HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu

dokumen-dokumen yang mirip
Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Pengamatan dan Pengumpulan Data

PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK K DENGAN BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL BIBIT SAGU DI PERSEMAIAN DENGAN SISTEM POLIBAG IKA ANDRIANI A

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

BUDIDAYA DAN PEMELIHARAAN TANAMAN STROBERI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. bibit sengon laut (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) pupuk NPK, herbisida

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

3. METODE DAN PELAKSANAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

III. BAHAN DAN METODE. Tuan dengan ketinggian 25 mdpl, topografi datar dan jenis tanah alluvial.

III. METODE KEGIATAN TUGAS AKHIR (TA) A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Selongisor RT 03 RW 15, Desa Batur,

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

III. BAHAN DAN METODE

AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

III. BAHAN DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

UJI PEMOTONGAN UMBI DAN MEDIA TANAM UNTUK PERTUMBUHAN DAN HASIL VERTIKULTUR TANAMAN BAWANG MERAH (Allium cepa)

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

I. PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Nilai ekonominya yang tinggi

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

BAB III BAHAN DAN METODE. Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan data berbagai variabel yang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

II. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Gunung Terang, Gang Swadaya VI,

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. secara faktorial yang terdiri atas dua faktor dan tiga kali ulangan.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

PEMBAHASAN Jenis dan Waktu Pemangkasan

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan September November 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu Kegiatan budidaya tanaman merupakan serangkaian tahapan yang ditempuh untuk menghasilkan output yang maksimal. Rangkaian kegiatan budidaya tanaman sagu yang sedang dilakukan oleh PT. National Sago Prima yaitu pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Pembukaan lahan atau land clearing dilaksanakan pada Divisi 5 dan 7. Pembibitan merupakan kegiatan pengadaan bibit untuk kegiatan penanaman awal maupun penyisipan. Kegiatan pengendalian gulma meliputi pengendalian gulma secara manual sistem tebas dengan menggunakan parang dan pengendalian secara kimiawi sistem semprot dengan menggunakan herbisida. Pada tahun 2011 perusahaan membentuk divisi baru yaitu Divisi Pembibitan. Divisi tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mengatur, mengontrol, dan mengawasi semua kegiatan yang berkaitan dengan pembibitan. Target bibit yang harus disediakan pada tahun 2011 yaitu sebanyak 400 000 bibit. Kendala yang ditemui pada saat kegiatan di pembibitan yaitu adanya bibit afkir yang ditanam. Bibit muda yang masih berumur 1-2 bulan sudah ditanam di lapang yang menyebabkan bibit tersebut mati saat ditanam di lapang. Kegiatan penyeleksian bibit baik saat pengambilan anakan dari kebun maupun sebelum penanaman di lapang perlu dikontrol dengan baik. Selain itu, kegiatan pembibitan harus dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku sehingga persentase bibit yang hidup baik di pembibitan maupun di lapang lebih tinggi. Bibit yang disemai pada musim hujan memiliki daya tumbuh yang lebih baik jika dibandingkan dengan bibit yang disemai pada musim kemarau. Hal tersebut dikarenakan bibit yang disemai pada musim kemarau mengalami pengeringan akibat transpirasi yang cukup tinggi karena RH yang turun, sehingga menghambat pengeluaran tunas baru. Hal tersebut juga menjadi penyebab persentase kematian bibit saat ditanam di lapang rendah. Kegiatan pemeliharaan tanaman yang sedang dilakukan di PT. National Sago Prima yaitu kontrol pertumbuhan dan pengendalian gulma. Kegiatan kontrol pertumbuhan baru dilaksanakan pada blok penelitian yaitu blok pelaksanaan BMP

40 (Best Management Practise). Kegiatan kontrol pertumbuhan belum dilaksanakan pada semua blok. Pengendalian gulma yang dilaksanakan meliputi pengendalian gulma secara mekanis dan pengendalian gulma secara kimiawi. Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan sistem penebasan, sedangkan pengendalian gulma secara kimiawi dengan menggunakan herbisida melalui penyemprotan. Kegiatan penebasan sudah berjalan dengan lancar tetapi rotasi penebasan belum sesuai dengan standar perusahaan. Berdasarkan SOP perusahaan, penebasan pasca tanam dilakukan setelah tiga bulan penanaman, selanjutnya penebasan dilakukan pada saat tanaman sagu berumur 6, 12, 18, 24, 30, dan 36 bulan. Penebasan setelah tanaman berumur tiga tahun dilakukan setahun sekali. Pembersihan piringan untuk tanaman baru (tanaman berumur 0-3 bulan) dilakukan dua kali tiap tahun agar ruang tumbuh tercukupi. Pelaksanaan penebasan di PT. National Sago Prima yang sedang berlangsung hanya dilaksanakan setiap tahun. Kegiatan penyemprotan yang sedang berlangsung di perusahaan belum menggunakan peralatan yang memadai terutama pada penggunaan masker, sarung tangan, sepatu, dan baju khusus semprot. Perusahaan pernah memberikan peralatan lengkap untuk kegiatan penyemprotan, tetapi pekerja menolak menggunakannya. Hal tersebut dikarenakan para pekerja menganggap bahwa peralatan tersebut menghambat kerja. Oleh karena itu, mandor penyemprotan pada masingmasing divisi tetap menganjurkan memakai peralatan semprot selama kegiatan penyemprotan dilakukan. Panen merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting pelaksanaannya karena panen akan menghasilkan produksi. Kegiatan panen di perusahaan memiliki beberapa kendala pada sistem pengangkutan hasil panen. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa ada beberapa tanaman sagu yang mengalami gagal panen, yang dicirikan oleh batang sagu mengering dan mengandung banyak serat. Selain itu, kurangnya alat angkut panen (sampan dan tali) menyebabkan terjadinya ketidakefektifan dalam pengangkutan hasil panen. Waktu yang diperlukan untuk tual sagu berada di kanal melebihi batas yang ditentukan (7 hari). Lamanya pengangkutan tual tersebut menyebabkan berkurangnya produksi yang dihasilkan akibat pembusukan pada tual dan serangan hama (Gambar 20). Oleh karena itu,

41 asisten dari masing-masing divisi harus dapat merencanakan dan mengatur agar kegiatan panen dapat terlaksana dengan baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan kuantitas peralatan transportasi panen. Gambar 20. Hama saat Panen pada Tual Sagu Serangan hama dan penyakit umumnya muncul pada saat musim hujan yang hingga sekarang belum dianggap cukup serius. Hama yang umumnya merusak tanaman sagu yaitu kumbang sagu (Rynchophorus ferrugineus), anaianai (Macrotennes sp.), monyet, dan babi hutan. Penyakit yang sering menyerang adalah cendawan (Cercospora), dengan gejala kerusakannya yaitu daun yang terserang akan berbercak coklat, apabila serangan parah akan mengakibatkan daun tanaman mengering dan berlubang. Perusahaan belum melaksanakan kegiatan pengendalian hama dan penyakit karena serangkan yang ditimbulkan belum menyebabkan tingkat kehilangan hasil yang tinggi, tetapi berpotensi menurunkan hasil. Perusahaan sebaiknya tetap melakukan kegiatan sensus hama dan penyakit serta melaksanakan usaha pengendalian hama dan penyakit agar produksi pati sagu yang dihasilkan tetap tinggi dan berkualitas. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan Bibit Sistem Polibag di Pembibitan Pembibitan yang dilakukan oleh PT. National Sago Prima masih menggunakan sistem rakit di kanal. Sistem tersebut mempunyai beberapa keuntungan

42 yaitu kemampuan tumbuh bibit di pembibitan tinggi, tetapi kemampuan tumbuh di lapang tergolong rendah. Selain sistem persemian menggunakan rakit terdapat beberapa sistem lainnya, diantaranya sistem pembibitan bibit dalam polibag. Oleh karena itu, perlu dicoba sistem pembibitan dengan menggunakan polibag. 1. Persentase Hidup Bibit Keterangan: B1 : Bobot 50 x<200 g B2 : Bobot 200 x<500 g B3 : Bobot 500 x 800 g P1 : POC 0 ml/l P2 : POC 2 ml/l P3 : POC 5 ml/l P4 : POC 8 ml/l Gambar 21. Persentase Hidup Bibit pada 8 MSA Berdasarkan rata-rata persentase hidup bibit, kombinasi perlakuan bobot bibit 200 x<500 g dan penggunaan POC konsentrasi 2 ml/l (B2P2) mempunyai persentase hidup bibit paling tinggi (50 %) pada pengamatan 8 MSA (Minggu Setelah Awal Aplikasi), sedangkan perlakuan bobot bibit 50 x<200 g dan tanpa pemberian POC (B1P1) mempunyai rata-rata persentase hidup bibit paling rendah sebesar 18.89 % (Gambar 21). Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase hidup bibit. Rata-rata persentase hidup bibit tertinggi terdapat pada bobot bibit 200 x<500 g (45.56 %), Perlakuan bobot bibit 500 x 800 g mempunyai rata-rata persentase hidup bibit yang paling rendah (22.78 %), sedangkan perlakuan boobot bibit 50 x<200 g mempunyai rata-rata persentase hidup bibit sebesar 26.11 %. Perlakuan konsentrasi POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase hidup bibit. Penggunaan POC konsentrasi 5 ml/l mempunyai

43 persentase hidup bibit sebesar 29.63 % pada 8 MSA, tanpa penggunaan POC sebesar 30.37 %, penggunaan POC konsentrasi 8ml/l sebesar 31.11 %, dan penggunaan POC konsentrasi 2ml/l sebesar 34.82 %. Berdasarkan Tabel 1, bibit mengalamai penurunan persentase hidup bibit pada setiap pengamatan. Hal tersebut diduga karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung untuk pertumbuhan bibit dan adanya serangan penyakit pada bibit. Tabel 1. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Persentase Hidup Bibit Perlakuan MSA Ke- 0 1 2 3 4 5 6 7 8...%... Bobot Bibit (g) 50 x<200 77.22b 56.67b 48.61b 40.83b 36.94b 34.44b 28.89b 26.67b 26.11b 200 x<500 90.83a 79.17a 71.39a 62.50a 53.89a 52.22a 50.00a 48.60a 45.56a 500 x 800 85.56a 70.83a 61.11a 47.22b 36.94b 33.61a 29.72b 26.39b 22.78b Uji F ** ** ** ** ** ** ** ** ** Konsentrasi POC (ml/l) 0 82.22 67.04 60.37 48.89 42.59 41.11 36.67 34.07 30.37 2 87.78 69.26 63.33 52.96 45.93 43.70 40.00 37.78 34.82 5 85.19 69.63 58.89 50.00 41.48 37.41 33.33 30.74 29.63 8 82.96 69.63 58.89 48.89 40.37 38.75 34.82 32.96 31.11 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % *: berbeda nyata pada taraf 5% **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 % 2. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan daun pangkas. Bibit dengan bobot 500 x 800 g mempunyai rataan pertumbuhan panjang daun pangkas paling tinggi sebesar 1.67-5.08 cm, bobot bibit 200 x<500 g sebesar 0.98-2.81 cm, dan bobot bibit 50 x<200 g sebesar 0.77-2.42 cm. Penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang daun pangkas. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, penggunaan POC konsentrasi 2 ml/l mempunyai pertumbuhan panjang daun pangkas yang lebih baik daripada perlakuan lainnya pada pengamatan ke-8

44 MSA. Pertumbuhan panjang daun pangkas pada setiap perlakuan mempunyai laju pertumbuhan yang sama. Pengaruh bobot bibit dan penggunaan POC terhadap pertumbuhan panjang daun pangkas pada bibit sagu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas pada Bibit Sagu Perlakuan MSA Ke- 2 3 4 5 6 7 8...cm... Bobot Bibit (g) 50 x<200 0.77b 1.44b 1.59b 2.11b 2.12b 2.42b 2.42c 200 x<500 0.98a 1.36ab 1.64b 1.93b 2.23b 2.42b 2.81b 500 x 800 1.67a 2.22a 3.14a 3.46a 3.86a 4.46a 5.08a Uji F * * ** * * * * Konsentrasi POC (ml/l) 0 1.55 1.62 1.93 2.29 3.00 3.27 3.58 2 1.22 1.69 2.02 2.54 2.95 3.43 3.95 5 0.96 1.81 2.45 2.61 2.61 2.71 3.06 8 0.83 1.68 2.37 2.78 3.03 3.33 3.68 Uji F tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % *: berbeda nyata pada taraf 5% **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 % Keterangan: B1 : Bobot 50 x<200 g B2 : Bobot 200 x<500 g B3 : Bobot 500 x 800 g P1 : POC 0 ml/l P2 : POC 2 ml/l P3 : POC 5 ml/l P4 : POC 8 ml/l Gambar 22. Pertumbuhan Panjang Daun Pangkas pada 8 MSA Berdasarkan Gambar 22, kombinasi perlakuan bobot bibit 500 x 800 g dan aplikasi POC konsentrasi 2 ml/l (B3P2) memberikan pertumbuhan daun

45 pangkas yang lebih baik sebesar 7.00 cm daripada perlakuan yang lain pada pengamatan 8 MSA. Pertumbuhan panjang daun pangkas tertinggi pada 8 MSA terdapat pada perlakuan B3P2, sedangkan perlakuan bobot bibit 50 x<200 g dan tanpa penggunaan POC (B1P1) mengalami rata-rata pertumbuhan panjang daun pangkas yang paling rendah sebesar 1.97 cm. 3. Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1 Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1 kecuali pada pengamatan ke-2 dan 3 MSA. Bibit yang mempunyai bobot 500 x 800 g mempunyai rataan pertumbuhan panjang petiol daun 1 lebih tinggi (2.37-13.73 cm), kemudian bobot bibit 200 x<500 g sebesar 2.32-11.13 cm, dan bobot bibit 50 x<200 g sebesar 1.34-8.67 cm. Bobot bibit 500 x 800 g memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan bobot bibit 200 x<500 g terhadap pertumbuhan panjang daun 1. Penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1 (Tabel 3). Tabel 3. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1 Perlakuan MSA Ke- 2 3 4 5 6 7 8...cm... Bobot Bibit (g) 50 x<200 1.34a 2.94a 4.02b 5.24b 6.55b 7.49b 8.67b 200 x<500 2.32a 3.89a 5.23ab 6.51ab 8.50ab 9.51ab 11.13ab 500 x 800 2.37a 4.91a 7.03a 8.30a 11.03a 12.16a 13.73a Uji F tn tn * * * * * Konsentrasi POC (ml/l) 0 2.31 4.14 5.83 6.85 9.33 10.36 11.58 2 2.13 4.05 5.84 7.29 9.36 10.62 11.96 5 1.97 3.61 4.91 5.97 7.35 9.37 9.99 8 1.63 3.84 5.13 6.63 8.73 9.51 11.18 Uji F tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % *: berbeda nyata pada taraf 5%

46 Interaksi antara perlakuan bobot bibit dan penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang petiol daun 1. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, perlakuan bobot bibit 500 x 800 g dan tanpa penggunaan POC (B3P1) memberikan rata-rata pertumbuhan panjang petiol daun 1 lebih tinggi sebesar 2.81-16.85 cm, sedangkan perlakuan bobot bibit 50 x<200 g dan penggunaan POC konsentrasi 5 ml/l (B1P3) memberikan pertumbuhan panjang petiol daun 1 paling rendah (1.03-6.63 cm) (Gambar 23). Keterangan: B1 : Bobot 50 x<200 g P1 : POC 0 ml/l P4: POC 8 ml/l B2 : Bobot 200 x<500 g P2 : POC 2 ml/l B3 : Bobot 500 x 800 g P3 : POC 5 ml/l Gambar 23. Pertumbuhan Panjang Petiol Daun 1 4. Jumlah Daun Total Daun yang dihitung selama pengamatan yaitu daun yang terpangkas pada saat pengambilan bibit, daun pertama (daun yang muncul pertama kali tanpa pangkas) dan daun kedua (daun yang muncul setelah daun pertama terbentuk). Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang sangat nyata pada pengamatan 1-3 MSA dan pengaruh nyata pada pengamatan 0, 4-8 MSA terhadap jumlah daun total. Perlakuan bobot bibit 200 x<500 g memberikan jumlah daun total yang paling banyak daripada perlakuan bobot bibit lainnya. Penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun total kecuali pada pengamatan 0-2 MSA yang memberikan pengaruh yang sangat nyata (Tabel 4). Laju pertumbuhan jumlah daun total cenderung sama pada pengamatan 0-2 MSA, pada pengamatan 2-4 MSA jumlah daun total cenderung mengalami pengeringan, dan pada pengamatan ke-5 MSA terbentuk daun baru.

47 Tabel 4. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Jumlah Daun Perlakuan MSA Ke- 0 1 2 3 4 5 6 7 8...Helai... Bobot Bibit (g) 50 x<200 1.63 a 1.63a 1.58ab 1.27b 1.24b 1.23b 1.25b 1.29b 1.34b 200 x<500 1.72a 1.72a 1.63a 1.56a 1.51a 1.48a 1.48a 1.51a 1.53a 500 x 800 1.41b 1.41b 1.40b 1.31b 1.29b 1.28b 1.29ab 1.31b 1.33b Uji F * ** ** ** * * * * * Konsentrasi POC (ml/l) 0 1.59b 1.59b 1.51b 1.39 1.32 1.24 1.26 1.29 1.30 2 1.73a 1.73a 1.71a 1.53 1.48 1.46 1.46 1.51 1.53 5 1.53b 1.53b 1.53b 1.30 1.29 1.30 1.31 1.32 1.36 8 1.48b 1.48b 1.40b 1.30 1.29 1.31 1.34 1.37 1.41 Uji F ** ** ** tn tn tn tn tn tn Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % *: berbeda nyata pada taraf 5% **: sangat berbeda nyata pada taraf 5 % 5. Persentase Pemekaran Daun 1 Tabel 5. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Persentase Pemekaran Daun 1 Perlakuan MSA Ke- 1 2 3 4 5 6 7 8...%... Bobot Bibit (g) 50 x<200 8.33 10.00 10.00 19.17 22.50 23.33a 24.17a 24.17a 200 x<500 7.50 9.17 10.00 19.17 22.50 25.83a 25.83a 25.83a 500 x 800 4.17 4.17 4.17 6.67 6.67 6.67b 6.67b 6.67b Uji F tn tn tn tn tn ** ** ** Konsentrasi POC (ml/l) 0 4.44 5.56 5.56 13.33 15.56 17.78 17.78 18.89 2 5.56 6.67 7..78 16.67 18.89 20.00 20.00 20.00 5 5.56 6.67 6.67 10.00 12.22 12.22 13.33 13.33 8 11.11 12.22 12.22 20.00 22.22 24.44 24.44 24.44 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % **: berbeda sangat nyata pada taraf 5%

48 Berdasarkan Tabel 5, daun pertama dalam keadaan mekar sempurna terlihat pada pengamatan ke-6, 7, dan 8 MSA dengan respon yang berbeda nyata. Daun pertama mekar sempurna sebanyak 25 % pada 5 MSA dan mengalami peningkatan persentase pemekaran daun sampai 36.6 7 % pada pengamatan 8 MSA. Bobot bibit kecil sampai sedang (50-500 g) mempunyai persentase pemekaran daun yang lebih tinggi daripada bobot bibit yang besar (500-800 g). Perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase pemekaran daun 1 pada pengamatan 6, 7, dan 8 MSA, sedangkan penggunaan POC tidak memberikan pengaruh yang nyata. 6. Jumlah Anak Daun 1 Anak daun merupakan salah satu peubah pertumbuhan vegetatif bibit sagu. Daun dikatakan mekar sempurna apabila sudah muncul anak daun. Jumlah anak daun yang terbentuk bervariasi, tergantung pada keadaan bibit itu sendiri. Tabel 6. Pengaruh Bobot Bibit dan Penggunaan POC terhadap Jumlah Anak Daun 1 Perlakuan MSA Ke- 4 5 6 7 8 Bobot Bibit (g)...helai... 50 x<200 8.08 7.98 7.83 7.83 7.97 200 x<500 9.42 10.48 10.98 10.98 10.94 500 x 800 8.05 8.05 8.05 8.85 8.85 Uji F tn tn tn tn tn Konsentrasi POC (ml/l)...helai... 0 8.47 9.47 9.55 10.55 10.93 2 7.44 7.66 8.61 8.61 8.56 5 9.35 9.38 9.48 9.47 9.17 8 9.33 10.00 9.56 9.56 9.71 Uji F tn tn tn tn tn Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5 % tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Berdasarkan Tabel 6, perlakuan bobot bibit dan penggunaan POC tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anak daun 1. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, bobot bibit 200 x<500 g mempunyai rata-rata

49 jumlah anak daun 1 lebih banyak (10.93 helai), sedangkan bobot bibit 50 x<200 gram mempunyai rata-rata jumlah anak daun 1 lebih sedikit (7.97 helai). Bibit yang tidak diberi POC (konsentrasi POC 0 ml/l) mempunyai jumlah anak daun 1 paling banyak yaitu 10.93 helai pada 8 MSA. Perlakuan bobot bibit dan penggunaan POC tidak memberikan interaksi nyata terhadap jumlah anak daun 1. Secara umum, perlakuan bobot bibit memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase hidup bibit, pertumbuhan panjang daun pangkas, pertumbuhan panjang petiol daun 1, jumlah daun total, dan persentase pemekaran daun. Perlakuan aplikasi POC tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diamati. Perlakuan bobot bibit dan pemberian POC memberikan interaksi yang tidak nyata terhadap persentase hidup bibit, pertumbuhan panjang daun pangkas, pertumbuhan panjang petiol daun 1, jumlah daun total, persentase pemekaran daun, dan jumlah anak daun. Faktor yang mempengaruhi persentase hidup bibit adalah keadaan bibit itu sendiri. Menurut Irawan (2010), bobot bibit berkorelasi positif dengan rizome yang ada pada banir bibit. Banir tersebut mempunyai banyak cadangan makanan untuk kebutuhan nutrisi bibit selama di pembibitan. Namun pada percobaan ini, bibit dengan bobot 500 x 800 g mempunyai persentase hidup yang lebih rendah daripada bibit dengan bobot 200 x<500 g. Bibit dengan bobot 200 x<500 g mempunyai persentase hidup paling tinggi diduga karena bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Bibit dengan bobot tersebut mempunyai karbohidrat dan air yang cukup. Bibit dengan bobot 50 x<200 g diduga mempunyai cadangan makanan dalam banir yang sedikit sehingga persentase mati bibit cukup tinggi. Bibit dengan bobot 500 x 800 g juga mempunyai persentase mati bibit yang tinggi. Hal tersebut diduga karena kandungan air yang ada dalam bibit tergolong tinggi sehingga bibit mengalami defisit air akibat transpirasi yang berlebihan. Lingkungan mempengaruhi persentase hidup bibit. Irawan (2010) menyatakan bahwa suhu 23-31 o C merupakan lingkungan yang optimal untuk fase pembibitan sagu. Lingkungan tersebut mampu memberikan tajuk yang lebih sehat, dilihat dari luas daun yang lebih besar, jumlah anak daun yang lebih banyak, dan uptake unsur hara yang lebih baik. Suhu dalam paranet yang teramati selama penelitian tergolong tinggi. Suhu pada pagi hari sekitar 21-28 o C dan pada siang-

50 sore hari sekitar 23-35 o C. Lingkungan yang terlalu panas menyebabkan transpirasi bibit terlalu besar sehingga bibit mengalami kekeringan. Diduga bibit dengan bobot 500 x 800 g melakukan transpirasi yang tinggi sehingga bibit banyak mengalami kematian di pembibitan. Air gambut yang digunakan untuk penyiraman mempengaruhi persentase hidup bibit. Air gambut diduga menjadi tempat hidupnya patogen yang nantinya akan hidup pada media tanam dan menyerang bibit sagu (Gambar 24). Gambar 24. Serangan Penyakit pada Bibit Sagu Tanaman sagu termasuk tanaman tipe C3. Tanaman tersebut sulit tumbuh diatas suhu optimum. Jika suhu udara naik, maka akan mengurangi produksi enzim rubisco. Selain itu, akibat dari suhu yang tinggi, respirasi tanaman meningkat yang akan menyebabkan pengurangan sejumlah ATP yang dihasilkan oleh daun, sehingga menyebabkan asimilat yang dihasilkan berkurang (Salisbury and Ross 1995). Tanaman yang baru dipindahkan mengalami penundaan pertumbuhan, organ-organ tanaman tidak langsung berfungsi dengan baik. Sebelum akar tanaman berfungsi dengan baik, maka tanaman belum menghasilkan senyawa organik yang dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhannya (Wahid, 1987). Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pertumbuhan panjang daun pangkas dan petiol daun 1 yang tergolong rendah. Berdasarkan pengamatan pada pembibitan sagu terlihat bahwa pertumbuhan tanaman lebih mengarah kepada pembentukan tajuk daun, pertumbuhan akar agak sedikit terhambat. Bibit sagu memanfaatkan karbohidrat yang ada pada banir tanaman untuk membentuk tajuk dan akar yang baru. Setelah tajuk ter-

51 bentuk, bibit sagu dapat melakukan fotosintesis sendiri sehingga bibit mendapatkan energi dari hasil fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pendapat Rostiwati (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif awal bibit tergantung pada cadangan dan produksi karbohidrat. Daun merupakan bagian yang penting bagi suatu tanaman. Daun mengandung klorofil yang digunakan untuk fotosintesis. Pada tanaman sagu dewasa, daun mengalami pengeringan sebanyak satu atau dua pelepah setiap satu atau dua bulan sekali (Schuiling 2009). Menurut Flach (1986) dalam Wahid (1987), bibit sagu yang tumbuh dengan baik akan mengeluarkan 1-2 daun setiap bulan. Berdasarkan percobaan, petiol baru keluar pada minggu ke-4 MSA. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bibit dengan bobot yang lebih kecil hingga sedang mempunyai persentase pemekaran daun yang lebih banyak daripada bibit dengan bobot yang lebih besar. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2010). Hal ini diduga karena bibit dengan bobot yang lebih kecil memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat dalam banir untuk membentuk tajuk. Apabila cadangan makanan sudah habis, bibit dapat melakukan fotosintesis sendiri. Pemupukan menggunakan pupuk organik cair tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit sistem polibag di pembibitan. Hal tersebut diduga karena suhu yang terlalu tinggi (sampai 35 o C) menyebabkan pupuk menguap. Selain itu, tanah gambut yang digunakan sebagai media tanam mempunyai Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi (46.59-74.22 me/100 g) dan Kejenuhan Basa yang rendah (5.75-7.69 %) yang menyebabkan tanah menjadi masam. Hal tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap kekahatan N, P, K, Ca, Mg, dan Mo (Purwanto et al., 2001). Percobaan pemupukan tanaman sagu sebelumnya pernah dilakukan, khususnya pemberian unsur hara makro pada tanaman. Pemupukan pada tanaman sagu tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman yang meliputi rata-rata jumlah daun (Kueh, 1995; Ando et. al., 2007; Dewi, 2009) pertumbuhan diameter batang (Kueh,1995), dan tinggi tanaman (Kueh, 1995; Lina et. al., 2009; Dewi, 2009).

52 Berbeda dengan hasil percobaan pemupukan oleh Kakuda et al., (2005). Pada percobaan tersebut penambahan unsur hara sangat mempengaruhi bobot anakan yang terdapat pada rumpun sagu. Rata-rata peningkatan bobot anakan sagu sebesar 9 kg/anakan/tahun. Pemberian pupuk dapat mempercepat akumulasi bobot kering anakan sagu daripada tanaman induknya. Kondisi bibit selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 25. Gambar 25. Keadaan Bibit pada Pengamatan 0 MSA dan 8 MSA