4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Feromon 3. BAHAN DAN METODE

3 METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERAN IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) JANTAN DALAM MERANGSANG PEMIJAHAN IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus B.) DENGAN METODE CANGKRINGAN LYSA SIMANJUNTAK

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mas Ikan Tawes

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

ikan jambal Siam masih bersifat musiman,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Waktu laten ditentukan dengan cara menghitung selisih penyuntikan kedua sampai

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

PERAN IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) BETINA UNTUK MERANGSANG PEMIJAHAN IKAN TAWES (Barbonymus gonionotus B.) DALAM METODE CANGKRINGAN LITA MASITHA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan

JURNAL. PENGARUH PEYUNTIKAN OVAPRIM DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SILIMANG BATANG (Epalzeorhynchos kalopterus).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

3.KUALITAS TELUR IKAN

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

BAB III BAHAN DAN METODE

EFEKTIVITAS AROMATASE INHIBITOR DALAM PEMATANGAN GONAD DAN STIMULASI OVULASI PADA IKAN SUMATRA Puntius tetrazona DODI PERMANA SKRIPSI

USE OF OVAPRIM WITH DIFFERENT DOSES ON SPERM QUALITY AND SPAWNING OF SIGNAL BARB (Labeobarbus festivus, Heckel 1843) By:

KOMBINASI PENYUNTIKAN HORMON HCG DAN OVAPRIM TERHADAP OVULASI DAN DAYA TETAS TELUR IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

THE EFFECT OF OVAPRIM AND PROSTAGLANDIN (PGF 2 α) COMBINATION ON OVULATION AND EEG QUALITY OF KISSING GOURAMY (Helostoma temmincki C.

Kata Kunci : Induksi,Hormon,Matang gonad

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

Anatomi/organ reproduksi wanita

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

PENGARUH PENYUNTIKAN EKSTRAK JAHE TERHADAP PERKEMBANGAN DIAMETER DAN POSISI INTI SEL TELUR IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.)

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

SDP. YG MENDPT TEKANAN CUKUP BERAT

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces,

INDUKSI OVULASI DAN PEMIJAHAN SEMI ALAMI PADA IKAN PATIN (Pangasianodon hypopthalmus) MENGGUNAKAN KOMBINASI HORMON AROMATASE INHIBITOR DAN OKSITOSIN

5 KINERJA REPRODUKSI

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

TINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi dan Perkembangan gonad. Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

II. TINJAUAN PUSTAKA

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

LINGKUNGAN BISNIS PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN MAS : IMADUDIN ATHIF N.I.M :

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

Transkripsi:

Daya Tetas Telur (HR) pada Ikan Tawes Derajat penetasan ditentukan dari jumlah telur yang menetas dibagi dengan total telur yang dibuahi dan dinyatakan dalam persen. Derajat penetasan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Jumlah telur yang menetas Derajat penetasan = x 100 % Jumlah Telur yang dibuahi Konsentrasi Hormon Testosterone dan Estradiol pada Ikan Mas Analisis sampel darah dilakukan dengan menggunakan metode ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay), untuk melihat kandungan hormon testosteron dan estradiol yang terdapat dalam darah ikan sebelum dan sesudah ikan memijah. Parameter Kualitas Air Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan terhadap beberapa parameter kualitas air sebagai data penunjang seperti kualitas air seperti suhu, DO, dan ph. Analisis Data Semua data yang didapatkan dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Data disajikan dalam bentuk gambar dan tabel. 11 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kematangan Gonad Dilihat secara visual berdasarkan hasil pengamatan diameter dan posisi inti (germinal vesicle) telur pada penelitian ini menunjukkan bahwa induk-induk ikan yang digunakan baik ikan mas maupun ikan tawes telah matang gonad. Kematangan telur tersebut juga dapat dilihat dari penampilan telur yang bulat seragam dan tidak menempel satu sama lain. Diameter Telur Keberhasilan metode Cangkringan yang ditandai dengan memijahnya ikan tawes karena pengaruh pemijahan ikan mas sangat ditentukan oleh kematangan telur ikan dari masing-masing induk. Rottmann et al. (1991) menyatakan diameter telur, penampilan telur serta posisi inti telur adalah indikator visual perkembangan telur. Berdasarkan hasil pengamatan, diameter telur pada ikan mas berkisar 0,9-1,5 mm (Tabel 2 dan Lampiran 2). Hardjamulia (1979) menyebutkan bahwa diameter telur ikan mas dari 4 strain yang ditemukan di Indonesia sangat bervariasi dari yang paling kecil yakni strain Sinyonya 0,1 mm dan yang terbesar strain Majalaya 0,9-1,6 mm. Sementara itu hasil pengamatan diameter telur pada ikan tawes menunjukkan ukuran diameter telur rata-rata 0,7 mm (Tabel 3).

12 Tabel 2 Ukuran diameter telur ikan mas (mm) Induk ke Perlakuan A B C 1 1,3 ± 0,07 1,3 ± 0,09 1,4 ± 0,08 2 1,3 ± 0,09 1,1 ± 0,18 1,3 ± 0,16 3 1,3 ± 0,08 1,4 ± 0,11 1,4 ± 0,08 Tabel 3 Ukuran diameter telur ikan tawes (mm) Induk ke Perlakuan A B C D E 1 0,7 ± 0,03 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,03 2 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,05 0,7 ± 0,05 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 3 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 0,7 ± 0,04 Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Semakin tinggi tingkat kematangan gonad, diameter telur yang ada dalam gonad akan menjadi semakin besar. Pendapat ini diperkuat oleh Kuo et al. (1974) bahwa kematangan seksual pada ikan dicirikan oleh perkembangan diameter rata-rata telur dan melalui distribusi penyebaran ukuran telurnya. Menurut Effendie (2002) ukuran diameter telur ikan dipengaruhi oleh umur, lingkungan, genetik, nutrisi dan siklus reproduksi. Posisi Inti Telur Kucharczyk et al. (2008) menuliskan posisi inti oosit (penandan pematangan oosit) dapat ditentukan dengan menggunakan skala empat tahap yaitu: Tahap (1) posisi inti di tengah, tahap (2) migrasi awal inti, kurang dari setengah dari jari-jari, tahap (3) migrasi akhir inti, lebih dari setengah dari jarijari, tahap (4) peleburan inti (GVBD). GVBD umumnya digunakan sebagai indikator kematangan oosit dan pada beberapa spesies terjadi karena berkumpulnya butiran kuning telur atau lempengan lipida yang diikuti inti yang mengakibatkan oosit menjadi lebih transparan. Apabila kondisi GVBD telah mencapai 100 persen, maka tidak lama lagi akan terjadi ovulasi (de Vlaming 1983). Hasil pengamatan posisi inti telur pada penelitian ini dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan didominasi oleh posisi inti telur pada tahap awal migrasi (GVM) (Gambar 7). Ini menandakan induk betina berada pada posisi matang gonad dan siap untuk dipijahkan. Sejalan dengan pernyataan Woynarovich & Horvath (1980) bahwa induk yang siap dipijahkan adalah induk yang telah melewati fase pembentukan kuning telur (fase vitellogenesis) dan masuk ke fase dorman. Pergerakan inti sel ini berkaitan dengan pematangan gonad dan kesiapan telur untuk dibuahi. Pendapat ini diperkuat Rottmann et al. (1991) yang menyatakan telur yang telah matang dapat dilihat dari posisi inti telur yang berada di tengah (fase dorman) atau sudah mulai bergerak ke tepi (GVM).

13 1,5 mm 0,7 mm Gambar 7 Telur ikan mas dan ikan tawes. Panah hitam putus-putus telur dorman (GV). Panah hitam inti telur mulai bergerak ke tepi (GVM) Berdasarkan hasil pengamatan diameter dan posisi inti telur pada penelitian ini meskipun ukuran diameter telur beragam, tetapi jika dilihat dari kematangan secara fisiologis yaitu dari posisi inti telur semua induk ikan mas dan ikan tawes yang digunakan pada setiap perlakuan sudah berada pada kondisi siap mijah (Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4). Tingkah Laku Pemijahan Tingkah laku pra-pemijahan induk-induk ikan mas hampir sama pada semua perlakuan sesaat setelah ikan dimasukkan ke dalam wadah pemijahan. Induk ikan jantan maupun betina berenang mengelilingi bak dengan arah yang berlawanan satu sama lainnya. Ketika ikan mas berpapasan dengan ikan mas lainnya maka masing-masing ikan akan berbalik arah. Begitu juga pada perlakuan ikan tawes dengan komposisi jantan betina ( ) pada saat pra-pemijahan masing-masing ikan berenang mengelilingi bak dengan arah yang berlawanan satu sama lainnya. Lim & Sorensen (2010) menyatakan bahwa ikan betina hanya akan menunjukkan perilaku memijah ketika telur berovulasi. Pada saat pemijahan ikan dengan komposisi ikan jantan dan betina ( ), A, B, dan C, kedua ekor ikan mas jantan selalu berusaha mendekati mas betina dengan berenang mengiringi mas betina dari satu tempat ke tempat lain, tetapi betina tetap pasif bergerak menghindari kedua jantan yang mendekat. Namun ikan mas jantan yang aktif terus mengejar betina dan umumnya berenang di bawah tubuhnya. Seringkali ikan mas jantan yang aktif menghambat jalur betina sehingga betina tidak dapat menghindari jantan. Ikan mas jantan akan menempelkan badannya ke badan ikan mas betina dan terus mengejar ikan mas betina. Aktivitas ini terjadi di bawah kakaban. Menurut Polling et al. (2001) ikan mas jantan bersaing secara aktif untuk mendekati betina. Kadang-kadang ikan mas akan menyembulkan kepalanya ke permukaan air, hapa ikan mas akan terdengar riuh dengan kecipak air yang disebabkan gerakan induk betina yang dikejar-kejar induk jantan. Selama pemijahan ikan jantan dan betina menyamakan tingkah lakunya untuk mencapai pelepasan gamet yang

14 serempak (Liley dan Stacey 1983). Kondisi seperti ini biasanya menunjukkan telah terjadi pemijahan pada ikan mas. Kakaban yang dipasang pada hapa ikan akan mulai dipenuhi dengan telur berwarna kuning dan sebagian telur tersebut juga tampak menempel pada hapa dan dinding bak pemijahan. Air pada saat pemijahan ini telihat seperti berminyak, berbusa serta berbau amis (Gambar 8). Sebaliknya pada perlakuan dengan komposisi ikan mas jantan semua ( ), ikan mas jantan berusaha berenang beriringan dengan ikan jantan lainnya dari satu tempat ke tempat lain. Gambar 8 Kakaban dipenuhi telur ikan mas Pada ikan tawes, induk akan mulai aktif ketika ikan mas sudah aktif bergerak. Setelah ikan mas memijah maka ikan tawes semakin agresif. Ikan tawes jantan akan menempelkan badannya ke badan ikan tawes betina lalu bergerak memutar dan terus berusaha mengiringi gerak betina dari satu tempat ke tempat lainnya. Tingkah laku seperti ini biasanya menunjukkan sedang terjadi pemijahan pada ikan tawes. Telur-telur tawes agak susah dikenali dengan segera karena warnanya yang bening dan sifatnya yang melayang di kolom air. Gambar 9 Ikan mas memakan telur-telur yang menempel pada hapa pembatas

Pasca pemijahan, tingkah laku ikan baik mas maupun tawes sama seperti sebelum terjadinya pemijahan. Ikan-ikan tersebut berenang dengan tenang, walaupun terjadi proses kejar mengejar antara ikan jantan dan betina, namun tidak seaktif saat pemijahan sedang berlangsung. Pada periode pascamemijah, ikan mas baik jantan maupun betina terlihat memakan telur yang menempel pada hapa pembatas (Gambar 9). Menurut Haniffa et al. (2007) ikan mas bukanlah induk yang baik, jika tidak segera dipisahkan dengan telurnya maka mereka akan mulai memakan telur-telurnya. Oleh karena itu, ketika kakaban terlihat sudah dipenuhi telur, perlu dipindahkan ke bak penetasan dan diganti dengan kakaban yang baru. Sedangkan pada perlakuan D dengan komposisi ikan mas jantan semua ( ), ikan mas berenang dengan tenang namun tidak seaktif pada fase pemijahan. 15 Efek Imbas Pemijahan Ikan Mas Terhadap Ikan Tawes Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang bertindak sebagai pengimbas pada pemijahan ikan tawes dengan metode Cangkringan ini adalah ikan mas karena ikan tawes hanya akan memijah jika ada ikan mas yang memijah. Pada penelitian ini ikan tawes tidak memijah mendahului ikan mas. Selama penelitian berlangsung belum pernah terdapat perlakuan dengan ikan tawes yang memijah lebih dulu. Ikan mas dengan kombinasi jantan dan betina ( ) ataupun jantan saja ( ) dapat mengimbas ikan tawes untuk segera memijah. Lamanya waktu stimulasi yang diperlukan hingga ikan tawes memijah bervariasi dalam tiap perlakuan (Tabel 4). Waktu ovulasi ikan mas berkisar antara 49 menit 8 jam 46 menit. Jarak antara ikan mas dan ikan tawes memijah yang didapat dari hasil penelitian ini yaitu 3 jam 15 menit sampai dengan yang paling lama 29 jam 38 menit. Perlakuan yang dibantu dengan induksi ovaprim lebih cepat memijah (Lampiran 5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Harker (1992) bahwa ovaprim akan bekerja untuk meningkatkan kadar gonadotropin di dalam darah dan selanjutnya menuju gonad sehingga proses ovulasi berjalan cepat. Meningkatnya gonadotropin ini akan merangsang proses praovulasi dan ovulasi ikan mas. Menurut Redding dan Pattino (1993) aktivitas biologis ovaprim menyerupai GnRH yang dihasilkan oleh hipotalamus. Akibat aksi hormon gonadotropin, inti yang mulanya berada di tengah kemudian bergerak ke tepi mendekati mikrofil dan sesaat sebelum ovulasi terjadi, inti melebur (GVBD) tetapi materi genetiknya tidak berubah. GVBD biasanya terjadi karena adanya rangsangan steroid (Nagahama et al. 1983). Hasil pengamatan jumlah induk ikan tawes yang memijah karena pengaruh imbas dari ikan mas menunjukkan bahwa hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan B (K+) dan D yaitu sebesar 66,7%, kemudian diikuti oleh perlakuan A (K-) dan C memberikan hasil yang sama yaitu 3,33% dan perlakuan E sebesar 0% (Tabel 4). Perlakuan B memberikan hasil tertinggi, diduga karena penyuntikan ovaprim meningkatkan konsentrasi Luteinizing Hormon Releasing Hormon (LHRH) pada hipotalamus sehingga memicu sekresi GTH II (LH). Akibat kerja LH, lapisan teka akan mensintesis hormon 17α-hidroksiprogesteron yang kemudian di lapisan granulosa akan diubah oleh enzim 20β-hidroxysteroid dehidrogenase (20β-HSD) menjadi 17,20β-P yang beraksi sebagai maturation inducing steroid (MIS) (Zairin 2003; Nagahama dan Yamashita 2008). Steroid ini akan mempromosikan inisiasi meiosis sel germinal dan pematangan folikel serta

16 ovulasi pada betina. Pada jantan steroid ini juga menginisiasi pembelahan meiosis spermatogonium dan mengendalikan pematangan spermatozoa serta spermiasi Steroid 17α,20β-P dalam bentuk bebas dan konjugatnya berfungsi sebagai feromon (Yaron dan Levavi-Sivan 2011). Tabel 4 Status pemijahan ikan, respons ikan tawes, waktu mencapai ovulasi pada ikan mas (WOM), waktu mencapai ovulasi pada ikan tawes (WOT) dan derajat pemijahan (DP) ikan tawes Perlakuan A (K-) ( ) B (K+) ( ) C ( ) D ( ) E ( ) Pemijahan ikan mas Pemijahan ikan tawes Ulangan WOM WOT Alami Striping Alami Striping 1 + - - - - - DP ikan tawes (%) 2 + - - + td 8.29' 33,3 3 - - - - - - 1 + - - + 8.17' 29.38' 2 - - - - - - 66,7 3 + - + - 7.16' 7 1 - - - - - - 2 - - - - - - 33,3 3 + - + - 49' 4.17' 1 - + 8.46' 29 2 - - - - 66,7 3 + - 4.38' 3.15' 1 - - 2 - - - - 0 3 - - td Perlakuan tanpa penyuntikan, waktu pencapaian ovulasi tidak terdeteksi Feromon pada ikan dilepaskan bersamaan dengan urin (Yambe et al. 2006). Selama proses pra pemijahan ikan jantan akan mengeluarkan urin dalam jumlah yang tinggi secara signifikan lebih tinggi dengan adanya pra-ovulasi betina (Almeida et al. 2005). Feromon yang dilepaskan ke air merupakan stimulasi dari ikan mas yang memicu terjadinya pemijahan pada ikan tawes. Isyarat-isyarat feromon ini pada ikan dapat masuk melalui organ penciuman (olfactory bulb), kemudian diteruskan ke sistem syaraf pusat selanjutnya mengaktifkan sumbu hipothalamus-pituitari-gonad (Zielinski dan Hara 2007). Menurut Effendie (2002) kehadiran induk ikan jantan bersama-sama induk ikan betina dapat menyebabkan induk ikan betina mengeluarkan cairan kelenjar neurohiphofisa. Jika cairan kelenjar tersebut telah mencapai tingkatan tertentu mengakibatkan pengeluaran telur oleh ikan tersebut. Pada perlakuan C ( ) dengan penyuntikan hanya pada ikan jantan, terdapat sepasang ikan tawes yang memijah, yaitu pada ulangan ke-3. Pada ulangan pertama dan kedua tidak terjadi pemijahan pada ikan tawes. Hal ini

diduga karena feromon dari ikan mas jantan tidak cukup kuat untuk mengimbas ikan tawes, karena ikan mas betina diduga lambat mencapai ovulasi. Begitu juga pada perlakuan A ( ) tanpa penyuntikan pada ikan mas jantan dan terdapat sepasang ikan tawes yang memijah yaitu pada ulangan kedua, sedangakan ulangan pertama dan ketiga tidak terjadi pemijahan pada ikan tawes. Hal ini diduga karena keterlambatan ikan mas betina mencapai ovulasi dan keterlambatan spermiasi pada ikan jantan. Bentuk stimulasi pada penelitian ini selain berupa pemijahan ikan mas dapat juga berupa spermiasi pada ikan mas jantan. Hal ini ditunjukkan oleh perlakuan D dengan kombinasi ikan mas jantan saja ( disuntik) mengimbas sepasang ikan tawes. Hasilnya ikan tawes mengalami ovulasi dan memijah secara alami. Hal ini diduga akibat adanya ikan mas jantan dalam bak pemijahan yang mengeluarkan feromon dan direspons oleh olfactory bulb induk betina dan diteruskan ke sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan terjadinya perkembangan gonad. Hal ini selaras dengan pernyataan Zeilinski dan Hara (2006) bahwa isyarat-isyarat feromon pada ikan dapat masuk melalui organ penciuman (olfactory bulb), kemudian diteruskan ke sistem syaraf pusat selanjutnya mengaktifkan sumbu hypothalamus-hypophysis-gonad. Derajat pemijahan pada perlakuan B dan D sama (66,7%), artinya ikan mas dengan komposisi jantan betina ( ) maupun mas jantan saja ( ) dapat mengimbas pasangan ikan tawes untuk segera memijah. Pada perlakuan E ( ) tanpa penyuntikan, ikan mas pada semua ulangan tidak satu pun memijah. Diduga karena tidak dilakukan penyuntikan pada mas jantan maka proses spermiasi pada ikan jantan sangat lambat. Li et al. (2002); Yun et al. (2002) menyatakan bahwa hanya jantan yang mengalami spermiasi yang dapat melepas feromon. Jika tidak terjadi spermiasi pada ikan jantan maka ikan tawes betina tidak terangsang untuk berovulasi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Siefkes et al. (2003) pada ikan lamprey (Petromyzon marinus L.) dimana penelitian tersebut menunjukkan bahwa spermiasi pada jantan mempengaruhi peningkatan perilaku pencarian dan preferensi pada ikan betina untuk berovulasi. 17 Fekunditas, Derajat Pembuahan (FR) dan Derajat Penetasan Telur (HR) Induk ikan tawes yang dipijahkan mempunyai bobot tubuh antara 0,15-0,78 kg/ekor (Lampiran 6). Dari data perbandingan antara bobot tubuh dan jumlah telur menunjukkan bahwa ikan tawes yang memijah karena imbas pemijahan ikan mas yang disuntik (B, C, dan D) memiliki fekunditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan mas yang tidak disuntik (A dan E) (Tabel 5). Fekunditas tertinggi diperoleh pada perlakuan B dan C masing-masing 97.662 butir dan 95.280 butir telur. Hal ini diduga karena pengaruh pemberian ovaprim mengakibatkan tingginya konsentrasi gonadotropin pada induk-induk ikan mas pada perlakuan ini sehingga feromon yang dihasilkan cukup kuat untuk merangsang ikan tawes untuk memijah. Feromon sebagai hormon eksternal, membantu meningkatkan konsentrasi gonadotropin internal ikan tawes sehingga peluang telur dalam gonad semakin tinggi untuk diovulasikan. Derajat pembuahan pada ikan sangat ditentukan oleh kualitas telur, spermatozoa, media dan penanganan manusia (Woynarovich dan Horvath 1980).

18 Rata-rata persentase derajat pembuahan selama penelitian yaitu sebesar 72,7%, 81,7% dan 82%. Hal ini menunjukkan kualitas dan jumlah sperma cukup baik untuk membuahi telur. Banyaknya jumlah sperma yang dikeluarkan dari seekor ikan jantan bergantung pula kepada umur, ukuran dan frekuensi ejakulasi. Tingkat pembuahan juga dipengaruhi kondisi kematangan telur yang berkaitan dengan proses vitelogenesis sebelum telur diovulasikan. Agar telur dapat berkembang sempurna, seluruh tahapan proses ini harus berurutan dan teratur (Zairin et al. 2005). Perlakuan A dimana ikan tawes memijah secara striping tidak terdapat telur yang terbuahi hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor kesalahan manusia pada saat penanganan telur. Tabel 5 Bobot tubuh, fekunditas, derajat pembuahan (FR) dan derajat penetasan telur (HR) pada ikan tawes yang memijah. Perlakuan Bobot Tubuh Ikan Fekunditas Rata-Rata FR HR* Betina (Butir) (%) (%) A 0,35 32.157 0 0 B 0,78 97.662 82,00 97,17 C 0,60 95.280 72,67 93,59 D 0,64 65.505 81,67 96,75 E 0,25 - - - *dihitung dari jumlah telur yang terbuahi Penetasan yang terbaik pada perlakuan B sebesar 97,2% dan terendah pada perlakuan A sebesar 0% karena tidak ada telur yang menetas (Tabel 5). Penetasan dipengaruhi oleh faktor internal berupa kerja hormon dan volume kuning telur serta faktor eksternal berupa suhu, oksigen terlarut dan intensitas cahaya (Affandi dan Tang 2002). Peningkatan suhu, peningkatan intensitas cahaya dan atau penurunan tekanan oksigen diduga dapat meningkatkan jumlah penetasan (Sumantadinata 1981). Faktor yang diduga menyebabkan rendahnya derajat penetasan adalah telur tidak berkembang setelah dibuahi, perubahan kemampuan fisiologis telur saat embriogenesis (Zairin et al. 2005) atau dapat pula disebabkan karena kerusakan telur sampel saat penanganan telur. Profil Hormon Testosteron dan Estradiol Ikan Mas Hasil analisis hormon testosteron dan estradiol menunjukkan bahwa konsentrasi testosteron pada ikan mas jantan dan estradiol pada ikan mas betina pada akhir pemijahan sangat menentukan status pemijahan ikan tawes. (Tabel 6 dan Lampiran 7). Konsentrasi testosteron 1,08-6,53 ng ml -1 dapat memberikan pengaruh pemijahan baik secara striping maupun secara alami pada ikan tawes (perlakuan B3, C3, D3, A2, B1, dan D1). Testosteron maupun steroid C19 lainnya diketahui dapat menginduksi GVBD pada konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi testosteron yang terlalu rendah (kurang dari 1 ng ml -1 : perlakuan A1 pada ikan mas betina) atau terlalu tinggi (10,42-15,46 ng ml -1 pada ikan mas jantan: perlakuan A1, E1, E2, E3) tidak memberikan pengaruh pemijahan pada ikan tawes.

Tabel 6 Konsentrasi hormon testosteron dan estradiol ikan mas Status pemijahan tawes Alami Striping Tidak memijah Perlakuan Konsentrasi hormon pada betina Konsentrasi hormon pada jantan Testosteron ng ml -1 Estradiol Testosteron -1 ng ml -1 ng ml Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir B3 0,34 0,23 3,01 0,17 2,12 1,08 C3 0,76 0,55 >16,80 5,86 2,20 2,92 D3 * * * * 7,01 6,53 A2 1,02 0,72 >16,80 tt tt 5,34 B1 tt 0,37 3,32 1,99 10,19 5,17 D1 * * * * 11,06 4,09 A1 1,20 tt 0,38 0,69 0,34 10,42 A3 0,62 3,42 tt tt 10,17 7,68 B2 0,28 3,00 tt 3,32 3,40 tt D2 * * * * 4,54 5,45 E1 * * * * 6,26 15,46 E2 * * * * 3,70 14,15 E3 * * * * 5,18 11,95 * Estradiol tidak dianalisis pada ikan jantan, tt: tidak terdeteksi Konsentrasi hormon estradiol cenderung meningkat dari pemijahan alami ke ikan yang tidak memijah. Pada pemijahan alami dan striping, konsentrasi estradiol berada di bawah 1 ng ml -1 (perlakuan B3, C3, A2, dan B1); sedangkan pada ikan yang tidak memijah didapatkan ikan mas dengan konsentrasi estradiol yang tinggi hingga di atas 1ng ml -1 (Perlakuan A3 dan B2 masing-masing 3,42 ng ml -1 dan 3 ng ml -1 ).Estradiol yang rendah menunjukkan bahwa konsentrasi C21 terutama 17α,20β-dihidroxy-4-pregnen-3-one (17α,20β-DP) tinggi (Kobayashi et al. 2002) sehingga oosit mengalami GVBD dan berakhir pada ovulasi karena terjadi penurunan aktivitas enzim aromatase P450, sedangkan aktivitas enzim 20βhidroksisteroid-dehidrogenase (20β-HSD) meningkat (Nagahama dan Yamashita 2008). Hasil penelitian dari Wijayanti et al. (2009) menunjukkan bahwa penurunan estradiol bersamaan dengan peningkatan kadar hormon progesteron. 19 Kualitas Air Kualitas air sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan budidaya. Kualitas air tersebut meliputi suhu, ph dan oksigen terlarut (Cholik et al. 1986). Nilai beberapa parameter kualitas air yang diukur selama penelitian masih pada kisaran optimum bagi ikan mas dan ikan tawes (Tabel 7).

20 Tabel 7 Nilai parameter kualitas air selama penelitian Parameter Penelitian DO 6,70-6,90 ppm ph 6 Suhu 25-27 C Oksigen terlarut berkisar antara 6,70-6,90 ppm. Kondisi ini baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Subagyo dan Harjamulia (1992) menyatakan bahwa DO optimum untuk kebutuhan ikan lebih besar dari 6 ppm. Lebih lanjut menurut Zonneveld et al. (1991) dalam budidaya ikan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 5 ppm. Ikan memerlukan oksigen guna pembakaran makanan untuk menghasilkan aktivitas seperti berenang, pertumbuhan dan reproduksi. Derajat keasaman (ph) air dalam bak pemijahan relatif stabil yaitu 6. Kondisi tersebut masih memenuhi kondisi ideal bagi ikan mas dan ikan tawes karena kisaran ph yang sesuai untuk budidaya siprinid berkisar antara 6-9 (Zonneveld et al. 1991). Menurut Susanto (2003) suhu pada budidaya ikan berkisar antara 25-30 C dengan demikian kisaran suhu air selama penelitian masih dalam kondisi yang layak untuk ikan mas dan ikan tawes yaitu 25-27 C. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ikan yang bertindak sebagai pengimbas dalam pemijahan dengan metode Cangkringan adalah ikan mas. Ikan mas jantan yang disuntik ovaprim dapat memberikan pengaruh imbas pada pemijahan ikan tawes. Pengaruh imbas tersebut akan semakin kuat jika juga terdapat ikan mas betina sebagai pengimbas. Perlakuan terbaik dihasilkan oleh perlakuan B (ikan mas disuntik) dan D (ikan mas disuntik) dengan derajat pemijahan sebesar 66,7% dan fekunditas telur berkisar antara 95.280-97.662 butir telur. Saran Perlu dilakukannya penelitian lanjutan untuk mengetahui organ yang melepaskan feromon pada ikan mas.