BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gorontalo Utara. Letak geografis Pulau Saronde 00 55' 32'' LU 122

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil pengamatan parameter fisik dan kimia di keempat lokasi

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Keanekaragaman Lamun di Perairan Sekitar Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

Lampiran 1. Lokasi pengambilan data

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPARASI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI BANTAYAN KOTA DUMAGUETE FILIPINA DAN DI TANJUNG MERAH KOTA BITUNG INDONESIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati membuat laut Indonesia dijuluki Marine Mega-

Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR KOMUNITAS, KEPADATAN DAN POLA DISTRIBUSI POPULASI LAMUN (SEAGRASS) DI PANTAI PLENGKUNG TAMAN NASIONAL ALAS PURWO KABUPATEN BANYUWANGI.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JENIS DAN KANDUNGAN KIMIAWI LAMUN DAN POTENSI PEMANFAATANNYA DI INDONESIA. Rinta Kusumawati ABSTRAK

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENYUSUN Marindah Yulia Iswari, Udhi Eko Hernawan, Nurul D. M. Sjafrie, Indarto H. Supriyadi, Suyarso, Kasih Anggraini, Rahmat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 11. Pembagian Zona UTM Wilayah Indonesia (Sumber: kampungminers.blogspot.com)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ADI FEBRIADI. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

TELAAH EKOLOGI KOMUNITAS LAMUN (SEAGRASS) PERAIRAN PULAU OSI TELUK KOTANIA KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

KERAPATAN DAN DISTRIBUSI LAMUN (SEAGRASS) BERDASARKAN ZONA KEGIATAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

Identifikasi Jenis dan Kerapatan Padang Lamun di Pulau Samatellu Pedda Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga (anthophyta) yang

KONDISI PADANG LAMUN PULAU SERANGAN BALI Tyas Ismi Trialfhianty 09/286337/PN/11826

SEBARAN DAN BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA MALANG RAPAT DAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU RUTH DIAN LASTRY ULI SIMAMORA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lamun (seagrasses) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae), yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. vegetatif. Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh

BIOMASSA LAMUN DI PERAIRAN DESA BERAKIT KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 200 TAHUN 2004 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PEDOMAN PENENTUAN STATUS PADANG LAMUN

4. HASIL PEMBAHASAN. Sta Latitude Longitude Spesies Keterangan

Kondisi Komunitas Padang Lamun Di Perairan Kampung Bugis, Bintan Utara.

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMPOSISI DAN KERAPATAN JENIS SERTA POLA PENYEBARAN LAMUN DI PERAIRAN TELUK TOMINI DESA WONGGARASI TIMUR KECAMATAN WANGGARASI KABUPATEN POHUWATO

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Korelasi Kelimpahan Ikan Baronang (Siganus Spp) Dengan Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Pulau Pramuka Taman Nasional Kepulauan Seribu

Keragaman Lamun (Seagrass) di Pesisir Desa Lihunu Pulau Bangka Kecamatan Likupang Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PULAU RAMBUT. Universitas Pakuan Bogor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Diterima 16 Januari 2012, diterima untuk dipublikasikan 2 Februari 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fluktuasi Biomassa Lamun di Pulau Barranglompo Makassar

STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PULAU DUYUNG KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang. seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIOMASSA DAUN Thalassia hemprichii PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI PERAIRAN DESA SEBONG PEREH, BINTAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2.2. Struktur Komunitas

Jurnal Aquarine Vol. 1, No. 2, September Tahun 2010 ISSN : SUMBERDAYA TERIPANG DI PERAIRAN DESA MELAHING BONTANG KUALA KALIMANTAN TIMUR

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN PERAIRAN PULAU LOS KOTA TANJUNGPINANG

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn:

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

AKUATIK. Volume 6. Nomor. 1. Tahun PENANGGUNG JAWAB Eddy Nurtjahya. REDAKTUR Eva Utami

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

JurnalIlmiahPlatax Vol. 6:(1), Januari 2018 ISSN:

SURVAI EKOLOGI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH KABUPATEN ALOR EKOSISTEM PADANG LAMUN. Pendahuluan

KEPADATAN DAN BIOMASSA LAMUN Thalassia hemprichii PADA BERBAGAI RASIO C:N:P SEDIMEN DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis dan Biomassa Lamun (Seagrass) Di Perairan Pulau Belakang Padang Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Kepulauan Riau.

PRODUKTIVITAS BIOMASSA VEGETASI LAMUN DIPERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPELAUAN RIAU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Lokasi Penelitian. Kawasan Perairan Pantai Desa Ponelo secara administratif termasuk

Transkripsi:

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi pulau saronde Pulau Saronde terletak di wilayah Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara. Letak geografis Pulau Saronde 00 55' 32'' LU 122 51' 54'' BT. Untuk sampai ke Pulau Saronde, kita harus menuju ke Kabupaten Gorontalo Utara yang berjarak sekitar 65 km dari pusat kota Gorontalo, dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam menggunakan mobil pribadi. Pulau Saronde berjarak 12 mil dari dermaga Pelabuhan Kwandang. Setelah sampai di Pelabuhan Kwandang, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan perahu yang biasa disebut katinting atau lebih dikenal dengan sebutan taxi saronde. Perjalanan menuju Pulau Saronde sekitar 45 menit. Pulau ini merupakan salah satu tujuan wisata, dengan topografi datar dan berbukit dengan lereng rata cembung (DKP, 2011). Di Pulau Saronde tidak terdapat pemukiman penduduk. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki pulau ini berupa perikanan tangkap terutama ikan karang, dan potensi wisata bahari karena memiliki gugusan terumbu karang yang indah (DKP, 2011). Batas wilayah Pulau Saronde sebagai berikut : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : berbatasan dengan Pulau Bogisa; : berbatasan dengan perairan Desa Ponelo; : berbatasan dengan Pulau Mohinggito; dan : berbatasan dengan perairan Desa Dudepo.

2 Lokasi Pulau Saronde dapat dilihat pada Gambar 15 berikut : N Gambar 15. Pulau saronde. Sumber : Anonim, 2011. Keterangan gambar : = I = II = III B. Gambaran umum stasiun penelitian Lokasi penelitian terdiri dari 3 stasiun berdasarkan keberadaan padang lamun, yakni di Sebelah Utara ( I), Barat ( II), dan Timur ( III). Gambaran mengenai masing-masing stasiun penelitian sebagai berikut : 1. I (sebelah utara) pertama adalah bagian Utara Pulau Saronde. pertama memiliki pantai yang landai, substrat tumbuhnya lamun didominasi oleh pasir putih bertekstur halus, bercampur dengan kerikil halus, sedikit lumpur, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska. Jarak antara garis tempat tumbuhnya

3 lamun hingga tidak ditemukannya lamun sekitar 150 meter. Tipe vegetasi pantai merupakan vegetasi campuran, yang ditumbuhi oleh jenis tumbuhan daratan, seperti pepohonan. Lokasi stasiun I (satu) untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 16 berikut : Gambar 16. I penelitian (sebelah utara pulau saronde). Sumber : hasil penelitian. 2. II (sebelah barat) selanjutnya adalah stasiun kedua, yakni di sebelah Barat perairan Pulau Saronde. kedua juga memiliki pantai yang landai. Substrat tumbuhnya lamun didominasi oleh pasir putih bertekstur halus, bercampur kerikil halus, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska. Jarak antara batas tempat tumbuhnya lamun hingga tidak ditemukannya lamun sekitar 100 meter. Tipe vegetasi pantai merupakan vegetasi campuran, yang ditumbuhi oleh berbagai pepohonan atau tanaman darat.

4 Lokasi stasiun II (dua) untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 17 berikut : Gambar 17. II penelitian (sebelah barat pulau saronde). Sumber : hasil penelitian. 3. III (sebelah timur) Lokasi terakhir adalah stasiun ketiga yakni di sebelah Timur Pulau Saronde. Habitat atau substrat tumbuhnya lamun didominasi oleh pasir bertekstur halus yang bercampur dengan kerikil halus, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska. Jarak antara batas tumbuhnya lamun hingga tidak ditemukannya lagi sekitar 120 meter. Tipe vegetasi pantai merupakan vegetasi campuran yang ditumbuhi oleh tanaman darat dan semak. Lokasi stasiun III (tiga) untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 18 berikut :

5 Gambar 18. III penelitian (sebelah timur pulau saronde). Sumber : hasil penelitian. C. Jenis-jenis lamun yang ditemukan di lokasi penelitian Jenis-jenis lamun yang ditemukan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Jenis-jenis lamun yang ditemukan di lokasi penelitian No. Jenis lamun 1 2 I. I Lokasi II III 3 4 5 HYDROCHARITACEAE 1) 2) Enhalus acoroides Thalassia hemprichii 3) 4) Halophila minor Halophila ovalis - - - 5 5 5 II. POTAMOGETONACEAE 5) 6) 7) 8) 9) Syringodium isoetifolium Halodule uninervis Halodule pinifolia Cymodocea serrulata Cymodocea rotundata JUMLAH JENIS Keterangan : tanda () = ada, sedangkan tanda (-) = tidak ada. Analisis mengenai vegetasi padang lamun di perairan Pulau Saronde sebagai berikut :

6 D. Komposisi jenis lamun 1. I (sebelah utara) Komposisi jenis lamun yang ditemukan tumbuh di stasiun pertama, yakni Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii. Tipe vegetasi lamun merupakan vegetasi campuran (mix vegetation) yang disusun oleh 5 jenis lamun. Komposisi jenis lamun yang ditemukan pada masing-masing stasiun penelitian lebih didominasi oleh lamun jenis Thalassia hemprichii dengan persentase 68,26 %. Kemudian secara berturut-turut diikuti oleh jenis Cymodocea serrulata dengan persentase 15,78 %, dan jenis Enhalus acoroides dengan persentase 13,58 %. Hal ini dikarenakan lamun jenis Thalassia hemprichii dapat membentuk susunan yang rapat. Sebab, Thalassia hemprichii memiliki bentuk daun yang rimbun. 2. II (sebelah barat) Komposisi jenis lamun yang tumbuh di stasiun II sama dengan stasiun I, yakni Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii. Dengan padang lamun yang membentuk vegetasi campuran. Komposisi jenis lamun dengan tipe vegetasi campuran disebabkan oleh ketiadaan ekosistem mangrove di lokasi penelitian. Dimana pada daerah ekosistem mangrove ke arah laut, sering dijumpai padang lamun dari spesies tunggal yang berasosiasi tinggi (Kordi, 2011). Lamun jenis Thalassia hemprichii memiliki komposisi jenis senilai 55,21 %. Kemudian diikuti oleh lamun jenis Cymodocea serrulata dengan persentase 33,95 % dan jenis Enhalus acoroides dengan persentase 9,95 %.

7 3. III (sebelah timur) Komposisi jenis lamun yang ditemukan juga sama dengan stasiun I dan II, yakni jenis Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii. Dengan tipe vegetasi lamun yang terbentuk adalah tipe vegetasi padang lamun campuran (mix vegetation), yang disusun oleh 5 jenis lamun. Komposisi jenis tertinggi dimiliki jenis Thalassia hemprichii dengan nilai komposisi jenis 49,75 %. Kemudian diikuti oleh jenis Cymodocea serrulata dengan persentase 29,67 %, dan jenis Enhalus acoroides dengan persentase 18,36 %. Hasil perhitungan komposisi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 5. Komposisi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 15,778 33,946 29,674 2 Enhalus acoroides 13,582 9,954 18,355 3 Halophila minor 1,578 0,453 1,861 4 Halophila ovalis 0,801 0,435 0,356 5 Thalassia hemprichii 68,260 55,212 49,754 Total 100,000 100,000 100,000 E. Frekuensi jenis lamun Frekuensi dipakai sebagai parameter vegetasi yang dapat menunjukkan distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekositem atau memperlihatkan pola distribusi tumbuhan. Hasil perhitungan frekuensi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

8 Tabel 6. Frekuensi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 0,7520 0,8800 0,7120 2 Enhalus acoroides 0,5680 0,4240 0,6320 3 Halophila minor 0,1520 0,0400 0,0880 4 Halophila ovalis 0,1600 0,0320 0,0720 5 Thalassia hemprichii 1,6720 1,2160 1,0640 Total 3,3040 2,5920 2,5680 Sumber : Data hasil olahan, 2012 Berdasarkan Tabel 6, frekuensi jenis tertinggi ditemukan pada stasiun I dengan jumlah frekuensi jenis untuk seluruh spesies lamun yakni 3,30. Jenis lamun yang paling rendah ditemukan pada stasiun III dengan jumlah frekuensi jenis untuk seluruh spesies lamun yakni 2,57. Lamun jenis Thalassia hemprichii merupakan lamun dengan nilai frekuensi jenis tertinggi dari seluruh stasiun, sedangkan lamun jenis Halophila ovalis merupakan lamun dengan frekuensi jenis terendah dari seluruh stasiun penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa stasiun I memiliki sebaran lamun yang lebih luas, lebih merata, dan lebih padat dibandingkan stasiun II serta stasiun III, yang dipengaruhi oleh perbedaan nilai parameter fisik perairan di masing-masing stasiun penelitian. F. Frekuensi relatif lamun Frekuensi relatif merupakan perbandingan antara frekuensi jenis lamun ke-i dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis lamun. Frekuensi relatif digunakan untuk mempersentasikan perbandingan nilai terendah maupun nilai

9 tertinggi yang dicapai oleh frekuensi dari masing-masing lamun yang diamati, terhadap jumlah frekuensi keseluruhan jenis lamun. Hasil perhitungan frekuensi relatif lamun di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 7. Frekuensi relatif lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 0,3473 0,5716 0,4400 2 Enhalus acoroides 0,2593 0,2507 0,3780 3 Halophila minor 0,0649 0,0288 0,0560 4 Halophila ovalis 0,0701 0,0230 0,0456 5 Thalassia hemprichii 0,8583 0,7260 0,6803 Total 1,6000 1,6000 1,6000 G. Kerapatan jenis lamun Kerapatan jenis lamun (K ) adalah jumlah total individu jenis lamun dalam suatu unit area yang diukur. Kerapatan jenis lamun di stasiun I merupakan kerapatan jenis lamun yang paling tinggi di antara semua stasiun penelitian, dengan nilai kerapatan jenis untuk seluruh spesies lamun yang ditemukan sebesar 23,90 individu/m². Hasil perhitungan kerapatan jenis lamun untuk seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 berikut : Tabel 8. Kerapatan jenis lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 4,308 6,772 3,616 2 Enhalus acoroides 3,324 1,744 1,908

10 Sambungan Tabel 8. 3 Halophila minor 0,424 0,080 0,212 4 Halophila ovalis 0,212 0,048 0,052 5 Thalassia hemprichii 15,632 8,472 5,804 Total 23,900 17,116 11,592 I merupakan stasiun yang memiliki nilai kerapatan jenis tertinggi dari seluruh stasiun penelitian yang ada, yakni 23,90 individu/m². Sedangkan stasiun III merupakan stasiun yang memiliki nilai kerapatan jenis paling rendah, dengan nilai kerapatan jenis untuk seluruh spesies lamun hanya 11,59 individu/m². Sebab, di stasiun III banyak terdapat bulu babi jenis Temnopleurus alexandrii dan Diadema setosum. Bulu babi ini juga bisa dijumpai di daerah pertumbuhan algae (ekosistem terumbu karang). Hal ini disebabkan karena di samping memakan daun lamun, bulu babi juga hidup dari aktivitas grazing atau memakan algae (Lawrence, 1975 dalam Aziz, 1994). H. Kerapatan relatif lamun Kerapatan relatif (KR) lamun merupakan perbandingan antara jumlah individu jenis lamun dengan jumlah total individu seluruh jenis lamun. Kerapatan relatif digunakan untuk mempersentasikan perbandingan nilai terendah maupun nilai tertinggi yang dicapai oleh kerapatan dari masing-masing lamun yang diamati, terhadap jumlah kerapatan keseluruhan jenis lamun. Hasil perhitungan kerapatan relatif lamun di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :

11 Tabel 9. Kerapatan relatif lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 18,0251 39,5653 31,1939 2 Enhalus acoroides 13,9079 10,1893 16,4596 3 Halophila minor 1,7741 0,4674 1,8288 4 Halophila ovalis 0,8870 0,2804 0,4486 5 Thalassia hemprichii 65,4059 49,4975 50,0690 Total 100,000 100,000 100,000 I. Penutupan jenis lamun Nilai penutupan jenis tertinggi untuk seluruh spesies lamun yang ditemukan yakni 1,65 m² terdapat pada stasiun I. Sedangkan nilai penutupan jenis yang paling rendah dari seluruh stasiun penelitian yang ada, dengan nilai penutupan jenis untuk seluruh spesies lamun yang ditemukan yakni 1,28 m² terdapat di stasiun III. Hal ini dipengaruhi oleh nilai masing-masing parameter analisis vegetasi lamun yakni faktor pembatas padang lamun, seperti kecepatan arus, kecerahan dan kedalaman perairan, salinitas, suhu, dan tipe substrat serta faktor-faktor lain seperti stasiun III merupakan jalur yang paling sering dilintasi oleh perahu nelayan maupun oleh perahu yang memuat para pengunjung. Hasil perhitungan penutupan jenis lamun di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :

12 Tabel 10. Penutupan jenis lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 0,3760 0,4400 0,3560 2 Enhalus acoroides 0,2840 0,2120 0,3160 3 Halophila minor 0,0760 0,0200 0,0440 4 Halophila ovalis 0,0800 0,0160 0,0360 5 Thalassia hemprichii 0,8360 0,6080 0,5320 Total 1,6520 1,2960 1,2840 B. Penutupan relatif lamun Penutupan relatif lamun (PR) adalah perbandingan antara penutupan individu lamun jenis ke-i dengan total penutupan seluruh jenis lamun. Penutupan relatif digunakan untuk mempersentasikan perbandingan nilai terendah maupun nilai tertinggi yang dicapai oleh penutupan dari masing-masing lamun yang diamati, terhadap jumlah penutupan keseluruhan jenis lamun. Hasil perhitungan penutupan relatif lamun di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 11 berikut : Tabel 11. Penutupan relatif lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 4,3416 7,1445 5,5002 2 Enhalus acoroides 3,2418 3,1332 4,7250 3 Halophila minor 0,8115 0,3597 0,7001 4 Halophila ovalis 0,8768 0,2878 0,5705 5 Thalassia hemprichii 10,7283 9,0749 8,5041 TOTAL 20,0000 20,0000 20,0000

13 C. Dominansi jenis Dominansi jenis menggambarkan suatu jenis tumbuhan yang mampu mempengaruhi komunitasnya dengan cara banyaknya jumlah jenis maupun pertumbuhannya yang dominan. Hasil perhitungan dominansi jenis di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 12 berikut : Tabel 12. Dominansi jenis lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 0,1376 0,1147 0,1753 2 Enhalus acoroides 0,1264 0,0785 0,1442 3 Halophila minor 0,0157 0,0000 0,0062 4 Halophila ovalis 0,0075 0,0000 0,0017 5 Thalassia hemprichii 0,3384 0,3814 0,1950 Total 0,6256 0,5747 0,5224 Dominansi jenis lamun di stasiun I lebih tinggi dari stasiun II dan III dengan nilai 0,63. Sedangkan stasiun III nilai dominansi jenis lamun hanya 0,52. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa lamun jenis Thalassia hemprichii mempunyai kontrol terhadap komunitas. Hal ini ditandai dengan banyaknya jumlah jenis dan pertumbuhannya yang dominan di stasiun I. D. Dominansi relatif Dominansi relatif merupakan perbandingan antara jumlah dominansi suatu jenis dengan jumlah dominansi seluruh jenis. Dominansi relatif digunakan untuk mempersentasikan perbandingan nilai terendah maupun nilai tertinggi yang

14 dicapai oleh dominansi dari masing-masing lamun yang diamati, terhadap jumlah dominansi keseluruhan jenis lamun. Hasil perhitungan nilai dominansi relatif untuk seluruh jenis lamun di stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 13 berikut : Tabel 13. Dominansi relatif lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 18,0251 39,5653 31,1939 2 Enhalus acoroides 13,9079 10,1893 16,4596 3 Halophila minor 1,7741 0,4674 1,8288 4 Halophila ovalis 0,8870 0,2804 0,4486 5 Thalassia hemprichii 65,4059 49,4975 50,0690 Total 100,0000 100,0000 100,0000 E. Indeks keanekaragaman jenis (index of diversity) Indeks keanekaragaman jenis merupakan parameter vegetasi yang sangat berguna untuk membandingkan berbagai komunitas tumbuhan, terutama untuk mempelajari gangguan faktor-faktor lingkungan (abiotik) terhadap komunitas atau untuk mengetahui keadaan suksesi maupun stabilitas komunitas. Karena dalam suatu komunitas, pada umumnya terdapat berbagai jenis tumbuhan. Maka makin tua atau semakin stabil keadaan suatu komunitas, makin tinggi pula keanekaragaman jenis tumbuhannya (Fachrul, 2007). Hasil perhitungan indeks keanekaragaman di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 14 berikut :

15 Tabel 14. Indeks keanekaragaman jenis (H ) di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun H' I II III 1 Cymodocea serrulata 0,0890 0,1146 0,0799 2 Enhalus acoroides 0,0758 0,0295 0,0422 3 Halophila minor 0,0169 0,0014 0,0047 4 Halophila ovalis 0,0097 0,0008 0,0011 5 Thalassia hemprichii 0,1566 0,1434 0,1283 Total 0,3479 0,2897 0,2562 Dari tabel 14 terlihat bahwa keanekaragaman jenis pada seluruh spesies lamun rendah atau sedikit (H < 1). Hal ini menandakan komunitas lamun di seluruh stasiun penelitian dalam keadaan tertekan. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan seperti aktivitas penambatan perahu yang kurang memperhatikan ekosistem padang lamun, dan kurangnya tata kelola wilayah Pulau Saronde. F. Indeks nilai penting Indeks nilai penting (INP) digunakan untuk menghitung dan menduga keseluruhan dari peranan jenis lamun di dalam satu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis lamun terhadap jenis lamun lainnya, maka semakin tinggi pula peranan jenis lamun tersebut pada komunitas yang ditempatinya. Hasil perhitungan nilai Indeks Nilai Penting (INP) untuk seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 berikut :

16 Tabel 15. Indeks nilai penting lamun di seluruh stasiun penelitian No. Jenis lamun 1 Cymodocea serrulata 22,7141 47,2813 37,1342 2 Enhalus acoroides 17,4091 13,5731 21,5627 3 Halophila minor 2,6504 0,8559 2,5850 4 Halophila ovalis 1,8340 0,5912 1,0647 5 Thalassia hemprichii 76,9924 59,2984 59,2535 Total 121,6000 121,6000 121,6000 Tabel 15 menunjukkan bahwa lamun jenis Thalassia hemprichii merupakan jenis lamun yang memiliki nilai INP paling tinggi dari seluruh stasiun penelitian yang ada, dengan nilai INP untuk lamun Thalassia hemprichii yakni 76,99. Dengan demikian, lamun jenis Thalassia hemprichii memiliki peranan yang paling tinggi dari seluruh jenis lamun yang ada dalam menjaga kestabilan ekosistem pada setiap stasiun penelitian yang ada, dan aliran energi dalam komunitas padang lamun yang tumbuh di perairan Pulau Saronde. G. Parameter fisik perairan dan pengaruhnya terhadap lamun Hasil pengukuran beberapa parameter fisik perairan yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan lamun, seperti kecepatan arus, kecerahan dan kedalaman, salinitas, suhu, dan tipe substrat di masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 16 berikut :

17 Tabel 16. Hasil pengukuran parameter fisik perairan di pulau saronde No. Parameter 1) Kecepatan arus 1,0 m/s 1,2 m/s 1,3 m/s 2) Kedalaman 1,2 meter 1,0 meter 1,0 meter 3) Kecerahan 100 % 100 % 100 % 4) Suhu 30,5º C 31º C 32º C 5) Salinitas 29 29 29 6) Substrat Pasir bertekstur halus bercampur kerikil halus, sedikit lumpur, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska. Pasir bertekstur halus bercampur kerikil halus, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska. Pasir bertekstur halus bercampur kerikil halus, patahan karang, dan pecahan cangkang moluska. 1. Kecepatan arus Kecepatan arus dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan padang lamun. Karena terkait dengan suplai unsur hara, agar unsur-unsur hara yang dibutuhkan lamun dapat hanyut dan terbawa sampai ke padang lamun, dan dapat mengangkut sisa-sisa metabolisme lamun. Pada ekosistem padang lamun, arus menentukan tingginya produktivitas primer, melalui pencampuran dan penyebaran unsur hara, serta memindahkan limbah. Kecepatan arus di seluruh stasiun penelitian nilainya lebih tinggi dari nilai optimum kecepatan arus untuk padang lamun. Kecepatan arus di seluruh stasiun penelitian berkisar antara 1,0 m/s sampai 1,3 m/s. Menurut Tuwo (2011) lamun jenis Thalassia testudinum dapat optimal untuk tumbuh pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/s. Kecepatan arus di masing-masing stasiun penelitian yang agak tinggi ini juga disebabkan pada saat

18 pengambilan data, sedang musim angin Barat dimana angin bertiup lebih kencang sehingga menimbulkan kecepatan arus yang agak tinggi. 2. Kecerahan dan Kedalaman Lokasi penelitian memiliki perairan yang jernih. Hal ini ditandai dengan seluruh stasiun penelitian memiliki kecerahan 100 %. Sehingga, pada kedalaman 1,0 sampai 1,2 meter padang lamun masih terlihat sangat jelas. Hal ini sangat mendukung pertumbuhan lamun. Karena menurut Tuwo (2011), kedalaman perairan dimana lamun dapat tumbuh sangat bergantung pada kecerahan, semakin jernih perairan, maka semakin dalam daerah yang dapat ditumbuhi oleh lamun. Tingkat kecerahan di suatu perairan dapat berkurang jika terjadi kekeruhan yang disebabkan oleh suspensi sedimen. Karena dapat menghambat penetrasi cahaya, dan secara otomatis kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan lamun. 3. Suhu Suhu di lokasi penelitian berkisar antara 30,5ºC sampai 32ºC. Kisaran suhu perairan di lokasi penelitian lebih tinggi dari kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan lamun. Kisaran suhu di lokasi penelitian ini lebih tinggi daripada kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan lamun yakni 28ºC sampai 30ºC. Suhu air yang terlampau tinggi akan membahayakan kehidupan lamun (Zieman, 1975 dalam Kordi, 2011). Demikian pula suhu yang terlampau rendah diketahui juga dapat mematikan lamun di daerah tropis (Phillips, 1960 dalam Kordi, 2011). Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis lamun yang dapat menurun jika suhu berada di luar kisaran suhu optimal tersebut (Tuwo, 2011). Kisaran suhu

19 perairan di lokasi penelitian yang cukup tinggi dikarenakan letak Pulau Saronde yang berada di tengah perairan terbuka yang berhadapan dengan laut lepas. 4. Salinitas Seluruh stasiun penelitian memiliki nilai salinitas sebesar 29. Kadar salinitas di lokasi penelitian yang agak rendah ini di bawah dari nilai optimum untuk salinitas padang lamun. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun yakni 35 (Dahuri, 2003 dalam Kordi, 2011). Rendahnya nilai salinitas di seluruh stasiun penelitian dikarenakan perairan Pulau Saronde masih menerima pasokan air tawar dari Desa Ponelo dan Desa Malambe yang memiliki pemukiman penduduk dan lokasinya masih berdekatan dengan perairan Pulau Saronde. Salinitas berpengaruh terhadap produktivitas, dan kerapatan lamun (Tuwo, 2011). Akan tetapi, daya toleransi terhadap salinitas sangat bervariasi pada masing-masing jenis. Dimana jenis lamun yang mampu mentolerir kisaran salinitas yang besar (euryhaline) seperti jenis Halodule, Syringodium, Thalassia mempunyai penyebaran yang lebih luas dibandingkan dengan jenis lamun yang kurang mampu mentolerir kisaran perubahan kadar garam yang besar (stenohaline). Contoh lamun stenohaline yakni dari genus Halophila. 5. Substrat II dan III memiliki tipe substrat yang sama, yakni pasir bertekstur halus, bercampur kerikil halus, patahan karang, dan cangkang moluska. Sedangkan stasiun I memiliki tipe substrat yang hampir sama dengan kedua stasiun lainnya, hanya perbedaannya substrat di stasiun I bercampur dengan sedikit lumpur. Sehingga memungkinkan padang lamun dapat tumbuh

20 membentuk vegetasi lamun yang rapat. Karena, meskipun lamun dapat tumbuh pada berbagai macam tipe substrat, lamun dapat tumbuh dengan subur di daerah yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati (Kordi, 2011). Hal ini terkait dengan kedalaman substrat atau sedimen, dimana dasar perairan dengan substrat bercampur lumpur lebih stabil, dan dapat menjamin pasokan nutrien ke tumbuhan lamun (Tuwo, 2011). H. Perbandingan struktur vegetasi lamun di masing-masing stasiun Semua stasiun penelitian memiliki komposisi jenis lamun yang sama, yakni Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila minor, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii. Dengan tipe vegetasi padang lamun yang membentuk vegetasi campuran. I memiliki bentuk susunan atau struktur vegetasi seperti kerapatan jenis, penutupan jenis, dominansi jenis, frekuensi jenis, dan indeks keanekaragaman jenis yang paling tinggi dari seluruh stasiun penelitian yang ada. Sebab, adanya dominansi jenis Thalassia hemprichii di stasiun I. Sedangkan stasiun II dan III memiliki bentuk susunan atau struktur vegetasi seperti kerapatan jenis, penutupan atau dominansi jenis, dan frekuensi jenis yang lebih rendah daripada stasiun I. Hasil perbandingan struktur vegetasi lamun di seluruh stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 17 berikut :

21 Tabel 17. Perbandingan struktur vegetasi lamun di seluruh stasiun Analisis Nilai di masing-masing stasiun No. Jenis lamun struktur vegetasi yang diukur I II III 6 1 Komposisi jenis lamun 15,7783 33,946 29,674 2 Frekuensi jenis lamun 0,7520 0,8800 0,7120 3 Kerapatan jenis lamun 4,3080 6,7720 3,6160 4 Cymodocea Penutupan jenis lamun 0,37600 0,4400 0,3560 5 serrulata Dominansi jenis lamun 0,1376 0,1147 0,1753 6 Keanekaragaman jenis lamun 0,0890 0,1146 0,0799 7 Indeks nilai penting (INP) 22,7141 47,2813 37,1342 8 Komposisi jenis lamun 13,5823 9,9538 18,3548 9 Frekuensi jenis lamun 0,5680 0,4240 0,6320 10 Kerapatan jenis lamun 3,3240 1,7440 1,9080 Enhalus 11 Penutupan jenis lamun 0,2840 0,2120 0,3160 acoroides 12 Dominansi jenis lamun 0,1264 0,0785 0,1442 13 Keanekaragaman jenis lamun 0,0758 0,0295 0,0422 14 Indeks nilai penting (INP) 17,4091 13,5731 21,5627 15 Komposisi jenis lamun 1,5784 0,4529 1,8615 16 Frekuensi jenis lamun 0,1520 0,0400 0,0880 17 Kerapatan jenis lamun 0,4240 0,0800 0,2120 Halophila 18 Penutupan jenis lamun 0,0760 0,0200 0,0440 minor 19 Dominansi jenis lamun 0,0157 0,0000 0,0062 20 Keanekaragaman jenis lamun 0,0169 0,0014 0,0047 21 Indeks nilai penting (INP) 2,6504 0,8559 2,5850 22 Komposisi jenis lamun 0,8006 0,4347 0,3559 23 Frekuensi jenis lamun 0,1600 0,0320 0,0720 24 Kerapatan jenis lamun 0,2120 0,0480 0,0520 Halophila 25 Penutupan jenis lamun 0,0800 0,0160 0,0360 ovalis 26 Dominansi jenis lamun 0,0075 0,0000 0,0017 27 Keanekaragaman jenis lamun 0,0097 0,0008 0,0011 28 Indeks nilai penting (INP) 1,8340 0,5912 1,0647 29 Komposisi jenis lamun 68,2603 55,2124 49,7536 30 Frekuensi jenis lamun 1,6720 1,2160 1,0640 31 Kerapatan jenis lamun 15,6320 8,4720 5,8040 Thalassia 32 Penutupan jenis lamun 0,8360 0,6080 0,5320 hemprichii 33 Dominansi jenis lamun 0,3384 0,3814 0,1950 34 Keanekaragaman jenis lamun 0,1566 0,1434 0,1283 35 Indeks nilai penting (INP) 76,9924 59,2984 59,2535 Sumber : Data hasil olahan, 2012