IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB DEFORESTASI DAN REFORESTASI DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB DEFORESTASI DAN REFORESTASI DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB DEFORESTASI DAN REFORESTASI DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI (Kasus di KPH Kuningan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) MARDIANA WACHYUNI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB DEFORESTASI DAN REFORESTASI DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI (Kasus di KPH Kuningan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor MARDIANA WACHYUNI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN Mardiana Wachyuni. E Identifikasi Faktor Penyebab Deforestasi dan Reforestasi Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi (Kasus di KPH Kuningan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SONI TRISON. Deforestasi adalah perubahan hamparan hutan menjadi bukan hutan. Deforestasi menyebabkan penurunan luas tutupan hutan, sedangkan reforestasi menyebabkan penambahan luas tutupan hutan. Deforestasi dan reforestasi tidak hanya terjadi di hutan konservasi ataupun hutan lindung saja, tetapi juga bisa terjadi di hutan produksi. Hutan produksi yang terdapat di Pulau Jawa dikelola oleh Perum Perhutani. Menurut Ichsan (2006), pada umumnya keberadaan hutan dikelilingi oleh desa dengan kondisi sosial ekonomi yang tergolong miskin. Kepemilikan lahan yang sempit, kemampuan teknologi yang masih rendah, serta kelangkaan modal dan akses pelayanan yang langka membuat penduduk desa sekitar hutan sulit untuk bangkit dari belenggu kemiskinannya. Sementara itu, lahan hutan belum optimal memberikan sumbangan pendapatan bagi masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat deforestasi dan reforestasi (hutan alam dan hutan tanaman) di KPH Kuningan dan mengidentifikasi faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan deforestasi dan reforestasi di KPH Kuningan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi/masukan bagi pihak Perum Perhutani dalam perumusan kebijakan/program guna menekan laju deforestasi dan meningkatkan reforestasi. Penelitian ini dilakukan di KPH Kuningan mulai dari Bulan Juni-Desember Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software Arc View GIS 3.2, ERDAS Imagine 9.1, SPSS 15.0, dan Microsoft Office Excel 2007; Global Positioning System (GPS); voice recorder; kamera digital; kusioner (Masyarakat Desa Hutan dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan); dan alat tulis. Bahan yang digunakan yaitu citra Landsat 7 ETM (Maret 2002) dan 5 TM (Maret 2009) path/row 121/65, peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25000, potensi desa tahun 2006, statistik Registrasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan KPH Kuningan sampai dengan Bulan Mei 2009, dan Rekapitulasi Hasil Identifikasi Zona Kerawanan (Red/Green Zone Area) periode Juli-Desember 2008 KPH Kuningan. Dalam kurun waktu terjadi deforestasi di Kabupaten Kuningan sebesar ,93 ha dari total luas hutan ,19 ha yang terjadi hampir pada semua wilayah di Kabupaten Kuningan. Desa sampel deforestasi yaitu Desa Sukarapih dengan deforestasi sebesar -4,20 ha/tahun, sedangkan desa sampel reforestasi yaitu Desa Segong dengan reforestasi sebesar 6,77 ha/tahun. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan model regresi logistik, didapatkan bahwa faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap deforestasi yaitu pendapatan, gangguan keamanan hutan, dan pengetahuan mengenai adanya tebangan Perhutani. Sedangkan faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap reforestasi yaitu partisipasi dalam kegiatan Perhutani. Kata kunci: deforestasi, reforestasi, faktor sosial ekonomi.

4 SUMMARY Mardiana Wachyuni. E Identification of Deforestation and Reforestation Factors from Point View of Social-economical Aspects (Case study at KPH Kuningan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Under supervision of LILIK BUDI PRASETYO and SONI TRISON. Deforestation is conversion of forest into other land use/land cover due to forest exploitation, agricultural expansion, settlement development or other activities. Deforestation resulted in wildlife habitat loss and forest cover decline. Meanwhile reforestation is recovery of forest area resulted from natural regeneration or planted. Deforestation and reforestation merely is not happening in the forest or protected forest conservation, but also occur in production forests. Production forests located in Java Island is managed by Perum Perhutani. According Ichsan (2006), in general, the existence of forest is surrounded by villages with social conditions, economic classified as poor. Ownership of land by the community is very narrow, having low technological capabilities, scarcity of capital as well as limited access to public services. These conditions have made the villagers who are living around the forest are difficult to rise from poverty. Moreover revenue contribution of forest land is not optimal for for the community This study aims to determine level of deforestation and reforestation (of natural forests and forest plantations) in KPH Kuningan and identify its socioeconomic factors associated with deforestation and reforestation. The results of this research may be contributed to formulation of programs to reduce deforestation and increase reforestation of Perum Perhutani. This research was conducted in KPH Kuningan start of the month from June to December The tools used in this study is a set of computers equipped with software Arc View GIS 3.2, ERDAS Imagine 9.1, SPSS 15.0, and Microsoft Office Excel 2007; Global Positioning System (GPS), voice recorder, digital camera; questionnaire (Forest Village Community Forest Village Community Institution); and stationery. The materials used are Landsat 7 ETM (March 2002) and 5 TM (March 2009) path/row 121/65, RBI Indonesia map scale 1: , the potential of the village in 2006, statistics of Registration Forest Village Community Institution to KPH Kuningan In May 2009, and Recapitulation Results Vulnerability Identification Zone (Red/Green Area Zone) during July- December 2008 KPH Kuningan. In the period , deforestation occurred in Kuningan District of about ,93 ha from total forest area of ,19 ha. There were two villages taken as sample area namely, Sukarapih village with deforestation of ha/year, and Segong Village with reforestation of about 6.77 ha/year. Based on statistical analysis using logistic regression models, it was found that socioeconomic factors have gave significantly affect to deforestation were revenues, forest disturbance, and knowledge about the existence of state forestry logging. While socioeconomic factors significantly affect reforestation was participation in the reforestation of state forestry activities. Keywords: deforestation, reforestation, socioeconomic factors.

5 PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Faktor Penyebab Deforestasi dan Reforestasi Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi (Kasus di KPH Kuningan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) adalah benar-benar hasil karya Saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2010 Mardiana Wachyuni NRP E

6 Judul Penelitian : Identifikasi Faktor Penyebab Deforestasi dan Reforestasi Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi (Kasus di KPH Kuningan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) Nama : Mardiana Wachyuni NIM : E Menyetujui : Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc NIP Soni Trison, S.Hut, MSi NIP Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP Tanggal lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi yang dilakukan oleh penulis merupakan bagian dari tugas akhir mahasiswa dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengangkat judul skripsi Identifikasi Faktor Penyebab Deforestasi dan Reforestasi Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi (Kasus di KPH Kuningan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait khususnya pengelola Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Kuningan, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Penulis mencoba untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Terima kasih atas bantuan dan dukungan dari semua pihak. Bogor, April 2010 Mardiana Wachyuni

8 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Mardiana Wachyuni dilahirkan di Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 1 September 1986, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Bapak Wachyudin dan Ibu Juju Mariah. Penulis mulai mengenyam pendidikan pada tahun 1992 di Taman Kanakkanak Pertiwi. Hanya setahun di taman kanak-kanan tersebut, penulis kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Malangbong 1 pada tahun 1993 sampai dengan tahun Menginjak usia remaja, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Negeri 1 Malangbong dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 dan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Malangbong dari tahun Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) program Mayor-Minor. Pada tahun 2006, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada periode 2006/2007 dan 2007/2008 sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE). Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap dan Baturraden pada tahun 2007, Praktek Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di Kebun Raya Bogor dan Taman Burung dan Museum Serangga dan Taman Kupu Taman Mini Indonesia Indah pada tahun 2008 dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada tahun Dalam rangka menyelesaikan pendidikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Identifikasi Faktor Penyebab Deforestasi dan Reforestasi Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi (Kasus di KPH Kuningan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten) di bawah bimbingan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Soni Trison, S.Hut, MSi.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk dukungan moril maupun materil, oleh katena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc selaku pembimbing pertama dan Bapak Soni Trison, S.Hut, MSi selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran selama penelitian hingga penulisan skripsi ini, 2. Bapak Wachyudin (Bapak), Ibu Juju Mariah (Mamah), Kakak-kakakku (Ranny Wachyuni dan Lira Budhiarti), beserta anggota keluarga lainnya atas doa, kasih sayang dan dukungannya, 3. Bapak Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS, Bapak Ir. T.R. Mardikanto, MS, dan Bapak Ir. Iwan Hilwan, MS selaku dosen penguji, 4. Dosen dan Staf KPAP atas bimbingan dan pelayanan selama penulis menimba ilmu di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, 5. The Grant-in-Aid for Scientific Research (No ) JSPS dan DIKTI (Hibah No. 688/SP2H/PP/DP2M/X/2009) yang telah turut membiayai penelitian ini, 6. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH-IPB) untuk penggunaan fasilitas penelitian, 7. Mbak Ellyn Kathalina Damayanti, Pak Remi, dan Diana Puspawati, atas kerjasama dalam pengumpulan data primer di lapangan, 8. Bapak Tatang dan keluarga, Bapak Kulman dan keluarga, Bapak Heru Rusa i, dan Bapak Indra Komara di Desa Segong, Bapak Tanudin dan istri di Desa Sukarapih, mantri dan mandor di RPH Ciwaru, Sukasari, dan Cibeureum, serta semua pihak dari KPH Kuningan yang telah membantu secara langsung di lapangan dalam pengumpulan data primer,

10 9. Mas Tri dan Kak Puji yang telah mengajarkan pengolahan analisis citra menggunakan Software ERDAS Imagine versi 9.1 dan ArcView GIS versi 3.2, 10. Teman-teman dan kakak-kakak di Pondok Puri Citra Handayani atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan, 11. Rekan-rekan seperjuangan KSHE Tarsius 42, khususnya untuk Trio Kukang, tim PKLP Bromo Tengger Semeru, dan yang lainnya atas kebersamaan dan kekeluargaan yang telah terjalin, 12. Rekan-rekan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, yang telah bersedia berbagi ilmu dan pengalaman GIS, 13. Pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga amal baik Anda semua mendapatkan balasan yang lebih dari Allah SWT. Amin. Bogor, April 2010 Mardiana Wachyuni

11 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deforestasi Definisi deforestasi Faktor penyebab deforestasi Reforestasi Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Pengertian penginderaan jauh Keunggulan penginderaan jauh Analisis citra digital Aplikasi penginderaan jauh untuk studi perubahan penutupan lahan... 8 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Jenis Data yang Dikumpulkan Data spasial Data non-spasial Teknik Pengumpulan Data Penentuan desa Penarikan sampel responden Masyarakat Desa Hutan (MDH) Penarikan sampel Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) i iv vi vii

12 ii 3.5 Analisis Data Analisis spasial Analisis perubahan lahan Analisis statistik Analisis tabulasi dan deskripsi BAB IV. KONDISI UMUM 4.1 Kabupaten Kuningan Letak dan luas Kependudukan Pendidikan dan kesejahteraan Pertanian Perum Perhutani KPH Kuningan Sejarah penataan kawasan Letak dan luas Pembagian wilayah Upaya dan rencana pengamanan hutan Masyarakat sekitar hutan Desa Segong Letak dan luas Kependudukan Desa Sukarapih Letak dan luas Kependudukan BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tipe Penutupan Lahan Kabupaten Kuningan Penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun Penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Kuningan Deforestasi Kabupaten Kuningan Tahun Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Deforestasi dan Reforestasi Tanggungan keluarga... 52

13 iii Pendidikan Mata pencaharian pokok Pendapatan Kepemilikan lahan Konsumsi kayu bakar Pengetahuan mengenai kawasan Gangguan keamanan hutan Pengetahuan mengenai tebangan Perhutani Partisipasi dalam kegiatan Perhutani Kondisi umum LMDH di lokasi kajian BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 79

14 iv No. DAFTAR TABEL Halaman 1. Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan untuk digunakan dengan data penginderaan jauh LMDH berdasarkan kepemilikan Akta Notaris, NKB, dan NPKS Jumlah penduduk Desa Segong berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Jumlah penduduk Desa Sukarapih berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin Tipe penutupan lahan Kabupaten Kuningan Luas dan persentase penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun Luas dan persentase penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun Perubahan penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun Deforestasi Kabupaten Kuningan Tahun Peringkat 10 besar desa LMDH yang mengalami deforestasi Peringkat 10 besar desa LMDH yang mengalami reforestasi Tanggungan keluarga responden Pendapatan responden selama setahun Kepemilikan lahan responden Luas dan jarak tanah milik responden Kepemilikan tanah rumah responden Konsumsi kayu bakar responden Pengetahuan mengenai keberadaan pal batas, papan larangan, patroli petugas dan keikutsertaan dalam patroli bersama petugas Kegiatan yang boleh/tidak boleh dilakukan dan jenis hasil hutan yang boleh dimanfaatkan Jenis gangguan keamanan hutan Pengetahuan mengenai kegiatan tebangan di kawasan Perhutani Partisipasi MDH dalam kegiatan Perhutani Rata-rata luas andil garapan responden Lembaga Masyarakat Desa Hutan terpilih LMDH yang mengalami reforestasi... 71

15 v 26. LMDH yang mengalami deforestasi Pengetahuan responden tentang hak, kewajiban, dan sanksi LMDH Bagi hasil Perhutani-LMDH... 74

16 vi DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Peta lokasi penelitian Alur diagram penentuan desa Alur diagram pengolahan data citra Pembagian wilayah KPH Kuningan Peta penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun Peta penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun Peta deforestasi Kabupaten Kuningan Tahun Pendidikan terakhir responden Mata pencaharian pokok responden Partisipasi LMDH dalam kegiatan Perhutani... 73

17 vii No. DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Rekapitulasi data sosial dan ekonomi responden Nilai R, Sig, dan Percentage correct (overall percentage) Hasil pengolahan peubah-peubah bebas responden dengan menggunakan program SPSS

18 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deforestasi secara umum diartikan sebagai perubahan hamparan hutan menjadi bukan hutan dan menyebabkan penurunan luas tutupan hutan. Deforestasi terdiri dari deforestasi kotor dan deforestasi neto. Deforestasi kotor (gross deforestation) yang dihitung sebagai jumlah seluruh areal transisi dari kategorikategori hutan alam (utuh dan terpotong-potong) ke semua kategori-kategori lain. Sedangkan deforestasi neto dihitung sebagai luas areal deforestasi kotor dikurangi seluruh areal transisi dari semua ketegori-kategori hutan alam (Sunderlin & Resosudarmo 1997). Reforestasi merupakan keadaan yang berkebalikan dengan deforestasi, dimana reforestasi dapat diartikan sebagai penambahan luas tutupan hutan. Deforestasi ataupun reforestasi tidak hanya terjadi di hutan konservasi ataupun hutan lindung saja, tetapi juga bisa terjadi di hutan produksi. Hutan produksi yang terdapat di Pulau Jawa dikelola oleh Perum Perhutani. Perum Perhutani sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah berkiprah sejak tahun 1972 dengan mengemban tugas dan tanggung jawab pengelolaan hutan di Pulau Jawa. Upaya proteksi sumberdaya hutan terkait dengan ketersediaan infrastuktur kehutanan. Perum Perhutani sebagai institusi kehutanan yang paling lama mengelola hutan produksi dan hutan lindung di Indonesia khususnya di Pulau Jawa memiliki infrastrukutur yang lengkap. Namun keberadaan infrastruktur kehutanan yang lengkap tersebut tetap tidak menjamin keberadaan sumberdaya hutan yang aman dari berbagai gangguan yang menyebabkan deforestasi. Pembentukan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) oleh Perum Perhutani bertujuan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari. Sepintas, konsep ini nampak cukup menjanjikan terwujudnya pengelolaan hutan secara lebih bertanggung gugat dan lestari di masa yang akan datang. Namun, jika diprediksi secara lebih jauh serta dikaitkan dengan

19 2 peran dan keterlibatan pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan, masih cukup banyak pertanyaan yang belum dapat dijawab secara tegas (Ngakan et al. 2008). Keberadaan hutan yang pada umumnya dikelilingi oleh desa sekitar hutan (ada sekitar desa yang mengelilingi hutan Jawa), dengan kondisi sosial ekonomi yang tergolong penduduk miskin, pemilikan lahan yang sempit, kemampuan teknologi yang masih rendah, kelangkaan modal dan akses pelayanan yang langka membuat penduduk desa sekitar hutan sulit untuk bangkit dari belenggu kemiskinannya. Sementara itu lahan hutan belum optimal memberikan sumbangan pendapatan bagi masyarakat sekitar hutan (Ichsan 2006). Terkait dengan masalah deforestasi dan upaya untuk mencapai pengelolaan hutan secara lestari melalui reforestasi, maka Perum Perhutani mengadakan suatu sistem pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses pengelolaan hutan disamping meningkatkan pendapatan masyarakat dari sektor kehutanan. Masyarakat tersebut terlibat dalam suatu lembaga yang disebut Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Berdasarkan hal di atas, maka kajian mengenai identifikasi faktor penyebab deforestasi dan reforestasi ditinjau dari aspek sosial dan ekonomi menjadi penting dilakukan guna untuk memberikan informasi deforestasi dan reforestasi di KPH Kuningan sehingga dapat dirumuskan kebijakan baru untuk menekan deforestasi dan meningkatkan reforestasi di KPH Kuningan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui tingkat deforestasi dan reforestasi (hutan alam dan hutan tanaman) di KPH Kuningan, 2. Mengidentifikasi faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan deforestasi dan reforestasi di KPH Kuningan. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai informasi/masukan bagi pihak Perum Perhutani KPH Kuningan dalam perumusan kebijakan/program guna menekan laju deforestasi dan meningkatkan reforestasi.

20 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deforestasi Definisi deforestasi Pulau Jawa merupakan suatu pulau dengan populasi penduduk terbanyak di dunia. Pada tahun 2000, luas hutan di Jawa mencapai 2 juta ha, tetapi pada tahun 2005 mengalami pengurangan luasan menjadi 1,2 juta ha. Banyak lahan hutan yang dikonversi untuk perluasan lahan pertanian seperti untuk sawah, pertanian dataran tinggi, dan pemukiman. Deforestasi tertinggi terjadi di Jawa Timur, diikuti oleh Jawa Barat dan Banten, Jawa Tengah, dan Jogyakarta (Prasetyo et al. 2009). Secara umum para ahli kehutanan di dalam negeri dan di luar negeri menganggap bahwa kondisi kehutanan di Indonesia, termasuk di Jawa akhir-akhir tahun 2001 cukup serius. Luas hutan telah menurun drastis, dan ancaman kerusakan tidak berkurang sebagai akibat maraknya penebangan yang tidak terkendali termasuk penebangan tanpa izin, perambahan, pencurian kayu, penanaman hutan yang tidak berjalan, dan lain-lain yang secara keseluruhan disinyalir merupakan ancaman terhadap kelestarian hutan. Menurut Djajapertjunda (2003), timbulnya ancaman deforestasi tersebut tidak dapat dipisahkan dari kejadian-kejadian yang terjadi di kawasan Indonesia lainnya. Disebut-sebut bahwa kejadian perusakan hutan tersebut telah timbul karena (i) menurunnya kesadaran hukum masyarakat, (ii) adanya kesimpangsiuran dan tumpang tindih peraturan-peraturan dan perundang-undangan yang mengatur sistem pengurusan hutan, (iii) kurangnya pasokan bahan baku industri kayu hulu, (iv) belum tuntasnya pengaturan pelaksanaan otonomi daerah. Beberapa organisasi dunia mendefinisikan tentang deforestasi dari sudut pandang masing-masing (Hidayat 2008). Deforestasi menurut FAO didefinisikan sebagai konversi lahan hutan untuk penggunaan lahan lain atau pengurangan yang tajam dari tutupan hutan di bawah ukuran 10%. Disamping itu, deforestasi menekan kehilangan permanen tutupan hutan dalam jangka panjang. Kehilangan seperti itu dapat disebabkan melalui pengaruh manusia yang berlanjut atau

21 4 gangguan alam. Deforestasi juga termasuk area lahan kehutanan yang dikonversi untuk lahan pertanian, penggembalaan, transmigrasi, dan sebagainya. Hidayat (2008) mendefinisikan deforestasi sebagai konversi lahan hutan untuk kepentingan pengguna lahan pertanian. Deforestasi mencakup lahan hutan yang dipakai untuk infrastruktur seperti bangunan, pertambangan, tempat pemukiman, lahan penggembalaan, ladang berpindah, dan sebagainya. Menurut Rakhmawati (2003), di lingkungan Perhutani deforestasi pada dasarnya disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal (dari dalam Perhutani) dan faktor eksternal (dari luar Perhutani). Faktor internal meliputi: keterbatasan personil pengawasan dan pengamanan hutan (kualitas dan kuantitas), keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan dan pengamanan hutan, wilayah hutan yang luas, serta pola pengamanan yang berbeda-beda. Sedangkan faktor eksternal meliputi: sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang masih rendah, kebutuhan kayu yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri, dan adanya sindikat pencurian kayu Faktor penyebab deforestasi Deforestasi merupakan kejadian hasil alam dan buatan manusia. Deforestasi hasil alam misalnya akibat dari letusan gunung berapi, tsunami, badai, banjir, dan sebagainya yang merupakan akibat dari fenomena alam. Penyebab deforestasi antara lain konversi areal hutan dan pemanfaatan hutan yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari. Tingginya tingkat deforestasi disebabkan oleh rendahnya kesadaran dan tanggung jawab pengusaha hutan dalam melaksanakan kegiatannya, lemahnya pengawasan dan pemantauan oleh pemerintah, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, sempitnya peluang kerja pada sektor lain, dan tidak jelasnya hak-hak properti dan tata batas kawasan hutan. Tidak jelasnya status merupakan contoh lemahnya hak properti yang ditengarai menjadi salah satu penyebab deforestasi (Adnan et al. 2008). Menurut Rakhmawati (2003), menyatakan bahwa sebab-sebab timbulnya perusakan kawasan hutan pada umumnya disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, kurangnya wibawa aparatur yang diserahi

22 5 tanggung jawab untuk mengelola kehutanan dan kurang mantapnya peranan perundang-undangan mengenai hutan, kurangnya pengetahuan masyarakat akan fungsi hutan dan bahaya yang dapat timbul karena terjadinya perusakan hutan, keadaan batas hutan yang rusak atau hilang dan vegetasi yang punah merupakan dorongan yang kuat pula terhadap adanya penggarapan tanah hutan. Menurut Hidayat (2008), pengelolaan hutan yang salah merupakan penyebab utama deforestasi selama rezim Soeharto. Ada tiga faktor yang berperan dalam deforestasi. Pertama, tingkah laku politisi dan sikap dari pengambil keputusan di dalam pemerintahan Soeharto, dengan dukungan dari sistem internasional, yaitu membentuk dan mendorong faktor yang beragam yang memberi kontribusi atas deforestasi di hutan tropis. Kedua, kelengahan dalam pengawasan diantara aparat kehutanan baik di pusat dan daerah di dalam menerapkan prinsip pengelolaan hutan yang lestari. Ketiga, kurangnya penegakan hukum dan pemberian sanksi tegas bagi pengusaha swasta, baik domestik maupun transnasional yang melanggar peraturan industri kehutanan. 2.2 Reforestasi Menurut Santoso (2008), kegiatan reforestasi merupakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan terkoordinasi dengan melibatkan seluruh potensi sumberdaya yang ada baik pemerintah, swasta, masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian sehingga mampu menjadi penggerak perekonomian wilayah. Disamping itu, kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan juga menciptakan lapangan usaha masyarakat terutama untuk pengelolaan lahan, penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan lain-lain. Reforestasi juga merupakan kegiatan reboisasi yang meliputi kegiatan penanaman ataupun permudaan pohon-pohon serta jenis tanaman lainnya di areal hutan negara dan areal lain yang berdasarkan rencana tata guna lahan yang diperuntukkan hutan. Dengan kata lain, kegiatan tersebut untuk membangun hutan baru pada kawasan hutan bekas tebang habis, tebang pilih atau di tanah kosong yang hanya ditumbuhi alang-alang.

23 6 Kegiatan reforestasi dapat disinergikan dengan pelestarian air melalui langkah-langkah: a. Menjaga Daerah Aliran Sungai agar dapat tetap berfungsi secara hidroekologis yang optimal dengan cara reforestasi, bangunan sipil teknis dan membentuk masyarakat yang cinta pada pelestarian alam, b. Memanfaatkan air secara bijaksana baik untuk masyarakat perkotaan, industri maupun pedesaan (pertanian), c. Menghindari aktivitas yang dapat mencemari air. 2.3 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Pengertian penginderaan jauh Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Penginderaan jauh meliputi dua proses utama yaitu pengumpulan data dan analisis data (Lillesand & Kiefer 1990). Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah mengumpulkan data dan informasi tentang sumberdaya alam dan lingkungan (Lo 1995). Elemen proses pengumpulan data meliputi: a) sumber energi, b) perjalanan energi melalui atmosfer, c) interaksi antara energi dengan kenampakkan di muka bumi, d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, dan e) hasil pembentukkan data dalam bentuk piktoral dan/atau bentuk numerik. Berarti proses penginderaan jauh menggunakan sensor untuk merekam berbagai variasi pancaran dan pantulan gelombang energi elektromagnetik oleh kenampakkan di muka bumi. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktoral dan/atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik. Data rujukan tentang sumberdaya yang dipelajari (seperti peta tanah, data statistik tanaman, atau data uji medan) digunakan dimana dan kapan saja bila tersedia untuk membantu didalam analisis data. Dengan bantuan rujukan data analisis mengambil informasi tentang jenis, bentang lokasi, dan kondisi berbagai sumberdaya yang dikumpulkan

24 7 oleh sensor. Informasi ini kemudian disajikan, biasanya dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasan tertulis atau laporan. Akhirnya, informasi tersebut diperuntukkan bagi para pengguna yang memanfaatkannya untuk proses pengambilan keputusan Keunggulan penginderaan jauh Prahasta (2005) menyatakan bahwa penginderaan jauh merupakan metode pengambilan data spasial yang paling sering digunakan. Hal ini dikarenakan penginderaan jauh memiliki keunggulan diantaranya: 1. Hasil yang didapat akan memiliki cakupan wilayah studi yang sangat bervariasi mulai dari skala kecil hingga yang luas, 2. Dapat memberikan gambaran unsur-unsur spasial yang komprehensif dengan bentuk-bentuk geometri relatif dan hubungan ketetanggaan yang benar, 3. Periode pengukuran relatif singkat dan dapat diulang kembali dengan cepat dan konsisten, 4. Skala akurasi data spasial yang diperoleh dapat bervariasi dari yang kecil hingga yang besar, 5. Kecenderungan dalam mendapatkan data yang paling baru, 6. Biaya survey keseluruhan terhitung relatif murah Analisis citra digital Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penganalisisan data Landsat dengan menggunakan komputer dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Pemulihan citra (Image restoration) Pemulihan citra ditujukan untuk memperbaiki citra kedalam bentuk yang lebih mirip dengan pandangan aslinya. Perbaikan ini meliputi koreksi radiometrik dan geometrik yang ada pada citra asli. 2. Penajaman citra (Image enhancement) Proses penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampilan kontras antara objek pada sebuah citra. Kegiatan ini dilakukan sebelum data citra digunakan dalam analisis visual, dimana teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan kontras diantara penampakkan dalam adegan. Pada berbagai terapan,

25 8 langkah ini dapat meningkatkan jumlah informasi yang dapat diinterpretasikan secara visual dari data citra. 3. Klasifikasi citra (Image classification) Teknik kuantitatif digunakan untuk menginterpretasi data citra digital secara otomatis. Dalam proses ini, setiap piksel yang diamati dievaluasi dan selanjutnya diklasifikasi dalam kelas-kelas yang diinginkan atau sama dengan keadaan pengamatan dilapangan. Klasifikasi citra dibagi kedalam dua pendekatan yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification). Pada klasifikasi terbimbing proses pengklasifikasian dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok, kemudian dilakukan perhitungan statistik terhadap contok-contoh kelas yang digunakan sebagai dasar klasifikasi. Apabila kelas yang dipilih oleh analisis dapat dipisahkan spektral dan bila daerah yang dipilih benar-benar mewakili seluruh rangkaian data, proses klasifikasi yang dilakukan biasanya akan berhasil. Sedangkan klasifikasi tak terbimbing merupakan proses pengklasifikasian dimulai dengan pemeriksaan seluruh piksel dan membagi kedalam kelas-kelas berdasarkan pada pengelompokkan nilai-nilai citra seperti apa adanya. Hasil dari pengklasifikasian ini disebut kelas-kelas spektral. Kelas-kelas spektral tersebut kemudian dibandingkan dengan kelas-kelas referensi untuk menentukan identitas dan nilai informasi kelas spektral tersebut Aplikasi penginderaan jauh untuk studi perubahan penutupan lahan Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat (Lillesand & Kiefer 1990). Penutupan lahan merupakan status lahan secara fisik, yang dapat berubah karena adanya intervensi manusia, gangguan alam, dan suksesi tumbuhan secara alami (Yatap 2008). Menurut Lo (1995) bahwa penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Secara

26 9 umum terdapat tiga kelas data yang mencakup penutupan lahan adalah: (1) struktur fisik yang dibangun oleh manusia, (2) fenomena biotik vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang, dan (3) tipe-tipe pembangunan. Suatu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan yang dimaksud. Skema klasifikasi yang baik harus sederhana dalam penggunaan dan tidak ambisius dalam menjelaskan setiap kategori penutupan dan penggunaan lahan. Tingkat kecermatan hasil peta berhubungan erat dengan skema klasifikasi yang mempertimbangkan skala peta akhir (Waluyo 2009). Badan Survey Geologi Amerika Serikat telah menyusun sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan untuk digunakan dalam data penginderaan jauh (Lillesand & Kiefer 1990). Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan menurut USGS disusun berdasarkan kriteria berikut: (1) tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh tidak kurang dari 85%, (2) ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebih sama, (3) hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke yang lain dan dari satu saat penginderaan ke saat yang lain, (4) sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, (5) kategori harus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari tipe penutup lahannya, (6) sistem klasifikasi harus dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yang diperoleh pada waktu yang berbeda, (7) kategori harus dapat dirinci kedalam sub kategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atau survey lapangan, (8) pengelompokkan kategori harus dapat dilakukan, (9) harus dapat memungkinkan untuk dapat membandingkan dengan data penggunaan dan penutupan lahan pada masa akan datang, dan (10) lahan multiguna harus dapat dikenali bila mungkin. Terapan interpretasi citra Landsat telah dilakukan di dalam berbagai disiplin ilmu seperti pertanian, botani, kartografi, teknik sipil, pamantauan lingkungan, kehutanan, geografi, geologi, geofisika, analisis sumberdaya lahan, perencanaan tata guna lahan, oseanografi, dan analisis sumberdaya air (Lillesand & Kiefer 1990).

27 10 Penggunaan citra Landsat untuk pemetaan penggunaan lahan khususnya telah populer di negara-negara berkembang untuk mempercepat perolehan data yang diperlukan untuk meng-update data lama. Ketersediaan data citra satelit dalam bentuk berbeda telah menarik melimpahnya aplikasi untuk pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan medan. Keuntungan data satelit adalah dalam jumlah besar. Untuk tujuan pemetaan penggunaan lahan, liputan luas dan berulang dihasilkan oleh wahana satelit khususnya penting melihat biaya efektif pengumpulan dan kemudahan meng-update data penggunaan lahan (Lo 1995). Pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutupan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan permukaan bumi. Istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Untuk studi aspek sosial ekonomi dalam perencanaan penggunaan lahan (persyaratan sekolah, dinas kekotaan, pajak pendapatan, dll.), perlu untuk mengetahui bahwa penggunaan lahan tersebut untuk tempat tinggal satu keluarga. Untuk studi hidrologi tentang karakteristik aliran permukaan, penting untuk mengetahui jumlah dan tagihan atap, permukaan yang diperkeras, rumput, dan pepohonan yang ada pada sebidang lahan tersebut. Dengan demikian pengetahuan tentang penggunaan lahan dan penutup lahan menjadi hal yang penting untuk perencanaan lahan dan kegiatan pengolahan lahan (Lillesand & Kiefer 1990). Survey geologi Amerika Serikat telah menyususn sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan untuk digunakan dengan data penginderaan jauh yang dilaporkan dalam USGS Professional Paper 964 (5). Hasil sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS untuk digunakan dengan data penginderaan jauh ditunjukkan pada Tabel 1.

28 11 Tabel 1 Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan untuk digunakan dengan data penginderaan jauh Tingkat I Tingkat II 1. Perkotaan atau lahan bangunan 1.1 Pemukiman 1.2 Perdagangan dan jasa 1.3 Industri 1.4 Transportasi, komunikasi dan umum 1.5 Kompleks industri dan perdagangan 1.6 Kekotaan campuran atau lahan bangunan 1.7 Kekotaan atau lahan bangunan lainnya 2. Lahan pertanian 2.1 Tanaman semusim dan padang rumput 2.2 Daerah buah-buahan, jeruk, anggur, dan labu bibit dan tanaman hias 2.3 Tempat penggembalaan terkurung 2.4 Lahan pertanian lainnya 3. Lahan peternakan 3.1 Lahan tanaman obat 3.2 Lahan peternakan semak dan belukar 3.3 Lahan peternakan campuran 4. Lahan hutan 4.1 Lahan hutan gugur dan semusim 4.2 Lahan hutan yang selalu hijau 4.3 Lahan hutan campuran 5. Air 5.1 Sungai dan kanal 5.2 Danau 5.3 Waduk 5.4 Teluk dan muara 6. Lahan basah 6.1 Lahan hutan basah 6.2 Lahan basah bukan hutan 7. Lahan gundul 7.1 Dataran garam kering 7.2 Gisik 7.3 Daerah berpasir selain gisik 7.4 Batuan singkapan gundul 7.5 Tambang terbuka, pertambangan, dan tambang kerikil 7.6 Daerah peralihan 7.7 Lahan gundul campuran 8. Padang lumut 8.1 Padang lumut semak dan belukar 8.2 Padang lumut tanaman obat 8.3 Padang lumut lahan gundul 8.4 Padang lumut basah 8.5 Padang lumut campuran 9. Es atau salju abadi 9.1 Lapangan salju abadi 9.2 Glasier

29 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan data LMDH, survey lapang untuk mengetahui tipe-tipe penutupan lahan Kabupaten Kuningan, dan data MDH. Peta lokasi penelitian terdapat pada Gambar 1. Gambar 1 Peta lokasi penelitian. Pengambilan data MDH dilakukan pada Bulan November-Desember Desa terpilih untuk pengumpulan data MDH yaitu desa yang termasuk ke dalam desa hutan binaan Perum Perhutani KPH Kuningan. Terdapat dua desa tepilih, yaitu Desa Segong, Kecamatan Karangkancana dan Desa Sukarapih, Kecamatan Cibeureum. Pengambilan dan pengumpulan data LMDH dilakukan pada Bulan Juli- Agustus Pengambilan dan pengumpulan data LMDH ini dilakukan di desa-

30 13 desa yang termasuk ke dalam desa hutan binaan Perum Perhutani KPH Kuningan. Terdapat 11 LMDH terpilih yang tersebar di Desa Tanjungkerta, Jabranti, Margacina, Cipondok, Kawungsari, Dukuhbadag, Tarikolot, Cimara, Mekarsari, Cipakem, dan Segong. Pengolahan data citra dilakukan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH-IPB) dan Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (seperangkat keras dan lunak) termasuk software Arc View GIS versi 3.2, software ERDAS Imagine versi 9.1, SPSS 15.0 dan Microsoft Office Excel 2007, sedangkan peralatan yang digunakan di lapangan adalah Global Positioning System (GPS), voice recorder, kamera digital, kusioner (Masyarakat Desa Hutan dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan), dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 7 ETM dengan waktu akuisisi (waktu perolehan) Bulan Maret tahun 2002 dan 5 TM dengan waktu akuisisi Bulan Maret tahun 2009 path/row 121/65 Kabupaten Kuningan, peta digital batas administrasi dan batas sungai Kabupaten Kuningan (peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 25000), potensi desa tahun 2006, statistik Registrasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan KPH Kuningan sampai dengan Bulan Mei 2009, dan Rekapitulasi Hasil Identifikasi Zona Kerawanan (Red/Green Zone Area) periode Juli-Desember 2008 KPH Kuningan. 3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan Data spasial Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan meliputi peta rupa bumi dan citra Landsat. Peta rupa bumi terdiri atas peta sungai dan peta batas administrasi Kabupaten Kuningan. Peta rupa bumi dan citra Landsat tersebut diperoleh dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian

31 14 Bogor. Data lain yang digunakan adalah data Ground Control Point (GCP) untuk menandakan lokasi-lokasi jenis penutupan lahan yang ada di lapangan. Pengambilan data ini dilakukan dengan alat Global Positioning System (GPS). Data ini digunakan untuk diverifikasikan dengan dengan data citra, dan diambil dokumentasinya dengan menggunakan kamera digital. Hal ini bertujuan untuk verifikasi data citra dengan kenampakan sebenarnya di bumi. Hasil pengecekan lapangan akan dijadikan acuan untuk membuat klasifikasi citra yang lebih tepat Data non-spasial Data non-spasial merupakan data berupa tulisan atau angka-angka yang membantu dalam menginterpretasikan citra Landsat. Data non-spasial ini meliputi data kepadatan pendudukan, data sosial ekonomi, data kelembagaan (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), serta data lain yang terkait dengan penelitian. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara dan studi literatur. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Penentuan desa Penentuan desa untuk responden masyarakat desa hutan didasarkan pada hasil pengolahan data spasial. Pengolahan data spasial ini dilakukan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan. Pengolahan data spasial ini dilakukan untuk mengetahui deforestasi dan reforestasi (akumulasi dari hutan alam/sekunder, hutan tanaman jati, dan hutan tanaman pinus). Untuk mengetahui deforestasi dan reforestasi, dilakukan dengan cara melakukan overlay antara peta penutupan lahan dengan data statistik potensi desa. Dari data statistik potensi desa tahun 2006, dapat diketahui bahwa di Kabupaten Kuningan terdiri atas 342 desa. Dalam penelitian ini, karena lokasi yang digunakan berada dalam pengelolaan Perum Perhutani KPH Kuningan, maka hanya diambil desa-desa yang terdaftar sebagai LMDH. Terdapat 106 desa yang terdaftar sebagai desa LMDH dari data statistik potensi desa tersebut. Dari hasil pengolahan tersebut dibuat peringkat desa-desa yang mengalami deforestasi dan reforestasi. Dalam hal ini, dibuat peringkat desa yang terdeforestasi dan reforestasi kedalam 10 peringkat terbesar.

32 15 Peta penutupan lahan Kabupaten Kuningan Overlay Potensi desa Kabupaten Kuningan Tahun 2006 Summarize Zones 342 desa di Kabupaten Kuningan Menjumlahkan total luas hutan (alam/sekunder, tanaman jati, dan tanaman pinus) pada masing-masing desa Total luas hutan di 106 desa terdaftar LMDH di KPH Kuningan Peringkat desa berdasarkan kondisi tutupan hutan dan trend deforestasi dan reforestasi Peringkat desa deforestasi dan peringkat desa reforestasi Masing-masing satu desa sampel dari desa deforestasi dan desa reforestasi Gambar 2 Alur diagram penentuan desa.

33 16 Penentuan desa untuk responden masyarakat desa hutan dalam penelitian ini diambil satu desa yang mengalami deforestasi (Desa Sukarapih) dan satu desa yang mengalami reforestasi (Desa Segong) berdasarkan kesamaan kondisi biofisik kedua desa tersebut dan perbandingan jarak antara kedua desa tersebut tidak terlalu berjauhan. Lebih lengkapnya, alur penentuan desa terlihat pada Gambar Penarikan sampel responden Masyarakat Desa Hutan (MDH) Penarikan sampel responden MDH dilakukan terhadap LMDH Desa Segong dan LMDH Desa Sukarapih. LMDH Desa Segong bernama LMDH Rimbajaya dan LMDH Desa Sukarapih bernama LMDH Wanarapih. Penentuan Responden MDH ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Mengetahui jumlah Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam LMDH, 2. Mengetahui jenis mata pencaharian pokok anggota berdasarkan pengetahuan ketua KTH atau kokolot, 3. Pengambilan jumlah responden dilakukan dengan menggunakan intensitas sampling 10% anggota KTH masing-masing berdasarkan keterwakilan mata pencaharian pokok anggota Penarikan sampel Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Penarikan sampel Lembaga Masyarakat Desa Hutan dilakukan berdasarkan kelengkapan berkas Akta Notaris, Nota Kesepakatan Bersama (NKB), dan Nota Perjanjian Kerjasama (NPKS). Data yang dipakai sebagai input penentuan LMDH yaitu data statistik Registrasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan KPH Kuningan sampai dengan Bulan Mei 2009, yang didukung juga dengan data Rekapitulasi Hasil Identifikasi Zona Kerawanan (Red/Green Zone Area) periode Juli- Desember 2008 KPH Kuningan, dan beberapa data lain yang mendukung (data usaha produktif, bagi hasil penjarangan/tebangan Perhutani-LMDH). Pengolahan LMDH ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Office Excel Berdasarkan data statistik Registrasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan KPH Kuningan sampai dengan Bulan Mei 2009, diketahui bahwa terdapat 118 desa LMDH, dimana sebanyak 110 desa LMDH terdapat di Kabupaten Kuningan dan

34 17 sebanyak 8 desa LMDH terdapat di Kabupaten Cirebon. Kombinasi LMDH yang memiliki kelengkapan berkas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 LMDH berdasarkan kepemilikan Akta Notaris, NKB, dan NPKS Kombinasi Kepemilikan Berkas Jumlah Akta Notaris NKB NPKS (buah) Keterangan: = memiliki - = tidak memiliki Berdasarkan kombinasi kepemilikan berkas tersebut, digunakan intensitas sampling sebesar 10%, sehingga dari 118 LMDH di KPH Kuningan didapatkan sampel penelitian sebanyak 11 LMDH terpilih. 3.5 Analisis Data Analisis spasial Analisis spasial ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penutupan lahan. Analisis ini dilakukan melalui pengolahan peta rupa bumi dan citra Landsat. Alur pengolahan data citra dapat dilihat pada Gambar 3. Adapun beberapa penjelasan mengenai pengolahan data citra adalah sebagai berikut: Koreksi data citra Perbaikan citra perlu dilakukan terhadap citra satelit, yang dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan radiometrik dan geometrik yang terdapat pada data citra satelit tersebut. Tujuan dilakukannya koreksi radiometrik adalah untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Sedangkan koreksi geometrik bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam koreksi geometrik adalah penentuan tipe proyeksi dan sistem koordinat yang akan digunakan. Penyeragaman data-data kedalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan, guna mempermudah dalam proses pengintegrasian data-data selama

35 18 penelitian. Proyeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Geographic (Lat/Lon) WGS 84. Perbaikan distorsi geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat/kontrol di lapangan atau menggunakan peta/citra acuan yang telah terkoreksi Pemotongan data citra (Subset Image) Hal pertama sebelum melakukan pemotongan citra adalah dengan melakukan penentuan lokasi penelitian (clipping) yang berdasarkan batas administrasi wilayah Kabupaten Kuningan. Selanjutnya setelah didapatkan batasan areal lokasi penelitian kemudian proses pemotongan citra dapat dilakukan. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian, dimana peta rupa bumi hasil digitasi (peta digital) dapat dijadikan acuan pemotongan citra. Batas wilayah yang akan dipotong dibuat dengan area of interest (aoi), yaitu pada wilayah yang termasuk ke dalam Kabupaten Kuningan Klasifikasi data citra (Image Classification) Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pengklasifikasian adalah menetapkan kelas-kelas spektral yang terliput oleh citra satelit, kemudian membuat aturan penetapan klasifikasi setiap piksel kedalam kelas-kelas yang telah ditentukan. Pemilihan kelompok-kelompok piksel kedalam kelas klasifikasi merupakan proses pemilihan objek (feature selection). Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan sebenarnya dilapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Kelas klasifikasi tersebut meliputi (1) hutan alam/sekunder, (2) hutan tanaman jati, (3) hutan tanaman pinus, (4) lahan terbangun, (5) sawah, (6) kebun campuran, (7) ladang, (8) rumput dan semak belukar, (9) badan air, (10) lahan terbuka, (11) tidak ada data. Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), tahapan klasifikasi dilakukan dengan dua pendekatan dasar klasifikasi, yaitu klasifikasi terbimbing (supervised classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification). Tahapan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software ERDAS Imagine 9.1 adalah sebagai berikut:

36 19 1. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik-titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS, 2. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai suatu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra, 3. Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah, 4. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode), 5. Pengkoreksian citra hasil klasifikasii dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi.

37 20 Citra Landsat Koreksi geometris Peta Rupa Bumi Citra terkoreksi Subset image Klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised classification) Citra hasil klasifikasi tak terbimbing Cek lapangan Klasifikasi terbimbing (Supervised classification) Fill & Focal Majority Tidak Citra hasil klasifikasi terbimbing Diterima? Uji akurasi Citra hasil klasifikasi Ya Peta penutupan lahan Gambar 3 Alur diagram pengolahan data citra.

38 Analisis perubahan lahan Analisis perubahan lahan dilakukan dengan membandingkan peta perubahan lahan tahun 2002 dan Kedua peta tersebut dioverlay dan selanjutnya di summary, sehingga diketahui perubahan penutupan lahan yang terjadi pada tahun Perubahan penutupan lahan pada kurun waktu tersebut dianalisis melalui rumus berikut : V = N 2 N 1 N 1 x 100% Keterangan: V : Laju perubahan (100%) N 1 : Luas penutupan lahan tahun pertama (ha) N 2 : Luas penutupan lahan tahun kedua (ha) Analisis statistik Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara deforestasi/reforestasi (Y) dan beberapa faktor sosial (X) yang diduga berpengaruh terhadap deforestasi/reforestasi. Menurut Mutaqin (2008), regresi logistik merupakan suatu metode yang biasa digunakan untuk menganalisi data kategorik. Persamaan regresi logistik ini tidak menghasilkan nilai pada variabel respon, namun menghasilkan peluang kejadian pada variabel respon. Nilai peluang ini yang dipakai sebagai ukuran untuk mengklasifikasikan pengamatan. Rekapitulasi data sosial dan ekonomi responden lebih lengkap terdapat pada Lampiran 1. Peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah Y=0 menunjukkan reforestasi dan Y=1 menunjukkan deforestasi. Peubah-peubah bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. X1 (tanggungan keluarga), yaitu banyaknya orang yang tinggal serumah dengan responden. 2. X2 (pendidikan), yaitu pendidikan terakhir yang dikenyam oleh responden. Ragam pendidikan terakhir responden terdiri dari: tidak sekolah/tidak tamat

39 22 SD (0), setara SD (1), setara SMP (2), setara SMA (3), dan setara S1/Amd (4). 3. X3 (mata pencaharian pokok), yaitu mata pencaharian pokok yang dilakukan sehari-hari oleh responden untuk mendapatkan penghasilan ekonomi. Ragam mata pencaharian pokok responden terdiri dari: petani (1), buruh tani (2), rantau/dagang (3), wiraswasta (4), guru (5), perangkat desa (6), dan buruh bangunan (7). 4. X4 (pendapatan), yaitu pemasukan/penghasilan dalam setahun yang diperoleh responden dari mata pencaharian pokok yang dilakukannya. Total pendapatan tersebut diperoleh dari menambahkan pendapatan mata pencaharian pokok, mata pencaharian sampingan, mata pencaharian istri, kiriman keluarga, dari hasil menggarap tanah (milik, bukan milik, dan Perhutani), dan menyewakan tanah. 5. X5 (kepemilikan lahan), yaitu total luas kepemilikan lahan berupa tanah rumah, sawah dan kebun milik responden. 6. X6 (konsumsi kayu bakar), yaitu mengkonsumsi kayu bakar sebagai bahan bakar memasak (1) atau tidak mengkonsumsi kayu bakar sebagai bahan bakar memasak (0). 7. X7 (pengetahuan mengenai kawasan), yaitu mengetahui kawasan Perhutani KPH Kuningan (1) atau tidak mengetahui kawasan Perhutani KPH Kuningan (0). Terdapat 4 jenis indikator untuk mengukur pengetahuan responden mengenai kawasan, yaitu: pal batas, papan larangan, patroli petugas, dan partisipasi patroli bersama petugas. Jika responden hanya mengetahui 1-2 jenis indikator maka responden dianggap tidak mengetahui kawasan, sedangkan jika responden mengetahui 3-4 jenis indikator maka responden dianggap mengetahui kawasan. 8. X8 (gangguan keamanan hutan), yaitu adanya gangguan keamanan hutan yang terjadi di sekitar hutan pangkuan desa (1) atau tidak adanya gangguan keamanan hutan yang terjadi di sekitar hutan pangkuan desa (0). Terdapat 5 jenis gangguan keamanan hutan yang terjadi, yaitu: pencurian pohon, penggembalaan, kebakaran hutan, perencekkan, dan perusakan batas. Jika hanya terjadi 1-2 jenis gangguan keamanan hutan, maka dianggap tidak terjadi

40 23 adanya gangguan keamanan hutan, sedangkan jika terjadi 3-5 jenis gangguan keamanan hutan, maka dianggap terjadi adanya gangguan keamanan hutan. 9. X9 (pengetahuan mengenai tebangan Perhutani), yaitu mengetahui adanya tebangan Perhutani di sekitar hutan pangkuan desa (1) atau tidak mengetahui adanya tebangan Perhutani di sekitar hutan pangkuan desa (0). 10. X10 (partisipasi dalam kegiatan Perhutani), yaitu ikut berpartisipasi dalam kegiatan Perhutani (1) atau tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan Perhutani (0). Terdapat 6 jenis indikator untuk mengukur partisipasi responden dalam kegiatan Perhutani yaitu pengamanan, persemaian, penanaman, pemeliharaan, penjarangan, dan tebangan. Jika responden hanya mengikuti 1-3 jenis indikator maka responden dianggap tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan Perhutani, sedangkan jika responden mengetahui 4-6 jenis indikator maka responden dianggap ikut berpartisipasi dalam kegiatan Perhutani. Peubah respon (Y) dan peubah-peubah bebas (X) masing-masing responden diolah dalam SPSS 15.0 dengan menggunakan metode regresi logistik biner untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara deforestasi/reforestasi (Y) dan beberapa faktor sosial (X) yang diduga berpengeruh terhadap deforestasi/reforestasi Analisis tabulasi dan deskripsi Data yang didapatkan dari hasil wawancara kepada responden baik data sosial ekonomi maupun kelembagaan, dianalisis dengan membuat persentase serta tabel dan grafik. Selanjutnya, data dideskripsikan dengan menggunakan uraian kata atas dasar pertimbangan-pertimbangan ilmiah dengan melihat kondisi dan permasalahan sosial, ekonomi, dan kelembagaan yang ada di masyarakat sebagai objek penelitian.

41 24 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kabupaten Kuningan Letak dan luas Kabupaten Kuningan berada pada lintang LS sampai dengan LS dan berada pada bujur BT sampai dengan BT. Luas tanah Kabupaten Kuningan tahun 2007 menurut jenis sawah/bukan sawah yaitu seluas ha dengan rincian luas tanah sawah ha dan luas tanah bukan sawah ha (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008). Posisi geografis Kabupaten Kuningan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Majalengka, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008) Kependudukan Penduduk Kabupaten Kuningan terdiri dari KK, jumlah penduduk secara keseluruhan adalah jiwa ( perempuan dan lakilaki) tersebar di 32 kecamatan dan 376 desa dengan kepadatan penduduk secara keseluruhan 986 jiwa/km 2, kecamatan terpadat adalah Kecamatan Kuningan dengan kepadatan penduduk jiwa/km 2 dan Kecamatan Cilebak dengan kepadatan penduduk terendah yaitu 348 jiwa/km 2 (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008) Pendidikan dan kesejahteraan Sarana pendidikan yang tersedia di Kabupaten Kuningan adalah sebagai berikut: 179 buah sekolah setingkat Taman Kanak-kanak (TK); 686 buah sekolah setingkat Sekolah Dasar (SD); 80 buah sekolah setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP); 27 sekolah setingkat Sekolah Menengah Umum (SMU), dan 27 buah sekolah setingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008).

42 25 Ketersediaan tersebut ditunjang lagi dengan sekolah yang berada dibawah pengawasan selain Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan. Dari sisi ketersediaan jumlah tersebut dapat dianggap mencukupi untuk kebutuhan Kabupaten Kuningan, yang menjadi masalah adalah pola penyebaran keberadaan sekolahsekolah tersebut yang kurang merata terutama untuk tingkatan sekolah di atas Sekolah Dasar. Jumlah keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan pada tahun 2007 menunjukkan data keluarga Pra-Sejahtera sebanyak keluarga; keluarga Sejahtera I sebanyak keluarga; keluarga Sejahtera II sebanyak keluarga; keluarga Sejahtera III sebanyak keluarga, dan keluarga Sejahtera III+ sebanyak keluarga (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008) Pertanian Kabupaten Kuningan adalah salah satu kabupaten yang memiliki potensi yang besar dalam hal pertanian. Potensi tersebut ditunjang oleh tingkat kesuburan tanah yang baik, ketersedian air tanah maupun air hujan, iklim yang sesuai dan demografi penduduk yang secara turun-temurun sudah menjadikan pertanian sebagai sandaran pokok penghasilan rumah tangga (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008). Ketersediaan tanaman pangan selain padi dapat dikatakan bahwa Kabupaten Kuningan memiliki produksi tanaman pangan yang memadai dari jenis maupun produktivitasnya. Jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar sebagai bahan makanan pokok yang utama kesemuanya diproduksi di Kabupaten Kuningan (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008). Produksi sayur-sayuran juga banyak tersedia, bawang merah sebagai produksi unggulan holtikultura Kabupaten Kuningan. Bahkan sudah cukup banyak industri hasil pengolahan bawang merah yang pemasarannya mencapai wilayah lainnya di Pulau Jawa (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008). Tanaman perkebunan, peternakan dan unggas serta perikanan merupakan hasil pertanian yang secara keseluruhan banyak dihasilkan di Kabupaten Kuningan (Kabupaten Kuningan dalam Angka 2008).

43 Perum Perhutani KPH Kuningan Sejarah penataan kawasan Wilayah hutan KPH Kuningan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat tanggal 23 Januari 1968 Nomor 26/B.Bp/SK/1968 KPH Ciledug menjadi KPH Kuningan (RPKH KP Jati 2008). Menurut RPKH KP Jati (2008), sejarah kegiatan penataan kawasan hutan di KPH Kuningan adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1976 ditetapkan buku bagan kerja KPH Kuningan jangka waktu 1976 s.d. 1981, berdasarkan perisalahan semidefinitif pada tahun 1975 s.d Luas kawasan hutan KPH Kuningan menurut bagan kerja tersebut tercatat seluas ± ,81 ha yang mencakup dua Kelas Perusahaan (KP) yaitu Kelas Perusahaan Jati seluas ha dan Kelas Perusahaan Pinus seluas ,03 ha dan Hutan Lindung (bukan untuk penghasilan) seluas ,80 ha. 2. Pada tahun 1983 dilaksanakan penataan definitif seluruh kawasan hutan KPH Kuningan. Berdasarkan hasil penataan tersebut diperoleh luas kawasan hutan KPH Kuningan seluas ,29 ha yang kemudian ditetapkan menjadi tiga Kelas Perusahaan (KP) yaitu KP Jati seluas 6.264,43 ha, KP Pinus seluas ,96 ha dan KP Kayu Putih seluas 2.951,90 ha Letak dan luas Secara geografis wilayah KPH Kuningan terletak pada sampai dengan LS serta sampai dengan 96 0 BT. KPH Kuningan memiliki luas kawasan hutan ,15 ha yang terdiri dari Kelas Perusahaan Jati ,61 dan Kelas Perusahaan Pinus ,54 ha (RPKH KP Jati 2008). Wilayah hutan KPH Kuningan secara administratif pemerintahan masuk wilayah daerah Kabupaten Kuningan dan wilayah daerah Kabupaten Cirebon, dengan batas hutan sebelah Utara berbatasan dengan KPH Indramayu; sebelah Selatan berbatasan dengan KPH Ciamis; sebelah Timur berbatasan dengan KPH Balapulang, Unit I Jawa Tengah, dan sebelah Barat berbatasan dengan KPH Majalengka (RPKH KP Jati 2008).

44 Pembagian wilayah Secara umum KPH Kuningan dibagi menjadi dua bagian hutan, yaitu Kelas Perusahaan Jati dan Kelas Perusahaan Pinus. Masing-masing bagian hutan dibagi menjadi petak dan anak petak yang berfungsi sebagai kesatuan pengelolaan dan kesatuan administrasi. Batas antar anak petak dinamakan alur yang ditandai dengan pal alur/hm sedangkan pada bagian luar yang berbatasan dengan tanah milik ditandai dengan pal batas/b. Alur dibuat sedemikian rupa sehingga dapat ditingkatkan fungsinya menjadi jalan angkutan. Selanjutnya petak-petak tersebut dikelompokkan dalam satuan unit kelola berupa Resort Pemangkuan Hutan (RPH) dan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) (RPKH KP Jati 2008). Jumlah RPH yang ada di KPH Kuningan sebanyak 27 RPH dan jumlah BKPH yang ada di KPH Kuningan yaitu sebanyak 5 BKPH. Pembagian wilayah di KPH Kuningan dapat dilihat pada Gambar 4. KPH Kuningan BKPH Garawangi BKPH Luragung BKPH Cibingbin BKPH Ciledug BKPH Waled 1. RPH Subang 2. RPH Ciniru 3. RPH Lebakwangi 4. RPH Haurkuning 5. RPH Pakembangan 6. RPH Cipakem 1. RPH Legokherang 2. RPH Sumberjaya 3. RPH Ciwaru 4. RPH Sukasari 5. RPH Karangkancana 6. RPH Segong 1. RPH Cibeureum 2. RPH Cileuya 3. RPH Cimara 4. RPH Ciangir 5. RPH Cipondok 1. RPH Tonjong 2. RPH Dukuhbadag 3. RPH Bantarpanjang 4. RPH Gunungsari 5. RPH Margamukti 6. RPH Cikeusal 1. RPH Sumurkondang 2. RPH Cihirup 3. RPH Ambit 4. RPH Cipancur Gambar 4 Pembagian wilayah KPH Kuningan Upaya dan rencana pengamanan hutan Upaya pengamanan hutan perlu mendapat perhatian khusus untuk menekan laju penurunan potensi sumberdaya hutan. Upaya keamanan hutan dilakukan dalam mengatasi beberapa gangguan sebagai berikut: 1. Pencurian kayu Penanggulangan dalam mengatasi pencurian kayu yaitu dengan: (a) penugasan tenaga pengaman hutan disesuaikan dengan tingkat kerawanan wilayah, berdasarkan pemetaan tingkat kerawanan hutan tiap RPH, (b)

45 28 pendampingan dengan motif pembinaan dan penguatan kelembagaan Masyarakat Desa Hutan dilakukan secara periodik. 2. Kebakaran Hutan Penanggulangan dalam mengatasi kebakaran hutan yaitu dengan: (a) penugasan tenaga, terutama diarahkan pada petak dan anak petak yang berdasarkan pemetaan tingkat kelimpahan bahan bakar (semak belukar dan serasah) di atas ambang batas aman, (b) pendampingan masyarakat desa hutan dengan motif pembinaan dan penguatan kelembagaan desa hutan yang dilakukan secara periodik, (c) penempatan menara pengawas kebakaran dalam jumlah yang cukup dan representatif. 3. Penggembalaan Penanggulangan dalam mengatasi penggembalaan yaitu dengan: (a) upaya menanggulangi kerusakan hutan akibat penggembalaan ternak perlu dilakukan dengan memasyarakatkan penanaman hijauan makanan ternak di lingkungan masyarakat maupun di dalam kawasan hutan terutama pada tempat-tempat rawan penggembalaan, (b) pengadaan pupuk kandang dengan cara melakukan pembelian langsung pada pemilik ternak sekitar hutan. 4. Bibirikan hutan (penyerobotan/penggunaan lahan hutan) Bibrikan hutan adalah penyerobotan/penggunaan lahan hutan maupun tanah perusahaan tanpa izin. Hal ini kebanyakan dilakukan karena kurangnya lahan garapan yang dimiliki oleh masyarakat. Selain bibrikan, sengketa lahan terjadi sebagai suasana pertentangan antara pihak Perhutani dengan pihak lain yang telah melakukan pelanggaran berupa penggunaan tanah kawasan hutan tanpa ijin yang dikuasai oleh negara secara sah. Bibrikan harus dicegah sedini mungkin dengan upaya patrol rutin terhadap kawasan hutan yang berbatasan dengan tanah milik. Dilakukan pula kegiatan representatif (penegakan hukum) apabila diperlukan. 5. Sengketa Tanah Penanggulangan dalam mengatasi sengketa tanah yaitu dengan: (a) upaya penyelesaian dilakukan melalui upaya pertemuan yang terus menerus antara Perum Perhutani dengan pihak-pihak yang merasa berhak terhadap pengelolaan tanah yang dimaksud, (b) segera disusun program penyelesaian sengketa tanah dengan melibatkan instansi/lembaga lain.

46 Masyarakat sekitar hutan Penyebaran kawasan hutan KPH Kuningan hampir merata dikelilingi desadesa sekitar hutan baik termasuk wilayah administratif Kabupaten Kuningan maupun Kabupaten Cirebon, terdiri dari: 110 desa hutan di Kabupaten Kuningan, dan 8 desa hutan di Kabupaten Cirebon. Karena letak wilayahnya sebagai daerah berbatasan antar Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, tingkat gangguan keamanan sumberdaya hutan tergolong cukup rawan, terutama pada daerah-daerah perbatasan, disamping itu pula peluang usaha cukup luas dan jaringan aksesibilitas daerah pasar produk cukup mendukung (RKL 2007). Dominasi mata pencaharian MDH bergantung pada sektor pertanian dan peternakan, dimana dengan keterbatasan ketersediaan lahan milik penyebarannya sebagian besar sebagai petani hutan. Tingkat pengetahuan dan pendidikan MDH rata-rata masih lemah, hal ini juga dapat dilihat dari penyebaran jumlah sekolah tingkat menengah yang belum menyebar sampai dengan wilayah desa hutan. Hal tersebut mengindikasikan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi kebutuhan masyarakat akan keberadan hutan dan sangat berpengaruh pada jalannya penyelenggaraan pengelolaan SDH KPH Kuningan (RKL 2007). 4.3 Desa Segong Letak dan luas Desa Segong merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Karangkancana. Luas wilayah Desa Segong yaitu ha yang terdiri dari tanah sawah seluas ha; Tanah kering (tegalan dan pemukiman) seluas ha dan tanah lainnya ha (Laporan Kepala Desa Segong 2009). Batas wilayah administratif Desa Segong sebelah Utara berbatasan dengan Desa Karangbaru Kecamatan Ciwaru; sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Linggajaya Kecamatan Ciwaru; sebelah Timur berbatasan dengan Desa Karangkancana Kecamatan Karangkancana, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Linggajaya Kecamatan Ciwaru. Desa Segong terdiri atas 5 dusun (Manis, Pahing, Puhun, Sukaraja, dan Karangmulya), 5 RW, dan 24 RT. Dusun Manis memegang wilayah kerja RW 1,

47 30 RT 1-5. Dusun Pahing memegang wilayah kerja RW 2, RT 6-9. Dusun Puhun memegang wilayah kerja RW 3, RT Dusun Sukaraja memegang wilayah kerja RW 4, RT Dusun Karangmulya memegang wilayah kerja RW 5, RT Kependudukan Data jumlah penduduk Desa Segong pada tahun 2009 sebanyak orang (1.347 orang perempuan dan orang laki-laki), terdiri dari 861 KK. Data jumlah penduduk Desa Segong berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah penduduk Desa Segong berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin No. Jumlah Penduduk Kelompok Umur Jumlah Laki-laki Perempuan (tahun) (orang) (orang) (orang) tahun keatas Total Sumber: Laporan Kepala Desa Segong Tahun 2009 Jenis mata pencaharian penduduk Desa Segong dari 861 KK terdiri atas buruh tani (350 KK); petani (220 KK); pedagang (250 KK); PNS (26 KK); Pensiunan (15 KK). 4.4 Desa Sukarapih Letak dan luas Desa Sukarapih merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibeureum. Luas wilayah Desa Sukarapih yaitu 189,5 ha. Batas wilayah administratif Desa Sukarapih sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sumurwiru;

48 31 sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Capar Kecamatan Salem Kabupaten Jawa Tengah; sebelah Timur berbatasan dengan Desa Ciangir Kecamatan Cibingbin, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cimara. Desa Sukarapih terdiri atas 3 dusun (Sukarapih, Sukaraja, dan Cisampit), 7 RW, dan 36 RT. Dusun Sukarapih memegang wilayah kerja RW 1, 2, dan 6. Dusun Sukaraja memegang wilayah kerja RW 3 dan 4. Dusun Cisampit memegang wilayah kerja RW 5 dan Kependudukan Data jumlah penduduk Desa Sukarapih pada tahun 2009 sebanyak orang (2.379 orang perempuan dan orang laki-laki), terdiri dari KK. Data jumlah penduduk Desa Sukarapih berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4. Jenis mata pencaharian penduduk Desa Sukarapih dari KK terdiri atas buruh tani (499 KK); petani (496 KK); pedagang (165 KK); PNS (52 KK); wiraswasta (27 KK); karyawan swasta (15 KK); TNI/Polri (3 KK). Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Sukarapih berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin No. Jumlah Penduduk Kelompok Umur Jumlah Laki-laki Perempuan (tahun) (orang) (orang) (orang) tahun keatas Total Sumber: Data Desa Sukarapih Tahun 2009

49 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tipe Penutupan Lahan Kabupaten Kuningan Kabupaten Kuningan merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa Barat dan memiliki berbagai macam tipe penutupan lahan. Luas Kabupaten Kuningan yaitu sebesar ,33 ha. Dengan luasan tersebut maka diperlukan suatu teknik yang efektif dan efisien dalam mengidentifikasi tipe penutupan lahan di Kabupaten Kuningan. Pada penelitian ini, teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi tipe penutupan lahan yang terdapat di Kabupaten Kuningan adalah teknik penginderaan jauh dengan sumber data yang berasal dari citra Landsat dengan waktu akuisisi (waktu perolehan) Bulan Maret tahun 2002 (citra Landsat 7 ETM) dan Bulan Maret tahun 2009 (citra Landsat 5 TM) dengan kombinasi band 5, band 4, dan band 3. Teknik ini cukup efektif dan efisien dalam mengidentifikasi penutupan lahan yang ada, mengingat luasan wilayah penelitian yang luas. Berdasarkan survey pendahuluan di wilayah Kabupaten Kuningan, secara umum Kabupaten Kuningan dapat diklasifikasikan kedalam 11 tipe penutupan lahan, yaitu: (1) hutan alam/sekunder, (2) hutan tanaman jati, (3) hutan tanaman pinus, (4) lahan terbangun, (5) sawah, (6) kebun campuran, (7) ladang, (8) rumput dan semak belukar, (9) badan air, (10) lahan terbuka, dan (11) tidak ada data (Tabel 5). Proses klasifikasi Kabupaten Kuningan dilakukan berdasarkan data citra Landsat dan data pendukung dari lapangan. Klasifikasi dilakukan dua tahap, yaitu klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi tak terbimbing dilakukan sebelum cek lapangan (ground truth) dilaksanakan, dan peta hasil klasifikasi tersebut selanjutnya dijadikan pedoman dalam kegiatan cek lapangan. Klasifikasi terbimbing dilakukan setelah kegiatan cek lapangan dengan data pendukung hasil cek lapangan sebagai pedoman klasifikasi. Klasifikasi penutupan lahan Kabupaten Kuningan tersebut dilakukan uji akurasi berdasarkan overall classification accuracy dan overall kappa statistics.

50 33 Dalam penelitian ini, tingkat akurasi dari proses klasifikasi yang dilakukan pada citra Landsat 7 ETM tahun akuisisi 2002 adalah sebesar 90,91% dan 89,62% sedangkan citra Landsat 5 TM untuk tahun akuisisi 2009 adalah sebesar 88,00% dan 86,65%. Apabila nilai akurasi dari klasifikasi yang ada berada di bawah kriteria USGS dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah karena ada pengambilan titik lapangan yang tidak terlalu banyak sehingga kurang mewakili dari area atau kelas-kelas klasifikasi yang dibuat, dan yang kedua adalah karena perbedaan waktu atau jeda antara tanggal akuisisi citra dengan pengambilan data lapangan dengan GPS. Hal ini diakibatkan karena perubahan kondisi penutupan lahan dengan penggunaan lahan yang bersifat dinamis sekali, apalagi yang berada di daerah perkotaan (Waluyo 2009).

51 34 Tabel 5 Tipe penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tipe Penutupan Lahan Hutan alam/sekunder Penjelasan Di lapangan, didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan hutan (heterokultur) yang masih relatif alami dan belum banyak campur tangan manusia, serta memiliki strata tajuk yang relatif rapat. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna hijau gelap sampai dengan agak terang, tekstur agak kasar dan berada pada daerah yang mempunyai topografi cukup berat. Hutan tanaman jati Di lapangan, didominasi oleh satu jenis tanaman jati (monokultur) dan dikelola oleh Perum Perhutani KPH Kuningan untuk tujuan produksi. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna hijau terang sampai dengan agak kecoklatan, tekstur agak kasar dan berada pada daerah yang mempunyai topografi cukup berat. Hutan tanaman pinus Di lapangan, didominasi oleh satu jenis tanaman pinus (monokultur) dan dikelola oleh Perum Perhutani KPH Kuningan untuk tujuan produksi. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna hijau gelap, tekstur halus sampai agak kasar dan berada pada daerah yang mempunyai topografi cukup berat. Gambar Lapang Gambar Citra Landsat 34

52 35 Tipe Penutupan Lahan Lahan terbangun Penjelasan Di lapangan, merupakan daerah yang digunakan secara intensif dan banyak lahan yang tertutup oleh struktur bangunan. Contohnya: perkotaan, pedesaan, jalan raya, pusat perbelanjaan, kompleks industri, dan perdagangan, serta gedung-gedung pemerintah. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna merah dengan tekstur halus sampai agak kasar dan umumnya menyebar berkelompok. Sawah Di lapangan, merupakan seluruh kenampakan aktivitas pertanian lahan basah yang dicirikan oleh pematang. Sawah dibedakan berdasarkan fase rotasi tanam yang terdiri dari fase penggenangan, fase tanaman muda, fase tanaman tua, dan fase bera. Pada citra Landsat kombinasi band 543, sawah fase penggenangan berwarna gelap hitam kebiruan dengan tekstur halus sampai dengan agak kasar dan umumnya ada akses dengan sumber air, sementara itu sawah fase tanaman muda dan tanaman tua berwarna hijau muda kebiruan. Di lapangan, merupakan hasil perkembangan dari kegiatan perladangan, dimana lahan ditanami berbagai jenis kayu dan non-kayu dengan jarak tanam yang tidak teratur. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna hijau agak gelap yang cerah sampai hijau terang, bertekstur halus sampai dengan agak kasar. Kebun campuran Gambar Lapang Gambar Citra Landsat 35

53 36 Tipe Penutupan Lahan Ladang Penjelasan Di lapangan, merupakan kenampakan pertanian lahan kering yang ditanami tanaman semusim. Contohnya ditanami oleh tanaman sayuran dan tanaman hortikultura lainnya. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna keunguan, bebercak kemerahan dan kecoklatan, bertekstur halus sampai dengan agak kasar, dan umumnya berasosiasi dengan semak belukar. Rumput dan semak belukar Di lapangan, didominasi oleh tanaman rumput dan perdu. Tanaman rumput biasanya tumbuh pada lahan yang baru saja dibiarkan oleh penggarapnya. Lahanlahan pertanian dan lahan budidaya lainnya yang tidak lagi dimanfaatkan sebagaimana mestinya dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya akan berubah menjadi rumput dan semak belukar. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna kekuningan bebercak kecoklatan, bertekstur halus. Badan air Di lapangan, merupakan seluruh kenampakan lahan yang didominasi oleh air berupa sungai, danau, dan kolam air tawar lainnya. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna biru tua kehitaman untuk badan air yang dalam dan berwarna biru terang pada badan air yang dangkal. Gambar Lapang Gambar Citra Landsat 36

54 37 Tipe Penutupan Lahan Penjelasan Gambar Lapang Gambar Citra Landsat Lahan terbuka Di lapangan, tipe penutupan lahan ini merupakan lahan yang tidak termanfaatkan. Berupa tanah kosong yang tidak ditumbuhi oleh vegetasi apapun seperti lapangan merah, tanah gundul, areal bekas tebangan, dan tempat-tempat yang direncanakan akan dijadikan lahan pemukiman atau proyek pembangunan. Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna merah muda keabuan dengan tekstur halus sampai agak kasar. Tidak ada data Di lapangan, merupakan seluruh kenampakan awan dan bayangannya, sehingga tidak dimungkinkan untuk mendeteksi tipe penutupan lahan yang ada di bawahnya. Pada citra Landsat kombinasi band 543, awan berwarna putih dengan tekstur halus dan bayangan berwarna hitam. 37

55 Penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun 2002 Data-data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kabupaten Kuningan tahun 2002 dihasilkan dari proses klasifikasi citra Landsat 7 ETM dengan waktu akuisisi (waktu perolehan) Bulan Maret tahun Pada Tabel 6, disajikan data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kabupaten Kuningan tahun 2002 yang dihasilkan dari proses analisis dan interpretasi citra Landsat 7 ETM tahun Pada Gambar 5, diperlihatkan peta penutupan lahan Kabupaten Kuningan tahun Tabel 6 Luas dan persentase penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun 2002 No. Penutupan lahan Luas ha % 1 Hutan alam dan sekunder 4031,91 3,30 2 Hutan tanaman jati 17455,08 14,27 3 Hutan tanaman pinus 8129,88 6,65 4 Lahan terbangun 4133,78 3,38 5 Sawah 8042,04 6,57 6 Kebun campuran 29811,70 24,37 7 Ladang 18248,03 14,92 8 Rumput dan semak belukar 5109,61 4,18 9 Badan air 1687,15 1,38 10 Lahan terbuka 4373,08 3,57 11 Tidak ada data 21318,06 17,43 Jumlah ,33 100,00 Berdasarkan data pada Tabel 6 diatas, dihasilkan tipe penutupan lahan dengan nilai uji akurasi overall classification accuracy sebesar 90,91% dan overall kappa statistics sebesar 89,62%. Dari hasil tabel di atas, maka dapat diperingkatkan tipe penutupan lahan pada tahun 2002 mulai dari yang memiliki luasan tertinggi sampai yang memiliki luasan terkecil. Secara berurut, peringkat tipe penutupan lahan pada tahun 2002 yaitu kebun campuran, tidak ada data, ladang, hutan tanaman jati, hutan tanaman pinus, sawah, rumput dan semak belukar, lahan terbuka, lahan terbangun, hutan alam dan sekunder, dan badan air. Tipe penutupan lahan Kabupaten Kuningan yang memiliki wilayah paling luas pada tahun 2002 adalah kebun campuran. Kebun campuran memiliki luas wilayah mencapai 29811,70 ha, yang menempati 24,37% dari luas wilayah Kabupaten Kuningan. Secara umum, kebun campuran tersebar merata di seluruh

56 39 kecamatan di Kabupaten Kuningan. Kebun campuran yang mengelompok terdapat di Kecamatan Jalaksana, Kadugede, Cibingbin, Kecamatan Kuningan, dan selebihnya di kecamatan lain tersebar secara acak. Kebun campuran di Kabupaten Kuningan terdiri dari berbagai jenis tanaman berkayu baik berbuah ataupun tidak yang dikelola oleh masyarakat setempat ataupun oleh pihak lain. Badan air yang terdiri dari waduk, sungai, dan jenis kolam air tawar lainnya merupakan tipe penutupan lahan di Kabupaten Kuningan yang memiliki luas wilayah terkecil, yaitu seluas 1687,15 ha atau menempati 1,38% dari luas keseluruhan Kabupaten Kuningan. Badan Air yang terdapat di Kabupaten Kuningan yaitu berupa waduk, sungai, dan jenis kolam air tawar. Waduk yang terdapat di Kabupaten Kuningan yaitu Waduk Darma yang terletak di Kecamatan Darma. Hutan tanaman jati yang terdapat di Kabupaten Kuningan dikelola oleh pihak Perum Perhutani KPH Kuningan. Secara ekologi, keberadaan hutan tanaman jati ini terletak pada daerah yang bersuhu panas dan tanah cadas. Seperti hutan tanaman jati, hutan tanaman pinus juga dikelola oleh pihak Perum Perhutani KPH Kuningan. Di Kabupaten Kuningan, hutan tanaman pinus terletak di daerah yang bertopografi cukup berat di sekitar pegunungan. Beda halnya dengan hutan produksi yang dikelola oleh Perhutani, hutan alam dan sekunder sebagian besar wilayahnya dikelola oleh Taman Nasional Gunung Ciremai. Tipe penutupan lahan hutan alam dan sekunder terletak di daerah yang bertopografi curam (pegunungan). Sawah merupakan tipe penutupan lahan untuk komoditas padi. Keperluan untuk pertumbuhan padi yang terutama adalah tersedianya air. Sawah yang terdapat di Kabupaten Kuningan terdiri dari sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Tipe penutupan lahan berupa ladang merupakan salah satu lahan pertanian yang ada di Kabupaten Kuningan. Ladang merupakan lahan pertanian kering yang digunakan masyarakat untuk budidaya komoditas tanaman pertanian semusim selain padi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Lahan terbuka merupakan tipe penutupan lahan berupa tanah kosong yang tidak ditumbuhi vegetasi apapun. Lahan terbuka dapat berupa tanah kosong yang sengaja dibiarkan pemiliknya tanpa ditanami atau dapat juga berupa lahan bekas

57 40 tebangan hutan tanaman jati/pinus yang sengaja dibiarkan oleh pihak Perum Perhutani KPH Kuningan untuk memulihkan kesuburan tanahnya. Lahan terbangun cenderung memiliki pola penyebaran yang mengelompok. Kecamatan Kuningan memiliki lahan terbangun yang kelompoknya paling besar. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Kuningan merupakan pusat kota (pemerintahan, perdagangan, pemukiman, dan pendidikan) dari Kabupaten Kuningan.

58 41 41 Gambar 5 Peta penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun 2002.

59 Penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun 2009 Data-data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kabupaten Kuningan tahun 2009 dihasilkan dari proses klasifikasi citra Landsat 5 TM dengan waktu akuisisi (waktu perolehan) Bulan Maret tahun Pada Tabel 7, disajikan data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan Kabupaten Kuningan tahun 2009 yang dihasilkan dari proses analisis dan interpretasi citra Landsat 5 TM tahun Pada Gambar 6, diperlihatkan peta penutupan lahan Kabupaten Kuningan tahun Tabel 7 Luas dan persentase penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun 2009 No. Penutupan lahan Luas ha % 1 Hutan alam dan sekunder 8220,15 6,72 2 Hutan tanaman jati 17664,66 14,44 3 Hutan tanaman pinus 5121,72 4,19 4 Lahan terbangun 8417,52 6,88 5 Sawah 10317,33 8,43 6 Kebun campuran 19551,15 15,98 7 Ladang 17313,75 14,15 8 Rumput dan semak belukar 7229,25 5,91 9 Badan air 1612,71 1,32 10 Lahan terbuka 5573,07 4,56 11 Tidak ada data 21319,02 17,43 Jumlah ,33 100,00 Berdasarkan data pada Tabel 7 diatas, dihasilkan tipe penutupan lahan dengan nilai uji akurasi overall classification accuracy sebesar 88,00% dan overall kappa statistics sebesar 86,65%. Dari hasil tabel di atas, maka dapat diperingkatkan tipe penutupan lahan pada tahun 2009 mulai dari yang memiliki luasan tertinggi sampai yang memiliki luasan terkecil. Secara berurut, peringkat tipe penutupan lahan pada tahun 2002 yaitu tidak ada data, kebun campuran, hutan tanaman jati, ladang, sawah, lahan terbangun, hutan alam dan sekunder, rumput dan semak belukar, lahan terbuka, hutan tanaman pinus, dan badan air. Tipe penutupan lahan berupa tidak ada data tidak bisa teridentifikasi, maka tipe penutupan lahan dengan wilayah terluas yang dapat teridentifikasi yaitu kebun campuran. Kebun campuran memiliki luas wilayah terbesar yaitu seluas 19551,15 ha atau menempati 15,98% dari luas keseluruhan Kabupaten Kuningan.

60 43 Kecamatan yang memiliki luas kebun campuran luas yaitu di Kecamatan Kuningan, Kecamatan Kadugede, Garawangi, Jalaksana, Cilimus, Ciawigebang, dan Pasawahan. Badan air pada tahun 2009 memiliki luas penutupan lahan terkecil (sama seperti pada penutupan lahan tahun 2002). Tipe penutupan lahan berupa badan air pada tahun 2009, memiliki luas wilayah yaitu seluas 1612,71 ha atau menempati 1,32% dari luas keseluruhan Kabupaten Kuningan. Badan Air yang terdapat di Kabupaten Kuningan yaitu berupa waduk, sungai, dan jenis kolam air tawar. Waduk yang terdapat di Kabupaten Kuningan yaitu Waduk Darma yang terletak di Kecamatan Darma. Untuk tipe penutupan lahan berupa awan dan bayangan awan dikategorikan sebagai tidak ada data. Awan merupakan penutupan lahan yang disebabkan oleh kondisi cuaca pada saat pengambilan data citra. Awan juga dipengaruhi oleh iklim lokal pada wilayah yang akan mempengaruhi hasil citra yang diambil (Waluyo 2009). Dalam pengerjaan analisis spasial untuk mencari penutupan lahan ini, telah disamakan luas wilayah awan dan bayangan awan (tidak ada data) yang menutupi masing-masing tahun akuisisi dengan proses Focal Majority. Sehingga penutupan awan dan bayangannya baik pada tahun 2002 maupun tahun 2009 memiliki luas wilayah yang sama.

61 44 44 Gambar 6 Peta penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun 2009.

62 Perubahan Penutupan Lahan Kabupaten Kuningan Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit Landsat tahun 2002 dan 2009, Kabupaten Kuningan mengalami perubahan penutupan lahan pada hampir semua tipe penutupan lahan. Dalam kurun waktu dari tahun telah terjadi peningkatan dan penurunan luas wilayah penutupan lahan yang terdapat di Kabupaten Kuningan. Perubahan lahan yang terjadi di Kabupaten Kuningan tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Perubahan penutupan lahan Kabupaten Kuningan Tahun No. Penutupan lahan Perubahan ha % ha % ha % 1 Hutan alam dan 4031,91 3, ,15 6, ,24 3,42 sekunder 2 Hutan tanaman jati 17455,08 14, ,66 14,44 209,58 0,17 3 Hutan tanaman pinus 8129,88 6, ,72 4, ,16-2,46 4 Lahan terbangun 4133,78 3, ,52 6, ,74 3,50 5 Sawah 8042,04 6, ,33 8, ,29 1,86 6 Kebun campuran 29811,70 24, ,15 15, ,55-8,39 7 Ladang 18248,03 14, ,75 14,15-934,28-0,76 8 Rumput dan semak 5109,61 4, ,25 5, ,64 1,73 belukar 9 Badan air 1687,15 1, ,71 1,32-74,44-0,06 10 Lahan terbuka 4373,08 3, ,07 4, ,99 0,98 11 Tidak ada data 21318,06 17, ,02 17,43 0,96 0,00 TOTAL ,33 100, ,33 100, Keterangan : (+) luas wilayah meningkat, (-) luas wilayah menurun Terdapat tujuh jenis tipe penutupan lahan yang mengalami penambahan luas wilayah. Ketujuh jenis tipe penutupan lahan tersebut yaitu hutan alam/sekunder, hutan tanaman jati, lahan terbangun, sawah, rumput dan semak belukar, lahan terbuka, dan tidak ada data. Tipe penutupan lahan yang paling banyak mengalami penambahan penutupan luas wilayah yaitu lahan terbangun. Lahan terbangun mengalami penambahan luas wilayah sebesar 4283,74 ha atau jika dipersentasekan sebesar 3,50% dari yang asalnya pada tahun 2002 memiliki luas wilayah sebesar 4133,78 ha dan pada tahun 2009 menjadi 8417,52 ha. Menurut Yatap (2008), semakin tinggi luas pemukiman, maka persentase luas hutan akan semakin rendah. Penambahan luas lahan terbangun ini kemungkinan terjadi adanya konversi lahan dari yang semula tipe penutupan lahan ladang dan kebun campuran menjadi

63 46 tipe penutupan lahan terbangun. Menurut Wijaya (2005), peningkatan luas wilayah pemukiman kemungkinan terjadi karena adanya konversi lahan terutama pada lahan-lahan pertanian, kebun campuran dan rumput yang menjadi lahan pemukiman. Begitu pula menurut Waluyo (2009), peningkatan luas wilayah area terbangun kemungkinan terjadi karena adanya konversi lahan terutama pada lahan-lahan pertanian (sawah dan ladang), vegetasi jarang, lahan terbuka, dan vegetasi rapat yang menjadi lahan pemukiman. Terdapat empat jenis tipe penutupan lahan yang mengalami penurunan luas wilayah. Keempat jenis tipe penutupan lahan tersebut yaitu hutan tanaman pinus, kebun campuran, ladang, dan badan air. Tipe penutupan lahan yang paling banyak mengalami penurunan luas wilayah yaitu kebun campuran. Kebun campuran mengalami penurunan luas wilayah sebesar 10260,55 ha atau jika dipersentasekan sebesar 8,39% dari yang asalnya pada tahun 2002 memiliki luas wilayah sebesar 29811,70 ha dan pada tahun 2009 menjadi 19551,15 ha. Penurunan luas kebun campuran ini kemungkinan terjadi akibat adanya konversi lahan dari yang semula kebun campuran ke tipe penutupan lahan lainnya (lahan terbangun, rumput dan semak belukar). Kelompok kebun campuran pada tahun 2002 tersebar hampir di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kuningan, tetapi pada tahun 2009 hanya terlihat di bagian tengah Kabupaten Kuningan saja. 5.3 Deforestasi Kabupaten Kuningan Kuningan Tahun Sunderlin dan Resosudarmo (1997) menyatakan bahwa dalam studi-studi terdahulu cenderung menekankan deforestasi dengan mengesampingkan degradasi. Kecenderungan ini mengabaikan kenyataan bahwa degradasi (dimana industri perkayuan memegang peranan penting) seiring merintis jalan ke arah deforestasi (didefinisikan sebagai hilangnya tutupan hutan secara permanen) oleh pelaku-pelaku lain. Selanjutnya, Sunderlin dan Resosudarmo (1997) mendefinisikan bahwa deforestasi terdiri dari deforestasi kotor dan deforestasi neto. Deforestasi kotor (gross deforestation) yang dihitung sebagai jumlah seluruh areal transisi dari kategori-kategori hutan alam (utuh dan terpotong-potong) ke semua kategori-

64 47 kategori lain. Sedangkan deforestasi neto dihitung sebagai luas areal deforestasi kotor dikurangi seluruh areal transisi dari semua ketegori-kategori hutan alam. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat tahun 2002 dan 2009 diketahui bahwa dalam kurun waktu telah terjadi deforestasi di wilayah Kabupaten Kuningan sebagai akibat adanya konversi penutupan lahan hutan alam/sekunder, hutan tanaman jati, dan hutan tanaman pinus menjadi berbagai penutupan/penggunaan lahan lain untuk tujuan tertentu. Deforestasi juga terjadi akibat adanya tebangan jati, pinus, ataupun pohon rimba lainnya yang direncanakan oleh Perhutani KPH Kuningan di wilayah pengelolaannya. Pada Tabel 9 disajikan data mengenai perubahan penutupan lahan hutan total (hutan alam dan sekunder, hutan tanaman jati, dan hutan tanaman pinus) yang tetap hutan dan berubah menjadi deforestasi selama kurun waktu Gambar 7, diperlihatkan peta deforestasi Kabupaten Kuningan tahun Tabel 9 Deforestasi Kabupaten Kuningan Tahun No. Hutan Luas (ha) 1 Hutan ,26 2 Deforestasi ,93 Deforestasi hampir terjadi pada semua wilayah di Kabupaten kuningan. Perubahan penutupan lahan hutan menjadi bukan hutan ini tersebar secara acak pada kecamatan-kecamatan di Kabupaten Kuningan. Secara visual dari Gambar 7, hutan hilang yang terlihat mengelompok terjadi di kaki Gunung Ciremai yang termasuk kedalam Kecamatan Cigugur, Jalaksana, dan Darma.

65 48 Gambar 7 Peta deforestasi Kabupaten Kuningan Tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 9 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan data atribut berupa data sosial masyarakat dilakukan di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak Banten (Gambar

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama sebelas bulan yaitu sejak Februari 2009 hingga Januari 2010, sedangkan tempat penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

PEMETAAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

PEMETAAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG PEMETAAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI SEPTIAN HARDI PUTRA 061201011 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012 PEMETAAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 SKRIPSI Oleh: Chandra Pangihutan Simamora 111201111 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan praktek model agroforestri yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi, akhir-akhir ini menjadi perhatian khusus. Banyak kawasan hutan yang beralih fungsi

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN PESISIR KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SKRIPSI Oleh: HARIANTO 061201029 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 PEMETAAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA)

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) SRI WAHYUNI WERO G 621 08 264 Skripsi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (LAND COVER CHANGES IN WAY KAMBAS NATIONAL PARK)

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (LAND COVER CHANGES IN WAY KAMBAS NATIONAL PARK) PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS (LAND COVER CHANGES IN WAY KAMBAS NATIONAL PARK) Danang Arif Maullana dan Arief Darmawan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof.

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU

PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU PENENTUAN TINGKAT KEKRITISAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM DI SUB DAS AEK RAISAN DAN SUB DAS SIPANSIHAPORAS DAS BATANG TORU SKRIPSI OLEH: BASA ERIKA LIMBONG 061201013/ MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUARA SEH SURANTA TARIGAN / MANAJEMEN HUTAN. Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI. Oleh : MUARA SEH SURANTA TARIGAN / MANAJEMEN HUTAN. Universitas Sumatera Utara 1 PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) (Studi Kasus di Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara) SKRIPSI Oleh : MUARA SEH SURANTA TARIGAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk membuat model kesesuaian habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) dilakukan di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perubahan Penutupan Lahan Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami perubahan kondisi pada waktu yang berbeda disebabkan oleh manusia (Lillesand dkk,

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan vegetasi yang beraneka ragam dan melimpah di seluruh wilayah Indonesia. Setiap saat perubahan lahan vegetasi seperti hutan, pertanian, perkebunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent BAGIAN 1-3 Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent 54 Belajar dari Bungo Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi PENDAHULUAN Kabupaten Bungo mencakup

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kabupaten Kuningan Letak dan luas Kependudukan Pendidikan dan kesejahteraan

BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kabupaten Kuningan Letak dan luas Kependudukan Pendidikan dan kesejahteraan 24 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Kabupaten Kuningan 4.1.1 Letak dan luas Kabupaten Kuningan berada pada lintang 06 0 45 LS sampai dengan 07 0 13 LS dan berada pada bujur 108 0 23 BT sampai dengan 108 0 47 BT.

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN HUTAN RAYA GUNUNG TUMPA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN HUTAN RAYA GUNUNG TUMPA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI TAMAN HUTAN RAYA GUNUNG TUMPA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALYSIS OF LAND COVER CONVERSION IN MOUNT TUMPA FOREST PARK USING GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN YANG SESUAI UNTUK PROGRAM KONSERVASI DAS TAMIANG, PROVINSI ACEH.

IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN YANG SESUAI UNTUK PROGRAM KONSERVASI DAS TAMIANG, PROVINSI ACEH. IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN YANG SESUAI UNTUK PROGRAM KONSERVASI DAS TAMIANG, PROVINSI ACEH Hasil Penelitian Oleh: Inge Oktrafina 051201008 / Manajemen Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2013-2016 (Analysis Of Land Cover Changes At The Nature Tourism Park Of Sungai Liku In Sambas Regency

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Mahasiswa : Cherie Bhekti Pribadi (3509100060) Dosen Pembimbing : Dr. Ing. Ir. Teguh Hariyanto, MSc Udiana Wahyu D, ST. MT Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MAYA SARI HASIBUAN 071201044 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU Disusun oleh : 1. Muhammad Hitori (105040200111056) 2. Astrid Prajamukti Saputra (105040201111075)

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Kontribusi PHBM terhadap Perubahan Luas Hutan di KPH Ngawi, Jawa Timur Contributions of PHBM towards Forest Area Changes in Forest Management Unit of Ngawi, East Java Mardiana Wachyuni a, Lilik Budi Prasetyo

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) SKRIPSI Oleh : Agustiono Haryadi K Sitohang 051201013/Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2010 sampai Februari 2011 yang berlokasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Kabupaten

Lebih terperinci