UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST"

Transkripsi

1 UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG JAWA BARAT MELALUI KATEKESE S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Henrika Jamlean NIM: PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

2 ii

3 iii

4 PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada orang tuaku yang mengajari aku akan makna hidup, sumber inspirasiku: Selestinus Jamlean dan Lambertina Fangohoy, Nenek: Walburga Fangohoy, Adik-adik: Welhelmus Jamlean & Viktorianus Jamlean, umat di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang. iv

5 MOTTO Kerjakanlah hal-hal kecil dengan cinta yang besar (Ibu Teresa). Tanda kemurahan hati Illahi adalah damai dalam wajah kita, dalam mata kita; damai dalam kegembiraan kita, dalam sapaan hangat kita (Ibu Teresa). Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman Buah iman adalah kasih. Buah kasih adalah pelayanan, Buah pelayanan adalah kedamaian (Ibu Teresa). v

6 vi

7 vii

8 ABSTRAK Judul skripsi UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG JAWA BARAT MELALUI KATEKESE dipilih berdasarkan pada keprihatinan penulis akan situasi masyarakat saat ini di mana sangat rentan terjadi konflik karena adanya pluralitas, terutama pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Kenyataan menunjukkan bahwa keanekaragaman suku, agama, dan budaya di Cikampek sering menimbulkan ketegangan dan silang pendapat. Adanya pemahaman umat yang keliru tentang hakikat dialog antar umat beriman membuat mereka tidak ingin bergaul dengan orang lain yang berbeda suku, agama, dan budayanya. Umat masih memahami dialog antar umat beriman sebagai debat teologis sehingga menurut mereka yang berhak untuk ikut ambil bagian dalam dialog adalah orang-orang yang berkompeten soal agama seperti para pemuka agama. Bertitik tolak pada kenyataan ini, maka skripsi ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang dalam dialog antar umat beriman melalui katekese. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek dan katekese macam apa yang dapat membantu umat dalam memahami dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam dialog antar umat beriman. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu wawancara terhadap umat di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang telah dilakukan. Di samping itu, studi pustaka juga diperlukan untuk memperoleh pemikiran-pemikiran untuk direfleksikan, sehingga diperoleh gagasan-gagasan yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan bagi umat. Hasil akhir menunjukkan bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan oleh umat stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan mereka dalam dialog antar umat beriman adalah dengan katekese model Shared Christian Praxis. Dialog antar umat beriman yang dimaksud adalah suatu gerakan atau aksi bersama untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup bersama. Katekese model Shared Christian Praxis merupakan suatu model katekese yang bersifat dialogis partisipatif yang berdasar pada pengalaman hidup umat sebagai peserta sehingga melibatkan umat secara aktif dalam proses katekese. Oleh karena itu, umat perlu mengikuti katekese dengan model ini. Untuk keperluan itu penulis menawarkan suatu program katekese model Shared Christian Praxis, sekaligus dengan penjabarannya. viii

9 ABSTRACT The title of this thesis is EFFORTS TO INCREASE THE INTERFAITH DIALOGUE IN PLURAL SOCIETY IN THE ST. MARY STATION OF CIKAMPEK IN THE CHRIST THE KING PARISH OF KARAWANG IN WEST JAVA THROUGH CATECHESIS. It is chosen based on the author s concern on the recent situation, which is vulnerable for conflict caused by plurality especially the understanding and the involvement of people of St. Mary Station of Cikampek in interfaith dialogue among the faithful. The fact indicates that the diversity of tribes, religion, and culture in Cikampek often creates tension and discord. The existence of a false understanding of people about the nature of dialogue between the faithful makes them not want to associate with others of different ethnicity, religion, and culture. The people still understand the dialogue between the faithful as a theological debate, so they who are entitled to take part in the dialogue are people who are competent about religion such as religious leaders. Starting from this fact, the thesis is intended to help people of St. Mary station of Cikampek of Christ the King Parish of Karawang increasing their understanding and involvement in interfaith dialogue through the catechesis. The key issue of this thesis is to know the understanding and the involvement of people in the interfaith dialogue in the St. Mary Station of Cikampek and what kind of catechesis can assist people in understanding and increasing their involvement in the interfaith dialogue. To study this problem requires accurate data. Therefore, interviews with people in the St. Maria Station of Cikampek of Christ the King Parish of Karawang should be done. In addition, the literature study is also required to obtain ideas for reflection as a contribution for the people. The final result shows that a way that can be done by people of St. Mary Station of Cikampek of Christ the King Parish of Karawang to enhance their understanding and involvement in interfaith dialogue is by doing some catechetical program with Shared Christian Praxis model. The dialogue among believers is a movement or communal action to realize the values of the Kingdom of God in the daily life. Shared Christian Praxis is a dialogical participatory model of catechesis based on life experience of people as participants so that people actively engage in the process of the catechesis. Therefore, people need to follow this model catechesis. For this purpose, the author offers a catechetical programs of Shared Christian Praxis model. ix

10 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas rahmat cinta kasih-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG JAWA BARAT MELALUI KATEKESE. Skripsi ini diilhami oleh hasil refleksi penulis saat pelaksanaan Karya Bakti Paroki di stasi St. Maria Cikampek, terutama atas pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman dari refleksi penulis menunjukkan masih hanya sebatas dialog pengetahuan atau seminar tentang agama saja. Dalam kehidupan bersama baik dalam masyarakat maupun dalam hidup dengan umat yang seiman, kadang pluralitas menjadi sumber ketegangan dan silang pendapat. Adanya pandangan yang keliru ini menyebabkan mereka memandang bahwa yang dapat terlibat di dalam dialog antar umat beriman hanyalah para pemuka agama karena mereka dipandang lebih tahu tentang ajaranajaran agama. Oleh karena itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. x

11 Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan sehingga penulis diteguhkan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. 2. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji II yang telah memberikan motivasi pada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum. selaku dosen penguji III yang telah bersedia membaca, memberikan kritik dan masukan, serta mendampingi penulis dalam mempertanggung-jawabkan skripsi ini. 4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini. 5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 6. Pastor Agustinus Made, OSC selaku Pastor Paroki Kristus Raja Karawang yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di stasi St. Maria Cikampek. xi

12 7. Bapak Teddy Haryono selaku ketua stasi, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian di stasi St. Maria Cikampek. 8. Bapak Hariyadi sekeluarga yang telah bersedia memberikan seluruh waktu dan perhatiannya bagi penulis selama penelitian. Terima kasih atas kerjasama, dukungan, saran dan cintanya yang begitu luar biasa bagi penulis selama melaksanakan penelitian di stasi St. Maria Cikampek. 9. Para ketua lingkungan di stasi St. Maria Cikampek yang telah menerima penulis di lingkungan dan mendukung pelaksanaan penelitian. Terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama ini. 10. Bapak Yohanes sekeluarga, keluarga Bapak F.X. Songo Triyanto, dan keluarga Bapak Mulyadi yang telah memberikan semangat dan dukungan, masukan dan informasi kepada penulis demi kelengkapan skripsi ini. Terima kasih atas cinta yang begitu luar biasa yang meneguhkan penulis dalam penulisan skripsi ini. 11. Veronica Dwi Lestari dan Mas Agus Murjoko yang telah mengorbankan waktu dan tenaga membantu penulis dalam pengumpulan data skripsi ini. 12. Umat di stasi Cikampek yang telah menerima penulis dengan penuh cinta. Terima kasih atas segalanya, kebersamaan dengan umat di stasi ini sungguh sangat memperkembangkan saya. 13. Bapak, mama, nenek, adik-adik, dan semua keluarga yang memberikan semangat dan dukungan moral, material, dan spiritual selama penulis menempuh studi di Yogyakarta. xii

13 14. Lisnawati br Pinem, Sr. Katarina Da Duka, FSE, Sr. Natalia Situmorang, KYM, Lie Ce Hong, Maria Anastasia Rao, Odete Soares Maia, Magdalena Mada Hede, Fr. Donatus Naikofi, CMM, Agustina Eri Susanti, Christina Desi Priandari, Almatia Nuri Kristanti, Cyriaka Putik Nandra, dan Kristina yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis selama belajar hingga penyelesaian skripsi ini. 15. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2005/2006 yang turut berperan dalam menempa pribadi dan memurnikan motivasi penulis untuk menjadi seorang pewarta di tengah zaman yang penuh tantangan ini. 16. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga budi baik yang telah diberikan kepada penulis membawa berkah dan rahmat. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat menghargai dan memberi apresiasi bagi siapapun yang memberi masukan demi perbaikan skripsi ini dan pengembangan diri penulis selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Yogyakarta, 11 September 2009 Penulis Henrika Jamlean xiii

14 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv MOTTO... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xiv DAFTAR SINGKATAN... xviii BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Permasalahan... 7 C. Tujuan Penulisan... 7 D. Manfaat Penulisan... 8 E. Metode Penulisan... 8 F. Sistematika Penulisan... 8 BAB II. DIALOG UMAT BERIMAN DALAM GEREJA KATOLIK A. Hakikat Dialog dalam Tugas Perutusan Gereja Dialog sebagai Wujud Kesaksian dan Tugas Perutusan Gereja Dialog sebagai Misi Penginjilan Gereja Dialog sebagai Usaha Mewujudkan kerajaan Allah B. Pengertian Dialog Antar Umat Beriman C. Tujuan Dialog Antar Umat Beriman D. Subyek Dialog Antar Umat Beriman E. Hambatan-hambatan dalam Dialog Antar Umat Beriman xiv

15 F. Syarat-syarat Dialog Antar Umat Beriman Adanya Rasa Cinta Kerendahan Hati Kepercayaan Harapan Melibatkan Pemikiran Kritis G. Elemen-elemen yang Harus Ada dalam Dialog Antar Umat Beriman Perbedaan Keyakinan Kesaksian pada Partner Dialog tentang Keyakinan dan Pengalaman Religius Kita Keterbukaan Hati untuk Mendengarkan dan Belajar dari Pengalaman dan Keyakinan Partner Dialog H. Bentuk-bentuk Dialog Dialog Kehidupan Dialog Karya Dialog Pandangan Teologis Dialog Pengalaman Keagamaan/Spiritual I. Perkembangan Dialog Antar Umat Beriman dalam Gereja Katolik Sampai Saat Ini BAB III. PEMAHAMAN UMAT AKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DAN PELAKSANAANNYA DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG A. Gambaran Stasi St. Maria Cikampek Latar Belakang Berdirinya Stasi St. Maria Cikampek Jumlah dan Perkembangan Umat Stasi St. Maria Cikampek a. Lingkungan A. Yani b. Lingkungan Pegadungan c. Lingkungan Pondok Melati d. Lingkungan Permata Regency e. Lingkungan Eka Mas f. Lingkungan Rawa Mas xv

16 B. Penelitian tentang Pemahaman dan Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman Latar Belakang Rumusan Permasalahan Tujuan Penelitian Metodologi Penelitian a. Jenis Penelitian b. Tempat dan Waktu Penelitian c. Responden Penelitian d. Variabel yang Diteliti e. Teknik Pengumpulan Data f. Teknik Analisis Data Laporan dan Pembahasan Hasil a. Responden b. Pemahaman Umat akan Dialog Antar Umat Beriman dalam Masyarakat Plural c. Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman d. Katekese sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman Kesimpulan Hasil Penelitian Hal-hal yang Mendukung dan Menghambat Penelitian BAB IV. KATEKESE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN A. Katekese dan Evangelisasi B. Hakikat dan Tujuan Katekese yang Dialogis Hakikat Katekese yang Dialogis Tujuan Katekese C. Katekese Umat sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Umat Beriman dalam Masyarakat Plural Perkembangan Katekese Umat Keunggulan Katekese Umat xvi

17 3. Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese yang Dialogis D. Usulan Program Katekese untuk Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman Pemikiran Dasar Matriks Usulan Program Katekese Contoh Persiapan Program Katekese bagi Umat dengan Model Shared Christian Praxis BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1: Peta Stasi St. Maria Cikampek... (1) Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Pelaksanaan Penelitian... (2) Lampiran 3: Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Stasi... (4) Lampiran 4: Pedoman Pertanyaan Wawancara... (5) Lampiran 5: Hasil Wawancara... (6) xvii

18 DAFTAR SINGKATAN A. Daftar Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8. B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja AA: Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 7 Desember AG: Ad Gentes, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kegiatan Misioner Gereja, 7 Desember CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober DCG: Directorium Catechisticum Generale, Direktorium Kateketik Umum yang dikeluarkan oleh Kongregasi Suci para Klerus, 11 April DP: Dialogue Proclamation, Dokumen Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa dan Sekretariat untuk Dialog Antar Umat Beriman, 19 Mei xviii

19 EN: Evangelii Nuntiandi, Imbauan Apostolik Bapa Suci Paulus VI tentang Karya Pewartaan dalam Zaman Modern, 8 Desember GDC: General Directory for Catechesis, Pedoman Umum untuk Katekese, dikeluarkan oleh Kongregasi Suci Para Klerus, NA: Nostra Aetate, Deklarasi Konsili Vatikan II tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristen, 28 Oktober RM: Redemptoris Missio, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang Amanat Misioner Gereja, 7 Desember C. Singkatan Lain Art: APP: FABC: HAK: IPPAK: KBG: KBP: KK: KU: KWI: MAWI: Muspar: NTT: Artikel Aksi Puasa Pembangunan Federation of Asian Bishop s Conferences Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Komunitas Basis Gerejani Karya Bakti Paroki Kepala Keluarga Katekese Umat Konferensi Waligereja Indonesia Majelis Agung Waligereja Musyawarah Pastoral Nusa Tenggara Timur xix

20 OSC: PKKI: Prodi: Ordo Sanctae Crucis, Ordo Salib Suci Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-indonesia Program Studi PUSKAT: Pusat Kateketik PUSPAS: Pusat Pastoral SARA: SAV: SJ: Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan Studio Audio Visual Societas Jesus, Serikat Yesus xx

21 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, penulis membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat, metode, dan sistematika penulisan skripsi. A. Latar Belakang Indonesia terdiri dari beribu pulau dengan beribu budaya. Pluralitas budaya ini rentan terhadap konflik. Hal ini telah menjadi kenyataan di beberapa tempat di Indonesia seperti di Sampit, Ambon, Poso, dan Timika. Padahal sejak awal kita sekolah telah diperkenalkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang berarti meskipun berbeda tetapi tetap satu. Sejak dini telah diajari bahwa kita senantiasa hidup bersama dengan orang-orang yang memiliki budaya dan agama yang berbeda. Pepatah tak kenal maka tak sayang mengarahkan kita untuk saling mengenal, agar rasa sayang tumbuh. Meskipun sudah diusahakan sejak dini, mengapa persoalan pluralitas masih saja muncul? Gereja Indonesia juga ditantang untuk menyikapi pluralitas walaupun dalam kenyataan umat Katolik di Indonesia merupakan minoritas. Selain pluralitas agama dalam hidup bersama umat beriman lain, umat Katolik di Indonesia seperti yang kita ketahui datang dari berbagai macam suku, budaya, dan bahasa. Adanya perbedaan latar belakang ini tentu saja mempengaruhi umat dalam menghayati hidup berimannya. Contohnya cara menghayati iman Katolik umat yang berbudaya Jawa tentu berbeda dengan orang Flores. Demikian juga penghayatan iman orang Flores pasti berbeda dengan orang Batak. Sehubungan dengan hal ini, Gereja Indonesia

22 2 khususnya pada 10 tahun terakhir ini berusaha semakin menyadari tugas perutusannya di tengah masyarakat Indonesia yang plural. Dari Sidang Agung KWI Umat 1995, yang diadakan dalam rangka merayakan pesta emas Kemerdekaan Indonesia, keluar tekad ini: Gereja Katolik Indonesia ingin menjadi Gereja yang sungguh memasyarakat dengan semboyan 100% Katolik, 100% Indonesia. Stasi St. Maria Cikampek sebagai bagian dari Paroki Kristus Raja Karawang juga menghadapi permasalahan yang sama. Umat di stasi ini kebanyakan merupakan pendatang dari berbagai daerah di Indonesia seperti Flores, Jawa, Sumatera, Ambon, dan daerah-daerah lainnya. Umat yang datang dari berbagai latar belakang suku dan budaya tentu saja memiliki penghayatan hidup beriman yang berbeda satu sama lainnya. Selain itu, dalam hidup bermasyarakat umat Katolik merupakan minoritas yang hidup bersama penduduk setempat; orang Sunda yang beragama Islam. Situasi hidup yang plural ini merupakan kekayaan tetapi sekaligus menjadi tantangan dalam penghayatan hidup umat beriman. Dari pengalaman hidup bersama umat di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang, Jawa Barat selama pelaksanaan Karya Bakti Paroki (KBP), penulis mengalami dan merasakan sendiri bagaimana pluralitas tersebut berpengaruh dalam hidup beriman di mana kadang membawa ketegangan dalam tubuh umat sendiri. Ada perkumpulan umat berdasarkan suku yang bersifat eksklusif sehingga kadang menimbulkan ketegangan dan silang pendapat. Selain itu, umat Katolik mengalami permasalahan dengan hidup doa dalam kebersamaan dengan umat beriman lain antara lain: umat belum dapat melaksanakan kegiatan doa dan latihan koor karena dilarang oleh masyarakat setempat serta ijin pendirian Gereja yang dipersulit sehingga sampai saat ini masih terus diperjuangkan.

23 3 Situasi hidup jemaat sekarang sangat dipengaruhi oleh eksistensi agama, budaya, maupun sosial ekonomi yang plural. Untuk menyikapi adanya pluralitas dalam hidup bersama agar tidak menyebabkan konflik maka sikap yang sangat tepat untuk menyikapinya adalah dengan dialog. Namun, dialog seperti apakah yang dapat kita laksanakan? Dialog yang dimaksud dalam hal ini bukan semata-mata dalam arti komunikasi atau percakapan dalam hidup sehari-hari tetapi merupakan dialog yang mampu mendukung dan memperkembangkan iman tiap pribadi manusia. Suatu dialog yang menjadi cara hidup dalam membangun hidup bersama dalam komunitas, di mana para pelaku atau subyek dari dialog harus mampu menjadi bagian dari orang lain. Keprihatinan Gereja Katolik akan dialog menemukan inspirasi dasarnya dari Konsili Vatikan II. Keprihatinan akan dialog untuk tingkat Asia kemudian dikembangkan dalam sidang 180 uskup se-asia di Manila pada bulan November Kesadaran para uskup untuk berdialog dikembangkan dalam dokumendokumen FABC. Menurut dokumen tersebut, ada tiga bidang dialog yang harus digeluti Gereja Asia dalam tugas perutusannya yakni dialog dengan agama-agama Asia, dialog dengan kebudayaan-kebudayaan Asia, dan dialog dengan masalahmasalah kemiskinan orang Asia. Dialog sendiri memiliki berbagai macam arti. Dalam Dialogue Proclamation, art. 9 membedakan dialog dalam tiga macam arti. Pertama, dalam hidup sehari-hari sebagai komunikasi timbal balik. Tujuan komunikasi ini dapat berupa sekedar saling tukar informasi atau untuk meraih kesepakatan atau menjalin persatuan. Kedua lebih berkaitan dengan tugas evangelisasi yang harus dijalankan dengan semangat dialogis. Dalam arti ini dipandang sebagai sikap hormat, penuh persahabatan, ramah, terbuka,

24 4 dan suka mendengarkan orang lain. Pengertian dialog yang ketiga dipahami sebagai dialog hubungan antaragama yang positif dan konstruktif. Hubungan ini dilangsungkan dalam hubungan dengan pribadi-pribadi dan umat dari agama lain, yang diarahkan untuk saling memahami dan saling memperkaya, dalam ketaatan kepada kebenaran dan hormat kepada kebebasan. Dialog yang sebenarnya dijalankan dalam lingkup kebenaran dan kebebasan. Dialog sejati tidak hanya memperjuangkan kerjasama dan sikap terbuka, melainkan juga memurnikan dan mendorong untuk menggapai kebenaran dan kehidupan, kesucian, keadilan, kasih, perdamaian, serta aneka dimensi Kerajaan Allah. Pada kurun waktu sesudah Konsili Vatikan II sampai tahun 1970-an, perhatian Gereja Indonesia tercurah pada usaha-usaha membangun dialog, baik dengan gereja Kristen maupun dengan agama-agama bukan Kristen. Tahun keterlibatan Gereja Katolik dalam dialog agama-agama mulai menemukan bentuknya yang makin konkret, terutama dalam kebijakan-kebijakan pastoral dan aneka pertemuan teologis. Pada tahun 1970 MAWI mengeluarkan Pedoman Kerja Umat Katolik Indonesia yang pada bab II secara khusus berbicara mengenai masalah kerjasama antaragama. Sampai saat ini Gereja Katolik Indonesia terus mencari jalan terbaik untuk menjalin dialog dengan kaum beriman lain (Ligoy, 1997: 131). Usaha ini dilakukan dengan senantiasa menghubungkan dialog dengan tugas perutusan Gereja untuk mewartakan kabar gembira dalam kehidupan bermasyarakat. Evangelisasi merupakan esensi panggilan dan pengutusan Gereja yang mempunyai maksud untuk melanjutkan, memperkembangkan, dan memajukan seluruh misi Gereja di tengah bangsa-bangsa yang kenyataan hidupnya bersifat makin plural, terus berubah, dan

25 5 berkembang. Maksud dari evangelisasi disini bukan berarti mengkristenkan orang tetapi membantu umat untuk menghayati dan mewujudkan imannya secara baru. Arah evangelisasi baru adalah untuk meningkatkan kualitas hidup jemaat. Oleh karena itu, evangelisasi sebagai tugas perutusan Gereja perlu dilakukan dengan semangat dialogis melalui sikap hormat, penuh persahabatan, ramah, dan mau mendengarkan orang lain yang berbeda dengan kita. Tema umum APP tahun 2009 yang berlaku secara nasional Pemberdayaan Hubungan Antar Umat Beriman merupakan salah satu contoh keterlibatan Gereja Indonesia untuk membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat Katolik dalam dialog dengan umat beriman lain. Mewartakan kabar gembira dalam kehidupan bermasyarakat merupakan panggilan bagi semua orang beriman kristiani, termasuk umat di stasi St. Maria Cikampek ini. Dalam hidup bersama yang begitu plural, umat Katolik di stasi ini dipanggil untuk dapat melaksanakan tugas pewartaannya dalam hidup bersama tersebut. Tugas ini dapat dilaksanakan melalui dialog antar umat beriman. Dalam pembahasan skripsi ini, penulis memilih istilah dialog antar umat beriman bukan dialog antar umat beragama. Penulis sengaja tidak menggunakan istilah dialog antar umat beragama karena dalam hidup sehari-hari teristimewa di Cikampek, istilah ini sering diartikan sebagai dialog pengetahuan, seminar, atau debat tentang permasalahan keagamaan. Hal ini tidak sesuai dengan amanat konferensi para uskup se-asia yang menekankan bahwa dialog perlu dikembangkan dalam tiga matra, yakni dialog antar-agama, dialog antar-budaya, dan dialog dengan orang miskin dan menderita. Oleh karena itu, dialog antar umat beriman lebih dari pada sekedar debat teologis tetapi menjadi suatu cara hidup, aksi atau gerakan

26 6 bersama untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Inilah bentuk dialog yang dimaksudkan penulis dan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Katekese sebagai bagian utuh pastoral Gereja memiliki hubungan erat dengan evangelisasi baru. Menurut Catechesi Tradendae, art. 18, katekese merupakan salah satu momen penting dari evangelisasi. Arah utama seluruh kegiatan pastoral Gereja adalah pembangunan jemaat. Sebagai bagian pastoral Gereja, salah satu tujuan utama katekese adalah pengembangan hidup jemaat agar secara bersama-sama ikut berjuang mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah hidup manusia. Katekese sebagai pendidikan iman merupakan salah satu bentuk pewartaan Gereja yang bertujuan membantu orang beriman agar makin terlibat dalam dinamika hidup menggereja dan memasyarakat baik secara pribadi maupun kelompok (Adisusanto, 2000: 1). Katekese yang sungguh-sungguh berfungsi sebagai pewartaan dan pendidikan iman juga akan mampu melaksanakan peranannya dalam menumbuhkan kepekaan sosial. Dengan kata lain, katekese yang dilaksanakan perlu membina orang beriman, terutama kaum awam agar aktif melibatkan diri dalam persoalan-persoalan sosial, politis, ekonomi, demi perkembangan masyarakat terutama mereka yang sangat membutuhkan bantuan. Melihat pentingnya mewujudkan dialog antar umat beriman dalam masyarakat yang plural seperti sekarang ini, maka katekese sebagai bagian dari tugas pastoral Gereja hendaknya dapat membantu menciptakan dialog sejati yang tidak hanya memperjuangkan kerjasama dan sikap terbuka, tetapi juga memurnikan dan mendorong umat untuk menggapai kebenaran, kesucian, keadilan, kasih, perdamaian, serta aneka dimensi Kerajaan Allah. Oleh karena itu, pelaksanaan katekese di stasi St. Maria Cikampek hendaknya dapat membantu meningkatkan

27 7 pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman. Maka, sehubungan dengan itu penulis mengambil judul UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN DALAM MASYARAKAT YANG PLURAL DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG JAWA BARAT MELALUI KATEKESE. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis merumuskan permasalahan yang diangkat dalam skripsi sebagai berikut: 1. Apa hakikat dan tujuan dialog antar umat beriman yang dilaksanakan oleh Gereja? 2. Bagaimana pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman dan sejauhmana keterlibatannya? 3. Katekese macam apa yang dapat meningkatkan dialog antar umat beriman di tengah masyarakat yang plural? C. Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan hakikat dan tujuan dialog antar umat beriman yang dilaksanakan oleh Gereja 2. Untuk menggali dan mengetahui pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman 3. Memaparkan gambaran katekese yang dapat meningkatkan dialog umat beriman dalam masyarakat plural

28 8 4. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Prodi IPPAK-USD D. Manfaat Penulisan 1. Menambah pengetahuan dan wawasan baru bagi penulis dan pembaca mengenai dialog antar umat beriman dan katekese. 2. Untuk membantu umat di stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus Raja Karawang dalam meningkatkan pemahaman dan keterlibatan mereka dalam dialog antar umat beriman di tengah masyarakat yang plural. 3. Memberikan inspirasi bagi para katekis dan guru agama dalam mengembangkan program katekese yang membangun dialog sehingga umat dapat semakin termotivasi untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman. F. Metode Penulisan Pada bab I dan II skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif yang analitis melalui studi pustaka. Yang dimaksudkan dengan metode analitis deskriptif adalah suatu cara penulisan yang dilakukan dengan landasan pengalaman dan kajian teori yang disertai dengan analisis permasalahan yang akan dibahas. Untuk bab III penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dan studi pustaka. Bab IV dan V menggunakan metode deskriptif analitis, reflektif, dan interpretasi melalui studi pustaka.

29 9 G. Sistematika Penulisan Tulisan ini mengambil judul Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman Dalam Masyarakat Yang Plural Di Stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus Raja Karawang Jawa Barat Melalui Katekese dan dikembangkan menjadi lima bab. Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode, dan sistematika penulisan. Dalam bab II penulis memaparkan mengenai pengertian, hakikat dialog dalam tugas perutusan Gereja, pengertian dialog menurut para ahli, tujuan, syarat, bentuk-bentuk, hambatan-hambatan dalam dialog, dan perkembangan dialog antar umat beriman dalam Gereja Indonesia sampai saat ini. Pada bab III, penulis melakukan penelitian tentang pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Bab ini dibagi menjadi dua bagian besar yakni gambaran stasi St. Maria Cikampek dan penelitian tentang pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Dalam bab IV penulis menjelaskan arti dan tujuan katekese secara umum, menemukan model katekese yang dialogis, dan usulan program katekese sebagai solusi dari penulis untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Bagian ini ditutup dengan satu contoh persiapan program katekese dengan model Shared Christian Praxis. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil studi penulis melalui penulisan skripsi ini. Bab ini ditutup dengan saran dari penulis demi

30 10 peningkatan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman.

31 BAB II DIALOG UMAT BERIMAN DALAM GEREJA KATOLIK Di Indonesia dewasa ini semakin disadari bahwa sesungguhnya masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas berbagai suku bangsa, bahasa, budaya, agama, dan lain-lain. Pluralitas yang kita alami sebagai kenyataan sering menjadi pemicu konflik dan ketegangan dalam hidup bermasyarakat dan hidup bersama. Sebagai contoh adanya berbagai konflik di Indonesia yang disebabkan isu SARA seperti konflik antara masyarakat Kalimantan dengan suku Madura, kerusuhan atas nama agama yang terjadi di Ambon, pembakaran gerejagereja di Situbondo, dll. Oleh karena itu, untuk menjembatani berbagai perbedaan tersebut di atas maka dialog perlu diadakan sebagai suatu cara hidup dalam berkomunitas, dalam hidup bersama. Untuk lebih memahami dialog antar umat beriman maka pada bab II ini penulis membahas hakikat dialog dalam tugas perutusan Gereja, pengertian dialog, elemen-elemen yang harus ada dalam dialog, tujuan dialog, subyek dialog, syaratsyarat dialog, bentuk-bentuk dialog, hambatan-hambatan dalam dialog, dan akhirnya ditutup dengan perkembangan dialog umat beriman dalam Gereja Indonesia sampai saat ini. A. Hakikat Dialog dalam Tugas Perutusan Gereja Hakikat dialog dalam tugas perutusan Gereja dipandang sebagai wujud kesaksian perutusan Gereja, sebagai bagian misi penginjilan Gereja, dan sebagai usaha membangun Kerajaan Allah.

32 12 1. Dialog sebagai Wujud Kesaksian dan Perutusan Gereja Dokumen Gereja seperti Ad Gentes dan Redemptoris Missio tidak memandang dialog sebagai sarana misi, melainkan menggaris-bawahi bahwa hidup bersama dalam kerjasama dan dialog dapat menjadi wujud kesaksian sebagai orang Kristen. Dalam hal ini Konsili Vatikan II menarik konsekuensi berupa kewajiban konkret yang diungkapkan dalam pernyataan-pernyataan sebagai berikut: Agar mereka mampu memberi kesaksian tentang Kristus secara berhasil, kaum Kristiani harus bergabung dengan orang zamannya dengan hormat dan kasih, dan mengakui diri sendiri sebagai anggota-anggota kelompok orangorang, di antara siapa mereka hidup. Mereka harus berbagi dalam kehidupan kultural dan sosial dengan pelbagai hubungan dan urusan kehidupan insan. Karena itu mereka harus mengenal tradisi religius dan kultural orang lain, bahagia menemukan dan siap sedia menghormati benih-benih sabda yang tersembunyi dalam diri mereka Seperti Kristus sendiri demikian pula para murid-nya harus mengenal orang-orang di antara siapa mereka hidup. Mereka harus menjalin hubungan dengan orang-orang itu, belajar dengan dialog yang tulus dan sabar, tentang kekayaan apa yang dilimpahkan Allah kepada bangsa-bangsa di bumi ini. Sekalipun mereka harus mencoba menerangi kekayaan ini dengan cahaya Injil, membebaskannya dan membawanya ke dalam Kerajaan Allah Sang Penyelamat (AG, art. 11, 41; bdk. AA, art. 14, 29). Dialog tidak dipandang sebagai strategi kristenisasi, tetapi sebagai wujud konkret meneladan hidup Yesus Kristus (AG, art , bdk. RM, art ). Lewat dialog, Gereja ingin agar Kristus makin dicintai dan mengajak manusia mencintai sesama. Dalam kesaksiannya lewat dialog Gereja membantu umat manusia untuk bertobat dengan mengusahakan keadilan dan perdamaian. 2. Dialog sebagai Misi Penginjilan Gereja Redemptoris Missio, art. 55 menegaskan bahwa dialog antaragama merupakan bagian dari misi penginjilan Gereja serta menjadi salah satu

33 13 pengungkapan penginjilan Gereja. Penginjilan bertujuan mempertobatkan dalam arti penerimaan bebas kabar baik Allah dan menjadi anggota Gereja. Dialog sebaliknya, mengandaikan pertobatan dalam arti kembali kepada hati Allah dalam kasih dan ketaatan pada kehendak-nya. Dengan demikian, dialog tidak bertentangan dengan perutusan Gereja bila dipahami sebagai sarana dan metode untuk saling memperkaya dan saling mengenal. 3. Dialog sebagai Usaha Mewujudkan Kerajaan Allah Dialog merupakan salah satu wujud konkret partisipasi Gereja dalam membangun Kerajaan Allah. RM, art. 12 menjelaskan Kerajaan Allah sebagai wujud keselamatan yang sudah dipersiapkan oleh Allah dalam Perjanjian Lama, dilaksanakan oleh Kristus, dan di dalam Kristus, serta diberikan kepada semua orang oleh Gereja yang berkarya dan berdoa demi perwujudannya secara sempurna dan pasti. Kerajaan Allah bukanlah suatu kenyataan eksklusif bagi orang-orang tertentu saja tetapi diperuntukkan bagi semua umat manusia. Hal ini telah ditunjukkan oleh Kristus sendiri selama Ia berkarya di dunia. Dengan demikian, Kerajaan Allah harus menjadi wawasan misioner Gereja. Eksistensi Gereja pertama-tama untuk mengabdi Kerajaan Allah dan melayani manusia. Atas dasar inilah Gereja senantiasa memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, kasih, perdamaian, dan seterusnya (Gal 5:22-23). Dalam dialog, tema-tema Kerajaan Allah tentang kasih, keadilan, dan perdamaian telah membangkitkan pemikiran yang baru bahwa arti keselamatan tidak lagi disempitkan pada peranan Gereja dengan segala kebijakan pastoralnya, tetapi pada partisipasi seluruh umat manusia.

34 14 B. Pengertian Dialog Antar Umat Beriman Muhammad Wahyuni Nafis (1998: 96) dengan menekankan kembali pemikiran Swidler mengartikan dialog sebagai perbincangan dua orang atau lebih yang masing-masing memiliki pandangan yang berbeda, yang tujuan utamanya adalah saling belajar antar peserta dialog sehingga masing-masing peserta bisa saja mengubah pandangannya dan meningkat pengalaman religiusnya. Kemampuan untuk belajar sesuatu yang baru merupakan kunci dialog. Dialog yang menjembatani jurang di antara kita tidak tergantung kepada persetujuan berdasarkan pemikiran yang umum, melainkan kesadaran bahwa perbedaan-perbedaan adalah hal yang dapat dipelajari. Gadamer menekankan bahwa dialog bukan sesuatu yang kita ciptakan tetapi kita terlibat di dalamnya, dan merupakan percakapan di mana tidak ada yang memimpin atau dipimpin (Mega Hidayati, 2008: 54). Pemimpin di sini berarti mereka yang mengontrol percakapan, sehingga memungkinkan percakapan direkayasa dan hasilnya dapat diketahui sebelum percakapan berlangsung. Freire (1985: 73) mendefinisikan dialog sebagai suatu bentuk perjumpaan sesama manusia, dengan perantaraan dunia, dalam rangka menamai dunia. Jika dalam mengucapkan kata-katanya sendiri manusia dapat mengubah dunia dengan menamainya, maka dialog menegaskan dirinya sebagai sarana seseorang memperoleh maknanya sebagai manusia. Mengucapkan kata sejati bagi Freire berarti mencipta dunia secara baru. Dengan kata lain, Freire mendefinisikan dialog sebagai upaya transformasi membangun dunia yang baru. Dominasi yang tersirat dalam dialog haruslah dominasi terhadap dunia mereka yang mengikuti dialog, yakni penguasaan atas dunia bagi pembebasan manusia. Oleh karena itu, menurut Freire

35 15 dialog yang baik adalah dialog yang memperjuangkan keadilan bagi kaum lemah, miskin, dan tertindas. Pandangan para ahli tentang dialog tersebut sejalan dengan pandangan Gereja. Dokumen sekretariat pasca Konsili Vatikan II, DP, art. 9 membedakan dialog dalam tiga macam arti. Arti pertama dalam tingkat manusiawi sehari-hari, sebagai komunikasi timbal balik. Tujuan komunikasi ini dapat berupa sekedar tukar menukar informasi, atau untuk meraih kesepakatan, atau menjalin persatuan. Arti kedua lebih berkaitan dengan tugas evangelisasi yang harus dijalankan dalam semangat dialogis. Dialog dalam arti ini dipahami sebagai sikap hormat, penuh persahabatan, ramah, terbuka, suka mendengarkan orang lain. Arti ketiga dialog dipandang sebagai hubungan antaragama yang positif dan konstruktif. Hubungan ini dilangsungkan dalam hubungan dengan pribadi-pribadi dan umat dari agama-agama lain, yang diarahkan untuk saling memahami dan saling memperkaya. Armada Riyanto (1995: 103) dengan menekankan pemikiran Paus Yohanes Paulus II dalam Dialogue Leads to Genuine Conversion no. 46, melihat dialog dalam level paling mendalam yang pada prinsipnya ialah dialog keselamatan. Dialog keselamatan ialah dialog yang terus-menerus berusaha menemukan, memperjelas, dan memahami tanda-tanda Allah dalam persatuan manusia sepanjang masa. Dialog keselamatan merupakan sharing keselamatan. Dalam dialog ini, mereka yang terlibat di dalamnya diajak untuk saling membagikan pengalaman keselamatannya. Dalam pertemuan di Madras tahun 1982, Para Uskup Katolik Roma di Asia membuat satu konsensus yang disetujui para pemimpin agama di India sebagai berikut:

36 16 Karena agama-agama, seperti Gereja, harus melayani dunia, dialog antaragama tidak bisa terbatas pada masalah religius tetapi harus mencakup semua dimensi kehidupan: ekonomi, sosial, politik, budaya, dan agama. Komitmen semua agama adalah untuk perwujudan kehidupan yang menyeluruh bagi umat manusia sehingga mereka bisa saling mengisi dan menemukan urgensi dan relevansi dialog di semua tingkatan (Knitter, 2002: 229). Demikianlah dialog sebagai suatu transformasi menuju pembangunan dunia yang baru hendaknya tidak hanya terbatas pada masalah religius saja, tetapi melibatkan seluruh dimensi kehidupan manusia karena pewartaan tidak mungkin tanpa keterlibatan untuk mengubah, dan tidak ada perubahan tanpa tindakan. Setelah membaca pandangan beberapa ahli dan Gereja tentang dialog, maka penulis sendiri memahami hakikat dialog umat beriman sebagai perjumpaan antar manusia yang memiliki hati dijiwai oleh roh Allah sendiri untuk mengubah dunia. Bagi penulis, dialog tidak hanya cukup sekedar tukar menukar pendapat, pengetahuan, dan sharing iman saja tetapi lebih dari itu mengandaikan adanya hati, kepedulian dari peserta dialog untuk dapat mengubah dunia, menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada dalam dunia saat ini, mengusahakan suatu dunia di mana Allah meraja di dalamnya, di mana semua orang dapat mengalami cinta kasih Allah tanpa kecuali. Mengutip pemikiran dari Freire (1985: 71): Jika kita mencoba menganalisa dialog sebagai suatu gejala manusiawi, kita akan menemukan sesuatu yang merupakan hakikat dialog itu sendiri: kata. Namun kata itu lebih dari sekedar alat yang memungkinkan dialog dilakukan; oleh karenanya kita harus mencari unsur-unsur pembentuknya. Di dalam kata kita menemukan dua dimensi, refleksi dan tindakan, dalam suatu interaksi yang sangat mendasar hingga bila salah satunya dikorbankan - meskipun hanya sebagian seketika itu yang lain dirugikan. Tidak ada kata sejati yang pada saat bersamaan juga tidak merupakan sebuah praksis. Dengan demikian, mengucapkan sebuah kata sejati adalah mengubah dunia.

37 17 Dengan demikian mau dikatakan bahwa, dialog melibatkan dua dimensi yakni refleksi dan tindakan. Dalam suatu interaksi, bila salah satunya dikorbankan meskipun hanya sebagian; maka yang lainnya dirugikan; sehingga dialog tersebut menjadi tidak bermakna sama sekali. Jika dalam sebuah dialog dihilangkan dimensi tindakannya, dengan sendirinya refleksi akan dirugikan, sehingga dialog tersebut menjadi tidak bermakna sama sekali. C. Tujuan Dialog Antar Umat Beriman Untuk mendalami tujuan dari dialog antar umat beriman, penulis terinspirasi oleh tulisan Swidler dalam Death Or Dialogue? Swidler (1990: 62) menyatakan bahwa tujuan dari dialog adalah untuk belajar dan dengan demikian menjadi berubah. Dalam dialog, kita belajar lebih dan lebih lagi tentang partner kita dan dalam prosesnya menghilangkan kekeliruan pemahaman kita tentang mereka yang sebelumnya kita miliki. Dalam dialog, partner kita juga menjadi semacam cermin dan dalam menanggapi berbagai pertanyaan dari partner dialog kita dapat melihat ke dalam diri, tradisi kita yang mana sebelumnya tidak dapat kita lakukan. Dengan mendengarkan pandangan partner dialog, kita belajar banyak tentang bagaimana keberadaan kita di dunia. Atau dengan kata lain bagaimana kita berrelasi dan berpengaruh bagi orang lain. Sebagai contoh, hanya dalam dialog dengan budaya lainlah saya dapat sungguh mengenal budaya saya sendiri. Ketika saya tinggal di Yogyakarta selama kurang lebih empat tahun inilah saya dapat melihat dan merasakan kesamaan dan perbedaan antara budaya orang Kei, budaya saya sendiri dengan budaya Jawa khususnya Yogyakarta.

38 18 Dalam dialog, pemahaman kita, pemahaman partner dialog dan segala hal yang ada di sekitarnya mengalami suatu perubahan. Sikap kepada diri sendiri dan kepada orang lain, dan tingkah laku kita menjadi lebih baik. Dengan kata lain, dalam dialog semua pelakunya mengalami suatu transformasi. Swidler (1990: 63) dengan menegaskan pemikiran John Cobb menyatakan bahwa sangat penting dalam dialog bahwa kita berusaha mengenal partner dialog dengan sungguh-sungguh dan mencoba untuk memahami dan bersimpati kepada mereka. Dalam dialog kita belajar apa yang dimiliki oleh partner dialog dalam kehidupan bersama, perbedaan-perbedaan yang mereka miliki, menjembatani antipati dan kesalah-pahaman, agar dalam hidup bersama kita menjadi lebih dekat, merasakan, dan bertindak dalam basis hidup bersama. Dalam masyarakat kita yang plural, dialog membantu kita untuk memahami perbedaan-perbedaan yang ada sehingga kita dapat saling mengerti, lebih dekat, dan dapat bertindak dalam basis hidup bersama. Dialog menemukan dasarnya pada teladan Allah sendiri. Allah telah mengutus Putera-Nya ke dunia, bukan untuk mengadili dunia, melainkan agar dunia diselamatkan oleh-nya (Yoh 3:17). Penyelamatan Allah lewat Putera-Nya merupakan dialog Allah kepada manusia. Wahyu Ilahi menunjukkan dengan jelas hubungan dialogis antara Allah dengan manusia, tidak hanya searah dari Allah kepada manusia. Wahyu Allah kepada manusia meminta jawaban dan keputusan manusia. Maka proses karya penyelamatan Allah merupakan proses dialogis menuju Allah sendiri. Dengan demikian, Gereja sebagai penerus karya penyelamatan Allah didesak untuk meneladan tindakan Allah yakni menggalang dialog dengan dunia dan manusia.

39 19 Dalam dokumen Sikap Gereja Terhadap Para Penganut Agama Lain diungkapkan bahwa Gereja membuka dirinya bagi dialog untuk tetap setia pada manusia (Secretariat for Non Christians, 2007: 12). Dalam dialog antar pribadi orang mengalami keterbatasan masing-masing dan juga kemungkinan mengatasinya. Dalam dialog, orang akan menemukan bahwa ia tidak memiliki kebenaran secara sempurna dan menyeluruh, melainkan dapat melangkah bersama dengan orang lain menuju sasaran itu. Peneguhan satu sama lain, koreksi timbal balik, dan pertukaran persaudaraan membawa para peserta kepada dialog yang membawa kepada kematangan lebih besar yang pada akhirnya melahirkan persekutuan antar pribadi. Pengalaman dan pandangan keagamaan dengan sendirinya dapat dimurnikan dan diperkaya dalam proses pertemuan ini. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan dialog antar umat beriman dalam masyarakat yang plural adalah agar orang mendapatkan pemahaman yang baru, memiliki perubahan sikap, dan kemudian melakukan suatu gerakan atau aksi bersama untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup bersama. Nilai-nilai Kerajaan Allah yang dimaksud adalah terciptanya perdamaian, keadilan, kebebasan, kasih, persaudaraan, dan lain-lain. Ini merupakan suatu panggilan bagi semua orang beriman untuk mengusahakan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah tersebut dalam hidup bersama. D. Subyek Dialog Antar Umat Beriman Menjadi sebuah pertanyaan yang penting adalah siapa yang bisa mengambil bagian dalam dialog antar umat beriman? Pertanyaan ini penting karena sebelum

40 20 Konsili Vatikan II, Gereja memandang bahwa yang boleh berdialog hanyalah para pemimpin atau pemuka agama saja. Dialog bukanlah suatu konsep semata tetapi merupakan fakta yang terjadi dalam hidup sehari-hari masyarakat kita yang plural. Dalam kebersamaannya dengan orang lain semua orang membutuhkan dialog. Swidler (1990: 60) memandang bahwa yang berhak untuk menjadi subyek atau pelaku dialog bukan hanya pemimpin atau pemuka agama, hierarki, melainkan semua orang beriman, bahkan mereka yang termasuk dalam kelompok umat biasa. Yang terpenting adalah bahwa dialog harus melibatkan semua umat tanpa membedakan status, pangkat, atau jabatan penting dalam sebuah komunitas. Menurut Swidler, yang perlu dimiliki oleh para pelaku dialog adalah suatu sikap terbuka untuk belajar dari orang lain pengetahuan tentang tradisi imannya sendiri, serta memiliki tujuan, dan kebutuhan untuk dialog yang sama dengan partner dialog yang memiliki tradisi berbeda. Untuk itu keterbukaan untuk belajar dari orang lain merupakan kuncinya. Dialog harus bertolak dari kerendahan hati bahwa saya tidak memiliki pengetahuan akan segala sesuatu dan oleh karena itu saya mau terbuka untuk belajar dari orang lain. Ia (1990: 61) menegaskan bahwa hanya orang yang mengerti dan memahami secara sungguh-sungguh pokok ajaran dan kebenaran iman dari agamanya sendirilah yang mampu untuk berdialog dengan orang lain secara lebih mendalam. Tidak ada ketidaktahuan atau pengetahuan yang mutlak. Tidak seorang pun mengetahui segalanya, sama seperti juga tak seorang pun tidak tahu apa-apa. Oleh karena itu hanya orang-orang yang memiliki pemahaman tentang kebenaran yang tidak dogmatislah yang mampu untuk berdialog karena yang mutlak di dunia ini hanya satu yakni Tuhan sendiri.

41 21 Sejalan dengan pemikiran Swidler, Konsili Vatikan II juga menekankan keterlibatan semua umat beriman dalam melaksanakan tugas perutusannya. AA, art. 16 menekankan pentingnya kerasulan yang harus dijalankan oleh setiap orang secara pribadi dan secara melimpah mengalir dari sumber hidup kristiani yang sejati. Hendaknya umat Katolik berusaha bekerjasama dengan semua orang yang beritikad baik, untuk memajukan apapun yang benar, apapun yang adil, apapun yang suci, apapun yang manis (AA, art. 14). Mengenai tugas perutusan tersebut AG, art. 11 menyatakan sebagai berikut: sebab segenap Umat beriman kristiani, di mana pun mereka hidup, melalui teladan hidup serta kesaksian lisan mereka wajib menampilkan manusia baru dengan demikian sesama akan memandang perbuatan-perbuatan mereka dan memuliakan Bapa. Supaya kesaksian mereka akan Kristus dapat memperbuahkan hasil, hendaklah mereka dengan penghargaan dan cinta kasih menggabungkan diri dengan sesama, menyadari diri sebagai anggota masyarakat di lingkungan mereka, dan ikut serta dalam kehidupan budaya dan sosial melalui aneka cara pergaulan hidup manusiawi dan pelbagai kegiatan. Tugas perutusan dari semua orang kristiani untuk sunggguh-sungguh berusaha mewartakan Injil kepada semua orang, salah satunya dengan menggabungkan diri dengan sesama melalui dialog antar umat beriman. Dengan demikian, dialog sebagai fakta yang terjadi dalam masyarakat kita yang plural menjadi tanggung-jawab semua umat beriman tanpa kecuali. E. Hambatan-Hambatan dalam Dialog Antar Umat Beriman Kita sadari bahwa dialog sebagai komunikasi dalam tingkat manusiawi atau tukar menukar informasi saja tidak mudah, apalagi dalam dialog antar umat beriman.

42 22 Menurut DP, art. 52 hambatan-hambatan dalam dialog antar umat beriman umumnya menyentuh faktor-faktor manusiawi, antara lain: 1. Tidak cukup memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang agama-agama lain secara benar dan seimbang akan menyebabkan kurangnya penghargaan dan sekaligus akan mudah memunculkan sikap-sikap curiga yang berlebihan. 2. Perbedaan kebudayaan karena tingkat pendidikan yang tidak sama, juga masalah bahasa yang sangat peka dalam kelompok-kelompok tertentu. 3. Faktor-faktor sosial politik dan beban ingatan traumatis akan konflikkonflik dalam sejarah. 4. Pemahaman yang salah mengenai beberapa istilah yang biasa muncul dalam dialog, misalnya pertobatan, pembabtisan, dialog, dan seterusnya. 5. Merasa diri paling sempurna, sehingga memunculkan sikap-sikap defensif dan agresif. 6. Kurang yakin terhadap nilai-nilai dialog antar umat beriman; sejumlah orang menganggapnya sebagai suatu tugas khusus para ahli, atau melihat dialog sebagai salah satu tanda kelemahan atau malahan pengkhianatan iman. 7. Kecenderungan untuk berpolemik bila mengungkapkan keyakinan gagasannya. 8. Permasalahan zaman sekarang ini, misalnya bertumbuhnya materialisme, sekularisme, sikap acuh tak acuh dalam hidup, dan banyaknya sekte-sekte keagamaan fundamentalis yang menimbulkan kebingungan dan memunculkan persoalan-persoalan tertentu. 9. Sikap tidak toleran yang kerap kali diperparah oleh faktor-faktor politik, ekonomi, ras, etnis, dan aneka kesenjangan lainnya. Hambatan-hambatan di atas menurut DP, art. 53 muncul karena kurangnya pemahaman mengenai hakikat dialog yang sejati dan tujuan hakiki dari dialog. F. Syarat-Syarat Dialog Antar Umat Beriman Dialog antar umat beriman dalam masyarakat yang plural perlu senantiasa diusahakan. Agar dialog antar umat beriman dapat terwujud maka dibutuhkan syaratsyarat tertentu. Freire (1985: 74-80) memaparkan bahwa suatu dialog yang ideal

43 23 haruslah memenuhi syarat-syarat yakni adanya rasa cinta, kerendahan hati, keyakinan, harapan, dan melibatkan pemikiran kritis. 1. Adanya Rasa Cinta Dialog tidak dapat berlangsung tanpa adanya rasa cinta yang mendalam terhadap dunia dan sesama manusia. Cinta sekaligus menjadi dasar dari dialog, serta dialog itu sendiri (Freire, 1985: 74). Karena cinta merupakan suatu laku keberanian, maka cinta adalah pemihakan kepada orang lain. Penamaan dunia dalam dialog selalu menyertakan cinta dengan berbasis kemandirian bukan ketergantungan. Cinta yang kreatif, mendorong ke arah hidup dan bukan ke arah kematian dan perusakan. Cinta tidak boleh sentimental dan tidak boleh dijadikan sebagai alat manipulasi. Cinta harus melahirkan tindakan-tindakan pembebasan berikutnya. Jika saya tidak mencintai dunia, saya tidak mencintai kehidupan, jika saya tidak mencintai sesama manusia saya tidak dapat memasuki dialog (Freire, 1985: 75). Suatu dialog akan menjadi dialog yang sesungguhnya bila peserta dialog memahami sesamanya sebagaimana dia memahami dirinya sendiri, mengenal partner dialog bukan sebagai obyek, melainkan sebagai aku, yaitu diriku sendiri. Kanisius (2006: 99) dengan menekankan kembali pemikiran Pannikar menyatakan bahwa dialog hanya terjadi bila para peserta dialog dalam berkomunikasi, mengenal, dan mencintai yang lain sebagai dirinya sendiri. Dialog melihat yang lainnya bukan sebagai orang luar, penolong yang kebetulan, tetapi sebagai yang sungguh-sungguh diperlukan untuk bersama menemukan kebenaran karena kita bukanlah suatu pribadi yang dapat berdiri sendiri. Dialog antar umat beriman bukan semata-mata suatu

44 24 kegiatan akademis atau intelektual, tetapi suatu tindakan rohani yang melibatkan iman, harapan, dan kasih. Oleh karena itu, dialog harus dimaknai sebagai suatu sikap religius: mencintai Allah melampaui segala hal dan mencintai sesama seperti saya mencintai diriku sendiri. 2. Kerendahan Hati Dialog sebagai perjumpaan antar sesama manusia dibebani tugas bersama untuk belajar dan berbuat. Dialog antar umat beriman yang sejati tidak akan terwujud bila para pelakunya tidak memiliki sikap kerendahan hati untuk mau belajar dari orang lain. Menurut Gadamer, orang yang berpengalaman bukanlah mereka yang tahu lebih banyak sebagaimana pemikiran umum, tetapi orang yang dapat membuka dirinya pada pengalaman baru, dan mampu belajar dari pengalaman tersebut (Mega Hidayati, 2008: 37). Para peserta dialog harus memandang lawan bicaranya sebagai teman yang juga ingin menyumbangkan pandangan yang bernilai bagi kehidupan manusia, tidak memandangnya sebagai lawan yang ingin menyerang pandangannya demi menunjukkan bahwa dirinya memiliki pandangan yang lebih bernilai dari orang lain. Dalam dialog tidak ada orang yang bijak ataupun bodoh, yang ada adalah orang-orang yang terus mencoba, secara bersama-sama belajar lebih banyak dari apa yang sekarang mereka ketahui. 3. Kepercayaan Mendasarkan dirinya atas cinta, kerendahan hati, dan keyakinan maka dialog akan menjadi sebuah bentuk hubungan horizontal di mana sikap saling mempercayai

45 25 di antara pelakunya merupakan suatu konsekuensi yang masuk akal (Freire, 1985: 77). Dialog antar umat beriman menuntut adanya keyakinan yang mendalam terhadap diri manusia, keyakinan pada kemampuan manusia untuk membuat dan membuat kembali, untuk mencipta dan mencipta kembali, keyakinan pada fitrahnya untuk menjadi manusia seutuhnya. Dengan demikian, untuk dapat mengikuti dialog orang harus yakin pada dirinya sendiri sehingga bisa percaya kepada orang lain. Keyakinan terhadap diri manusia adalah sebuah prasyarat a priori bagi dialog. Manusia dialogis percaya pada orang lain bahkan sebelum ia bertatap muka dengannya. Tanpa adanya kepercayaan terhadap sesama manusia, dialog hanyalah sebuah omong kosong saja. Cinta palsu, kerendahan hati palsu, dan keyakinan yang lemah terhadap diri manusia tidak akan membuahkan rasa saling percaya. Kepercayaan bergantung pada kenyataan di mana suatu pihak menunjukkan kepada pihak lain tujuannya yang murni dan konkrit. Hal ini tidak akan terjadi bila kata-kata peserta dialog tidak sejalan dengan tindakannnya (Freire, 1985: 78). 4. Harapan Harapan berakar pada ketidaksempurnaan manusia, di mana mereka secara terus-menerus melakukan usaha pencarian, pencarian yang hanya dapat dilakukan bersama dengan orang lain (Freire, 1985: 78). Adanya dehumanisasi sebagai akibat tatanan yang tidak adil bukan merupakan sebab untuk berputus asa, tetapi justru untuk berharap, yang menumbuhkan usaha terus menerus untuk mencapai kemanusiaan sejati. Jika para peserta dialog tidak mengharapkan apa-apa sebagai

46 26 hasil dari dialog mereka, maka pertemuan itu akan menjadi sesuatu yang kosong, hampa, birokratis, dan menjemukan. 5. Melibatkan Pemikiran Kritis Dialog sejati akan terwujud dengan melibatkan pemikiran-pemikiran kritis yang melihat suatu hubungan tak terpisahkan antara manusia dan dunia, yang memandang realitas sebagai proses perubahan, tidak memisahkan dirinya dari tindakan, tetapi senantiasa bergumul dengan masalah-masalah keduniawian, dan tanpa gentar menghadapi resiko (Freire, 1985: 78). Pemikiran kritis yang dimaksudkan di sini adalah cara pandang dari para peserta dialog untuk kritis melihat realitas yang terjadi dalam masyarakat dan berani untuk secara bersamasama mengadakan pembaharuan ke arah hidup yang lebih baik. Kanisius (2006: 98) dengan menekankan kembali pemikiran Panikkar menyatakan bahwa agar dialog antar umat beriman dapat menjadi suatu dialog yang sejati maka harus dimulai dengan mempertanyakan diri saya sendiri dan relativitas kepercayaan-kepercayaan saya, dengan menerima berbagai tantangan perubahan, pertobatan, dan resiko tergugatnya pola-pola tradisional saya. Dalam dialog antar umat beriman, peserta harus masuk ke kedalaman dirinya sendiri, mengoreksi dan mengkritik dirinya, dan menyiapkan tempat yang semestinya bagi yang lainnya untuk masuk dan menyelam ke dasar dirinya. Dialog antar umat beriman mengajak kita untuk merenungi secara mendalam, tanpa manipulasi, diri kita sendiri, sejarah kita, agama kita (iman terdalam), dan menjumpai sesama dalam diri kita sendiri sehingga bersama-sama mengupayakan suatu transformasi, pembangunan dunia baru yang lebih baik.

47 27 G. Elemen-elemen yang Harus Ada dalam Dialog Antar Umat Beriman Knitter dalam Interreligious Dialogue: What? Why? Who? memandang bahwa dalam dialog orang akan bertemu dengan orang lain dan mempercayainya ketika berbicara, belajar darinya, dan bekerja dengan orang yang lain tersebut. Ia adalah seorang profesor teologi di Xavier University, Cincinnati, dan seorang promotor yang giat mengembangkan dialog yang efektif antar umat Kristen dan umat non Kristen. Melalui pengalamannya, Knitter (1990: 19) menemukan empat elemen penting yang harus ada dalam dialog yakni perbedaan, kepercayaan, kesaksian, dan pengetahuan. 1. Perbedaan Ada kehidupan dalam perbedaan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa pluralitas itu ada, baik pluralitas budaya, suku, tradisi, kepercayaan, bahasa, dll (Knitter, 1990: 21). Kita hidup bersama dalam perbedaan, dan berbeda dalam kebersamaan. Bahasa atau tafsiran dari agama akan mempengaruhi pengalaman iman yang kita miliki. Jika tafsirannya berbeda maka pengalamannya juga akan berbeda. Oleh karena itu kita tidak dapat menghakimi kebenaran dari praktek dan keyakinan suatu agama melalui sudut pandang agama kita sendiri. Oleh karena itu, sangatlah tidak adil bahwa kita menilai keyakinan orang lain dari kacamata kita sendiri saja. Dalam perbedaan orang dapat saling berbagi sehingga bisa saling memperkaya dalam kehidupan masyarakat yang plural.

48 28 2. Keyakinan Dalam kenyataan pluralitas, kita memiliki suatu harapan, suatu keyakinan bahwa kita dapat berdialog dengan orang lain tanpa dihalangi oleh perbedaanperbedaan yang ada (Knitter, 1990: 22). Hal ini merupakan kesungguhan dan tindakan iman. Kenyataan dari pluralitas yang membuat kita berbeda dapat berperan penting untuk inter relasi dalam hidup bersama di mana dengan adanya pluralitas tersebut semakin memperkaya dan memperkembangkan hidup personal dan komunal kita. Melalui percakapan dengan orang lain, kita akan menjadi lebih dekat. Dengan membagikan pengalaman iman yang kita miliki dan menerima pengalaman iman dari orang lain, kita terbantu untuk berkembang dalam pengertian akan kenyataan dan pencarian akan kebenaran. Untuk memperkembangkan dan menyelamatkan dunia kita harus merangkul perbedaan yang ada. Pluralitas adalah sebuah pertanggungjawaban dan pilihan keberhasilan karena kita berkembang menjadi lebih baik sebagai pribadi, sebagai komunitas, masyarakat, sebagai budaya, dan sebagai sebuah kebudayaan dunia untuk memperkaya hidup personal dan komunal kita. Oleh karena itu, kita diajak untuk dengan sungguh-sungguh mengadakan pass over menyebrangi keberbedaan dari yang lain, dengan melampaui paradigma dan visi kita, dan mendirikan yang baru, berbagi dasar di mana kita dapat sungguh-sungguh mengerti orang lain, budaya atau agama lain tanpa tekanan. Untuk menyebrangi keberbedaan tersebut kita membutuhkan sebuah jembatan, dan itu hanya dapat ditemukan, diciptakan, dan dibangun melalui proses dan tindakan yang dilakukan dalam dialog.

49 29 3. Kesaksian pada Partner Dialog tentang Keyakinan dan Pengalaman Religius Kita Dalam dialog interreligius kita harus berbicara tentang pengalaman religius, pengalaman iman (Knitter, 1990: 23). Pengalaman tentang kebenaran religius seperti semua kebenaran, tidak dapat hanya untuk saya atau untuk diri kita sendiri. Kita ingin agar partner dialog melihat apa yang kita miliki, pengalaman iman kita, menyentuh hidup mereka, dan mengubahnya seperti yang telah kita alami. Dalam pengalaman religius, kebenaran selalu universal; bukan untuk satu orang saja. Kesaksian bisa diambil dalam bentuk-bentuk lain, dan hadir dalam tingkat yang berbeda. Dalam dialog kita memberikan kesaksian untuk memperkembangkan bukan untuk menyelamatkan. Kautsar Azhari Noer (1998: 281) dengan menekankan kembali pemikiran Dunne mengatakan bahwa suatu usaha melintasi (passing over) dari satu budaya ke budaya yang lain, dari satu agama ke agama yang lain, harus diikuti dengan suatu proses kembali, kembali dengan wawasan baru kepada budaya sendiri, cara hidup sendiri, agama sendiri. Dialog tidak bermaksud menawarkan pertobatan bagi yang lainnya, tetapi sebaliknya mengajak untuk semakin yakin dalam komitmen akan keyakinan kita masing-masing. 4. Keterbukaan Hati untuk Mendengarkan dan Belajar dari Pengalaman dan Keyakinan Partner Dialog Kesaksian tidak akan sampai kecuali disertai dengan mendengarkan dan mempelajari. Kemampuan untuk mendengarkan sangat diperlukan dalam dialog. Kita harus, sekali lagi belajar dari orang lain, sehingga mereka dapat menunjukkan

50 30 kepada kita penyimpangan dari pemahaman kita akan kebenaran. Untuk itu, setiap pertemuan interreligius menyatakan bagaimana sangat berbedanya kita dan seberapa besar pemahaman kepada orang lain yang ternyata sangat kurang dan kadang ditutupi oleh pemikiran kita; kita akan selalu melihatnya, lebih dari luar, melalui agama lain. Knitter (1990: 25) dengan menekankan pemikiran David Tracy dalam Analogical Imagination mengajak kita untuk membiarkan imajinasi bebas bermain dalam usaha menyeberangi atau dalam bahasa John S. Dunne passing over perbedaan-perbedaan dalam agama-agama lain. Dengan masuk ke dalam perbedaanperbedaan tersebut, kita akan menemukan bahwa apa yang semula asing dan mungkin mengancam, sekarang menjadi sebuah undangan. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, dalam pencarian akan kebenaran, kita membutuhkan orang lain. Orang lain bukanlah pihak luar atau penolong yang kebetulan, tetapi sebagai yang sungguh-sungguh dibutuhkan untuk menyingkapkan kemungkinan baru, kebenaran yang baru. H. Bentuk-Bentuk Dialog Dialog memiliki berbagai macam bentuk. Bentuk-bentuk dialog antar lain dialog kehidupan, dialog karya, dialog pandangan teologis, dan dialog pengalaman keagamaan/spiritual. 1. Dialog Kehidupan Dialog kehidupan diperuntukkan bagi semua orang dan sekaligus merupakan level dialog yang paling mendasar sebab ciri kehidupan bersama sehari-hari dalam

51 31 masyarakat majemuk yang paling umum dan mendasar adalah ciri dialogis. Mgr. Ignatius Suharyo (2009: 83) mendefinisikan dialog kehidupan sebagai cara bertindak, suatu sikap, semangat yang membimbing perilaku seseorang. Di dalam dialog kehidupan terkandung perhatian dan keterbukaan untuk menerima orang lain. Dalam kehidupan bersama sehari-hari orang mengalami berbagai pengalaman yang khas baik suka maupun duka. Setelah mengalami pengalaman tersebut orang tergerak untuk membagikan pengalamannya kepada orang lain. Saling terlibat dalam pengalaman orang lain berlangsung dalam suatu wujud kehidupan yang dialogis. Dialog kehidupan tidak langsung menyentuh perspektif agama atau iman. Dialog ini lebih digerakkan oleh sikap-sikap solider dan kebersamaan yang melekat. Walaupun begitu, sebagai orang beriman, solidaritas dan kebersamaan dalam hidup sehari-hari tidak mungkin dilepas ataupun dipisahkan dari kehidupan penghayatan iman mereka. Setiap pengikut Kristus diajak untuk menghayati dialog kehidupannya dalam semangat Injili. Artinya, setiap pengikut Kristus harus mengungkapkan nilainilai Injili dalam tugas dan karyanya sehari-hari, dalam situasi apapun, baik sebagai minoritas maupun mayoritas, serta dalam segala bidang kehidupan. Bagi penulis sendiri, dialog kehidupan ini sangatlah penting karena sarat akan makna. Dialog kehidupan merupakan suatu cara untuk menumbuhkan sikap kepedulian kepada sesama dan lingkungan dalam dunia dewasa ini yang penuh dengan ketidakadilan dan kemiskinan. Dalam dialog kehidupan, semua orang tanpa terkecuali terlibat untuk memperjuangkan sebuah dunia baru yang digerakkan oleh cinta dan rasa saling memiliki sebagai saudara.

52 32 2. Dialog Karya Dialog karya yang dimaksud adalah kerjasama yang lebih intens dan mendalam dengan para pengikut agama-agama lain (Armada Riyanto, 1998: 110). Sasaran yang hendak diraih yakni pembangunan manusia dan peningkatan martabat manusia. Masalah-masalah besar yang dihadapi umat manusia saat ini menjadi pendorong adanya dialog karya antar pengikut agama-agama. Bentuk dialog semacam ini biasanya berlangsung dalam konteks organisasi lokal, nasional, ataupun internasional. Sejak Konsili Vatikan II, Gereja secara konkret dan resmi terlibat dalam dialog karya dan mendesak umatnya, mulai dari kelompok yang paling kecil sampai keuskupan, untuk mengusahakan dialog karya yang bertumpu pada kerjasama dalam karya-karya. Menghadapi dunia yang berada dalam penderitaan, kelaparan, pemukiman yang tidak manusiawi, distribusi kekayaan yang tidak adil, dan perusakan lingkungan, maka dialog karya dapat menjadi titik tolak tindakan bersama, suatu aksi global untuk membangun dunia baru. 3. Dialog Pandangan Teologis Dialog ini biasanya dilakukan oleh para ahli. Sebenarnya dialog pandangan teologis ini tidak hanya dikhususkan untuk para ahli melainkan juga untuk siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu. Tetapi karena menyangkut soal-soal teologis yang rumit maka lebih tepat dilakukan oleh para ahli. Dalam dialog teologis, orang diajak untuk menggumuli, memperdalam, dan memperkaya warisan-warisan keagamaan masing-masing, serta sekaligus diajak untuk menerapkan pandanganpandangan teologis dalam menyikapi persoalan-persoalan yang dihadapi umat

53 33 manusia pada umumnya (Armada Riyanto, 1998: 112). Dialog semacam ini biasanya terjadi bila partner dialog sudah mempunyai visinya sendiri mengenai dunia dan berpegang teguh pada suatu ajaran atau agama yang mengilhaminya untuk bertindak. Karenanya, dialog ini membutuhkan visi yang mantap. Dialog teologis lebih mudah terlaksana di dalam masyarakat yang majemuk, di mana berbagai tradisi dan ideologi hidup berdampingan dan saling berhubungan. Dialog pandangan teologis tidak dan tidak boleh berpretensi apa-apa, kecuali untuk saling memahami pandangan teologis dan penghayatan terhadap nilai-nilai rohani agama masingmasing. Dialog pandangan teologis tidak boleh dimaksudkan untuk menyerang pandangan sesama partner dialog. Dialog teologis meminta keterbukaan dari setiap peserta untuk menerima dan mengadakan pembaruan-pembaruan yang makin sesuai dengan nilai-nilai rohaninya. 4. Dialog Pengalaman Keagamaan/Spiritual Dialog pengalaman keagamaan atau dialog iman merupakan dialog tingkat tinggi. Dialog pengalaman keagamaan/dialog spiritual tidak dapat dipisahkan dari dialog teologis karena dialog spiritual selalu terkait dengan masalah-masalah teologis. Dialog ini bertujuan untuk mencari makna terdalam bagi kehidupan manusia yang sangat berharga, memperkaya, dan memperdalam pengalaman spiritual bagi kehidupan (Armada Riyanto, 1998: 113). Dialog pengalaman iman bermaksud untuk saling memperkaya dan memajukan penghayatan nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani masing-masing pribadi. Dalam dialog ini, pribadipribadi yang berakar dalam tradisi kegamaan masing-masing berbagi pengalaman

54 34 doa, kontemplasi, meditasi, bahkan pengalaman iman dalam arti yang lebih mendalam misalnya pengalaman mistik. Mereka juga saling membagikan kewajiban serta ungkapan-ungkapan dan cara-cara mereka dalam mencari Yang Absolut. Oleh sebab itu, dialog pengalaman keagamaan sangat mengandaikan iman yang mantap dan mendalam. Bentuk dialog yang semacam ini dapat saling memperkaya dan menghasilkan kerjasama yang bermanfaat untuk memajukan dan memelihara nilainilai tertinggi dan cita-cita rohani manusia. I. Perkembangan Dialog Umat Beriman dalam Gereja Indonesia Sampai Saat Ini Gereja sebagai umat Allah tak diragukan lagi sudah terlibat dalam dialog dengan saudara-saudara beriman lain sejak lama. Dialog itu berupa dialog kehidupan, di mana setiap orang Kristen berjumpa dan bergumul dalam kehidupan sehari-hari bersama dengan umat beriman lainnya. Armada Riyanto (1998: 122) memaparkan bahwa pada kurun waktu sesudah Konsili Vatikan II sampai tahun 1970-an, perhatian Gereja Indonesia terarah pada usaha-usaha untuk berdialog dengan Gereja-Gereja Kristen yang lain maupun dengan agama-agama bukan Kristen. Tetapi pada umumnya, penekanan dialog pertama-tama lebih diarahkan pada usaha ekumenisme, biarpun begitu usaha untuk berdialog dengan umat lain yang bukan Kristen tidak diabaikan. Hubungan Gereja Katolik dengan agama-agama dan kepercayaan lain dimulai secara konkret dengan pendirian PWI Ekumene pada tahun PWI Ekumene inilah yang mewakili MAWI (sekarang KWI) dalam masalah-masalah hubungan antar agama dan kepercayaan.

55 35 Pada tahun yang sama (1966) MAWI juga mendukung dan meminta Roma menyusun Directorium De Re Oecumenica untuk daerah-daerah misi. Menyusul pada tahun 1968, diadakan terjemahan Alkitab Ekumenis. Pada tahun 1966, MAWI meminta kepada para provinsial dan pembesar tarekat atau ordo untuk menunjuk atau mendidik seorang ahli dalam hal agama Islam. Ini dilakukan Gereja untuk menegaskan komitmen penghargaan dan penghormatan yang dialogis kepada agamaagama besar di lingkungan sekelilingnya sesuai dengan amanat dokumen Nostra Aetate dari Konsili Vatikan II (Armada Riyanto, 1995: 122). Pada periode tahun , keterlibatan Gereja Katolik dalam dialog agama-agama mulai menemukan bentuknya yang makin konkret, terutama lewat kebijakan-kebijakan pastoral dan berbagai pertemuan dialogis. Pada tahun 1970, MAWI mengeluarkan Pedoman Kerja Umat Katolik Indonesia yang pada bab II secara khusus berbicara mengenai masalah kerjasama antaragama. Nama PWI Ekumene kemudian diubah menjadi PWI hubungan antaragama dan kepercayaan (HAK) pada tahun Dengan digantikannya nama ekumene menjadi HAK menunjukkan keterlibatan Gereja dalam dialog mengalami perkembangan yang baru. Perkembangan baru ini menjadi konkret dengan dibentuknya Tim Forum Antaragama yang menjadi bagian dari PWI HAK. Tim ini bertugas secara sistematis menggalang usaha-usaha menuju dialog agama lewat berbagai kegiatan studi, pertemuan, dan lain-lain (Armada Riyanto, 1995: 123). Periode berikutnya sampai tahun 1980, PWI HAK semakin menampakkan peran yang mantap untuk mewujudkan keterlibatan Gereja Katolik dalam dialog agama-agama. Tahun 1978, diterbitkan selebaran yang memuat informasi tentang

56 36 hubungan antar agama dan kepercayaan. Menyusul tahun 1979, buletin dari Sekretariat PWI HAK hadir dua bulan sekali. Tahun 1980, disetujui Garis Kebijaksanaan PWI HAK yang berisi tujuan lingkup tugas pokok dan usaha-usaha yang ditempuh untuk meningkatkan keterlibatan Gereja dalam dialog, baik secara nasional maupun internasional. Antara lain dipromosikan usaha mengembangkan konsientisasi untuk berdialog dengan umat beragama lain dan penganut kepercayaan baik di tingkat nasional maupun di tingkat keuskupan. Perkembangan penting lainnya terjadi pada tahun 1980 dengan disetujuinya pengangkatan penghubung PWI HAK di tingkat keuskupan. Gambaran tugasnya antara lain mengusahakan berkembangnya kesadaran berdialog pada umat. Di tahun 1985, MAWI menerbitkan suatu buku pedoman hubungan Gereja dan Negara bagi umat Katolik yakni; Umat Katolik Indonesia dalam Masyarakat Pancasila. Diungkapkan secara tegas bahwa salah satu alasan utama para Uskup Indonesia menerbitkan dokumen ini adalah keinginan untuk memelihara dan meningkatkan 3 matra kerukunan yakni kerukunan umat seagama, kerukunan antar umat beragama, dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah (Armada Riyanto, 1995: 124). Sampai saat ini Gereja terus mengusahakan dialog dengan umat beriman lain. Umat sendiri juga telah cukup banyak memiliki kesadaran untuk berdialog dengan umat beragama lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai forum dialog yang diikuti oleh umat. Salah satu contohnya adalah kelompok Tikar Pandan yang merupakan salah satu forum dialog kaum muda di Yogyakarta. Anggota-anggota yang terlibat di dalamnya berasal dari berbagai agama, budaya, dan bahasa. Contoh lainnya adalah siaran mimbar agama Katolik yang di produksi SAV PUSKAT yang

57 37 banyak mengangkat tema perdamaian dan dialog lintas agama. Tema umum Aksi Puasa Pembangunan tahun ini yakni Pemberdayaan Hubungan Antar Umat Beriman membantu meningkatkan semangat berdialog umat Katolik. Tema-tema tersebut kemudian dikembangkan dalam judul-judul pertemuan katekese yang bermaksud membantu umat Katolik untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman. Hal ini menunjukkan bahwa Gereja Indonesia sampai saat ini terus berusaha terlibat dalam usaha mengembangkan dialog antar umat beriman. Penulis sendiri memandang bahwa dialog merupakan suatu kebutuhan eksistensial dari semua manusia dan oleh karena itu harus terus diperjuangkan. Apalagi dengan melihat keadaan dunia saat ini di mana terdapat berbagai penderitaan manusia dan adanya kerusakan ekologi. Dialog sebagai suatu upaya transformasi menuju pembangunan dunia yang baru haruslah melibatkan keprihatinan bersama akan kesejahteraan manusia dan ekologi. Oleh karena itu, menurut penulis dialog yang saat ini harus diusahakan adalah dialog aksi; suatu dialog yang bertanggungjawab secara global, di mana umat Kristen dan orang lain bekerjasama bagi pembangunan integral dan pembebasan manusia dengan cara peduli pada kesejahteraan manusia dan ekologi. Menurut Knitter dialog yang menuntut tanggung-jawab global adalah suatu dialog yang didasarkan pada suatu komitmen bersama untuk mengembangkan kesejahteraan manusia dan ekologi (Knitter, 2002: 259). Dengan demikian suatu dialog bisa lebih bermanfaat kalau didasarkan dan dituntun oleh suatu komitmen awal atau setidaknya komitmen serentak dari upaya bersama untuk mencapai kesejahteraan manusia dan ekologi. Jadi, kalau dialog studi

58 38 atau berbagi pengalaman kita tidak dimasukkan dalam dialog aksi, maka sesuatu yang dapat meningkatkan efektifitas mereka akan hilang. Salah satu contoh tindakan atau aksi bersama yang baru saja dilaksanakan adalah ajakan kepada seluruh warga dunia untuk mematikan listrik selama satu jam dari Pkl WIB pada hari Sabtu, 28 Maret 2009.

59 BAB III PEMAHAMAN UMAT AKAN DIALOG UMAT BERIMAN DAN PELAKSANAANNYA DI STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG Pada bab III ini penulis memaparkan situasi nyata tentang pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Untuk mengetahui pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman maka penulis mengadakan suatu penelitian. Pembahasan pada bab III ini penulis bagi menjadi dua sub bab yakni gambaran umum stasi St. Maria Cikampek, dan penelitian tentang pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman. Pada sub bab pertama, penulis memaparkan gambaran umum stasi St. Maria Cikampek yang terdiri dari latar belakang berdirinya stasi St. Maria Cikampek dan perkembangan umat sampai saat ini. Dalam sub bab kedua penulis memaparkan latar belakang penelitian, pembahasan, kesimpulan hasil penelitian, serta hal-hal yang mendukung dan menghambat penulis dalam melaksanakan penelitian ini. A. Gambaran Stasi St. Maria Cikampek Berikut ini adalah penulis akan mengemukakan mengenai gambaran stasi St. Maria Cikampek. Pembahasan tentang gambaran stasi St. Maria ini akan dibagi dalam dua bagian besar yakni latar belakang berdirinya stasi, jumlah, dan perkembangan umat sampai saat ini.

60 40 1. Latar Belakang Berdirinya Stasi St. Maria Cikampek Stasi St. Maria Cikampek masuk wilayah gerejawi Paroki Kristus Raja Karawang yang berbatasan langsung dengan Paroki Salib Suci Purwakarta dan Paroki Bunda Pembantu Abdi Pamanukan. Terbentuknya stasi St. Maria Cikampek merupakan peningkatan wilayah St. Maria seiring dengan perkembangan jumlah umat Katolik yang cukup pesat serta jarak dengan gereja induk yang relatif jauh. Oleh karena itu, sejarah berdirinya stasi St. Maria Cikampek tidak dapat dilepaskan dari perjalanan wilayah St. Maria (Panitia 25 Tahun Paroki Kristus Raja Karawang, 2007: 24-27). Stasi St. Maria Cikampek bermula dari berdirinya Kring Dawuan tahun 1970 yang dikoordinasi oleh Ibu Y.B. Tukimin. Kegiatan doa bersama dilakukan secara rutin di rumah orang tua Ibu Tukimin. Seiring berjalannya waktu rumah tersebut disepakati sebagai Kapel Dawuan. Dawuan adalah kelurahan di sebelah barat Cikampek. Pada tahun 1972, umat Katolik berkembang sampai ke Cikampek. Pada tahun 1983, dibentuk pengurus Kring St. Maria yang melayani daerah mulai Rel Kereta Api Klari, Kosambi, sampai dengan sebelah timur Cikampek yakni Cilamaya. Tahun 1995 Pastor Paskasius Bekatmo, OSC yang bertugas sebagai pastor pembantu di Paroki Karawang mulai melakukan pemekaran wilayah sesuai dengan kebijakan komunitas basis yang digariskan dalam Buku Kuning Keuskupan Bandung. Kring atau Lingkungan St. Maria kemudian dibagi menjadi enam lingkungan. Pada tahun 1997, secara resmi Kring St. Maria ditingkatkan statusnya menjadi Wilayah St. Maria dengan ketua Bapak Teddy Haryono. Terbentuknya stasi merupakan kerinduan umat Katolik di Cikampek akan pelayanan pastoral, baik kategorial maupun teritorial yang lebih besar. Hal ini

61 41 disebabkan karena jauhnya wilayah Cikampek dari pusat Paroki Karawang. Jumlah umat yang semakin bertambah mendorong perlunya pembangunan gedung gereja sebagai sarana ibadat. Keinginan ini terungkap dalam berbagai pertemuan baik di stasi maupun di paroki. Keinginan umat di Cikampek sejalan dengan perkembangan di dewan pastoral paroki (DPP) Karawang yang mengemban amanat musyawarah paroki (Muspar) tahun 2000, yakni meningkatkan pelayanan umat yang berada jauh dari pusat kegiatan paroki. Dengan jumlah umat yang terus tumbuh dan berkembang, akhirnya pada tanggal 3 Mei 2001 wilayah St. Maria ditingkatkan statusnya menjadi stasi St. Maria Cikampek. Pada tanggal 16 Februari 2003, umat Katolik stasi St. Maria Cikampek diizinkan oleh pengembang Kawasan Industri Kota Bukit Indah untuk menggunakan sarana Gudang Berikat sebagai tempat ibadah. Mulanya Perayaan Ekaristi hanya dilaksanakan dua kali dalam sebulan pada minggu pertama dan ketiga. Tidak memerlukan waktu lama, pada tanggal 9 Maret 2003, Pastor Yoyo Yohakim, OSC mengumumkan bahwa mulai minggu itu stasi St. Maria Cikampek dapat melaksanakan Misa Kudus setiap minggu. Pada tahun 2006, manajemen PT Besland Pertiwi memberikan hadiah istimewa penyediaan lokasi berupa tanah seluas m2 di lingkungan Kota Bukit Indah yang difungsikan sebagai fasilitas tempat ibadah umat Katolik. Panitia pembangunan gereja sudah dibentuk dan setelah mengalami proses yang panjang selama ± 10 tahun akhirnya izin pembangunan gedung gereja didapatkan dan pembangunan gereja sudah dimulai. Sebuah perjalanan panjang yang mencerminkan kokohnya persaudaraan umat dan indahnya kebersamaan.

62 42 2. Jumlah dan Perkembangan Umat Stasi St. Maria Cikampek Cikampek merupakan kota kecil yang dilalui jalur strategis pantura dari Jakarta menuju wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Cikampek pula terdapat persimpangan rel kereta api antara Jakarta-Bandung dan Jakarta-Cirebon. Setiap mendekati hari raya lebaran, Cikampek selalu menjadi langganan layar kaca. Penduduk Cikampek sebagian besar adalah orang Sunda yang beragama Islam. Selain itu, masih banyak kaum migran yang datang dari berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, NTT, Ambon, dan Tionghoa yang beragama Katolik. Umat yang datang dari berbagai latar belakang suku dan budaya tentu saja memiliki cara penghayatan hidup beriman yang berbeda satu sama lainnya. Situasi hidup yang plural ini merupakan suatu kekayaan dan sekaligus menjadi tantangan dalam penghayatan hidup beriman khususnya dalam dialog antar umat beriman. Situasi penduduk secara khusus umat Katolik yang ada di stasi St. Maria Cikampek ini kurang lebih sama dengan situasi umat yang ada di paroki pada umumnya di mana umatnya terdiri dari masyarakat yang heterogen, baik dari segi etnis, budaya, dan pekerjaan. Jumlah yang sedikit dalam komposisi jumlah penduduk tidak membuat warga Katolik di wilayah ini merasa minder, bahkan mereka cukup aktif terlibat dalam masyarakat, beberapa di antaranya juga ada yang dipercayai untuk menduduki beberapa jabatan penting dalam masyarakat seperti dalam kepengurusan RT atau RW. Hanya saja beberapa lingkungan sampai saat ini masih menemui kendala untuk melakukan kegiatan bersama seperti koor dan doa bersama karena dilarang oleh masyarakat setempat. Stasi St. Maria Cikampek sendiri terbagi dalam 6 lingkungan dengan jumlah umat sebanyak 776 jiwa (Jamlean, 2008: 7-8). Perinciannya sebagai berikut:

63 43 a. Lingkungan A. Yani Umat di lingkungan A. Yani ini berjumlah 17 KK dengan 63 jiwa (Jamlean, 2008: 7). Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang Tionghoa yang bekerja sebagai pedagang dan pengusaha. Selain itu, ada juga umat yang berasal dari Jawa dan Batak. Karena kesibukan umat maka kegiatan di lingkungan ini kurang berjalan dengan baik. Walaupun begitu, ada beberapa umat yang rela memberikan tempat untuk doa atau latihan koor bagi lingkungan-lingkungan lain yang tidak bisa mengadakan kegiatan karena dilarang oleh masyarakat setempat. b. Lingkungan Pegadungan Lingkungan ini merupakan lingkungan yang daerahnya paling luas dan jauh dari pusat kota Cikampek sehingga cukup sulit untuk dijangkau transportasi umum. Kebanyakan umat di lingkungan ini berasal dari Flores, Kupang, dan Jawa dengan jumlah umat 36 KK atau 129 jiwa (Jamlean, 2008: 7). Umat di lingkungan ini banyak bekerja sebagai karyawan dan satpam di pabrik-pabrik yang berada di Cikampek dan Jakarta. Karena letak tempat kerja yang jauh menyebabkan yang aktif dalam kegiatan lingkungan kebanyakan adalah ibu-ibu. Walaupun begitu kegiatankegiatan lingkungan berjalan cukup baik. c. Lingkungan Pondok Melati Lingkungan Pondok Melati merupakan lingkungan yang sebagian besar umatnya berasal dari Jawa dan Batak dengan jumlah 36 KK atau 157 jiwa (Jamlean, 2008: 7). Umat di lingkungan ini kebanyakan adalah keluarga-keluarga muda. Lingkungan ini merupakan salah satu lingkungan di stasi St. Maria Cikampek yang

64 44 kegiatannya berjalan dengan baik karena didukung oleh masyarakat setempat. Jarak dari satu rumah ke rumah yang lain juga dekat karena semuanya berada dalam satu kompleks perumahan sehingga kegiatan lingkungan dapat berjalan dengan lancar. d. Lingkungan Permata Regency Jumlah umat lingkungan ini adalah 16 KK atau 57 jiwa (Jamlean, 2008: 8) dengan sebagian besar umatnya berasal dari Batak. Penduduk di daerah perumahan ini mayoritas berasal dari Sumatera baik yang beragama Protestan maupun Katolik. Kegiatan-kegiatan lingkungan juga berjalan dengan cukup baik. Hanya saja umat masih was-was untuk mengadakan latihan koor atau kegiatan-kegiatan kerohanian yang melibatkan banyak orang karena tidak disetujui oleh penduduk di daerah perkampungan sekitar. Oleh karena itu, umat lingkungan sering mengadakan latihan koor di lingkungan lain. e. Lingkungan Eka Mas Jarak rumah umat di lingkungan ini cukup berjauhan satu sama lain dan daerahnya berada dekat dengan perkampungan penduduk sehingga semua kegiatan yang bersifat rohani tidak dapat berjalan sama sekali. Bahkan pernah terjadi ada rumah umat yang dilempari dengan batu karena mengadakan latihan koor. Untuk menyiasati hal tersebut maka umat lingkungan ini sering mengadakan kegiatan doa dan latihan koor di rumah umat yang berada di lingkungan A. Yani dan Rawa Mas. Sebagian besar umat yang berada di lingkungan ini berasal dari Flores dan Kupang dengan jumlah umat sebanyak 56 KK atau 201 jiwa (Jamlean, 2008: 8).

65 45 f. Lingkungan Rawa Mas Lingkungan Rawa Mas merupakan lingkungan yang berada di pusat kota Cikampek dengan jumlah umatnya 51 KK atau 169 jiwa (Jamlean, 2008: 8). Sebagian besar umat lingkungan ini berasal dari Jawa dan Tionghoa yang bekerja sebagai pengusaha, kontraktor, dan karyawan sehingga ekonomi mereka dapat dikatakan sangat baik. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan lingkungan juga berjalan dengan sangat baik karena jarak rumah umat yang berdekatan serta kondisi masyarakat sekitar yang mendukung. B. Penelitian tentang Pemahaman dan Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman. 1. Latar Belakang Pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah kurangnya pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman. Dari pengalaman selama KBP di stasi St. Maria Cikampek penulis melihat dan mengalami sendiri adanya kesalah-pahaman yang menyebabkan konflik dan silang pendapat baik dalam tubuh umat sendiri maupun dalam kehidupan bersama masyarakat setempat. Latar belakang umat yang berasal dari berbagai suku, adat, dan budaya menjadi suatu kekayaan sekaligus faktor yang menyebabkan terjadinya perpecahan. Adanya persaingan di antara umat untuk menjadi yang terbaik dalam melaksanakan tugas-tugas Gereja juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keharmonisan hidup bersama. Selain itu, umat Katolik di Cikampek yang hidup bersama umat beriman lain teristimewa umat Islam yang mayoritas, sampai saat ini masih kesulitan

66 46 untuk melaksanakan kegiatan keagamaan seperti doa dan latihan koor karena dilarang oleh masyarakat setempat. Pelarangan ini menyebabkan sebagian umat cenderung menutup diri untuk bergaul dengan umat yang beragama Islam. Dari pengalaman dan sharing dengan umat selama KBP, penulis memperoleh kesan bahwa pemahaman umat akan dialog antar umat beriman masih terbatas pada seminar atau debat teologis. Kebanyakan umat lebih memahami dialog antar umat beriman sebagai dialog eksternal dengan umat beragama lain yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan saja. Hal ini tidak sesuai dengan pengertian dialog pada zaman sekarang seperti yang telah penulis bahas dalam bab dua di mana dialog antar umat beriman dipandang sebagai suatu gerakan atau aksi bersama untuk mewujudkan cinta kasih Kerajaan Allah. Sebagai suatu aksi bersama untuk mewujudkan cinta kasih Kerajaan Allah maka dialog antar umat beriman harus dijadikan sebagai jalan kehidupan yang dikembangkan dalam tiga matra kerukunan yaitu kerukunan antar umat seagama (internal), antar umat yang berbeda agama (eksternal), dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah. Mega Hidayati (2008: 53) dengan menegaskan pandangan Gadamer memandang dialog sebagai jalan kehidupan berarti dialog membuat kita betah di mana pun berada dan menyadarkan kita untuk bersahabat dengan yang lain, karena kita semua berkumpul sebagai komunitas orang bebas. Dialog sebagai way of life lebih dari sekedar debat teologis atau masalah-masalah religius saja tetapi melibatkan seluruh dimensi kehidupan manusia. Apalagi adanya pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan ekologi saat ini menjadi suatu panggilan bagi semua orang untuk terlibat dalam dialog global. Semua umat beriman dipanggil untuk mewujudkan suatu dialog aksi; memperjuangkan kesejahteraan manusia dan ekologi. Tema APP 2009 dari

67 47 Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) yang berlaku secara nasional yakni Pemberdayaan Hubungan Antar Umat Beriman merupakan suatu peluang yang baik bagi umat beriman khususnya di stasi St. Maria Cikampek untuk menyadari tanggung-jawabnya membangun kehidupan bersama secara terbuka dalam kerjasama dan kebersamaan antar umat seagama dan yang berbeda agama. Dengan adanya tema APP 2009 ini diharapkan umat Katolik menyadari perlunya peningkatan wawasan iman secara terus menerus sehingga kehidupan umat Katolik sungguh-sungguh tampak dalam dialog kehidupan di tengah-tengah pluralitas hidup bermasyarakat. Selain itu diharapkan adanya kesadaran dan tanggung-jawab sosial bersama untuk ikut mengatasi konflik sosial berlatar belakang agama dan masalah kemiskinan dengan membangun usaha-usaha kooperatif lintas agama berdasarkan kasih. Dengan demikian diharapkan penghayatan hidup keagamaan bisa menjadi solusi dari persoalan kemanusiaan. Oleh sebab itu, pada sub bab ini penulis mengadakan suatu penelitian tentang pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural serta keterlibatan mereka dalam dialog itu sendiri. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana pemahaman umat akan dialog antar umat beriman dan keterlibatan mereka dalam berdialog baik dengan umat yang seiman maupun yang berbeda keyakinannya. Dengan mengetahui pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman diharapkan penulis bersama dengan umat dapat bekerjasama menemukan permasalahan atau hambatan yang dialami serta bentuk dialog yang sesuai dengan keadaan umat stasi St. Maria Cikampek sehingga dapat ditemukan suatu upaya katekese yang dapat membantu umat dalam mengembangkan dialog antar umat beriman.

68 48 2. Rumusan Permasalahan Adapun rumusan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural? b. Sejauhmana keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? c. Katekese seperti apakah yang menarik dan dapat membantu umat dalam meningkatkan dialog antar umat beriman? 3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural. b. Untuk mengetahui sejauhmana keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. c. Untuk mengetahui model katekese seperti apa yang menarik dan dapat membantu umat dalam meningkatkan dialog antar umat beriman. 4. Metodologi Penelitian Uraian mengenai metodologi penelitian ini mencakup beberapa hal antara lain jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, serta laporan dan pembahasan hasil penelitian.

69 49 a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif yaitu penelitian naturalistik atau alamiah dan etnografi. Disebut penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah atau natural setting, sedangkan etnografi karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya (Sugiyono, 2008: 8). Moleong (1989: 3) dengan menekankan kembali pemikiran Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penulis dalam penelitian ini menggunakan dua cara yakni wawancara dan observasi. Dalam penelitian kualitatif peneliti dengan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara harus berinteraksi dengan sumber data. Dengan demikian peneliti kualitatif harus mengenal betul orang yang memberikan data. Wawancara juga dapat membantu penulis untuk sungguh merasakan emosi narasumber, sehingga dapat diketahui kejujuran responden saat menjawab pertanyaan yang diberikan. Adapun alasan penulis memilih jenis penelitian ini karena metode penelitian kualitatif memandang manusia sebagai instrumen utama. Penulis setuju dengan pemikiran para ahli yang mengatakan bahwa metode yang kita gunakan untuk menyelidiki subyek akan mempengaruhi cara kita memandang mereka (Arief Furchan, 1992: 22). Dengan demikian jika subyek kita ubah menjadi angka-angka statistik maka kita akan kehilangan sifat subyektif dari perilaku manusia. Melalui metode penelitian kualitatif kita dapat mengenal orang (subyek) secara pribadi dan melihat mereka mengembangkan definisinya tentang dunia ini. Latar alamiah yang

70 50 mengharuskan penulis untuk terlibat secara langsung dalam proses penelitian menjadi suatu tantangan tersendiri untuk berproses bersama umat di mana penelitian diadakan dan menyesuaikan diri dengan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Dengan berproses bersama umat di mana penelitian diadakan, kita dapat merasakan apa yang mereka alami dalam pergulatan hidup mereka sehari-hari. Kita dapat mempelajari pengalaman kelompok-kelompok dan pengalaman-pengalaman yang mungkin belum kita ketahui sama sekali. Penekanan metode kualitatif pada kualitas dengan lebih mementingkan proses dari pada hasil penelitian memungkinkan kita untuk menyelidiki konsep-konsep sebagai suatu kenyataan yang jika dipisahpisahkan antar konteks satu dan lainnya tidak akan dapat dipahami. Berkaitan dengan hal ini maka sebelum menggali keterlibatan umat dalam dialog umat beriman dan katekese seperti apa yang menarik dan membantu umat dalam dialog antar umat beriman, penulis mempelajari keadaan awal umat dengan menggali pemahaman mereka akan hakikat dan makna dialog antar umat beriman. b. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Mei 2009 di stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus Raja Karawang. c. Responden Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi responden penelitian adalah umat di stasi St. Maria Cikampek. Untuk jumlah responden yang diwawancarai ditentukan minimal 15 orang dengan pertimbangan bahwa bila data yang didapat dari responden dianggap telah memadai dan dari responden selanjutnya tidak lagi diperoleh

71 51 informasi baru maka jumlah responden akan dibatasi pada jumlah tersebut. Pengambilan sample menggunakan teknik purposive sampling (sample bertujuan) karena berorientasi pada prinsip kualitas atau kecukupan informasi dan data. Teknik purposive sampling adalah cara pemilihan sample sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti. d. Variabel yang Diteliti Ada tiga variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini yakni pemahaman umat akan dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural, keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman, serta katekese sebagai upaya untuk meningkatkan dialog antar umat beriman. Berikut ini adalah tabel dari variabel yang diteliti. Tabel 1. Variabel yang Diteliti No Variabel Nomor Item Jumlah 1 Pemahaman Umat Akan Dialog 1, 2, 3, 4, 5 5 Antar Umat Beriman 2 Keterlibatan Umat Dalam Dialog Antar Umat Beriman 6, 7, 8, Katekese sebagai Upaya 10, 11, 12 3 Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman Jumlah 12

72 52 e. Teknik Pengumpulan Data Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa cara yang digunakan oleh penulis dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif yaitu wawancara dan pengamatan secara langsung dengan cara ikut terlibat dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh umat dan bertukar pikiran dengan mereka. Adapun alasan memilih metode ini karena membantu penulis terlibat langsung bertukar pikiran dengan umat sehingga dapat memahami pandangan umat tentang dialog antar umat beriman. Wawancara juga membuka kemungkinan untuk memberikan pertanyaan terbuka sehingga membantu penulis mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang responden dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan dalam observasi. Untuk wawancara, penulis sengaja memilih beberapa umat yang merupakan tokoh yang terlibat aktif baik di stasi maupun dalam masyarakat dengan pertimbangan bahwa mereka mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian ini. Sebagai informan dengan kebaikan dan kesukarelaannya, mereka dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian ini. Selama proses penelitian penulis melakukan pengamatan dan tanggapan penulis sendiri yang dituangkan dalam catatan lapangan. Moleong (2007: 186) dengan mengagas pemikiran Lincoln dan Guba mendefenisikan wawancara sebagai percakapan yang dilakukan oleh dua pihak dengan maksud tertentu yang bertujuan mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai

73 53 pengecekan anggota. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Sesuai dengan jenisnya, penulis memakai jenis wawancara seperti yang dikatakan oleh Sugiyono (2008: 233) yakni wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstruktur. Wawancara berstruktur yaitu wawancara dengan mengajukan secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah disusun sebelumnya. Yang dimaksud dengan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Biasanya pertanyaan muncul secara spontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi ketika melakukan wawancara. Dengan teknik ini diharapkan terjadi komunikasi langsung, luwes dan fleksibel, serta terbuka sehingga informasi yang didapat lebih banyak dan luas. Adapun alat yang digunakan untuk mendapatkan data yang lengkap dalam wawancara adalah panduan pertanyaan, perekam suara, dan kamera digital. Penulis juga menggunakan studi dokumen dalam pengolahan hasil penelitian. f. Teknik Analisis Data Moleong (2007: 280) mendefinisikan analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja. Pengertian analisis data menurut Sugiyono (2008: 244) adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

74 54 bahan-bahan lain, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data dilakukan dalam suatu proses yang berarti bahwa pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian. Untuk analisis data, penulis menggunakan model yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yang terbagi dalam tiga tahap yakni reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data (Sugiyono, 2008: 246). Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, sedangkan yang tidak penting dibuang. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay atau menyajikan data. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Selanjutnya digunakan teknik penarikan kesimpulan dan verifikasi. Teknik ini disebut juga teknik interpretasi data. 5. Laporan dan Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini akan dilaporkan hasil penelitian dan pembahasannya yang akan disajikan secara berurutan bertitik tolak pada tabel variabel penelitian yang diungkap seperti tercantum pada tabel 1, variabel penelitian yang diungkap.

75 55 a. Responden Jumlah responden yang penulis wawancarai berjumlah 25 orang. Sebelumnya penulis merencanakan mewawancarai minimal 15 orang responden. Dengan demikian, ada penambahan 10 orang dari yang direncanakan sebelumnya. Adapun perincian identitas responden tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2. Identitas Responden (N = 25) Keterangan Jumlah Prosentase A. Jenis Kelamin Laki-laki % Perempuan % Jumlah % B. Status Mudika 3 12 % Tokoh Masyarakat 6 24 % Dewan Stasi 6 24 % Prodiakon 2 8 % Ketua Lingkungan 3 12 % Umat 5 20 % Jumlah % Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah total responden yang diwawancarai berjumlah 25 orang. Mereka merupakan dewan stasi dan tokoh umat di stasi St. Maria Cikampek. Responden laki-laki adalah responden yang paling banyak dengan jumlah 15 orang (60%). Responden yang perempuan berjumlah 10 orang (40%). Responden yang paling banyak merupakan dewan stasi dan tokoh masyarakat yakni masing-masing 6 orang (24%). Responden dari komunitas prodiakon merupakan responden yang paling sedikit yakni 2 orang (8%).

76 56 Dalam prosesnya, ada responden yang diwawancarai secara bersama dan ada juga yang diwawancarai sendiri-sendiri. Responden yang diwawancarai bersama ada 9 orang tetapi dilaksanakan dalam waktu yang berbeda yakni 5 orang saat pertemuan di lingkungan Pondok Melati dan 4 orang pada saat pertemuan bersama umat di lingkungan Rawa Mas. Sedangkan 16 responden lainnya diwawancarai sendirisendiri. Dengan demikian, responden bertambah 10 orang dari yang direncanakan sebelumnya. Pada langkah persiapan penelitian, penulis merencanakan untuk mewawancarai Pastor Agustinus Made, OSC selaku pastor Paroki Kristus Raja Karawang, tetapi karena jadwal beliau yang padat harus melayani 2 paroki yakni Karawang dan Purwakarta maka wawancara dengan pastor paroki tidak jadi dilakukan. Selain itu, beliau baru dilantik sebagai pastor paroki beberapa hari sebelum penulis mengadakan penelitian sehingga belum terlalu tahu akan keadaan stasi ini. Atas kebijaksanaan dari dewan stasi penulis kemudian mewawancarai umat yang dipandang lebih mengenal keadaan stasi Cikampek. b. Pemahaman Umat Stasi St. Maria Cikampek akan Dialog Antar Umat Beriman dalam Masyarakat Plural Untuk mengetahui bagaimana pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman maka pada bagian pertama penelitian ini, penulis menggali pemahaman umat akan dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural. Berikut ini adalah tabel jawaban responden yang sudah penulis rangkum dari hasil wawancara :

77 57 Tabel 3. Pemahaman Umat akan Dialog Antar Umat Beriman dalam Masyarakat Plural (N = 25) No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase 1. Apakah anda sudah Belum. Yang sering % akrab dengan istilah didengar adalah dialog dialog antar umat antar umat beragama. beriman? 2. Bila pernah, pada saat Di Televisi % atau kegiatan apa anda Saat mengikuti Mudika % mengenal istilah Saat Pendalaman Iman tersebut? Masa Prapaskah. 2 8 % Di Sekolah. 2 8 % 3. Menurut anda, apa arti Cara berkomunikasi antar dari dialog antar umat umat beriman % beriman? Sharing kehidupan atau sharing bersama % Jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan % Mengungkapkan keimanan kita kepada umat yang beragama lain % Tidak tahu. 2 8 % 4. Apa maksud dan tujuan Memecahkan suatu dialog antar umat masalah. 1 4 % beriman menurut anda? Kerukunan dan kedamaian serta memperluas wawasan % Mendalami ajaran agama kita. 2 8 %

78 58 5. Siapa yang bertanggungjawab dalam dialog antar umat beriman? Semua % Pimpinan Gereja/Dewan stasi % Dari tabel diatas diperoleh gambaran pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek tentang dialog antar umat beriman sebagai berikut: Pada item no 1, semua responden menyatakan bahwa mereka belum pernah mendengar istilah dialog antar umat beriman. Yang sering mereka dengar adalah istilah dialog antar umat beragama. 18 responden (72%) mengatakan bahwa mereka mendengar istilah dialog antar umat beragama dari televisi. Responden paling sedikit (2 orang atau 8%) mendengar istilah tersebut saat pendalaman iman masa prapaskah dan dari sekolah. Dari item no 3, responden paling banyak yakni 9 orang (36%) memahami dialog antar umat beriman sebagai cara berkomunikasi antar umat beriman. Responden paling sedikit yakni 2 orang (8%) tidak tahu apa itu dialog antar umat beriman. 22 responden (88%) pada item no 4 menyatakan bahwa maksud dan tujuan dialog antar umat beriman adalah untuk mempererat tali persaudaraan dan memperluas wawasan. Sedangkan responden paling sedikit yakni 1 orang (4%) menyatakan bahwa tujuan dialog antar umat beriman adalah untuk memecahkan masalah. Semua responden yang penulis wawancarai mengakui bahwa selama ini mereka belum pernah mendengar istilah dialog antar umat beriman. Istilah yang sering mereka dengar adalah dialog antar umat beragama. Dari tabel hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa para responden memahami hakikat dialog antar umat

79 59 beriman sesuai dengan pengalaman dan pemahamannya masing-masing. Responden paling banyak yakni 9 orang memahami dialog antar umat beriman sebagai sharing kehidupan atau sharing bersama. Sharing kehidupan atau sharing bersama yang mereka maksudkan adalah sharing saat pendalaman iman, suatu bentuk dialog antar umat yang seiman. Pengertian dialog antar umat beriman seperti ini bukanlah yang dimaksudkan oleh penulis. Dialog antar umat beriman merupakan suatu bentuk dialog yang tidak terbatas pada dialog pengetahuan atau teologis saja, tetapi lebih dari itu merupakan suatu komunikasi pengalaman iman antar umat beragama. Suatu bentuk dialog di mana, tidak ada pengkotak-kotakkan antara agama satu dengan agama lainnya. Maka dialog antar umat beriman memang sungguh diharapkan untuk membangun masyarakat yang plural, meningkatkan kerukunan supaya ada gerakan bersama, mengupayakan suatu transformasi, pembangunan dunia baru yang lebih baik. Dialog mengandaikan adanya hati dari setiap peserta, keberpihakan pada kaum lemah, miskin dan tertindas, kepedulian pada lingkungan sekitar, kepedulian untuk dapat mengubah dunia; menjembatani semua perbedaan dan mengusahakan suatu dunia di mana Allah meraja di dalamnya dan semua orang dapat merasakan kasih- Nya tanpa kecuali. Seperti yang diungkapkan oleh para responden bahwa yang hendak dicapai dalam dialog antar umat beriman yakni kerukunan dan kedamaian antar semua pemeluk agama. Mengenai hakikat dan tujuan dialog antar umat beriman, Pak Felix, salah satu responden yang penulis wawancarai mengatakan demikian: dialog antar umat beriman itu untuk mengenalkan satu sama lain. Kita membuka diri ini lho saya ke umat lain, seperti ini saya. Dasarnya adalah ingin memperkenalkan diri apa adanya biar kita diterima dan kita juga bisa ikut bergabung, biar tidak ada pemisahan, saling memberi dan menerima untuk menuju ke kehidupan bagaimana yang terbaik bukan saya yang terbaik.

80 60 Harus berani memberi dan menerima. Semua orang itu kan tidak ada yang sempurna, untuk itulah kita harus saling mengisi. Penulis sangat tertarik dengan pernyataan tersebut. Kalimat tersebut kalau dilihat sekilas sangat sederhana tetapi kalau direnungkan memiliki makna yang dalam. Dialog antar umat beriman merupakan suatu cara untuk memperkenalkan diri, menunjukkan kepada orang lain apa yang kita miliki, baik budaya, adat, ajaran agama, membuka diri dan hati kita kepada orang lain yang berbeda suku, agama, dan budayanya. Dengan keterbukaan, setiap orang akan bergaul dengan semua orang lain tanpa kecuali dengan maksud memahaminya, saling mengerti, saling menghargai, dan membantu dalam membangun hidup bersama. Ada pepatah yang mengatakan, tak kenal maka tak sayang. Dengan saling membuka diri, mengenal antara satu dengan yang lain maka dapat tercipta suasana hidup yang harmonis. Dalam hal mewujudkan kehidupan antar umat beriman yang harmonis, sebagian besar responden sudah menyadari bahwa yang bertanggung-jawab adalah semua umat tanpa kecuali. Sebagian kecilnya masih memahami bahwa dialog antar umat beriman merupakan debat teologis sehingga yang bertanggung jawab adalah orang yang tahu soal agama, dalam hal ini para pimpinan Gereja. Ini merupakan pandangan lama sebelum Konsili Vatikan II yang keliru dan harus diubah. Dialog bukanlah suatu konsep semata tetapi merupakan fakta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah seorang teolog Gereja, Swidler (1990: 60) mengemukakan bahwa yang berhak untuk menjadi subyek dialog bukan hanya para pemuka agama tetapi semua orang beriman tanpa kecuali. Dialog antar umat beriman sebagai gerakan bersama untuk membangun hidup yang lebih baik bukan hanya menjadi tanggung

81 61 jawab orang-orang yang berkuasa saja, tetapi menjadi suatu panggilan bagi semua orang beriman. Sebagai orang beriman, kita tidak hanya cukup berhenti pada mengimani apa yang kita yakini, tetapi juga mencintai, dan melaksanakannya. Menciptakan kerukunan dan kedamaian antar semua anggota masyarakat merupakan tanggungjawab dari semua orang beriman tanpa kecuali. Dialog antar umat beriman merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan nyata seharihari. Dialog menjadi bagian dari kehidupan, di mana hanya melalui dan dalam dialog itulah orang dapat menghayati keberadaannya sebagai seorang manusia dan dapat lebih berkembang. c. Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman Ada yang mengatakan bahwa teori yang tidak disertai dengan praktek hanya berhenti pada rumusan teori belaka. Oleh karena itu, penulis juga merasa bahwa sangat tidak lengkap jika hanya meneliti tentang pemahaman umat akan dialog antar umat beriman saja. Maka, supaya penelitian ini menjadi semakin lengkap, penulis pada bagian ini menggali sejauhmana keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Melalui penelitian ini, penulis ingin mengetahui sejauhmana tema APP memotivasi umat untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman. Hal ini sangat penting karena sebagai calon katekis, penulis juga bisa mengetahui seberapa besar keberhasilan dari katekese dalam memotivasi umat untuk terlibat dalam hidup menggereja dan bermasyarakat.

82 62 Tabel 4. Keterlibatan Umat Stasi St. Maria Cikampek dalam Dialog Antar Umat Beriman ( N = 25) No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase 6. Apakah anda Sering. Dialog dengan 3 12 % pernah atau sering Mudika. terlibat dalam Sering. Pendalaman iman dan % dialog antar umat koor. beriman? Bentuk Belum pernah karena selama 6 24 % dialog seperti ini tidak ada seminar tentang apakah yang anda dialog antar umat beragama. ikuti? Pernah, dengan mengikuti 2 8 % ekumene. Sering. Dialog dalam hidup sehari-hari % 7. Menurut anda, Dialog tentang agama % bentuk dialog masing-masing. seperti apakah yang Komunikasi antar sesama % paling cocok untuk umat stasi agar kegiatan dilaksanakan di gereja lancar. Pendalaman stasi St. Maria Iman. Cikampek? Olahraga dan kerja bakti % 8. Hambatanhambatan apa yang dialami oleh anda dalam dialog antar umat beriman? Adanya pandangan kristenisasi dari umat beriman lain. Ingin menang sendiri, malas untuk terlibat. Dewan stasi kurang merangkul umat. Waktu berkumpul yang kurang. 1 4 % 8 32 % 1 4 % 3 12 %

83 63 Jarak rumah umat yang 1 4 % berjauhan. Kekurangan tenaga yang 1 4 % kompeten untuk dialog antar agama. Pandangan negatif umat yang memandang kita pindah ke Gereja lain bila ikut ekumene. 2 8 % Umat belum menyadari 1 4 % pentingnya dialog. Tidak ada % 9. Hal-hal apa saja yang dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek? Jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Ada pertemuan rutin lingkungan untuk berdoa bersama. Ada banyak kegiatan bersama di masyarakat seperti olahraga, kerja bakti, posyandu, arisan ibu-ibu se- RT, dll 3 12 % % 9 36 % Berdasarkan tabel 4 di atas responden paling banyak yakni 10 orang (40%) mengatakan bahwa mereka telah sering mengikuti dialog antar umat beriman. Adapun bentuk dialog yang sering mereka ikuti adalah pendalaman iman dan koor lingkungan. Sedangkan responden paling sedikit (2 orang atau 8%) mengatakan bahwa mereka pernah mengikuti dialog antar umat beriman yakni ekumene, atau bentuk dialog antara Katolik dan Kristen. Pada item no 7, 11 responden (44%)

84 64 mengatakan bahwa bentuk dialog yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek adalah komunikasi antar sesama umat agar kegiatan Gereja dapat berjalan dengan baik. Komunikasi ini menurut mereka dapat diusahakan melalui pendalaman iman secara rutin. Sedangkan 4 responden (16%) mengatakan bahwa bentuk dialog yang paling cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek adalah olahraga dan kerja bakti. Pada item no 8 (32%) dapat dilihat bahwa 8 responden mengatakan hambatan-hambatan yang mereka alami dalam dialog antar umat beriman adalah ingin menang sendiri dan malas untuk terlibat. Pada item no 9, 16 responden (64%) mengatakan bahwa yang dapat mendukung pelaksanaan dialog antar umat beriman di stasi ini adalah adanya pertemuan rutin lingkungan untuk berdoa dan latihan koor bersama. 9 responden lainnya mengatakan bahwa kegiatan bersama di masyarakat seperti olahraga, kerja bakti, posyandu, arisan ibu-ibu se-rt dapat mendukung terlaksananya dialog antar umat beriman di stasi ini. Mengenai keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman, banyak responden mengatakan bahwa mereka sering terlibat dalam dialog umat beriman, yakni dengan mengikuti pendalaman iman dan koor lingkungan. Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa mereka selama ini belum pernah mengikuti dialog antar umat beriman karena tidak ada seminar tentang hal tersebut di stasi. Ketika ditanya bentuk dialog seperti apa yang cocok untuk dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek ini, banyak responden mengatakan komunikasi antar sesama umat stasi (pendalaman iman) dan dialog tentang agama masing-masing (seminar). Mengenai hambatan yang dialami dalam dialog, banyak responden mengatakan ingin menang sendiri dan malas untuk terlibat menjadi hambatan umat stasi dalam melaksanakan dialog antar umat beriman.

85 65 Dari jawaban-jawaban responden tersebut, penulis mendapat kesan bahwa pemahaman para responden mengenai dialog antar umat beriman belum mendalam, masih sebatas dialog antar sesama umat yang seiman dan dialog teologis atau pengetahuan saja. Dari sharing bersama umat, penulis menemukan bahwa sebenarnya dialog antar umat beriman sudah dilaksanakan oleh umat stasi St. Maria Cikampek dalam hidup mereka sehari-hari di masyarakat. Hanya saja mereka tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan dalam hidup sehari-hari itu merupakan dialog antar umat beriman. Bentuk dialog yang selama ini dilaksanakan oleh umat di stasi ini adalah dialog kehidupan. Dialog ini mereka laksanakan dalam kehidupan mereka sehari-hari lewat kepeduliaannya pada sesama dengan mengunjungi orang sakit, membantu mencarikan pekerjaan bagi yang menganggur, membantu membayar uang sekolah dari anak yang orang tuanya tidak mampu, membantu memberi makan saat pembangunan mesjid, ikut kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar, membantu korban banjir, mendonorkan darah bagi tetangga yang membutuhkan, dan masih banyak lagi. Kegiatan-kegiatan tersebut di atas bisa menjadi basis untuk dialog antar umat beriman. Hidup bersama bukan membicarakan tentang agama tetapi bagaimana bertindak bersama untuk hidup yang lebih baik. Inilah dialog antar umat beriman, suatu gerakan bersama yang digerakkan oleh cinta kasih tanpa melihat adanya perbedaan agama, suku, dan budaya. Seperti yang diungkapkan Knitter (2008: 21) dialog yang paling membuahkan hasil bukan ketika orang mendiskusikan tentang perbedaan atau persamaan dalam hal doktrin, melainkan ketika berbagai tradisi agama itu berjuang bersama untuk memahami, menghadapi, dan mengatasi penderitaan, entah penderitaan akibat kemiskinan,

86 66 penindasan, penyakit, atau penderitaan yang disebabkan oleh umat manusia terhadap lingkungan alam yang sesungguhnya menjadi tempat tinggal kita. Selain dialog kehidupan, ada juga beberapa umat yang sudah mulai terlibat dalam ekumene, suatu bentuk dialog antar Gereja Katolik dan Kristen. Tetapi bentuk dialog yang terakhir ini mengalami hambatan yang datang dari umat lain yakni adanya prasangka dan gosip yang mengatakan bahwa mengikuti ekumene berarti pindah ke gereja lain. Seperti yang disharingkan oleh salah satu responden yang aktif sebagai prodiakon bahwa saat ini beliau sedikit berhati-hati dalam mengikuti kegiatan ekumene karena adanya hambatan dari umat. Pandangan lama yang menganggap bahwa kita harus bergaul hanya dengan sesama yang beragama Katolik saja masih ada sehingga sangat sulit untuk berbaur dengan umat beragama lain, teristimewa umat Kristen. Padahal dari sharing umat yang terlibat dalam ekumene tersebut banyak manfaat yang mereka dapatkan dari kegiatan ekumene seperti pengetahuan dalam membaca Kitab Suci dan kreatifitas dalam memimpin pendalaman iman. Penulis dalam sharing bersama dengan umat saat observasi juga menemukan bahwa banyak umat mengalami kendala yakni pandangan saudara beriman lain yang menganggap karya amal atau sosial gereja sebagai tindakan kristenisasi. Selain itu dalam pelaksanaan dialog antar umat yang seiman di stasi ini masih ada kendala yakni rasa sukuisme dan egoisme dari umat. Hal-hal yang mendukung terlaksananya dialog di stasi St. Maria Cikampek menurut para responden adalah adanya pertemuan rutin lingkungan untuk berdoa bersama. Selain itu, ada banyak kegiatan dalam masyarakat yang mendukung terlaksananya dialog seperti kerja bakti, posyandu, arisan ibu-ibu se-rt, olahraga bersama, dan lain-lain. Dari pengamatan penulis sendiri, hal lain yang mendukung

87 67 adalah adanya semangat dari umat untuk terlibat. Dari kunjungan penulis kepada umat, mereka mengatakan bahwa keinginan untuk aktif terlibat sangat tinggi hanya saja selama ini belum ada orang yang memberikan dorongan. Selain itu, masih ada sebagian umat yang merasa minder untuk terlibat baik dalam hidup menggereja maupun dalam masyarakat karena merasa memiliki latar belakang pendidikan dan ekonomi yang lebih rendah dari yang lain. Oleh karena itu, umat perlu diberikan motivasi dan dukungan semangat untuk terlibat di dalam dialog antar umat beriman. d. Katekese sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman Pada bagian ini penulis mengajak para responden untuk menyumbangkan usul dan sarannya tentang upaya apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek ini. Adapun kegiatan yang lebih difokuskan untuk meningkatkan dialog antar umat beriman adalah katekese. Alasannya karena kegiatan pendalaman iman atau katekese merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh tiap lingkungan di stasi ini. Selain itu, katekese atau pendalaman iman dapat membantu umat dalam memahami dialog antar umat beriman dan makin aktif terlibat di dalamnya karena diangkat dari pengalaman hidup sehari-hari sehingga lebih mudah untuk dimengerti. Berikut ini adalah laporan hasil wawancara yang telah penulis rangkum dalam tabel di bawah ini dan disertai dengan pembahasannya: Tabel 5. Katekese sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman (N = 25) No Pertanyaan Jawaban Responden Jumlah Prosentase 10. Apa usul dan saran Ada pertemuan-pertemuan %

88 68 dari anda agar umat dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman? 11. Apakah anda pernah mengikuti kegiatan katekese yang membahas/mendalami tentang dialog antar umat beriman? 12. Menurut anda, program katekese seperti apakah yang dapat membantu meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman? rutin seperti pendalaman iman atau seminar di stasi yang membahas tentang dialog antar umat beriman. Diadakan acara olahraga dan kesenian % Kunjungan dari pimpinan 2 8 % gereja/dewan stasi kepada umat. Belum karena saat APP % kemarin tidak ada kegiatan pendalaman iman. Pernah, saat pendalaman 1 4 % iman masa prapaskah. Belum pernah karena di 3 12 % stasi belum diadakan kegiatan dialog agama. Jawaban tidak sesuai % dengan pertanyaan yang diajukan. Memakai media yang 4 16 % menarik seperti film atau cerita. Bingung bagaimana % caranya memproses katekese yang menarik. Pemimpin pendalaman 1 4 % imannya dapat menguasai proses. Ada buku panduannya. 1 4 % Yang tidak hanya berupa 1 4 %

89 69 tafsir Kitab Suci saja. Kalau kita punya motivasi mau tahu maka tetap datang walau tidak menarik % Berdasarkan tabel diatas pada item no 10, 20 responden (80%) memberikan usulan agar umat stasi St. Maria Cikampek dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman maka perlu diadakan pertemuan-pertemuan rutin di stasi yang membahas tentang dialog antar umat beriman. 3 (12%) responden lainnya mengusulkan untuk diadakan kegiatan olahraga dan kesenian. Untuk item no 11, 11 responden (44%) mengatakan bahwa mereka belum pernah mengikuti katekese yang membahas atau mendalami tentang dialog antar umat beriman karena di lingkungan mereka tidak diadakan kegiatan pendalaman iman. 1 orang responden (4%) mengatakan bahwa ia pernah mengikuti katekese yang membahas dialog antar umat beriman yakni saat masa prapaskah yang lalu. Pada item no 12, 13 responden mengatakan bahwa mereka bingung bagaimana caranya agar katekese dapat menarik bagi umat. Sedangkan responden paling sedikit, masing-masing 1 responden (4%) mengatakan bahwa cara memproses katekese agar menarik bagi umat adalah dengan membuat buku panduan, pemimpin pendalaman imannya harus menguasai bahan, dan tidak hanya berupa tafsir Kitab suci saja. Saat para responden diminta untuk memberikan usul dan saran agar umat stasi St. Maria Cikampek dapat lebih termotivasi untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman, banyak responden mengusulkan agar diadakan pertemuan-pertemuan

90 70 rutin yang membahas tentang dialog antar umat beriman seperti pendalaman iman atau seminar. Usulan lainnya adalah agar diadakan kegiatan-kegiatan seperti olahraga, kesenian, dan kunjungan pimpinan Gereja atau dewan stasi. Para responden yang penulis wawancarai sebagian besar mengatakan bahwa perlu diadakan pendalaman iman yang membahas tentang dialog antar umat beriman tetapi yang lebih variatif dan menarik. Menurut mereka pendalaman iman yang selama ini diadakan kurang menarik dan monoton sehingga umat menjadi bosan dan mengantuk. Salah seorang prodiakon di stasi ketika penulis wawancarai mengatakan bahwa memang selama ini ada masukan dari umat bahwa pendalaman iman yang dilaksanakan terlalu monoton karena kebanyakan hanya mengikuti teks atau buku panduan yang telah disediakan. Selain itu, proses pendalaman iman lebih banyak berisi tafsir Kitab Suci sehingga belum terlalu menyentuh pengalaman hidup mereka. Ketika ditanya apakah sudah pernah mengikuti katekese yang membahas tentang dialog antar umat beriman, awalnya para responden mengalami kebingungan untuk menjawab pertanyaan ini. Hal ini disebabkan karena umat tidak memahami apa itu katekese. Mereka mengira bahwa katekese adalah pertemuan dengan para katekis dan berhubung di stasi ini tidak ada katekis maka mereka katakan belum pernah mengikutinya. Setelah penulis jelaskan bahwa pendalaman iman yang sering mereka ikuti selama ini adalah juga merupakan katekese, baru semuanya mengatakan sudah pernah ikut tetapi yang membahas tentang dialog antar umat beriman ada yang sudah pernah dan ada yang belum. Ini menjadi suatu refleksi bagi penulis sendiri dalam membuat soal-soal penelitian agar lain kali tidak menggunakan istilah-istilah asing karena bisa saja bagi kita sudah familiar tetapi bagi umat awam merupakan

91 71 suatu hal yang baru. Selain itu, menjadi suatu keprihatinan juga bagi penulis bahwa umat sama sekali tidak memahami apa itu katekese. Banyak responden penelitian yang mengakui bahwa mereka belum pernah mengikuti katekese yang membahas atau mendalami tentang dialog antar umat beriman. Hal ini disebabkan karena saat prapaskah yang lalu di lingkungan sengaja tidak diadakan kegiatan pendalaman iman karena menjadi penanggung-jawab segala kegiatan yang berkaitan dengan perayaan Paskah. Mulai dari tahun lalu, saat menjelang perayaan Paskah di stasi ini selalu diadakan kegiatan-kegiatan amal dan Ekaristi yang kepanitiannya biasanya diserahkan kepada lingkungan. Hal ini secara tidak langsung menjadi persaingan antar lingkungan untuk menjadi yang terbaik sehingga dapat dimengerti kalau umat lingkungan yang ditunjuk sebagai panitia lebih fokus untuk menyiapkan semuanya dan mengambil kebijakan untuk tidak melaksanakan pendalaman iman. Kenyataan ini menjadi suatu keprihatinan bagi penulis bahwa umat ternyata lebih mengutamakan pujian atas suksesnya tugas mereka sebagai panitia perayaan Paskah dari pada mengikuti pendalaman iman saat prapaskah. Dari sini juga penulis menemukan pokok permasalahan mengapa banyak responden tidak memahami hakikat dialog antar umat beriman karena memang saat prapaskah lalu mereka tidak mengikuti pendalaman iman. Maka dapat dimengerti kalau mereka belum pernah mendengar istilah dialog antar umat beriman. Ketika para responden diminta untuk memberikan usulan tentang program katekese seperti apa yang menurut mereka dapat membantu umat untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman. Banyak responden yang mengatakan bahwa mereka sendiri bingung bagaimana cara membuat program katekese yang menarik bagi umat. Mereka balik bertanya kepada penulis untuk memberikan masukan

92 72 bagaimana cara memproses katekese yang menarik. Ada juga responden yang mengatakan bahwa kalau memang kita memiliki motivasi untuk tahu maka biarpun katekese tersebut tidak menarik, kita akan tetap datang. Responden yang mengatakan hal ini pada umumnya adalah orang-orang tua. Dari wawancara dan sharing umat tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa umat sangat senang dan mendukung untuk diadakannya kegiatan-kegiatan seperti pendalaman iman yang mendalami dialog antar umat beriman tetapi dengan kemasan yang berbeda. Maksudnya bahwa proses pendalaman iman tersebut bersifat kontekstual dan dikemas dengan menggunakan media atau sarana yang menarik, tidak hanya berupa tafsir Kitab Suci saja. Usulan lain yang diajukan umat adalah hendaknya diadakan kunjungan ke lingkungan-lingkungan seperti yang dilakukan oleh penulis, dan seminar yang membahas tentang dialog antar umat beriman. Untuk usulan yang terakhir ini setelah didiskusikan dengan dewan stasi sedikit mengalami kesulitan untuk dilaksanakan karena tidak ada tenaga-tenaga yang berkompeten untuk membantu terlaksananya seminar tersebut. Selain itu, dewan stasi kesulitan untuk mencari narasumber dalam seminar. Walaupun begitu, dewan stasi akan tetap berusaha agar kelak seminar tentang dialog antar umat beriman dapat dilaksanakan di stasi ini. 6. Kesimpulan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman masih belum mendalam. Kebanyakan umat masih memahami dialog antar umat beriman sebagai sharing antar umat yang seiman dan dialog pengetahuan saja. Hal ini tidak sejalan

93 73 dengan hakikat dialog antar umat beriman yang penulis maksudkan. Dialog antar umat beriman lebih dalam maknanya dari pada hanya sekedar dialog antar umat beragama. Dialog antar umat beriman merupakan suatu komunikasi umat beriman di mana tidak melihat perbedaan-perbedaan yang ada, suatu gerakan bersama yang digerakkan oleh cinta kasih untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia. Umat stasi St. Maria Cikampek selama ini sudah terlibat dalam dialog antar umat beriman melalui keterlibatan mereka dalam hidup sehari-hari bersama yang lain. Bentuk dialog yang sudah dilaksanakan di stasi ini adalah dialog kehidupan, suatu bentuk dialog yang digerakkan oleh rasa solider dan kebersamaan. Hanya saja mereka tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan sehari-hari itu adalah juga merupakan dialog antar umat beriman. Selain dialog kehidupan, masih ada bentukbentuk dialog yang lain seperti dialog karya, dialog pandangan teologis, dan dialog pengalaman keagamaan atau spiritual. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman maka perlu dibuat suatu program katekese yang membahas mengenai dialog antar umat beriman. Untuk usulan bagaimana memproses katekese yang menarik, penulis menemukan bahwa banyak responden kebingungan untuk membuat katekese yang menarik bagi umat. Memang sebelumnya saat masa prapaskah ada pendalaman iman yang membahas tentang dialog antar umat beriman tetapi tidak menarik dan terlalu teoritis sehingga belum terlalu menyentuh kehidupan umat. Hal ini kebanyakan disebabkan karena pendamping pendalaman iman kurang kreatif dalam memimpin pertemuan pendalaman iman. Dengan memperhatikan adanya kendala-kendala tersebut, menurut penulis jika pihak stasi mau turun tangan dengan mengadakan kursus bagi

94 74 para pendamping pendalaman iman maka akan sangat membantu. Selain itu, dengan adanya sharing dan usulan dari umat tersebut menjadi suatu masukan bagi penulis untuk membuat usulan program katekese di bab empat nanti. 7. Hal-hal Yang Mendukung dan Menghambat Penelitian Dalam proses menentukan umat yang akan menjadi responden penelitian, sebenarnya penulis telah mempersiapkan sebaik mungkin dengan perhitungan yang proporsional sesuai dengan jumlah umat tiap lingkungan tetapi dalam prakteknya malah mengalami kesulitan. Ada banyak hal yang menyebabkan umat tidak mau menjadi responden penelitian antara lain pengetahuan dan waktu. Pada faktor pertama, penulis mendapat tanggapan dari responden yang mengatakan secara spontan bahwa pertanyaan yang penulis ajukan susah. Umat merasa kesulitan karena menurut mereka istilah dialog antar umat beriman masih asing bagi mereka. Mereka lebih akrab dengan istilah dialog antar umat beragama. Awalnya banyak tokoh umat yang tidak mau diwawancarai dengan alasan takut salah dan pengetahuannya tentang topik yang di bahas masih kurang. Setelah penulis memberikan pengertian bahwa yang dibutuhkan bukanlah jawaban yang salah atau benar tetapi sesuai dengan kenyataan yang dialami dalam hidup sehari-hari barulah mereka mau untuk diwawancarai. Faktor kedua yang menghambat pelaksanaan penelitian ini adalah waktu. Karena kebanyakan umat lingkungan bekerja sampai sore hari maka baru bisa ditemui saat malam. Untuk mengatasinya, penulis menghubungi ketua-ketua lingkungan untuk diadakan pertemuan sehingga bisa langsung diadakan wawancara saat itu.

95 75 Hal teknis lain adalah persiapan dari penulis sendiri dalam mengadakan penelitian terutama dalam sarana pendukung. Penulis sendiri menyadari keterbatasan dana sehingga hasil penelitian ini tidak maksimal. Tetapi dalam keterbatasan tersebut, penulis tetap berusaha semaksimal mungkin dengan menggunakan saranasarana yang ada. Pada persiapan penelitian, penulis merencanakan untuk membuat video rekaman dari wawancara. Tetapi dalam pelaksanaannya penulis merasa sedikit kecewa karena hasilnya jauh sekali dari yang diharapkan. Karena wawancara kebanyakan diadakan pada malam hari maka hasil rekaman video kebanyakan gelap sehingga hanya terdengar suaranya tanpa dapat dikenali wajah dari responden yang diwawancarai. Hal ini mungkin dikarenakan kualitas kamera yang dipakai tidak terlalu bagus. Meskipun banyak kendala dan permasalahan yang dialami selama penelitian ini, penulis tetap berusaha untuk menemukan nilai positif yakni menjadi pendorong bagi penulis untuk tetap bersemangat dan tidak mudah putus asa.

96 BAB IV KATEKESE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN DIALOG ANTAR UMAT BERIMAN Berdasarkan hasil penelitian, penulis menemukan bahwa pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman masih belum mendalam. Kebanyakan umat masih memahami dialog antar umat beriman sebagai sharing antar umat yang seiman dan dialog pengetahuan saja. Bentuk dialog yang biasanya dilaksanakan oleh umat di stasi ini adalah dialog kehidupan. Oleh karena itu, penulis dalam bab IV ini mengusulkan suatu program katekese untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman yang disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan umat. Program ini sekaligus menjadi masukan bagi para pendamping pendalaman iman stasi St. Maria Cikampek yang kebingungan untuk membuat bentuk program katekese yang menarik bagi umat. Pembahasan pada bab IV ini penulis bagi dalam dua bagian besar yakni; hakikat dan tujuan katekese yang dialogis, dan usulan program katekese untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman. Bagian pertama membahas hakikat katekese yang dialogis, tujuan katekese, modelmodel katekese yang dialogis, dan katekese demi meningkatkan dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural. Bagian kedua berisikan usulan program katekese untuk meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman. Bagian ini meliputi pemikiran dasar, matriks program katekese, dan contoh persiapan program katekese bagi umat.

97 77 A. Katekese dan Evangelisasi Dalam dialog, orang kristiani dipanggil menjadi saksi Kristus, dengan mengikuti Tuhan yang mewartakan Kerajaan Allah, yang prihatin dan berbelas kasih kepada setiap orang. Bapa Suci Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi, art. 18 mendefinisikan penginjilan atau evangelisasi sebagai kegiatan untuk membawa kabar baik kepada semua manusia, dan melalui semangat Injil mengubah manusia dari dalam dan membuatnya menjadi baru. Konferensi Uskup Amerika Latin, Puebla, Januari 1979, menerima pandangan Paus Paulus VI dan menekankan bahwa melalui evangelisasi Gereja memberikan sumbangan dalam usaha membangun masyarakat baru yang lebih bersaudara dan adil. Pewartaan Injil bertujuan mempertobatkan dalam arti penerimaan bebas kabar baik Allah dan menjadi anggota Gereja. Dialog, sebaliknya mengandaikan pertobatan dalam arti kembali kepada hati Allah dalam kasih dan ketaatan kepada kehendak-nya, dengan kata lain keterbukaan terhadap kegiatan Allah (Pontifical Council for Interrreligious Dialogue, 2007: 30). Di tengah-tengah hidup masyarakat yang pluralis maksud evangelisasi jelas bukanlah kristenisasi tetapi penghayatan dan perwujudan iman secara baru. Menurut CT, art. 18, katekese merupakan salah satu momen penting dari evangelisasi. Katekese sebagai bagian utuh pastoral Gereja memiliki hubungan erat dengan evangelisasi. Arah evangelisasi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup jemaat atau proses revitalisasi nilai-nilai kristianitas. Arah evangelisasi tersebut juga perlu dipahami sebagai arah katekese. Evangelisasi membantu umat supaya lebih mengenal, mengasihi, dan mengikuti Yesus Kristus. Selain itu, mendorong umat supaya berdasar imannya memberikan kesaksian konkret di tengah-tengah hidup

98 78 masyarakat agar kehadiran umat sungguh mendatangkan berkat positif bagi hidup warga masyarakat pada umumnya. Evangelisasi tidak terbatas hanya berupa pelayanan atau pewartaan sabda tetapi juga realisasi tugas perutusan Gereja untuk menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Arah utama seluruh kegiatan pastoral Gereja adalah pembangunan jemaat. Sebagai bagian pastoral Gereja, salah satu tujuan utama katekese adalah pengembangan hidup jemaat agar secara bersama-sama ikut berjuang mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah hidup manusia. B. Hakikat dan Tujuan Katekese yang Dialogis 1. Hakikat Katekese yang Dialogis Dalam Kitab Suci terdapat sejumlah kata katekese. Arti asli katekese adalah membuat bergema, menyebabkan sesuatu bergaung. Kata katekese ditemukan dalam Luk 1:4 (diajarkan), Kis 18:25 (pengajaran dalam Jalan Tuhan), Kis 21:21 (mengajar), Rm 2:18 (diajar), 1 Kor 14:19 (mengajar), dan Gal 6:6 (pengajaran). Dalam konteks ini katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar seorang Kristen semakin dewasa dalam iman (Telaumbanua, 1997: 2). Dalam CT, art. 18, Paus Yohanes Paulus II mendefenisikan katekese sebagai: pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara sistematik dan organis dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen. Dengan kata lain: katekese adalah usaha-usaha dari pihak Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujud-nyatakan imannya dalam hidup sehari-hari. Dalam rumusan ini ada tiga kata kunci yang ditekankan yaitu:

99 79 pembinaan iman, penyampaian ajaran Kristen secara organis dan sistematis, serta pemenuhan hidup Kristen. PKKI II (Lalu, 2005: 5) mendefenisikan katekese sebagai suatu komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antar anggota jemaat atau kelompok. Dengan komunikasi iman para peserta katekese saling meneguhkan dan menguatkan menuju perkembangan hidup. Katekese umat berpusat pada hidup umat: dari, oleh, dan untuk umat. Karena itu, katekese bersifat komprehensif dalam arti mencakup semua unsur hidup dan kegiatan umat. Di lain pihak, katekese juga diartikan sebagai salah satu tugas pastoral Gereja dalam bidang pewartaan. DCG, art. 21 menyatakan bahwa katekese menjadi bentuk pelayanan Sabda yang dilakukan Gereja untuk membantu manusia menghidupkan dan memperkembangkan imannya akan Yesus Kristus sehingga menjadi iman yang matang, sadar secara aktif dalam hidup menggereja dan memasyarakat melalui komunikasi iman antar pribadi dalam persekutuan. Adisusanto (2000: 1) mengatakan bahwa katekese sebagai pendidikan iman merupakan salah satu bentuk pewartaan Gereja yang bertujuan membantu orang beriman agar makin mendalam dan makin terlibat dalam dinamika hidup menggereja dan memasyarakat baik secara pribadi maupun kelompok. Pada pekan studi kateketik internasional di Medellin tahun 1968 ditegaskan bahwa kecuali menghadapi tantangan sekularisasi, perubahan pola hidup, dan keadaan masyarakat yang semakin majemuk, katekese juga dituntut supaya memperhatikan dimensi sosial politik hidup manusia sekarang. Solidaritas dan keberpihakan pada kaum miskin dan menderita merupakan pilihan yang harus ditawarkan kepada mereka semua yang terlibat aktif dalam katekese. Katekese yang sungguh-sungguh berfungsi sebagai pewartaan dan pendidikan iman juga akan

100 80 mampu melaksanakan peranannya dalam menumbuhkan kepekaan sosial. Dengan kata lain, katekese yang dilaksanakan perlu membina orang beriman, terutama kaum awam agar mereka aktif melibatkan diri dalam persoalan-persoalan sosial, politis, ekonomi, demi perkembangan dan kemajuan masyarakat terutama mereka yang sangat membutuhkan bantuan. Pada pertemuan yang pertama pada tahun 1970 di Manila (Michel, 2004: 5), para uskup Katolik di Asia mencatat tiga unsur dari kenyataan di Asia sebagai konteks kemasyarakatan tempat di mana iman Kristiani harus dihayati. Pertama, umat Katolik di Asia hidup di tengah-tengah jutaan penganut keyakinan dari agamaagama lain. Kedua, umat Katolik merupakan bagian dari kebudayaan-kebudayaan Asia yang kuno dan kaya yang mereka warisi dan perlu mereka pelihara. Ketiga, umat Katolik hidup dalam aneka ragam masyarakat, tempat di mana kemiskinan yang menghancurkan dan menindas masih merupakan nasib sehari-hari dari kebanyakan rakyat. Dengan demikian, perutusan dari gereja-gereja Asia menurut para uskup adalah harus merupakan tugas berdialog antara Injil umat dari Injil itu dengan tiga kenyataan tersebut. Atau dapat dikatakan bahwa Gereja Asia melaksanakan tugas perutusannya dalam tiga matra dialog yakni, dialog antaragama, dialog antar-budaya, dan dialog dengan kaum miskin dan mereka yang tersingkirkan. Yesus Kristus dalam pewartaan-nya tentang Kerajaan Allah selalu berdialog dengan konteks masyarakat dan para pendengar-nya. Yesus mempergunakan perumpamaan, cerita, ajaran, serta berbagai hal yang muncul dan berkembang dalam masyarakat saat itu. Yesus peka terhadap situasi sosial, politik, ketidakadilan, dan penindasan di zaman-nya. Kritik-Nya yang tajam terhadap para ahli-ahli taurat dan

101 81 orang-orang yang suka menelan rumah janda dan menodai Bait Allah dalam Luk 20:45-47 merupakan contoh-contoh yang jelas. Pewartaan Yesus ini merupakan pewartaan yang dialogis dan transformatif, mengubah dan membebaskan hidup. Zakheus kepala pemungut cukai bertobat setelah disapa oleh Yesus (Luk 19:1-10). Pewartaan dialogis yang diwartakan Yesus membawa suatu tranformasi seperti yang diungkapkan dalam Mat 11:5 Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Seperti yang telah diungkapkan oleh penulis pada bab-bab sebelumnya bahwa dialog antar umat beriman adalah aksi bersama untuk mewujudkan cinta kasih Kerajaan Allah di dunia. Dialog antar umat beriman merupakan suatu komunikasi umat beriman di mana tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada, seluruh umat beriman berjuang bersama mewujudkan suatu transformasi ke arah yang lebih baik. Dengan demikian hakikat katekese yang dialogis adalah suatu komunikasi antar umat beriman yang bersifat dialogis transformatif, memperjuangkan terwujudnya nilainilai Kerajaan Allah di dunia. Katekese yang dialogis dan transformatif berarti bahwa dalam pelaksanaannya harus melalui dialog, bukan dengan jalan indoktrinasi serta berorientasi pada terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Dialog yang terjadi dalam katekese hendaknya bersifat multi arah, antara peserta dengan pendamping dan yang lebih penting lagi adalah dialog antar sesama peserta. Kesediaan untuk berdialog nampak dalam keterbukaan untuk mendengar, kerendahan hati untuk belajar dan menerima masukan orang lain, dan bersedia untuk mengemukakan pendapat dan pengalaman imannya. Katekese yang dialogis akan

102 82 sungguh mempunyai arti bagi perkembangan hidup bersama bila mengarah pada gerakan bersama yang bersifat transformatif, suatu gerakan atau aksi bersama untuk mengubah situasi yang ada menjadi lebih baik. Situasi menjadi lebih baik kalau ketidakadilan sosial, kemiskinan, penderitaan, dapat dihapuskan atau dikurangi; kalau perdamaian diperjuangkan, lingkungan hidup dilindungi dari ancaman kehancuran dan dipelihara menjadi lingkungan bagi kehidupan bersama yang lebih manusiawi. 2. Tujuan Katekese Pada prinsipnya tujuan katekese adalah membantu jemaat beriman kristiani untuk semakin percaya kepada Kristus sehingga iman umat semakin diperteguh dan dikuatkan. Paus Yohanes Paulus II dalam CT, art. 25 menjelaskan tentang tujuan katekese sebagai berikut: Pada intinya katekese sungguh perlu baik bagi pendewasaan iman maupun kesaksian umat Kristen di tengah masyarakat. Tujuannya ialah mendampingi umat Kristen, untuk meraih kesatuan iman serta pengertian akan Putra Allah, kedewasaan pribadi manusia, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus. Katekese bertujuan juga menyiapkan mereka untuk membela terhadap siapapun yang meminta pertanggung-jawaban atas harapan yang ada pada mereka. PKKI II yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juni s.d 5 Juli 1980 di Klender- Jakarta (Lalu, 2005: 3-7) merumuskan tujuan katekese sebagai berikut: 1) Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalamanpengalaman kita sehari-hari 2) Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadirannya dalam kenyataan hidup sehari-hari 3) Dengan demikian kita semakin sempurna dalam iman, berharap mengamalkan cinta kasih, dan semakin dikukuhkan hidup kristiani kita 4) Pula kita makin bersatu dalam Kristus, semakin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat, dan mengokohkan Gereja semesta

103 83 5) Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat Dalam uraian tugas-tugas katekese ini dapat disimpulkan tentang tujuan katekese yakni: Untuk mengantar orang-orang kristiani kepada iman melalui pembangunan keselamatan-nya yang berpusat pada Yesus Kristus dan Sabda Allah yang menjadi manusia serta diterangi oleh Roh demi mengusahakan hidup sesuai dengan karya keselamatan Allah sehingga mereka mampu ikut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja secara terbuka dan bertanggung-jawab (DCG, art. 21). Heryatno (2008: 3-6) dengan menegaskan kembali pandangan Groome dalam bukunya Horizon and Hopes merumuskan hakikat dan tujuan katekese sebagai gerakan mengkomunikasikan harta kekayaan iman Gereja supaya dapat membentuk dan membantu jemaat memperkembangkan imannya pada Yesus Kristus baik secara personal maupun komunal demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah kenyataan dunia. Dalam mengkomunikasikan harta kekayaan iman Gereja, proses dan tekanan katekese bersifat komunikatif dan partisipatif yang berlangsung dalam suasana kekeluargaan atau dalam bahasa Elizabeth Caldwell disebut dengan homemaking. Homemaking adalah suatu gerakan, sebuah realitas relasi, suatu tempat yang dicari orang untuk menjadi diri sendiri dan bertanggung-jawab dalam membangun dunia. Di dalam proses semacam ini umat diharapkan menyikapi komunikasi harta kekayaan iman kristiani sebagai mitra untuk berefleksi dan berdialog. GDC, art. 29 menegaskan bahwa proses katekese juga berusaha untuk membentuk inti hidup dan jati diri jemaat sehingga iman mereka betul-betul menjadi poros kehidupan. Melalui komunikasi harta kekayaan iman dan penafsirannya, katekese berusaha menempa kedalaman hidup jemaat. Kedalaman hidup mencakup sikap dasar, kesadaran,

104 84 keyakinan, dan pandangan atau nilai hidup. Usaha ini juga berarti mewujudkan proses pembentukan atau formasi yang utuh mencakup seluruh dimensi kehidupan umat manusia. Formasi mencakup proses sosialisasi umat ke dalam hidup berkomunitas dan edukasi yang berlangsung secara terus menerus. Sosialisasi atau edukasi diwujudkan melalui partisipasi dan komunikasi. Katekese juga menekankan pentingnya life long conversion atau pertobatan terus menerus atau semper reformanda. Perkembangan atau pertobatan jemaat yang bersifat utuh akan memberi sumbangan penting di dalam membangun hidup Gereja dan menata hidup bersama di masyarakat sehingga setiap orang secara bebas dapat menjadi dirinya yang sejati. Dengan kata lain, pertobatan utuh jemaat harus menjadi berkat positif bagi persaudaraan dan kesejahteraan bersama. Karena itu, GDC, art. 6 menegaskan pentingnya pertobatan atau metanoia seumur hidup. Kerajaan Allah dipahami sebagai kehendak dan karya Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Kitab Suci Perjanjian Lama menggambarkan Allah yang menghendaki agar semua umat manusia hidup di dalam damai sejahtera atau shalom. Kerajaan Allah dipahami sebagai anugerah dan karya Allah tetapi juga sebagai undangan bagi manusia untuk menjadi pejuang-pejuang demi kesejahteraan hidup bersama. Karena itu dapat dinyatakan bahwa Kerajaan Allah sekaligus karya Allah dan tanggapan manusia. GDC, art. 163 menggambarkan Yesus Kristus sebagai katekis demi Kerajaan Allah. Di dalam seluruh hidup-nya, Yesus mewartakan sekaligus mewujudkannya. Kerajaan Allah menjadi pusat pewartaan dan karya-nya. Oleh karena itu, terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah menjadi inti dari segala tujuan pastoral Gereja. Terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah harus merasuki dan meresapi seluruh proses penyelenggaraan katekese dan kenyataan di segala bidang

105 85 dan segi hidup orang Kristen. Dengan demikian, katekese yang integratif menekankan kesatuan seluruh umat sebagai murid-murid Yesus yang dipanggil untuk mengikuti Yesus Kristus dan diutus untuk bersama-sama berjuang demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Katekese menekankan bangkitnya kesadaran dan tindakan seluruh umat sebagai katekis, yang berkatekese di dalam seluruh kenyataan hidupnya. C. Katekese Umat Sebagai Upaya Meningkatkan Dialog Umat Beriman Dalam Masyarakat Plural 1. Perkembangan Katekese Umat Paham Katekese Umat menurut PKKI II diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) yang bertujuan untuk perjumpaan pribadi dengan Yesus Kristus, satu-satunya pola dan komitmen penuh pesona bagi para murid-nya, melalui perjumpaan hati dan budi dengan saudara-saudara seiman (Lalu, 2005: 5). Bertolak dari pertobatan hati yang mendalam, mereka ingin dijiwai oleh semangat Injil dalam suka duka harian, dan menatap wajah Kristus dalam diri sesama. Subyek Katekese Umat adalah para peserta sendiri sebagai persekutuan iman dalam kasih Kristiani, yang diharapkan berkembang melalui komunikasi pengalaman-pengalaman situasi konkret yang dihadapi dan ditanggapi dalam iman (Lalu, 2005: 69-71). Jalur komunikasi yang tercipta dalam Katekese Umat adalah komunikasi yang multi arah. Semua peserta ikut ambil bagian dalam proses katekese. Mereka berpartisipasi untuk mengemukakan pendapat, sharing pengalaman imannya,

106 86 saling menghargai, dan mendengarkan. Pemimpin katekese bertindak sebagai fasilitator yang bertugas mempermudah dan membantu menciptakan suasana yang komunikatif (Lalu, 2005: 71-73). Dalam hal ini pemimpin Katekese Umat menghayati spiritualitas Kristus sebagai pemimpin yang mau melayani anggotaanggotanya. Seorang pemimpin Katekese Umat tidak boleh bersikap mendoktrinasi dan menganggap dirinya lebih tahu dari peserta yang lain. Dalam Katekese Umat kedudukan semua peserta adalah sederajat. Sejak dicetuskannya paham Katekese Umat tahun 1977 di Sindanglaya, Jawa Barat pada pertemuan panitia Kateketik Keuskupan se-indonesia (PKKI) yang pertama, sampai saat ini telah diadakan PKKI sebanyak sembilan kali. Namun untuk membatasi pembahasan pada skripsi ini agar lebih terfokus maka penulis hanya akan membahas tentang hasil-hasil PKKI yang penulis nilai penting untuk ditekankan dalam katekese untuk mewujudkan dialog antar umat beriman. PKKI IV mengangkat tema membina iman yang terlibat dalam masyarakat. Tema ini didasari oleh berkembangnya kesadaran bahwa Katekese Umat telah berhasil mempererat persaudaraan dalam Gereja, tetapi persaudaraan tersebut baru bersifat ke dalam, intern antar sesama umat Katolik (Lalu, 2005: 12). Persaudaraan di dalam Gereja adalah tanda dan sarana atau langkah untuk mengusahakan persaudaraan yang lebih luas dan meluas di tengah masyarakat, sesuatu yang dilandasi oleh keadilan dan penghormatan akan hak-hak dan martabat manusia, terutama yang lemah. Seruan yang sama telah dilontarkan oleh para uskup se-asia sejak sekitar tahun : Gereja mau mengaktualisasikan dirinya dengan menjadi misioner dan tinggal dalam kenyataan hidup Asia yang keras. Iman yang bercorak misioner berarti lebih memberi perhatian kepada mereka yang lemah dan

107 87 terdesak, mendampingi mereka untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam masa sekarang ini, dan iman yang memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup dan kekayaan alam. Dalam PKKI IV ini disadari perlunya analisis sosial sebagai titik tolak dan mewarnai proses Katekese Umat dalam memahami kenyataan dan masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Kesadaran akan pentingnya iman yang memasyarakat mendorong PKKI V untuk mengangkat kembali tema PKKI IV yaitu membina iman yang terlibat dalam masyarakat (Lalu, 2005: 17). Disadari bahwa iman perlu dimengerti dan dihayati sebagai iman yang memasyarakat, menyejarah dalam pergumulan hidup manusia dalam konteksnya yang konkret. Oleh karena itu, katekese mempunyai tugas membina dan membantu agar umat memiliki dan menghayati iman yang terlibat dalam masyarakat. PKKI VI bergumul dengan tema menggalakkan karya katekese di Indonesia memperdalam permasalahan seputar Katekese Umat yang telah diolah oleh PKKI- PKKI sebelumnya. Disadari bahwa telah banyak kegiatan Katekese Umat yang dilaksanakan untuk mengembangkan jemaat namun perlu direfleksikan apakah semua kegiatan itu telah sungguh membangun jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah. Jemaat yang dicita-citakan dalam PKKI VI adalah jemaat yang mengikuti semangat Kristus, berorientasi pada Kerajaan Allah (Lalu, 2005: 27). Jemaat yang berorientasi pada Kerajaan Allah hadir di dunia bukan untuk dirinya, tetapi bagi dunia. Tema-tema yang digeluti seperti penggunaan Kitab Suci dalam katekese yang menggunakan metode analisa sosial, peran media, serta spiritualitas katekis merupakan karya Katekese Umat yang berorientasi pada Kerajaan Allah.

108 88 Pada tanggal Februari 2004 dilaksanakan PKKI VIII guna mengevaluasi apakah Katekese Umat telah sungguh berhasil menunjang pertumbuhan dan perkembangan Komunitas Basis Gerejani. Untuk maksud itu, PKKI VIII membahas tentang bagaimana Katekese Umat bisa membangun Komunitas Basis Gerejani yang lebih berdimensi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya, sehingga masyarakat Indonesia dapat dibantu untuk bisa hidup lebih adil, damai, dan sejahtera (Lalu, 2005: 38). Ditegaskan bahwa upaya Katekese Umat dalam Komunitas Basis Gerejani dengan teologi pembebasan dan spiritualitas keterlibatan adalah juga membebaskan sesama manusia dari ketakutan untuk memberdayakan diri. Katekese Umat menguatkan lutut yang lemah, menopang yang lesu, menegakkan kepala yang terkulai, dan memacu hati yang kecut. Spiritualitas KBG adalah spiritualitas keterlibatan yang meneladani teladan Salib Yesus Kristus. Dengan mengambil fokus pendalaman tentang masyarakat yang tertekan sebagai tujuan kegiatan katekese di masa-masa mendatang, maka PKKI IX yang dilaksanakan di Tomohon, Manado tanggal Juni 2008 ini lebih tegas menyatakan keberpihakannya pada keadaan masyarakat Indonesia yang tertekan. Keberpihakan yang jelas itu akan dikonkretkan pula oleh Bimas Katolik Depag RI dengan mengambil langkah nyata menyalurkan dana sekitar 75% hingga 80% untuk pemberdayaan langsung di daerah-daerah. Dari kenyataan di lapangan, ketertekanan dari masyarakat Indonesia dalam banyak bidang kehidupan seperti di Sumatera, Kalimantan, Manado, Ambon, Makassar, Papua, Nusa Tenggara, dan Jawa menjadi alasan Gereja Katolik melakukan katekese untuk memberi peneguhan, pencerahan, serta keberanian untuk mengatasi ketertekanan itu. Tema tersebut diolah dengan mendalami bidang kemanusiaan, hukum, dan politik.

109 89 2. Keunggulan Katekese Umat Katekese Umat memiliki beberapa keunggulan yakni melibatkan peserta secara aktif dalam proses, selalu berbicara tentang hidup nyata dalam terang Injil, umat aktif berkomunikasi, dan yang dikomunikasikan adalah hidup nyata (Lalu, 2005: 79). a. Katekese Umat sering disebut katekese dari umat, oleh umat, dan untuk umat. Dalam Katekese Umat semua peserta aktif berpikir, aktif berbicara, dan aktif mengambil keputusan. Umat menjadi subyek dalam berkatekese sehingga peserta menjadi kreatif, kritis, dan otonom. b. Katekese Umat selalu berbicara tentang hidup nyata dalam terang Injil sehingga peserta disadarkan bahwa Allah hadir dan berkarya dalam hidup nyata mereka. c. Katekese umat senantiasa mengandalkan bahwa dalam berkatekese, umat aktif berkomunikasi. Komunikasi yang dilaksanakan adalah komunikasi tentang hidup nyata dalam terang iman kristiani. d. Dalam Katekese Umat, peserta berbicara dan berkomunikasi tentang hidup nyata. Pembicaraan tentang hidup nyata membuat Katekese Umat dan Gereja sungguh terbuka dan kontekstual. Orientasi Katekese Umat tidak hanya terbatas pada Gereja saja tetapi pada perwujudan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hidup bersama. 3. Shared Christian Praxis sebagai Model Katekese yang Dialogis Sebagai suatu pendekatan, model ini menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogis partisipatif supaya dapat mendorong peserta, berdasar komunikasi antara tradisi dan visi hidup mereka dengan tradisi dan visi Kristiani, sehingga baik

110 90 secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia (Heryatno, 1997: 1). Model katekese ini bermula dari pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi Kristiani supaya muncul pemahaman, sikap, dan kesadaran baru yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Katekese dengan model Shared Christian Praxis sangat menggaris-bawahi peran keberadaan peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggung-jawab. Komunikasi yang terjadi dalam katekese bersifat multi arah, yakni dialog tidak hanya terjadi antara peserta dengan pendamping tetapi juga terjadi antar sesama peserta. a. Tiga Komponen Pokok dalam Model Shared Christian Praxis Ada tiga komponen pokok dalam model Shared Christian Praxis yakni: praksis, Kristiani, dan shared. 1) Praksis Praksis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan demi tercapainya suatu transformasi kehidupan yang di dalamnya terkandung proses kesatuan dialektis antara praktek dan teori yaitu kreativitas, antara kesadaran historis dan refleksi kritis yakni keterlibatan baru. Praksis mempunyai tiga komponen yang saling berkaitan yaitu: aktifitas, refleksi, dan kreativitas. Ketiga unsur pembentuk ini berfungsi membangkitkan perkembangan imajinasi, meneguhkan kehendak, dan mendorong praxis baru yang dapat dipertanggung-jawabkan secara etis dan moral.

111 91 2) Kristiani Katekese dengan model Shared Christian Praxis mencoba mengusahakan supaya kekayaan iman kristiani makin terjangkau, dekat, relevan, dan inspiratif untuk kehidupan peserta pada zaman sekarang. Dengan proses itu diharapkan kekayaan iman Gereja sepanjang sejarah berkembang menjadi pengalaman iman jemaat pada zaman sekarang. Kekayaan iman yang ditekankan dalam model ini meliputi dua unsur pokok yaitu pengalaman hidup Kristiani sepanjang sejarah (tradisi) dan visinya. Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat Kristiani yang hidup dan sungguh dihidupi. Sedangkan visi Kristiani menggarisbawahi tuntutan dan janji yang terkandung di dalam tradisi, tanggung-jawab, dan pengutusan orang Kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan mereka. Visi Kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia. 3) Shared Istilah shared menunjuk pengertian komunikasi yang timbal balik, sikap partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta, terbuka baik untuk kedalaman diri pribadi, kehadiran sesama maupun untuk rahmat Tuhan. Dialog di mulai dari diri sendiri dan diungkapkan selaras dengan pengalamannya sendiri dalam suasana persaudaraan dan cinta kasih. Istilah ini juga menekankan proses katekese yang menekankan dialog, kebersamaan, keterlibatan, dan solidaritas. Sumarno (2007: 17) dengan menegaskan kembali pemikiran Groome mengatakan bahwa syarat-syarat yang perlu dalam sharing adalah cinta akan dunia dan manusia yang menjadi dasar berkomunikasi, sikap kerendahan hati mau menerima dan memberi pengalaman

112 92 pribadi, pengalaman iman yang mendalam yang melibatkan kepercayaan pada manusia lain dengan jujur dan terbuka, suasana saling berharap akan kekuatan dan dukungan dari sesama, dan bijaksana terhadap apa yang mau disharingkan dan yang diterima dari hasil sharing orang lain. b. Langkah-langkah Shared Christian Praxis Langkah-langkah dalam Shared Christian Praxis dibagi dalam lima langkah yakni pengungkapan praxis faktual, refleksi kritis pengalaman faktual, mengusahakan supaya tradisi dan visi Kristiani lebih terjangkau, interpretasi dialektis antara praksis dan visi peserta dengan tradisi dan visi kristiani, dan keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan Allah di dunia (Heryatno, 1997: 5-7). 1) Pengungkapan Praksis Faktual Langkah ini mengajak para peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup dan keterlibatan mereka entah dalam bentuk cerita, puisi, tari, nyanyian, drama pendek, lambang, dll. Dalam proses pengungkapan itu, peserta dapat menggunakan perasaan mereka, menjelaskan nilai, sikap, kepercayaan, dan keyakinan yang melatarbelakanginya. Dengan cara ini diharapkan peserta menjadi sadar dan bersikap kritis pada pengalaman hidupnya sendiri. Langkah pertama ini bersifat obyektif deskriptif yakni mengungkapkan apa yang sesungguhnya terjadi. 2) Refleksi Kritis Pengalaman Faktual Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif, kritis, dan kreatif dalam memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri maupun

113 93 masyarakatnya. Tujuan langkah ini adalah memperdalam refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan keterlibatan mereka, akan anggapan dan alasan (pemahaman), motivasi, sumber historis (pengenangan), kepentingan, dan konsekuensi yang disadari dan hendak diwujudkan. Langkah ini bersifat analitis yang kritis. Dengan refleksi kritis pada pengalaman konkret peserta diharapkan sampai pada nilai dan visinya yang pada langkah keempat akan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman Gereja sepanjang sejarah dan visi kristiani. 3) Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau Pokok langkah ini adalah mengusahakan supaya tradisi dan visi Kristiani menjadi lebih terjangkau, lebih dekat, dan relevan bagi peserta pada zaman sekarang. Pada langkah ini pada umumnya peranan pendamping mendapatkan tempatnya. Sebagai pendamping ia diharapkan dapat membuka jalan selebar-lebarnya, menghilangkan segala macam hambatan sehingga semua peserta mempunyai peluang besar untuk menemukan nilai-nilai dari tradisi dan visi Kristiani. Yang dimaksud dengan tradisi adalah iman kristiani yang sungguh dihidupi dan diperkembangkan Gereja dalam sejarahnya. Tradisi Gereja tidak terbatas pada pengajaran Gereja (dogma) tetapi juga merangkum Kitab Suci, spiritualitas, devosi, kebiasaan hidup beriman, aneka kesenian Gereja, liturgi, kepemimpinan, dan lain sebagainya. Visi merefleksikan harapan dan janji, mandat dan tanggung-jawab yang muncul dari tradisi suci yang bertujuan untuk mendorong dan meneguhkan iman jemaat dalam keterlibatannya untuk mewujudkan kehadiran nilai-nilai Kerajaan Allah.

114 94 4) Interpretasi Dialektis antara Praksis dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani Langkah ini mengajak peserta supaya dapat meneguhkan, mempertanyakan, memperkembangkan, dan menyempurnakan pokok-pokok penting yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Untuk selanjutnya pokok-pokok penting itu dikonfrontasikan dengan hasil interpretasi tradisi dan visi kristiani dari langkah ketiga. Dari proses konfrontasi itu diharapkan peserta dapat secara aktif menemukan kesadaran atau sikap-sikap baru yang hendak diwujudkan. Dengan kesadaran baru itu peserta akan lebih bersemangat dalam mewujudkan imannya dan diharapkan supaya nilai-nilai Kerajaan Allah makin dapat dirasakan di tengah-tengah kehidupan bersama. 5) Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia Langkah yang terakhir ini bertujuan mendorong peserta supaya sampai pada keputusan konkret bagaimana menghidupi iman Kristiani pada konteks hidup yang telah dianalisa dan dipahami, direfleksi secara kritis, dinilai secara kreatif, dan bertanggung-jawab. D. Usulan Program Katekese untuk Meningkatkan Dialog Antar Umat Beriman 1. Latar Belakang Pada bagian pemikiran dasar ini, penulis menggarisbawahi kembali hasil penelitian pada bab III. Hal ini dimaksudkan agar ada kesinambungan antara dialog

115 95 dalam Gereja Katolik, hasil penelitian tentang pemahaman umat akan dialog antar umat beriman, dan usulan program katekese yang disajikan pada bagian ini. Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang beragam suku, adat, budaya, bahasa, dan agamanya. Oleh karena itu, Gereja Indonesia hidup dalam kenyataan pluralitas tersebut. Umat Katolik sendiri sangat plural, berasal dari berbagai macam latar belakang budaya, suku, dan bahasa. Stasi St. Maria Cikampek sebagai bagian dari Paroki Kristus Raja Karawang juga mengalami hal ini. Umat di stasi ini kebanyakan pendatang dari Jawa, Ambon, NTT, Sumatera, dan lain-lain. Selain itu, dalam hidup bersama di masyarakat, umat Katolik berada dalam masyarakat plural, yang berbeda agamanya pula. Di Cikampek sendiri, umat Katolik merupakan minoritas dibandingkan dengan umat yang lain. Dalam situasi seperti inilah umat stasi St. Maria Cikampek ditantang untuk mewujudkan imannya dalam hidup nyata sehari-hari melalui dialog antar umat beriman. Persoalannya sekarang, bagaimana pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman dan sejauhmana keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman di Cikampek? Hasil penelitian pada bab III memberikan informasi tentang hal ini. Semua responden menyatakan bahwa mereka belum pernah mendengar istilah dialog antar umat beriman. Istilah yang akrab di telinga mereka adalah dialog antar umat beragama yang sering mereka dengar di TV. Akibatnya banyak responden kurang memahami dialog antar umat beriman. Kebanyakan dari mereka memahami dialog antar umat beriman sebagai cara berkomunikasi antar umat beriman yang biasanya dilaksanakan dalam sharing atau pendalaman iman bersama. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman responden akan dialog antar umat beriman masih pada dialog pengetahuan dan sharing antar umat yang seiman. Karena adanya

116 96 kekeliruan dalam memahami hakikat dari dialog antar umat beriman tersebut maka ada beberapa responden yang menilai bahwa yang berhak untuk ikut ambil bagian dalam dialog antar umat beriman adalah para pimpinan Gereja. Umat dipandang tidak berkompeten untuk mengikuti dialog antar umat beriman karena tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang agama. Umat juga belum menyadari bahwa selama ini mereka telah terlibat dalam dialog antar umat beriman, yakni dialog kehidupan. Selain dialog kehidupan, masih ada bentuk-bentuk dialog yang lain seperti dialog karya, dialog pandangan teologis, dan dialog pengalaman keagamaan atau spiritual. Selain masalah yang memprihatinkan di atas, diperoleh juga informasi yang menggembirakan. Banyak responden yang memandang bahwa dialog antar umat beriman sangat penting untuk diusahakan di stasi ini. Dengan adanya pluralitas dalam hidup bersama di Cikampek, menurut para responden dialog antar umat beriman perlu diusahakan agar makin mempererat tali persaudaraan dan memperluas wawasan. Banyak umat mendukung untuk dilaksanakan katekese yang membahas tentang dialog antar umat beriman. Tetapi untuk melaksanakannya mereka kesulitan dalam menemukan metode dan model katekese yang cocok dan menarik bagi umat. Dalam dokumen FABC para uskup se-asia menekankan pentingnya mengusahakan dialog yang harus dikembangkan dalam tiga matra yakni; dialog antar umat beragama, dialog antar budaya, dan dialog dengan kaum miskin. Dengan demikian Gereja perlu hadir lebih konkret bagi umat dan masyarakat yang kecil dan miskin. Adanya pluralitas dalam hidup bersama ini menjadi suatu panggilan bagi semua umat kristiani untuk menjadi garam dan ragi Kristus di tengah dunia. Inilah dialog antar umat beriman yang penulis maksudkan untuk dibangun oleh umat,

117 97 keterlibatan umat untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah melalui kepeduliannya kepada sesama tanpa dibatasi sekat-sekat agama, budaya, dan status sosial. Jadi, bukan hanya dialog yang berhenti pada dialog pengetahuan atau seminar saja. Bertitik tolak dari latar belakang di atas, penulis mengajukan suatu program katekese dengan tema Dialog Antar Umat Beriman sebagai Upaya Mewujudkan Kerajaan Allah dalam Masyarakat Plural. Usulan program ini akan dilaksanakan oleh lingkungan-lingkungan di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang dalam jangka waktu empat bulan dengan pelaksanaannya diatur dua minggu sekali. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus Raja Karawang dalam dialog antar umat beriman. Tema katekese Dialog Antar Umat Beriman sebagai Upaya Mewujudkan Kerajaan Allah dalam Masyarakat Plural ini dikembangkan menjadi 4 sub tema yaitu hakikat dialog antar umat beriman dalam masyarakat plural, kerukunan antar umat beragama sebagai wujud dialog antar umat beriman, kerukunan internal sebagai upaya mewujudkan dialog antar umat beriman, dan mewujudkan dialog antar umat beriman melalui pelestarian lingkungan hidup. Pada sub tema yang pertama, penulis membahas tentang hakikat dialog antar umat beriman. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan hakikat dialog antar umat beriman. Materi-materi dalam tema ini antara lain hakikat dialog antar umat beriman, tujuan dialog antar umat beriman, dan bentuk-bentuk dialog antar umat beriman.

118 98 Sesuai dengan judulnya kerukunan antar umat beragama sebagai wujud dialog antar umat beriman, maka sub tema yang kedua ini bermaksud mengajak umat untuk menghargai dan menghormati umat yang beragama lain. Bentuk dialog yang dapat diusahakan dalam hidup bersama tersebut adalah dialog kehidupan dan dialog karya. Sub tema ini dibagi menjadi tiga judul pertemuan yakni agama dan keselamatan, membangun toleransi dalam hidup bersama umat beragama lain, dan damai itu indah. Situasi pluralitas juga menjadi kenyataan yang ada dalam Gereja. Disadari bahwa umat Katolik pun berasal dari beragam adat, suku, budaya, dan bahasa. Adanya perbedaan tersebut tentu saja berpengaruh dalam hidup bersama dan dalam penghayatan imannya. Oleh karena itu, sangat penting untuk dikembangkan dialog intern yang dibahas dalam sub judul yang ketiga; kerukunan internal sebagai upaya mewujudkan dialog antar umat beriman. Sub tema ini dibagi menjadi tiga judul pertemuan. Menurut penulis sendiri dengan adanya kerukunan internal maka dapat menjadi basis yang kuat bagi umat untuk berdialog dengan umat beragama lain. Sub tema yang keempat adalah mewujudkan dialog antar umat beriman melalui pelestarian lingkungan hidup. Penulis memandang bahwa sangat penting untuk diusahakan pelestarian lingkungan hidup di Cikampek karena sebagai daerah industri, lingkungan alam di Cikampek kurang terjaga dengan baik. Hal ini dilihat dari adanya sampah plastik yang berserakan di mana-mana. Oleh karena itu, melalui sub tema ini umat diajak untuk peduli pada lingkungan sekitarnya. Untuk sub tema ini akan diadakan dua kali pertemuan dengan judul alamku sayang, alamku malang, serta menyayangi dan melestarikan lingkungan hidup.

119 2. Matriks Usulan Program Katekese USULAN PROGRAM KATEKESE Tema Tujuan Umum : Dialog Antar Umat Beriman sebagai Upaya Mewujudkan Kerajaan Allah dalam Masyarakat Plural : Membantu umat stasi St. Maria Cikampek Paroki Kristus Raja Karawang untuk memahami hakikat dialog antar umat beriman yang sejati sehingga dapat meningkatkan keterlibatan mereka dalam mewujudkan Kerajaan Allah dalam hidup bersama melalui kepedulian kepada sesama dan lingkungan hidup. No Sub Tema Judul Pertemuan Tujuan Pertemuan 1. Hakikat Dialog antar 1. Membantu umat Dialog Antar umat beriman memahami Umat Beriman dalam hakikat dialog dalam masyarakat antar umat Masyarakat plural beriman Plural 2. Memaknai dialog antar umat beriman sebagai gerakan bersama untuk mewujudkan Kerajaan Allah dalam masyarakat plural Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan Keterangan 1. Hakikat dialog 2. Tujuan dialog antar umat beriman - Informasi - Lembar Yogyakarta: melibatkan umat 3. Bentuk-bentuk dialog antar umat beriman - Dinamika - Spidol 1. Armada Riyanto, - Waktu 120 menit antar umat beriman kelompok - Kertas flap F.X.E. (1995). - Untuk cerita dalam pandangan - Sharing - Isolasi Dialog Agama alangkah baiknya para ahli dan - Diskusi - Gunting dalam bila dibuat Gereja Katolik - Tanya- - Kitab Suci Pandangan dramatisasi jawab - Madah Bakti Gereja Katolik. singkat dengan Pertanyaan - Musik instrument Kanisius. 2. Freire, (1985). Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas. LP3S. 3. Konsili Vatikan II. (1993).

120 Dokumen Konsili Vatikan II. Jakarta: Obor. 2. Kerukunan 1. Agama dan Mengajak umat 1. Penyebab - Dinamika - Kitab Suci 1. Matius 7: Waktu 120 menit antar umat Keselamatan untuk menjalankan terjadinya kelompok - Madah Bakti 2. Dianne Bergant, beragama kehidupan perpecahan di - Mengamati - Lembar CSA, Robert J. sebagai wujud keagamaannya antara pemeluk gambar Pertanyaan Karris, OFM. dialog antar bukan untuk agama - Sharing - Gambar- (2002). umat beriman keselamatan 2. Keselamatan - Diskusi gambar Tafsir Alkitab pribadi melainkan 3. Hubungan antara - Tanya- tentang Perjanjian Baru. demi keselamatan agama dan jawab kerusuhan Yogyakarta: bersama keselamatan - Informasi - Musik Kanisius 4. Yesus Kristus instrumen sebagai jalan keselamatan 5. Panggilan umat kristiani untuk membawa keselamatan 2. Membangun Peserta menyadari 1. Sikap toleransi - Sharing - Kitab Suci 1. Mrk 9 : Waktu 120 menit Toleransi dalam pentingnya sikap 2. Toleransi dalam - Diskusi - Madah Bakti 2. Dianne Bergant, Hidup Bersama toleransi dalam hidup bersama - Tanya- - Lembar CSA, Robert J. Umat Beragama hidup bersama di umat beragama lain jawab Pertanyaan Karris, OFM. Lain masyarakat, 3. Kesulitan-kesulitan - Informasi - Cerita (2002). sehingga tercipta dalam membangun Marieta dan Tafsir Alkitab kerukunan dalam toleransi Fatima Perjanjian Baru.

121 hidup bersama. 4. Toleransi untuk - Musik Yogyakarta : membangun instrumen Kanisius kerukunan dalam 3. Darmawijaya, Pr, hidup bersama St. (1997). 5. Hal-hal yang perlu Inspirasi Hari diperhatikan untuk Minggu Tahun B membangun Masa Biasa. toleransi dalam Yogyakarta : hidup bersama Kanisius 3. Damai itu Indah 1. Agar peserta 1. Situasi Indonesia - Nonton - Film 1. Lukas 10: Durasi film 18 dapat menyadari yang plural - Refleksi Cheng- 2. Dianne Bergant, menit bahwa adanya 2. Berbeda tetapi pribadi cheng Po CSA, Robert J. pluralisme hidup tetap satu - Sharing - Spidol Karris, OFM. di Indonesia 3. Damai itu indah - Dinamika - Kertas flap (2002). merupakan suatu 4. Hal-hal yang perlu kelompok - Isolasi Tafsir Alkitab keindahan yang diperhatikan untuk - Tanya- - Kitab Suci Perjanjian Baru. patut dijaga membangun jawab - Madah Bakti Yogyakarta: 2. Agar peserta budaya damai - Tape dan Kanisius dapat dalam hidup kaset 3. Lembaga Biblika mengusahakan bersama instrumen Indonesia. budaya damai 5. Aksi-aksi konkret (1981). Tafsir dalam untuk mewujudkan Perjanjian Baru masyarakat di kedamaian dalam 3: Injil Lukas. mana ia berada hidup bersama Yogyakarta: dengan cara Kanisius. membantu

122 sesama yang membutuhkan pertolongan tanpa melihat perbedaanperbedaan yang ada. 3. Kerukunan 1. Iman tanpa Peserta semakin 1. Iman - Sharing - Cergam 1. Matius 23:23-26 Cergam bisa internal perbuatan adalah menyadari akan 2. Kesesuaian antara - Diskusi Bukan 2. Dianne Bergant, didramatisasikan sebagai upaya sia-sia panggilan hidupnya iman dan - Tanya- Untukku CSA, Robert J. secara singkat mewujudkan sebagai umat perbuatan jawab - Kitab Suci Karris, OFM. dialog antar beriman kristiani 3. Kesulitan- - Informasi - Madah Bakti (2002). umat beriman sehinggga dapat kesulitan untuk - Lembar Tafsir Alkitab mewujudkan mewujudkan iman pertanyaan Perjanjian Baru. imannya itu dalam dalam tindakan - Musik Yogyakarta: tindakan nyata nyata Instrumen Kanisius sehari-hari dengan 4. Cara-cara 3. Komkat KWI. mengampuni orang mengatasi (1994). Cerita yang menyakiti kesulitan yang patut hatinya. mewujudkan iman diperhatikan; dalam tindakan sarana 5. Aksi-aksi konkret pembangun untuk mewujudkan sikap. iman dalam hidup Yogyakarta: bersama sehari- Studio Audio hari Visual PUSKAT

123 2. Menghayati Umat semakin 1. Penghayatan hidup - Sharing - Cergam 1. Kisah Para Rasul hidup iman menyadari beriman pribadi - Diskusi Bercerai 2: pribadi dalam hidup menggereja dalam keluarga, Gereja, dan Masyarakat pentingnya menghayati hidup 2. Menghayati sebagai iman sarana iman pribadi menjadi saksi kabar sebagai gembira Allah sarana untuk dalam keluarga, - Tanyajawab Kita 2. Neuner, J. SJ Runtuh (1997). Pergi - Informasi - Kitab Suci menyertai Dia. - Madah Bakti Jakarta: - Lembar Obor. menjadi saksi Gereja, dan pertanyaan 3. Dianne Bergant, kabar gembira masyarakat - Kertas Flap CSA, Robert J. Tuhan di 3. Kesulitan-kesulitan - Spidol Karris, OFM. dalam keluarga, dalam menghayati - Musik (2002). Gereja, dan hidup iman pribadi Instrumen Tafsir Alkitab Masyarakat. 4. Aksi-aksi konkret Perjanjian Baru. untuk mewujudkan Yogyakarta: iman pribadi dalam Kanisius keluarga, Gereja 4. Komkat KWI. dan Masyarakat (1994). Cerita yang patut diperhatikan; sarana pembangun sikap. Yogyakarta: Studio Audio Visual PUSKAT 3. Cinta kepada Peserta semakin 1. Pengalaman peserta - Refleksi - Cerita 1. Matius 22 : 34

124 Allah harus mampu memahami dalam mengasihi pribadi Pengemis 40 terwujud pada dan menghayati orang lain - Sharing Tua 2. Leks Stefan. Cinta kepada pentingnya 2. Peka untuk melihat - Dinamika - Spidol (2000). Tafsir sesama yang mencintai Allah, penderitaan sesama kelompok - Kertas flap Injil Matius. menderita yang terwujud di sekitar kita - Tanya- - Isolasi Yogyakarta: dalam cinta kepada 3. Hal-hal yang jawab - Informasi Kanisius sesama yang mendorong peserta - Kitab Suci 3. Dianne Bergant, menderita, untuk bersedia - Madah Bakti CSA, Robert J. sehingga mengasihi orang - Musik Karris, OFM. kelembutan Yesus lain, baik yang instrumen (2002). dalam mencintai disenangi maupun Tafsir Alkitab dapat menjadi yang dibenci Perjanjian Baru. teladan kita untuk 4. Yesus Kristus Yogyakarta: mencintai dengan sebagai teladan Kanisius tulus dalam hidup untuk mengasihi 4. Sumantri Y. HP. sehari-hari. orang lain (1996). Angin 5. Aksi-aksi konkret Barat Angin sebagai bentuk Timur, tindakan mengasihi Kumpulan orang lain dalam cerita bijak, hidup bersama Kanisius: Yogyakarta 4. Mewujudkan 1. Alamku sayang, Peserta sungguh 1. Manfaat alam bagi - Nonton - Film 1. Kejadian 1: 11- dialog antar alamku malang melihat dan hidup manusia - Refleksi dokumenter umat beriman menyadari 2. Syukur atas pribadi Earth as 2. Lembaga Biblika melalui keindahan alam kebaikan Tuhan - Sharing Our Mother Indonesia.

125 pelestarian dan manfaatnya lewat alam yang - Dinamika - Spidol (2002). Tafsiran lingkungan bagi hidup manusia indah kelompok - Kertas flap Alkitab hidup dan dengan - Tanya- - Isolasi Perjanjian Lama. demikian mau jawab - Informasi Yogyakarta: melindunginya - Kitab Suci Kanisius. - Madah Bakti - Musik instrumen 2. Menyayangi dan Peserta sungguh 1. Akibat dari - Mengamati - Slide alam 1. Kejadian 3: 1-24 melestarikan melihat dan kerusakan alam gambar dan 2. Lembaga Biblika lingkungan hidup menyadari akibat 2. Tanggung-jawab - Refleksi kerusakan Indonesia. keserakahan manusia untuk pribadi lingkungan (2002). Tafsiran manusia dalam memelihara - Sharing - Spidol Alkitab mengeruk lingkungan hidup - Dinamika - Kertas flap Perjanjian Lama. kekayaan alam 3. Aksi konkret untuk kelompok - Isolasi Yogyakarta: sehingga dapat menjaga keutuhan - Tanya- - Informasi Kanisius. mewujudkan aksi ciptaan jawab - Kitab Suci konkret untuk - Madah Bakti melestarikan - Musik lingkungan hidup instrumen

126 Contoh Persiapan Program Katekese Bagi Umat dengan Model Shared Christian Praxis Tema : Dialog Antar Umat Beriman sebagai Upaya Mewujudkan Kerajaan Allah dalam masyarakat plural Judul Tujuan : Damai itu Indah : Bersama pendamping, peserta diajak untuk: 1. Dapat menyadari bahwa adanya pluralisme hidup di Indonesia merupakan suatu keindahan yang patut dijaga 2. Dapat mengusahakan budaya damai dalam masyarakat di mana ia berada dengan cara membantu sesama yang membutuhkan pertolongan tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada. Metode : - Nonton - Refleksi pribadi - Sharing - Dinamika kelompok - Tanya-jawab Sarana : - Film Cheng-cheng Po - Spidol - Kertas flap - Isolasi - Kitab Suci - Madah Bakti - Tape dan kaset instrumen

127 107 Sumber Bahan : - Lukas 10: Dianne Bergant, CSA, Robert J. Karris, OFM Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. - Lembaga Biblika Indonesia Tafsir Perjanjian Baru 3: Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius. a. Pemikiran Dasar Masyarakat Indonesia sangat majemuk secara budaya, etnis, dan agama. Kemajemukan ini merupakan suatu kekayaan yang tidak ternilai sekaligus dapat membawa konflik dan kekerasan. Kerusuhan Ambon, peristiwa Sampit, pembakaran Gereja di Situbondo, konflik berdarah di Aceh dan Papua merupakan contoh-contoh nyata yang menunjukkan bahwa pluralitas yang seharusnya menjadi kekayaan yang menyatukan malah menjadi penyebab konflik dan perpecahan. Bertolak dari penelitian yang dilaksanakan di stasi St. Maria Cikampek, penulis menemukan bahwa pluralitas dalam hidup bersama kadang membawa perpecahan dan silang pendapat dalam tubuh umat sendiri. Ada kelompok-kelompok berdasarkan suku yang bersifat eksklusif dan permasalahan dalam ibadat dalam hubungan dengan umat beriman lain menjadi contoh akibat negatif dari pemahaman umat yang salah akan pluralitas. Lukas 10:25-37 mengemukakan tentang ajaran Yesus untuk mengasihi sesama tanpa syarat melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Dalam perumpamaan ini diceritakan tentang orang Samaria yang menolong seorang Yahudi yang berada dalam keadaan setengah mati karena dirampok dan dipukul. Tindakan belas kasihan dari orang Samaria tersebut sungguh ironis karena di mata

128 108 bangsa Yahudi orang Samaria bukanlah sesama. Orang Samaria dianggap kafir karena mereka telah hidup bersama dan menikah dengan bangsa-bangsa luar. Lewat tokoh orang Samaria dalam perumpamaan ini Yesus ingin mengajarkan kepada kita untuk tidak hanya mengasihi Allah tetapi juga mewujudkan kasih itu dengan mengasihi orang lain seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Bila seseorang sungguhsungguh mengasihi, ia tidak memerlukan dan tidak minta definisi siapakah sesamanya. Ia tidak pernah bertanya-tanya siapa, bagaimana, kapan, dan di mana seseorang harus dikasihinya. Dari pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari pluralitas yang hidup di Indonesia merupakan suatu keindahan yang patut dijaga sehingga dapat mengusahakan budaya damai dalam masyarakat melalui tindakan nyata mengasihi sesama yang membutuhkan tanpa melihat perbedaan-perbedaan tersebut. b. Pengembangan Langkah-Langkah 1) Pembukaan a) Pengantar Bapak-ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama kita bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena telah diberi kesempatan untuk bertemu dan berkumpul bersama. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa bangsa kita Indonesia sangat kaya suku, budaya, adat, dan agama. Hal ini dapat kita rasakan dalam hidup bermasyarakat di Cikampek ini. Kita di sini datang dari berbagai macam latar belakang suku, budaya, adat, dan bahasa. Selain itu, dalam hidup bermasyarakat kita juga tinggal bersama orang lain yang berbeda keyakinan dengan kita. Pada perjumpaan malam hari ini, kita akan berbagi satu sama lain pengalaman kita dalam

129 109 mengusahakan budaya damai dalam hidup bersama masyarakat yang plural. Yesus mengajarkan hukum cinta kasih yakni: hendaknya kita mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, kekuatan, dan segenap akal budi, dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri kita sendiri. Dari pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari akan panggilan hidup kita sebagai seorang pengikut Kristus untuk mengusahakan budaya damai dalam hidup bersama masyarakat melalui tindakan konkret kita sehari-hari dengan membantu sesama yang membutuhkan tanpa melihat perbedaan-perbedaan yang ada. b) Lagu Pembukaan : Panggilan Tuhan (MB 456) c) Doa pembukaan : Allah Bapa yang Maha Pengasih, kami mengucap syukur atas keanekaragaman bahasa, budaya, suku, adat, dan agama yang Kau anugerahkan kepada kami. Keanekaragaman ini menjadi suatu kekayaan bagi bangsa kami. Namun dalam hidup sehari-hari keanekaragaman yang indah ini kadang menjadi sumber konflik dan kekerasan. Engkau telah mengajarkan kepada kami untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dan kekuatan serta mengasihi sesama seperti kami mengasihi diri kami sendiri. Oleh karena itu, buatlah kami semakin merasakan kegembiraan dalam panggilan hidup kami sebagai umat kristiani serta semakin menyadari akan tugas dan tanggung jawab kami, sehingga kami dapat semakin pasrah dan menyandarkan seluruh hidup kami kepada Allah, bukan kepada hal-hal duniawi semata, sehingga kami mampu memberi kesaksian iman dalam hidup kami seharihari, khususnya dalam tugas-tugas kami baik di Gereja maupun masyarakat sekitar kami. Akhirnya, semoga kami dapat meneladan Yesus Sang Guru iman sejati yang

130 110 menyerahkan nyawanya, wafat di Salib dan yang kini mulia bersama Bapa dan Roh Kudus sepanjang segala masa. Amin. 2) Langkah I : Mengungkapkan pengalaman hidup peserta. a) Menonton bersama film pendek Cheng-cheng Po b) Penceritaan kembali isi film: pendamping meminta salah satu peserta untuk mencoba menceritakan kembali dengan singkat tentang isi pokok dari film Cheng-cheng Po c) Intisari film Cheng-cheng Po Han, Markus, Tiara, dan Hir adalah sahabat yang duduk di bangku kelas yang sama. Han adalah seorang Tionghoa, anak penjual bakpao. Markus adalah seorang Papua yang beragama Katolik. Tiara dan Hir adalah orang Jawa dan beragama Islam. Suatu hari saat pelajaran usai, Han diminta untuk menghadap wali kelasnya. Ia diperingatkan untuk segera melunasi SPPnya karena kalau tidak dilunasi maka ia tidak dapat mengikuti ujian. Teman-temannya ingin membantu Han dengan meminta uang kepada orang tua mereka. Tetapi bukannya diberi uang, Tiara malah dimarahi oleh bapaknya karena bergaul dengan teman-temannya tersebut. Ayahnya tidak suka bila ia bergaul dengan Han yang seorang China. Markus tidak diberi uang karena situasi keluarganya juga pas-pasan. Dalam adegan yang lain juga ditampilkan ketika Markus yang seorang Papua bermain bersama teman-temannya yang lain. Ia diolokolok oleh mereka karena kulitnya yang hitam. Hir yang ingin meminta bantuan kepada orang tuanya malah tidak jadi. Mereka kemudian mendapatkan ide untuk membantu Han dengan bermain barongsai. Akhirnya dari pertunjukan barongsai

131 111 tersebut mereka dapat mengumpulkan uang untuk membayar biaya SPP Han sehingga ia dapat mengikuti ujian. d) Pengungkapan pengalaman : Peserta diajak untuk mendalami film tersebut dengan tuntunan beberapa pertanyaan : Kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi oleh Hir, Markus, dan Tiara saat ingin membantu Han? Mengapa Tiara dilarang ayahnya untuk bergaul dengan ketiga temannya tersebut? Ceritakanlah pengalaman bapak-ibu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan membangun budaya damai dalam hidup bersama di masyarakat yang terdapat beragam suku, budaya, adat, dan agama! e) Contoh arah rangkuman : Dalam film tersebut keempat sahabat tersebut memiliki sikap keterbukaan dan setia kawan. Meskipun berbeda agama, budaya, dan suku mereka tetap bersahabat meskipun dilarang oleh ayah Tiara. Markus biar pun kulitnya hitam sehingga sering diolok-olok teman-temannya yang lain tetap diterima oleh ketiga sahabatnya tersebut. Dengan semangat setia kawan dan kepedulian mereka pada Han, mereka berusaha untuk membantu Han melunasi SPPnya. Begitupun dalam pengalaman kita sehari-hari dalam hidup bersama. Kita semua datang dari berbagai latar belakang suku, adat, dan budaya. Juga dalam hidup bermasyarakat, kita hidup bersama umat yang beragama lain. Adanya perbedaan budaya, suku, adat, dan agama tersebut kadang tanpa kita sadari dapat membawa konflik. Kadang kita membuat benteng untuk melindungi diri kita dengan cara tidak mau bergaul dengan orang lain yang berbeda agama, suku, dan budayanya.

132 112 3) Langkah II :Mendalami pengalaman hidup peserta a) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman atau film di atas dengan dibantu pertanyaan sbb : Cara mana saja yang bapak-ibu gunakan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan untuk membangun budaya damai dalam hidup bersama di masyarakat yang terdapat beragam suku, budaya, adat, dan agama tersebut? b) Dari jawaban yang diungkapkan peserta, pendamping memberikan arahan rangkuman singkat sebagai berikut: Dalam film tadi, kita dapat melihat bahwa perbedaan agama, suku, dan budaya dari keempat sahabat tersebut tidak mempengaruhi persahabatan mereka. Mereka tetap bersahabat meski Han adalah seorang China, Markus seorang Papua yang kulitnya hitam dan beragama Katolik, atau pun Hir dan Tiara adalah orang Jawa dan beragama Islam. Adanya perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang dalam persahabatan mereka. Hal yang sama kita alami juga dalam kehidupan sehari-hari. Kita semua hidup dalam masyarakat yang majemuk, ada yang berasal dari Batak, Jawa, Flores, dan lain-lain. Dalam hidup bermasyarakat, kita juga hidup bersama orang lain yang berbeda agama dan keyakinannya. Oleh karena itu, agar hidup bersama dapat terus dipertahankan, kita perlu menyadari panggilan kita orang kristiani untuk menjadi garam dan ragi dalam hidup bersama, menjadi pembawa damai dalam hidup bersama di masyarakat. 4) Langkah III : Menggali pengalaman iman Kristiani a) Salah seorang peserta dimohon bantuannya untuk membacakan perikope langsung dari Kitab Suci, Injil Lukas 10:25-37.

133 113 b) Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan tuntunan pertanyaan sebagai berikut: Ayat mana dari perikope ini yang mengungkapkan bahwa kita harus mengusahakan budaya damai dalam hidup sehari-hari? Makna damai seperti apakah yang dapat dipetik dari perikope tersebut? Sikap-sikap iman seperti apakah yang ingin ditanamkan oleh Yesus kepada kita melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati tersebut? c) Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti perikope sehubungan dengan jawaban atas ketiga pertanyan di atas. d) Pendamping memberikan tafsir dari Injil Lukas 10:25-37 dan menghubungkan dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan misalnya: Lukas 10:25-37 mengemukakan tentang ajaran Yesus untuk mengasihi sesama tanpa syarat melalui perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Dalam perumpamaan ini diceritakan tentang orang Samaria yang menolong seorang Yahudi yang berada dalam keadaan setengah mati karena dirampok dan dipukul. Tindakan belas kasihan dari orang Samaria tersebut sungguh ironis karena di mata bangsa Yahudi orang Samaria bukanlah sesama. Orang Samaria dianggap kafir karena mereka telah hidup bersama dan menikah dengan bangsa-bangsa luar. Lewat tokoh orang Samaria dalam perumpamaan ini Yesus ingin mengajarkan kepada kita untuk tidak hanya mengasihi Allah tetapi juga mewujudkan kasih itu dengan mengasihi orang lain seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Bila seseorang sungguh-sungguh mengasihi, ia tidak memerlukan dan tidak minta definisi siapakah sesama baginya. Ia

134 114 tidak pernah bertanya-tanya siapa, bagaimana, kapan, dan di mana seseorang harus dikasihinya. Sebagai suatu perumpamaan, cerita mengenai orang Samaria yang baik hati dimaksudkan untuk menentang suatu pola pikir yang salah tetapi diterima, sehingga nilai-nilai Kerajaan Allah dapat masuk ke dalam sistem yang ketat. Hal ini dilakukan dengan menunjukkan seorang Samaria, anggota dari kelompok yang dihina dan dicemooh oleh orang-orang Yahudi, melakukan pelayanan kasih yang dihindari oleh para pemimpin agama Yahudi. Lalu datang seorang Samaria tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Dalam injil sinoptik kata kerja ini secara istimewa dipakai oleh Yesus. Kata tergeraklah dalam kalimat tersebut menyatakan adanya perasaan yang mendalam sewaktu melihat kesusahan atau kesengsaraan hebat, suatu rasa simpati yang tak tertahankan dan memaksa orang untuk menolong. Dengan mencintai sesamanya orang mengalami kehidupan Allah sendiri. Cerita ini begitu diterima seperti apa adanya, juga memberikan suatu contoh yang hidup mengenai pemenuhan perintah kasih. Pertanyaan ahli Taurat meliputi orang yang bukan sesamaku. Cerita Yesus menjawab bahwa tidak ada orang yang bukan sesamanya. Sesama bukan soal darah atau kebangsaan atau persekutuan keagamaan; ini ditentukan oleh sikap yang dimiliki seseorang terhadap orang lain. Imam dan orang Lewi tahu benar mengenai perintah Allah, dan seperti ahli Taurat pasti dapat menafsirkannya bagi orang lain. Tetapi mereka tidak memiliki tujuan yang mendalam, sementara orang Samaria, dengan melaksanakan kasih, menunjukkan bahwa ia mengetahui hukum. Melalui perumpamaan ini, Yesus ingin mengajak kita agar bercermin pada orang Samaria yang baik hati tersebut. Orang Samaria yang melaksanakan perintah kasih

135 115 dengan membantu sesamanya tanpa memandang siapakah sesama yang ditolongnya tersebut. Hendaknya kita bisa seperti orang Samaria tersebut dengan menjadi saudara yang baik bagi sesama kita tanpa melihat perbedaan agama, budaya, suku, dan status yang ada. Melalui tindakan konkret kita membantu sesama yang membutuhkan pertolongan maka kita juga menunjukkan kasih kita kepada Allah sebagai Bapa dan kasih kita pada diri kita sendiri. 5) Langkah IV : Menerapkan iman Kristiani dalam situasi peserta konkret. a) Pengantar Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menemukan sikap-sikap damai seperti apa yang ingin ditanamkan Yesus kepada kita melalui perumpamaan Orang Samaria yang Baik hati tersebut. Sebagai orang kristiani yang dipanggil untuk mengikuti Kristus, kita diajak oleh-nya untuk dapat menghayati kasih dalam hidup nyata kita sehari-hari dalam masyarakat dengan membantu sesama yang membutuhkan tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau status dari orang yang membutuhkan bantuan. Dengan demikian perintah untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap kekuatan dan hati, serta mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri yang diajarkan Yesus tersebut tidak hanya berhenti pada suatu rumusan kata-kata saja tetapi benar-benar dapat dihayati dan diwujud-nyatakan dalam hidup konkret sehari-hari. b) Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin menghayati budaya damai dalam hidup di lingkungan dan masyarakat, kita akan melihat situasi konkrit dunia pada saat ini, dengan mencoba merenungkan pertanyaan-pertanyaan sbb:

136 116 Apakah arti perumpamaan yang diungkapkan Yesus tersebut bagi kehidupanku di lingkungan dan di masyarakat? Sikap-sikap mana yang bisa kita perjuangkan agar dapat menghayati dan mewujudkan budaya damai dalam hidup bersama? Apakah bapak-ibu semakin disadarkan, ditegur atau diteguhkan dalam panggilan sebagai orang Kristiani? Saat hening untuk berrefleksi secara pribadi akan pesan Injil dengan situasi konkrit peserta dengan diiringi lagu Damai Bersamamu dari Chrisye dengan panduan 3 (tiga) pertanyaan diatas. Kemudian peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungan pribadinya itu. c) Arah rangkuman singkat : Yesus, Guru dan teladan iman kita telah mengajarkan kepada kita untuk mengasihi kita seperti teladan yang telah diberikan oleh orang Samaria dalam perumpamaan tadi; Mengasihi tanpa syarat. Hendaknya kita dapat menghayati kasih dalam hidup bersama kita baik di lingkungan kita ini maupun dalam hidup bermasyarakat dengan umat yang beragama lain. Tidaklah mudah bagi kita untuk dapat melaksanakan semuanya itu dalam hidup sehari-hari. Namun, dengan memohonkan rahmat dan kekuatan Allah sendiri akan memampukan kita untuk dapat menghayatinya di hidup nyata dalam menggereja dan masyarakat. 6) Langkah V : Mengusahakan suatu aksi konkret. a) Pengantar Para bapak/ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, kita telah bersama-sama menggali pengalaman kita melalui film Cheng-cheng Po yang mengisahkan

137 117 tentang persahabatan Han, Markus, Hir, dan Tiara. Melalui bacaan yang kita dengar bersama tadi, Yesus ingin mengajak kita untuk dapat meneladani orang Samaria yang mengasihi sesamanya tanpa syarat. Ia telah menjalankan perintah kasih tanpa mempertanyakan siapakah sesamanya. Kita telah mendapat wawasan baru atau cara pandang baru, semangat baru, harapan baru, kemauan untuk semakin memperbaharui hidup kita dengan lebih menghayati semangat kasih tersebut dalam hidup bersama baik di Gereja maupun dalam masyarakat yang berbeda agamanya. Marilah kita sekarang memikirkan niat dan tindakan apa yang dapat kita perbuat, sebagai bentuk penghayatan kasih dalam hidup di lingkungan kita ini dan dalam masyarakat yang berbeda agamanya dengan kita. b) Memikirkan niat-niat dan bentuk keterlibatan kita yang baru (pribadi, kelompok atau bersama) untuk lebih menghayati kasih dalam hidup bersama di lingkungan dan masyarakat sesuai dengan teladan dan ajaran yang dikehendaki oleh Kristus. Berikut ini adalah pertanyaan penuntun untuk membantu peserta membuat niatniat: Niat apa saja yang hendak kita lakukan untuk dapat lebih menghayati kasih dalam hidup konkrit kita di dalam lingkungan dan dalam masyarakat? Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat tersebut? Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening memikirkan tentang niat-niat pribadi atau bersama yang akan dilakukan. Kemudian niat-niat kelompok bersama, bisa dibicarakan, dan didiskusikan bersama guna menentukan niat bersama.

138 118 7) Penutup a) Setelah selesai merumuskan niat-niat pribadi dan bersama, peserta diberi kesempatan untuk hening sejenak. Sementara itu, lilin (dan Salib kalau ada) dapat diletakkan di tengah umat untuk kemudian dinyalakan. b) Kesempatan doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan menghubungkan dengan kebutuhan dan situasi peserta. Setelah itu, doa umat disusul secara spontan oleh para peserta yang lain. Akhir doa umat ditutup dengan doa penutup dari pendamping yang merangkum keseluruhan langkah dalam SCP dalam kelima langkah ini, misalnya, sebagai berikut: c) Doa Penutup Allah Bapa kami, sungguh tiada terkira belas kasih-mu kepada kami. Engkau telah menganugerahkan negara kami dengan kemajemukan budaya, agama, suku, dan bahasa yang begitu indah. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut semakin memperkaya kami. Kami bersyukur boleh mengalami relasi yang begitu dalam yang Kau tunjukkan melalui permenungan hari ini. Bantulah kami, ya Bapa, agar kami pun dapat membangun relasi yang akrab, erat, penuh pengertian, dalam hidup bersama kami baik di lingkungan maupun dalam masyarakat kami. Semoga kemajemukan suku, budaya, agama, dan bahasa ini membuat kami semakin mensyukuri ciptaan-mu, dapat menjadi sesama bagi semua orang tanpa dibatasi oleh perbedaan-perbedaan yang ada. Kuatkanlah kami selalu agar dapat menjadi saksi kabar gembira-mu dengan menjadi pembawa damai bagi sesama. Semua ini kami mohon dalam nama Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan dan Pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin d) Lagu Penutup : Alangkah Bahagianya (MB 530)

139 BAB V PENUTUP Pada bab lima ini penulis menyampaikan kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat berguna dalam usaha meningkatkan dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan, penelitian, dan studi pustaka tentang dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek, Paroki Kristus Raja Karawang yang ditulis dari bab I sampai bab IV, penulis menarik kesimpulan bahwa dialog antar umat beriman sebagai sebuah aksi atau gerakan bersama untuk mewujudkan nilainilai Kerajaan Allah di dunia sangat penting untuk terus diperjuangkan. Apalagi dengan melihat situasi saat ini di mana rentan sekali terjadi konflik dan perpecahan, baik antar suku, etnis, maupun agama. Dengan penjelasan tentang dialog antar umat beriman dalam Gereja Katolik pada bab II, penulis berharap kesadaran berdialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek atau motivasi untuk terlibat lebih aktif di dalamnya semakin meningkat. Dari penelitian yang dilakukan penulis di stasi ini, ditemukan bahwa pemahaman umat stasi St. Maria Cikampek akan dialog antar umat beriman baru sampai pada dialog pengetahuan atau seminar saja. Hal ini dapat dilihat dalam pembahasan hasil penelitian pada bab III. Kebanyakan umat belum memahami bahwa dialog antar umat beriman sebenarnya telah mereka alami dan jalani dalam

140 120 hidup mereka sehari-hari. Ini juga yang menjadi alasan penulis untuk memilih istilah dialog antar umat beriman, bukan dialog antar umat beragama. Istilah dialog antar umat beragama memang telah akrab dengan umat dan selalu diartikan sebagai dialog pengetahuan, seminar atau debat para ahli tentang berbagai permasalahan yang berkaitan dengan agama. Dialog antar umat beriman lebih dari sekedar debat teologis saja, tetapi merupakan suatu komunikasi pengalaman iman. Komunikasi pengalaman ini ada dan terjadi dalam hidup sehari-hari. Dialog antar umat beriman merupakan suatu gerakan atau aksi bersama untuk memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Kerajaan Allah dapat terwujud bila tercipta suasana kerukunan dan kedamaian dalam hidup bersama, bila kelestarian lingkungan hidup dapat terus dijaga dan dipertahankan. Dan sebagai orang beriman, kita tidak hanya cukup berhenti pada mengimani apa yang kita yakini, tetapi juga mencintai, dan melaksanakannya. Oleh karena itu, mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia merupakan suatu panggilan luhur bagi semua orang beriman atau dalam bahasa Knitter dikatakan sebagai panggilan untuk bertanggung-jawab secara global. Katekese merupakan salah satu karya pastoral Gereja yang dapat digunakan untuk membantu meningkatkan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman. Melihat kenyataan yang terjadi di stasi St. Maria Cikampek, penulis memberikan usulan program katekese dengan model Shared Christian Praxis sebagai salah satu bentuk pendampingan untuk membantu meningkatkan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman. Katekese model Shared Christian Praxis adalah suatu

141 121 model katekese yang didasarkan pada pengalaman hidup peserta. Hal ini sangat cocok bagi umat dalam meningkatkan dialog antar umat beriman di stasi ini. Berkaitan dengan apa yang telah penulis bahas dalam skripsi ini, ada beberapa poin penting yang dapat dijadikan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan keterlibatan umat stasi St. Maria Cikampek dalam dialog antar umat beriman yakni: 1. Adanya keanekaragaman budaya, suku, dan istiadat di stasi St. Maria Cikampek merupakan suatu kekayaan yang bisa menjadi ciri khas Gereja Cikampek. Bila kemajemukan tersebut diberdayakan maka dapat memperkaya dan memperkembangkan hidup beriman umat. 2. Dialog antar umat beriman lebih dari pada sekedar debat teologis atau seminar tetapi menjadi bagian dalam kenyataan hidup sehari-hari, merupakan suatu komunikasi iman. Dialog menjadi suatu aksi atau gerakan bersama untuk mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di dunia. Usaha untuk mewujudkan nilainilai Kerajaan Allah di dunia merupakan tanggung-jawab semua orang beriman. Oleh karena itu, yang berhak untuk ambil bagian di dalamnya bukan hanya para ahli dan pemuka Gereja tetapi menjadi tanggung-jawab seluruh umat beriman tanpa kecuali. 3. Dengan adanya situasi hidup dalam Gereja dan masyarakat yang plural maka umat stasi St. Maria Cikampek perlu mewujudkan dialog antar umat beriman dalam hidupnya sehari-hari. Salah satu cara untuk mewujudkan dialog antar umat beriman adalah dengan terlibat aktif dalam dialog kehidupan dan dialog karya.

142 122 B. Saran Bertitik tolak dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dalam setiap bab, akhirnya penulis mencoba mengungkapkan saran-saran kepada dewan stasi St. Maria Cikampek dan umat di stasi St. Maria Cikampek. 1. Kepada Dewan Stasi St. Maria Cikampek a. Supaya memotivasi umat untuk terlibat dalam dialog antar umat beriman melalui keberanian untuk bergaul dengan pihak luar atau masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan kunjungan kepada umat. Ini merupakan harapan dari umat saat penulis mengadakan kunjungan. b. Dewan stasi hendaknya memberi perhatian pada pelaksanaan katekese di lingkungan-lingkungan dengan memberikan pendampingan bagi para pendamping pendalaman iman. Dari hasil penelitian banyak sekali responden yang mengatakan bahwa pendalaman iman kurang menarik karena kurangnya kreatifitas pendamping dalam memandu. 2. Kepada Umat di Stasi St. Maria Cikampek a. Meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan hidup menggereja dengan ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan baik di Gereja maupun dalam masyarakat. b. Selalu menyadari panggilannya sebagai orang beriman untuk menjadi Garam dan Ragi dalam hidup bersama.

143 123 c. Menumbuhkan rasa persaudaraan yang tinggi dengan sesama umat yang beragama Katolik dan umat beragama lain di lingkungan tempat tinggal serta dimanapun berada. Program katekese yang ada, dapat dipakai dalam usaha untuk meningkatkan dialog antar umat beriman di stasi St. Maria Cikampek. Agar program tersebut dapat lebih efektif prosesnya, membutuhkan kreatifitas dan pengetahuan mendalam pendamping tentang dialog antar umat beriman. Program tersebut selain dijalankan dalam bentuk pertemuan katekese umat, dapat juga dikemas dalam bentuk rekoleksi. Penulis berharap, program ini dapat membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan umat dalam dialog antar umat beriman di Cikampek sehingga dapat tercipta kerukunan dan kedamaian dalam hidup bersama, baik dalam hidup menggereja maupun dalam masyarakat.

144 DAFTAR PUSTAKA Adisusanto, F.X. (2000). Katekese dalam Tugas Perutusan Gereja. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik PUSKAT. Arief Furchan. (1992). Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional. Armada Riyanto, F.X.E. (1995). Dialog Agama dalam Pandangan Gereja Katolik. Yogyakarta: Kanisius. Bergant, Dianne & Karris, Robert. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Freire, Paulo. (1985). Pendidikan Kaum Tertindas. LP3S. Groome, Thomas H. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese. (F.X. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik PUSKAT. (Buku asli diterbitkan tahun 1991). Heryatno Wono Wulung. (2008). Th. Groome, Total Catechesis: A Vision for Now and Always. Diktat Mata Kuliah PAK III untuk mahasiswa Semester VII, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Jamlean, Henrika. (2007). Laporan Karya Bakti Paroki. Kumpulan Laporan Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa IPPAK Semester VII, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kanisius, Silvester L. (2006). Allah dan Pluralisme Religius. Jakarta: Obor. Kautsar Azhari Noer. (1998). Passing Over Memperkaya Pengalaman Keagamaan. Dalam Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus (ed.). Passing Over Melintasi Batas Agama, hh Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Knitter, Paul F. (1990). Interreligious Dialogue: What? Why? Who? Dalam John. B Cobb (Ed.). Death or Dialogue, hh London: SCM Press & Trinity Press International.. (2002). One Earth, Many Religion. (Nico. A. Likumahuwa, Penerjemah). Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. (Buku asli diterbitkan tahun 1995). Kongregasi Suci Untuk Para Klerus. (1990). Directorium Catechisticum Generale. (Tom Wignyanta & Lukas Lege, Penerjemah). Ende : Nusa Indah. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1971).. (1997). General Directory for Catechesis. (Komkat KWI, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1997). Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Lalu, Yosef. (2005). Katekese Umat. Jakarta: Komkat KWI. Lembaga Biblika Indonesia. (1981). Tafsir Perjanjian Baru 3: Injil Lukas. Yogyakarta: Kanisius. Ligoy, A. (1997). Gereja Indonesia dan Dialog Antaragama. Rohani, 7, hh Mega Hidayati. (2008). Jurang di antara Kita. Yogyakarta: Kanisius.

145 125 Michel, Th. (2004). Dialog Pembebasan dengan Kaum Muslim: Kepedulian terhadap Orang Miskin. No. 4. Yogyakarta: Pusat Pastoral. Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Rosdakarya. (Cetakan pertama tahun 1989). Muhammad Wahyuni Nafis. (1998). Referensi Historis bagi Dialog Antaragama. Dalam Komarudin Hidayat dan Ahmad Gaus (ed.). Passing Over Melintasi Batas Agama, hh Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Panitia 25 Tahun Paroki Kristus Raja Karawang. (2007). 25 Tahun Paroki Kristus Raja Karawang: Maju Bersama dalam Keanekaragaman. Karawang: Paroki Kristus Raja Karawang. (Buku Kenangan 25 tahun Paroki Karawang yang disusun oleh Panitia Perayaan 25 Tahun Paroki Kristus Raja Karawang). Paulus VI. (2008). Evangelii Nuntiandi. (J. Hadiwikarta, Pr, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1975). Pontifical Council for Interreligious Dialogue and Sacred Congregation for The Evangelization People. (1991). Dialogue and Proclamation: Reflection and Orientations on Interreligious Dialogue and the Proclamation of the Gospel of Jesus Christ. Dalam Bulletin Pontificium Consilium pro Dialogo Inter Religiones, no. 28, hh (2007). Spiritualitas Dialog, Surat Kepada Ketua Konferensi Uskup. Dalam Piet Go O. Carm (Penerjemah). Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, hh Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1999). Purbanegara, W.B. (2007). Cheng-cheng Po. (VCD). Yogyakarta-Indonesia: Sanggar Cantrik Persekutuan Sahabat Gloria. Secretariat for Non-Christians. (2007). Sikap Gereja terhadap Para Penganut Agama Lain. Dalam Piet Go O. Carm (Penerjemah). Hubungan Antaragama dan Kepercayaan, hh Jakarta: Dokpen KWI (Dokumen asli diterbitkan tahun 1984). Staf Dosen Prodi IPPAK. (2006). Pedoman Penulisan Skripsi. Buku Pedoman Penulisan Skripsi untuk Prodi IPPAK. Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharyo, Ignatius. (2009). The Catholic Way: Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita. Yogyakarta: Kanisius. Sumarno, Ds. (2007). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki. Diktat Mata Kuliah Program Pengalaman Lapangan PAK Paroki untuk mahasiswa Semester V, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Swidler, Leonard. (1990). A Dialogue on Dialogue. Dalam John. B Cobb (Ed.). Death or Dialogue, hh London: SCM Press & Trinity Press International.

146 126 Telaumbanua, Marinus. (1997). Ilmu Kateketik: Identitas, Metode dan Peserta Katekese Gerejawi. Pematangsiantar: Fakultas Filsafat UNIKA St. Thomas. Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawirjana, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1979).. (2008). Redemptoris Missio. (Frans Borgias dan Alfons. S. Suhardi, OFM, Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1990).

147 LAMPIRAN 127

148 Lampiran 1: Peta Stasi St. Maria Cikampek PETA STASI ST. MARIA CIKAMPEK PAROKI KRISTUS RAJA KARAWANG JAWA BARAT [1]

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana

PASTORAL DIALOGAL. Erik Wahju Tjahjana PASTORAL DIALOGAL Erik Wahju Tjahjana Pendahuluan Konsili Vatikan II yang dijiwai oleh semangat aggiornamento 1 merupakan momentum yang telah menghantar Gereja Katolik memasuki Abad Pencerahan di mana

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Sebagai sebuah persekutuan iman, umat beriman senantiasa mengungkapkan dan mengekspresikan

Lebih terperinci

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1 1 KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1 Pontianak, 16 Januari 2016 Paul Suparno, S.J 2. Abstrak Keluarga mempunyai peran penting dalam menumbuhkan bibit panggilan, mengembangkan, dan menyertai dalam perjalanan

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Warta 22 November 2015 Tahun VI - No.47 KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia IV (sambungan minggu lalu) Tantangan Keluarga dalam Memperjuangkan Sukacita Anglia 9.

Lebih terperinci

NOVENA PENTAKOSTA 2015 ROH KUDUS MEBANGKITKAN SIKAP SYUKUR DAN PEDULI

NOVENA PENTAKOSTA 2015 ROH KUDUS MEBANGKITKAN SIKAP SYUKUR DAN PEDULI NOVENA PENTAKOSTA 2015 ROH KUDUS MEBANGKITKAN SIKAP SYUKUR DAN PEDULI *HATI YANG BERSYUKUR TERARAH PADA ALLAH *BERSYUKURLAH SENANTIASA SEBAB ALLAH PEDULI *ROH ALLAH MENGUDUSKAN KITA DALAM KEBENARAN *ROH

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA - 273 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SMALB TUNANETRA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN

KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN DALAM KONSTITUSI KITA Kita mengembangkan kesadaran dan kepekaan terhadap masalah-masalah keadilan, damai dan keutuhan ciptaan.para suster didorong untuk aktif

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENGARUH SOSOK KATEKIS TERHADAP MINAT UMAT DALAM MENGIKUTI KATEKESE ORANG DEWASA DI LINGKUNGAN SANTO YOSEF BENEDIKTUS SAGAN PAROKI SANTO ANTONIUS KOTA BARU YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

Daftar lsi. 1. GEREJA BERDIALOG HISTORISITAS h. Pidato Penutupan KV II oleh Paulus VI c. Deklarasi Akhir KV II...

Daftar lsi. 1. GEREJA BERDIALOG HISTORISITAS h. Pidato Penutupan KV II oleh Paulus VI c. Deklarasi Akhir KV II... Daftar lsi GQ@ro Pengantar... Daftar lsi...',...,...,... vii ix 1. GEREJA BERDIALOG... 1 a. Gereja Abdi... 1 b. Berdialog... 3 c. Khazanah Studi... 8 2. HISTORISITAS... 13 a. Mula-mula Sikap Positif...

Lebih terperinci

dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014

dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014 SURAT GEMBALA PRAPASKA 2014 KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014 Allah Peduli dan kita menjadi perpanjangan Tangan Kasih-Nya untuk Melayani Saudari-saudaraku yang terkasih,

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

Untuk mengenal arti pembaruan karismatik, baiklah kita tanyakan apa tujuan yang ingin dicapainya.

Untuk mengenal arti pembaruan karismatik, baiklah kita tanyakan apa tujuan yang ingin dicapainya. Untuk mengenal arti pembaruan karismatik, baiklah kita tanyakan apa tujuan yang ingin dicapainya. Sesungguhnya tujuan pembaruan karismatik bukan lain daripada tujuan hidup Kristiani pada umumnya, yaitu

Lebih terperinci

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J.

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Mistika dikenal oleh orang sekitar sebagai seorang yang suci, orang yang dekat dengan Tuhan,

Lebih terperinci

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA A. KOMPETENSI 1. Standar Kompetensi Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup bersama dan

Lebih terperinci

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini ix U Pengantar ndang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan

Lebih terperinci

42. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK

42. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK 42. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMA/SMK KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

Suster-suster Notre Dame

Suster-suster Notre Dame Suster-suster Notre Dame Diutus untuk menjelmakan kasih Allah kita yang mahabaik dan penyelenggara Para Suster yang terkasih, Generalat/Rumah Induk Roma Natal, 2013 Natal adalah saat penuh misteri dan

Lebih terperinci

Suster-suster Notre Dame

Suster-suster Notre Dame Suster-suster Notre Dame Diutus untuk menjelmakan kasih Allah kita yang mahabaik dan penyelenggara Para suster yang terkasih, Generalat/Rumah Induk Roma Paskah, 5 April 2015 Kisah sesudah kebangkitan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

EVANGELISASI BARU. Rohani, Desember 2012, hal Paul Suparno, S.J.

EVANGELISASI BARU. Rohani, Desember 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 EVANGELISASI BARU Rohani, Desember 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Budayanita waktu mengajar agama pada beberapa orang tua yang ingin menjadi Katolik, sering meneguhkan bahwa mereka itu sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan Dunia dalam berbagai bidang kehidupan mempengaruhi kehidupan dan nilai-nilai rohani masyarakat. Kehidupan rohani menjadi semakin terdesak dari perhatian umat

Lebih terperinci

Editorial Merawat Iman

Editorial Merawat Iman Editorial Merawat Iman... kita percaya bahwa Allahlah Sang Penabur, yang menaburkan benih Injil dalam kehidupan kita. Melalui karya katekese, kita semua dipanggil untuk bersama Allah menumbuhkan dan memelihara

Lebih terperinci

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND MERESAPI SABDA TERLIBAT DI DALAM DUNIA Revitalisasi Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND Revitalisasi bagi Kongregasi Aktif Merasul berarti menggambarkan kembali

Lebih terperinci

KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS) DALAM PEMBINAAN IMAN REMAJA KATOLIK DI PAROKI ST. MARIA ASSUMPTA TANJUNG, KETAPANG KALIMANTAN BARAT

KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS) DALAM PEMBINAAN IMAN REMAJA KATOLIK DI PAROKI ST. MARIA ASSUMPTA TANJUNG, KETAPANG KALIMANTAN BARAT KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS) DALAM PEMBINAAN IMAN REMAJA KATOLIK DI PAROKI ST. MARIA ASSUMPTA TANJUNG, KETAPANG KALIMANTAN BARAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK 1 MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK IMAN KATOLIK Fakultas Program Studi Tatap Muka Reguler Kode MK Disusun Oleh MKCU PSIKOLOGI 02 MK900022 Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Abstract Pada Bab

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenis Sekolah : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 Menit Jumlah soal : 40 + 5 Bentuk Soal : Pilihan Ganda dan Uraian

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI KUNCI MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI BAGI MEREKA YANG MEMBUAT KEPUTUSAN Saudara yang terkasih, pada waktu Saudara menerima Yesus Kristus menjadi Juruselamat pribadi,

Lebih terperinci

TAHUN SUCI LUAR BIASA KERAHIMAN ALLAH

TAHUN SUCI LUAR BIASA KERAHIMAN ALLAH TAHUN SUCI LUAR BIASA KERAHIMAN ALLAH SOSIALISASI DALAM ARDAS KAJ UNTUK TIM PENGGERAK PAROKI KOMUNITAS DAN TAREKAT DIBAWAKAN OLEH TIM KERJA DKP GERAKAN ROHANI TAHUN KERAHIMAN DALAM ARDAS KAJ tantangan

Lebih terperinci

ARAH DASAR PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

ARAH DASAR PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA ARAH DASAR PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA Tahun 2011 2015 1 Latar Belakang Ecclesia Semper Reformanda >> gerak pastoral di KAJ >> perlunya pelayanan pastoral yg semakin baik. 1989 1990: Sinode I KAJ

Lebih terperinci

Th A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017

Th A Hari Minggu Biasa VIII 26 Februari 2017 1 Th A Hari Minggu Biasa V 26 Februari 2017 Antifon Pembuka Mzm. 18 : 19-20 Tuhan menjadi sandaranku. a membawa aku keluar ke tempat lapang. a menyelamatkan aku karena a berkenan kepadaku. Pengantar Rasa-rasanya

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 Jenjang Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kurikulum : 2006 Jumlah Kisi-Kisi : 60 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 NO KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latarbelakang Pluralitas agama merupakan sebuah kenyataan yang tidak dapat lagi dihindari atau disisihkan dari kehidupan masyarakat umat beragama. Kenyataan akan adanya pluralitas

Lebih terperinci

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. 03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,

Lebih terperinci

Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a

Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a 1 Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a. 6-7. 9-11 Bagian-bagian Kitab Taurat Allah dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan sehingga pembacaan dimengerti.

Lebih terperinci

Pendidikan Agama. Katolik IMAN DAN GLOBALISASI ( PEMBAHARUAN KONSILI VATIKAN II ) Modul ke: 12Fakultas Psikologi

Pendidikan Agama. Katolik IMAN DAN GLOBALISASI ( PEMBAHARUAN KONSILI VATIKAN II ) Modul ke: 12Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Modul ke: 12Fakultas Psikologi Katolik IMAN DAN GLOBALISASI ( PEMBAHARUAN KONSILI VATIKAN II ) Program Studi Psikologi Oleh : Drs. Sugeng Baskoro, M.M Sejarah Konsili Vatikan II Konsili

Lebih terperinci

Tahun A-B-C Hari Raya Natal - Allah menjadi manusia LITURGI SABDA

Tahun A-B-C Hari Raya Natal - Allah menjadi manusia LITURGI SABDA 1 Tahun A-B-C Hari Raya Natal - Allah menjadi manusia LTRG SABDA Bacaan Pertama Yes. 52 : 7-10 Segala ujung bumi melihat keselamatan yang datang dari Allah kita. Bacaan diambil dari Kitab Nabi Yesaya:

Lebih terperinci

LITURGI SABDA. Tahun C Minggu Paskah III. Bacaan Pertama Kis. 5:27b b-41. Kami adalah saksi dari segala sesuatu: kami dan Roh Kudus.

LITURGI SABDA. Tahun C Minggu Paskah III. Bacaan Pertama Kis. 5:27b b-41. Kami adalah saksi dari segala sesuatu: kami dan Roh Kudus. 1 Tahun C Minggu Paskah III LITURGI SABDA Bacaan Pertama Kis. 5:27b-32. 40b-41 Kami adalah saksi dari segala sesuatu: kami dan Roh Kudus. Bacaan diambil dari Kisah Para Rasul: Setelah ditangkap oleh pengawal

Lebih terperinci

Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA

Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA 1 Tahun A-B-C : Hari Raya Paskah LITURGI SABDA Bacaan Pertama Kis. 10 : 34a. 37-43 Kami telah makan dan minum bersama dengan Yesus setelah Ia bangkit dari antara orang mati. Bacaan diambil dari Kisah Para

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS - 1927 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB AUTIS KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan

Lebih terperinci

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap Pengantar Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh umat katolik sedunia untuk menghormati Santa Perawan Maria. Bapa Suci

Lebih terperinci

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN I Allah Tritunggal Kami percaya kepada satu Allah yang tidak terbatas, yang keberadaan-nya kekal, Pencipta dan Penopang alam semesta yang berdaulat; bahwa

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI

LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI LANGKAH-LANGKAH MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI KUNCI MENUJU PERTUMBUHAN ROHANI BAGI MEREKA YANG MEMBUAT KEPUTUSAN Saudara yang terkasih, pada waktu Saudara menerima

Lebih terperinci

KELUARGA SEKOLAH KEHIDUPAN

KELUARGA SEKOLAH KEHIDUPAN KELUARGA SEKOLAH KEHIDUPAN Keluarga dan komunitas berperan sangat penting membangun kehidupan dunia dan alam raya ini. Dimana seseorang belajar banyak hal yang mempengaruhi kehidupan. Nilai iman dan kemanusiaan,

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS EKARISTI

SPIRITUALITAS EKARISTI SPIRITUALITAS EKARISTI SUSUNAN PERAYAAN EKARISTI RITUS PEMBUKA LITURGI SABDA LITURGI EKARISTI RITUS PENUTUP RITUS PEMBUKA Tanda Salib Salam Doa Tobat Madah Kemuliaan Doa Pembuka LITURGI SABDA Bacaan I

Lebih terperinci

KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM

KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM Komisi Kateketik KWI Jakarta 2011 Kurikulum PAK - PTU Kurikulum PAK - PTU 1 4. Iman yang memasyarakat Ajaran Sosial Gereja Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

Tahun C Minggu Tri Tunggal Maha Kudus LITURGI SABDA

Tahun C Minggu Tri Tunggal Maha Kudus LITURGI SABDA 1 Tahun C Minggu Tri Tunggal Maha Kudus LTRG SABDA Bacaan Pertama Ams. 8 : 22-31 Sebelum bumi ada, kebijaksanaan sudah ada. Bacaan diambil dari Kitab Amsal: Tuhan telah menciptakan aku sebagai permulaan

Lebih terperinci

Suster-suster Notre Dame

Suster-suster Notre Dame Suster-suster Notre Dame Diutus untuk menjelmakan kasih Allah kita yang mahabaik dan penyelenggara Generalat/ Rumah Induk Roma Natal, 2014 Para Suster yang terkasih, Sabda telah menjadi manusia dan berdiam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan adalah bahwa Gereja hadir sebagai tanda sekaligus sarana yang mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan adalah bahwa Gereja hadir sebagai tanda sekaligus sarana yang mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak Konsili Vatikan II 1, Gereja mulai melihat adanya kemungkinan keselamatan dalam agama lain. Keselamatan ini tidak hanya merupakan kekecualian yang jarang terjadi,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara di wilayah Asia secara geografis yang diwarnai oleh dua kenyataan, yaitu kemajemukan agama dan kebudayaan, serta situasi kemiskinan

Lebih terperinci

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA - 1075 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMALB TUNAGRAHITA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas/Semester : VIII / 1 Alokasi Waktu : 2 x 40 menit A. Standar Kompetensi : Memahami

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

ARAH DASAR KEUSKUPAN SURABAYA

ARAH DASAR KEUSKUPAN SURABAYA ARAH DASAR KEUSKUPAN SURABAYA 2010-2019 1. HAKIKAT ARAH DASAR Arah Dasar Keuskupan Surabaya merupakan panduan hidup menggereja yang diterima, dihayati dan diperjuangkan bersama oleh segenap umat Keuskupan

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J.

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J. SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J. Isi singkat 1. Semangat mistik 2. Semangat kenabian 3. Spiritualitas

Lebih terperinci

Pada waktu itu Musa berkata kepada bangsanya tentang hal-ikhwal persembahan katanya,

Pada waktu itu Musa berkata kepada bangsanya tentang hal-ikhwal persembahan katanya, 1 Tahun C Hari Minggu Prapaskah I LITURGI SABDA Bacaan Pertama Ul. 26 : 4-10 Pengakuan iman bangsa terpilih. Bacaan diambil dari Kitab Ulangan: Pada waktu itu Musa berkata kepada bangsanya tentang hal-ikhwal

Lebih terperinci

TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET

TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET 1 TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET Seminar Religius di BKS 2016 Kanisius, 8 September 2016 Paul Suparno, SJ Pendahuluan Tema BKS tahun 2016 ini adalah agar keluarga mewartakan

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

HIDUP DALAM KEKUDUSAN 1 Petrus 1:14-19 Herman Yeremia

HIDUP DALAM KEKUDUSAN 1 Petrus 1:14-19 Herman Yeremia HIDUP DALAM KEKUDUSAN 1 Petrus 1:14-19 Herman Yeremia Tujuan: Jemaat memahami bahwa Allah menghendaki umat-nya hidup dalam kekudusan Jemaat bertekad untuk hidup dalam kekudusan Jemaat menerapkan kehidupan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. Latar Belakang Masalah a) Gambaran GKP Dan Konteksnya Secara Umum Gereja Kristen Pasundan atau disingkat GKP melaksanakan panggilan dan pelayanannya di wilayah Jawa

Lebih terperinci

APA KATA TUHAN? RENUNGAN SINGKAT! POKOK ANGGUR YANG BENAR. Yoh 15:1-8

APA KATA TUHAN? RENUNGAN SINGKAT! POKOK ANGGUR YANG BENAR. Yoh 15:1-8 Yoh 15:1-8 POKOK ANGGUR YANG BENAR HARI MINGGU PASKAH V 03 MEI 2015 (1) Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. (2) Setiap ranting pada-ku yang tidak berbuah, dipotong-nya dan setiap

Lebih terperinci

SAHABAT SEPEZIARAHAN

SAHABAT SEPEZIARAHAN Pedoman Karya Pastoral Orang Muda Katolik Indonesia SAHABAT SEPEZIARAHAN Tim Perumus: Pengurus Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep KWI) periode 2011 2014: RD. Yohanes Dwi Harsanto

Lebih terperinci

KERJASAMA ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM MEMBANGUN KEBERSAMAAN

KERJASAMA ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM MEMBANGUN KEBERSAMAAN KLIPING AGAMA KERJASAMA ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM MEMBANGUN KEBERSAMAAN KELOMPOK 2 : o PUTRO DEN ARDANTO / 07 o RICKY JITRO SIMATUPANG / 08 o STANISLAUS KRIS BANGKIT TRI PUTRA / 09 o DAME DISNA SITUMORANG

Lebih terperinci

UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran

UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran 2008 2009 L E M B A R S O A L Mata pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kelas : 8 Hari / tanggal : Waktu : 60 menit PETUNJUK UMUM : 1. Tulislah nama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO.

KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO. KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO. 29 (Sebuah Tinjauan Teologis) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Filsafat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT

PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT PERTEMUAN III KEBHINEKAAN DALAM MASYARAKAT LAGU PEMBUKA SLAMAT PAGI BAPA S lamat pagi Bapa Tak lupa terima kasih Bapa sudah jaga saya tiap hari Matahari bersinar Burung-burung berkicau Bertambah-tambah

Lebih terperinci

B. RINGKASAN MATERI 1. Gereja yang satu 2. Gereja yang kudus 3. Gereja yang katolik 4. Gereja yang apostolic

B. RINGKASAN MATERI 1. Gereja yang satu 2. Gereja yang kudus 3. Gereja yang katolik 4. Gereja yang apostolic BAB II SIFAT SIFAT GEREJA A. KOMPTENTSI 1. Standar Kompetensi Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup bersama dan bergereja

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 01Fakultas Psikologi GEREJA DAN HAKIKATNYA Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Program Studi Psikologi HAKEKAT GEREJA A.pengertian Gereja Kata Gereja berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal Paul Suparno, S.J.

BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Bulan Oktober adalah bulan Maria. Banyak orang menyempatkan diri untuk menghormati Bunda Maria dan mohon bimbingannya

Lebih terperinci

UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST

UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI S K R I P S I Diajukan untuk

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA _ Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) Oleh : Ruth Dwi Rimina br Ginting 712007058

Lebih terperinci

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018 KELUARGA KATOLIK YANG BERKESADARAN HUKUM DAN MORAL, MENGHARGAI SESAMA ALAM CIPTAAN

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018 KELUARGA KATOLIK YANG BERKESADARAN HUKUM DAN MORAL, MENGHARGAI SESAMA ALAM CIPTAAN SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018 KELUARGA KATOLIK YANG BERKESADARAN HUKUM DAN MORAL, MENGHARGAI SESAMA ALAM CIPTAAN Disampaikan sebagai pengganti khotbah dalam Perayaan Ekaristi Minggu Biasa VI tanggal 10-11

Lebih terperinci

C. Hubungan pimpinan dan anggota Dalam pendampingan dan kepemimpinan, relasi yang diharapkan adalah:

C. Hubungan pimpinan dan anggota Dalam pendampingan dan kepemimpinan, relasi yang diharapkan adalah: 1 PERAN PIMPINAN DALAM HIDUP MEMBIARA Musyawarah PRR, Lebao, Flores Timur, 18 Desember 2015 Paul Suparno, SJ Abstrak Peran pimpinan bagi perkembangan kongregasi sangat penting. Maju tidaknya kongregasi

Lebih terperinci

KONGREGASI IMAM-IMAM HATI KUDUS YESUS (SCJ) KAPITEL JENDERAL XXII

KONGREGASI IMAM-IMAM HATI KUDUS YESUS (SCJ) KAPITEL JENDERAL XXII KONGREGASI IMAM-IMAM HATI KUDUS YESUS (SCJ) KAPITEL JENDERAL XXII Roma, 22 November 2007 Para Konfrater yang terkasih, Salam sejahtera dari Komisi Persiapan Kapitel Jenderal. Kami bertemu untuk pertama

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI SUMBANGAN KATEKESE UMAT SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERLIBATAN UMAT DALAM HIDUP MENGGEREJA DI STASI MANSALONG PAROKI MARIA BUNDA KARMEL MANSALO ONG KABUPATEN NUNUKANN S K R I P S I Diajukan untuk

Lebih terperinci

UNISITAS DAN UNIVERSALITAS KESELAMATAN YESUS DALAM KONTEKS PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA. Fabianus Selatang 1

UNISITAS DAN UNIVERSALITAS KESELAMATAN YESUS DALAM KONTEKS PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA. Fabianus Selatang 1 UNISITAS DAN UNIVERSALITAS KESELAMATAN YESUS DALAM KONTEKS PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA Fabianus Selatang 1 Abstrak Konsep keselamatan dalam Katolik jelas berbeda dengan pengertian keselamatan dalam agama-agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

PENGENALAN AKAN ROH KUDUS

PENGENALAN AKAN ROH KUDUS Sebagai orang yang sudah percaya harus mengetahui kebenaran tentang siapakah Roh Kudus itu maupun pekerjaannya. 1. Jelaskan bagaimanakah caranya supaya kita dapat menerima Roh Kudus? - Efesus 1 : 13-14

Lebih terperinci

Pertemuan Pertama. Allah Yang Murah Hati

Pertemuan Pertama. Allah Yang Murah Hati APP 2013 Pertemuan Pertama Allah Yang Murah Hati Sasaran Pertemuan: Melalui pertemuan ini kita semakin meningkatkan kesadaran kita akan Allah yang murah hati, berbela rasa. Bacaan Pertemuan Pertama: Matius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan hakekat keberadaan Gereja sebagai yang diutus oleh Kristus ke dalam dunia, maka gereja mempunyai hakekat yang unik sebagai berikut

Lebih terperinci

PERAYAAN HARI HIDUP BAKTI SEDUNIA Rohani, Maret 2012, hal Paul Suparno, S.J.

PERAYAAN HARI HIDUP BAKTI SEDUNIA Rohani, Maret 2012, hal Paul Suparno, S.J. 1 PERAYAAN HARI HIDUP BAKTI SEDUNIA Rohani, Maret 2012, hal 28-32 Paul Suparno, S.J. Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 6 Januari 1997 telah menetapkan bahwa tanggal 2 Februari, pada pesta Kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja Kristen Pasundan (GKP) berada dalam konteks masyarakat Jawa bagian barat yang majemuk baik suku, agama, budaya daerah dan status sosial ekonomi.

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitab (24-26)

Pertanyaan Alkitab (24-26) Pertanyaan Alkitab (24-26) Bagaimanakah orang Kristen Bisa Menentukan Dia Tidak Jatuh Dari Iman/Berpaling Dari Tuhan? Menurut Alkitab seorang Kristen bisa jatuh dari kasih karunia, imannya bisa hilang.

Lebih terperinci

Laporan Kongregasi. Konferensi Umum, 5 Oktober Canoas, Brazil, 2014 Suster Mary Kristin Battles, SND

Laporan Kongregasi. Konferensi Umum, 5 Oktober Canoas, Brazil, 2014 Suster Mary Kristin Battles, SND MERESAPI SABDA TERLIBAT DI DALAM DUNIA Laporan Kongregasi Konferensi Umum, 5 Oktober Canoas, Brazil, 2014 Suster Mary Kristin Battles, SND Presentasi saya pagi ini akan berfokus pada tiga bidang. Pertama,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN 2

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN 2 !!! DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN 2 I. HAKEKAT, TUJUAN, DAN SPIRITUALITAS 3 II. ALASAN DAN DASAR 4 III. MANFAAT 5 IV. KEGIATAN-KEGIATAN POKOK 5 V. KEGIATAN-KEGIATAN LAIN 6 VI. ORGANISASI 6 VII. PENDAFTARAN

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012 Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERAYAAN NATAL NASIONAL DI PLENARY HALL JAKARTA CONVENTION

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG KEGIATAN

LATAR BELAKANG KEGIATAN PENDAHULUAN Kegiatan Lomba dalam rangka Perayaan Bulan Kitab Suci Nasional 2015 Berikut kami sadur sejarah BKSN sebagai pendahuluan. Saudara saudari terkasih dalam Kristus, bagi umat Katolik di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hidup Menggereja Kontekstual, (Yogyakarta : 2001), p. 28. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 PERMASALAHAN 1. 1. 1 Latar Belakang Permasalahan Di Indonesia, pada umumnya konteks yang sekarang ini sedang dihadapi adalah konteks kemiskinan yang parah dan keberagaman agama.

Lebih terperinci

PELAJARAN 11 GEREJA DAN DUNIA

PELAJARAN 11 GEREJA DAN DUNIA PELAJARAN 11 GEREJA DAN DUNIA TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN Pada akhir pelajaran, saya dapat: 1. menjelaskan arti dunia; 2. menjelaskan pandangan Gereja tentang dunia; 3. menjelaskan arti dari Konstitusi

Lebih terperinci

BAB VII PENGHARGAAN TERHADAP HIDUP MANUSIA

BAB VII PENGHARGAAN TERHADAP HIDUP MANUSIA BAB VII PENGHARGAAN TERHADAP HIDUP MANUSIA 1 A. KEKERASAN DAN BUDAYA KASIH MATERI AGAMA KATOLIK XI 1 STANDAR KOMPETENSI 2 Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat menghasilkan keindahan melalui kegiatan bernyanyi. Bernyanyi adalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat menghasilkan keindahan melalui kegiatan bernyanyi. Bernyanyi adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Musik adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Ia merupakan bagian dari kesenian atau keindahan yang dihasilkan melalui media bunyi atau suara. Suara

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN REFLEKSI RASA SYUKUR UNTUK MENURUNKAN BURNOUT PADA PENGASUH PANTI ASUHAN. Oleh: Sisilia Priyantiningsih

PENDAMPINGAN REFLEKSI RASA SYUKUR UNTUK MENURUNKAN BURNOUT PADA PENGASUH PANTI ASUHAN. Oleh: Sisilia Priyantiningsih PENDAMPINGAN REFLEKSI RASA SYUKUR UNTUK MENURUNKAN BURNOUT PADA PENGASUH PANTI ASUHAN Oleh: Sisilia Priyantiningsih 13.92.0001 MAGISTER SAINS PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah Mata Pelajaran Kelas/Semester Alokasi Waktu : SMP-K PERMATA BUNDA CIMANGGIS : Pendidikan Agama Katolik : IX/2 : 2 x 40 menit A. Standar : Memahami dan melaksanakan

Lebih terperinci