yang mempunyai kecermatan profesional akan menggunakan keahlian secara cermat dan seksama, hati-hati dan menerapkan pertimbangan profesional dalam mengambil kesimpulan sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat kinerja auditor. Menurut Batubara (2008) tentang Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan) menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan, dan independensi pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Variabel independensi pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel latar belakang pendidikan secara parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: 28

H 2 : persepsi auditor mengenai kecermatan profesional berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kinerja auditor. Apabila auditor memiliki kepatuhan pada kode etik akan mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku secara bertanggung jawab, berperilaku sesuai dengan kode etik organisasi, baik terhadap individu maupun masyarakat sehingga berpengaruh terhadap tingkat kinerja auditor. Menurut Paramitha (2008) tentang Pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kinerja auditor (studi kasus pada Perwakilan BPK RI Denpasar) menunjukkan profesionalisme, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Namun variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H 3 : persepsi auditor mengenai kepatuhan pada kode etik berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kinerja auditor. Agar tercipta kinerja yang baik auditor diharuskan memiliki keahlian, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Sehingga keahlian, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kinerja auditor. Maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H 4 : persepsi auditor mengenai keahlian, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kinerja auditor. 29