TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet berbentuk pohon, tinggi m, bercabang dan

BAB I PENDAHULUAN. unggul yang telah dihasilkan dibagi menjadi empat generasi, yaitu: Generasi-1 ( ) : Seedling selected

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies: Hevea brassiliensismuell.arg.

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan (William dkk., 1987 in Anzah,2010), sistematika tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Steenis, et. al, (1967) sistematika tanaman karet adalah

TINJAUAN PUSTAKA. karet ini dibudidayakan, penduduk asli diberbagai tempat seperti : Amerika

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Kartasapoetra, 1988) tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI KARAKTER FISIOLOGIS DAN SIFAT ALIRAN LATEKS KLON KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.) IRR SERI 300

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

SELEKSI PROJENI TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) DARI HASIL PERSILANGAN TAHUN SEBAGAI PENGHASIL LATEKS DAN KAYU

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR. Ikatan Geografi Indonesia (IGI) dalam Nursid Sumaatmadja, 1997:11).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

PELAKSANAAN PENELITIAN

KERAGAAN MATERI GENETIK KLON KARET HASIL PERSILANGAN TAHUN

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. spesies. Klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung. Sistem perakaran tanaman jagung mempunyai perakaran yang tersebar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERAGAAN DAN POTENSI HASIL KARET DARI BEBERAPA GENOTIPE HASIL PERSILANGAN ANTAR TETUA TANAMAN BERKERABAT JAUH

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

Seleksi Progeni F1 Hasil Persilangan Tetua Betina IRR 111 dengan Beberapa Tetua Jantan 2006Pada Tanaman Karet(Hevea brassiliensis Muell Arg.).

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN. Asia tenggara lainnya, yaitu Malaysia dan Thailand, sejak dekade 1920-an sampai sekarang

A. Struktur Akar dan Fungsinya

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada


Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta; Subdivisio : Angiospermae; Class :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Taksonomi Tanaman Karet Sistem klasifikasi, kedudukan tanaman karet sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet sudah dikenal berabad abad yang lalu.tanaman ini bukan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. : Hevea brasiliensis Muell Arg. penyediaan batang bagian bawah harus sungguh-sungguh baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Tebu Saccharum officinarum

I. TINJAUAN PUSTAKA. dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1 m. Dengan adanya bakteri Rhizobium, bintil

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

Warta Perkaretan 2016, 35 (2), KEUNGGULAN KLON KARET IRR 220 dan IRR 230. The Superiority of IRR 220 and IRR 230 Rubber Clone

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

I. TINJAUAN PUSTAKA. Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Polypetales, Famili:

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L) adalah anggota keluarga Graminae, ordo Maydeae, genus Zea (Fischer

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan sehingga sampai sekarang asia merupakan sumber karet alam.

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (2003) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet termasuk dalam kelas dicotiledonae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus Hevea dan spesies Hevea brasiliensis Muell Arg. Karet adalah sebuah pohon yang tumbuh cepat, jarang memiliki ketinggian melebihi 25 di perkebunan, di mana kepadatan tanaman optimal untuk intersepsi cahaya, pohon-pohon liar mungkin sampai 40 tinggi dalam mencari sinar matahari di atas pohon kanopi padat. Pohon ini memiliki akar tunggang berkembang dengan baik, 2-5 m panjang setelah 3 tahun, dengan lateral panjang beberapa meter. Akar lateral yang muncul dari akar tunggang di bawah leher akar. Akar lateral bisa mencapai hingga 10 m dan dapat membuat jaringan padat akar pengumpan dan akar rambut di lapisan tanah bagian atas. Beberapa sampai 30% sampai 60% dari akar pengumpan ditemukan di atas 10 cm dari tanah (Verheye, 2010). Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak daun sepanjang 3-10 cm dengan kelenjar ujungnya. Setiap daun karet biasanya terdiri dari tiga anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing. Daun karet berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok. Seperti kebanyakan tanaman tropis, daun-daun karet rontok pada pucuk musim kemarau untuk mengurangi penguapan tanah (Dijkman, 1951). Bunga karet adalah bunga berumah satu dan bunga majemuk dimana terdapat bunga betina dan bunga jantan dalam satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang. Tanaman karet merupakan tanaman penyerbuk silang. Bunga

betina ditemukan di terminal, sumbu utama dan lateral perbungaan. Bunga jantan jauh lebih kecil dalam ukuran dari bunga betina. Untuk setiap bunga betina, 60 sampai 80 bunga jantan ditemukan. Bunga jantan memiliki 10 anter diatur dalam dua ruangan masing-masing terdapat 5 anter. Dalam persilangan semua bunga yang tidak dapat digunakan dan harus dipotong. Secara umum, bunga yang dipotong adalah bunga yang telah membuka atau masih muda. Keberhasilan dalam penyerbukan terjadi setelah tiga sampai empat minggu (Dijkman, 1951). Buah karet hanya sebagian kecil yang terbentuk dari bunga betina dan 30-50% jatuhnya setelah satu bulan. Buah matang adalah buah yang sudah mememadat dan besar, terdiri atas 3 ruangan, diameter buah 3-5 cm dengan 3 biji yang mengandung minyak biji. Bauh akan pecah pada akhir musim hujan dengan karakter suara yang keras, mirip dengan tembakan senapan. Benih kemudian dikumpulkan untuk disemai di persemaian (Verheye, 2010). Biji karet berbentuk oval, panjang 1-2 cm, dan berat antara 3 dan 6 g. Biji sangat keras dengan kulit biji mengkilap yang berwarna coklat atau keabu-abuan coklat. Viabilitas biji sangat singkat dan karena itu harus ditanam secepat mungkin setelah panen.viabelitas biji berkecambah sekitar 3-25 hari dengan tipe perkecambahan hypogeal (Verheye, 2010). Pemuliaan Tanaman Karet Kegiatan pemuliaan diupayakan secara terus menerus dengan cara perbaikan karakter tanaman melalui perakitan klon-klon unggul yang memiliki produktivitas lateks tinggi, pertumbuhan jagur dan tahan penyakit serta sifat sekunder lainnya. Keberhasilan pemuliaan tanaman karet didalam peningkatan potensi produktivitas klon yang dihasilkan tentunya akan memiliki keunggulan

yang baik dibanding dengan klon yang dihasilkan sebelumnya (Aidi-Daslin, 2004). Kemajuan pemuliaan karet dapat dilihat dari peningkatan potensi produktivitas klon yang dihasilkan dari satu siklus seleksi dibandingkan dengan siklus seleksi sebelumnya. Selama empat siklus pemuliaan karet dari tahun 1910 sampai saat ini telah mencapai kemajuan yang pesat. Hal ini dapat diukur dari peningkatan potensi tanaman untuk menghasilkan lateks sebagai perbaikan sifatsifat skunder lainnya seperti pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap gangguan angin, respon terhadap stimulasi, ketahanan terhadap kering alur sadap (KAS) dan perbaikan mutu lateks (Aidi-Daslin, 2005). Salah satu strategi untuk menghasilkan klon-klon unggul yang menghasilkan lateks dan kayu yang tinggi yaitu dengan menggabungkan dua sifat tersebut melaui persilangan. Untuk menghasilkan keturunan yang lebih baik selain memeperhatikan sifat-sifat agronomis, juga perlu diperhatikan jarak genetik dari klon yang disilangkan tersebut. Berdasarkan hasil dendogram dengan nilai kesamaan genetik kurang dari 75% diharapkan dapat menghasilkan klon unggul dengan pertumbuhan cepat dan hasil lateks tinggi, sehingga dapat menghasilkan klon unggul penghasil lateks-kayu (Kuswanhadi et al., 2010). Kemajuan pemuliaan tanaman karet di Indonesia dalam empat dekade terakhir telah berhasil meningkatkan produktivitas tanaman karet dari 500 kg/ha/th menjadi 3000 kg/ha/th. Kendala yang dihadapi dalam program pemuliaan tanaman karet adalah proses seleksi yang penjang (± 30 tahun per siklus), sehingga menjadi hambatan utama terhadap kemajuan hasil pemuliaan karet. Selain itu daya hasil merupakan sifat yang sangat kompleks, karena

dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga hasil seleksi sering tidak konsisten. Hal ini disebabkan daya hasil merupakan sifat kuantitatif yang dipengaruhi banyak gen (poligenik) yang masing-masing gen memiliki pengaruh terhadap sifat tersebut (Woelan et al., 2013). Seleksi Progeni F1 Paradigma baru bahwa tanaman karet tidak hanya menghasilkan lateks tetapi juga diharapkan kayu karetnya, maka seleksi juga diarahkan pada klon-klon yang berpotensi sebagai penghasil kayu, sejak dari tahap awal seleksi sampai dengan pengujian klon, kedua peubah tersebut dievaluasi. Pada seleksi F1 yang merupakan tahap awal di dalam siklus pemulian tanaman karet, dimana hasil seleksi 10% akan dijadikan materi dipengujian pendahuluan dan 1% di pengujian plot promosi (Suhendry, 2002). Seleksi tanaman dilakukan pada tanaman F1 hasil persilangan ditanam di Seedling Evaluation Trial (SET) dengan jarak tanam yang digunakan 2 x 2 meter. Seleksi individu dilakukan berdasarkan potensi produksi dan sifat-sifat pertumbuhan. Potensi produksi diamati dengan menggunakan metode sadap HHM (Hamaker Morris Mann), dengan sistem sadap S/2 d/3 pada ketinggian 50 cm di atas permukaan tanah (Woelan, 2008). Potensi hasil lateks dan pertumbuhan merupakan peubah yang selalu diamati pada proses seleksi tanaman karet. Karakter pertumbuhan, fisiologi dan anatomi menjadi salah satu peubah pengamatan dalam menyeleksi individu tanaman dari sejak awal yakni dipengujian Seedling Evaluation Trial (SET) sampai dengan pengujian selanjutnya. Tanaman karet yang terpilih pada seleksi awal ini selanjutnya diperbanyak secara vegetatif dan dievaluasi melalui

serangkaian pengujian, mulai dari uji pendahuluan, uji plot promosi, uji lanjutan sampai dengan uji adaptasi (Aidi-Daslin 2005). Karakter pertumbuhan pada tanaman karet erat hubungannya dengan produksi kayu. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Woelan dan Sayurandi (2008) menunjukkan bahwa lilit batang, tinggi tanaman, tinggi cabang primer dan tebal kulit berpengaruh positif terhadap hasil kayu. Karakter fisiologi pada tanaman karet erat hubungannya dengan kemampuan tanaman dalam mensintesis assimilat menjadi bahan pembentuk lateks. Karakter fisiologis yang sangat penting dalam pembentukan lateks diantaranya adalah kandungan sukrosa, fosfat organik dan kadar tiol, selain itu sifat fisiologi lateks dipengaruhi oleh panjang alur sadap, indeks penyumbatan, kecepatan aliran lateks, dan indeks produksi. Karakter pada kulit karet yang memiliki pengaruh terhadap potensi lateks adalah jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks dan tebal kulit. Pertumbuhan tanaman berkaitan dengan ukuran lilit batang, tebal kulit dan produksi karet merupakan parameter yang paling penting (Woelan et al., 2013). Komponen Pendukung Produksi Lateks Pada tanaman karet, lateks diproduksi dan disimpan pada sel khusus yang disebut pembuluh lateks (laticifer), yang dapat ditemukan pada floem pada kulit tanaman. Pembuluh lateks ini turunan dari kambium dan tersusun sebagai cincin yang konsentrik di dalam kulit. Berdasarkan hasil penelitian kandungan karet didalam lateks yang dihasilkan adalah sebesar 30-50%. Perbaikan terhadap produktivitas yang telah dilakukan yaitu dengan mengkombinasikan melalui pemuliaan dan seleksi (Woelan dan Sayurandi, 2008).

Keragaman produksi karet kering pada suatu populasi semaian memiliki keragaman yang tinggi, hal ini pernah dilaporkan oleh Woelan dan Pasaribu (2007) yang menyatakan bahwa sergregasi genotipe yang dihasilkan dari hasil persilangan 1998/1999 membentuk keragaman yang tinggi, dapat dilihat dari karakter produksi lateks (CV = 125%). Keragaman ini terjadi karena populasi karet kering dipengaruhi oleh banyak faktor produksi yaitu genetik, lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh, diameter pembuluh lateks dan lingkungan (Woelan et al., 2007). Hubungan komponen pendukung hasil lateks sudah diteliti oleh Woelan et al. (2004) menyatakan bahwa jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks, tebal kulit dan lilit batang berpengaruh nyata terhadap hasil karet. Artinya bahwa apabila ada peningkatan komponen hasil lateks maka hasil lateks akan lebih tinggi. Hasil penelitian tersebut dibuktikan kembali dengan hasil penelitian Woelan dan Sayurandi (2008) dimana jumlah pembuluh, diameter pembuluh, tebal kulit dan lilit batang berkorelasi nyata terhadap hasil lateks. Ditambah dengan penelitian Novalina (2009) menyatakan bahwa jumlah pembuluh, diameter pembuluh, tebal kulit, lilit batang dan indeks penyumbatan berkorelasi nyata terhadap hasil lateks dan Woelan et al (2013) menyatakan bahwa produksi karet berkorelasi nyata oleh indeks penyumbatan, indeks produksi, lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh dan diameter pembuluh lateks. Hasil penelitian Novalina (2009) juga melaporkan bahwa dua populasi yang diamati memiliki keragaman yang tinggi pada produksi. Pada karakter lilit batang, ketebalan kulit jumlah pembuluh lateks, indeks penyumbatan, kadar sukrosa, dan kadar fosfat organik juga menunjukkan keragaman yang tinggi.

Selain itu Novalina (2009) juga menyatakan bahwa variable lilit batang, tebal kulit, jumlah pembuluh dan indeks penyumbatan berkorelasi nyata dengan produksi pada populasi A. Jumlah pembuluh lateks dan indeks penyumbatan mempunyai pengaruh langsung yang lebih besar terhadap produksi. Pada populasi C parameter lilit batang, jumlah pembuluh lateks, diameter pembuluh lateks dan indeks penyumbatan berkorelasi nyata dengan produksi. Lilit batang dan indeks penyumbatan mempunyai pengaruh langsung yang lebih besar terhadap produksi. Hasil penelitian Woelan dan Sayurandi (2008) menambahkan bahwa karakter diameter pembuluh merupakan variabel yang cukup besar pengaruh langsungnya terhadap hasil lateks. Tebal kulit mempunyai pengaruh langsung terhadap jumlah pembuluh. Hal ini memberikan arti bahwa pada tanaman turunan pertama yang mempunyai kulit yang lebih tebal maka jumlah pembuluhnya lateksnya pada umumnya lebih banyak. Tebal kulit merupakan salah satu parameter yang diamati dalam seleksi tanaman hasil persilangan. Tujuan utama melakukan seleksi terhadap tebal kulit adalah untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai kulit cukup tebal sehingga diharapkan jumlah pembuluh lateksnya juga banyak. Tanaman yang mempunyai kulit yang terlalu tipis tidak diinginkan karena terjadi penyadapan dapat melukai kambium (Novalina, 2009). Komponen Pendukung Produksi Kayu Formula untuk menghitung hasil kayu per pohon dikembangkan oleh Wan Razali et al., (1983) yaitu volume kayu = π {(lilit batang x 0,01)/2π} 2 x tinggi cabang pertama dan volume kayu total = {0,00005031 x (lilit batang/π) 2 } x tinggi tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa volume kayu karet sangat ditentukan

oleh besaran lilit batang dan tinggi tanaman, semakin besar lilit batang dan tinggi tanaman maka volume kayu karet yang dihasilkan semakin besar dan sebaliknya semakin kecil lilit batang dan ketinggian tanaman maka volume kayu yang dihasilkan semakin kecil. Demikian halnya semakin tinggi cabang pertama dan tebal kulit maka kayu log yangdihasilkan semakin besar (Wan Razali et al., 1983). Peubah pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan potensi kayu adalah lilit batang dan panjang log bebas cabang. Lilit batang selain berhubungan dengan hasil lateks, juga mempengaruhi volume kayu yang akan dihasilkan. Namun tidak ada korelasi antara lilit batang dengan panjang log pada setiap umur tanaman. Oleh karena volume kayu log diduga melalui subtitusi lilit batang dan panjang log, maka kondisi ideal tanaman penghasil kayu adalah yang memiliki batang besar dan percabangan yang tinggi (Suhendry, 2002). Hasil penelitian Woelan dan Sayurandi (2008) menyatakan bahwa lilit batang, tinggi cabang pertama, dan tebal kulit memiliki korelasi yang nyata terhadap hasil kayu. Lilit batang merupakan variabel yang mempunyai pengaruh langsung cukup besar terhadap hasil kayu, sedangkan variabel lainnya sangat kecil pengaruhnya. Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Produksi Tanaman karet mempunyai sifat menggugurkan daun pada setiap musim kemarau. Waktu dan lama pengguguran daun berbeda antar klon. Siklus perkembangan daun tanaman karet dapat dikelompokkan menjadi lima fase yaitu fase 1 apabila muncul tanda-tanda daun menguning sampai kuning sebagian, fase 2 apabila daun sudah dalam kondisi kuning menyeluruh dan sudah gugur, fase 3 apabila semua daun sudah gugur dan mulai muncul kuncup daun berwarna coklat,

fase 4 apabila daun mulai berwarna hijau muda dan fase 5 apabila daun berwarna hijau tua. Kelima fase gugur daun tersebut berpengaruh pada produksi lateks yang dihasilkan (Oktavia dan Lasminingsih, 2010). Hasil karet kering (g/p/s) tertinggi dicapai pada saat tanaman berdaun penuh (fase 5). Hal ini disebabkan oleh proses fotosintesis pada kondisi tersebut berlangsung penuh dan optimal. Penurunan produksi terjadi pada saat tanaman gugur daun (fase 3) karena aktivitas fotosintesis sudah mulai turun. Penurunan produksi lebih banyak lagi terjadi pada saat tanaman mulai muncul daun baru (fase 4) karena tanaman belum mampu berfotosintesis sementara diperlukan energi tinggi untuk pembentukan daun baru (Oktavia dan Lasminingsih, 2010). Menurut Cahyono et al., (2011) produksi karet kering terendah terjadi pada saat periode pembentukan daun baru yang belum mampu melakukan fotosintesis secara maksimal, dan adanya kompetisi penggunaan cahaya asimilat antara produksi lateks dan pembentukan daun. Hasil penelitian Oktavia dan Lasminingsih (2010) menyatakan kondisi tanaman berkaitan dengan musim berpengaruh terhadap hasil karet kering/ pohon/ sadap. Menurut Susetyo dan Hadi (2012) produksi tanaman karet sangat dipengaruhi oleh faktor tanah dan iklim dengan persentase berturut-turut adalah 81,91% dan 18,78%. Laminingsih et al., (2005) juga melaporkan bahwa kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap produktivitas lateks adalah curah hujan, suhu udara, radiasi dan angin. Untuk Indonesia, kondisi yang lebih berperan adalah curah hujan dan angin. Sehingga masih adanya keragaman hasil karet kering antara pohon pada suatu klon, walaupun tanaman diperbanyak secara vegetatif.