PENGARUH WARNA TESTA DAN PERLAKUAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH SERTA PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KACANG BAMBARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH WARNA TESTA DAN PERLAKUAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH SERTA PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KACANG BAMBARA"

Transkripsi

1 PENGARUH WARNA TESTA DAN PERLAKUAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH SERTA PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KACANG BAMBARA (Vigna subterranea (L.) Verdc.) WIDYA KUSUMAWATI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Widya Kusumawati NIM A

4 ABSTRAK WIDYA KUSUMAWATI. Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.). Dibimbing oleh SATRIYAS ILYAS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh warna testa (kulit benih) dan perlakuan invigorasi terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan vegetatif tanaman kacang bambara. Penelitian terdiri atas dua percobaan yang dilakukan di laboratorium dan kebun percobaan di Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret hingga Juni Kedua percobaan terdiri atas dua faktor perlakuan: warna testa dan perlakuan invigorasi. Terdapat empat taraf warna testa: hitam, ungu, coklat tua, dan coklat muda. Perlakuan invigorasi terdiri atas kontrol, matriconditioning plus Rhizobium sp., matriconditioning plus fungisida, matriconditioning plus fungisida and Rhizobium sp.. Matriconditioning dilakukan dengan perbandingan komposisi antara benih, media (arang sekam lolos saringan 0.5 mm), dan air adalah 5:3:3 (g) pada suhu 25 o C selama 3 hari. Hasil percobaan di laboratorium menunjukkan perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp., matriconditioning plus fungisida, matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Hasil percobaan di lapangan menunjukkan perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. atau matriconditioning plus Rhizobium sp. pada benih dengan warna testa hitam meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Kata kunci: matriconditioning, mutu benih, perlakuan benih, Rhizobium sp. ABSTRACT WIDYA KUSUMAWATI. Effect of Testa Color and Invigoration on Seed Viability and Vigor, and Vegetative Plant Growth of Bambara Groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdc.). Supervised by SATRIYAS ILYAS. The objectives of the research were to evaluate the effects of testa (seed coat) color and invigoration applied to bambara groundnut seeds on seed viability and vigor, and vegetative plant growth. Two consecutive experiments were conducted in the laboratory and the field at Bogor Agricultural University from March to June In both experiments, two factors were tested: testa color and invigoration. There were four color of testa: black, purple, dark brown, and light brown. Seed invigoration consisted of untreated, matriconditioning plus Rhizobium sp., matriconditioning plus fungicide, matriconditioning plus fungicide and Rhizobium sp.. Matriconditioning was conducted using ratio of seeds to carrier (burned rice hull passed through 0.5 mm) to water of 5:3:3 (g) at 25 o C for 3 d. Result of the laboratory experiment showed that matriconditioning plus Rhizobium sp., matriconditioning plus fungicide, matriconditioning plus fungicide and Rhizobium sp. improved seed viabiliy and vigor. Result of the field experiment showed that matriconditioning plus fungicide and Rhizobium sp. or matriconditioning plus Rhizobium sp. applied on the seeds with black testa improved vegetative plant growth. Keywords: matriconditioning, Rhizobium sp., seed treatment, seed quality

5 PENGARUH WARNA TESTA DAN PERLAKUAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH SERTA PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KACANG BAMBARA (Vigna subterranea (L.) Verdc.) WIDYA KUSUMAWATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

6

7 Judul Skripsi : Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) Nama : Widya Kusumawati NIM : A Disetujui oleh Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen Tanggal Lulus:

8

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah invigorasi benih, dengan judul Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih serta Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Satriyas Ilyas MS selaku dosen pembimbing skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nana, Bapak Rahmat, Kak Enen, dan Kak Sophia yang telah memberikan saran selama penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih sedalam-dalamnya bagi semua pihak yang telah mendukung dan memberi semangat selama menyelesaikan karya tulis ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014 Widya Kusumawati

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) 2 Warna Testa 3 Matriconditioning 4 METODE PENELITIAN 6 Tempat dan Waktu 6 Bahan dan Alat 6 Rancangan Percobaan 6 Pelaksanaan Percobaan 8 Pengamatan 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Percobaan I 10 Percobaan II 14 KESIMPULAN DAN SARAN 21 Kesimpulan 21 Saran 21 DAFTAR PUSTAKA 21 LAMPIRAN 24 RIWAYAT HIDUP 31

11 DAFTAR TABEL 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan invigorasi (I) dan warna testa (T) terhadap tolok ukur viabilitas dan vigor benih kacang bambara 11 2 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap daya berkecambah (%) 11 3 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap bobot kering kecambah normal (g) 12 4 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) 12 5 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap laju pertubuhan kecambah (%) 13 6 Data iklim bulan Maret hingga April 2014 untuk daerah Darmaga, Bogor 14 7 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap tinggi tanaman pada 9 MST 17 8 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 3 MST 18 9 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 7 MST Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 9 MST Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah cabang primer pada 6 MST Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap diameter tajuk pada 7 MST 20 DAFTAR GAMBAR 1 Warna testa kacang bambara: a. hitam, b. ungu, c. coklat tua, d. coklat muda 7 2 Kecambah normal kacang bambara pada hari ke Gejala penyakit di pertanaman: a. sclerotia di tanah (kiri), b. cendawan Fusarium spp. di batang (tengah), c. cendawan Fusarium spp. di akar (kanan) 15 4 Organisme pengganggu tanaman: a. ulat penggulung daun (kiri), b. aphid (kanan) 16 5 Gejala tanaman yang terinfeksi virus: a. mosaik pada daun, b. tanaman kerdil 16 6 Pertanaman kacang bambara pada 9 MST 17 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data iklim harian bulan Maret 2014 di daerah Darmaga, Bogor 24 2 Data iklim harian bulan April 2014 di daerah Darmaga, Bogor 25 3 Data iklim harian bulan Mei 2014 di daerah Darmaga, Bogor 26

12 4 Data iklim harian bulan Juni 2014 di daerah Darmaga, Bogor 27 5 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap daya berkecambah (%) 28 6 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap bobot kering kecambah normal (g) 28 7 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) 28 8 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap laju pertumbuhan kecambah (%) 28 9 Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap tinggi tanaman pada 9 MST Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 3 MST Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 7 MST Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 9 MST Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah cabang primer pada 6 MST Sidik ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap diameter tajuk pada 7 MST 30

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang bambara atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai bambara groundnut merupakan tanaman yang berasal dari bagian utara Nigeria dan Kamerun. Tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah tropis Afrika tetapi juga tersebar di Amerika, Australia, Asia Tengah, Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Orang Indonesia menyebut tanaman ini sebagai kacang bogor (van der Maesen 1992). Kacang bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) memiliki potensi untuk dijadikan sumber pangan alternatif di Indonesia karena kandungan gizinya yang cukup tinggi. Menurut van der Maesen (1992) per 100 g benih kacang bambara mengandung: protein 18 g, lemak 6 g, karbohidrat 62 g, serat 5 g, dan abu 3 g. Kacang bambara merupakan tanaman yang dapat dibudidayakan di lahan kering dan miskin hara walaupun produktivitasnya masih rendah. Mukakalisa et al. (2013b) melaporkan bahwa tanaman kacang bambara yang ditanam pada musim kering dan panas di Namibia memberikan hasil yang lebih tinggi ( sampai kg/ha) dibanding musim hujan ( sampai kg/ha). Menurut Swanevelder (1998) produktivitas tanaman kacang bambara yang ditanam pada kondisi optimum mampu mencapai 4 ton/ha. Kemampuan adaptasi yang baik menjadikan tanaman ini banyak dibudidayakan oleh petani di dunia. Warna testa kacang bambara sangat beragam yaitu putih, krem, kuning, merah, ungu, coklat, dan hitam. Warna testa merupakan salah satu ciri kultivar yang berpengaruh terhadap sifat agronomik dan hasil tanaman (Linneman dan Azam-Ali 1993). Kacang bambara yang telah dipilah dan dimurnikan dengan warna testa hitam memberikan hasil tertinggi dan pertumbuhan tanaman terbaik dibanding kacang bambara dengan warna testa coklat (Damayanti 1991). Hingga saat ini benih yang digunakan petani di Indonesia masih dalam populasi campuran dan tidak seragam. Ketidakseragaman benih baik ukuran dan warna testa yang berkaitan dengan mutu benih akan memengaruhi hasil tanaman. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman adalah dengan menggunakan benih yang bermutu. Pengadaan benih bermutu dilakukan mulai dari tahap produksi, pemanenan, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi. Penyimpanan benih dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan mutu benih selama mungkin. Menurut Justice dan Bass (2002) semakin lama benih disimpan semakin bertambah tua sel-sel dalam benih sehingga permeabilitas membran sel menurun. Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mengganggu pertumbuhan awal benih. Perlakuan benih sebelum tanam merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih dengan memperbaiki perkecambahan benih. Menurut Khan et al. (1990) banyak cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki perkecambahan benih yaitu presoaking, matriconditioning, wetting and drying, humidifying, osmoconditioning, aerasi oksigen, dan pregermination. Perlakuan benih yang terbukti efektif dan paling mudah dilakukan adalah matriconditioning. Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan media lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk memperbaiki pertumbuhan bibit. Perlakuan benih dengan matriconditioning yang diintegrasikan

14 2 dengan Rhizobium sp. dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasil kacang bambara (jumlah polong per tanaman dan bobot basah polong per petak) dibanding perlakuan invigorasi lainnya dan kontrol (Ilyas dan Sopian 2013). Pada penelitian ini perlakuan matriconditioning diintegrasikan dengan fungisida dan Rhizobium sp. untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan serangan cendawan di lapangan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi pada benih kacang bambara yang berbeda warna testa menggunakan matriconditioning yang diintegrasikan dengan fungisida dan Rhizobium sp. terhadap viabilitas dan vigor benih serta pertumbuhan vegetative tanaman kacang bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.). Hipotesis Penelitian 1. Benih dengan warna testa hitam (T1) memberikan pengaruh terbaik dibandingkan warna testa ungu (T2), coklat tua (T3), dan coklat muda (T4). 2. Perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) memberikan pengaruh terbaik dibandingkan perlakuan kontrol (I0), matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1), dan matriconditioning plus fungisida (I2). 3. Perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) pada benih dengan warna testa hitam (T1) memberikan pengaruh terbaik dibandingkan perlakuan invigorasi lainnya pada warna testa ungu (T2), coklat tua (T3), dan coklat muda (T4). TINJAUAN PUSTAKA Kacang Bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) Kacang bambara atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai bambara groundnut merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis Afrika. Budidaya tanaman ini mirip dengan kacang tanah (Arachis hypogaea). Pada banyak sistem pertanian tradisional tanaman ini ditumpangsarikan dengan tanaman serealia dan umbi-umbian. Kacang bambara dilaporkan telah menyebar ke India, Sri lanka, Indonesia, Filiphina, Malaysia, Selandia Baru, Amerika Selatan, dan sebagian Brazil (Goli 1997). Walaupun merupakan tanaman yang memiliki nutrisi cukup tinggi dan dibudidayakan hampir di seluruh wilayah Afrika, kacang bambara termasuk salah satu jenis kacang-kacangan minor. Belum banyak penelitian ilmiah yang mengungkap potensi tanaman ini. Kacang bambara menjadi kurang diperhatikan karena perluasan produksi kacang tanah di sejumlah wilayah Afrika. Meskipun demikian kacang bambara merupakan tanaman yang populer

15 dibudidayakan karena ketahanannya terhadap kekeringan dan kemampuannya untuk berproduksi pada lahan yang miskin hara (Swanevelder 1998). Tanaman kacang bambara termasuk dalam famili Leguminoceae, subfamili Papilionaceae dan telah ditemukan sejak abad ke-17. Pada tahun 1763, Linnaeus mendeskripsikan tanaman ini ke dalam spesies Plantarum dan menamakannya Glycine subterranea. Kemudian pada tahun 1806, Du Petit-Thouars menemukan tanaman ini di Madagaskar dan menamakannya Voandzeia subterranea (L.) Thouars. yang berasal dari bahasa Malagasi voanjo yang artinya biji yang dapat dimakan. Bertahun-tahun kemudian dilakukan penelitian yang menemukan banyak kemiripan kacang bambara dengan tanaman dari genus Vigna. Penelitian ini dilakukan oleh Verdcourt pada tahun 1980, sehingga nama botani kacang bambara diganti menjadi Vigna subterranea (L.) Verdc. (Goli 1997). Kacang bambara merupakan tanaman herba tahunan dengan tinggi mencapai 30 cm, bercabang banyak, batang yang berdaun lateral yang berada di atas permukaan tanah (Linneman dan Azam-Ali, 1993). Daun trifoliat dengan panjang ± 5 cm, petiol dengan panjang sampai 15 cm, tanaman tampak merumpun dengan daun yang bertangkai panjang, bunga bertipe kupu-kupu yang muncul dari ketiak daun dengan tangkai bunga yang berbulu. Seperti kacang tanah, setelah mengalami penyerbukan bunga akan membentuk ginofor yang akan masuk ke dalam permukaan tanah dan membentuk polong (Swanevelder 1998). NAS (1979) melaporkan bahwa tanaman kacang bambara toleran terhadap curah hujan tinggi kecuali pada fase pematangan polong. Selain itu dilaporkan pula tanaman akan tumbuh lebih subur pada keadaan tanah yang bertekstur ringan berpasir atau lempung berpasir karena dapat mempermudah ginofor menembus tanah. Menurut Linnemann dan Azam-Ali (1993) tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 1600 m di atas permukaan laut (dpl) dengan rata-rata curah hujan musiman mm dan untuk hasil yang optimum dibutuhkan rata-rata curah hujan tahunan mm dengan suhu rata-rata o C. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah lempung berpasir dengan ph 5.0 sampai 6.5 dan cukup toleran untuk tumbuh pada tanah yang miskin hara. Budidaya tanaman ini mirip dengan metode yang biasa digunakan untuk produksi kacang tanah. Tanaman ini dapat dipanen setelah berumur 3-6 bulan setelah tanam tergantung kondisi iklim dan tipe kultivar yang digunakan. Pengaruh waktu panen tanaman ini terhadap hasil tidak seperti kacang tanah, kacang bambara dapat dipanen pada awal atau setelah matang tanpa kehilangan hasil yang signifikan. Tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman rotasi karena memiliki kontribusi terhadap peningkatan nitrogen di dalam tanah yang dapat digunakan untuk tanaman selanjutnya (NAS 1979). 3 Warna Testa Kacang bambara juga membentuk polong dan benih pada atau di bawah permukaan tanah seperti tanaman kacang tanah. Polong dari tanaman ini berdiameter ± 1.5 cm berbentuk bulat atau agak oval dan biasanya mengandung hanya 1 atau kadang 2 benih dalam satu polong. Polong yang belum matang berwarna hijau kekuningan sedangkan polong yang telah matang berwarna hijau kekuningan lebih gelap hingga ungu. Setelah fertilisasi tangkai bunga (flower

16 4 stem) memanjang dan sepal membesar dan membentuk polong di dalam atau di permukaan tanah. Variasi warna polong dipengaruhi oleh tingkat kematangan, polong dapat berwarna kuning hingga hitam, dan ungu. Benih kacang bambara berbetuk bulat, halus, dan sangat keras setelah dikeringkan. Warna benih ini bervariasi diantaranya krem, coklat, merah, bertutul dengan atau tanpa hilum berwarna (Swanevelder 1998). Petani membedakan lot benih kacang bambara berdasarkan penampilan benihnya. Warna benih kacang bambara sangat bervariasi diantaranya putih, hitam, merah, coklat, krem dengan warna mata (hilum) yang berbeda. Warna kulit benih (testa) bisa seragam atau membentuk pola bergaris, bertotol, dan tidak beraturan. Warna testa merupakan salah satu ciri kultivar yang berpengaruh terhadap sifat agronomik dan hasil tanaman (Linnemann dan Azam-Ali 1993). Menurut Hamid (2009) warna testa ungu mendominasi warna testa kacang bambara. Pemilahan warna testa kacang bambara tidak berpengaruh terhadap bobot basah brangkasan, jumlah polong per tanaman, bobot basah dan bobot kering saat pemanenan. Pada penelitian Mukakalisa et al. (2013a) dijelaskan sebanyak 13 galur lokal yang dikumpulkan dari petani yang kemudian dianalisis secara genetik menggunakan PCR dan RAPD sebagai penanda molekulernya menunjukkan dari 13 galur lokal yang dianalisis dengan 5 primer memberikan hasil yang sangat mirip. Kemiripan ini menunjukkan terjadinya perkawinan antar galur atau ada kemungkinan satu galur memiliki lebih dari satu nama yang berbeda. Damayanti (1991) melaporkan bahwa kacang bambara yang telah dipilah warna benihnya dan dimurnikan dengan warna testa hitam memberikan pertumbuhan tanaman dan hasil terbaik yaitu sebesar g polong basah/tanaman. Hasil ini berbeda nyata dengan benih yang berwarna coklat yang telah dimurnikan yang memberikan pertumbuhan tanaman dan hasil terendah yaitu sebesar g polong basah/tanaman. Matriconditioning Salah satu kendala penggunaan benih bermutu saat ini adalah rendahnya mutu benih. Pada umumnya benih yang ditanam telah disimpan selama beberapa lama sehingga mutu benih tersebut menurun. Kemunduran benih adalah proses mundurnya mutu fisiologis benih yang menyebabkan perubahan yang menyeluruh dalam benih baik fisik, fisiologis maupun biokimia yang berakibat menurunnya viabilitas benih (Copeland dan McDonald 2001). Kemunduran benih merupakan peristiwa alami pada benih yang tidak dapat dicegah atau dihentikan. Indikasi kemunduran benih dapat diketahui secara fisik maupun biokimia. Secara fisik benih yang telah mundur mengalami perubahan warna dan penampakannya umumnya menjadi lebih kusam dan keriput dari keadaan awal. Secara biokima benih mengalami perubahan struktur protein, berkurangnya cadangan makanan, terbentuknya asam lemak, adanya kerusakan membran dan meningkatnya aktivitas respirasi. Kerusakan membran sel akibat kemunduran akan mengganggu pertumbuhan awal benih (Justice dan Bass 2002). Perlakuan benih sebelum tanam merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih dengan memperbaiki perkecambahan

17 benih. Menurut Khan et al. (1990) banyak cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki perkecambahan benih yaitu presoaking, matriconditioning, wetting and drying, humidifying, osmoconditioning, aerasi oksigen, dan pregermination. Perlakuan benih yang terbukti efektif dan paling mudah dilakukan adalah matriconditioning. Matriconditioning berbeda dengan osmoconditioning atau priming. Matriconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan media lembab yang didominasi oleh kekuatan matriks untuk memperbaiki pertumbuhan bibit. Media yang digunakan untuk matriconditioning harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. memiliki potensial matriks yang rendah, 2. Tidak larut dalam air dan dapat utuh selama matriconditioning, 3. kapasitas daya pegang air yang cukup tinggi, 4. memiliki permukaan yang cukup luas, 5. Merupakan bahan inert yang tidak beracun terhadap benih, dan 6. mampu menempel pada permukaan benih. Bahan-bahan yang berkarakteristik seperti itu diantaranya adalah kalsium silikat, Micro-Cel E, dan Zonolit (vermikulit) (Khan et al. 1990). Matriconditioning terbukti berhasil memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan sayur-sayuran. Matriconditioning mampu menurunkan waktu perkecambahan dan meningkatkan daya perkecambahan benih serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Khan et al. 1990). Perlakuan matriconditioning menggunakan abu gosok atau serbuk gergaji tanpa GA3 dengan perbandingan benih, media, air (9:6:10.5) selama 17 jam dan (9:5:13) selama 12 jam dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai pada semua periode simpan (0, 8, 16, dan 24 minggu) (Hartini 1997). Perlakuan peningkatan mutu seperti matriconditioning dapat diintegrasikan dengan hormon untuk meningkatkan perkecambahan. Selain itu, bisa pula dengan pestisida, biopestisida, dan mikroba yang menguntungkan untuk melawan penyakit benih dan bibit selama awal penanamaan, atau memperbaiki status hara, pertumbuhan, dan hasil tanaman (Ilyas 2012). Perlakuan matriconditioning menggunakan arang sekam plus inokulan B. japonicum dan A. lipoferum selama 12 jam pada suhu kamar terbukti dapat meningkatkan mutu benih dan pertumbuhan tanaman kedelai. Sifat efektif tersebut ditandai dengan nilai daya hantar listrik yang rendah dan daya berkecambah, kecepatan tumbuh relatif, indeks vigor, jumlah nodul, bobot kering akar, dan bobot kering tajuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan invigorasi benih lainnya (Ningsih 2003). Perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dan matriconditioning plus Rhizobium sp. terbukti efektif meningkatkan viabilitas (daya berkecambah dan bobot kering normal) dan vigor (kecepatan tumbuh dan indeks vigor) benih kacang bambara dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan invigorasi lainnya. Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. juga meningkatkan tinggi tanaman dan hasil kacang bambara (jumlah polong per tanaman dan bobot basah polong per petak) dibandingkan dengan perlakuan invigorasi lainnya dan kontrol (Ilyas dan Sopian 2013). 5

18 6 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Dramaga. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai bulan Maret hingga Juni Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih kacang bambara (Vigna subterranea (L.) Verdc.) yang terdiri atas empat warna testa yaitu hitam, ungu, coklat tua, dan coklat muda (Gambar 1). Benih yang digunakan didapat dari pertanaman petani Desa Pamulihan, Kecamatan Situraja, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Benih dipanen pada bulan Mei 2013 saat berumur 120 HST. Kadar air benih sebelum digunakan adalah 11.3% dengan daya berkecambah sebesar 72.8%, indeks vigor 0%, dan kecepatan tumbuh 9.04 %/etmal. Arang sekam (lolos saringan 0.5 mm) digunakan sebagai media padat lembab untuk matriconditioning. Inokulan Rhizobium sp. yang digunakan berupa campuran inokulan Rhizobium sp. dan tanah gambut yang diperoleh dari BB Biogen, Bogor. Fungisida yang digunakan memiliki bahan aktif benomil 50% dengan merek dagang Benlox 50 WP. Pasir digunakan sebagai substrat perkecambahan untuk pengujian benih. Alat yang digunakan adalah timbangan digital, oven, desikator, dan alat tulis. Rancangan Percobaan Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan I adalah pengujian di laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bambara. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah perlakuan invigorasi yang terdiri atas empat perlakuan yaitu kontrol (I0), matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1), matriconditioning plus fungisida (I2), dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3). Faktor kedua adalah warna testa yang terdiri atas empat taraf yaitu hitam (T1), ungu (T2), coklat tua (T3), dan coklat muda (T4) (Gambar 1). Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan, masing-masing 25 benih per ulangan. Jumlah benih yang dibutuhkan untuk percobaan I adalah 1200 butir atau 1.6 kg. Model matematika yang digunakan dalam penelitian adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yij : pengaruh perlakuan invigorasi ke-i, warna testa ke-j, ulangan ke-k μ : nilai rataan umum αi : pengaruh perlakuan invigorasi ke-i

19 βj : pengaruh warna testa ke-j (αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan invigorasi ke-i dan warna testa ke-j εijk : pengaruh galat percobaan Percobaan II adalah pengujian di lapangan yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kacang bambara. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Jenis perlakuan sama seperti yang digunakan pada percobaan I. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Model matematika yang digunakan dalam penelitian adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + Rk + εijk Keterangan : Yij : pengaruh perlakuan invigorasi ke-i, warna testa ke-j, ulangan ke-k μ : nilai rataan umum αi : pengaruh perlakuan invigorasi ke-i βj : pengaruh warna testa ke-j Rk : pengaruh kelompok ke-k (αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan invigorasi ke-i dan warna testa ke-j εijk : pengaruh galat percobaan Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA. Pengaruh yang nyata pada taraf 5%, dianalisis lanjut menggunakan uji nilai tengah dengan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT). 7 a b c d Gambar 1 Warna testa kacang bambara: a. hitam, b. ungu, c. coklat tua, d. coklat muda

20 8 Pelaksanaan Percobaan Percobaan I: Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bambara Benih yang berbeda warna testa diberi perlakuan invigorasi. Perbandingan komposisi antara benih, arang sekam sebagai media, dan air adalah 5:3:3 (g) untuk perlakuan matriconditioning (I1, I2, dan I3) yang merupakan hasil perbandingan antara benih dengan arang sekam dan air yang paling optimum untuk matriconditioning pada suhu 25 o C (Ilyas dan Sopian 2013). Benih yang diperlukan sesuai kebutuhan di laboratorium dan di lapangan yaitu 130 g ( 100 benih) sehingga dibutuhkan arang sekam sebanyak 78 g dan air 78 ml. Matriconditioning dilakukan dengan cara melembabkan arang sekam dengan air di dalam wadah transparan bervolume 1 l, kemudian benih dimasukkan dan diaduk sampai semua permukaan benih tertutup arang sekam. Dalam proses matriconditioning oksigen harus tersedia, oleh karena itu hanya 1/3 sampai 1/2 dari volume wadah yang diisi benih dan media. Kemudian wadah disimpan di ruang AC dengan suhu rata-rata 25 o C selama 3 hari. Selama perlakuan berlangsung dilakukan pengadukan sekali setiap hari selama satu menit (Ilyas dan Sopian 2013). Pada perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1) inokulan Rhizobium sp. diaplikasikan pada saat perlakuan matriconditioning dengan cara menambahkan 0.78 g inokulan ke dalam 78 ml air yang akan dicampurkan dengan 78 g arang sekam dan 130 g benih. Pada perlakuan matriconditioning plus fungisida (I2) fungisida benomil diaplikasikan pada saat perlakuan matriconditioning dengan cara menambahkan benomil 0.05% ke dalam 78 ml air yang akan dicampurkan dengan 78 g arang sekam 130 g benih. Pada perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) fungisida benomil diaplikasikan pada saat matriconditioning dengan cara menambahkan benomil 0.05% ke dalam 78 ml air yang telah dicampur dengan 0.78 g inokulan yang akan dicampur dengan 78 g arang sekam dan 130 g benih (Fitriesa et al. 2014). Benih yang telah diberi perlakuan kemudian ditanam dalam boks mika ukuran 25 cm x 20 cm menggunakan media tanam pasir. Setiap perlakuan diulang tiga kali, masing-masing 25 benih per ulangan. Pengamatan terdiri atas daya berkecambah (%), kecepatan tumbuh (%/etmal), indeks vigor (%), bobot kering kecambah normal (g), laju pertumbuhan kecambah (%). Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada hari ke-5 sebagai hitungan I dan hari ke-10 sebagai hitungan II dari jumlah benih yang ditanam (ISTA 2010). Percobaan II: Pengaruh Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara Benih yang telah diberi perlakuan invigorasi kemudian ditanam di lapangan. Luas lahan yang digunakan adalah 570 m 2 dengan luas per petakan 4 m x 2 m sebanyak 48 petak percobaan. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 60 cm. Lubang tanam ditugal dan ditanam satu benih per lubang. Populasi tanaman tiap petak terdapat 24 tanaman. Pupuk kandang diberikan satu minggu sebelum penanaman dengan dosis 10 ton/ha. Pada awal tanam dilakukan pemupukan dengan dosis 100 kg Urea/ha, 100 kg SP-36/ha, dan 75 kg KCl/ha. Pupuk diberikan pada lubang di samping setiap lubang tanaman. Kegiatan

21 pemeliharaan meliputi: penyulaman, penyiangan, pencabutan tanaman yang sakit, dan pembumbunan. Penyulaman dilakukan hingga 3 minggu setelah tanam (MST), penyiangan dan pembumbunan dilakukan bersamaan, pembumbunan dilakukan di atas permukaan tanah seluas diameter tajuk tanaman setinggi 2 cm pada saat 30% tanaman berbunga (7 MST). Pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman dilakukan pada 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 MST terhadap tinggi tanaman, jumlah daun trifoliat, dan jumlah cabang primer, dan diameter tajuk dari 5 tanaman contoh per petak. 9 Pengamatan Percobaan I Pengamatan dilakukan terhadap beberapa tolok ukur: 1. Daya berkecambah (%) Daya berkecambah merupakan persentase perbandingan jumlah kecambah normal pada hari ke-5 sebagai hitungan I dan hari ke-10 sebagai hitungan II terhadap jumlah benih yang ditanam (ISTA 2010). Daya berkecambah dihitung dengan rumus berikut: Daya berkecambah= Keterangan: KN I : kecambah normal hitungan I KN II : kecambah normal hitungan II KN I+ KN II benih yang ditanam x 100% 2. Kecepatan tumbuh (%/etmal) Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh setiap hari dalam tolok ukur persentase kecambah normal per hari (Sadjad et al. 1999). Kecepatan tumbuh maksimum diperoleh dari asumsi bahwa saat hitungan pertama kecambah normal mencapai 100%. Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus berikut: Keterangan: t : waktu pengamatan N : % KN setiap waktu pengamatan tn : waktu akhir pengamatan tn Kecepatan tumbuh= N t 3. Bobot kering kecambah normal (g) Kecambah normal pada hari ke-10 dibersihkan dari bagian biji yang masih menempel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 o C selama 24 jam. Kecambah yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang bobot akhirnya dengan timbangan digital. 4. Indeks Vigor (%) Indeks vigor dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (first count) pada uji daya berkecambah (Copeland dan McDonald 2001). 0

22 10 Indeks vigor dihitung dengan rumus berikut: KN hitungan I IV= benih yang ditanam x 100% 5. Laju Pertumbuhan Kecambah (%) Laju pertumbuhan kecambah dihitung dengan cara membagi bobot kering kecambah normal normal yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 80 o C selama 24 jam dengan jumlah kecambah (Copeland dan McDonald 2001). BKKN (g) LPK= KN x 100% Percobaan II Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah: 1. Tinggi Tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang (menempelnya kotiledon) di permukaan tanah hingga permukaan tanaman tertinggi. Pengamatan dilakukan mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak. 2. Jumlah Daun Trifoliat Jumalah daun dihitung dengan cara menghitung jumlah daun trifoliat mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak. 3. Jumlah Cabang Primer Jumlah cabang dihitung dengan cara menghitung jumlah cabang primer mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak. 4. Diameter Tajuk Diameter tajuk dihitung dengan cara mengukur diameter tajuk tanaman mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bambara Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bambara dengan tolok ukur daya berkecambah, bobot kering kecambah normal, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur indeks vigor (Tabel 1). Perbedaan warna testa (T1, T2, T3, dan T4) tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bambara. Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam, tidak terdapat interaksi antara perlakuan invigorasi dan warna testa pada semua tolok ukur pengamatan.

23 11 Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan invigorasi (I) dan warna testa (T) terhadap tolok ukur viabilitas dan vigor benih kacang bambara Tolok ukur Perlakuan I T IxT Daya berkecambah (DB) * tn tn Bobot kering kecambah normal (BKKN) * tn tn Indeks vigor (IV) tn tn tn Kecepatan tumbuh (KCT) * tn tn Laju pertumbuhan kecambah (LPK) * tn tn Keterangan: * : berpengaruh nyata pada taraf 5% tn : tidak berpengaruh nyata IxT : interaksi antara perlakuan invigorasi dan warna testa. Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp (I1), matriconditioning plus fungisida (I2) dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) menunjukkan persentase daya berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (I0). Perlakuain I1 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan invigorasi lainnya. Perlakuan I2 menunjukkan persentase daya berkecambah tertinggi sebesar 91.7% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I3 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan penambahan fungisida pada perlakuan invigorasi dapat meningkatkan daya berkecambah benih. Persentase benih mati akibat infeksi cendawan pada perlakuan I0 dan I1 adalah 15% dan 14%, sedangkan pada perlakuan I2 dan I3 hanya 9% dan 10%. Tabel 2 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap daya berkecambah (%) Perlakuan invigorasi x Hitam (T1) Warna testa Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Rata-rata Kontrol (I0) b Matric + Rhizobium sp. (I1) ab Matric + fungisida (I2) a Matric + fungisida dan a Rhizobium sp. (I3) Rata-rata Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning. Pada tolok ukur bobot kering kecambah normal, perlakuan matriconditioning plus fungisida (I2) menghasilkan nilai tertinggi sebesar 16 g dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I3. Nilai-nilai tersebut berbeda nyata dibandingkan I0. Perlakuan I1, I2 dan I3 meningkatkan bobot kering kecambah normal secara nyata dibandingkan I0 (Tabel 3). Kecambah normal kacang bambara pada hari ke-10 dapat dilihat pada Gambar 2. Tinggi kecambah normal perlakuan I1, I2, dan I3 adalah cm, sedangkan I0 adalah 5-7 cm.

24 12 Tabel 3 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap bobot kering kecambah normal (g) Perlakuan invigorasi x Hitam (T1) Warna testa Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Rata-rata Kontrol (I0) c Matric + Rhizobium sp. (I1) b Matric + fungisida (I2) a Matric + fungisida dan ab Rhizobium sp. (I3) Rata-rata Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning. I0T1 I2T1 I3T1 Gambar 2 Kecambah normal kacang bambara pada hari ke-10 Semua perlakuan invigorasi (I1, I2, dan I3) pada tolok ukur kecepatan tumbuh menghasilkan nilai yang lebih tinggi secara nyata dibanding I0. Perlakuan I3 menghasilkan kecepatan tumbuh tertinggi sebesar 11.7 %/etmal dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I1 dan I2 (Tabel 4). Tabel 4 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) Perlakuan invigorasi x Hitam (T1) Warna testa Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Rata-rata Kontrol (I0) b Matric + Rhizobium sp. (I1) a Matric + fungisida (I2) a Matric + fungisida dan a Rhizobium sp. (I3) Rata-rata Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning.

25 13 Perlakuan I1, I2, dan I3 meningkatkan laju pertumbuhan kecambah secara nyata dibandingkan dengan I0. Perlakuan I3 menghasilkan nilai laju pertumbuhan kecambah tertinggi sebesar 70.7% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I1 dan I2 (Tabel 5). Tabel 5 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap laju pertumbuhan kecambah (%) Perlakuan invigorasi x Hitam (T1) Warna testa Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Rata-rata Kontrol (I0) b Matric + Rhizobium sp. (I1) a Matric + fungisida (I2) a Matric + fungisida dan a Rhizobium sp. (I3) Rata-rata Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning. Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp (I1), matriconditioning plus fungisida (I2) dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) pada percobaan ini menunjukkan nilai daya berkecambah, bobot kering kecambah normal, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (I0). Hal ini menunjukkan perlakuan matriconditioning dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kacang bambara. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ilyas dan Sopian (2013) yang menyatakan bahwa perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dan matriconditioning plus Rhizobium sp. pada benih dengan tingkat masak 122 dan 125 hari setelah tanam terbukti efektif meningkatkan viabilitas (daya berkecambah dan bobot kering normal) dan vigor (kecepatan tumbuh dan indeks vigor) benih kacang bambara dibandingkan kontrol dan perlakuan invigorasi lainnya. Perlakuan benih sebelum tanam merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih dengan memperbaiki perkecambahan benih. Salah satu perlakuan invigorasi benih yang telah terbukti efektif pada berbagai jenis benih adalah matriconditioning. Matriconditioning terbukti berhasil memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan sayur-sayuran (Khan et al. 1990).

26 14 Percobaan II Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara Kondisi Umum Lahan yang digunakan untuk pertanaman merupakan bekas lahan kacang tanah yang telah dibera selama 2 bulan. Secara umum kondisi pertanaman kacang bambara cukup baik. Benih mulai berkecambah di lapangan pada 2 MST. Pada fase awal pertumbuhan jumlah curah hujan daerah Darmaga cukup tinggi yaitu sebesar 501 mm/bulan pada Maret 2014 dengan jumlah hari hujan sebanyak 18 hari dan suhu rata-rata 25.6 o C (Tabel 6). Jumlah curah hujan tertinggi selama musim tanam terjadi pada bulan April 2014 yaitu sebesar mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 25 hari dan suhu rata-rata sebesar 26.2 o C. Jumlah curah hujan mulai menurun pada bulan Mei 2014 yaitu sebesar mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 25 hari dan suhu rata-rata 26.2 o C. Tabel 6 Data iklim bulan Maret hingga April 2014 untuk daerah Darmaga, Bogor Bulan Suhu rata-rata Curah hujan Kelembaban udara ( o C) (mm/bulan) (%) Maret April Mei Juni Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Gejala penyakit yang disebabkan cendawan mulai tampak pada saat tanaman berumur 5 MST yaitu pada bulan Mei Kondisi pertanaman cukup lembab karena tingginya curah hujan sejak bulan April Gejala tanaman yang terinfeksi daunnya menjadi layu kemudian mengering dan akhirnya tanaman mati. Tanda penyakit baru dapat diamati pada saat tanaman berumur 6 MST yaitu munculnya sclerotia yang berwarna putih dan coklat pada daerah di dekat perakaran tanaman. Selain itu terdapat pula miselium cendawan Fusarium spp. yang berwarna putih di daerah batang tanaman dan apabila dicabut tampak bagian batang dan akar di dalam tanah tertutupi oleh cendawan berwarna putih. Identifikasi penyakit yang dilakukan berdasarkan gejala dan tanda penyakit yang ditunjukkan diduga tanaman kacang bambara terserang oleh cendawan Sclerotium spp. dan Fusarium spp. (Gambar 3).

27 15 a b c Gambar 3 Gejala penyakit di pertanaman: a. sclerotia di tanah (kiri), b. cendawan Fusarium spp. di batang (tengah), c. cendawan Fusarium spp. di akar (kanan) Menurut Swanevelder (1998) jumlah curah hujan yang ideal untuk tanaman kacang bambara adalah mm/musim tanam dengan distribusi hujan yang merata dan suhu rata-rata harian o C. Jumlah curah hujan yang terlalu banyak dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman seperti bunga gagal membentuk polong dan meningkatnya intensitas penyakit di lapangan. NAS (1997) melaporkan beberapa penyakit yang dapat menyerang tanaman kacang bambara adalah layu fusarium, bercak daun, nematoda akar, dan virus. Infeksi OPT semakin parah pada daerah yang curah hujannya tinggi. Secara umum, kondisi lingkungan yang lembab dan suhu tinggi dapat meningkatkan kejadian penyakit di lapangan (Agarwal dan Sinclair 1997). Kelembaban dalam bentuk percikan air hujan dan air yang mengalir memainkan peranan penting dalam distribusi dan penyebaran berbagai jenis patogen pada tanaman yang sama atau dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain. Kelembaban ini berperan dalam penyebaran dan tingkat intensitas serangan penyakit yang meningkatkan sukulensi tanaman inang dan selanjutnya meningkatkan kerentanan tanaman terhadap patogen tertentu (Agrios 1996). Gejala serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang disebabkan ulat penggulung daun (Lamprosema indicata) dan kutu daun atau aphid (Aphididae) tampak pada saat tanaman berumur 4 MST (Gambar 4). Ulat penggulung daun yang menyerang tanaman kacang-kacangan memiliki tubuh berwarna hijau dengan garis-garis kuning sampai putih buram. Serangan ulat penggulung daun menyebabkan daun menggulung, ulat berada di dalam daun dan memakan daun dari dalam kemudian meninggalkan lubang-lubang bekas gigitan. Lubang bekas gigitan tersebut meluas dan akhirnya hanya tersisa urat daunnya saja (Deptan 2013). Aphid merupakan salah satu vektor yang berperan dalam penularan penyakit yang disebabkan virus. Pada tanaman kacang-kacangan, jenis virus yang ditularkan adalah cowpea aphid-borne mosaic dan soybean mosaic virus. Infeksi disebabkan virus yang ditularkan melalui aphid dapat menyebabkan kehilangan hasil pertanian hingga 35% (Sastry 2013). Tanaman yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik pada daun dan pertumbuhan tanaman kerdil dibandingkan tanaman sehat (Gambar 5). Diduga aphid yang ditemukan bukan merupakan jenis hama penting pada tanaman kacang bambara karena populasi aphid hanya terdapat pada petakan yang bersebelahan dengan pertanaman cabai.

28 16 a b Gambar 4 Organisme pengganggu tanaman: a. ulat penggulung daun (kiri), b. aphid (kanan) a b Gambar 5 Gejala tanaman yang terinfeksi virus: a. mosaik pada daun, b. tanaman kerdil Pengendalian OPT mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST atau awal terlihat gejala dengan penyemprotan insektisida dan fungisida secara bergilir setiap minggu hingga gejala serangan tidak terlihat lagi. Insektisida yang digunakan adalah Confidor 5 WP, bahan aktif imidakloprid 5% dengan dosis 400 g/ha. Fungisida yang digunakan adalah Dithane M-45, bahan aktif mankozeb 80% dengan dosis 2 kg/ha. Pada saat 7 MST populasi ulat penggulung daun dan aphid tidak ditemukan lagi. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Peubah pertumbuhan vegetatif tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah daun trifoliat, jumlah cabang primer, dan diameter tajuk yang diamati pada 5 tanaman contoh. Pengamatan dimulai saat tanaman berumur 3 MST sampai 9 MST. Pengamatan berakhir saat tanaman telah memasuki fase generatif. Interaksi perlakuan invigorasi dan warna testa berpengaruh pada peubah tinggi tanaman pada 9 MST dan jumlah daun trifoliat (3, 7, dan 9 MST) (Tabel 7, 8, 9, dan 10). Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1), matriconditioning plus fungisida (I2), dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) pada benih dengan warna testa hitam (T1) menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding kontrol (I0), sedangkan perlakuan invigorasi pada T2, T3, dan T4 tidak berbeda nyata dibanding kontrol. Perlakuan I3 pada T1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi pada 9 MST sebesar 25.5 cm (Tabel 7). Pertanaman kacang bambara pada benih dengan warna testa hitam dapat dilihat pada Gambar 6.

29 Tabel 7 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap tinggi tanaman (cm) pada 9 MST Warna testa Perlakuan invigorasi x Hitam Coklat tua Coklat Ungu (T2) (T1) (T3) muda (T4) Kontrol (I0) 22.1 Ba 23.9 Aa 22.6 ABa 22.1 ABa Matric + Rhizobium sp. (I1) 24 Aa 23.1 Aa 22.8 ABa 23.7 Aa Matric + fungisida (I2) 24 Aa 23.3 Aab 21.5 Bb 23.4 ABab Matric + fungisida dan 25.5 Aa 23.8 Aab 23.4 Abc 21.7 Bc Rhizobium sp. (I3) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning. 17 I0T1 I1T1 I2T1 I3T1 Gambar 6 Pertanaman kacang bambara pada 9 MST Perlakuan I1 pada T1, T3, dan T4 juga perlakuan I2 dan I3 pada T3 dan T4 meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 3 MST secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan invigorasi pada T2 tidak berbeda nyata dibanding kontrol (Tabel 8).

30 18 Tabel 8 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 3 MST Warna testa Perlakuan invigorasi x Hitam Coklat tua Coklat Ungu (T2) (T1) (T3) muda (T4) Kontrol (I0) 7.1 Bab 7.3 Aa 6.3 Bb 6.4 Bb Matric + Rhizobium sp. (I1) 7.9 Aa 7.3 Aa 7.2 Aa 7.9 Aa Matric + fungisida (I2) 7.5 ABa 7.3 Aa 7.9 Aa 7.3 Aa Matric + fungisida dan 7.9 ABa 7 Ab 7.5 Aab 7.4 Aab Rhizobium sp. (I3) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning. Perlakuan I1 pada T1 dan T4 juga perlakuan I3 pada T1 meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 7 MST secara nyata dibanding kontrol. Perlakuan invigorasi pada benih T2 dan T3 tidak berbeda nyata dibanding kontrol (Tabel 9). Tabel 9 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 7 MST Warna testa Perlakuan invigorasi x Hitam Coklat tua Coklat Ungu (T2) (T1) (T3) muda (T4) Kontrol (I0) 36.7 Ba 38.7 Aa 38.8 Aa 35.2 Ba Matric + Rhizobium sp. (I1) 44.8 Aa 36.3 Ab 42.4 Aab Aa Matric + fungisida (I2) 38 ABa 40.8 Aa 39 Aa Ba Matric + fungisida dan 45.7 Aa 40.8 Aa 41.6 Aa 40.8 ABa Rhizobium sp. (I3) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning. Perlakuan I1 pada T1 dan T4 juga perlakuan I3 pada T1 meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 9 MST secara nyata dibanding kontrol. Pada benih T2 dan T3 perlakuan invigorasi tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 10).

31 19 Tabel 10 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 9 MST Warna testa Perlakuan invigorasi x Hitam Coklat Coklat Ungu (T2) (T1) tua (T3) muda (T4) Kontrol (I0) 39.4 Cab 47.7 ABa 46.9 Aa 38.6 Bb Matric + Rhizobium sp. (I1) 52.3 Aa 44.9 Ba 49.9 Aa 52.6 Aa Matric + fungisida (I2) 40.7 BCa 41.9 Ba 42.7 Aa 39.1 Ba Matric + fungisida dan 48.1 ABab 54 Aa 47.5 Aab 43.7 Bb Rhizobium sp. (I3) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning. Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1) dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi tanaman dan jumlah daun trifoliat). Hal ini menunjukkan pengaruh inokulan Rhizobium sp. pada perlakuan invigorasi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ilyas dan Sopian (2013) yang menyatakan bahwa perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning yang diintegrasikan dengan Rhizobium sp. meningkatkan tinggi tanaman dan hasil (jumlah polong per tanaman dan bobot basah polong per petak) dibanding perlakuan invigorasi lain dan kontrol. Perlakuan invigorasi pada benih dengan warna testa hitam (T1) meningkatkan pertumbuhan tanaman secara nyata dibanding kontrol, sedangkan perlakuan invigorasi pada benih dengan warna testa ungu (T2) tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan I2 dan I3 meningkatkan jumlah cabang primer pada 6 MST secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan I1 tidak berbeda nyata dibanding kontrol maupun perlakuan invigorasi lainnya. Perbedaan warna testa tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang primer pada 6 MST (Tabel 11). Tabel 11 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah cabang primer pada 6 MST Perlakuan invigorasi x Hitam (T1) Warna testa Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Rata-rata Kontrol (I0) b Matric + Rhizobium sp. (I1) ab Matric + fungisida (I2) a Matric + fungisida dan a Rhizobium sp. (I3) Rata-rata Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning.

32 20 Perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) menghasilkan diameter tajuk terbesar pada 7 MST dan berbeda nyata dengan kontrol (I0) walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1) dan matriconditioning plus fungisida (I2). Benih dengan warna testa ungu (T2) menunjukkan nilai tertinggi dan berbeda nyata dibanding coklat muda (T4) walaupun tidak berbeda nyata dengan hitam (T1) dan coklat tua (T3). Benih T4 menghasilkan diameter tajuk terkecil pada 7 MST (Tabel 12). Tabel 12 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap diameter tajuk (cm) pada 7 MST Perlakuan invigorasi x Hitam (T1) Warna testa Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Rata-rata Kontrol (I0) b Matric + Rhizobium sp. (I1) a Matric + fungisida (I2) ab Matric + fungisida dan a Rhizobium sp. (I3) Rata-rata 51.6 a 52.2 a 50.1 ab 49.2 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. x Matric = matriconditioning. Semua perlakuan invigorasi (I1, I2, dan I3) memberikan nilai rata-rata lebih tinggi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dibandingkan tanpa perlakuan (I0). Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1), matriconditioning plus fungisida (I2), dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) yang diberikan mampu mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ilyas et al. (2003) yang menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning menggunakan bubuk arang sekam plus inokulan B. japonicum dan A. lipoferum dan benomil 0.05% selama 13 jam lebih dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan penambatan N pada kedelai dibandingkan dengan perlakuan matriconditioning plus benomil tanpa inokulan atau kontrol tanpa N, meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan matriconditioning plus inokulan dan benomil 0.05% selama 2 jam. Ningsih (2003) juga melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning menggunakan arang sekam plus inokulan B. japonicum dan A. lipoferum selama 12 jam pada suhu kamar terbukti dapat meningkatkan mutu benih dan pertumbuhan tanaman kedelai. Benih dengan warna testa hitam (T1) dan ungu (T2) meningkatkan diameter tajuk tanaman pada 7 MST secara nyata dibanding coklat muda (T4) (Tabel 12). Hal ini mendukung hasil penelitian Damayanti (1991) tentang pemilahan warna kulit benih kacang bambara yang menyatakan bahwa kacang bambara yang telah dipilah warna benihnya dan dimurnikan memberikan hasil yang lebih seragam. Benih dengan warna kulit benih hitam yang telah dimurnikan memberikan hasil terbaik yaitu sebesar g polong basah/tanaman dan pertumbuhan tanaman tertinggi. Hasil ini berbeda nyata dengan benih yang berwarna coklat yang telah

33 dimurnikan yang memberikan hasil terendah yaitu sebesar g polong basah/tanaman dan pertumbuhan tanaman terendah. KESIMPULAN DAN SARAN 21 Kesimpulan Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp., matriconditioning plus fungisida, dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. terbukti efektif meningkatkan viabilitas (bobot kering kecambah normal) dan vigor (kecepatan tumbuh dan laju pertumbuhan kecambah) benih kacang bambara dibandingkan kontrol. Daya berkecambah meningkat dengan perlakuan matriconditioning plus fungisida atau matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. Perlakuan matriconditioning plus fungisida, dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. meningkatkan jumlah cabang primer pada 6 MST dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. meningkatkan diameter tajuk pada 7 MST dibandingkan kontrol. Benih kacang bambara dengan warna testa hitam dan ungu menunjukkan diameter tajuk tanaman pada 7 MST lebih besar dibanding benih dengan warna testa coklat muda. Semua perlakuan invigorasi pada benih dengan warna testa hitam meningkatkan tinggi tanaman pada 9 MST dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. pada benih dengan warna testa hitam meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 3 MST dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp., dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. pada benih dengan warna testa hitam meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 7 dan 9 MST dibanding kontrol. Perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. atau matriconditioning plus Rhizobium sp. pada benih dengan warna testa hitam meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Saran Perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi perbedaan antara genotipe kacang bambara yang berbeda warna testa. Penelitian bisa berupa pengembangan karakterisasi menggunakan marka DNA. Penelitian lain yang perlu dilakukan tentang penyakit terbawa benih pada kacang bambara dan pengembangan perlakuan benih yang tepat. DAFTAR PUSTAKA Agarwal VK, Sinclair JB Priniples of Seed Pathology. Edisi kedua. Florida: CRC Press Inc. Agrios GN Ilmu Penyakit Tumbuhan. Busnia M, Martoredjo T, penerjemah. Yogyakarta(ID): UGM Press. Terjemahan dari: Plant Pathology.

34 22 Copeland LO, McDonald MB Principles of Seed Science and Technology. 4th ed. New York(USA): Chapman and Hall. 467 p. Damayanti A Pengaruh pemilahan warna benih terhadap hasil dan komponen hasil kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. 54 hlm. Deptan Lebih dekat dengan hama penggulung daun Lamprosema indicata [internet]. [diunduh 2014 Juli 11]. Tersedia pada: Fitriesa S, Ilyas S, Qadir A Perlakuan invigorasi benih untuk meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen, pertumbuhan, hasil, dan mutu benih kacang bambara. Bogor(ID): Unpublished. Goli AE Bibliographical review. In: Heller J, Begemann F, Mushonga J, editors. Conservation and Improvement of Bambara Groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdc.); 1995 Nov 14-16; Harare, Zimbabwe. Rome(IT): International Plant Genetic Resources Institute. 166 p. Hamid MN Menggali potensi genetik tanaman kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. 34 hlm. Hartini R Pengaruh kondisi simpan dan perlakuan invigorasi pasca penyimpanan terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai (Glicine max L.) pada beberapa periode simpan [skripsi]. Bogor(ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 hlm. Ilyas S Ilmu dan Teknologi Benih: Teori dan Hasil-hasil Penelitian. Bogor(ID): IPB Press. Ilyas S, Sopian O Effect of seed maturity and invigoration on seed viability and vigor, plant growth, and yield of bambara groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdcourt). Acta Hort. 979: Ilyas S, Surahman M, Saraswati R, Gunarto L, Adisarwanto T Peningkatan mutu benih dan produktivitas kedelai dengan teknik invigorasi benih menggunakan matriconditioning dan inokluan mikroba. Laporan hasil penelitian. Kerja sama lembaga penelitian IPB dan badan penelitian dan pengembangan pertanian proyek pengkajian teknologi pertanian partisipatif pusat. Bogor. [ISTA] International Seed Testing Association International Rules for Seed Testing. ISTA. Switzerland. Justice OL, Bass LN Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Roesli R, penerjemah. Jakarta(ID): PT Raja Grafindo Persada. Terjemahan dari: Principles and Practices of Seed Storage. 446 hlm. Khan AA, Miura H, Prusinski J, Ilyas S Matriconditioning of Seed to Improve Emergence. Proceeding of the Symposium on Stand Establishment of Horticultural Crops; 1990 April 4-6; Minneapolis, US Linneman AR, Azam-Ali S Bambara groundnut. In: J.T. Williams (Ed). Pulses and Vegetables. London(UK): Chapman and Hall. 247 p. Mukakalisa C, Kandawa-Schultz M, Mapaure I. 2013a. Genetic diversity in landraces of bambara groundnut found in namibia using RAPD markers. Acta Hort. 979:

35 Mukakalisa C, Kandawa-Schulz M, Mapaure I. 2013b. Effect of sowing seasons on growth and development of bambara groundnut (Vigna subterranea L.). Acta Hort. 979: [NAS] National Academy of Sciences Bambara groundnut. In : NAS (Ed). Tropical Legume : Resources for The Future. Washington DC(USA): National Academy of Science. p Ningsih S Peningkatan mutu benih dan pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan teknik invigorasi benih menggunakan matriconditioning yang diintegrasikan dengan inokulan mikroba [tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. 57 hlm. Sadjad S, Murniati E, Ilyas S Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Jakarta(ID): Grasindo. 185 hlm. Sastry KS Seed-borne Plant Virus Diseases. New Delhi(IN): Springer Publishing. Swanevelder CJ Bambara-Food for Africa (Vigna subterranea Bambara Groundnut). Pretoria(tZA): National Departement of Agriculture Republic of South Africa-ARC Crops Institute. 16 p. Van der Maesen Plant Resources of South-East Asia No 1 Pulses. Somaatmadja S, editor. Bogor(ID): Prosea Foundation. 23

36 24 Lampiran 1 Data iklim harian bulan Maret 2014 di daerah Darmaga, Bogor Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

37 25 Lampiran 2 Data iklim harian bulan April 2014 di daerah Darmaga, Bogor Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

38 26 Lampiran 3 Data iklim harian bulan Mei 2014 di daerah Darmaga, Bogor Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

39 27 Lampiran 4 Data iklim harian bulan Juni 2014 di daerah Darmaga, Bogor Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga dan Balai Besar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut. 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Pelaksanaan percobaan berlangsung di Kebun Percobaan dan Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Botani Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN INVIGORASI PADA BENIH YANG BERBEDA TINGKAT MASAK TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH, PERTUMBUHAN TANAMAN, DAN HASIL KACANG BOGOR

PENGARUH PERLAKUAN INVIGORASI PADA BENIH YANG BERBEDA TINGKAT MASAK TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH, PERTUMBUHAN TANAMAN, DAN HASIL KACANG BOGOR 1 PENGARUH PERLAKUAN INVIGORASI PADA BENIH YANG BERBEDA TINGKAT MASAK TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH, PERTUMBUHAN TANAMAN, DAN HASIL KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) OYOK SOPIAN A24061318

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari (1) pengambilan contoh tanah Podsolik yang dilakukan di daerah Jasinga, (2) analisis tanah awal dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

PERLAKUAN MATRICONDITIONING BENIH SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN VIGOR DAN VIABILITAS BENIH

PERLAKUAN MATRICONDITIONING BENIH SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN VIGOR DAN VIABILITAS BENIH PERLAKUAN MATRICONDITIONING BENIH SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN VIGOR DAN VIABILITAS BENIH Zaki Ismail Fahmi (PBT Ahli Pertama) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh nyata perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro dan Laboratorium Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

MENGGALI POTENSI GENETIK TANAMAN KACANG BOGOR

MENGGALI POTENSI GENETIK TANAMAN KACANG BOGOR Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura MENGGALI POTENSI GENETIK TANAMAN KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) Searching genetically potention of Bambara Groundnut (Vigna subterranea

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Benih Kedelai. penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Benih Kedelai Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi penyediaan benih berkualitas tinggi.

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt)

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) 4 TINJAUAN PUSTAKA Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) Kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) adalah tanaman yang berasal dari Afrika utara yang kemudian disebarkan oleh penduduk asli

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari 2009 sampai Juni 2009. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman caisim dilaksanakan di lahan kebun percobaan IPB Pasir Sarongge, Cipanas dengan ketinggian tempat 1 124 m dpl, jenis tanah Andosol. Penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor pada ketinggian 250 m dpl dengan tipe tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada tanggal 27 Maret 2017-23 Mei

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai

Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai Lampiran 1 : Deskripsi Varietas Kedelai VARIETAS ANJASMORO KABA SINABUNG No. Galur MANSURIAV395-49-4 MSC 9524-IV-C-7 MSC 9526-IV-C-4 Asal Seleksi massa dari populasi Silang ganda 16 tetua Silang ganda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Hasil, dan Mutu Benih Kacang Bambara

Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Hasil, dan Mutu Benih Kacang Bambara Invigorasi dan Pengurangan Pupuk N untuk Meningkatkan Pertumbuhan, Hasil, dan Mutu Benih Kacang Bambara Invigoration and Reduction of N Fertilizer in Improving Plant Growth, Yield, and Quality of Bambara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari April 2012. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH JAGUNG. Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH JAGUNG. Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia PENGARUH PERLAKUAN MATRICONDITIONING TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH JAGUNG Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Upaya peningkatan produksi dan produktivitas jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merill) merupakan salah satu komoditas pangan utama setelah padi yang dikenal sebagai sumber utama protein nabati yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Pelaksanaan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Percobaan dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, dari bulan April sampai Agustus 2010. Bahan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Siahaan dan Sitompul (1978), Klasifikasi dari tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang

I. PENDAHULUAN. Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buncis (Phaseolus vulgaris L.) adalah anggota sayuran genus Phaseolus yang paling dikenal. Walaupun tidak menghasilkan jumlah protein dan kalori setinggi buncis

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juli 2016. Tanah pada lahan penelitian tergolong jenis Grumusol (Vertisol), dan berada pada ketinggian kurang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Balai Benih Induk Hortikultura Pekanbaru yang dibawahi oleh Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau. Penelitian ini dimulai pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Hepuhulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung sejak bulan

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016 Januari 2017 di Food Technology Laboratory, Laboratorium Terpadu, Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Untuk menguji hipotesis, digunakan data percobaan yang dirancang dilakukan di dua tempat. Percobaan pertama, dilaksanakan di Pangalengan, Kabupaten Bandung,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Kartini,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci