BAB II KAJIAN PENELITIAN A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan suatu proses untuk mengkonstruksi pengetahuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PENELITIAN A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan suatu proses untuk mengkonstruksi pengetahuan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PENELITIAN A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan suatu proses untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki seseorang. Belajar memiliki berbagai macam pengertian karena tidak ada batasan tertentu dari para ahli untuk mendefinisikan belajar. Menurut Oemar Hamalik (2001 : 28) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara individu dan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar. Belajar menurut Zainal Arifin Ahmad (2012 :2) dimaknai sebagai proses perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari proses perubahan tingkah laku meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Contoh perubahan tingkah laku kognitif antara lain: dari tidak tahu menjadi tahu; dari tidak paham menjadi paham; dari tidak bisa menguraikan menjadi bisa menguraikan; dari tidak bisa memberi penilaian menjadi bisa memberi penilaian, dan seterusnya. Contoh perubahan tingkah laku afektif antara lain: dari tidak suka menjadi suka; dari tidak mau berpartisipasi menjadi mau berpartisipasi; dari menolak menjadi menerima atau sebaliknya; dari tidak bersemangat menjadi bersemangat, dan seterusnya. Sedangkan contoh perubahan tingkah laku psikomotor antara lain: dari tidak bisa melakukan menjadi bisa melakukan; dari tidak lancar menjadi lancar, dari tidak luwes menjadi luwes dan sebagainya. 9

2 Menurut W.S Winkel dalam Zainal Arifin Ahmad (2012:6) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang untuk membentuk pengetahuannya didasarkan pada pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya atau dengan bantuan orang lain. Jika belajar adalah suatu proses mengkonstruksi pengetahuan, maka pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal menurut konsep sosiopsikologi (Erman Suherman, 2001: 7). Pembelajaran menurut Moh. Uzer Usman dalam Zainal Arifin Ahmad (2012:8), diartikan sebagai suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, pembelajaran merupakan perencanaan atau perancangan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa melalui proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Menurut Gary D Fenstermacher dalam Zainal Arifin (2012 :7) mengatakan suatu aktivitas dapat disebut pembelajaran (teaching) jika paling tidak memenuhi unsur-unsur dasar sebagai berikut : 10

3 a. Ada seseorang yang memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang akan diberikan kepada orang lain. Seseorang yang demikian itu dapat dikatakan sebagai provider. b. Ada isi (content), yaitu pengetahuan dan /atau ketrampilan yang akan disampaikan. c. Ada upaya provider memberikan atau menanamkan pengetahuan dan/atau ketrampilan kepada orang lain. d. Ada penerima (receiver), yaitu orang yang dianggap kekurangan pengetahuan atau ketrampilan. e. Ada hubungan antara provider dan receiver dalam rangka membuat atau membantu receiver mendapatkan content. Dengan demikian, dari segi struktur, suatu aktivitas dapat disebut pembelajaran jika mengandung unsur pemberi, penerima, isi, upaya pemberi, dan hubungan antara pemberi dan penerima dalam rangka membantu si penerima agar ia bisa mendapatkan isi yang disampaikan pemberi. Pembelajaran dapat dikaitkan dengan materi apa saja, salah satunya adalah matematika. Pembelajaran matematika di sekolah tidak dapat dipisahkan dari definisi matematika itu sendiri. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang digunakan dalam proses pebelajaran di sekolah. Menurut Herman Hudojo (2005: 103) pembelajaran matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-struktur yang terdapat dalam bahasan yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. 11

4 Menurut Erman Suherman (2001: 254) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran matematika tidak sekedar untuk mencapai pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika saja, tetapi juga diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran matematika. Efek iringan dari pembelajaran matematika antara lain: a. Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik lainnya. b. Lebih menyadari akan sikap penting dan strategisnya matematika bagi bidang lain. c. Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia. d. Lebih mampu berpikir logis, kritis, dan sistematis. e. Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah masalahh. f. Lebih perduli pada lingkungan sekitarnya. Pembelajaran matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, sebagai alat pemecahan masalah, dan alat komunikasi dalam menjelaskan gagasan. Tujuan dari pembelajaran matematika adalah melatih bertindak atau dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif, serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari (Erman Suherman, dkk, 2003: 58). Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran matematika sekolah karena pembelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah. Menurut Erman Suherman, dkk (2003: 68-69), pembelajaran matematika di sekolah mempunyai beberapa karakteristik, yaitu : a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap). 12

5 b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Berdasarkan uraian diatas, pembelajaran matematika adalah proses pendidikan baik antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa yang bertujuan agar nuansa program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal. 2. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Pendidikan Matematika Realistik Indonesia merupakan adaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME). RME dikembangkan dari hasil pemikiran seseorang berkebangsaan Belanda, Hans Freundenthal ( ). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Menurut Treffers dalam (Fauzan, 2002) dalam pembelajaran RME, yaitu The key idea of RME is that children should be given the opportunity to reinvent mathematics under the guidance of an adult (teacher). In addition, the formal mathematical knowledge can be developed from children s informal knowledge. Treffers menjelaskan ide kunci dari pembelajaran matematika realistik yang menekankan perlunya kesempatan bagi siswa untuk menemukan kembali matematika dengan bantuan orang dewasa (guru). Selain itu disebutkan pula bahwa pengetahuan matematika formal dapat dikembangkan (ditemukan kembali) berdasar pengetahuan informal yang dimiliki siswa. Pernyataan-pernyataan yang dikemukakan tersebut menjelaskan suatu cara pandang terhadap pembelajaran matamatika yang ditempatkan sebagai suatu proses bagi siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan matematika berdasar pengetahuan informal yang dimilikinya. 13

6 Menurut Freudenthal yang dikutip oleh Hadi (2005: 7) pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Hal tersebut didasari bahwa matematika merupakan aktivitas manusia, sehingga siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif matematika yang sudah jadi. Oleh karena itu, siswa harus dibimbing oleh orang dewasa dalam hal ini adalah guru atau tenaga pengajar. Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika di Belanda. Kata realistic sering disalahartikan sebagai real world yaitu dunia nyata. Banyak pihak yang menganggap bahwa pendidikan matematika realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan masalah sehari-hari. Menurut Van den Heuvel Panhuizen penggunaan kata realistic tersebut tidak sekedar menunjukan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real world) tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam menempatkan penekanan penggunakan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa. Freundenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber 14

7 belajar. Konteks dalam pendidikan matematika realistik ditunjukan untuk membangun ataupun menemukan kembali suatu konsep matematika melalui proses matematisasi. Menurut Treffers yang dikutip oleh Sutarto Hadi (2005: 20) Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dibedakan menjadi dua macam matematisasi, yaitu matematisasi secara vertikal dan secara horisontal. Dalam matematisasi horisontal, siswa mulai dari masalah kontekstual, mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri, kemudian menyelesaikan masalah tersebut. Dalam proses tersebut setiap siswa dapat menggunakan cara sendiri sehingga ada kemungkinan berbeda cara antara siswa satu dengan yang lainya. Sedangkan matematisasi secara vertikal adalah memulai dari masalah kontekstual tetapi dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis secara langsung tanpa menggunakan konteks, tanpa menggunakan bantuan konteks. Karateristik PMRI menggunakan konteks nyata yaitu dalam kegiatan pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah yang nyata dan dekat dengan siswa atau sering dijumpai siswa sehari-hari, kemudian mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat sendiri, kemudian menyelesaikan soal tersebut dan setiap siswa dapat menggunakan cara sendiri sehingga ada kemungkinan berbeda cara antara siswa satu dengan yang lainnya. Freundenthal menyatakan dua pandangannya yang menjadi ide awal RME yaitu matematika harus dikaitkan dengan realitas dan matematika 15

8 merupakan aktivitas manusia ( mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity ).Pertama, matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika. (Nazwandi,2012) Perhatian pada pengetahuan informal (informal knowledge) dan pengetahuan awal (pre knowledge) yang dimiliki siswa menjadi hal yang sangat mendasar dalam mengembangkan permasalahan yang realistik. Pengetahuan informal siswa dapat berkembang menjadi suatu pengetahuan formal (matematika) melalui proses pemodelan. Secara umum, dalam Pendidikan Matematika Realistik dikenal dua macam model, yaitu model of dan model for. Ketika bekerja dalam permasalahan realistik, siswa akan mengembangkan alat dan pemahaman matematika (mathematical tools and understanding). Pertama siswa akan mengembangkan alat matematis (mathematical tools) yang masih memiliki keterkaitan dengan konteks masalah. Alat matematis (mathematical tools) tersebut bisa berupa strategi bersifat general dan tidak terkait pada konteks situasi maslah realistik. Menurut Traffers dalam Ariyadi Wijaya (2012: 21) ada lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik, yaitu : 1) Penggunaan konteks Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata 16

9 namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah. 2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif Dalam pendidikan matematika realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan tingkat formal. 3) Pemanfaatan hasil kontruksi siswa Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika dan sekaligus mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa. 4) Interaktivitas atau interaksi dalam proses belajar Proses belajar seseorang bukan hanya satu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. 5) Keterkaitan 17

10 Konsep-konsep matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Pendidikan Matematika Realistik menempatkan keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan). Menurut Gravemeijer (1994: 90) prinsip-prinsip RME yaitu : 1) Guided reinvention and progressive mathematizing (penemuan terbimbing dan matematisasi progresif), 2) Didactical phenomenology (fenomenologi didaktis), dan 3) Self-developed models (model yang berkembang sendiri). Prinsip pertama pada Pendidikan Matematika Realistik adalah penemuan terbimbing dan matematisasi progresif. Siswa perlu diberi kesempatan mengalami proses sebagaimana suatu konsep, prinsip, atau prosedur matematika ditemukan. Melalui proses matematisasi, siswa mengkonstruksi pengetahuan baru dengan mengaktifkan pengetahuan informal yang dimilikinya. Untuk itu, diperlukann masalah nyata atau masalah kontekstual yang memungkinkan diperolehnya beragam prosedur penyelesaian. Dari bervariasi strategi informal ini, siswa kemudian melakukan generalisasi dan formalisasi dengan bimbingan guru melalui diskusi kelas. 18

11 Prinsip kedua adalah fenomenologi didaktis. Fenomena berupa masalah kontekstual yang diinvestigasi oleh siswa harus mengungkapkan penerapan matematika yang sudah diantisipasi oleh guru, dan mengandung kesesuaian dengan proses matematisasi progresif. Matematika formal diperoleh dari proses generalisasi dan formalisasi terhadap prosedur pemecahan masalah tertentu dan terhadap konsep tentang bervariasi situasi masalah. Tujuan dari investigasi fenomenologi ini, siswa diharapkan dapat menemukan situasi tersebut dapat digeneralisasi. Kemudian menemukan situasi yang dapat menghasilkan prosedur pemecahan paradigmatis sebagai dasar matematisasi vertikal. Prinsip ketiga adalah model yang berkembang sendiri. Model ini merupakan jembatan antara pengetahuan informal siswa dan matematika formal. Hal ini berarti siswa mengembangkan modelnya sendiri ketika memecahkan masalah. Pada mulanya, model ini merupakan model dari situasi nyata bagi siswa yang merupakan situasi khusus, kemudian dengan proses generalisasi dan formalisasi model tersebut menjadi model untuk penalaran matematika. Model penalaran matematika ini menjadi pengetahuan formal bagi siswa. Pembelajaran matematika dengan PMRI merupakan aktivitas belajar yang mengaitkan dengan kehidupan nyata siswa dalam kegiatan sehari-hari. Dasar filosofi yang digunakan dalam PMRI adalah pembelajaran bermakna/ meaningfull learning dan kontruktivisme. Dalam pembelajaran ini siswa mengaitkan pengetahuan lama yang dimiliki dalam memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa 19

12 untuk mengkonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru dipelajarinya. PMRI adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan proses of doing mathematics, berdiskusi berkolaborasi berargumentasi dengan teman sekelas untuk menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok (Nur Sri W, 2014). Dari kelima karakterisrik dan tiga prinsip Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), dengan adanya interaktivitas, menggunakan kontribusi siswa, dan model-model siswa sendiri dapat menimbulkan komunikasi siswa. Menurut Soedjadji (2007: 9-10) langkah umum pelaksanaan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah : 1. Mempersiapkan Kelas a. Persiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan, misalnya perangkat pembelajaran, alat tulis, dll. b. Kelompokan siswa. c. Sampaikan tujuan atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang akan dipakai pada hari itu. 2. Kegiatan Pembelajaran a. Berikan masalah kontekstual. b. Beri penjelasan singkat seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang diberikan. 20

13 c. Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual untuk mengerjakan atau menjawab masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri. Berilah waktu yang cukup untuk siswa mengerjakannya. d. Jika dalam waktu yang dipandang cukup, siswa tidak ada satu pun yang dapat menemukan cara pemecahan, berilah petunjuk seperlunya. e. Mintalah seseorang siswa atau wakil dari kelompok siswa untuk menyampaikan hasil kerjanya. f. Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapan tentang berbagai penyelesaian yang disajikan temannya di depan kelas. Bila ada penyelesaian lebih dari satu, ungkapkan semua. g. Buatlah kesepakatan kelas tentang penyelesaian manakah yang dianggap paling tepat. Terjadi suatu negosiasi. Berikanlah kepada penyelesaian yang dipilih atau benar. h. Bila masih tidak ada penyelesaian yang benar, mintalah siswa untuk memikirkan cara lain. Dari uraian diatas, pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalam penelitian ini adalah pendekatan dalam pembelajaran yang bertolak dari permasalahan real sebagai awal siswa mengkontruksi pengetahuannya. Pendekatan PMRI dalam penelitian ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Mengamati masalah realistik sebagai starting point dalam pembelajaran untuk dieksplorasi. 21

14 2) Penggunaan model-model untuk mengkonstruksi konsep (mematematisasi horisontal dan vertikal). 3) Penggunaan kreasi dan kontribusi siswa dalam mengumpulkan informasi. 4) Saling aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran. 5) Mengkomunikasikan secara interaktif. 3. Pendekatan Saintifik Pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang diterapkan di kurikulum Kurikulum 2013 menerapkan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu pendekatan saintifik. Permendikbud No 103 Tahun 2014 menjelaskan tentang pembelajaran saintifik, yaitu pembelajaran yang terdiri atas kegiatan, merumuskan pertanyaan, mengumpulkan data, mengasosiasi, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil yang terdiri dari kesimpulan untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Menurut Hosnan (2014: 34) pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa aktif mengkonstruk konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan ketrampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, 22

15 bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya peserta didik atau semakin tingginya kelas peserta didik. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik memiliki karakteristik, yaitu : 1) Berpusat pada siswa, 2) Melibatkan ketrampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum, atau prinsip, 3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, 4) Dapat mengembangkan karakter siswa. Jadi, pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik lebih aktif dalam mengkonstruk konsep melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan konsep yang ditemukan. Pendekatan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi dapat didapatkan dari mana saja dan kapan saja tidak terfokuskan kepada guru. Maka dari itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan akan mengarahkan peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Langkah-langkah dalam pendekatan saintifik akan dijelaskan dalam Permendikbud No. 103 Tahun 2014, dijelaskan sebagai berikut : a) Mengamati (observing) 23

16 Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan memberi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan; melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting melalui suatu objek atau benda. b) Menanya Melalui kegiatan bertanya, maka akan dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya, maka rasa ingin tahu akan semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal maupun beragam. c) Mengumpulkan informasi / eksperimen Selanjutnya setelah bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu, peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. d) Mengasosiakan / Mengolah informasi Kegiatan ini adalah mengolah informasi yang sudah dikumpulkan dari hasil kegiatan eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati. e) Mengkomunikasi Kegiatan selanjutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiakan dan menemukan 24

17 pola. Hasil tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Selain itu, terdapat kriteria yang harus dipenuhi dala pembelajaran dengan pendekatan saintifik (Kemendikbud: 2013). Kriteria tersebut antara lain : a) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kirakira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. b) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. c) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. d) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran. e) Mendorong dan menginsporasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir rasional dan objektif dalam merespon sibstansi atau materi pembelajaran. f) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. g) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. 25

18 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 dan berpusat pada siswa. Proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik dilakukan dengan lima langkah pembelajaran yaitu tahap mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. 4. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin comunicare yang berarti memberitahukan, berpartisipasi, menjadi milik bersama. Menurut Onong Uchjana Effendy (2003: 11) komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian atau perasaan oleh komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima pesan). Sedangkan menurut Carl I. Hovland dalam Onong Uchjana Effendy (2003: 12), Komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap, dan juga komunikasi adalah proses yang mengubah perilaku orang lain. Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi, ide, pendapat atau opini yang dituangkan dalam bentuk bahasa baik secara tertulis maupun lisan sehingga informasi tersebut dapat dipahami oleh penerima dan sesuai dengan presepsi pemberi informasi. Komunikasi akan terjadi apabila terdapat kesamaan makna apa yang dibicarakan. Ketrampilan komunikasi adalah ketrampilan menyampaikan informasi, ide dan pendapat dari sumber ke penerima. Menurut C. Asri Budiningsih (2003: 66-67), ketrampilan komunikasi sangat diperlukan bagi komunikator (sumber informasi) untuk menyandi pesan, 26

19 yaitu menulis dan bercakap-cakap, serta berpikir. Sedangkan ketrampilan komunikasi yang penting bagi komunikan (penerima informasi) adalah ketrampilan menginterpretasikan sandi yang diterimanya dalam hal ini berupa membaca, mendengarkan, dan berpikir. Komunikasi juga diperlukan pada pembelajaran matematika. Menurut National Council of Teachers of Mathematics (2000: 60) komunikasi matematika adalah kemampuan mengorganisasi dan mengkonsolidasi pikiran matematika melalui komunikasi secara lisan maupun tertulis, mengkomunikasikan gagasan tentang matematika secara logis dan jelas kepada orang lain, menganalisis dan mengevaluasi pikiran matematika dan strategi yang digunakan orang lain, dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide-ide matematika secara tepat. Menurut Prof.Dr.H.M Wahyudin Zarkasyi (2017: 83) komunikasi matematis adalah kemampuan menyampaikan gagasan/ide matematis, baik secara lisan maupun tulisan serta kemampuan memahami gagasan/ide matematis orang lain secara cermat, analitis, kritis, dan evaluatif untuk mempertajam pemahaman. Komunikasi matematis merupakan kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh siswa karena dengan komunikasi matematis, siswa dapat mengemukakan ide-ide atau gagasannya dengan tepat, dan logis. Oleh sebab itu, komunikasi matematis menjadi salah satu standar kompetensi lulusan dalam bidang matematika. Hal ini termuat dalam Permendiknas Nomer 23 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah matematis. 27

20 Ansari (2004: 85) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau diagram, (2) ekspresi matematika/mathematical expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, (3) menulis/written texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi. Indikator-indikator kemampuan komunikasi matematis menurut Prof.Dr.H.M Wahyudin Zarkasyi (2017: 83) di antaranya : a. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika. b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan maupun tulisan, dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar. c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika. d. Mendengarkan, diskusi, dan menulis tentang matematika. e. Menbaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis. f. Menyusun pertanyaan matematika yang relevan dengan situasi masalah. g. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. 28

21 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematis siswa adalah kemampuan siswa untuk menguasai kemampuan meliputi : a) Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, bagan, tabel, atau penyajian secara aljabar. b) Menyatakan hasil dalam bentuk tulisan. c) Menggunakan bahasa matematika dan simbol matematika secara tepat. 5. Penyajian Data a. Mengenal Data Ada tiga cara mengumpulkan data, yaitu: (1) Wawancara (interview) : cara mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada narasumber. (2) Kuesioner (angket) : cara mengumpulkan data dengan mengirim daftar pertanyaan kepada narasumber. (3) Observasi (pengamatan) : cara mengumpulkan data dengan mengamati obyek atau kejadian Berdasarkan cara memperoleh, data terbagi menjadi dua, sebagai berikut: (1) Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. (2) Data skunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (diperoleh dari pihak lain) b. Menyajikan Data dalam Bentuk Tabel Macam-macam penyajian data dalam bentuk tabel atau daftar adalah sebagai berikut: 29

22 1) Tabel Baris Kolom Tabel baris kolom merupakan penyajian data dalam bentuk tabel dengan bentuk susunan baris dan kolom yang saling berhubungan. Contoh : 2) Tabel Kontingensi Tabel 1. Contoh Banyak Mobil Terjual Tahun Banyak mobil terjual Tabel kontingensi merupakan bagian dari tabel baris kolom, akan tetapi tabel ini mempunyai ciri khusus, yaitu untuk menyajikan data yang terdiri atas dua faktor atau dua variabel, faktor yang satu terdiri atas b kategori dan lainnya terdiri atas k kategori, dapat dibuat daftar kontingensi berukuran b x k dengan b menyatakan baris dan k menyatakan kolom. Tabel 2. Contoh Jumlah Siswa Menurut Jenis Kelamin Kelas Jenis Kelamin Pria Wanita Jumlah 7A B C D A B C D A B C D Jumlah

23 3) Tabel Distribusi Frekuensi Tabel distribusi frekuensi dapat didefinisikan sebagai sebuah tabel yang berisi nilai-nilai data, dengan nilai-nilai tersebut dikelompokan kedalam intervalinterval dan setiap interval nilai masing-masing mempunyai frekuensinya. Tabel 3. Contoh Nilai Ulangan Siswa Kelas 7b Nilai Banyak Jumlah 50 c. Mengola dan Menyajikan Data dalam Bentuk Diagram Batang Untuk membuat diagram batang diperlukan sumbu mendatar dan sumbu tegak yang berpotongan tegak lurus. Kedua sumbu masing-masing dibagi menjadi beberapa bagian dengan skala yang sama. Skala pada sumbu tegak tidak harus sama dengan skala pada sumbu datar. Pada diagram batang, data statistik disajikan dengan menggunakan gambar berbentuk batang yang letaknya vertikal atau horisontal. Letak batang yang satu dengan batang lainnya yang saling berdampingan dibuat terpisah. Misalnya ada data tentang nilai rata-rata tes Ulangan Akhir Semester pelajaran Matematika kelas 7 di SMP Cakrawala yang akan disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4. Contoh Data Nilai Rata-Rata Tes UAS Matematika Kelas 7 SMP Cakrawala

24 Banyaknya siswa Untuk mengetahui berapa banyak siswa yang memperoleh nilai 70,75,80,85,90,95,dan 100 tentu kita mengalami kesulitan. Untuk mempermudah, akan dibuat tabel dari data tersebut : Tabel 5. Contoh Tabel Nilai Rata- Rata Tes UAS Matematika Kelas 7 SMP Cakrawala Nilai Jumlah Setelah dibuat tabel, diagram batang dari data diatas adalah : Nilai 70 Nilai 75 Nilai 80 Nilai 85 Nilai 90 Nilai 95 Nilai rata-rata UAS Matematika Nilai 100 Gambar 1. Diagram Batang Nilai Rata-Rata UAS Matematika 32

25 d. Mengolah dan Menyajikan Data dalam Bentuk Diagram Garis Diagram garis biasanya digunakan untuk menjadikan data yang berkesinambungan/kontinu, misalnya, jumlah penduduk tiap tahun, hasil pertanian tiap tahun, jumlah siswa tiap tahun. Diagram garis, sumbu mendatar menunjukan waktu pengamatan, sedangkan sumbu tegak menunjukan nilai data pengamatan untuk suatu waktu tertentu. Sumbu tegak maupun sumbu datar dibagi menjadi beberapa skala bagian yang sama. Pada bagian sumbu datar dituliskan atribut atau waktu daripada sumbu tegak dituliskan nilai data. Diagram garis biasanya digunakan untuk menyajikan data dalam waktu berkala atau berkesinambungan. Coba amati penyajian data diagram garis rentang nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun Tabel 6. Contoh Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Tahun 2015 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Kurs Rupiah (Rp) 33

26 Kurs Rupiah terhadap Dolar AS Maka, diagram garisnya adalah : Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS 12,000 11,500 11,000 10,500 10,000 9,500 9,000 8,500 Bulan Gambar 2. Diagram Garis Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Tahun 2015 e. Menyajikan Data dalam Bentuk Diagram Lingkaran Diagram lingkaran adalah penyajian data dengan menggunakan gambar yang berbentuk lingkaran. Bagian-bagian dari daerah lingkaran menunjukkan bagian-bagian atau persen dari keseluruhan. Untuk membuat diagram lingkaran, terlebih dahulu ditentukan besarnya persentase tiap obyek terhadap keseluruhan data dan besarnya sudut pusat sektor lingkaran. Penyajian data dalam diagram lingkaran terbagi atas beberapa juring yang dinyatakan dalam bentuk persen (%) atau dapat pula dinyatakan dalam bentuk besar nilai data atau frekuensi dari suatu data tertentu. Jika juring dinyatakan dalam persen maka untuk satu lingkaran penuh adalah 100% dan jika 34

27 setiap juring dinyatakan dalam derajat maka besarnya sudut dalam satu lingkaran penuh adalah 360 derajat. Perhatikan tabel dibawah ini : Tabel 7. Contoh Jenis Pekerjaan dan Banyaknya Pekerja No Jenis Pekerjaan Banyak 1 Pegawai Negeri Sipil 12 2 Pegawai Swasta 6 3 TNI/POLRI 8 4 BUMN 6 5 Petani 10 6 Nelayan 2 7 Pedagang 2 8 Lain-lain 4 Total 50 Untuk menyajikan data dalam bentuk diagram lingkaran, buat luas daerah pada lingkaran sesuai frekuensi masing-masing terlebih dahulu. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Pegawai Negeri Sipil : Pegawai Swasta : TNI/POLRI : BUMN : Petani : Nelayan : 35

28 Pedagang : Lain-lain : Perhitungan persentasenya adalah sebagai berikut : Pegawai Negeri Sipil : Pegawai Swasta : TNI/POLRI : BUMN : Petani : Nelayan : Pedagang : Lain-lain : Maka, diagram lingkarannya adalah : 36

29 Jenis Pekerjaan dan Banyaknya Pekerja Pedagang 4% Nelayan 4% Lain-Lain 8% Pegawai Negeri Sipil 24% Petani 20% BUMN 12% TNI/POLRI 16% Pegawai Swasta 12% Gambar 3. Diagram Lingkaran Jenis Pekerjaan dan Banyaknya Pekerja B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Kukuh Himawan yang berjudul Peningkatan Komunikasi dan Penalaran Matematika dengan Strategi Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014 dengan mengambil subyek penelitian siswa kelas VIII. Dengan hasil penelitian ini disebutkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education menunjukan adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dapat dilihat dari meningkatnya indikator-indikatornya meliputi: 1) kemampuan siswa untuk bertanya dan menjawab (aspek lisan) sebelum tindakan 20,0% pada tindakan kelas putaran I mencapai 40,0% dan setelah dilkukan tindakan II menjadi 63,3%, 2) siswa mampu menggunakan 37

30 simbol-simbol secara tepat (aspek tulis) sebelum tindakan 36,6% pada tindakan kelas putaran I mencapai 53,3% dan setelah dilakukan tindakan kelas putaran II menjadi 70,0%, 3) kemampuan siswa untuk mengubah permasalahan ke dalam ilustrasi penyelesaian (aspek gambar) sebelum tindakan 13,3% pada tindakan kelas putaran I mencapai 30,0% dan pada tindakan kelas putaran II menjadi 60,0%. Penelitian yang relevan lainnya adalah penelitian dari Ayu Handayani, Mukhni, Nilawasti ZA yang berjudul Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Penidikan Matematika Realistik (PMR) Bagi Siswa Kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014 dengan mengambil subyek penelitian siswa kelas VII. Dengan hasil penelitian disebutkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pendekatan PMR lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang. Berdasarkan penelitian yang relevan tersebut, hal yang membedakan dengan penelitian ini adalah subyek penelitian, dan materi penelitian yang dilakukan. Pada penelitian yang relevan pertama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kukuh Himawan yang berjudul Peningkatan Komunikasi dan Penalaran Matematika dengan Strategi Pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang, menunjukan subyek penelitian adalah pada siswa kelas VIII dan pokok bahasannya adalah bangun ruang, 38

31 sedangkan dalam penelitian ini subyek penelitian dan pokok bahasannya adalah siswa kelas VII dan penyajian data. Pada penelitian yang relevan kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Ayu Handayani, Mukhini, Nilawasti ZA, yang berjudul Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Bagi Siswa Kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 menunjukan bahwa subyek penelitiannya adalah siswa kelas VII dan pokok bahasannya adalah himpunan, sedangkan pada penelitian pokok bahasannya adalah penyajian data. C. Kerangka Berfikir Guru yang baik adalah guru yang tidak terpaku pada kebiasaan mengajar. Guru juga dituntut untuk melakukan inovasi dalam kegiatan pembelajaran. Inovasi yang dapat dilakukan yaitu kebebasan untuk menentukan pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemampuan komunikasi matematis merupakan hal yang penting bagi siswa untuk dikuasai. Oleh karena itu, pembelajaran matematika sebaiknya bertujuan untuk siswa memiliki kemampuan komunikasi matematika. Melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa, dipercaya dapat melatih dan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis pada siswa. 39

32 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan pembelajaran yang menempatkan permasalahan realistik yang dekat dengan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Permasalahan realistik tidak harus berupa masalah yang ada di dunia nyata dan ditemukan dalam dunia nyata. Permasalahan realistik merupakan permasalahan yang dapat dibayangkan atau nyata dalam bayangan siswa. Melalui pemberian masalah realistik, siswa dituntut aktif untuk memecahkan masalah yang diberikan. Melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan menyalurkan kemampuan komunikasi matematis siswa secara berkelompok dalam menyelesaikan masalah yang kemudian didiskusikan lagi bersama guru sehingga memperoleh rangkuman materi atau kesimpulan. Komunikasi matematis siswa adalah salah satu cara yang digunakan untuk bertukar ide-ide, pendapat, dan mengklarifikasi pemahaman siswa terhadap suatu konsep dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dari hal-hal terdekat dengan siswa. Dimulai dari obyek di lingkungan siswa, masalah yang sering dijumpai sehari-hari atau yang dapat dibayangkan oleh siswa. Siswa juga diberi kesempatan untuk bereksplorasi dengan ide-idenya sendiri, sehingga siswa berusaha membangun pengetahuan baru tentang matematika melalui proses berpikir pada diri sendiri. Dengan demikian, pengetahuan matematikanya menyatu dalam skema berpikirnya. 40

33 Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan pembelajaran yang menempatkan permasalahan realistik yang dekat dengan siswa sebagai titik awal pembelajaran. Permasalahan realistik tidak harus berupa masalah yang ada di dunia nyata dan ditemukan dalam dunia nyata. Permasalahan realistik merupakan permasalahan yang dapat dibayangkan atau nyata dalam bayangan siswa. Melalui pemberian masalah realistik, siswa dituntut aktif untuk memecahkan masalah yang diberikan. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) termasuk model pembelajaran yang disarankan untuk diterapkan karena berpusat pada siswa. Siswa akan dapat bekerja sama dengan teman satu kelompoknya selama berlangsungnya pembelajaran. Salah satu bentuk kerja sama dalam berkelompok adalah dengan berkomunikasi antar anggota. Siswa dapat mengungkapkan ide-ide matematisnya, sehingga pembelajaran melalui PMRI akan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Dengan demikian, kerangka berpikir di atas dapat diuraikan sebagai berikut : 41

34 Guru melakukan inovasi pembelajaran Pembelajaran yang berpusat pada siswa Pendekatan pembelajaran Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Berdasarkan penelitian dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa Kemampuan komunikasi matematis meningkat Gambar 4. Kerangka Berfikir D. Hipotesis Penelitian 1. Pembelajaran melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMP. 2. Pembelajaran melalui pendekatan saintifik efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMP. 3. Pembelajaran melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan saintifik ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMP. 42

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika 2.1.1.1 Kemampuan Kemampuan secara umum diasumsikan sebagai kesanggupan untuk melakukan atau menggerakkan segala potensi yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Kemampuan Komunikasi Matematika Ditinjau dari makna secara globalnya, komunikasi adalah penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi yang dapat diajarkan kepada peserta didik melalui pembelajaran matematika disebut komunikasi matematis. Komunikasi dalam matematika memang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Matematika merupakan salah satu dari mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh siswa sekolah dasar. Mata Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIONS PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Siti Chotimah chotie_pis@yahoo.com Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan adalah sistem yang digunakan untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Matematika Para ahli _naeaclefinisikan tentang matematika antara lain; Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi (Sujono, 1988);

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Realistic Mathematics Education (RME) yang di Indonesia dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada masa kini diseluruh dunia telah timbul pemikiran baru terhadap status pendidikan. Pendidikan diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pengertian belajar dalam kamus besar B. Indonesia adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut fontana (Erman Suhaerman,

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir diantara pembaca. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) dituliskan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengembangan Bahan Ajar a. Bahan ajar Menurut Depdiknas (2006: 4) bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan sebagian besar kehidupan adalah berhadapan dengan masalah. Untuk menghadapi

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan II. KAJIAN TEORI A. Pendekatan Matematika Realistik Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dimulai sekitar tahun 1970-an. Yayasan yang diprakarsai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan bagian dalam ilmu pengetahuan dengan berbagai peranan menjadikannya sebagai ilmu yang sangat penting dalam pembentukan kualitas sumber

Lebih terperinci

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Pendidikan Matematika Realistik... PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA Siti Maslihah Abstrak Matematika sering dianggap sebagai salah satu pelajaran yang sulit bagi siswa.

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU Nur Ain Hasan, Abas Kaluku, Perry Zakaria JURUSAN PENDIDIKSN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) A. Pendahuluan Oleh: Atmini Dhoruri, MS Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori Teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini akan diuraikan pada penjelasan berikut ini. 1. Efektifitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah kunci utama kemajuan bangsa. Pendidikan yang berkualitas akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Realistic Mathematics Education (RME) 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai pendidikan matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia, dimana peningkatan kecakapan dan kemampuan diyakini sebagai faktor pendukung upaya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu pesat,

BAB I PENDAHULUAN. seiring berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu pesat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan. Apalagi, seiring berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang begitu pesat, terutama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Minat Belajar 2.1.1.1. Pengertian Minat Belajar Minat diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan (Kamisa,1997:370). Minat merupakan sumber motivasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Efektivitas merujuk pada kemampuan untuk memiliki tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hakekat Matematika Istilah matematika berasal dari Bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata matematika juga diduga erat hubungannya

Lebih terperinci

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP Mardiana Abstraksi Pembelajaran kooperatif Co-op Co-op. Model pembelajaran ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK SISWA KELAS VIII SEMESTER I Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika. Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap.

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika. Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap. 10 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kemampuan Komunikasi Matematis, Pembelajaran Matematika Realistik, Pembelajaran Ekspositori, dan Sikap. 1. Kemampuan Komunikasi Matematis Menurut Baird (dalam Cahyati : 2009),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sungguminasa melalui pembelajaran matematika melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi belajar mengajar yang baik adalah guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar 11 BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Siswa Sekolah Dasar pada umumnya berusia 7 sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK PPT 2.1 BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Saintifik Proses

Lebih terperinci

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Lampiran B3 DESKRIPSI BUTIR ANGKET PENILAIAN MODUL MATEMATIKA PROGRAM BILINGUAL PADA MATERI SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI UNTUK SISWA SMP KELAS VII SEMESTER GENAP UNTUK AHLI MATERI 1. Kelayakan Isi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Aktivitas Belajar Siswa Menurut Sardiman (2011), pada prinsipnya belajar adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah bahasa universal untuk menyajikan gagasan atau pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan terjadinya multitafsir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang. Pendidikan juga

Lebih terperinci

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013 InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol, No., Februari 0 PENDEKATAN ICEBERG DALAM PEMBELAJARAN PEMBAGIAN PECAHAN DI SEKOLAH DASAR Oleh: Saleh Haji Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Hasil Belajar Hasil belajar menurut Sudjana (1991:22) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR Martianty Nalole Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstract : Study of reduction through approach

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era perkembangan zaman dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan, peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR Rini Setianingsih Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa ABSTRAK. Salah satu pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan seharihari. Berbagai bentuk simbol digunakan manusia sebagai alat bantu dalam perhitungan, penilaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi tantangan era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasikan. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada bab II ini berkaitan dengan variable penelitian, variable terikat merupakan hasil belajar Matematika, sedangkan variable bebas merupakan pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu ilmu pengetahuan dasar dan memberikan andil yang sangat besar dalam kemajuan bangsa. Pernyataan ini juga didukung oleh Kline (Suherman,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) Jurnal Ilmiah Edukasi Matematika (JIEM) 93 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PADA POKOK BAHASAN PERBANDINGAN DI KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) Khosmas Aditya 1, Rudi Santoso

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika begitu penting dalam kehidupan manusia dan salah satu penentu penguasaan ilmu dan bidang lainnya, sehingga Matematika digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah modal dasar bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga manusia dituntut untuk terus berupaya mempelajari, memahami, dan menguasai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia khususnya para siswa di tingkat pendidikan Sekolah Dasar hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang wajib dipelajari oleh setiap siswa pada jenjang pendidikan manapun. Di Indonesia khususnya para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebodohan menjadi kepintaran, dari kurang paham menjadi paham. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kebodohan menjadi kepintaran, dari kurang paham menjadi paham. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, kebutuhan pribadi seseorang yang membentuk manusia dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, dari kebodohan menjadi kepintaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana untuk mendidik seseorang agar menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pendidikan kini mengalami banyak perkembangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kurikulum merupakan salah satu unsur sumber daya pendidikan yang memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika di jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI Carolin Olivia 1, Pinta Deniyanti 2, Meiliasari 3 1,2,3 Jurusan Matematika FMIPA UNJ 1 mariacarolineolivia@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini, tantangan yang dihadapi generasi muda semakin berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluhan masyarakat tentang hasil pendidikan yang belum memuaskan sudah berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya peningkatan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Kualitas suatu negara ditentukan oleh masyarakatnya karena produk dari pendidikan itu sendiri adalah

Lebih terperinci

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK Hongki Julie, St. Suwarsono, dan Dwi Juniati Staf pengajar di Universitas Sanata Dharma,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Belajar Untuk mengawali pemahaman tentang pengertian belajar akan dikemukakan beberapa definisi tentang belajar. Menurut Slameto, belajar adalah

Lebih terperinci

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME Oleh: Lailatul Muniroh email: lail.mpd@gmail.com ABSTRAK Pembelajaran matematika dengan pendekatan RME memberi peluang pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuan

Lebih terperinci

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, bidang pendidikan terus diperbaiki dengan berbagai inovasi didalamnya. Hal ini dilakukan supaya negara dapat mencetak Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu pendidikan berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman yang semakin maju ini yang masih terus dibicarakan dalam masalah mutu pendidikan adalah prestasi belajar siswa dalam suatu bidang ilmu tertentu.

Lebih terperinci

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC

KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC KONSEP PENDEKATAN SCIENTIFIC BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Esensi Pendekatan Ilmiah Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci