HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk dan Sari Jeruk Siam tanpa Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat Karakteristik jeruk Siam dilakukan dengan pengukuran bobot bagian-bagian buah, uji kadar air (% b/b), kadar abu (% b/b), total padatan terlarut (ºBrix), kadar vitamin C (mg/1 ml bahan), total asam tertitrasi (% asam sitrat), viskositas (cp), konsentrasi limonin (µg/ml) dan naringin (µg/ml). Hasil ekstraksi jeruk didapatkan bobot masing-masing bagian jeruk. Pengukuran bobot bagian jeruk Siam disajikan pada Tabel 3. Bagian Buah Jeruk Siam Tabel 3. Bobot bagian-bagian buah jeruk Siam Persentase (% b/b) Kulit 2.78 Pulp Biji 4.6 Sari buah 41.9 Loss 6.74 Total 1. Bobot yang hilang atau loss yang terjadi saat proses ekstraksi sari jeruk akibat proses pemerasan jeruk yang belum sempurna dan tercecernya sari jeruk. Kehilangan bobot ini juga terjadi akibat menempelnya pulp dan sari buah di alat perasan jeruk serta adanya proses penyaringan untuk menghilangkan bagian serat kasar jeruk. Menurut Aghistni (28), persentase bobot bagian-bagian buah meliputi kulit 16.11%, pulp 29.89%, biji 2.74%, sari buah 42.99% dan loss yang terjadi sebesar 8.27%. Pada penelitian ini, buah jeruk yang digunakan memiliki bobot kulit, pulp dan biji yang lebih besar dibandingkan dengan bobot bagian buah pada literatur, namun bobot sari buah dan loss yang dihasilkan lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh kondisi iklim dan waktu pemanenan yang berbeda sehingga terdapat perbedaan kondisi buah jeruk. Selain itu, proses ekstraksi pada sari jeruk juga berpengaruh. Penyaringan dengan ukuran mesh yang berbeda akibat dari perbedaan alat juga mempengaruhi bobot sari jeruk yang dihasilkan. Perbedaan yang terjadi tidak terlalu signifikan sehingga varietas buah ini diduga masih tergolong sama. Karakteristik sari jeruk juga dilakukan pada sari jeruk pasteurisasi tanpa perlakuan. Pengujian yang dilakukan antara lain Hasil analisis karakteristik sari jeruk pasteurisasi sebelum perlakuan tercantum pada Tabel 4. xxviii

2 15 Tabel 4. Karakteristik sari jeruk Siam segar (sebelum pasteurisasi) dan pasteurisasi tanpa perlakuan Nilai Uraian Segar Pasteurisasi Total padatan terlarut(ºbrix) 9 9 ph Kadar vitamin C (mg/1 ml bahan) 154 Total asam tertitrasi (% asam sitrat) Viskositas (cp) 8 8 Konsentrasi limonin (µg/ml) Konsentrasi naringin (µg/ml) Kadar air ((% bb) Kadar abu (% bb) Nilai total padatan terlarut dan viskositas tidak terdapat perbedaan sebelum dan sesudah pasteurisasi (Tabel 4), sehingga pasteurisasi tidak berpengaruh pada total padatan terlarut dan viskositas. Hal ini dapat disebabkan oleh air pada sari jeruk tidak mengalami penguapan yang banyak pada kondisi pasteurisasi sehingga tidak terjadi peningkatan jumlah total padatan terhadap pelarutnya. Semakin meningkatnya total padatan terlarut maka dapat meningkatkan viskositas sari jeruk. Derajat keasaman atau ph sari jeruk Siam segar sebesar 4.6 dengan kandungan total padatan terlarut 9ºBrix. Kenaikan ph sari jeruk pasteurisasi dapat diduga disebabkan oleh asam-asam lain yang terkandung dalam sari jeruk yang belum terukur secara sempurna pada saat dilakukan pengujian akibat pengaruh kondisi yang berbeda. Pemanasan sari buah menyebabkan asam-asam sari jeruk kurang stabil. Seharusnya ph sari jeruk menurun sebanding dengan kenaikan total asam. Menurut Thorne (1989), kestabilan asam askorbat terhadap oksidasi dipengaruhi oleh nilai ph. Kestabilan asam askorbat akan meningkat seiring dengan menurunnya nilai ph. Asam askorbat dalam ph rendah akan lebih lambat teroksidasi daripada dalam ph yang tinggi. Hasil analisis menunjukkan persen penurunan kadar vitamin C sari jeruk segar terhadap sari jeruk pasteurisasi sebesar 42.86%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar vitamin C menurun akibat teroksidasinya asam askorbat selama pasteurisasi. Kadar vitamin C pada sari jeruk Siam cukup tinggi. Hal ini menunjukkan pada jeruk Siam memiliki kandungan asam askorbat yang tinggi. Kandungan vitamin C dapat dipengaruhi oleh lingkungan luar. Menurut Thorne (1989), asam askorbat merupakan penyusun vitamin C dan sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar seperti suhu, konsentrasi gula, garam, ph, oksigen, enzim, katalisator logam, dan rasio antara asam askorbat dengan dehidroaskorbat. Total asam tertitrasi yang didapatkan dari jeruk Siam sebesar 5.25 % asam sitrat. Asam ini menunjukkan banyaknya senyawa asam yang dikandung oleh suatu bahan yang mempengaruhi rasa dan aroma. Asam yang dihasilkan merupakan aktivitas dari mikroorganisme seiring dengan tingkat kematangan jeruk Siam. Tingginya total asam ini dipengaruhi oleh kematangan buah jeruk yang belum maksimal dikarenakan pemilihan jeruk Siam untuk sari jeruk ini berkisar 4-6% semburat kekuningan pada kulit jeruk. Jeruk Siam semakin berwarna kuning seiring dengan meningkatnya kematangan jeruk. Kenaikan total asam setelah pasteurisasi dikarenakan penguapan air pada sari jeruk saat pemanasan, sehingga asam-asam organik dalam sari jeruk meningkat seiring dengan penurunan kadar air. Peningkatan konsentrasi naringin ini terjadi karena adanya proses pasteurisasi namun kenaikan ini tidak sebesar kenaikan konsentrasi limonin. Naringin bersifat larut dalam air dan xxix

3 16 lebih stabil pada suhu yang tinggi. Penguapan air yang terjadi saat pasteurisasi menyebabkan naringin lebih pekat dalam sari jeruk, sehingga konsentrasi naringin meningkat. Pasteurisasi berpengaruh pada kenaikan konsentrasi limonin dan naringin. Peningkatan konsentrasi limonin yang terjadi sebesar 91.91% dan naringin sebesar 16.5%. Konsentrasi limonin meningkat akibat dari esterifikasi senyawa prekursor limonoate A-ring lactone yang tidak pahit menjadi senyawa limonin akibat peningkatan suhu sari jeruk sehingga sari jeruk yang dihasilkan menjadi sangat pahit. Peningkatan konsentrasi naringin disebabkan oleh rusaknya jaringan sari buah selama pemerasan dan pemanasan yang semakin melarutkan senyawa naringin, karena sifat naringin yang mudah larut di dalam air. Kadar air dari jeruk segar pada penelitian ini cukup tinggi yaitu 92.7%. Kadar air semakin meningkat dengan meningkatnya kematangan pada buah. Menurut Kagawa (1983) dalam Mitra (1997), jeruk Tangerine mengandung kadar air sebanyak 86.8%, kandungan asam-asam sebanyak 11 gram/1 gram, karoten 9 µg/1 gram, dan vitamin C 39 mg/1 gram. Jeruk Siam termasuk dalam golongan jeruk Tangerine. Kadar air pada jeruk Siam lebih tinggi dari kadar air jeruk Siam standar berdasarkan literatur. Persentase kadar air ini cukup tinggi karena buah jeruk yang dipilih dalam tingkat kematangan yang cukup optimum yaitu dengan semburat warna kekuningan 4-6%. Kadar air menurun seiring dengan kematangan buah yang mendekati kebusukan. Kandungan air yang tinggi menyebabkan sari jeruk tidak terlalu pekat dan memiliki tingkat keasaman yang kurang. Pada sari jeruk setelah pasteurisasi kadar air menurun akibat penguapan air dalam sari jeruk. Penguapan air ini meningkatkan rasio bobot padatan terhadap kandungan air didalam sari jeruk. Hal ini menyebabkan kadar abu meningkat setelah dilakukan pasteurisasi terhadap sari jeruk. Kondisi buah sangat mempengaruhi kandungan limonin dan naringin pada jeruk Siam. Kedua senyawa ini terdapat dalam bagian buah seperti flavedo, albedo dan core. Selain itu, kandungan limonin dan naringin juga dipengaruhi oleh kematangan buah, cara ekstraksi, dan pemanasan. Pada Gambar 9 memperlihatkan jeruk Siam yang digunakan pada penelitian dan susunan bagian jeruk Siam. Gambar 9. (a) Buah jeruk Siam dan (b) penampang jeruk (Ting dan Attaway,1971) Hasil pengamatan memperlihatkan jeruk memiliki tingkat kematangan yang belum maksimal (Gambar 9). Rata-rata buah berwarna hijau kekuningan. Jeruk Siam yang digunakan memiliki susunan core yang kompak, daging buah yang meliputi segmen dan lamella karena kematangannya belum maksimal. Oleh karena itu jeruk Siam ini lebih mudah untuk diperas. xxx

4 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Jeruk Siam dengan Penambahan Siklodekstrin dan Selulosa Asetat Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut pada sari buah diukur dengan refraktometer dan dinyatakan dalam satuan derajat Brix. Derajat Brix merupakan jumlah gram total padatan per 1 g jus dan ditentukan dengan Brix hydrometer atau refraktometer pada suhu yang tepat (Scott and Veldhuis, 1961). Total padatan terlarut yang terkandung dalam suatu produk mempengaruhi sifat fisik dan kimia produk diantaranya titik beku, titik didih, viskositas dan kelarutan. Total padatan terlarut (ºBrix) pada berbagai penambahan siklodekstrin dan suhu pencampuran dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Total padatan terlarut (ºBrix) pada berbagai penambahan siklodekstrin (CD) dan suhu pencampuran Total padatan terlarut (ºBrix) Suhu (ºC) CD (% b/v) Keterangan: CD = Siklodekstrin ,1,3,5 Total Padtan Terlarut (Brix) Total Padatan Terlarut ( Brix) Hasil pengujian total padatan terlarut pada Tabel 6, menunjukkan bahwa total padatan terlarut pada suhu pencampuran 27 dan 6ºC tetap. Penambahan siklodekstrin pada suhu tersebut belum menunjukkan pemekatan komponen sari jeruk dengan siklodekstrin akibat pemanasan, sehingga total padatan masih tetap. Pada suhu 8ºC yaitu suhu sesaat setelah pasteurisasi meningkatkan nilai total padatan terlarut. Total padatan terlarut meningkat akibat proses pasteurisasi yang dapat menguapkan sebagian kandungan air pada sari jeruk. Penguapan air ini meningkatkan komponen padatan akibat berkurangnya kandungan air dalam sari jeruk ,2,4,6 5 Selulosa Asetat (% b/v) Siklodekstrin (% b/v) Gambar 1. Total padatan terlarut pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat Gambar 1 memperlihatkan pengaruh konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat pada total padatan terlarut. Penambahan konsentrasi siklodekstrin dapat meningkatkan total padatan terlarut atau derajat Brix. Peningkatan ini disebabkan oleh kelarutan siklodekstrin pada sari jeruk saat proses pencampuran dengan bantuan pasteurisasi. Siklodekstrin mempunyai kelarutan dalam air pada bagian α, β dan γ siklodekstrin masing-masing sebesar 14.5, 1.8 dan 23.2 g/1 ml pada xxxi

5 18 suhu ruang (Madsen, 2). Semakin banyak padatan yang dapat terlarut dalam sari buah maka semakin banyak peningkatan total padatan terlarut. Peningkatan ini juga disebabkan oleh kandungan gula pereduksi yang terdapat dalam siklodekstrin dan penambahan siklodekstrin berupa padatan. Pada perlakuan dengan penambahan selulosa asetat dihasilkan total padatan sari jeruk pada selulosa asetat yang tetap sebanyak 9ºBrix. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan menggunakan selulosa asetat menyebabkan nilai total padatan terlarut yang kecil. Hal ini disebabkan oleh proses sentrifugasi sebelum pencampuran selulosa asetat. Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan antara sari jeruk dengan endapan. Pemisahan tersebut menyebabkan sebagian komponen pada sari buah ikut tersaring sehingga kehilangan sari buah akan mengurangi total padatan terlarut Derajat Keasaman (ph) Nilai ph atau derajat keasaman berhubungan dengan kandungan asam yang terdapat dalam sari buah. Semakin banyak asam yang terkandung dalam sari buah maka ph semakin rendah. Keasaman produk sari jeruk ini disebabkan adanya kandungan asam sitrat dan asam malat dalam sari jeruk Siam. Hasil uji ph pada berbagai suhu dan konsentrasi dengan penambahan siklodekstrin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Derajat keasaman (ph) pada penambahan berbagai siklodekstrin dan suhu pencampuran Derajat keasaman (ph) Suhu (ºC) CD (% b/v) Keterangan: CD = Siklodekstrin Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ph cenderung naik pada konsentrasi.3% dan turun pada konsentrasi.5%. Kenaikan ph pada konsentrasi.3% ini diduga sari jeruk yang ditambahkan siklodekstrin ini masih mempunyai kandungan air yang tinggi setelah pasteurisasi karena pengaruh kondisi lingkungan sekitar dibandingkan sari jeruk perlakuan lain, sehingga total asam yang terdapat dalam sari jeruk lebih rendah. Nilai ph pada konsentrasi siklodekstrin.5% mempunyai kecenderungan turun diduga pasteurisasi yang dilakukan lebih menurunkan kandungan air dan siklodekstrin dapat menginklusi asam-asam organik lebih banyak karena konsentrasi yang diberikan lebih tinggi. Perlakuan dengan siklodekstrin lebih dipengaruhi oleh konsentrasi siklodekstrin yang gunakan. Perubahan ph juga terlihat pada perlakuan dengan selulosa asetat. Perubahan ph sari jeruk dengan penambahan konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat disajikan pada Gambar 11. xxxii

6 19 5 ph 4, ,85 5 4,29 4 4,5 ph 3,5 2 3,1,3,5 Siklodekstrin (% b/v) 4,35 4,27 4,22,2,4, ,75 Selulosa Asetat (% b/v) Gambar 11. Derajat keasaman (ph) sari jeruk pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat Pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa secara umum penambahan siklodekstrin dapat mempertahankan nilai ph sehingga tidak menurun terlalu rendah. Kemampuan siklodekstrin untuk membentuk inklusi dengan senyawa organik menyebabkan asam-asam yang mempengaruhi ph dapat dipertahankan dengan baik dalam rongga siklodekstrin. Interaksi antara siklodekstrin dengan senyawa organik dapat terjadi karena perbedaan ukuran molekul yang menyebabkan senyawa organik terikat pada rongga siklodekstrin. Selain itu disebabkan oleh pasteurisasi yang mempengaruhi total asam dalam sari jeruk lebih pekat. Penurunan ph terjadi dengan meningkatnya konsentrasi selulosa asetat yang ditambahkan. Persentase penurunan ph sari jeruk terhadap sari buah pasteurisasi tanpa penambahan apapun sebesar 8.42% pada konsentrasi selulosa asetat.2%, sebesar 1.1% penurunan pada konsentrasi asetat.4% dan penurunan ph sebesar 11.16% pada konsentrasi selulosa asetat.6%. Nilai ph dengan perlakuan selulosa asetat ini lebih kecil dibandingkan nilai yang diberi perlakuan siklodekstrin dikarenakan selulosa asetat mempunyai sifat yang asam dan dapat melepaskan asamnya ketika ditambahkan dalam sari jeruk. Pada siklodekstrin ph yang didapat tidak sekecil pada ph dengan penambahan selulosa asetat dikarenakan sifat dari siklodekstrin tidak asam seperti selulosa asetat Kadar Vitamin C Kadar vitamin C merupakan suatu ukuran untuk mengetahui banyaknya asam askorbat yang terkandung dalam sari buah. Vitamin C sari jeruk diukur setelah proses pasteurisasi sehingga ada perubahan dengan konsentrasi vitamin C sebelum pasteurisasi pada sari jeruk Siam. Hasil analisis konsentrasi vitamin C pada berbagai penambahan konsentrasi siklodekstrin disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Kadar vitamin C pada berbagai penambahan konsentrasi siklodekstrin dan suhu pencampuran Kadar vitamin C (mg/1 ml bahan) Suhu (ºC) CD (% b/v) Keterangan: CD = Siklodekstrin xxxiii

7 ,1,3,5 Siklodekstrin (% b/v) Kadar Vitamin C (mg/1 ml) Kadar Vitamin C (mg/1ml) Secara umum suhu pencampuran siklodekstrin rata-rata memberikan nilai kadar vitamin C yang tetap. Pengaruh kadar vitamin C lebih didominasi oleh konsentrasi penambahan siklodekstrin. Pada penelitian ini, kadar vitamin yang dibahas secara umum merupakan hasil uji yang terbaik. Kadar vitamin yang diperoleh dengan penambahan siklodekstrin dibandingkan dengan kadar vitamin C yang diperoleh dari uji pada perlakuan sari jeruk dengan selulosa asetat. Hasil uji kadar vitamin C pada kedua perlakuan dapat dilihat pada Gambar ,4,6 5,2 Selulosa Asetat (% b/v) Gambar 12. Kadar vitamin C pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat Pada histogram hubungan kadar vitamin C dengan penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat menunjukkan bahwa kadar vitamin C cenderung tetap dengan adanya penambahan siklodektrin. Pada konsentrasi siklodekstrin.5% kenaikan kadar vitamin C yang semula menurun akibat oksidasi saat pasteurisasi meningkat menjadi 11 mg/1 ml bahan. Hal ini disebabkan asam askorbat tidak banyak teroksidasi karena penambahan siklodekstrin dilakukan sesaat setelah suhu pasteurisasi sehingga asam dapat langsung diikat oleh siklodekstrin. dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan siklodekstrin, saat pasteurisasi dilakukan asam askorbat dalam kondisi tidak diinklusi oleh siklodekstrin. Pada konsentrasi.1 dan.3 juga menunjukkan kadar vitamin C yang tetap. Inklusi siklodekstrin dengan asam askorbat diduga memerlukan konsentrasi siklodekstrin yang cukup besar. Pada penambahan selulosa asetat juga terdapat peningkatan kadar vitamin C pada konsentrasi.2% yang dapat diakibatkan oleh masih terjaganya asam askorbat yang terkandung dari sari jeruk pada kondisi setelah perlakuan sebelum dianalisa. Namun secara umum selulosa asetat ini tidak memberikan pengaruh pada kadar vitamin C sari jeruk. Menurut Pszezola (19), fungsi inklusi siklodekstrin antara lain untuk mengontrol pelepasan flavor, menutupi bau dan rasa yang tidak disukai, penstabil emulsi, meningkatkan kemampuan membentuk busa, mengontrol dan menutupi warna serta melindungi ingredient dari kerusakan karena oksidasi, reaksi yang diinduksi oleh cahaya dan dekomposisi oleh panas dan evaporasi. Salah satu fungsi yang ditunjukkan oleh siklodekstrin dalam penelitian ini adalah kemampuannya untuk melindungi sari buah dari teroksidasinya kadar vitamin C yang berlebihan pada konsentrasi yang tepat. xxxiv

8 Kandungan Total Asam Besarnya total asam dinyatakan dalam persen asam sitrat. Total asam dapat mempengaruhi ph dan rasa. Tingginya total asam dapat menurunkan ph dan memberikan rasa masam. Penambahan siklodekstrin pada sari jeruk dilakukan pada berbagai suhu dan konsentrasi untuk memilih parameter pada sari jeruk diantara kedua parameter tersebut. Tabel 8. Kandungan total asam pada berbagai penambahan konsentrasi siklodekstrin dan suhu pencampuran Total asam (% asam sitrat) Suhu (ºC) CD (% b/v) Keterangan: CD = Siklodekstrin 8 6 7,42 5,57 6,61 6,33 4 2,1,3,5 Total Asam (g/1g) Total Asam (g/1g) Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total asam yang diperoleh tidak menunjukkan kecenderungan data yang naik ataupun turun pada berbagai suhu yang digunakan (Tabel 8). Selain itu, ketiga perlakuan suhu pencampuran tersebut sama-sama berakhir pada suhu pasteurisasi sehingga kandungan total asam lebih dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi siklodekstrin yang terlarut dalam sari jeruk dan interaksinya dengan asam-asam sari jeruk. Pada pembahasan ini, nilai total asam yang digunakan untuk perlakuan siklodekstrin merupakan nilai rata-rata dari ketiga perlakuan suhu pencampuran tersebut. Hubungan kandungan total asam dengan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat disajikan pada Gambar 13. Siklodekstrin (% b/v) 6 5,57 4 2,3 2,37 2,37,2,4,6 2 Selulosa Asetat (% b/v) Gambar 13. Kandungan total asam pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat Secara umum, kandungan total asam sari jeruk dengan penambahan siklodekstrin cenderung meningkat dari nilai total asam sari jeruk % penambahan siklodekstrin (Gambar 13). Kenaikan yang tertinggi sebesar 24.93% terhadap penggunaan siklodekstrin dengan konsentrasi.1%. Kenaikan total asam ini mengindikasikan adanya kemampuan siklodekstrin untuk menginklusi senyawa-senyawa organik, sehingga asam-asam tidak banyak hilang dalam sari jeruk. Kecenderungan menurunnya total asam ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Nelson (198), keasaman sari jeruk ditentukan oleh nilai ph dan konsentrasi dari asam sitrat serta malat. Semakin banyak asam-asam yang terkandung dalam sari jeruk maka nilai total asamnya semakin tinggi. xxxv

9 22 Pada penelitian ini, nilai total asam dipengaruhi oleh konsentrasi siklodekstrin. Siklodekstrin sebagai senyawa yang memiliki gugus hidrofobik yang polar mampu berinklusi dengan senyawa-senyawa organik. Asam-asam lain yang terkandung dalam sari jeruk mampu diserap oleh molekul siklodekstrin sehingga tidak terjadi tingkat oksidasi asam yang tinggi. Jumlah total asam yang diserap tergantung dari perlakuan saat pasteurisasi dan kondisi saat berinteraksi dengan molekul siklodekstrin. Jumlah total asam yang meningkat juga dapat dipengaruhi oleh menurunnya volume bahan saat pasteurisasi. Namun hal ini tidak sama kondisinya pada perlakuan dengan menggunakan selulosa asetat. Penggunaan selulosa asetat menyebabkan ph sari jeruk menurun cukup banyak. Hal ini seperti dalam pengaruhnya terhadap kadar vitamin C bahwa selulosa asetat dapat mengadsorb sejumlah asam yang terkandung dalam sari jeruk saat pencampuran dan penyaringan. Kemampuan selulosa asetat dalam mengadsorb kandungan asam ini cukup tinggi sehingga asam yang hilang cukup banyak. Menurut Johnson (1982), selulosa asetat tidak berpengaruh banyak terhadap total padatan yang terlarut, keasaman, atau kandungan asam askorbat pada jus, tetapi menyerap banyak komponen seperti hesperidin, kandungan flavor, sterol, dan flavonoid nonfenolik yang terkandung dalam butiran selulosa asetat. Fungsi selulosa asetat sebagai absorban yang mengikat komponen-komponen seperti limonin dan naringin, sehingga menyebabkan komponen-komponen lainnya ikut tersaring dan terikat dalam selulosa asetat. Saat pemisahan selulosa asetat dengan sari jeruk siam menunjukkan warna selulosa asetat yang berwarna putih menjadi berwarna kuning setelah dimasukkan dalam sari jeruk. Adanya pengadukan menyebabkan semakin meratanya selulosa asetat dan semakin aktifnya selulosa asetat dalam penyerapan komponen limonin dan naringin. Semakin tinggi total asam akan menyebabkan semakin tingginya derajat keasaman buah, yang ditandai dengan semakin rendahnya ph. Menurut Sahari et al. (24), perubahan total asam dan ph dapat dipengaruhi oleh faktor penyimpanan, reaksi enzimatis dan perubahan mikrobiologis Viskositas Viskositas sari jeruk dalam berbagai perlakuan suhu pencampuran dan penambahan konsentrasi siklodekstrin disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Viskositas pada berbagai perlakuan suhu dan penambahan konsentrasi siklodekstrin Suhu (ºC) Keterangan: CD = Siklodekstrin CD (% b/v) Viskositas (cp) Tabel 9 menunjukkan bahwa penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin cenderung menghasilkan viskositas yang tetap. Secara garis besar viskositas sari jeruk meningkat pada suhu pencampuran 8ºC. Hal ini dapat disebabkan suhu pasteurisasi sebesar 8ºC dan tetap dipertahankan pada saat pencampuran siklodekstrin sehingga panas yang diberikan lebih besar. Pemanasan ini menguapkan kadar air lebih banyak sehingga viskositas xxxvi

10 23 naik. Perbandingan dilakukan dengan membandingkan viskositas pada penambahan siklodekstrin yang terbaik dan viskositas hasil perlakuan selulosa asetat Viskositas (cp) Viskositas (cp) ,1, ,5 8,2,4 7,6 Selulosa Asetat (% b/v) Siklodekstrin (% b/v) Gambar 14. Viskositas sari jeruk pada penambahan berbagai konsentrasi siklodekstrin dan selulosa asetat Pada Gambar 14 terlihat bahwa penambahan siklodekstrin dapat meningkatkan viskositas. Sari buah tanpa penambahan siklodekstrin memiliki viskositas sebesar 8 cp (centipoises). Peningkatan viskositas dari sari jeruk tanpa penambahan siklodekstrin terhadap sari jeruk dengan penambahan siklodekstrin ini rata-rata 25%. Namun pada konsentrasi siklodekstrin berapapun viskositas cenderung tetap. Siklodekstrin yang berupa padatan dapat larut dalam sari jeruk yang menambah total padatan yang terlarut sehingga meningkatkan viskositas. Semakin banyak total padatan yang terlarut maka viskositas semakin meningkat. Kelarutan siklodekstrin disebabkan bagian siklodekstrin yang bersifat hidrofilik yang mampu mengikat sari jeruk. Menurut Tomasik (24), siklodekstrin memiliki rongga bagian dalam yang bersifat hidrofobik dan permukaan luar bersifat hidrofilik. Siklodekstrin mampu mengikat air pada gugus hidrofiliknya sehingga meningkatkan kekentalan Kadar Limonin Kadar Limonin dengan Penambahan Siklodekstrin pada Suhu Kamar Siklodekstrin ditambahkan pada suhu kamar 27ºC lalu dipasteurisasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa sari jeruk yang ditambah siklodekstrin pada suhu pencampuran 27ºC meningkatkan konsentrasi limonin. Persentase kenaikan limonin dihitung dari konsentrasi limonin sari jeruk segar sebesar µg ml-1 dikarenakan pencampuran siklodekstrin pada sari jeruk segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsentrasi dan kenaikan limonin pada berbagai konsentrasi siklodekstrin dan suhu pencampuran 27ºC Konsentrasi Kadar Limonin Kenaikan Limonin No Siklodekstrin (%) (µg ml-1) (%) xxxvii

11 24 Kenaikan konsentrasi limonin setelah penambahan siklodekstrin dikarenakan banyaknya senyawa limonoate A-ring lakton yang berubah menjadi limonin akibat pemanasan. Penambahan siklodekstrin dapat menginklusi senyawa limonin, akan tetapi dengan adanya pasteurisasi setelah penambahan siklodekstrin menyebabkan aktifnya prekursor limonin yaitu limonoate A-ring lakton membentuk limonin. Kenaikan konsentrasi limoni ini lebih kecil dibandingkan konsentrasi limonin pada sari jeruk tanpa adanya penambahan siklodekstrin yang mencapai µg ml Kadar Limonin dengan Penambahan Siklodekstrin pada Suhu 6 dan 8ºC Penambahan siklodekstrin dilakukan pada suhu 6ºC setelah suhu pasteurisasi tercapai dan pada suhu 8ºC sesaat setelah suhu pasteurisasi tercapai. Penambahan siklodekstrin ini dilakukan untuk mencari konsentrasi dan suhu terbaik dalam upaya pengikatan kadar limonin dalam sari jeruk Siam. Konsentrasi limonin yang diharapkan dapat turun dibawah 6 ppm, hal ini dikarenakan pada kadar limonin 6 ppm masih terasa pahit dan belum diterima konsumen (Breksa dan Dagull, 28). Tabel 11. Konsentrasi dan pengikatan limonin pada berbagai konsentrasi dan suhu pencampuran siklodekstrin No Konsentrasi (%) dan Kadar Limonin Pengikatan Limonin Suhu Siklodekstrin (ºC) (µg ml -1 ) (%) , , , , , , Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi untuk sari jeruk pasteurisasi tanpa perlakuan memiliki kadar limonin sebesar 51.4 µg/ml (Tabel 11). Persentase pengikatan limonin untuk konsentrasi limonin dibawah 6 ppm telah didapatkan pada perlakuan penambahan siklodekstrin dengan konsentrasi sebesar,1% (w/v) pada suhu pencampuran 6ºC dengan persentase pengikatan 91.52%. Persentase pengikatan limonin yang besar hingga 1% pada perlakuan siklodekstrin dengan konsentrasi,3 dan,5 % (b/v) pada suhu pencampuran 6ºC. Selain itu pengikatan limonin terbesar juga terjadi pada perlakuan siklodekstrin dengan konsentrasi,3% (b/v) pada suhu pencampuran 8ºC. Berdasarkan data tersebut maka rekayasa proses terbaik untuk mendapatkan sari jeruk dengan konsentrasi limonin di bawah 6 ppm perlu digabung dengan hasil uji kualitatif pada uji perbandingan jamak organoleptik. Suhu pencampuran berpengaruh pada konsentrasi siklodeksrin yang dihasilkan. Pada penelitian ini, suhu pencampuran yang terbaik untuk siklodekstrin adalah pada suhu 6ºC setelah pasteurisasi dilakukan. Senyawa limonin dan naringin dapat larut bersama siklodekstrin sehingga membentuk senyawa yang tidak pahit. Selain itu beberapa proton pada senyawa limonin dan naringin digantikan oleh β-siklodekstrin yang terkandung dalam siklodekstrin. xxxviii

12 25 Penurunan konsentrasi limonin oleh siklodekstrin ini disebabkan kemampuan siklodekstrin untuk menutupi partikel limonin pada sari jeruk. Senyawa siklodekstrin mempunyai kemampuan menginklusi senyawa yang memiliki bobot jenis lebih rendah. Siklodekstrin mempunyai kemampuan berinteraksi dengan bermacam-macam senyawa ionik dan molekular membentuk senyawa kompleks inklusi siklodekstrin. Interaksi siklodekstrin dengan senyawa lain membentuk keseimbangan dinamik. CD + D CD : Siklodekstrin CD. D D : senyawa lain (Tomasik, 24) Bobot molekul limonin sebesar 47.5 Da, lebih kecil dari bobot molekul siklodekstrin yang terdiri atas α siklodekstrin sebesar 972 g/mol, β siklodekstrin sebesar 1135 g/mol, dan γ siklodekstrin sebesar 1297 g/mol. Semakin tinggi berat molekul maka semakin besar diameter rongga pada siklodekstrin. Selain itu, rongga siklodekstrin yang bersifat hidrofobik mampu menampung senyawa limonin menjadi senyawa kompleks inklusi. Adanya pembentukan senyawa kompleks inklusi ini menyebabkan limonin tertutupi oleh siklodekstrin sehingga rasa pahit dapat berkurang. Semakin banyak siklodekstrin yang ditambahkan maka semakin banyak limonin yang dapat ditampung oleh rongga molekul siklodekstrin yang berbentuk siklik berongga. Pada suhu pencampuran 27ºC, siklodekstrin yang terlarut belum sempurna, setelah pencampuran dilakukan pasteurisasi dan menyebabkan limonin semakin banyak. Suhu pasteurisasi sebesar 8ºC merupakan suhu yang kurang optimum bagi senyawa siklodekstrin untuk beraktivitas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 11 bahwa pengikatan limonin yang terjadi kecil. Demikian juga pada perlakuan dengan siklodekstrin pada suhu pencampuran 8ºC yaitu sesaat setelah suhu pemanasan sari buah mencapai 8ºC, aktivitas siklodekstrin masih kurang optimum yaitu masih menyisakan konsentrasi limonin diatas 6 ppm. Namun pada konsentrasi.3% suhu pencampuran 8ºC kandungan limonin %. Hal ini dapat disebabkan adanya pencampuran yang merata dan daya kerja siklodekstrin yang baik dalam menangkap limonin dan jumlah limonin yang terbentuk mempengaruhi aktivitas siklodekstrin dalam menangkap limonin Kadar Limonin dengan Perlakuan Selulosa Asetat Pada Tabel 12 dapat dilihat perbedaan hasil perlakuan dengan selulosa asetat pada suhu pencampuran 27ºC pada berbagai konsentrasi. Tabel 12. Pengikatan limonin pada berbagai konsentrasi selulosa asetat No Konsentrasi Selulosa Asetat (%) Konsentrasi Limonin (µg ml-1) Pengikatan Limonin (%) xxxix

13 26 Persentase pengikatan limonin dengan selulosa asetat terbesar pada penggunaan selulosa asetat.5% (Tabel 12). Selain itu pengikatan limonin dengan selulosa asetat belum dapat turun hingga dibawah 6 ppm. Semakin banyak selulosa asetat yang ditambahkan maka semakin banyak pula limonin yang dapat diikat. Pemilihan konsentrasi selulosa asetat ini berdasarkan pada penelitian Kadarisman et al. (1992) bahwa pada konsentrasi.2%,.4% dan.6% memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5 % untuk penghilangan rasa pahit pada jeruk Siam. Pengikatan limonin akibat teradsorbnya limonin oleh pori-pori pada selulosa asetat. Pengikatan limonin dengan selulosa asetat lebih kecil bila dibandingkan dengan penggunaan siklodekstrin. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengurangi rasa pahit dengan siklodekstrin lebih baik dibandingkan dengan selulosa asetat serta tidak menghilangkan senyawa limonin dan naringin yang terdapat dalam sari jeruk. Pada selulosa asetat, pengurangan rasa pahit dilakukan dengan mengadsorb limonin lalu disaring sehingga limonin terpisah dari sari jeruk Kadar Naringin Kadar Naringin dengan Penambahan Siklodekstrin pada Suhu Kamar Naringin merupakan penyebab rasa pahit yang biasanya ditemukan sebanyak 13-3 ppm pada jeruk Siam. Ambang batas sensorik untuk merasakan tingkat kepahitan senyawa ini sebesar 2 ppm. Konsentrasi naringin ditentukan dengan menggunakan metode Spektrofotometer yang dikembangkan oleh Davis (1947) serta Mishra dan Kahr (23) yang dimodifikasi oleh Setyadjit (25). Pengaruh konsentrasi siklodekstrin dalam mengikat naringin pada sari jeruk Siam disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Konsentrasi dan pengikatan naringin pada berbagai konsentrasi siklodekstrin dan suhu pencampuran 27ºC No Konsentrasi Siklodekstrin Konsentrasi Naringin Pengikatan Naringin (%) (µg ml -1 ) (%) Pengukuran pengikatan naringin pada Tabel 13 didasarkan pada konsentrasi naringin sari jeruk segar dengan konsentrasi naringin 23.2 µg ml -1 karena pencampuran siklodekstrin yang dilakukan pada sari jeruk segar sebelum pasteurisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran siklodekstrin pada suhu 27ºC mengalami persentase pengikatan yang kecil, namun pada konsentrasi.5% mengalami kenaikan naringin sebesar 6.9%. Hal ini disebabkan siklodekstrin yang dicampurkan pada suhu tersebut tidak mampu menginklusi senyawa naringin. Proses pemanasan sari jeruk setelah pencampuran siklodekstrin kurang efektif dalam mengikat naringin karena diduga konsentrasi naringin semakin bertambah dengan adanya pemanasan, selain itu xl

14 27 kemampuan inklusi siklodekstrin semakin melemah dengan dilakukannya pemanasan sampai tercapai suhu pasteurisasi Kadar Naringin dengan Penambahan Siklodekstrin pada Suhu 6 dan 8ºC Pengaruh siklodekstrin menghasilkan pengikatan naringin pada suhu pencampuran 6 dan 8ºC dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Konsentrasi dan pengikatan naringin pada berbagai konsentrasi dan suhu pencampuran siklodekstrin No Konsentrasi (%) dan Suhu Konsentrasi Naringin Pengikatan Naringin (ºC ) Siklodekstrin (µg ml -1 ) (%) , , , , , , Secara umum terjadi penurunan kadar naringin dalam semua perlakuan dengan penambahan siklodekstrin (Tabel 14). Pengikatan konsentrasi naringin yang paling besar terjadi pada penambahan siklodekstrin sebesar.5% pada suhu pencampuran 6ºC. Dilihat dari keseluruhan suhu pencampuran, pengikatan naringin paling besar terjadi pada suhu pencampuran siklodekstrin 6ºC. Pada suhu 6ºC siklodekstrin dapat bekerja secara optimal dibandingkan pada suhu pencampuran suhu 8ºC. Hal ini menunjukkan siklodekstrin membutuhkan suhu yang sesuai untuk membentuk kompleks inklusi dengan molekul tamu. Kemampuan siklodekstrin dalam membentuk komplek inklusi dengan molekul tamu tergantung kestabilan molekul tamu, suhu, dan konsentrasi siklodekstrin maupun molekul tamu. Selain itu pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan pada konsentrasi yang tepat pembentukan kompleks inklusi dapat terjadi keseimbangan (Sjzetli, 19). Penambahan siklodekstrin ini berpengaruh terhadap pengikatan kadar naringin namun tidak sebesar jumlah pengikatan limonin. Pengikatan konsentrasi naringin terbesar pada penggunaan siklodekstrin.5% (w/v) dengan suhu pencampuran 6ºC. Tingkat pengikatan naringin dalam penelitian ini relatif tidak stabil. Hal ini menunjukkan siklodekstrin kurang mampu mengikat naringin dengan lebih baik. Selain itu, disebabkan pula dari tingkat hidrofobisitas yang lebih rendah dibandingkan limonin. Menurut Aghistni (28), walaupun kedua senyawa baik naringin dan limonin sama-sama tidak larut dalam air, namun dapat dibandingkan perbedaan tingkat kepolaran keduanya. Struktur molekul naringin mengandung disakarida yaitu glukosa dan ramnosa serta terdapat 2 gugus OH - lainnya sehingga relatif lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan limonin. Tingkat kepolaran senyawa naringin lebih tinggi dibandingkan dengan limonin yang struktur molekulnya tidak mengandung gugus OH -, dengan demikian dapat dikatakan bahwa naringin memiliki tingkat kepolaran yang lebih xli

15 28 tinggi dibandingkan dengan limonin walaupun keduanya merupakan senyawa nonpolar. Dengan kata lain, limonin memiliki sifat yang lebih hidrofobik dibandingkan dengan naringin. Selain itu tingkat rejeksi limonin relatif lebih tinggi dan tidak stabil. Pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa tingkat hidrofobisitas senyawa limonin lebih tinggi dibandingkan naringin sehingga daya inklusi untuk limonin lebih tinggi pada rongga dalam siklodekstrin yang bersifat hidrofobik. Daya inklusi ini juga disebabkan berat molekul naringin yang lebih besar dibandingkan limonin sehingga penangkapan senyawa naringin dalam siklodekstrin tidak sebesar seperti limonin. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa daya inklusi siklodekstrin terhadap naringin lebih rendah dibandingkan limonin sehingga pengikatan konsentrasi naringin yang terukur lebih rendah Kadar Naringin dengan Perlakuan Selulosa Asetat Selulosa asetat digunakan untuk mengadsob naringin pada sari jeruk Siam. Pada penelitian ini selulosa asetat dengan konsentrasi.2,.4 dan.6% (b/v) menunjukkan pengikatan naringin yang lebih baik. Perbandingan persentase pengikatan naringin dengan menggunakan selulosa asetat disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Pengikatan naringin pada berbagai konsentrasi selulosa asetat No Konsentrasi Selulosa Konsentrasi Naringin Pengikatan Asetat (%) (µg ml -1) Naringin (%) Konsentrasi naringin pada berbagai konsentrasi selulosa asetat menunjukkan pengikatan yang lebih besar dalam sari jeruk Siam ini (Tabel 15). Selulosa asetat sebagai adsorban mampu menyerap naringin dengan lebih baik dibandingkan dengan siklodekstrin. Pengikatan naringin relatif lebih stabil dengan menggunakan selulosa asetat dibandingkan dengan menggunakan siklodekstrin. Pengikatan konsentrasi naringin ini terjadi karena penyerapan molekul naringin oleh selulosa asetat dengan dibantu oleh adanya pengadukan selama 45 menit dengan magnetic stirrer untuk memperluas daerah penyerapan dan waktu yang digunakan tersebut merupakan hasil terbaik yang diperoleh oleh penelitian sebelumnya. Penyerapan naringin ini lebih baik daripada limonin diduga bobot molekul naringin yang lebih besar daripada limonin lebih memudahkan selulosa asetat untuk mengadsorb naringin. Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa pengikatan konsentrasi naringin hingga mencapai 86.5%. Persentase penurunan ini lebih besar dibandingkan dengan perlakuan siklodekstrin yang hanya mencapai 52.24%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selulosa asetat memiliki kemampuan untuk mengikat senyawa naringin lebih baik daripada siklodekstrin. Mekanisme pengikatan senyawa naringin pada selulosa asetat seperti halnya pada pengikatan limonin yaitu dengan menyerap molekul-molekul naringin karena selulosa asetat mempunyai afinitas terhadap komponen pahit. Dengan xlii

16 29 pengadukan saat pencampuran selulosa asetat, menyebabkan luasnya permukaan selulosa asetat dalam menyerap molekul-molekul naringin. Kekurangan dari penggunaan selulosa asetat ini adalah hilangnya senyawa naringin setelah diadsorb oleh selulosa asetat dari sari jeruk Siam. Dengan demikian manfaat kandungan naringin sebagai senyawa flavonoid yang baik untuk antioksidan dalam mencegah berbagai penyakit berkurang bahkan hilang. Selain itu dengan hilangnya naringin dapat mengurangi atau menghilangkan kekhasan aroma sari jeruk Siam itu. Pada penggunaan siklodekstrin, senyawa naringin yang diikat lebih sedikit dibandingkan dengan selulosa asetat tetapi senyawa naringin tidak terbuang seperti pada penggunaan selulosa asetat. Kandungan naringin yang merupakan flavonoid yang berguna bagi tubuh masih terkandung pada sari buah. 4.3 Uji Organoleptik Uji organoleptik yang digunakan adalah uji perbandingan jamak. Uji ini berfungsi untuk mengetahui perbedaan sampel dan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap sampel. Uji ini dilakukan dengan membandingkan sampel produk konsentrat yang telah didilusi sehingga menghasilkan nilai total padatan terlarut yang sama dengan sari jeruk pada perlakuan ini. Sari buah pembanding merupakan sari buah konsentrat komersil. Pada uji organoleptik ini dilakukan pengujian terhadap sampel terbaik untuk perlakuan dengan siklodekstrin pada konsentrasi.1,.3 dan.5% (b/v) pada suhu pencampuran sebesar 6ºC. Parameter yang diuji terhadap formula produk sari jeruk Siam ada 4 parameter uji yaitu, rasa pahit, warna, aroma, dan kekentalan Rasa Pahit Rasa pahit yang ditimbulkan oleh sari buah ini berasal dari senyawa naringin dan limonin. Kedua senyawa ini merupakan komponen aktif yang terdispersi dalam sari buah yang menimbulkan rasa pahit dilidah ketika diminum. Sulit untuk membedakan limonin dan naringin karena kedua senyawa ini sangat pahit. Sari buah hasil perlakuan siklodekstrin merupakan sari buah yang belum diberikan bahan tambahan seperti fruktosa atau glukosa, sukrosa atau bahan pemanis lainnya serta tanpa adanya bahan pengawet. Perlakuan untuk mempertahankan daya simpan hanya dilakukan pasteurisasi. Sedangkan untuk sampel pembanding sari buah konsentrat terasa lebih manis karena adanya bahan tambahan pemanis dan lainnya yang tidak disebutkan oleh perusahaan. Cara memperpanjang masa simpannya dengan menghilangkan kadar airnya dengan evaporasi. Oleh karena itu apabila diminum masih terasa kental rasa pahitnya namun dengan uji ini dicari rasa pahit sari jeruk Siam yang masih dapat ditolerir oleh panelis. Panelis yang digunakan sebanyak 3 orang panelis tak terlatih. Hasil pengujian komponen rasa pahit ini dapat dilihat pada Gambar 15. xliii

17 3 % Panelis Uji Organoleptik Rasa Pahit Siklodekstrin.1% 6, ,6 33,3 13,3 1 Siklodekstrin.3% 23,3 4 33,3 3,33 Siklodekstri.5% 1 3,33 36,6 23,3 1 16,6 Nilai Uji Pembanding Gambar 15. Histogram persentase panelis yang memilih nilai uji pembanding rasa pahit Hasil analisa uji perbandingan jamak pada ketiga perlakuan sari buah dibandingkan dengan sampel pembanding menunjukkan bahwa rata rata memberikan penilaian paling besar pada skala 7 (lebih pahit) untuk sari buah dengan siklodekstrin.1 dan.3% (b/v) (Gambar 15). Sedangkan untuk sari buah dengan siklodekstrin.5% paling besar memberikan penilaian pada skala 6 (agak lebih pahit). Hal ini menunjukkan bahwa pada pemakaian siklodekstrin dengan.5% suhu pencampuran 6ºC memberikan pengaruh yang lebih baik untuk mengurangi rasa pahit dibandingkan penambahan siklodekstrin pada konsentrasi.1% dan.3% dengan suhu pencampuran 6ºC. Berdasarkan analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pada sari jeruk dengan siklodekstrin tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa pahit produk akhir pada selang kepercayaan 95%. Nilai uji perbandingan terhadap rasa pahit oleh panelis dengan ketiga perlakuan tidak berbeda nyata pada p>.5 seperti pada Lampiran 8 untuk analisis sidik ragam rasa pahit. Pemilihan penggunaan siklodekstrin untuk pengurangan rasa pahit lebih baik digunakan pada konsentrasi.1% pada suhu pencampuran 6ºC dikarenakan pengurangan limonin sudah mencapai dibawah 6 ppm dan pertimbangan uji kualitatif menunjukkan tidak beda nyata terhadap rasa pahit Aroma Analisa aroma diperlukan dalam uji organoleptik ini untuk mengetahui perbedaan aroma pada sari jeruk pembanding dan sari buah hasil perlakuan dengan siklodekstrin. Aroma merupakan faktor yang penting dalam menarik konsumen untuk mengonsumsi sari buah dan sebagai faktor untuk mendeteksi adanya perubahan kimia dalam makanan dan tingkat penyimpangan yang terjadi pada sari buah. xliv

18 31 % Panelis Uji Organoleptik Aroma Siklodekstrin.1% 3,33 3, ,3 1 1 Siklodekstrin.3% 3, ,67 6, ,33 Siklodekstrin.5% 3,33 13,3 13,3 13,3 36,6 13,3 6,67 Nilai Uji Pembanding Gambar 16. Histogram persentase panelis yang memilih nilai uji pembanding aroma Hasil analisis uji pembanding jamak terhadap aroma menunjukkan bahwa pada konsentrasi siklodekstrin.1% panelis banyak memilih skala 6 (agak lebih baik) sebanyak 43.33% dan.5%, panelis paling banyak memilih skala 6 (agak lebih baik) sebanyak 36.67%, sedangkan untuk sari jeruk dengan konsentrasi siklodekstrin.3% paling banyak memilih skala 7 sebanyak 3% (lebih baik) (Gambar 16). Hasil tersebut memperlihatkan bahwa pada produk dengan penambahan siklodekstrin memiliki aroma yang lebih baik dibandingkan sampel pembanding. Dari ketiga sampel dengan perlakuan siklodekstrin menunjukkan bahwa secara kualitatif produk dengan siklodekstrin.1% lebih baik untuk aroma sari buah yang dihasilkan menurut panelis. Berdasarkan analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pada sari jeruk dengan siklodekstrin tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma produk akhir pada selang kepercayaan 95%. Nilai uji perbandingan terhadap aroma oleh panelis dengan ketiga perlakuan tidak berbeda nyata pada p>.5 seperti pada Lampiran 9 untuk analisis sidik ragam aroma Warna Warna merupakan komponen yang penting bagi panelis untuk dapat menangkap kesan sebelum mengenali rangsangan lain. Warna dapat menunjukkan perubahan kimia dalam makanan seperti terjadinya pengkaramelan, pencoklatan dan perubahan-perubahan akibat penambahan senyawa lainnya. Perubahan warna dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk makanan dan minuman. Hasil analisis terhadap uji perbandingan jamak warna menunjukkan bahwa pada sari buah penerimaan panelis terhadap warna paling banyak memilih skala 6 (agak lebih cerah) (Gambar 17). Warna yang cerah ini dikarenakan karena sari jeruk Siam yang digunakan dari buah yang segar tanpa bahan pewarna apapun. Kecerahan warna sari jeruk Siam lebih disukai dibandingkan sampel pembanding. xlv

19 32 % Panelis Uji Organoleptik Warna Siklodekstrin.1% 3,33 23,3 26,6 26,6 16,6 3,33 Siklodekstrin.3% 1 23,3 6,67 23,3 23,3 6,67 6,67 Siklodekstrin.5% 1 13,3 26,6 2 26,6 3,33 Nilai Uji Pembanding Gambar 17. Histogram persentase panelis yang memilih nilai uji pembanding warna Sari jeruk Siam dengan konsentrasi siklodekstrin.1% paling banyak memilih skala 5 (26.67%) dan 6 (26.67%). Perlakuan siklodekstrin.3% mempunyai 3 nilai skala yang sama-sama menjadi nilai tertinggi yaitu skala 4 (skala agak kurang cerah), 6 (agak lebih cerah) dan 7 (lebih cerah), ketiganya memiliki persentase 23.33%. Sedangkan untuk sari buah dengan perlakuan siklodekstrin.5% mempunyai nilai skala paling banyak 5 (sama cerahnya) dan 7 (lebih cerah). Hal ini menunjukkan bahwa siklodekstrin tidak berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan pada sari jeruk Siam karena terjadi beberapa kali kesamaan nilai skala pada pengujian untuk satu konsentrasi perlakuan siklodekstrin. Berdasarkan analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa perlakuan pada sari jeruk dengan siklodekstrin tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna produk akhir pada selang kepercayaan 95%. Nilai uji perbandingan terhadap warna oleh panelis dengan ketiga perlakuan tidak berbeda nyata pada p>.5 seperti pada Lampiran 9 untuk analisis sidik ragam warna Kekentalan Uji organoleptik terhadap kekentalan sari jeruk ini berfungsi untuk melihat perbedaan kekentalan sari buah secara kualitatif menurut kesan panelis. % Panelis Uji Organoleptik Kekentalan Siklodekstrin.1% 6,67 16, ,3 3,33 Siklodekstrin.3% 16,6 26,6 16,6 16,6 16,6 6,67 Sklodekstrin.5% 16,6 23, ,6 3,33 Nilai Uji Pembanding Gambar 18. Histogram persentase panelis yang memilih nilai uji pembanding kekentalan xlvi

20 33 Nilai uji sari jeruk pada ketiga konsentrasi paling tinggi berada pada nilai skala 4 (agak kurang kental) (Gambar 18). Penambahan siklodekstrin dengan konsentrasi.1% menunjukkan persentase nilai uji 5% pada skala 4, untuk konsentrasi siklodekstrin.3% menunjukkan persentase 26.67% dan pada konsentrasi.5% menunjukkan persentase nilai uji sebesar 23.33%. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga sari buah dengan penambahan siklodekstrin tersebut semakin banyak siklodekstrin yang ditambahkan maka kekentalan semakin bertambah. Dengan demikian siklodekstrin memberikan pengaruh terhadap kekentalan sari jeruk Siam. Berdasarkan analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa perbedaan perlakuan pada sari jeruk memberikan pengaruh yang berbeda nayata terhadap kekentalan produk akhir pada selang kepercayaan 99% dan 95%. Nilai uji perbandingan terhadap kekentalan oleh panelis dengan ketiga perlakuan berbeda nyata pada p>.1 dan p>.5 seperti pada lampiran 8 untuk analisis sidik ragam kekentalan. Berdasarkan uji Duncan menunjukkan bahwa kekentalan berbeda nyata pada konsentrasi.3% dan.5% siklodekstrin dengan suhu pencampuran 6ºC. xlvii

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka. Penelitian, (6) Hipotesis, dan (7) Tempat Penelitian. 12 I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis, dan

Lebih terperinci

REKAYASA PROSES PENGIKATAN LIMONIN DAN NARINGIN OLEH SIKLODEKSTRIN PADA SARI JERUK SIAM SKRIPSI DIAN FAJARIKA F

REKAYASA PROSES PENGIKATAN LIMONIN DAN NARINGIN OLEH SIKLODEKSTRIN PADA SARI JERUK SIAM SKRIPSI DIAN FAJARIKA F REKAYASA PROSES PENGIKATAN LIMONIN DAN NARINGIN OLEH SIKLODEKSTRIN PADA SARI JERUK SIAM SKRIPSI DIAN FAJARIKA F34062522 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i THE DESIGN PROCESS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1 PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1 PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, dan (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Minuman Sari Buah Duwet Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembuatan minuman sari buah dengan bahan dasar buah duwet. Pembuatan minuman sari buah dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

METODOLOGI. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 18 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium PT. Hale International dan Laboratorium Analisis Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB.Penelitian dilakukan mulai bulan Januari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005 PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN Malang, 13 Desember 2005 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk bali (Citrus grandis L. Osbeck) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu terdapat vitamin C sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Madu

Proses Pembuatan Madu MADU PBA_MNH Madu cairan alami, umumnya berasa manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar); atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar); atau ekskresi serangga cairan

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jus jeruk siam Pontianak hasil mikrofiltrasi ukuran pori 0.1 µm dengan konsentrasi jus sebesar 6.5

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian serta Laboratorium Pangan dan Gizi, Program Studi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Tepung Kentang Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan kentang. Pembuatan tepung kentang dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa pengukusan,

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menguraikan mengenai (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode

III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini menguraikan mengenai (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menguraikan mengenai (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2) Metode Penelitian, dan (3) Prosedur Penelitian. 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan yang Digunakan Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1, menggunakan metode kering pada kondisi khusus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

MENGHILANGKAN RASA PAHIT PADA SARI JERUK NIPIS. Oleh : Saptoningsih (Widyaiswara BBPP Lembang)

MENGHILANGKAN RASA PAHIT PADA SARI JERUK NIPIS. Oleh : Saptoningsih (Widyaiswara BBPP Lembang) MENGHILANGKAN RASA PAHIT PADA SARI JERUK NIPIS Oleh : Saptoningsih (Widyaiswara BBPP Lembang) ABSTRACK Agribisnis jeruk nipis adalah usaha pertanian yang dirancang untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman dan makanan merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin menyadari akan pentingnya mengkonsumsi makanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan dan Maksud Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut 4. PEMBAHASAN Pembuatan minuman serbuk daun katuk dan jambu biji merah merupakan sebuah penelitian pengembangan produk yang bertujuan untuk memanfaatkan nilai fungsional pada bahan alami dengan lebih mudah

Lebih terperinci

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN

OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN OPTIMASI KECUKUPAN PANAS PADA PASTEURISASI SANTAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MUTU SANTAN YANG DIHASILKAN Oleh : Ermi Sukasih, Sulusi Prabawati, dan Tatang Hidayat RESUME Santan adalah emulsi minyak dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Evaluasi kestabilan formula krim antifungi ekstrak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 2 :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah kulit buah manggis, ethanol, air, kelopak bunga rosella segar, madu dan flavor blackcurrant. Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Jeruk termasuk buah dalam keluarga Citrus dan berasal dari kata Rutaceae. Buah jeruk memiliki banyak khasiat, salah satunya dalam daging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah pisang merupakan buah yang sering dikonsumsi oleh masyarakat dibandingkan dengan buah yang lain. Buah pisang memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tebu Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman ini memerlukan udara panas yaitu 24-30 ºC dengan perbedaan suhu musiman tidak lebih dari 6 ºC, perbedaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: WIDYA AGUSTINA A 420 100 076 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk Bali (Citrus grandis) memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi dalam 100 g bagian, yaitu sebanyak 43 mg dan vitamin A sebanyak 20 SI (Satuan Internasional),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Kimia pada Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji Bangkok (Psidium guajava L.) Rerata hasil analisis statistik untuk uji kualitas kimia yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses respirasi setelah pemanenan. Klimakterik menghasilkan etilen lebih banyak sehingga mempercepat terjadinya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5

PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 PENJABARAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Mingguke-5 Teknologi Pengawetan dan Produk Susu Cair (Lanjutan). Pengaruh Pasteurisasi (pemanasan) terhadap sifat fisik dan kimia susu Pemanasan dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi kimia kulit manggis. Komposisi Kimia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi kimia kulit manggis. Komposisi Kimia IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Kulit Manggis Analisa proksimat merupakan tahapan awal yang dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia suatu bahan. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Allium shoenoprasum L. yang telah dinyatakan berdasarkan hasil determinasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE. Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Maret 2009. Tempat penelitian di Kebun IPB Tajur I dan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia

I. PENDAHULUAN. Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Durian (Durio zibethinus Murray) merupakan salah satu tanaman asli Asia Tenggara yang beriklim tropis basah seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia (Ashari, 1995). Durian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan kebutuhan gizi dan bertambahnya tingkat pendapatan mayarakat, menyebabkan permintaan bahan pangan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Asam Malat dan Vitamin C terhadap Penerimaan Sensori Minuman sari buah jeruk memiliki karakteristik rasa asam dan apabila ditambahkan vitamin C dalam produk akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ALKOHOL MELALUI FERMENTASI BUAH

PROSES PRODUKSI ALKOHOL MELALUI FERMENTASI BUAH Laboratorium Teknologi Bioproses Semester IV 2013/2014 LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI ALKOHOL MELALUI FERMENTASI BUAH Pembimbing : Dr. Pirman Kelompok : I Tgl. Praktikum : 21 Mei 2013 Nama : Muh. Rezki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah

I PENDAHULUAN. tebu, bit, maple, siwalan, bunga dahlia dan memiliki rasa manis. Pohon aren adalah I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A PEMANFAATAN LIMBAH AIR LERI BERAS IR 64 SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN SIRUP HASIL FERMENTASI RAGI TEMPE DENGAN PENAMBAHAN KELOPAK BUNGA ROSELLA SEBAGAI PEWARNA ALAMI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : PUJI

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimen di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Pembuatan sirup rosella dilakukan di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) adalah buah yang memiliki mata yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat tumbuh subur di daerah beriklim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perubahan gaya hidup saat ini, masyarakat menginginkan suatu produk pangan yang bersifat praktis, mudah dibawa, mudah dikonsumsi, memiliki cita rasa

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A

NASKAH PUBLIKASI RISA DHALIA A ORGANOLEPTIK DAN KADAR VITAMIN C CINCAU DENGAN PENAMBAHAN SARI JERUK DAN GULA PASIR NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : RISA DHALIA A 420 100 192 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

PEMATANGAN BUAH INDEKS KEMATANGAN

PEMATANGAN BUAH INDEKS KEMATANGAN PEMATANGAN BUAH & INDEKS KEMATANGAN Pemasakan Tahap akhir fase perkembangan buah,,yang meliputi pembesaran sel, akumulasi fotosintat, dan senyawa aromatik, serta penurunan kadar asam, dan posisi buah masih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ubi jalar ungu Indonesia sejak tahun 1948 telah menjadi penghasil ubi jalar terbesar ke empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki kandungan nutrisi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci