ANALISIS POTENSI DAUR ULANG SAMPAH DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA, PROVINSI SUMATERA BARAT Seska Fitria 1), Pramiati Purwaningrum 2), Dwi Indrawati 3) Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Trisakti E-mail: dindrawati@trisakti.ac.id Abstrak Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki luas wilayah 3.354,30 km 2. Permasalahan dalam penanganan sampah salah satunya adalah keterbatasan lahan yang digunakan sebagai Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah. Dengan mengurangi volume sampah yang dihasilkan bisa mengatasi permasalahan tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi sampah dengan melakukan daur ulang sampah. Berdasarkan hasil data yang didapat laju timbulan Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu 2,57 L/org/hr. Timbulan sampah yang dihasilkan 957,80 m 3 /hr pada tahun 2018 dengan jumlah penduduk 372.474 jiwa. Komposisi sampah yang diperoleh berdasarkan hasil sampling di Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu organik 81,52%; kertas 2,67%; plastik 6,53%; kayu 1,29%; kain 1,24%; karet 1,09%; logam 0,78%; kaca/gelas 1,42%; B3 0,47%. Jenis sampah yang berpotensi didaur ulang yaitu sampah organik, kertas, plastik, logam dan kaca. Sampah yang bisa didaur ulang mencapai 71,18% dan yang tidak dapat didaur ulang 27,49%. Kata kunci: Daur Ulang, Potensi, Kabupaten Lima Puluh Kota Pendahuluan Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatra Barat dengan letak geografis Kabupaten Lima Puluh Kota terletak pada 0º25 28,71 LU-0º22 14,52 LS dan 100º15 44,10 BT-100º50 47,80 BT. Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki luas wilayah 3.354,30 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak 372.474 jiwa dengan kepadatan penduduk yang berbeda di tiap kecamatan. Pertambahan jumlah penduduk membuat bertambahnya timbulan sampah dan juga komposisi sampah. Pengelolaan sampah di Kabupaten Lima Puluh Kota masih dengan sistem kumpul angkut buang tanpa adanya perlakuan daur ulang pada sampah yang bisa berpotensi didaur ulang. Perlakuan pengelolaan sampah dengan sistem kumpul angkut buang bisa menimbulkan permasalahan, salah satunya yaitu bisa menyebakan kekurangan lahan di TPA. Dengan adanya daur ulang sampah membuat sampah yang tadinya tidak memiliki nilai guna bisa diolah menjadi barang yang berguna serta juga mengurangi permasalahan keterbatasannya lahan TPA. Studi Pustaka Pengertian sampah menurut SNI 19-2454-2002 adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing Komponen yang terdapat pada sampah dan distribusinya. Data ini penting untuk mengevaluasi peralatan yang diperlukan, sistem, pengolahan sampah dan rencana manajemen persampahan suatu kota. Pengelompokan sampah yang paling sering dilakukan adalah berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat atau % volume dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan, dan sampah lain-lain (Damanhuri dan Padmi, 2004) Menurut SNI 19-3964-1994, komponen komposisi sampah adalah komponen fisik sampah seperti, sisa-sisa makanan, kertas-karton, kayu, kaintekstil, karet-kulit, plastik, logam besi-non besi, kaca dan lain-lain (misalnya tanah, pasir, batu dan keramik). 753
(mendaur ulang) adalah pemanfaatan bahan buangan untuk di proses kembali menjadi barang yang sama atau menjadi bentuk lain (Suryono dan Budiman, 2010). Mendaur ulang diartikan mengubah sampah menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama. Potensi reduksi sampah kota dapat ditetapkan berdasarkan material balance, dengan memperhitungkan recovery factor setiap komponen sampah. Yang dimaksudkan dengan recovery factor adalah prosentasi setiap komponen sampah yang dapat dimanfaatkan kembali, di-recovery atau didaur ulang. Selebihnya merupakan residu yang memerlukan pembuangan akhir atau pemusnahan. Pada Tabel 1 dapat dilihat recovery factor dari jenis-jenis sampah. Tabel 1. Recovery factor komponen sampah Komponen Sampah Recovery Factor (%) Sampah organik mudah urai** 80 Sampah plastik* 50 Sampah kertas* 40 Sampah logam* 80 Sampah gelas/kaca* 70 * Menurut Trihadiningrum dkk, 2006 ** Menurut Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993 Metodologi Penelitian Untuk menentukan sampel terpilih yaitu menggunakan metode Stratified Random Sampling, sampel dibagi menjadi tiga strata dari high income, medium income dan low income. Pengukuran timbulan sampah dan komposisi sampah mengacu pada SNI 19-3964-1994 Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Penngukuran timbulan sampah dan komposisi sampah dilakukan selama delapan hari berturut-turut. Perhitungan timbulan sampah dapat dilihat pada rumus sebagai berikut: Timbulan sampah = Laju timbulan sampah jiwa (1) Untuk mencari persentase komposisi sampah yaitu menggunakan rumus sebagai berikut: Persentase komposisi = (2) Rencana pemilahan dilakukan berdasarkan kategori komponen komposisi yang ditunjukkan pada Tabel 1, untuk perhitungan potensi daur ulang sampah dilihat pada rumus sebagai berikut: Potensi daur ulang = (3) Hasil dan Pembahasan Timbulan sampah yang dihasilkan dari Kabupaten Lima Puluh Kota berasal dari kegiatan rumah tangga dan non rumah tangga. Kondisi pengelolaan sampah di Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu tingkat pelayanan sampah Kabupaten Lima Puluh Kota pada tahun 2018 yaitu 3,6% dan daerah pelayanan pada tahun 2018 di Kecamatan Harau. Timbulan sampah yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan yaitu 957,80 m 3 /hr. Laju timbulan sampah Kabupaten Lima puluh Kota yaitu 2,57 L/org/hr yang diperoleh dari hasil sampling dengan jumlah penduduk 372.474 jiwa pada tahun 2018. Komposisi sampah Kabupaten Lima Puluh Kota dari hasil sampling dapat dilihat pada Tabel 2. 754
Tabel 2. Kategori komposisi sampah Komposisi Persentase % Organik 81,52% Kertas 2,76% Plastik 6,53% Kayu 1,29% Kain 1,24% Karet/kulit 1,09% Logam 0,78% Kaca 1,42% B3 0,47% Dapat dilihat komposisi sampah yang mendominasi di Kabupaten lima Puluh Kota yaitu organik yang mencapai 81,52%. Dengan mendaur ulang sampah organik akan mengurangi sampah yang akan diangkut ke TPA. Selain sampah organik yang didaur ulang sampah plastik, kertas, logam dank aca juga mampu untuk di daur ulang agar bisa mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Diharapkan jenis sampah organik, kertas, plastik, logam dan kaca memiliki potensi yang bisa didaur ulang. Persentase potensi yang dapat didaur ulang dapat dilihat pada Tabel 3. Dengan tingkat pelayanan 3,6% dan timbulang sampah 957,80 m 3 /hr maka sampah yang diangkut ke TPA yaitu 34.48 m 3 /hr. Sampah organik yang didaur ulang sebanyak 65,21%, sampah plastik 3,26%; sampah kertas 1,10%; sampah logam 0,62% dan sampah kaca 0,99% total kesulurhan yang dapat didaur ulang sebesar 71,18% dan yang tidak dapat didaur ulang yaitu 27,49%. Timbulan sampah tanpa adanya daur ulang 34.48 m 3 /hr, dengan potensi daur ulang sampah 71,18% maka timbulan yang didaur ulang 24,54 m 3 /hr dan dengan adanya daur ulang maka sampah yang dbuang ke TPA sebesar 9,94m 3 /hr. Pengolahan sampah yang dapat dilakukan untuk sampah yang didaur ulang yaitu untuk sampah organik bisa dilakukan dengan cara pengomposan. Jenis sampah kertas Sampah kertas jenisnya bermacam-macam, misalnya kertas HVS (kertas komputer dan kertas tulis), kertas kraft, karton, kertas berlapis plastik, dsb. Pengolahan sampah kertas bisa dengan mendaur ulang sampah kertas tersebut dengan membuat berbagai kerajinan tangan dan juga kertas daur ulang. Sampah plastik bisa dimanfaatkan dengan membuat kerajinan yang berbahan dasar plastik. Sampah jenis plastik yang paling sering untuk didaur ulang adalah polyethylena (PE), polypropylene (PP), polistirena (PS), polyethylene terephthalate (PET) dan polyvinyl chloride (PVC). Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor untuk memudahkan dalam mengidentifikasi. Nomor kode plastik akan tercantum pada produk-produk berbahan plastik seperti Gambar 1. Gambar 1. Nomor Kode Plastik Sampah logam dan kaca juga dapat didaur ulang dengan peleburan dan pencetakkan kembali. 755
Tabel 3. Sampah yang berpotensi didaur ulang Persentase Komposisi Sampah Sampah Tidak Persentase Didaur yang yang didaur % ulang direduksi direduksi ulang (%) Organik 81,52% 80% 65,21% 15,32% Kertas Plastik Kayu Kain Karet/kulit Logam Kaca B3 Lain-lain 2,76% 40% 1,10% 1,66% 6,53% 50% 3,26% 3,27% 1,29% - 0% 0% 1,29% 1,24% - 0% 0% 1,24% 1,09% - 0% 0% 1,09% 0,78% 80% 0,62% 0,16% 1,42% 70% 0,99% 0,43% 0,47% - 0% 0% 0,47% 2,56% - 0% 0% 2,56% Total 71,18% 27,49% Selanjutnya sampah yang tidak dapat didaur ulang langsung dibuang ke TPA sebagai residu. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan laju timbulan sampah Kabupaten Lima Puluh Kota 2,57 L/org/hr dengan timbulan sampah sebesar 957,80 m 3 /hr. Komposisi sampah yang mendominasi di Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu organik sebesar 81,52%. Sampah yang berpotensi didaur ulang sampah organik 65,21%; sampah plastik 3,26%; sampah kertas 1,10%, sampah logam 0,62% dan sampah kaca 0,99% dengan total potensi daur ulang 71,18%. Sampah yang masuk ke TPA tanpa adanya daur ulang 34.48 m 3 /hr dan dengan adanya daur ulang pada TPS 3R dan juga 3R di sumber maka sampah yang ke TPA m 3 /hr 9,94m 3 /hr. Daftar Pustaka Badan Standarisasi Nasional. 1994. SNI 19-3964-1994: Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. LPMB. Bandung Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 19-2454-2002: Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. LPMB. Bandung Damanhuri, Enri dan Tri Padmi. 2004. Diktat Pengelolaan Sampah. Penerbit TL ITB. Bandung. Suryono dan Budiman (2010),Sistem 3R. Institut Teknologi Bandung. Tchobanoglous, G., H. Theisen, dan S.A.Vigil, 1993. Integrated solid waste management. Engineering principles and management issues. McGraw Hill International Editions, New York. 756
Trihadiningrum, Y., S. Wignjosoebroto, N.D. Simatupang, S. Tirawaty, and O. Damayanti, 2006. Reduction capacity of plastic component in municipal solid waste of Surabaya City, Indonesia. Proc. International Seminar on Environmental Technology and Management Conference 2006. Bandung, September 7--8, 2006 757