BAB III AIN NI AIN DALAM EKSISTENSI MASYARAKAT KEI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III AIN NI AIN DALAM EKSISTENSI MASYARAKAT KEI"

Transkripsi

1 BAB III AIN NI AIN DALAM EKSISTENSI MASYARAKAT KEI Bab ini akan secara khusus akan menjelaskan beberapa hal pokok mengenai pertama, profil makro masyarakat Kei; kedua, ain ni ain dalam tutur sejarah masyarakat Kei Besar, dan ketiga, sistem nilai dan makna ain ni ain. Pokok-pokok pikiran yang dibahas dalam bab ini menjurus pada ain ni ain sebagai suatu pendekatan konseling perdamaian di Kei Besar. A. PROFIL MAKRO MASYARAKAT KEI Bagian ini akan mendeskripsikan profil makro dari masyarakat Kei, yang mana penulis akan mengemukakan data tentang letak geofrafis dan luas wilayah, iklim, mata pencaharian, bahasa, bentuk-bentuk kekerabatan, sistem pemerintahan, sistem kepercayaan, dan hukum adat. 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Gugusan kepulauan Kei yang terdapat di laut banda, dengan Astronomi terletak antara : 5 0 sampai 6,5 0 Lintang Selatan dan sampai 133,5 0 Bujur Timur. 1 Selain itu secara geografis kepulauan Kei dibatasi antara lain oleh : Laut Arafura di Sebelah Selatan, Irian Jaya Bagian Selatan di Sebelah Utara, Kepulauan Aru di Sebelah Timur, Laut Banda di Sebelah Barat dan bagian Utara oleh Kepulauan Tanimbar. 1 Dinas Komunikasi dan Informatika Pemkab. Maluku Tenggara, demografi wilayah, diakses pada kamis, 23 Februari 2017, pukul WIB. Lihat tesis luis thobias ubra, hamaren. 43

2 Kepulauan Kei terdiri atas 119 pulau Kecil, di antaranya ada 3 pulau di Kei Besar dan pulau-pulau lainnya di Kei Kecil yang berpenduduk. Kepulauan Kei dengan gugusan pulau-pulaunya terbagi atas dua pulau besar yakni Kei Kecil yang disebut Nuhu Roa dan Kei Besar disebut Nuhu Yuut, serta ada tiga kelompok pulau kecil, yaitu pulau Tanimbar Kei yang disebut Tnebar Evav, Kepulauan Thayando disebut Tahyad, dan Kepulauan Kur. 2 Kepulauan Kei atau secara administratif disebut Maluku Tenggara dengan Langgur sebagai ibukota kabupaten saat ini terdiri dari enam kecamatan Kecamatan Kei Kecil, Kecamatan Kei Kecil Timur, Kecamatan Kei Kecil Barat, Kecamatan Kei Besar, Kecamatan Kei Besar Utara Timur dan Kecamatan Kei Besar Selatan. 2. Musim Kepulauan Kei seperti wilayah lainnya di Indonesia, termasuk daerah tropis karena terletak disekitar garis khatulistiwa. Iklim di kepulauan ini dikuasai oleh angin musim, yakni angin musim timur (April-Oktober), angin yang bertiup dari Tenggara (Benua Australia) ke arah Barat Laut (Asia Tengah). Sedangkan pada Musim Barat (November-Maret), angin bertiup dari arah Barat Daya ke arah Tenggara. Kepulauan Kei selama bulan April-Oktober mengalami musim kering atau kemarau, sementara pada bulan November-maret, melangalami musim hujan. Selain kedua musim ini ada juga musim pancaroba yang disebut ma ir, pada musim ini angin bertiup dari banyak jurusan. Para leluhur perubahan musim itu dengan melihat peredaran Bintang Yeu dan 2 P. M. Laksono, (at.al); Kekayaan, Agama, dan Kekuasaan. Identitas dan Konflik Di Indonesia (Timur) Modern (Yogyakarta: Kanisius dan LSR, 1998),

3 Bintang Far atau Bintang Biduk dan Bintang Pari. Musim pancaroba berlangsung pada bulan November di Musim Barat dan pada bulan Mei di Musim Timur. 3 Iklim sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Kei terkhusus bagi mereka yang bekerja sebagai petani sekaligus nelayan. Jika angin musim Timur bertiup maka mereka tidak akan melakukan aktifitas bertani oleh karena tanah menjadi kering untuk itu mereka melakukan aktifitas mencari ikan dilaut. Sebaliknya jika angin musim barat bertiup mereka akan melakukan aktifitas bertani sebab tanah menjadi subur karena curang hujan dimusim itu Mata Pencaharian Umumnya, masyarakat di Kepulauan Kei tinggal menetap di desa-desa sebagai petani dan menggantungkan hidup mereka dari ladang yang diolah kembali. Maksudnya, tanah yang pernah diolah dengan jenis tanaman tertentu, setelah diambil hasilnya, diolah kembali untuk menanam jenis tanaman lainnya. Ada warga yang bercocok tanam dengan cara tradisonal, tetapi ada juga dengan cara modern yaitu dengan menggunakan berbagai macam peralatan modern dan pupuk yang tersedia untuk kesuburan tanaman. Masyarakat, umumnya hanya menanam Enbal 5 (Singkong beracun) sebagai makanan pokok, juga Kasbi (singkong tidak beracun), Keladi, Kacang Hijau, dan Kacang Tanah. 3 Hasil wawancara dengan Bpk. N. Rahayaan, 10 Desember Hasil wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaan, 10 Desember Enbal dibuat dari singkong berracun, terlebih dulu dikeluarkan racunnya melalui proses peras airnya hingga benar-benar kering. Biasanya diolah dalam berbagai bentuk dan dijadikan sebagai oleh-oleh khas daerah Kei. 45

4 Masyarakat Kei selain bercocok tanam sebagai mata pencaharian primer, juga berternak, menangkap ikan, berburu di hutan dan hasta karya atau hasil kerajinan yang sederhana dalam bentuk anyam-anyaman, pembuatan suram (gerabah lokal), ukiran, dan lainnya, serta pertukangan khusus pembuatan perahu. Pekerjaan ini hanya menjadi pelengkap dari perkerjaan utama di ladang. Pekerjaan ini ada yang dilakukan secara pribadi, tetapi juga ada yang dilakukan secara bersama atau yang dikenal dengan istilah hamaren. Hasil pekerjaan ini dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi setiap hari dan selebihnya dijual di pasar untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak, kesehatan dan perumahan. Selain itu ada pula masyarakat yang bekerja sebagai pegawai negeri, pegawai swasta, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian. 4. Bahasa Penduduk daerah ini, kecuali orang-orang Banda Eli dan Banda Elat, 6 serta pendatang, masih menggunakan Bahasa Kei sebagai bahasa pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh orang dewasa maupun generasi muda. Bahasa Kei memiliki dialek yang bervariasi sekurang-kurangnya terdapat lima dialek Bahasa Kei. 7 Di Kei Besar terdapat tiga dialek yaitu dialek Kei Besar bagian utara (Bombai), bagian selatan misalnya Rerean, dan bagian tengah misalnya Yamtel. Sedangkan di Kei Kecil terdapat dua dialek di bagian timur dan di bagian barat. Selain itu dialek 6 Orang-orang Banda Eli dan Banda Elat adalah satu kelompok etnik yang tidak menggunakan Bahasa Kei dalam pergaulan mereka tetapi menggunakan Bahasa Banda sebagai bahasa asli daerah asal mereka. 7 Hasil wawancara dengan Ibu O. Totomutu, 26 Oktober Salah satu pendatang yang sudah menetap di Kei Besar selama ± 30 tahun. 46

5 dipesisir pantai berbeda dengan dialek di pegunungan. Akan tetapi apabila diucapkan dapat dimengerti oleh semua warga masyarakat Kei. Selain Bahasa Kei tentunya Bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antar sesama masyarakat Kei atau masyarakat Kei dengan orang dari suku yang berbeda. sebab kenyataan dalam ruang interaksi di masyarakat tentunya banyak pendatang dari suku yang lain juga ada dalam ruang interaksi tersebut. Sehingga Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara harus digunakan dalam pergaulan maupun dalam ruang interaksi. 5. Bentuk-Bentuk Kekerabatan yakni: Masyarakat Kei mengenal tiga bentuk kekerabatan dalam bidang sosial-budaya, a). Ikatan aliran darah yang kental. Bentuk kekerabatan ini terdiri atas tiga bentuk. Pertama, rahan yam. Kata ini terbagi atas dua suku kata yang memiliki arti yakni rahan yang berarti rumah dan yaman yang berarti bapak sehingga apabila diartikan secara harafiah, rahanyam berarti rumah bapak. Bentuk kekerabatan ini menunjuk pada kelompok orang yang sedarah yang berperan dalam acara atau sidang adat. Dalam praktek untuk mempertahanakan ikatan ini, maka masyarakat Kei memiliki pola hubungan sebagai berikut : yamad ubun taran yang berarti hubungan keluarga anatar cucu dengan kakek dan neneknya dari marga bapak. Kemudian yan te, merupakan singkatan dari yanyanat dan teten. Yang berarti anak atau anak-anak dan orang tua. Jadi yan te merupakan satu kesatuan keluarga yang terdiri dari bapak-ibu 47

6 bersama anak atau anak-anak. Bentuk kekerabatan ini didasarkan atas perkawinan dengan prinsip patrilinial yakni setiap keturungan dihitung dalam garis keturunan bapak dan menggunakan fam dari bapak. Selain itu tempat tinggal ditentukan oleh pihak bapak. Dalam bentuk ini anak-anak harus mengakui orang tua sebagai pemimpin tertinggi dalam keluarga yang mengatur segala aspek hidup termasuk perkawinannya. Prinsip ini berkaitan dengan Hukum Adat Larvul Ngabal yang mengjadikan orang tua sebagai kepala dari seluruh anggota keluarga yang memiliki hak tertinggi dan berkuasa mutlak dalam mengatur satu keluarga. Ada pula, yaan warin, adalah ikatan hubungan keluarga laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan sebagai kakak beradik. Kedua, tu u tavol, yakni ikatan kekerabatan yang berasal dari keturunan ibu atau marga ibu. Pola yang digunakan msayarakat Kei adalah renen ubunte atau ren ub te yang berarti ikatan keluarga antara cucu dengan kakek dan nenek dari marga ibu; renan uran atau ren ur merupakan ikatan keluarga antar seseorang dengan dengan semua orang yang berasal dari marga ibu; dan uran warin atau ur war yang berarti ikatan antara laki-laki dan perempuan sebagai kakak beradik. Ketiga, utin kain atau utin tom merupakan ikatan kekerabatan yang sudah sangat meluas dalam pengertian ikatan ini merupakan kekerabatan dengan satu marga yang dalam sislsilah keluarga telah menyebarkan anak turunannya ke berbagai marga atau ke berbagai desa atau dengan suku yang berbeda. 8 b). Ikatan kekeluargaan karena perkawinan. Ikatan ini dalam bahasa Kei disebut fau su rat, merupakan ikatan perkawinan antar marga. Dalam prakteknya dikenal dengan 8 Hasil Wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaan, 10 Desember

7 sebutan yanur mangohoi. Kedua istilah ini menunjuk pada kelompok-kelompok nmarga yang terlibat dalam suatu acara adat perkawinan. Yanur adalah pihak penerima wanita, yang mengambil istri karena mereka datang meminta (pihak lakilaki). Sedangkan mangohoi adalah pihak pemberi wanita atau istri (pihak wanita). Biasanya bentuk kekerabatan ini akan berakhir setelah wilin atau harta kawin dilunasi oleh pihak yanur kepada mangohoi akan tetapi dalam prakteknya hubungan kekerabatan ini masih akan terus berlanjut bila salah satu telah meninggal. 9 c). Ikatan kekerabatan karena suatu hubungan dalam adat atau peristiwa sejarah. Bentuk kekerabatan ini disebut juga tom tad. Yang termasuk dalam ikatan ini yakni koy maduan merupakan bentuk kekerabatan pada konteks perkawinan yaitu kepala fam dari yanur biasa disebut maduan yang berarti tuan, pemilik (pemilik orang) yang bertindak atas nama fam dari yanur untuk memberikan bantuan sedangkan yang menerima bantuan disebut koy yaitu semua anggota dari satu fam. Ohoi nuhu, yang memiliki pengertian kampung atau desa dengan tanahnya, yakni tempat beberapa marga tinggal menetap atau hidup bersama, tempat tersebut dianggap aman sebab ohoi dikelilingi ladang-ladang dan hutan rimba. Dalam konteks itu maka tanah temapat mereka hidup bersama merupakan alat pemersatu. Tea bel atau pela merupakan salah satu contoh dari ikatan ini. Kekerebatan ini terdapat di banyak tempat misalnya tea bel antara desa Hollat dengan Ohoiren, Watlar dengan Nerong dan lainnya. Ikatan ini merupakan ikatan hubungan oleh Karena adanya sumpah adata antar dua desa yang bersumpah untuk saling melindungi secara jujur dan iklas. 9 Hasil wawancara dengan Nus Rahayaan, 10 Desember

8 Kekerabatan jenis ini menurut sejarah orang Kei merupakan orang bersaudara sekandung dan tidak diperkenankan untuk melakukan perkawinan antara kedua belah pihak Sistem Pemerintahan Masyarakat Kei Sistem pemerintahan di Kei terdiri atas suatu wilayah adat dan pemukiman, yakni: pertama, ohoi yaitu satu tempat tinggal terkecil yang didalamnya terdapat kepala kampung atau dusun, lengkap dengan kerapatan adat yang disebut seniri dusun dan tua-tua adat. Saniri merupakan orang yang dipilih oleh anggota marga untuk mewakili marganya dalam struktur pemerintahan di desa atau ohoi. Dalam satuan ohoi terbagi lagi dalam atas beberapa ohoi yang dipimpin oleh orang kay, sebagai pemimpin tertinggi di ohoinya serta bertanggung jawab melindungi masyarakat dari ancaman. Orang kay dalam pelaksanaan tugasnya akan dibantu oleh soa. sowa (soa) 11 adalah pimpinan dari satu fam atau beberapa mata rumah. Fam dalam budaya masyarakat Kei disebut mata rumah. 12 Setiap individu yang berhimpun dalam keluaraga dapat menjadi satu fam atau satu mata rumah namun yang terhitung hanyalah anak laki-laki dari keturunan bapak sebagai anggota fam atau marga atau mata rumah. Satu fam dapat hidup di satu desa yang sama, atau berbeda desa, atau bisa juga tinggal bersama dalam satu rumah. Kepala soa berfungsi sebagai pemersatu 10 Hasil wawancara dengan Pdt. W. Sidubun, S.Th, 03 Januari Hasil wawancara dengan Nus Rahayaan, 10 Desember Baca juga, Pieter Elmas, Perjalanan Menemukan Jati Diri, dalam Ken Sa Faak: Benih Benih Perdamaian dari Kepulauan Kei, (Tual-Yogyakarta: Nen Mas Il- Insist Press, 2004) Mata rumah merupakan kesatuan dari laki-laki dan perempuan yang belum kawin dan kesatuan dari para istri dari laki-laki yang telah kawin. Mata rumah penting dalam mengatur perkawinan warganya secara exogami dan dalam hal mengatur penggunaan tanah-tanah dati yaitu tanah milik kerabat patrilineal. 50

9 kekerabatan fam sebab kepala soa dipilih oleh orang yang tertua. Kepala soa berperan untuk mengkoordinir famnya dalam membayar dan menerima harta perkawinan. Kedua, setelah satuan ohoi atau desa ada pun gabungan beberapa desa terdekat disebut utan, yang dipimpin oleh seorang Rat atau raja, terdapat lembaga orang kay (kepala desa), beberapa soa, serta saniri desa dan para tua adat. Pembagian wilayah adat ini disebut sebagai ratschaap 13. Biasanya semua jabatan dipimpin oleh orang yang berasal dari kelas mel-mel jika terdapat sistem kasta yang berbeda dan juga diperoleh melalui garis keturunan sebagai warisan dari leluhur. Ketiga, bagian terbesar dari system pemerintahan adat di Kei adalah Rumpun. Dalam pembagiannya, masyarakat Kei terbagi dalam tiga bagian besar yakni ur siu atau rumpun Sembilan, lor lim atau rumpun lima, dan lor lobay atau rumpun penengah. Kepemimpinan dalam rumpun ini secara kolektif oleh beberapa raja wilayah adat. Raja-raja dianggap sebagai bapak, ibu atau anak tertua dalam komunitasnya masing-masing Sistem Kepercayaan Sistem kepercayaan masyarakat Kei sebelum bangsa Eropa menyebarkan Injil di Kei adalah kepercayaan animisme yang disebut ngu-mat dan dinamisme yang disebut wadar-metu. Praktik kepercayaan ini dapat dilihat dalam upacara adat di mana 13 Setara dengan kecamatan yang dahulu diakui oleh pemerintah belanda. 14 Hasil wawancara denga Nus Rahayaan, 10 Desember Baca juga Pieter Elmas, Perjalanan Menemukan Jati Diri, dalam Ken Sa Faak: Benih Benih Perdamaian dari Kepulauan Kei, (Tual-Yogyakarta: Nen Mas Il- Insist Press, 2004),

10 masyarakat Kei datang dan memanggil nit-jamad-ubut atau tete-nene moyang, 15 ler wuan atau matahari dan bulan, aiwarat yakni pohon-pohonan, aiwat artinya batubatuan, rahanyam yakni mata rumah, tun-lair yang artinya tanjung dan pelabuhan, nuhu-tanat yang artinya gunung dan tanah, womakasol yang artinya pusat negeri atau desa, dan kubur-hat artinya kuburan. 16 Setiap roh yang dipercaya hanya bersifat lokal dalam pengertian setiap marga atau fam, kampung memiliki roh-roh atau ilah-ilah sebagai pelindung. Roh itu disebut oleh masyarakat Kei yakni mitu. 17 Memang semua kelurga dan kampung memiliki kepercayaan atau pelindung terhadap mitu akan tetapi mereka masih menyadari dan percaya bahwa ada kuasa yang lebih tinggi yang mengatasi ilah-ilah yang mereka percaya sebagai pelindung yakni Duad Ler Vuan yang berarti Tuhan Bulan dan Matahari. 18 setiap kali masyarakat melakukan upacara adat yang akan dilakukan oleh masyarakat adalah mengucapkan rumusan doa dan mempersembahkan sirih pinang, tembakau, kikisan emas, dan uang. Yang memimpin upacara adat adalah mitu duan 19. Upacaya yang dimaksud adalah pengresmian rumah adat, pelantikan raja, peminangan dan pembuatan kebun baru. 15 Kepercayaan terhadap tete nenek moyang ada 2 macam yakni kepercayaan terhadap rohroh orang yang telah meninggal dunia yang disebut Nit-fayaut dan kepercayaan terhadap arwah yang masih hidup dan mengembara yakni far-wakat. Hasil wawancara dengan Nus Rahayaan, 10 Desember J. Mailoa, (at.al), Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Maluku, (Jakarta: Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, 1979/1980), Mitu adalah roh pelindung desa atau keluarga. 18 Hasil wawancara Drs. Hi. Abdul Hamid Rahayaan sebagai Rat Bomav Fer (Raja Fer), 12 November Mitu duan adalah tuan atau pelayan mitu atau penjaga mitu. Ia berurusan dengan roh khusus atau lokal, kebumian. Ia berbeda dengan pendeta (leb), yang mengarahkan diri kepada kuasa tertinggi, ke langit. Pembagian tugas sosial-keagamaan ini dipertegas oleh kenyataan bahwa fungsi keduanya sering kali terdapat dalam diri satu orang. Hasil wawancara dengan Raja Fer, 12 November

11 Kepercayaan terhadap praktek magis juga dilakukan oleh masyarakat Kei. Praktik ini dilakukan dalam kesadaran bahwa manusia mampu menguasai hidup orang lain. praktik ini biasanya dilakukan dengan menggunakan benda yang ada dalam dunia misalnya pasir, atau tanah, dan lainnya. Praktik ini dilakukan dalam dunia gaib, dengan kegunaan untuk mengetahui masa depan, mencari rejeki, mencelakakan orang. Praktik ini dibagi dalam dua yakni magi putih dan magi hitam. Selanjutnya orang Kei juga mengenal totemisme yang menunjuk pada objek tertentu yang juga memiliki makna bagi kelompok atau desa tertentu, misalnya totem dari ohoi Werka sama dengan totem desa Ohoi Ohoirenan yakni Gurita Hukum Adat Larvul Ngabal Hukum adat menurut masyarakat Kei merupakan tata cara atau peraturan yang sesuai dengan adat yang berlaku di Kepulauan Kei. Dalam hukum adat sudah tentu memiliki sanksi atau keputusan yang dikenakan pada satu pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan. 21 Hukum adat yang digunakan sejak dulu di Kepulauan Kei adalah Hukum Adat Larvul Ngabal. Secara etimologis Hukum Adat Larvul Ngabal terbentuk dari dua kata yakni larvul dan ngabal. Hukum larvul terdiri dari dua suku kata yakni lar yang berarti darah dan vul artinya merah. Kata lar diambil dari darah Kerbau pembawa bekal Dit Sak Mas 22, yang sudah disembelih di Elaar saat hukum adat dicanangkan, darah ini menjadi materai. Sedangkan kata vul 20 Hasil wawancara dengan Bpk Eki Sidubun, 03 Januari Hasil wawancara dengan Drs. Hi. Abdul Hamid Rahayaan sebagai Rat Bomav Fer (Raja Fer), 12 November Dit sak mas adalah seorang perempuan yang pertama kali mencetuskan hukum adat larvul ngabal berdasarkan gagasan dan nurani seorang perempuan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Drs. Hi. Abdul Hamid Rahayaan sebagai Rat Bomav Fer (Raja Fer), 12 November

12 atau merah memiliki arti simbolis berani, agung, aktif. Sehingga bagi para leluhur kata lar diperjelas oleh kata vul sehingga pemaknaannya lebih menyatakan suatu keberanian, keagungan, dan keaktifan dari hukum larvul. 23 Kata yang kedua adalah ngabal, yang terdiri atas dua suku kata yakni nga yang berarti tombak dan bal adalah singkatan dari Pulau Bali. Nga ini sangat sakral sebab dibawa dari pulau Bali yang dikenal sebagai pulau dewata dan nga dikerjakan oleh turunan dewa-dewa yang turun dari kayangan. Pemaknaan ngabal adalah tombak (senjata tajam) yang dibawa dari Bali membuktikan bahwa hukum ngabal merupakan hukum yang tajam, kuat, dan sakral. 24 Hukum Adat Larvul Ngabal terdiri dari tujuh pasal utama, dengan dua puluh empat pasal lanjutan yang dibagi dalam tiga kategori pelanggaran dan hukuman atau sanksinya masing-masing yakni hukum pidana atau nevnev, hukum susila atau hanilit, dan hukum perdata atau hawear balwirin. 25 Kekuatan Hukum Adat Larvul Ngabal menurut masyarakat Kei antara lain: pertama, hukum adat ini sanggup menjamin hak asasi manusia, maksudnya hukum adat ini menjamin seluruh martabat, keberadaan, dan kebahagiaan manusia. Kedua, bunyi hukum adat ini mencakup seluruh hidup manusia mulai dari kepala sampai dengan kaki yang harus dilindungi dan dihormati. Ketiga, hukum adat ini bersifat 23 Hasil wawancara dengan Drs. Hi. Abdul Hamid Rahayaan sebagai Rat Bomav Fer (Raja Fer), 12 November Hasil wawancara dengan Drs. Hi. Abdul Hamid Rahayaan sebagai Rat Bomav Fer (Raja Fer), 12 November Hasil wawancara dengan Drs. Hi. Abdul Hamid Rahayaan sebagai Rat Bomav Fer (Raja Fer), 12 November Baca juga Mery Ngamelubun, Di Belakang Layar dalam Ken Sa Faak,

13 posotif sebab semua pasalnya mengajak semua orang untuk berbuat baik secara sadar. Dan keempat, menurut masyarakat Kei Hukum Adat Larvul Ngabal sejajar dengan hukum agama dan juga hukum di Indonesia. 26 B. ASAL-USUL, PELAKSANAAN, DAN PEMAKNAAN AIN NI AIN DALAM TUTUR SEJARAH MASYARAKAT KEI BESAR 1. Asal-Usul Ain Ni Ain Secara historis, dapat dikatakan bahwa asal mula munculnya falsafah ini tidak dapat ditentukan dengan pasti. Pertanyaan tentang kapan munculnya falsafah ini belum dapat ditemukan secara pasti. Sebab belum ditemukan satu dokumen tertulis tentang falsafah ini. Falsafah ini secara turun-temurun diwariskan dari leluhur kepada generasi penerus. Sehingga sulit untuk menentukan kapan falsafah ini muncul dalam kehidupan masyarakat Kei. Falsafah ini sudah ada sebelum agama Kristen atau Islam disebarkan diseluruh daratan kepulauan Kei. 27 Dalam proses penelusuran mengenai falsafah ini diketahui bahwa munculnya falsafah ini melalui cerita para leluhur yang mengisahkan tentang kehidupan perkawinan para leluhur yang menyatukan beberapa desa. Dimana beberapa desa tersebut memiliki persamaan marga oleh karena perkawinan para leluhur. 28 Perkawinan para leluhur itu disebut perkawinan sambung darah atau dalam bahasa 26 Hasil wawancara dengan Drs. Hi. Abdul Hamid Rahayaan sebagai Rat Bomav Fer (Raja Fer), 12 November Hasil wawancara dengan Bpk Y. Dokainubun, 19 Januari Hasil wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaan, 10 Januari 2017; Pdt. W. Sidubun, 03 Januari Hasil wawancara dengan Rat Bomav Fer, 12 November 2016; Bpk Eki Sidubun, 03 Januari

14 Kei disebut va un. Perkawinan ini terjadi antara ibu dan bapak yang memiliki hubungan saudara kandung. Anak laki-laki pertama dari ibu dikawinkan dengan anak perempuan dari bapak. Anak laki-laki dari ibu harus mewarisi adat ini. Fungsi dari adat ini adalah untuk tetap memelihara hubungan darah sehingga hubungan darah ini akan tetap ada turun-temurun. 29 Ain ni ain dalam sejarah masyarakat adat Kei Besar tidak memiliki dokumen tertulis mengenai asal-usulnya. Akan tetapi ain ni ain menjadi falsafah yang dipertahankan dan diwariskan melalui cerita rakyat mengenai hidup para leluhur yang ingin mempertahankan keturunannya dengan melakukan perkawinan sambung darah atau va un. Melalui tutur sejarah inilah ain ni ain tetap hidup, diceritakan, dan dipertahankan sampai sekarang ini. Peran falsafah ini sangat kuat dan berakar didalam diri masyarakat Kei, falsafah ini memberikan satu kesadaran kepada seluruh masyarakat Kei Besar oleh karena perkawinan itu, bahwa mereka semua adalah satu persaudaraan, satu keluarga, satu suku, dan satu leluhur, serta satu hukum adat yang mengikat kehidupan masyarakat Kei Besar. 2. Tradisi dan Manifestasi Ain Ni Ain Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber mengenai tradisi dan manifestasi dari falsafah ain ni ain maka ditemukan dua tradisi yang biasanya dipakai untuk tetap memelihara falsafah ini dan maknanya dalam tindakan nyata masyarakat Kei. Selain itu falsafah ain ni ain termanifestasi dalam beberapa tindakan praktis masyarakat Kei. Tradisi yang dimaksud yakni maren dan juga yelim kedua tradisi 29 Hasil wawancara dengan Pdt W. Sidubun dan Bpk. Eki Sidubun, 03 Januari

15 kemudian termanifestasi dalam berbagai tindakan masyarakat Kei yakni dalam perkawinan adat, pembangunan, pembukaan lahan pertanian, perayaan keagamaan, dan situasi duka. 30 Kedua tradisi ini saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri karena dalam pelaksanaan selalu bersamaan. a. Maren dan Yelim Maren dalam sejarah masyarakat diartikan sebagai kerja sama, atau bantu membantu secara kekeluargaan, tanpa digaji atau dibayar, hanya dijamin seperlu. Sebelum maren dilaksanakan maka yang bersangkutan mempersiapkan keperluankeperluan dalam melaksanakan maren seperti apa saja yang akan dilakukan pada saat maren berlangsung, orang yang bekerja, alat yang digunakan, jaminannya, serta menetapkan hari pelaksanaan maren. Apabila yang diperlukan sudah tersedia maka maren akan dilakukan, pelaksanaan maren disebut hamaren. Hamaren terdiri atas 3 suku kata yakni ham, artinya bagi, ar artinya pisahkan, waktu, dan pekerjaan, en yang berarti habis. Jadi hamaren adalah pekerjaan yang akan diselesaikan haruslah dibagi sedemikian rupa kepada para peserta atau pelaksana yang akan mengerjakannya sehingga pekerjaan ini dapat terselesaikan bersama-sama sesuai dengan waktu yang ditentukan. 31 Maren dan atau hamaren akan dilakukan kepada mereka yang sedang ada dalam situasi suka maupun duka. Kerja bersama dalam dalam memberikan tenaga secara sukarela. Maren berlangsung secara dan tentunya dalam perencanaan yang matang 30 Hasil wawancara dengan Bpk Nus Rahayaan, 10 Januari Hasil wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaa, 10 Januari

16 pada saat keluarga, gereja, pemerintah adat, dll membutuhkan bantuan tenaga. 32 Yang menarik dari tradisi ini bukan saja terdiri dari satu kata yang memiliki arti akan tetapi maren merupakan singkatan dari melmel dan renren mari datang, duduk bersama dan saling bicara kemudian berkerja bersama. Mengapa demikian? Karena susah adik (melmel) adalah juga susah kakak (renren). 33 Maren dimaknai sebagai media untuk merekatkan persaudaraan dalam hidup masyarakat Kei Besar. Tradisi yang berikut adalah yelim. Tradisi ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tradisi maren. Yel Lim disebut juga Yead limad tutu yang artinya ujung kaki dan ujung jari. Makna dari arti Yel Lim adalah ketika musibah dan kesusahan datang secara tiba-tiba, maka kaki yang berjalan mencari dan tangan yang menemukan bantuan seadanya yang dikumpulkan dan dibawa untuk menolong orang yang susah dan menderita. Yelim adalah kewajiban adat untuk memberikan sumbangan sukarela kepada orang-orang yang mengalami kesusahan. Yelim menjadi suatu kewajiban adat karena berdasarkan ungkapan ain ni ain masyarakat Kei Besar menyadari bahwa kebahagiaan dan keselamatan sesama manusia merupakan tanggung jawab bersama, dan oleh karena itu mereka dengan sukarela, tanpa perlu dinasehati atau diingatkan, ketika mendengar berita apabila ada saudara yang kesusahan maka dengan penuh kesadaran mereka akan mengumpulkan uang atau bantuan tenaga untuk menolong orang tersebut. Yelim merupakan pemberian bantuan berupa bahan natura atau pemberian sumbangan material kepada kelompok 32 Hasil wawancara dengan Pdt. W. Sidubun, 03 Januari Hasil wawancara dengan Bpk Eki Sidubun, 03 Januari

17 masyarakat yang sedang bersuka maupun berduka. 34 Tradisi ini dalam perkembangannya dapat diartikan juga dengan memberikan sumbangan berupa dukungan moral, atau nasihat-nasihat dari yang lebih tua kepada yang muda. 35 Jadi yelim bukan saja pemberian bantuan material tetapi juga moral dalam hal ini nasehat atau pikiran-pikiran yang membangun. Atas dasar pentingnya hidup saling membantu maka budaya Yelim selalu dipraktekan dalam kehidupan masyarakat Kei Besar. Ketika ada kegiatan atau acara dari salah satu keluarga maka semua tanggungan tidak mutlak menjadi tanggungan keluarga sendiri tetapi menjadi tanggungan bersama dari keluarga lain. Budaya Yelim ini pun tidak terbatas pada acara keluarga saja namun juga terlihat ketika ada kegiatan dalam desa. Semua kebutuhan kegiatan, menjadi tanggungan bersama. Hal ini terlihat sangat positif bagi kelangsungan hidup bersama. Dengan demikian, hidup berdampingan satu dengan yang lainnya jelas terlihat. b. Manifestasi Tradisi Maren dan Yelim Berikut akan dijelaskan beberapa manifestasi tradisi maren dan yelim dalam uasaha mempertahankan falsafah ain ni ain antara lain perkawinan adat, pembangunan, perayaan keagamaan, dan situasi duka. a. Maren dan Yelim dalam Perkawinan Adat 36 Perkawinan adat Kei akan terlaksana jika kedua belah pihak atau keluarga dari pihak perempuan dan juga keluarga dari pihak laki-laki sama-sama telah menyetujui 34 Hasil wawancara dengan Pdt. W. Sidubun, 03 Januari Hasil wawancara dengan Bpk. Y. Dokainubun, 17 Januari Hasil wawancara dengan Nus Rahayaan, 10 Januari

18 hubungan tersebut maka akan dilanjutkan ke acara dan upacara pernikahan. Acara pertama yang dilakukan tentunya proses lamaran dari muda kepada pemudi. Orang tua pemuda akan datang bersama dengan dua tua-tua dari marga menuju dan menjumpai orang tua pemudi dengan maksud melamar pemudi. Jika orangtua dan kedua tua marga sudah dipersilahkan masuk maka semuanya akan duduk di atas tikar yang sudah disiapkan, tujuannya agar suasana kekerabatan dapat terbangun dan suasananya akan lebih santai. Dalam lamaran ini biasanya pihak laki-laki dan pihak perempuan duduk sambil makan sirih dan tuan rumah diminta untuk menyediakan satu gelas yang telah terisi sageru, lalu diminum sambil orang tua pemuda menyampaikan maksudnya terhadap pihak perempuan sambil memberikan piring atau talam. Pernyataan disampaikan secara terhormat dengan menggunakan kata mutiara adat, nyanyian adat, serta dengan menguraikan silsilah aliran darah. Kemudian orang tua pemudi menjawab pernyataan orang tua pemuda dengan cara yang sama sambil berbalasan hingga tujuan lamaran ini tercapai dan disetujui. Kemudian kedua pihak bersama dengan marganya akan menentukan waktu untuk bertemu dan menentukan mas kawin dan hari pelaksanaan mas kawin. Melalui proses yang panjang yang disebut naun enloi atau penentuan hari perkawinan adat dilangsungkan. Sejak proses naun enloi maka pihak pemudi mendapat julukan mangohoi. Dalam perkawinan adat ini pihak yanur menyiapkan buah tangan sedangkan pihak mangohoi menyiapkan tempat dan makanan. Makanan pesta yang disiapkan oleh pihak mangohoi akan disantap oleh pihak yanur mangohoi, kekerabatan yang lain, tokoh-tokoh adat yang hadir. Lalu piring yang berisikan uang, 60

19 mas, sirih pinang, piring itu diangkat dan didoakan oleh seorang tua adat. Doa kepada Duang dan kepada arwah leluhur. Kedua mempelai akan bersujud dan memohon maaf kepada orang tua mereka. Setelah itu proses makan bersama-sama dan kedua mempelai akan makan bersama dengan salah satu tetua yang memberikan nasehat kepada kedua mempelai. dengan diberikan nasehat maka kedua mempelai sudah menjadi satu kesatuan. Semua proses yang berlangsung dalam perkawinan adat Kei mengdeskripsikan kehidupan masyarkat Kei yang selalu bekerja sama dalam segala situasi. Perkawinan adat Kei tidak dapat dilakukan oleh orangtua salah satu pihak akan tetapi seluruh keluarga pihak perempuan maupun seluruh keluarga pihak laki-laki akan saling bekerja sama atau maren dalam acara atau pun upacara perkawinan tersebut. Tidak hanya dalam proses lamaran, tradisi maren dan yelim makin nampak saat persiapan menuju pesta perkawinan adat. Biasanya, menjelang hari perkawinan seluruh anggota soa/matarumah dari kedua pihak akan mengumpulkan tanggungan adat berupa uang, tenaga, bahan makanan serta sumbangan lainnya demi kelangsungan acara tersebut. Suasana pesta juga diwarnai dengan nuansa kekeluargaan, di mana kedua belah pihak makan dan minum bersama, serta bersukacita atas kebahagiaan anggota keluarga mereka. Semua hal ini penting dilakukan oleh masyarakat Kei selain melestarikan budaya, juga dapat tercipta ruang untuk saling berkomunikasi dan membangun suasana kekeluargaan Hasil wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaan, 10 Januari

20 b. Maren dan Yelim dalam Pembangunan Tradisi maren dan yelim yang diwujudkan dalam proses pembangunan, meliputi pembangunan rumah, pembangunan gedung-gedung ibadah, dan pembangunan fasilitas desa. Dalam proses pembangunan, biasanya pekerjaan ini akan diselesaikan atau dikerjakan oleh keluarga dekat tetapi juga anggota masyarakat lainnya dengan menyumbangkan tenaga serta membawa alat yang diperlukan. Proses ini terjadi secara spontan tanpa diminta oleh pihak yang sedang yang sedang melakukan pembangunan tersebut. Jika yang dibangun adalah rumah tempat tingga satu keluarga maka para kerabat dan juga masyarakat lainnya akan saling membagi tugas mulai dari fondasi rumah hingga menutup atap rumah dilakukan dengan sukarela dan secara gotong-royong. Dalam proses pembangunan rumah biasanya pekerjaan kaum lakilaki adalah mendirikan rumah sedangkan kaum perempuan menyiapkan makan pagi dan siang. Pembagian kerja ini terus berlangsung hingga pembangunan rumah terselesaikan. 38 Tradisi maren dan yelim dalam pembangunan gedung ibadah dan fasilitas desa, pada awalnya akan diberitahukan oleh pihak pemerintah desa atau pihak gereja bahwa akan dilaksanakannya pembangunan di desa dan atau pembangunan gedung gereja. Dengan semangat kebersamaan masyarakat akan datang dan bekerja bersama. Untuk pembangunan ini oleh pemerintah akan didanai akan tetapi bagi pihak gereja akan dilakukan pengumpulan dana secara bersama oleh jemaat, pengumpulan dana ini bersumber dari pemberian secara sukarela oleh jemaat entah itu uang atau tenaga. 38 Hasil wawancara dengan Bpk Eki Sidubun, 03 Januari

21 Pekerjaan ini dikerjakan juga dala pembagian sesuai dengan keunggulan masingmasing pribadi, yakni tukang, pekerja, dan juga bagian konsumsi. Dalam praktek pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat Kei dapat dikatakan bahwa tradisi maren dan yelim sangat berpengaruh terhadap membangun semangat kebersamaan dan gotong-royong sehingga makna terdalam dari falsafah ain ni ain dapat selalu dipertahankan. c. Maren dan Yelim dalam Situasi Dukacita Maren dan yelim bukan saja dipraktekan dalam situasi sukacita akan tetapi tradisi sangat nampak dalam situasi duka. Tradisi ini dalam situasi duka berkaitan dengan meninggalnya salah satu kerabat dekat. Biasanya keluarga yang paling dekat akan berkumpul dan memberikan dukungan serta menguatkan keluarga yang sedang berduka, prilaku yang sama ditunjukan oleh masyarakat yang lainnya. Tradisi ini terlaksana saat keluarga dekat bersama dengan masyarakat yang lain saling bekerja sama untuk menolong keluarga yang berduka dalam proses pemakaman. Prosesnya dengan melakukan pembagian tugas antara lain kaum bapak dan pemuda mendirikan tenda, mempersiapkan ruangan bagi masyarakat yang akan hadir, menyiapkan peti jenazah, menggali kubur, serta membantu dlm proses pemakaman. Selain itu ada satu sampai empat orang yang memiliki tugas untuk mengumpulkan sumbangan duka bagi keluarga yang sedang berdukacita. Sedangkan kamu ibu dan pemudi akan menyiapkan konsumsi baik kepada keluarga yang berduka maupun kepada masyarakat yang lain. ada pun tindakan lain yang terjadi saat situasi duka yakni merasakan situasi dukacita yakni dengan tidak melakukan aktivitas yang dapat 63

22 memicu keributan, suasananya sangat tenang sehingga rasa dukacita bukan saja dirasakan oleh keluarga dekat tetapi juga oleh masyarakat disekitar. Dalam manifestasi ini sangat jelas bahwa maren dan yelim bukan saja berupa tenaga ataupun sumbangan materi akan tetapi juga dukungan moral bahwa bukan rasa duka yang mendalam juga turut dirasakan oleh masyarakat yang lain, 39 inilah arti falsafah ain ni ain bahwa ale adalah beta, apa yang ale rasa beta jua rasa. 40 Pelaksanaan ain ni ain dapat dilihat serta dipraktikan dalam tradisi maren dan yelim. Kedua tradisi ini menjadi alat untuk tetap menghidupkan ain ni ain. Maren maupun yelim memperlihatkan pola hubungan kerja sama dan sikap saling tolongmenolong. Hubungan kerja sama dan sikap saling tolong-menolong selalu dilakukan dalam situasi suka maupun duka. Sikap ini pun tidak dibatasi dalam hubungan keluarga semata akan tetapi kerja maren dan yelim sangat luas menjangkau para pendatang. Selain itu kedua tradisi ini berlangsung dan tidak dibatasi oleh perbedaan agama, misalnya dalam pembangunan masjid maupun gereja, masyarakat Islam dan Kristen bersam-sama saling tolong-menolong membangun tempat ibadah tersebut. Untuk itu tradisi ini sangat diperlukan sebagai pengingat bagi masyarakat adat Kei Besar terhadap ain ni ain. 39 Hasil observasi penelitian 30 Desember 2016 saat terjadi situasi duka di Jemaat Maranatha Elat,Kei Besar, terlihat manisfestasi tradisi maren dan yelim di jemaat ini. 40 Hasil wawancara dengan Pdt S. Latupeirissa, 24 Oktober

23 3. Pemaknaan Ain Ni Ain Secara etimologis istilah ain ni ain berasal dari bahasa asli Kei yang terdiri dari dua kata yakni ain yang berarti satu dan ni berarti punya. Pengertian harafiah dari ain ni ain adalah satu punya satu. 41 Kata ni yang berarti punya atau mempunyai atau memiliki bukan menunjuk pada kepemilikan benda atau satu objek tertentu akan tetapi kata ni disini menunjuk pada rasa saling memiliki, ale pung susah beta jua rasa. 42 Kata ain yang kedua memiliki kewajiban yang sama terhadap ain yang pertama. Ain ni ain identik dengan saya sama dengan anda dan anda sama dengan saya. Dalam pengertian yang lain, ain ni ain berarti hubungan persaudaraan yang sejati. 43 Secara umum ain ni ain memiliki padanan dengan falsafah lar in baba wer in soso yang memiliki makna hubungan darah yang vertikal maupun horizontal. Kedua ungkapan ini memiliki keterkaitan satu dengan yang lain, jika ain ni ain berarti saya adalah kamu dan kamu adalah saya maka makna itu hadir oleh karena adanya hubungan darah secara vertikal atau pun horizontal. 44 Ain ni ain sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup masyarakat Kei secara umum dan terkhusus di Kei Besar dalam mewujudkan tatanan kehidupan yang rukun dan damai. Sebab melalui falsafah ain ni ain masyarakat Kei selalu terbangun kesadaran bahwa mereka adalah satu. Perwujudan dari kesadaran ini termuat dalam 41 Wawancara dengan bapak eki, bap anus, ibu pdt labetubun. 42 Ale pung susah beta jua rasa artinya kesusahanmu saya juga dapat merasakannya. Hasil wawancara dengan Pdt S.Latupeirissa, 24 Oktober 2016, Bpk. Nus Rahayaan, 10 Januari 2017, dan Bpk Y. Dokainubun, 17 Januari Hasil wawancara dengan Drs. C. Rahakbauw sebagai Camat Kecamatan Kei Besar, 18 November Hasil wawancara dengan Drs. C. Rahakbauw, 18 November 2016 dan Drs. Hi. A. H. Rahayaan, 12 November

24 ragam falsafah lain yang berbunyi vu ut ain mehe ngifun, manut ain mehe tilur yang berarti telur-telur yang berasal dari seekor ikan dan seekor burung yang sama atau dalam pengertian yang lebih mendalam, semua orang Kei berasal dari satu telur ikan dan satu telur burung. Semua orang Kei memiliki satu moyang atau leluhur, dengan demikian semua orang Kei adalah saudara. Hubungan persaudaraan ini tidak dapat dilepas-pisahkan, dihancurkan, dipecahkan oleh apapun dan oleh siapa pun. 45 Berdasarkan pengertian di atas maka ain ni ain menunjuk pada pemahaman bahwa ain ni ain merupakan pemberian rasa yang sama antara satu individu dengan individu yang lain. Ain ni ain lahir dalam jalinan hubungan keluarga sebab masyarakat Kei Besar memiliki pemahaman bahwa mereka semua bersaudara yakni dalam satu ikatan persaudaraan yang memiliki leluhur yang sama. Hubungan persaudaraan atau kekeluargaan ini sangat sulit untuk dipecahkan, dilepaskan, bahkan ditiadakan. Dengan demikian ain ni ain adalah memiliki rasa yang sama dalam satu hubungan persaudaraan atau kekeluargaan. Berdasarkan pengertian ain ni ain maka dapat dijabarkan beberapa makna ain ni ain dalam kehidupan masyarakat Kei Besar. Falsafah ain ni ain yang berarti satu punya satu ternyata bagi setiap masyarakat Kei (penduduk asli maupun pendatang) memiliki makna yang sangat mendalam. Pemaknaan ini diungkapkan dan dipahami oleh mereka yang sangat menghargai serta menghormati falsafah ini. Bagi masyarakat Kei ain ni ain tidak dapat hanya dipahami hanya sebatas arti satu punya 45 Wawancara dengan pdt sidubun dan bpk eki, bpk raja fer 66

25 satu. Ain ni ain punya makna yang sangat mendalam dan luas bagi kami sebagai masyarakat Kei Besar termasuk bagi pendatang. 46 Pertama, ain ni ain berarti hubungan persaudaraan yang sejati. Hubungan persaudaraan yang sejati sangat melekat dalam diri masyarakat Kei Besar. Dikatakan persaudaraan yang sejati oleh karena hubungan darah daging antara saya dan anda. Hubungan darah karena saya dan anda ada dalam satu garis keturunan atau juga saya dan anda memiliki hubungan keluarga yang dekat oleh karena adanya perkawinan keluar atau perkawinan dengan marga yang lain. Persaudaraan yang sejati tidak dapat dilepaskan oleh agama, saudara tetaplah saudara tidak memandang agama Kristen atau Islam. 47 Kedua, ain ni ain bukan sekedar satu punya satu tetapi merupakan ikatan persaudaraan yang sangat erat, tidak dapat dilepaskan dan dipisahkan dengan cara apa pun. Ikatan itu sangat kuat dan membentuk kesadaran masyarakat Kei Besar untuk tetap menjaga kehidupan yang penuh dengan kedamaian dan jangan sampai ada perpecahan. Masyarakat Kei Besar yang sangat mengerti arti falsafah ini tidak akan melakukan hal-hal yang dapat menyakiti sesama, saudara, ataupun menghancurkan hidup orang lain. falsafah ini mengajarkan masyarakat Kei agar tidak ain afat ain yang berarti satu potong satu, ain vidan ain atau satu bunuh satu, ain tumbuk ain atau 46 Hasil wawancara dengan Pdt. W. Sidubun, 03 Januari 2017 dan Hasil wawancara dengan Bpk. Aji Emray (salah satu anggota Kepolisian yg bertugas untuk menangani tindakan Kriminal), 24 November Hasil wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaan, 10 Januari

26 satu pukul satu, serta ain kafinan ain atau satu maki satu. Kalau sampai itu terjadi maka akan terjadi bencana (sakit atau kematian) pada diri sendiri. 48 Ketiga, ain ni ain berarti kerukunan kekeluargaan dalam satu wilayah adat atau ratschaap 49 dan aliran darah. Misalnya ada hubungan darah antara Desa Yamtel dalam Ratschaap Me Umfit dengan Desa Ohoifauw dalam Ratschaap Maur Ohoiwut, jika terjadi konflik antara kedua desa ini maka yang akan menyelesaikan konflik tersebut adalah kekerabatan pikiran antara kedua desa ini yakni adanya hubungan perkawinan antara kedua desa ini, hal ini yang akan menjadi simbol ain ni ain atau kerukunan kekeluargaan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Bagi masyarakat Kei yantete atau hubungan kekeluargaan itu tidak dapat dilupakan. Dengan demikian akan tercipta suatu kerukunan oleh karena hubungan kekerabatan. 50 Keempat, ain ni ain juga bermakna saling menghormati posisi antara kakak dan adik. Kakak dan adik yang dimaksudkan dalam budaya masyarakat Kei yakni berkaitan dengan sistem klasifikasi dalam masyarakat Kei. Melmel atau tingkat bangsawan posisinya adalah sebagai kakak sedangkan renren atau tingkat yang kedua dari melmel merupakan adik bagi melmel. Mengapa masyarakat Kei harus menghormati posisi ini? Jawabannya ada pada cerita rakyat yang mengkisahkan tentang jasa baik melmel yang menebus renren dan juga iriri dari kesalahan yang 48 Hasil wawancara dengan Pdt. W. Sidubun, 03 Januari Dalam adat masyarakat Kei (Kei Besar dan Kei Kecil) terbagi dalam 22 wilayah adat atau ratschaap. Kata rastchaap tergabung atas dua 2 bahasa yakni bahasa Kei Rat dan bahasa Belanda Schaap. Setiap ratschaap terdiri beberapa desa dari beberapa desa (ohoi). 50 Hasil wawancara dengan Bpk. Nus Rahayaan, 10 Januari

27 mereka buat. 51 Untuk itu renren harus dihormati oleh karena cerita dalam sejarah tersebut. Memang diakui bahwa sistem klasifikasi masyarakat ini sangat berperan penting dalam masyarakat Kei akan tetapi oleh karena ain ni ain maka renren dan iriri harus menghormati ren sebagai kakak, sedangkan melmel sebagai kakak harus melindungi renren dan iriri. Hal ini wajib dilakukan oleh orang Kei, jika tidak dilakukan maka yang terjadi adalah masalah yang akan datang atau bahkan kematian atau dalam dialek masyarakat setempat adat bisa pukol katong. 52 Dengan demikian ain ni ain dapat menyelaraskan sistem klasifikasi yang ada dalam mesyarakat Kei yakni dengan menghormati kakak dan melindungi adik. Kelima, ain ni ain bermakna kebersamaan menjalani hidup. Falsafah ini meyakinkan masyarakat Kei Besar bahwa mereka tidak sendiri dalam menjalani hidup, kami memiliki saudara-saudara yang siap membantu jika kami memerlukan bantuan. 53 Sebab arti dari kebersamaan adalah melakukan sesuatu tidak hanya sendiri tetapi bersama-sama dengan orang lain. Realitas hidup masyarakat Kei Besar meliputi banyaknya desa, banyaknya marga, berbeda ratskap, berbeda sistem klasifikasi dalam masyarakat, serta berbeda agama tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Kei Besar untuk menghadirkan kebersamaan dalam menjalani hidup. Makna ini muncul dalam tradisi masyarakat Kei Besar yang disebut maren dan juga yelim. Kedua tradisi ini wajib dilakukan secara sadar dan tidak dalam keterpaksaan. Praktiknya yakni dalam keadaan sukacita yang meliputi pernikahan, perayaan keagamaan, pesta adat. 51 Hasil wawancara dengan Bpk Eki Sidubun, 03 Januari Hasil wawancara dengan Pdt W. Sidubun, 03 Januari Hasil wawancara dengan Bpk. Eki Sidubun, 03 Januari

28 Keadaan dukacita meliputi meninggalnya orang-orang terdekat. Praktek yang lain dari kebersamaan juga nampak dalam pembangunan yang meliputi pembangunan gedung-gedung peribadahan, pembukaan lahan bertani, membangun rumah. Masyarakat Kei Besar menyadari bahwa kebersamaan dalam menjalani hidup menjadi kunci untuk dapat membangun komunikasi yang mendalam antara setiap warga yang berbeda desa, marga, kasta bahkan agama sehingga dapat tercipta kehidupan yang teratur dan rukun. Keenam, persaudaraan yang rukun menjadi salah satu makna penting dalam ain ni ain. Persaudaraan yang rukun dibangun antara masyarakat Kei Besar bersama dengan para pendatang. Pendatang yang dimaksud terbagi dalam dua klasifikasi yakni perdatang yang bekerja di Kei dan juga pendatang yang menikah dengan orang Kei Besar dan menetap di Kei Besar. 54 Para pendatang dianggap saudara oleh masyarakat Kei Besar. Walaupun dalam pergaulan setiap hari nampak bahwa adat dan budaya masyarakat Kei Besar yang unggul lebih dari budaya pendatang akan tetapi persaudaraan yang rukun tetap terbangun. Adat dan budaya masyarakat pendatang tetap dihargai dan dihormati tetapi tidak dapat dipraktekan dalam kehidupan bermasyarakat di Kei Besar. Para pendatang juga turut merasakan dampak falsafah ini bahwa walaupun ada perbedaan antara kami dengan mereka akan tetapi mereka telah mengganggap kami seperti saudara dan hidup bersama dengan rukun. Masyarakat Kei Besar sadar bahwa dengan menghargai para pendatang dengan budayanya maka secara langsung masyarakat Kei sadar bahwa ada pula keluarga 54 Hasil wawancara dengan Bpk. Aji Emray, 24 November

29 mereka yang nikah dengan orang yang berasal dari luar Kei Besar. Jadi ain ni ain juga hadir dalam hubungan dengan orang Ambon, Jawa, Sumatera, Madura, Makassar, Toraja, Batak, dan juga Papua 55 untuk membangun hubungan persaudaraan yang rukun. Makna ain ni ain yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut ain ni ain bermakna ikatan persaudaraan tanpa memandang perbedaan. Makna ini didasarkan pada pola hubungan darah akibat perkawinan keluar atau perkawinan dengan marga yang lain. dalam menjaga hubungan persaudaraan maka masyarakat Kei Besar harus menghindari hal-hal negatif yang dapat mengakibatkan perpecahan. Alasan yang lain masyarakat menghindari perpecahan dan mempertahankan hubungan persaudaraan adalah menghindari terjadinya bencana, sakit, serta kematian. Ain ni ain bermakna kerukunan kekeluargaan, makna ini berfungsi untuk mengatur hidup masyarakat adat Kei Besar dalam wilayah adat masing-masing. Sehingga pada saat konflik terjadi makna kerukunan kekeluargaan menjadi solusi dalam menyelesaikan konflik. Ain ni ain juga bermakna saling menghormati dan melindungi. Makna ini nampak dalam relasi kasta di Kei Besar. Sistem kasta merupakan salah satu budaya yang sangat kuat mempengaruhi cara berelasi masyarakat adat Kei Besar. Dalam ain ni ain sistem kasta harus dipahami bukan sebagai alasan untuk menindas atau menganggap diri lebih tinggi dari orang lain akan tetapi sebaliknya sistem kasta dibuat untuk alasan saling menghormati dan melindungi. 55 Hasil wawancara dengan Pdt. W. Sidubun, 03 Januari

30 Ain ni ain dalam pelaksanaannya bermakna kebersamaan dalam menjalani hidup. Makna ini menegaskan pola hidup masyarakat adat Kei Besar yang selalu berkomunikasi dan bekerja sama dalam segala situasi. Pola hidup ini tidak dapat dibatasi oleh perbedaan wilayah adat, perbedaan kasta, bahkan perbedaan agama. Mereka sadar bahwa mereka tidak sendiri dalam menjalani hidup sebab mereka memiliki saudara yang siap menolong apabila mereka ada dalam keadaan suka maupun suka. Makna yang terakhir yakni persaudaraan yang rukun. Makna ini memperlihatkan pola hidup masyarakat adat Kei Besar yang menerima perbedaan budaya yakni budaya pendatang. Walaupun hidup dalam perbedaan budaya akan tetapi tidak menutup kesempatan untuk tetap hidup rukun bersama dengan para pendatang. Untuk itu masyarakat adat Kei Besar menganggap pendatang sebagai saudara agar terjalin kerukunan hidup antara pendatang dan juga masyarakat adat Kei Besar. C. AIN NI AIN SEBAGAI RESOLUSI KONFLIK INTERNAL ANTARDESA DI KEI BESAR Ain ni ain merupakan falsafah yang sangat berperan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat Kei. Sebagai salah satu falsafah hidup, pemaknaan terhadap ain ni ain berdampak bagi pelaksanaan atau manifestasi dalam tindakan masyarakat Kei Besar. Pergaulan hidup masyarakat setempat juga sangat mencerminkan falsafah ain ni ain. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ain ni ain memiliki nilai-nilai penting yang mengandung makna bagi kelangsungan hidup masyarakat Kei Besar. 72

31 Pemaknaan terdalam ain ni ain sama dengan pemaknaan atas kebenaran dan kebaikan hidup bersama berdasarkan sejarah masyarakat Kei Besar. Dimulai sejak terbentuk dan tersusunnya hukum adat Larwul Ngabal. Bagi masyarakat Kei Besar hukum adat Larwul Ngabal adalah fondasi dari falsafah ain ni ain yang terus dipertahankan sampai saat ini. Kebenaran dan kebaikan yang termuat dalam falsafah ini menjadi kekuatan bagi masyarakat Kei Besar. Sehingga ain ni ain dinyatakan melalui perilaku yang tidak bertentangan dengan adat-istiadat atau hukum adat Larwul Ngabal. Karena itulah, jika masyarakat Kei ( Kei Kecil dan Kei Besar) sudah tidak lagi memaknai dengan baik falsafah hidup ain ni ain, maka secara langsung perilaku tersebut dianggap sebagai perilaku menentang kebenaran sejarah dan menolak kebersamaan hidup dalam bingkai adat-istiadat masyarakat Kei. Perilaku menentang kebenaran dan kebaikan dalam falsafah ini tidak akan dibiarkan begitu saja. Hukum adat yang dibentuk dan sudah tersusun dalam adat istiadat masyarakat Kei tentunya memiliki aturan sanksi yang akan diberikan berdasarkan jenis pelanggaran. Fungsi dari sanksi tersebut adalah memberikan efek jerah bagi masyarakat. Maksudnya, dengan adanya sanksi adat yang didalamnya sudah dilakukan penyelesaian adat maka masyarakat Kei Besar tidak akan melakukan hal-hal yang dapat memicu konflik atau pun hal-hal yang dapat menghancurkan situasi damai di tanah Kei Besar. 56 Sanksi adat mengajarkan masyarakat Kei Besar agar dapat menghargai adat-istiadat serta menghargai hidup yang telah tersusun dalam satu ikatan persaudaraan yakni ain ni ain. 56 Hasil wawancara dengan Bpk A. Emray, 24 November

BAB V AIN NI AIN SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING PERDAMAIAN BERBASIS BUDAYA

BAB V AIN NI AIN SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING PERDAMAIAN BERBASIS BUDAYA BAB V AIN NI AIN SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING PERDAMAIAN BERBASIS BUDAYA Berdasarkan kajian Ain ni ain dalam perspektif konseling multikultural dan Ain ni ain sebagai resolusi konflik internal antardesa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini

BAB V KESIMPULAN. Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini BAB V KESIMPULAN Tabob merupakan hewan yang disakralkan oleh masyarakat Nufit (dalam hal ini yang dimaksud adalah Nufit Haroa yaitu Tuun En Fit yang terdiri dari tujuh ohoi) yang berada di wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk (plural society), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk (plural society), yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk (plural society), yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atas lebih dari 500 sukubangsa yang dipersatukan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN BAB III DESKRIPSI ADAT SAMBATAN BAHAN BANGUNAN DI DESA KEPUDIBENER KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Deskripsi Umum tentang Desa Kepudibener 1. Letak Geografis Desa Kepudibener merupakan satu desa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,

Lebih terperinci

AKTUALISASI UNGKAPAN-UNGKAPAN TRADISIONAL DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT KEI (EVAV) KABUPATEN MALUKU TENGGARA

AKTUALISASI UNGKAPAN-UNGKAPAN TRADISIONAL DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT KEI (EVAV) KABUPATEN MALUKU TENGGARA AKTUALISASI UNGKAPAN-UNGKAPAN TRADISIONAL DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT KEI (EVAV) KABUPATEN MALUKU TENGGARA THE ACTUALIZATION OF THE TRADITIONAL PROVERBS IN KEI SOCIETY (EVAV) IN SOUTH EAST MOLUCCAS REGENCY

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah 46 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 sampai dengan 105 45 Bujur Timur dan 5 15 sampai

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

46 47 48 49 50 Daftar Pertanyaan Wawancara dengan Bapak Albert Taguh (Domang Kabupaten Lamandau) 1. Apakah yang dimaksud dengan upacara Tewah? 2. Apa tujuan utama upacara Tewah dilaksanakan? 3. Siapa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam sejarah masyarakat Maluku, budaya sasi merupakan kearifan lokal masyarakat yang telah ada sejak dahulu kala dan merupakan komitmen bersama baik oleh masyarakat, tokoh

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma kebiasaan, kelembagaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI IV.1 Pengantar Sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab I bahwa meskipun sebagian besar masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan bangsa Indonesia terhadap perbedaan suku bangsa dan budaya yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. Setiap daerah masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara sederhana perkawinan adalah suatu hubungan secara lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1 Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN EMPIRIK. 1. Sekilas Sejarah Negeri Kamarian. Sejarah Kamarian bermula dari peristiwa perang Hoamoal yang terjadi kira-kira

BAB III PENDEKATAN EMPIRIK. 1. Sekilas Sejarah Negeri Kamarian. Sejarah Kamarian bermula dari peristiwa perang Hoamoal yang terjadi kira-kira BAB III PENDEKATAN EMPIRIK 1. Sekilas Sejarah Negeri Kamarian Negeri Kamarian adalah salah satu negeri adat tertua yang ada di pulau Seram. Nama asli negeri Kamarian adalah Kamaria yang berarti kemuliaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah

BAB I PENDAHULUAN. kenal dengan istilah agama primitif, agama asli, agama sederhana. 1 Agama suku adalah BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebelum agama-agama besar (dunia), seperti Agama Islam, katolik, Hindu dan Budha masuk ke Indonesia, ternyata di Indonesia telah terdapat agama suku atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA

BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA BAB IV TINJAUAN KRITIS INTEGRASI SOSIAL MASYARAKAT YALAHATAN DALAM PLURALITAS AGAMA 4.1. Pengantar Masyarakat Yalahatan secara administratif merupakan masyarakat dusun di bawah pemerintahan Negeri Tamilouw

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia dan memiliki penduduk dengan beraneka ragam suku. Suku Batak merupakan salah satu suku yang dapat ditemui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Geofrafis dan Demografis Seberang Pulau Busuk merupakan salah satu desa dari sebelas desa di wilayah Kecamatan Inuman Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan

I. PENDAHULUAN. merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan. Sejalan dengan kehadiran negara modern, kemandirian dan kemampuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara historis desa merupakan cikal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum Negara bangsa ini terbentuk. Struktur sosial sejenis

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN HASIL WAWANCARA Informan I Nama : Manimbul Hutauruk Tanggal Wawancara : 31 Januari 2015 Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk Waktu : Pukul 13.00 WIB 1. Berapa lama anda tinggal di Desa Hutauruk?

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan identitas dari komunitas suatu daerah yang dibangun dari kesepakatan-kesepakatan sosial dalam kelompok masyarakat tertentu. Budaya menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Fenomena kebudayaan selalu hadir dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Seperti halnya Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960

BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 BAB II DESA HUTAJULU HINGGA TAHUN 1960 Alur dalam bab ini dimulai dengan deskripsi sejarah, dan terbentuknya Desa Hutajulu, kemudian menjelaskan desa dan seluruh isi desa tersebut hingga tahun 1960 yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA MTPJ 13-19 Juli 2014 TEMA BULANAN: Berdemokrasi Dalam Ekonomi Yang Berkeadilan TEMA MINGGUAN : Kejujuran Sebagai Senjata Melawan Korupsi Bahan Alkitab: Keluaran 22:1-5; Kisah Para Rasul 5:1-11 ALASAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki keanekaragaman suku yang tersebar diseluruh bagian tanah air. Masing-masing dari suku tersebut memiliki sejarahnya tersendiri. Selain

Lebih terperinci

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Laut bebas

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG BAB III PRAKTIK UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG A. Letak Geografis 1. Letak Lokasi Desa Ragang merupakan satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Waru Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu. kabupaten di Provinsi Maluku, yang diapit oleh Laut Seram di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu. kabupaten di Provinsi Maluku, yang diapit oleh Laut Seram di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku, yang diapit oleh Laut Seram di sebelah utara, sebelah selatan dibatasi oleh Laut Banda,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR. orang jawa yang masuk dalam Wilayah Wali Tebing Tinggi. Setelah itu BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KECAMATAN RUMBAI PESISIR A. Letak Dan Sejarah Geografis Pada tahun 1923 Jepang masuk yang diberi kekuasaan oleh Raja Siak untuk membuka lahan perkebunan karet dan sawit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam upaya ini pemerintah berupaya mencerdaskan anak bangsa melalui proses pendidikan di jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Minangkabau merupakan salah satu dari antara kelompok etnis utama bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya menempati posisi sentral dalam tatanan hidup manusia. Manusia tidak ada yang dapat hidup di luar ruang lingkup budaya. Budaya dapat memberikan makna pada hidup

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS

BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS 13 BAB II GAMBARAN KELURAHAN TERKUL KECAMATAN RUPAT KABUPATEN BENGKALIS A. Geografi Kelurahan Terkul adalah kelurahan yang terletak di samping kota Batupanjang kecamatan Rupat, dengan status adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan 1 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan menjadi identitasnya masing-masing. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki beragam kebudayaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup

Lebih terperinci

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

Cover Page. The handle  holds various files of this Leiden University dissertation. Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/20262 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Tulius, Juniator Title: Family stories : oral tradition, memories of the past,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. penting yang menjadi pokok atau inti dari tulisan ini, yaitu sebagai berikut : BAB V PENUTUP Pada bagian V ini, penulis akan memaparkan tentang kesimpulan dan saran. 5. 1. Kesimpulan Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal penting yang menjadi pokok

Lebih terperinci

1. Pendeta Karel Burdam 1) Apa makna dan manfaat sasi? Sasi itu merupakan suatu larangan untuk mengambil/memanen sebelum waktunya (buka sasi)

1. Pendeta Karel Burdam 1) Apa makna dan manfaat sasi? Sasi itu merupakan suatu larangan untuk mengambil/memanen sebelum waktunya (buka sasi) Lampiran Data Hasil Wawancara 1. Pendeta Karel Burdam 1) Apa makna dan manfaat sasi? Sasi itu merupakan suatu larangan untuk mengambil/memanen sebelum waktunya (buka sasi) 2) Dari mana sasi berasal? Sasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan bahkan ribuan

Lebih terperinci

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan beraneka ragam macam budaya. Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dengan Kecamatan Bangkinang Barat. Hal ini disebabkan karena Salo telah BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sekilas Tentang Sejarah Kecamatan Kuok Kuok adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Sebelum dinamai Kecamatan Kuok, Kecamatan ini

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung

IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung IV. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Singkat Punguan Pomparan Raja Silahisabungan dan Punguan Pomparan Raja Toga Manurung 1. Punguan Pomparan Raja Silahisabungan Punguan Pomparan Raja Silahisabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan simbol peradaban. Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa, peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu

Lebih terperinci

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA.

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA. LAMPIRAN 90 Filled Notes 1. Wawancara dengan Bapak YB Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret 2012 : Rumah Bapak YB : 16.30-18.35 WITA a) Arti kematian bagi orang Sabu. Made atau meninggal menurut kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling BAB IV ANALISA DATA A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya bisa tergolong memiliki makna, Diantara makna tersebut bisa di bilang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB III PRAKTEK HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB III PRAKTEK HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak geografis, luas wilayah dan kependudukan Desa Petaonan merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki ciri khas dengan berbagai macam bentuk keberagaman. Keberagaman tersebut terlihat dari adanya perbedaan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

Jenis Pertanyaan 1 Untuk Mengetahui makna Bendera Merah Putih dalam upacara perkawinan:

Jenis Pertanyaan 1 Untuk Mengetahui makna Bendera Merah Putih dalam upacara perkawinan: Lampiran 1 Transkrip Wawancara Nama : Costan Rumabar (63 Tahun) Status : Kepala Dewan Adat Ambroben, Biak Kota Alamat : Jl. Pramuka, Ambroben, Biak Kota Tanggal/Jam : 24 Juni 2015 / 13.00-14.00 WIT BENDERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia dengan semboyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut gregariousness

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Makna Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku-sukubangsa yang tinggal di berbagai daerah tertentu di Indonesia. Masing- masing

Lebih terperinci

PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT

PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT LAGU PEMBUKA SLAMAT PAGI BAPA S lamat pagi Bapa Tak lupa terima kasih Bapa sudah jaga saya tiap hari Matahari bersinar Burung-burung berkicau Bertambah-tambah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN. Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja 13 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Geografis Desa Pagaran Dolok merupakan salah satu desa dari Kecamatan Hutaraja Tinggi Kabupaten Padang Lawas di Propinsi Sumatera Utara dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain

BAB I PENDAHULUAN. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu pulau ke pulau lain dalam satu negara. Transmigrasi merupakan perpindahan penduduk secara permanen dari pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN)

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN) X : Selamat siang pak N : Iya, siang X : Saya ingin bertanya-tanya tentang perkawinan semarga pak, kenapa perkawinan semarga itu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dari negara

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dari negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Republik Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara samudera pasifik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci