IMPLEMENTASI LEGALISASI PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BANYUMAS SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT 60

Transkripsi

1 Tema: 6 (Rekayasa Sosial dan Pengembangan Perdesaan) IMPLEMENTASI LEGALISASI PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DI KABUPATEN BANYUMAS SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT 60 Oleh Nayla Alawiya, Nurani Ajeng Tri Utami, Ulil Afwa Universitas Jenderal Soedirman nayllaw86@gmail.com ABSTRAK Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2014 menuntut pelayanan kesehatan tradisional untuk mendapatkan legalisasi dari pemerintah dengan memenuhi ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut. Para pelaksana pelayanan kesehatan tradisional empiris harus terdaftar dan bagi tenaga kesehatan tradisional komplementer harus memiliki izin praktik. Peraturan Menteri Kesehatan yang ketat disinyalir akan membuat banyak pelayanan kesehatan tradisional di Kabupaten Banyumas tutup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi legalisasi pelayanan kesehatan tradisional di Kabupaten Banyumas belum maksimal. Hal tersebut dikarenakan ada faktor penegak hukum, faktor masyarakat dan faktor budaya yang menghambat implementasi legalisasi pelayanan kesehatan tradisional. Kata kunci: Pelayanan Kesehatan Tradisional; Legalisasi; Perlindungan Hukum; Implementasi; Hambatan ABSTRACT Government Regulation No. 103 of 2014 requires traditional health services to obtain legalization from the government by complying with the provisions of the regulation. Traditional empirical health practitioners should be registered and for complementary traditional health personnel must have a practice license. The strict Regulation of the Minister of Health allegedly will make many traditional health services in Banyumas regency closed. The results showed that the implementation of legalization of traditional health services in Banyumas Regency has not been maximized. This is because there are law enforcement factors, community factors and cultural factors that hinder the implementation of legalization of traditional health services. Keywords: Traditional Health Services; Legalization; Legal protection; Implementation; Obstacles PENDAHULUAN Pada saat ini pemanfaatan Pelayanan kesehatan tradisional alternatif dan komplementer di dunia sudah membudaya dan mulai masuk dalam sistim pelayanan kesehatan 60 Artikel ilmiah ini merupakan inti sari hasil penelitian yang dibiayai oleh DIPA Universitas Jenderal Soedirman dengan Nomor Kontrak penelitian 2339/UN23.14/PN/2017 tanggal 1 Maret

2 perseorangan.indonesia merupakan negara yang kaya akan keaneragaman pengobatan tradisional sebagai kekayaan budaya bangsa. 61 Data PERSI tahun 2013 menyatakan bahwa sebanyak 56 rumah sakit (RS) di 18 provinsi sudah melayani pengobatan nonkonvensional seperti pengobatan alternatif atau herbal tradisional di samping pengobatan medis konvensional. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik telah ditetapkan 12 (dua belas) Rumah Sakit Pendidikan yang melaksanakan pelayanan pengobatan komplementer tradisional- alternatif: RS Kanker Dharmais Jakarta, RSUP Persahabatan Jakarta, RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RSUP Prof. Dr. Kandau Menado, RSUP Sanglah Denpasar, RSUP Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar, RS TNI AL Mintoharjo Jakarta, RSUD Dr. Pringadi Medan, RSUD Saiful Anwar Malang, RS Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Solo, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr. Suraji Tirtonegoro Klaten. 62 Fenomena penggunaan jasa pengobataan tradisional ini berimplikasi pada pertanggungjawaban secara kesehatan dan hukum karena apabila efek yang ditimbulkan oleh produk pengobatan tradisional tersebut sampai menimbulkan kerugian bahkan korban jiwa bagi konsumen, maka konsumen dalam hal ini masyarakat menjadi pihak yang sangat merasakan dampak kerugian dari pengobatan tradisional tersebut. 63 Kedudukan masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan tradisional sangat dilemahkan apabila tidak dijamin dengan ketentuan perundang-undangan yang khusus mengatur pelayanan kesehatan tradisional. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Pemerintah juga telah menargetkan pelaksanaan pelayanan kesehatan tradisional integrasi dalam Renstra Kementerian Kesehatan tahun Sistem pelayanan kesehatan tradisional merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional serta Sistem Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer dapat bersinergi dan berintegrasi dengan pelayanan kesehatan konvensional di fasilitas pelayanan kesehatan. 64 Adanya Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2014 menuntut pelayanan kesehatan tradisional untuk melakukan legalisasi dengan memenuhi ketentuan-ketentuan dalam peraturan tersebut. Para pelaksana pelayanan kesehatan tradisional empiris harus terdaftar dan bagi tenaga 61 Aldrin Neilwan P., Pandangan dan Sikap Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia dalam Pengembangan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional/Komplementer, Jurnal Medika Planta, Vol. 1 No. 4, Edisi Oktober 2011, Bandung: Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia dan Universitas Kristen Maranatha, hlm Darma Satria, Complementary And Alternative Medicine: Fakta atau Janji?, Idea Nursing Journal, Vol. IV No. 3, Edisi 2013, Banda Aceh: Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala, hlm Lavenia Rarung, Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pelaku Pembuat Obat-Obatan Tradisional Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Lex Crimen, Vol. VI No. 3, Edisi Mei 2017, Manado: Universitas Sam Ratulangi, hlm Anissa Rahmawati, dkk., Analisis Implementasi Pengintegrasian Pelayanan Kesehatan Tradisional Di Puskesmas Halmahera Kota Semarang Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 4 No. 1 Edisi Januari 2016, Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, hlm

3 kesehatan tradisional komplementer harus memiliki izin praktik. Para pelaksana pelayanan kesehatan tradisional harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan agar pelayanan kesehatan yang dilakukan menjadi legal. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan: 1. Bagaimana implementasi legalisasi pelayanan kesehatan tradisional sebagai bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat? 2. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi legalisasi pelayanan kesehatan tradisional sebagai bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat? METODE PENELITIAN Penulisan hukum ini merupakan hasil penelitian dengan menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis dengan pendekatan penelitian kualitatif. Spesifikasi penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode pengambilan informan purposive sampling atau criterian based selection. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terhadap Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Bidang Pelayanan Kesehatan Primer dan Tradisional dan Bidang Sumber Daya Kesehatan, wawancara terhadap pelaksana pelayanan kesehatan tradisional di Kabupaten Banyumas, serta metode kepustakaan. Pada penelitian ini data dianalisis dengan metode kualitatif dan content analisis. 1481

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.21: Hasil uji statistik regresi berganda Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients Collinearity Statistics Model B Std. Error Beta T Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) PENDIDIKAN RESP PENDIDIKAN KK JARAK PEKERJAAN RESP PEKERJAAN KK PENGETAHUAN PENDAPATAN PENGELUARAN PERJODOHAN TAMBHN KLG B MBA PENGRUH TEM PERAN ORTU DORONGAN C TAKUT KEHILANGAN PASANGAN TAKUT DOSA TAKUT JADIPERAWAN TUA INGIN NIMANG CUCU SOSBUD a. Dependent Variable: KRITERIA UMUR Berdasarkan uji statistik, p-value variabel pendidikan adalah 0,011 < 0,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh terhadapusia kawin/nikah pertama 1482

5 perempuan. Besar pengaruh langsung pendidikan terhadap variabel usia kawin/nikah pertama perempuan ditunjukan oleh standardized Coefficient Beta yaitu 0,219. Artinya usia kawin/nikah pertama perempuan akan naik, bila jenjang pendidikan ditingkatkan. Pendidikan dapat mempengaruhi seorang wanita untuk menunda usia pernikahannya. Makin lama seorang wanita mengikuti pendidikan sekolah, maka secara teoritis makin tinggi pula usia menikah pertamanya. Seorang wanita yang tamat sekolah lanjutan tingkat pertamanya, berarti sekurang-kurangnya ia menikah pada usia di atas 16 tahun ke atas, bila menikah diusia lanjutan tingkat atas berarti sekurang-kurangnya berusia 19 tahun dan selanjutnya bila menikahsetelah mengikuti pendidikan di perguruan tinggi berarti sekurang-kurangnya berusia diatas 22 tahun (Hanafi Hartono, 1996, 20). Berdasarkan uji statistik, p-value variabel jarak dengan layanan pendidikan menengah adalah 0,088 < 0,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jarak dengan layanan pendidikan menengah mempunyai pengaruh terhadapusia kawin/nikah pertama perempuan. Besar pengaruh langsung jarak dengan layanan pendidikan menengah terhadap variabel usia kawin/nikah pertama perempuan ditunjukan oleh standardized Coefficient Beta yaitu -0,124. Artinya usia kawin/nikah pertama perempuan akan berkurang bila jarak dengan layanan pendidikan menengah dinaikan, dan sebaliknya bila jarak dengan layanan pendidikan menengah didekatkan maka usia kain/nikah pertama perempuan di Wonosobo akan naik. Vu (2005) dalam studi sosiologi terkait masalah usia pernikahan pertama dengan pendidikan menjelaskan bahwa perempuan yang tinggal di daerah perkotaan dan mendapatkan pendidikan tinggi serta keterampilan yang memadai cenderung menikah di usia lebih dari 23 tahun. Jika seseorang perempuan mendapat pendidikan yang tinggi dan pekerjaan yang bagus dan layak, maka perempuan akan cenderung terfokus akan pekerjaan dibandingkan dengan menikah, dan berkeluarga. Maka dari itu, beberapa tokoh dari teori modernisasi menyatakan bahwa pendidikanlah yang membuat perempuan di daerah perkotaan cenderung menikah lebih lambat dibandingkan dengan perempuan di pedesaan. Berdasarkan uji statistik, p-value variabel pekerjaan adalah 0,015 < 0,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaan mempunyai pengaruh terhadap usia kawin/nikah pertama perempuan. Besar pengaruh langsung pekerjaan terhadap variabel usia kawin/nikah pertama perempuan ditunjukan oleh standardized Coefficient Beta yaitu 0,184. Artinya usia kawin/nikah pertama perempuan akan naik bila responden memiliki pekerjaan. Kemudahan dalam memperoleh kesempatan pekerjaan atau terbukanya lapangan pekerjaan yang banyak adalah indikator ekonomi dari suatu daerah atau suatu negara. Kepemilikan pekerjaan oleh seorang wanita dapat membawa keputusan untuk menunda usia menikah. Untuk variabel status bekerja terlihat bahwa Usia Kawin Pertama (UKP) untuk wanita yang telah memiliki 1483

6 perkerjaan sebelum menikah lebih tinggi daripada Usia Kawin Pertama (UKP) untuk wanita yang belum bekerja. Berdasarkan uji statistik, p-value variabel pekerjaan kepala keluarga adalah 0,030 < 0,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaan kepala keluarga mempunyai pengaruh terhadapusia kawin/nikah pertama perempuan. Besar pengaruh langsung pekerjaan kepala keluarga terhadap variabel usia kawin/nikah pertama perempuan ditunjukan oleh standardized Coefficient Beta yaitu -0,165.Artinya usia kawin/nikah pertama perempuan akan naik bila orang tua memilki pekerjaan. Dalam riset yang dilakukan oleh Rafidah, dkk, disebukan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan dini. Orang yang memilihi penghasilan dibawah rata cenderung menikahkan anaknya lebih awal dibandingkan dengan orang tua yang perpenghasilan tetap atas diatas rata-rata. Berdasarkan uji statistik, p-value variabel married bay accident adalah 0,022 < 0,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa married by accident mempunyai pengaruh terhadapusia kawin/nikah pertama perempuan. Besar pengaruh langsung married by accident terhadap variabel usia kawin/nikah pertama perempuan ditunjukan oleh standardized Coefficient Beta yaitu 0,169. Remaja yang telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib (Ahmad,2009). Berdasarkan uji statistik, p-value variabel orang tua ingin segera menimang cucu adalah 0,027 < 0,1. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang tua ingin segera menimang cucu mempunyai pengaruh terhadapusia kawin/nikah pertama perempuan. Besar pengaruh langsung orang tua ingin segera menimang cucu terhadap variabel usia kawin/nikah pertama perempuan ditunjukan oleh standardized Coefficient Beta yaitu -0,163. Orang tua kadang selalu mendorong anak perempuannya untuk segera menikah. Alasannya orang tua pengen segera mendapatkan cucu. Orang tua merasa takut kalau suatu saat nanti anaknya menikah beliau sudah keburu meninggal dan tidak sempat melihat anaknya menikah dan menggendong cucunya. Alasan ini masih sangat kental di budaya Rakyat Indonesia pada umumnya. KESIMPULAN Ada pengaruh pendidikan terhadap usia kawin/nikah pertama perempuan sebesar 0,219 p- value 0,011 < 0,1. Ada pengaruh jarak dengan layanan pendidikan menengahterhadapusia kawin/nikah pertama perempuan sebesar -0,124 dengan p-value 0,088 < 0,1. Ada pengaruh pekerjaan terhadapusia kawin/nikah pertama perempuan sebesar 0,184 p-value 0,015 < 0,05. Ada pengaruh pekerjaan kepala keluarga terhadapusia kawin/nikah pertama perempuan sebesar -0,

7 dengan p-value 0,030 < 0,1. Ada pengaruhmarried by accidentterhadapusia kawin/nikah pertama perempuan sebesar 0,169 dengan p-value 0,022 < 0,1.Ada pengaruh orang tua ingin segera menimang cucu terhadapusia kawin/nikah pertama perempuan sebesar yaitu -0,163 dengan p- value0,027 < 0,1. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Badan KB Kabupaten Wonosobo bekerja sama dengan Badan Pusat Statitik, Dinas Kesehatan dan BAPPEDA Kabupaten Wonosobo. Profil Kependudukan dan Keluarga Berencana Kabupaten Wonosobo Tahun Badan KB Kabupaten Wonosobo bekerja sama dengan Koalisi Kependudukan dan Pembangunan Kabupaten Wonosobo. Grand Design Pengendalian Kualitas Penduduk Kabupaten Wonosobo Tahun BKKBN Pendewasaan Usia Perkawinan. Jakarta. Dellyana Perkawinan Pada Usia Muda. Jakarta. Bulan Bintang. Soekanto, S Sosiologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suryono Menuju Rumah Tangga Harmonis. Pekalongan. Penerbit TB. Bahagia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Wijaya, T Analisa Data Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta. Universitas Atma Jaya. Yamin, Sofyan, dkk Regresi dan Korelasi dalam Ganggaman Anda. Aplikasi dengan Software SPSS, Eviews, MINTAB, dan STATGRAPHICS. Jakarta: Salemba Empat. 1485