Reformasi Metode Pembayaran Penyedia Layanan dan Sistem Teknologi Informasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Reformasi Metode Pembayaran Penyedia Layanan dan Sistem Teknologi Informasi"

Transkripsi

1 Reformasi Metode Pembayaran Penyedia Layanan dan Sistem Teknologi Informasi Mempertanyakan - Ayam atau Telur dulu dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional September 2013

2 Reformasi Metode Pembayaran Penyedia Layanan dan Sistem Teknologi Informasi: Mempertanyakan - Ayam atau Telur dulu dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional PENULIS: Kate Wilson (PATH), Brian Latko, Cheryl Cashin (Results for Development), Alice Garabrant (Results for Development), Cees Hesp (PharmAccess Foundation), Paul Stepney (Pegasystems), Herman Bennema (Vektis), Alvin Marcelo (University of the Philippines), Oliver Harrison (health care expert), Young Eun Lee (Hyundai Information Technology), John C. Langenbrunner (Adviser, National Health Insurance Fund, Indonesia). TERJEMAHAN KE BAHASA INDONESIA: Meiwita P. Budiharsana CATATAN PENULIS Secara global, banyak negara yang menuju penyediaan jaminan pelayanan kesehatan universal sedang mencari bentuk metode pembayaran penyedia layanan (MPPL) yang paling tepat untuk sistem kesehatan mereka. Salah satu kunci sukses untuk memilih secara tepat adalah mengkaji dulu kesiapan sistem teknologi informasi dan komunikasi (STIK) di tingkat nasional dan di tingkat individu penyedia layanan (provider), lintas operasional kedua sistem, dan rencana investasi lanjutan di masa depan. Reformasi MPPL akan memicu perbaikan STIK karena adanya keterkaitan mekanisme pembayaran dengan data. Kedua komponen sistem kesehatan ini saling terkait, menciptakan situasi dimana kita harus memilih, "ayam atau telur" lebih dulu dalam mengawali proses reformasi. Hasil analisa MPPL terpilih dan studi kasus terapan diungkapkan dalam buku berjudul Designing and Implementing Health Care Provider Payment Systems (Disain dan Pelaksanaan Sistem Pembayaran Penyedia Layanan Kesehatan) dengan editor John C. Langenbrunner, Cheryl Cashin dan Sheila O'Dougherty dan dipublikasikan oleh World Bank tahun Bab 5 ( Health Management Information Systems: Linking Purchasers and Providers oleh Dennis J. Streveler dan Sheila M. Sherlock) menyoroti tantangan STIK yang harus dihadapi dan pelajaran yang dapat diambil dari hasil terapan di berbagai negara. Isi makalah ini merupakan lanjutan dari Bab tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk menjawab pertanyaan yang muncul di berbagai negara yang sedang menjalani reformasi, serta menyajikan data nyata untuk mempermudah pembuat kebijakan dan pakar teknologi informasi (TI) memahami implikasi MPPL pada STIK. Khususnya, tulisan ini menyajikan: 1) Kerangka konsep untuk memahami teknologi informasi (TI) yang dibutuhkan dalam menerapkan berbagai pilihan MPPL serta pertukaran ( trade-offs atau in exchange for ), dan implikasi pilihan-pilihan tersebut. 2) Bukti manfaat peningkatan teknologi informasi (TI) untuk mendukung MPPL, diambil dari contoh-contoh terapan di negara-negara yang telah melaksanakan. 3) Telaah studi kasus dari negara-negara yang melakukan investasi TI untuk mendukung reformasi, menggali pendukung kunci (key enablers), langkah kebijakan, tindak lanjut teknis serta manfaat yang dihasilkan. 4) Pelajaran yang dilaporkan negara-negara ini dan langkah-langkah praktis dalam proses memasukkan investasi TI dalam perencanaan reformasi. Para penulis percaya bahwa kebijakan program dan pemilihan disain harus dipacu oleh kepentingan negara dan warganya, dan para penentu kebijakan di tingkat nasional merupakan kelompok yang pada tempatnya untuk membuat keputusan tersebut. Makalah ini tidak bermaksud menghakimi atau menawarkan rekomendasi metodologi PPM tertentu untuk diadopsi ataupun teknologi informasi tertentu untuk diterapkan. Tujuan penulis hanya sebatas menyoroti kompleksitas dan biaya yang mungkin muncul akibat dari keputusan yang diambil, dengan demikian mempersiapkan para pembuat kebijakan untuk mampu membayangkan konteks pilihan sebelum diterapkan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Abu Dhabi, Belanda, Filipina, Korea Selatan dan Thailand untuk sumbangan pengalaman mereka. Makalah ini ditulis dengan dukungan dana dari Rockefeller Foundation sebagai bagian dari Jaringan Belajar Bersama tentang Jaminan Kesehatan Universal (Universal Health Coverage). Anggota jaringan umumnya pembuat kebijakan dan praktisi dari negara-nagara berpendapatan rendah dan menengah yang saling belajar satu sama lain, bersama-sama memecahkan masalah, dan secara kolektif menghasilkan dan menggunakan pengetahuan baru, alat bantu dan pendekatan inovatif lainnya untuk mempercepat pencapaian jaminan kesehatan universal.

3 DAFTAR ISI Kata Pengantar Apakah perbedaan persyaratan dan kemampuan Teknologi Informasi dan Komunikasi menurut metode pembayaran penyedia layanan kesehatan yang diinginkan Dapatkah tingkat kecanggihan ditingkatkan ketika tingkat kemampuan bertambah? Bagaimana memprioritaskan pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi? Seperti apakah gambaran di masa depan? Langkah-langkah praktis selanjutnya Kesimpulan Appendix

4 Kata Pengantar Studi kasus: Wakil Menteri Kesehatan di ibukota Jasmania 2 meninjau kemajuan yang dicapai dan tantangan yang dihadapi dalam membangun jaring pengaman sosial di negaranya. Dua tahun sebelumnya pemerintah mengeluarkan undang-undang (UU) jaminan pelayanan kesehatan bagi semua warga negara. Keputusan ini menimbulkan perdebatan yang berlarut-larut, termasuk protes dari profesi medis yang khawatir bagaimana rumah sakit (RS) dan dokter akan dipilih, dibayar dan dievaluasi. Supaya disetujui parlemen (DPR), uraian tata-laksana di UU sengaja dibiarkan tidak terinci dan Kementerian Kesehatan meneruskan sistem pembayaran fee-for-service dan tagihan klaim (claims-based) karena kedua metode ini sudah berlangsung lama. Ternyata makin lama para penyedia layanan makin tidak suka dengan rencana pemerintah. Keberadaan UU baru berhasil meningkatkan permintaan layanan sampai tiga kali lipat, berarti mampu meningkatkan pendapatan lebih tinggi, namun sejauh ini yang terjadi adalah penundaan pembayaran bagi para penyedia layanan kesehatan. Klaim yang tadinya terbayarkan dalam waktu 60-hari, sekarang proses pembayarannya bisa tertunda sampai berbulan-bulan. Sistim pendaftaran pasien dan sistem pengolahan klaim kewalahan dengan lonjakan volume permintaan yang tidak terduga. Tingkat kepuasan penyedia layanan maupun pasien jatuh terpuruk ke titik terendah, dan pemimpin politik khawatir akan reaksi masyarakat. Kementerian Kesehatan paham bahwa kombinasi metode pembayaran penyedia layanan dan STIK yang tepat bisa mengatasi hal ini, namun pilih yang mana dulu? Untuk lebih memahami pertanyaan di atas, diadakan pertemuan kelompok kerja lintas-sektor guna membahas dan menyarankan mekanisme baru pembayaran penyedia layanan kepada kementerian utama (seperti kesehatan dan keuangan). Draft usulan yang dipertimbangkan memakai metode pembayaran kapitasi bagi pelayanan kesehatan primer dan sekunder, dan pembayaran claim-based bagi pelayanan kesehatan tersier. Kelompok kerja ini terdiri dari pemangku kepentingan di berbagai instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat, termasuk perwakilan penyedia layanan medis dan kelompok advokasi pasien. Topik provider payment mix menjadi pokok perdebatan. [2] Jasmania merupakan negara fiksi dalam studi kasus ini. Pertama kali digunakan di Lokakarya Joint Learning Network Expanding Coverage di Mombasa, Kenya, Juni Uraian lebih rinci bisa dibaca di Joint Learning Network s website 4

5 Inti perdebatan adalah kekhawatiran masalah keberlanjutan (sustainability) dan pengendalian biaya. Bagaimana memastikan bahwa metode pembayaran yang baru ini tetap mempertahankan pelayanan berkualitas namun tidak membuat penyedia layanan menjadi bangkrut? Bagaimana menyesuaikan sistem teknologi informasi yang sudah megapmegap dalam memproses klaim-klaim yang ada untuk bisa mengakomodasi metode baru pembayaran penyedia layanan? Apakah sistem TI dibangun berdasar apa yang sudah ada atau lebih baik dibangun baru samasekali; dan apa dampaknya bagi sistem TI rumah sakit yang sudah berjalan? Perlukah Kementerian Kesehatan membentuk badan penyelenggara asuransi kesehatan nasional yang terpisah untuk mengkonsolidasikan pilihan manfaat yang ada atau cukup dengan menetapkan standar prosedur tentang informasi yang harus dipenuhi para penyedia layanan? Sementara ini hanya ada sedikit pilihan skema cakupan pelayanan kesehatan universal, tidak sebanyak perusahaan asuransi swasta; sedangkan undang-undang tidak menata perlu tidaknya skema-skema ini dikonsolidasikan dalam satu program. Masing-masing skema memiliki metode pembayaran penyedia layanan yang berbeda, formulir klaim yang berbeda dan mengumpulkan data yang juga berbeda. Rumah sakit dan penyedia layanan di Jasmania menganggap sistem yang ada terlalu rumit, memerlukan banyak staf untuk mengisi dan memproses formulir yang berbeda. Penyedia layanan kesehatan di Jasmania ingin melihat peningkatan efisiensi namun juga khawatir akan perubahanperubahan yang muncul. Kuatir akan kelangsungan hidup keuangan mereka, pembiayaan operasional dan sistem informasi serta khawatir akan peran dan nasib investasi mereka dalam sistem informasi? Wakil menteri menghadapi tugas sulit untuk memastikan apakah sistem baru ini mampu langsung berfungsi, mampu menunjang pelayanan berkualitas, akurat dalam mengumpulkan data, mampu memproses pembayaran, serta sukses di mata para pemimpin politik. Bagaimana para pemimpin Jasmania dapat menciptakan semua ini? Di mana sebaiknya mereka mulai? Studi kasus di atas biasa ditemui praktisi kesehatan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah yang saat ini sedang menuju perluasan akses pelayanan kesehatan bagi semua warga negara melalui penyelenggaraan asuransi kesehatan nasional atau program jaminan pelayanan kesehatan (mis., Indonesia, Ghana, Kenya dan Malaysia). Memperluas jaringan pengaman sosial merupakan prioritas banyak negara di dunia, lebih dari 30 negara tahun lalu melaksanakan upaya aktif untuk membuka jalan kearah perluasan akses atau jaminan kesehatan universal. Perluasan cakupan pelayanan kesehatan yang nyata seringkali merupakan hasil perpaduan proses politik dan legislatif yang rumit, dan bervariasi penerapannya sesuai pertimbangan dan rincian aturan tata cara pelaksanaan dan administrasinya. Kadang-kadang reformasi muncul sendiri secara cepat luar biasa ("big bang") seperti di Taiwan, Thailand dan Ghana. Sehingga, persetujuan politik dan penata-laksanaan sistem harus mengejar ketinggalan tersebut. Di negara-negara lain (mis., Vietnam, Indonesia dan Filipina), proses perluasan cakupan berjalan setahap demi setahap disertai perubahan undang-undang sedikit demi sedikit. Namun, bagaimana pun reformasi diundangkan, proses memperluas cakupan yang efektif, pelaksanaan yang tidak terlalu rumit, dan tercapainya kemampuan keuangan untuk bertahan dalam jangka panjang, memerlukan upaya keras tanpa lelah selama bertahun-tahun. Keputusan pertama dan terpenting setelah berhasil melewati reformasi di tingkat politik adalah memilih metode pembayaran penyedia layanan (MPPL). Pemilihan ini penting karena menentukan kemana aliran dana; apa jenis layanan yang tepat; dan berapa insentif diperlukan untuk terselenggaranya pelayanan jaminan kesehatan yang efisien, mudah di akses dan berkualitas. Metode pembayaran penyedia layanan (MPPL) mencerminkan besaran perubahan, dibandingkan metode anggaran tradisional atau metode pembiayaan menurut besaran tagihan dari sisi suplai. Setelah terpilih, metode pembayaran penyedia layanan perlu terus menerus diperbaiki berdasarkan umpan balik dari penyedia layanan, pasien dan pendapat pembuat kebijakan dan pelaksana. Ketersediaan dan kecanggihan STIK dan kemampuan teknologi informasi untuk terhubung satu dengan yang lain disebut "interoperabilitas," dan menjadi faktor kunci untuk keberhasilan menyelenggarakan MPPL terpilih. Kemampuan sistem untuk mendaftar pasien, mengkoding secara standar dan melacak pasien, memasukan klaim data pemanfaatan, serta melakukan proses pembayaran dengan cepat apapun bentuk formulir atau sistem asuransi atau rumah sakit yang 5

6 terlibat, menentukan tingkat kepuasan penyedia layanan dan pasien secara keseluruhan. Bahkan, jika diterapkan dan digunakan dengan tepat, STIK dan data yang dihasilkan dapat digunakan untuk memberi gambaran kualitas penyedia layanan dan deteksi munculnya masalah kesehatan baru untuk ditambahkan pada sistem kesehatan secara berkelanjutan dan penyediaan perangkat tambahan jika diperlukan. Strategi STIK dapat mengkatalisis reformasi MPPL dan perencanaan tujuan program selanjutnya. Diperlukan kebijakan awal yang tidak terlalu rumit (jangan mudah gagal), namun kebijakan yang memungkinkan penambahan kompleksitas secara bertahap dari waktu ke waktu sesuai peta rencana STIK. Metode pembayaran penyedia layanan (MPPL) dan STIK terkait seperti "ayam dan telur" - keduanya sangat tergantung satu sama lain; keberhasilan yang satu akan terkait dengan keberhasilan yang lainnya. Namun, interaksi antara keduanya belum cukup dipahami dan sering tidak matang dipertimbangkan dalam desain dan rencana reformasi. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan rujukan pemikiran kepada para pengambil keputusan baik mengenai MPPL maupun desain STIK yang menunjang jaminan pelayanan kesehatan untuk semua. Halaman berikut akan menyoroti hubungan sebab-akibat antara MPPL dan STIK, melalui sebuah kerangka kerja agar memudahkan memahami persyaratan dan trade-offs dari pilihan-pilihan yang berbeda; sekaligus menyajikan contoh-contoh dari negara-negara di mana MPPL dan STIK ayam dan telur nyatanya dapat berkembang bersama-sama. 6

7 Apakah perbedaan persyaratan dan kemampuan Teknologi Informasi dan Komunikasi menurut metode pembayaran penyedia layanan yang diinginkan? Jika kita menelaah kerangka kerja asuransi kesehatan nasional, lihat Gambar 1, terlihat asupan utama (mis., kebijakan nasional dan skema asuransi) dan kegiatan bisnis penunjang umum yang sama untuk semua sistem asuransi kesehatan nasional, terlepas dari mekanisme pembayaran penyedia layanan. Kebanyakan, desain dan pelaksanaan dimulai dengan unsur yang tercantum di bagian kiri atas yang kemudian bergerak sesuai arah jarum jam, (1) perumusan tujuan kebijakan umum, (2) kebijakan operasional dan skema spesifik asuransi, (3) baru kemudian uraian prosedur bisnis penunjang asuransi kesehatan, dan (4) kelengkapan sistem dan metode yang diperlukan untuk manganalisa kinerja. [3] Kelompok terdiri dari 23 ahli asuransi kesehatan global dari berbagai organisasi termasuk Bill & Melinda Gates Foundation, Eureko, HP Enterprise Solutions, National Health Insurance Fund, National Health Security Office (Thailand), PATH, PharmAccess Foundation, Public Health Informatics Institute, Results for Development, Rockefeller Foundation, Vektis, dan World Health Organization yang berkumpul di Amsterdam untuk pertemuan ini 7

8 Dari perspektif pembayar (MPPL) dan pihak perancang STIK, institusionalisasi dan pengelolaan manajemen inti asuransi kesehatan sangat menentukan keberhasilan program. Investasi di bidang TIK (teknologi informasi dan komunikasi) merupakan kunci sukses di tingkat nasional maupun di tingkat fasilitas. Bagi MPPL, yang terpenting adalah alur dana harian yang berpindah dari satu tangan ke tangan lain sebagai penentu keberlanjutan dana asuransi. Bagi STIK yang terpenting adalah merinci kegiatan pokok operasional asuransi kesehatan dan menuangkannya ke sistem informasi sebagai data yang dibutuhkan dan data yang akan dihasilkan, waktu yang diperlukan dan waktu yang diinginkan di masa mendatang, dan volume data keseluruhan yang mampu ditangani sistem. Gambar 2 menyajikan data dasar yang dibutuhkan masing-masing dari keempat jenis MPPL. Tanda dollar ($) mewakili arus perpindahan dana, tanda tumpukan kertas mewakili proses review tagihan klaim dari penyedia layanan dan sumber informasi lainnya untuk menghitung jumlah biaya. Kedua komponen ini merupakan inti (core) dari kerangka kerja sistem asuransi kesehatan nasional (Gb. 1). Secara hipotetis, pada metode kapitasi sederhana, daftar pasien yang dikirim penyedia layanan merupakan informasi penentu jumlah pembayaran untuk pembeli layanan. Di sisi ekstrim lainnya, metode fee-for-service yang paling sederhana sekali pun membutuhkan informasi lebih rinci dalam formulir klaim mengenai tindakan yang dilakukan dan bahan/alat yang digunakan; jadi membutuhkan lebih banyak ruang untuk memasukkan data (data entry), penyimpanan (storage), pertukaran (interchange), dan pengolahan data oleh kedua pihak (penyedia layanan dan pembayar). Hal ini tidak berarti bahwa metode kapitasi selalu sederhana pengelolaannya. Bahkan, untuk dapat berfungsi dengan baik, sistem pembayaran kapitasi mungkin memerlukan informasi yang sama banyak dengan sistem pembayaran fee- forservice terutama untuk monitoring, mengelola (management) dan melakukan perubahan di masa depan mengenai jumlah pembayaran, paket manfaat atau aspek lain kebijakan dan desain. Demikian pula metode anggaran global yang membayar sekaligus (lump-sum) kepada penyedia layanan menurut jumlah yang ditentukan oleh lembaga yang membiayai, rincian informasi yang sama akan dibutuhkan untuk pelaporan metode pembayaran dan kebijakan program. Kebijakan hulu dan keputusan mengenai desain terkait erat dengan pilihan STIK untuk menjalankan kegiatan inti operasional asuransi kesehatan. Beberapa pertanyaan awal perlu dijawab dalam merancang desain tentang apa yang harus masuk dalam persyaratan kegiatan inti operasional. Pertanyaan-pertanyaan ini juga terkait dengan fungsi masingmasing MPPL yang tercantum di Appendix 1 dan diuraikan lebih lanjut di bab berikut. 8

9 Bagaimana menentukan pembayaran tarif dasar ( base-payment )? Semua metode pembayaran yang mengandalkan pembayaran kedepan (prospektif) dalam jumlah tetap (fixed) harus memiliki data dan mekanisme revisi tarif dasar secara terus-menerus. Sedangkan metode anggaran global sederhana hanya menggunakan data volume pelayanan yang dilaporkan penyedia pelyanan untuk menetapkan jumlah maksimum pembayaran keseluruhan; dan biaya-per-pelayanan (fee-for-service) membutuhkan rumusan perhitungan yang lebih rinci dan negosiasi spesifik per tindakan atau jenis layanan yang dicakup paket asuransi. Apa saja penyesuaian untuk tarif dasar ( base-payment )? Menentukan dan menghitung biaya tambahan pada tarif dasar harus mempertimbangkan perbedaan-perbedaan yang dapat dibenarkan, misalnya, data karakteristik penduduk, penyedia layanan, atau individu pasien. Metode kapitasi sederhana mungkin tidak menyesuaikan tarif dasar per kepala, tetapi versi yang lebih canggih akan menyesuaikan dengan memasukkan faktor-faktor seperti struktur usia, jenis kelamin populasi pasien yang dihadapi penyedia layanan, tingkat kejadian (preva lence) penyakit kronis, atau biaya hidup relatif di wilayah tempat pelayanan (mis., pedesaan vs perkotaan). Bagaimana, proses yang terjadi, ketika pasien didaftar oleh penyedia layanan? Fungsi utama terkait MPPL adalah fungsi menetapkan dan mendaftarkan jumlah pasien cakupan per penyedia layanan. Metode anggaran global dan kapitasi juga bersandar pada jumlah pasien yang terdaftar di penyedia layanan dalam menghitung besaran pembayaran. Metode pembayaran fee-for-service atau case-based juga memerlukan daftar pasien per penyedia layanan. Bagaimana kenyataannya, cara penyedia layanan menagih biaya pelayanan? Proses penagihan pembayaran oleh penyedia layanan berdampak besar pada persyaratan administrasi dan teknologi informasi. Pembayaran fee-forservice contohnya menciptakan sejumlah besar klaim yang harus diperiksa dan dinilai keabsahannya tugas yang sulit dan makan waktu lama jika tidak memiliki STIK tepat guna ( klaim elektronik. Metode case-based menciptakan lebih sedikit jumlah klaim yang harus diperiksa namun klaim di sini lebih kompleks dan lebih mahal nilainya. Sebaliknya, kapitasi dan metode anggaran global secara efektif tidak memerlukan unit penagihan terpisah, meskipun seharusnya tetap perlu untuk persyaratan pelaporan dan keperluan monitoring dan evaluasi. Bagaimana pembayaran final dihitung? Data yang dibutuhkan untuk menghitung besaran pembayaran akhir bervariasi seperti contoh-contoh di atas. Untuk metode anggaran global dan kapitasi (yang biasanya menyediakan pembayaran prospektif kepada penyedia layanan untuk jenis tindakan dalam periode tertentu) tidak ada informasi tambahan yang diperlukan. Tapi untuk fee-for-service atau case-based (pembayaran retrospektif), hasil telaah data klaim akan menentukan perhitungan pembayaran akhir, termasuk juga apakah maksimum biaya cakupan sudah tercapai. Bagaimana penyedia layanan dipantau? Tugas pemantauan penyedia layanan kesehatan bukan fungsi utama asuransi, tetapi merupakan aspek penting dari monitor dan evaluasi cakupan dan kinerja penyedia layanan yang berkelanjutan. Sementara setiap program asuransi kesehatan dapat mengatur sendiri persyaratan pelaporan oleh penyedia layanan, perlu dicatat bahwa kegiatan pokok asuransi kesehatan sendiri merupakan sumber informasi penting penilaian kualitas pelayanan, identifikasi penipuan, dan akhirnya menganalisis tren penyakit yang mungkin mempengaruhi keberlanjutan keuangan pada jangka panjang. Sistem claims-based menurut definisi memerlukan pelaporan rinci dari besarnya pemanfaatan yang pada dan pada gilirannya dapat digunakan untuk monitoring, Metode pembayaran lainnya memiliki persyaratan pelaporan yang lebih independen untuk memungkinkan pemantauan. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan berdampak dramatis dalam membantu penentuan kebutuhan persyaratan STIK dan administrasi serta batasan cakupan program asuransi kesehatan. Tidak berarti bahwa bisa ditemukan satu MPPL yang demikian sederhana sehingga tampak terbaik untuk dipilih. Di bab berikut akan dibahas bagaimana masing-masing MPPL ternyata kompleks, memiliki fleksibilitas besar dan terbuka untuk kemungkinan perbaikan yang berkelanjutan dan peningkatan kecanggihan dari waktu ke waktu. 9

10 Dapatkah tingkat kecanggihan ditingkatkan saat kemampuan bertambah? Sebagaimana MPPL bervariasi dalam persyaratan informasi yang harus dilengkapi, MPPL juga bervariasi dalam kompleksitas desain dan penerapannya. Gambar 3 menunjukkan masing-masing MPPL berbeda kerumitannya. Mulai dari desain kebijakan dan berlanjut ke seluruh kegiatan pokok pengelolaan asuransi kesehatan yang dibahas di bab terdahulu. Uraian lebih rinci bisa dibaca di Appendix 1. Metode kapitasi pada dasarnya hanya membutuhkan sistem pendaftaran pasien, kemudian menetapkan ke mana klien harus pergi untuk layanan kesehatan primer dan lalu melacak kemana saja klien berkunjung (apakah berganti-ganti penyedia layanan kesehatan). Namun untuk menentukan jumlah pembayaran, metode kapitasi paling sederhana pun membutuhkan lebih dari analisis top-down dari total anggaran yang tersedia dan total penduduk sasaran yang terdaftar pada masing-masing penyedia layanan. Dengan peningkatan kemampuan STIK, jaminan asuransi kesehatan nasional juga bisa meningkatkan kecanggihan MPPL. Untuk kapitasi, bisa diawali dengan menggunakan faktor penyesuaian biaya berbasis karakteristik penduduk atau fasilitas. Lebih lanjut, bisa ditambah dengan penyesuaian jenis penyakit kronis pada tingkat individu pasien. Langsung memilih MPPL paling canggih agak sulit dan kemungkinan juga kehilangan kesempatan menerapkan reformasi pembayaran penyedia layanan. Mengubah struktur insentif dan hubungan antar pelaku dalam sistem merupakan tujuan utama reformasi yang belum tentu memerlukan metode tercanggih. Agaknya, metode sederhana bisa menjadi kunci untuk transparansi dan dukungan dari penyedia layanan dan pemegang kebijakan ( stakeholders ) lainnya, sementara juga tidak membebani sistem informasi yang ada. Faktor kunci sukses selain kekhususan desain adalah cakupan peluncuran program. Apakah setiap rumah sakit, termasuk yang terletak di daerah terpencil, perlu dilengkapi dengan sistem elektronik yang canggih? Tentunya tidak. Dalam hal ini, sekitar lima rumah sakit besar di daerah metropolitan sudah dapat menghasilkan jumlah klaim yang mewakili seluruh Negara. 10

11 Rumah sakit - rumah sakit besar juga memiliki anggaran STIK yang lebih besar dan sumber daya manusia dengan kemampuan menggunakan teknologi informasi canggih yang lebih tinggi. Jadi lebih strategis untuk meluncurkan program dengan rumah sakit terbesar yang mampu dengan cepat memanfaatkan konsep otomatisasi, membiarkan rumah sakit lainnya mengikuti sejalan dengan waktu, menjalani pengalaman mendapat insentif atau denda, sementara negara mengesahkan kamus data kesehatan nasional. 5 Turunnya beban administrasi dengan otomatisasi rumah sakit besar akan mengurangi beban pengurusan klaim dan pengumpulan data secara manual dari penyedia layanan lain. Tantangan terakhir adalah ketika penyedia layanan menerima MPPL yang berbeda dari pembayar yang berbeda. Di negara-negara OECD (penanda tangan konvensi Organisation for Economic Co-operation and Development) kebanyakan sistem pembayaran berdasarkan kapitasi atau tunai langsung setelah pelayanan (fee for service); pembayaran dilakukan setelah mencapai jumlah sasaran yang disepakati (pay for performance), hal mana membutuhkan data tambahan di luar sistem pelaporan utama. Menggunakan MPPL yang berbeda untuk jenis penyedia layanan yang berbeda, seperti kapitasi untuk pelayanan kesehatan primer dan pembayaran berbasis kasus (case-based) untuk pelayanan kesehatan sekunder, mungkin lebih cocok untuk penyedia layanan dan lebih mudah untuk praktisi TI. 5 ) Kamus data kesehatan nasional adalah kumpulan istilah dan protokol standar untuk pengumpulan data kesehatan yang disepakati bersama. Menyepakati kamus data kesehatan nasional memungkinkan kedua pihak, penyedia layanan kesehatan dan pembayar mengembangkan sistem yang lebih harmonis. Jaringan Belajar Bersama menerbitkan satu set makalah mengenai penyusunan kamus data kesehatan nasional pada tahun Harap lihat di jlnstage.affinitybridge.com / file / HealthDataDictionarySeries.pdf 11

12 Bagaimana memprioritaskan pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi? Seperti dibahas terdahulu, perlu dipertanyakan pertanyaan pokok terkait dengan kondisi sistem teknologi informasi dan komunikasi (STIK) yang sudah berjalan. Jarang terjadi Negara tidak memiliki infrastruktur STIK, baik di tingkat rumah sakit atau di tingkat nasional, yang masih ingin dipertahankan. Pemahaman kondisi pre-reformasi, dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut, akan sangat membantu. Apakah sistem yang ada saat ini (misalnya, rumah sakit atau pembayar ) berbagi kode ID (variabel identifikasi unik atau unique personal identifier)? Apakah sistem bisa diakses oleh semua? Adakah sistem pencatatan data sipil vital (vital registration) di tingkat nasional yang terpisah dari Kementerian Kesehatan. Adakah model lain yang sudah bagus infra-strukturnya (mis., smart card, database) yang siap digunakan sistem kesehatan? Adakah fasilitas atau data-base penyedia layanan kesehatan di tingkat nasional? Di banyak negara, keberadaan penyelenggara asuransi baru mungkin terpisah dari Kementerian Kesehatan. Sehingga, karyawan asuransi tidak mengetahui tentang adanya database nasional di dalam Kementerian Kesehatan. Adakah protocol pengaman pertukaran data elektronik yang sah? Secara global, diskusi "data besar" sedang banyak diperdebatkan dalam kaitan dengan jenis informasi mana yang boleh atau seharusnya dapat diakses suatu organisasi atau negara. Dua jenis informasi sensitif adalah data identitas diri dan data keuangan - keduanya merupakan data yang akan dipertukarkan dalam sistem informasi asuransi. Pedoman yang jelas tentang hal ini apa yang dapat dan tidak dapat dipertukarkan akan mempengaruhi waktu pengembangan atau pelaksanaan STIK. Sistem teknologi informasi dan komunikasi (STIK) mana yang akan dipertahankan setelah reformasi, dan berapa jumlah dukungan dana untuk pelatihan sistem baru? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan utama interoperabilitas. Sementara pertanyaan mendasar lain, apakah hanya ada satu perusahaan asuransi nasional atau ada banyak penanggung asuransi dalam sistem yang baru? Apakah ada perusahaan asuransi raksasa dengan satu STIK atau ada beberapa perusahaan asuransi yang mengusahakan STIK mereka mampu "berbicara" satu dengan yang lain? Demikian pula, jika fasilitas/rumah sakit besar sudah terlanjur menanam investasi dalam STIK yang sudah ada, 12

13 mereka akan enggan untuk mengubah STIK tersebut tanpa dukungan nyata dan pelatihan. Mungkinkah reformasi asuransi kesehatan menyediakan tambahan dana untuk peluncuran STIK? Setelah membahas panjang lebar beberapa pertanyaan kritis sekitar data dan informasi yang dibutuhkan untuk MPPL yang sudah ada dan yang akan direncanakan, kita harusmemikirkan cara memetakan komponen khusus arsitektur teknologi informasi dari skema asuransi kesehatan nasional. Gambar 4 menyajikan konsep arsitektur dengan fitur lengkap asuransi kesehatan nasional - dikembangkan untuk Jaringan Belajar Bersama oleh Paul Stepney dari Systems Architect. Didalamnya dijabarkan rangkaian fungsi, proses, dan database sebagai pokok-pokok kegiatan operasional dalam menjalankan asuransi kesehatan, terlepas dari MPPL yang digunakan. Walau Gambar 4 menampilkan gambaran sistem yang tampak luar biasa kompleks, sangat jarang ada sistem informasi, termasuk sistem informasi asuransi kesehatan nasional, yang sekaligus menerapkan semua komponen. Sebaliknya, proses pembangunan sistem dimulai dengan fitur prioritas baru kemudian ditambah secara bertahap, mencerminkan perubahan evolusi MPPL dan prioritas nasional. Lebih seperti strategi "merangkak, berjalan, berlari" dalam meletakkan fondasi masa depan STIK nasional. 1. Anggota, penyedia layanan dan fasilitas pendaftaran: Unsur mendasar pertama adalah mengidentifikasi calon anggota (tertanggung), penyedia layanan kesehatan yang memenuhi persyaratan kualitas, dan lokasi tempat layanan. Tiap negara harus setuju di awal proses penentuan kebijakan tentang cara mengidentifikasi calon tertanggung, dan bagaimana membangun pusat database yang dapat diakses semua. Idealnya, database ini sudah ada (misalnya, sistem registrasi vital nasional) tetapi, bila tidak ada, negara perlu merencanakan adanya database nasional di masa depan yang mampu menyimpan semua data program perlindungan sosial. Penulis merekomendasikan referensi laporan 13

14 "Explaining International ID Programs report yang dapat ditemukan di situs Untuk informasi lebih lanjut, ditampilkan pula studi kasus yang diterbitkan Kantor Keamanan Kesehatan Nasional Thailand (National Health Security Office of Thailand) tentang kemajuan kegiatan di area ini. Selain kode ID (identifikasi unik) setiap individu (calon tertanggung), setiap penyedia layanan (baik perorangan dan fasilitas) di semua tingkat di sistem kesehatan harus memiliki kode pengenal unik yang disimpan dalam database terpisah. Sangat penting bahwa apotek dan laboratorium juga didaftarkan untuk memastikan akurasi informasi dan semua aspek biaya. 2. Kamus data kesehatan: Kesepakatan tentang data inti yang akan dikumpulkan sejak awal, idealnya bisa mencakup informasi yang diperlukan berbagai jenis perusahaan asuransi jika ada lebih dari satu dan semua pemangku kepentingan. Langkah pertama adalah menciptakan satu bahasa agar sistem-sistem yang berbeda dapat "berbicara" satu sama lain atau interoperable. Kamus data kesehatan (Health Data Dictionary atau HDD) menjadi sangat berguna menurut pengalaman sejumlah negara (misalnya, Australia, Abu Dhabi), sebagai repositori untuk penyamaan definisi operasional data. Penyamaan istilah merupakan tugas sulit karena harus mendapat konsensus dari seluruh pemangku kepentingan, namun menyepelekan hal ini bisa menimbulkan lebih banyak masalah di belakang hari. Kenyataan menunjukkan banyak negara hanya memiliki program asuransi kesehatan dan sistem informasi rumah sakit yang terpisah-pisah (fragmented). Sistem informasi di banyak negara sering di desain khusus hanya untuk organisasi tertentu, karena umumnya tidak dirancang untuk berkomunikasi (berbagi) dengan sistim organisasi lain. Ketiadaan bahasa antar program asuransi dan antar fasilitas pelayanan kesehatan mempersulit pertukaran informasi tentang pasien, diagnosis, pembayaran, dan data lain yang diperlukan untuk memberikan layanan berkualitas dan memudahkan transaksi di sektor kesehatan. Apotik, penyedia layanan kesehatan swasta, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan pembayar layanan sering memiliki sistem sendiri-sendiri yang berbeda cara kodingnya, protokol, standar dan teknologinya sehingga menghambat kemungkinan berbagi data. Hal ini menimbulkan tantangan besar, menyebabkan keterlambatan pembayaran, peningkatan biaya transaksi, penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan potensi tindak pengobatan yang tidak standar dan penipuan. Merencanakan peningkatan harmonisasi sedini mungkin dapat memudahkan reformasi proses pembayaran penyedia layanan serta pembangunan teknologi infomasi dan komunikasi. 3. Minimum Data-set: Proses menyusun kamus data kesehatan, mendengarkan pendapat masyarakat (publik), menyebarkan informasi dan memberikan pelatihan untuk kedua pihak pembayar dan penyedia layanan kesehatan - mengambil waktu yang lama. Mengikut-sertakan semua data yang diperlukan merupakan tantangan besar, karena itu penulis merekomendasikan agar dicari kesepakatan tentang minimum data-set yang berasal dari kamus data. Hal ini terutama penting pada sistem claims-based di mana digunakan standar singkatan (abstract) untuk peng-kode-an setiap klaim. Model yang digunakan rumah-sakit di Australia terdiri dari: Diagnosa utama Diagnosa tambahan (komplikasi dan ko-morbiditas), terhitung sampai dengan 10 diagnosis Tindakan utama (prosedur pokok) Usia pasien Status Pemisahan Jenis kelamin Lama tinggal di rumah sakit (LOS) Berat badan bayi baru lahir saat masuk Panjang alat pembantu pernafasan untuk bayi Status pada hari yang sama Status hukum kesehatan jiwa 14

15 4. Koding standar: Koding dari diagnosa sangat erat terkait dengan hubungan inter-operabilitas dan data essensial minimum yang sudah disepakati (misalnya, ICD 9, ICD 10) untuk dipergunakan oleh semua sistem penyedia layanan kesehatan. Kesepakatan sejak awal akan standar penyedia layanan, koding diagnosis, prosedur, dan koding farmasi obat yang akan digunakan diperlukan untuk memastikan kemampuan inter-operabilitas. Pilihan-pilihan ini harus dibuat dengan tujuan peningkatan ("upgrade") dari waktu ke waktu. Saat ini, banyak negara lebih memilih mengadopsi standar yang sudah ada untuk menyederhanakan skema asuransi. Tidak saja ini layak dilakukan, juga sangat berguna untuk mampu menerapkan standar atau perangkat lunak (software) terbaru yang dibuat negara lain atau tingkat global. 5. Privasi dan protocol pengaman: Kesepakatan, penerapan, transparansi, konsistensi, dan protokol ketat yang menjamin privasi dan keamanan untuk penyedia layanan dan pembayar. Privasi pada dasarnya adalah data/informasi yang harus dilindungi (misalnya, informasi tanda kenal diri), dan "keamanan" adalah bagaimana pengamanannya (misalnya, firewall, enkripsi), jadi keduanya perlu dipisahkan walau saling terkait. Hal ini merupakan pendukung penting sebab pemanfaatan pelayanan kesehatan tergantung pada rasa percaya antara pasien dan penyedia layanan kesehatan, khususnya dalam penyimpanan data sensitif (misalnya, status HIV-positif). Lebih rumit jika terjadi di negara-negara di mana penyedia layanan kesehatan adalah pemerintah, sedangkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembagalembaga pemerintah umumnya rendah dan standar privasi dan keamanan data tidak diterapkan seperti seharusnya. Sementara menyoroti hal-hal di atas, perlu diingat bahwa semua pihak harus terus berpatokan pada mantra "merangkak, berjalan, lari. Ketika kesepakatan diambil bersama untuk menyepakati standar, sebaiknya jangan tergoda untuk mengumpulkan semua data sekaligus, karena hanya akan menambah jumlah dan kompleksitas unsur-unsur data. 15

16 Menurut pengalaman penulis, negara-negara yang mengembangkan sistem informasi baru sering terjebak keinginan mengembangkan sistem canggih yang bisa melakukan semua hal sekaligus, tetapi malah berakhir dengan masalah penerapan tanpa akhir dan tidak terlihat adanya pertambahan manfaat. Inilah sebabnya mengapa langkah ke-3 yaitu membangun minimum data-set sangat kritis. Para penulis menyarankan mengambil contoh dari negara-negara yang memiliki rencana lebih pragmatis dan pelaksanaan dilakukan secara evolusi. Cara Korea Selatan melakukan migrasi ke arsitektur perusahaan asuransi nasional yang komprehensif merupakan contoh yang baik ditiru oleh banyak negara yang bermaksud memetakan evolusi alami pembangunan sistem berskala besar. Pusat Data Perusahaan Asuransi Kesehatan Nasional didirikan sebagai sistem terpadu pertama di bulan Oktober 1998 dan kemudian manajemen perusahaan ini digabungkan dengan manajemen 140 asosiasi perusahaan asuransi dalam sistem terpadu kedua di bulan Juli Setelah beroperasi selama enam tahun, desain arsitektur dirancang ulang pada bulan Oktober 2006 sebagai satu sistem terpadu. Sejak saat itu, sistem telah diperluas untuk mengakomodasi sistem pemulihan bencana bersama (2007), asuransi perawatan jangka panjang (2008), dan empat jenis asuransi sosial tambahan lainnya. Sistem yang dihasilkan digambarkan pada Gambar 5 (pada halaman sebelum ini). Cara pembayaran kombinasi (provider payment mix) akan menentukan fitur mana yang pantas diprioritaskan sejak awal perencanaan arsitektur perusahaan, dan penentuan prioritas ini penting karena tidak banyak sistem informasi yang dibangun dalam waktu satu malam. Kuncinya adalah memilih fitur yang tepat dikembangkan untuk berfungsi di awal kegiatan program; kemudian secara bertahap diperluas sesuai ketersediaan anggaran dan sumber daya manusia. 16

17 Seperti apa gambaran masa depan? Setelah kita menggali potensi evolusi baik MPPL maupun STIK dalam program asuransi kesehatan nasional, penting untuk sekali lagi menggaris-bawahi keterkaitan antara keduanya. Dalam analisis ini, kami telah berusaha untuk mengidentifikasi dan menyoroti contoh-contoh kasus dari negara-negara yang telah mereformasi secara efektif MPPL dan mendorong investasi di bidang TI, atau sebaliknya. Bahkan, keduanya dapat bersama-sama berubah dan saling memperkuat satu sama lain. Dalam banyak kasus, tujuan reformasi MPPL telah mengkatalisis dan mendukung alasan investasi teknologi informasi. Perubahan dari metode pembayaran berbasis anggaran ke metode pembayaran berbasis hasil kinerja (output-based) menunjukkan peningkatan kebutuhan otomatisasi dan kemampuan pengelolaan agar mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk membayar penyedia layanan. Perubahan dari metode pembayaran biaya-untuk-layanan (fee-forservice) ke metode berbasis kasus (case-based) juga memerlukan investasi sistem informasi agar mampu mengambil keputusan sulit saat dihadapkan pada klaim yang kompleks dan mahal. Sama seperti studi kasus dari negara fiksi Jasmania (di Bab Pembukaan), prioritas me-reformasi MPPL kesehatan akan mengarah ke diskusi investasi TI yang diperlukan. Mungkin tidak segamblang di atas, tapi sama pentingnya, adalah investasi proaktif teknologi informasi (TI) yang memberi kesempatan peningkatan bertahap di masa depan sesuai dengan MPPL terpilih. Meningkatkan pengumpulan data dan kemampuan mengelola lebih dari yang dibutuhkan manajemen sehari-hari akan menciptakan peluang bagi pemantauan dan evaluasi apakah MPPL terpilih perlu dirubah. Misalnya, menghubungkan koding diagnosa dengan klaim pembayaran biaya-untuk-layanan (fee-for-service) dapat memfasilitasi perhitungan yang diperlukan untuk berpindah dari fee-for-service sederhana ke metode pembayaran berbasis kasus. Pengumpulan informasi rinci tentang pasien dengan penyakit kronis atau ko-morbiditas dapat mendukung penyesuaian penentuan tarif dasar bagi metode kapitasi. Sistem TI terbaik yang ada dapat digunakan untuk ber-eksperimentasi dan menguji coba MPPL yang lebih baik dari waktu ke waktu. Empat negara-belanda, Uni Emirat Arab, Filipina dan Korea Selatan-menyajikan gambaran bagaimana kecanggihan STIK dapat mempengaruhi kebijakan dan membantu pemilihan bentuk MPPL. 17

18 Belanda telah berpengalaman 25 tahun mengusahakan harmonisasi standar bagi para pembayar dan penyedia layanan kesehatan. Perangkat lunak yang digunakan bervariasi menurut pemangku kepentingan (mis., pihak asuransi, rumah sakit ), dan sudah memasukkan aturan validasi e-klaim sejak Penyedia dan pembayar berinteraksi lewat suatu hub atau pusat jalur klaim. Informasi yang mengalir melalui sistem ini digunakan oleh pemerintah di tingkat nasional, asuransi swasta dan penyedia layanan kesehatan untuk mengelompokkan dan menelaah apakah pola pemanfaatan menunjukkan ada kebutuhan baru, atau peningkatan jumlah kasus penipuan (fraud) di suatu daerah. Box 1: Belanda Standarisasi pertukaran data dalam sistem kesehatan majemuk (Keterangan lebih lanjut bisa ditemui di Sistem kesehatan negara Belanda adalah majemuk (pluralistic) dan sangat tergantung pada sektor swasta, terdiri dari 30 perusahaan asuransi dan lebih dari tenaga profesional kesehatan. Di tahun 2011, sekitar 48,2 milyard Euro per tahun mengalir ke sistem perawatan kesehatan dalam bentuk lebih dari 100 juta klaim individu. Dalam sejarah, pertukaran dan pengelompokan data jumlah ini merupakan tantangan besar. Untuk mengatasi masalah ini, Belanda mengawali dengan harmonisasi standar-standar, otomatisasi cara pengolahan klaim dan proses pendukungnya, dan mengandalkan pemanfaatan operasional pertukaran dan pengelompokan data secara strategis. Proses harmonisasi standar di Belanda dimulai pada tahun 1985 dengan upaya pertama mengembangkan standar untuk pertukaran informasi klaim antara penyedia layanan dan perusahaan asuransi di segmen pelayanan kesehatan kuratif. Awal tahun 2000, dikembangkan standar untuk pertukaran informasi klaim perawatan jangka panjang dan manajemen penyakit. Standar ini kemudian diperbarui pada tahun 2009 untuk memasukkan validasi e-claim dan selanjutnya diperbaharui secara terus-menerus sesuai perubahan perundang-undangan dan evolusi persyaratan fungsional dari waktu ke waktu. Saat ini, klaim data semua perusahaan asuransi dan penyedia layanan dikumpulkan di gudang data pusat yang dapat diakses dan dianalisis oleh organisasi pemerintah/penelitian dan perusahaan asuransi. Standardisasi serta konsolidasi data dan arus informasi di Belanda telah menghasilkan keuntungan operasional dan strategi. Secara operasional, standarisasi dan pengolahan elektronik berhasil mengurangi beban administrasi pada sistem, diperkirakan menghemat juta Euro per tahun, juga mengurangi kesalahan administratif, dan memperpendek masa proses klaim dan pembayaran untuk seluruh spektrum penyedia asuransi kesehatan. Secara strategis, juga memungkinkan analisa perubahan pola gangguan kesehatan masyarakat dan pola konsumsi perawatan kesehatan (volume, biaya, dan kualitas) untuk digunakan para pembuat kebijakan dan memperkuat evaluasi kinerja secara lebih ketat. Hal ini menambah penghematan sekitar 1,5 miliar Euro per tahun. 18

19 Data yang kaya ini pada gilirannya menghasilkan penghematan biaya yang luar biasa bagi pemerintah, lebih dari 1,5 miliar Euro per tahun dihemat karena rasionalisasi pembelian dan perencanaan. Disamping itu bisa dihemat pula biaya administrasi sebesar juta Euro setiap tahunnya. Organisasi Vektis sebagai pengembang standar, terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi swasta, bertanggung jawab menjaga pusat data kesehatan nasional ini. Pengalaman di Abu Dhabi memiliki banyak kesamaan dengan pengalaman di Belanda secara struktural tetapi juga terlihat kontras dalam hal kecepatan pengembangan sistem karena niat kuat pemerintah, ketersediaan dana yang memadai, dan tidak ada peninggalan infrastruktur lama (meskipun sudah ada investasi signifikan dalam sistem teknologi informasi yang perlu dibangun, bukan untuk mendukung yang lama). Pemerintah Abu Dhabi memutuskan akan menerapkan program asuransi kesehatan nasional secara total antara tahun 2006 dan 2008, yang mencakup pelayanan kesehatan primer, sekunder dan perawatan tersier (plus farmasi) dengan menggunakan administrasi pengolahan transaksi secara online (ada enam transaksi: klaim, pengiriman uang, otentikasi,kelayakan (eligibility), otorisasi dan resep). Transaksi Abu Dhabi mengikut-sertakan lebih dari 50 titik data, termasuk kode pengidentifikasi (identifier) (pasien, klinisi dan fasilitas), diagnosa, pengobatan, obat/dosis dan/atau perangkat medis, hasil laboratorium/klinis, biaya, dan hasil akhir. Komponen utama sistem Abu Dhabi tercantum di Setelah sistem Abu Dhabi dibangun, regulator sektor kesehatan (Pemegang Otoritas Kesehatan Abu Dhabi, atau HAAD) langsung mulai menggunakan data terkumpul untuk memahami dan menyesuaikan MPPL menurut data yang dikumpulkan di samping untuk menyediakan analisis rinci kinerja sistem kesehatan (lihat Sejak awal, HAAD menggunakan sistem data untuk mengarahkan perhatian ke program unik penanggulangan penyakit tidak menular; dikenal dengan nama"weqaya" (artinya, pencegahan dalam Bahasa Arab, lihat 19

20 Gambar 7 menunjukkan sejauh mana HAAD sudah berhasil menentukan penyebab kematian utama dan mengidentifikasi bagaimana kerangka kebijakan dan metode pembayaran penyedia layanan (MPPL) sebaiknya dikelola. Seperti yang diperlihatkan Gambar 7, "data telah merubah segalanya." Box 2: Abu Dhabi Menggunakan daya ungkit data di program baru asuransi kesehatan untuk mempercepat perbaikan pembayaran penyedia layanan, kualitas dan hasil akhir (Keterangan lebih lanjut bisa ditemui di dan Pada tahun 2006, Emirat Abu Dhabi memutuskan untuk melakukan restrukturisasi sistem perawatan kesehatan tradisional yang berorientasi hanya ke fasilitas kesehatan milik pemerintah (public-sector-driven) ke model asuransi kesehatan komprehensif yang memisahkan kewajiban kontribusi pengusaha dan pemerintah. Dengan sumber daya keuangan yang memadai dan jumlah penduduk yang terbatas, pemerintah Abu Dhabi memutuskan dibutuhkan reformasi untuk meningkatkan kualitas dan hasil akhir setara dengan biaya yang dikeluarkan. Tahun 2007, Abu Dhabi juga memutuskan restrukturisasi Badan Otoritas Pelayanan Kesehatan (General Authority for Health Services) badan pengelola fasilitas kesehatan masyarakat - memisahkan fungsi regulasi dan kebijakan dari kegiatan manajemen fasilitas. Abu Dhabi menyadari pentingnya data dalam sistem baru dan peningkatan pengetahuan, insentif dan transparansi untuk dapat meningkatkan kualitas dan hasil akhir. Semua klaim diproses secara elektronik melalui sistem web yang canggih, dapat diandalkan, dan sepenuhnya terstandarisasi. Data standar lengkap dengan arsitektur yang bisa dibuka siapa saja (open source) juga tersedia secara online ( Data klaim agregat disediakan melalui layanan web untuk berbagai instansi pemerintah, peneliti, dan kelompok analisa statistiks (melalui Panel data standar). Panel ini aktif mengelola evolusi berkelanjutan dari data standar untuk optimalisasi kualitas dan pemanfaatan data, serta pengembangan pemanfaatan baru (misalnya, eprescribing yang diluncurkan pada 2012). Selain efisiensi operasional terkait dengan proses pengolahan klaim elektronik dan pertukaran data, kemampuan teknologi informasi dari sistem baru telah menemukan segudang ide strategis yang terkait dengan biaya perawatan kesehatan, kualitas dan hasil akhir. Ketersediaan data dan kemampuan pengolahan elektronik telah memungkinkan Abu Dhabi untuk memperkenalkan skema Bayar untuk Kualitas dan Bayar untuk Sehat dengan insentif pada perbaikan kinerja penyedia layanan kesehatan dan identifikasi hal-hal yang menguatirkan penduduk seperti meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (melalui program baru bernama "Weqaya (lihat Dalam semua kasus, adalah penting untuk menayangkan kerangka kerja yang dapat memaparkan dan mengukur manfaat dari reformasi MPPL dan investasi STIK secara terus menerus. Setiap investasi teknologi informasi harus dijabarkan sejelas mungkin apa dampaknya terhadap perbaikan penyediaan pelayanan ke masyarakat, pemberian pelayanan dengan unit biaya lebih rendah, atau keduanya Di Filipina, penurunan jumlah klaim yang dikelola dan jangka waktu pembayaran penyedia layanan merupakan indikator kunci yang suksesnya didukung investasi teknologi informasi. Selain itu, perlu melihat manfaat lain secara kreatif guna menarik investasi. Penurunan lama waktu mengisi formulir memang menjadi kunci pemasaran ke para penyedia layanan, sedangkan peningkatan kepuasan baik pihak penyedia layanan maupun pasien adalah kunci pemasaran ke pengambil kebijakan dan pemimpin politik. 20

21 Box 3: PhilHealth Memanfaatkan investasi teknologi informasi dan komunikasi untuk mencapai tujuan operasional dan kebijakan (Keterangan lebih lanjut bisa ditemui di on Sejak dimulai pada tahun 1995, PhilHealth telah sukses mengikut-sertakan sejumlah penduduk Filipina tetapi masih harus berjuang untuk menurunkan biaya out-of-pocket (bayar langsung di tempat) dan pencapaian tujuan kebijakan jaminan kesehatan universal. Dari sejarahnya, sistem teknologi informasi dan komunikasi PhilHealth telah melalui banyak hambatan mulai dari desentralisasi pemerintahan, sebaran penduduk secara geografis, dan rendahnya kemampuan teknologi informasi dan komunikasi para penyedia layanan. PhilHealth awalnya mengandalkan sistem pembayaran fee-for-service, dan memisahkan tagihan yang tidak dicakup PhilHealth (sebagai, pelunasan sisa tagihan atau balance bill ) yang menjadikan tetap tingginya pengeluaran biaya out-of-pocket. Proses manual pemeriksaan kelayakan (eligibility) juga menyebabkan rendahnya pengguna PhilHealth, dan proses manual pengolahan klaim memakan waktu 90-hari dari penilaian klaim sampai pembayaran. PhilHealth berusaha mengembangkan strategi STIK untuk pencapaian tujuan operasional peningkatan efisiensi administrasi dan penurunan lama waktu pemrosesan klaim, serta mencapai tujuan peningkatan manfaat administrasi dalam bentuk pengurangan jumlah pelunasan sisa tagihan ( balance bill ), disamping meningkatkan jumlah pengguna asuransi PhilHealth, dan meningkatkan transparansi antara PhilHealth, penyedia layanan dan masyarakat. Strategi PhilHealth ini mempertimbangkan keterbatasan kemampuan teknologi informasi penyedia layanan dan reaksi penolakan terhadap MPPL. PhilHealth mengembangkan 3 tahapan strategi peluncuran e-klaim, tahap 1 pemeriksaan sederhana kelayakan keanggotaan secara online, tahap 2 pengajuan klaim elektronik, dan tahap 3 pemeriksaan status klaim dan hasilnya secara online. Setelah memperkenalkan tahap pertama tahun 2010, PhilHealth melihat jumlah pengajuan klaim meningkat drastis, yang mana menyebabkan hambatan operasional dan menunjukkan perlunya pengajuan dan pengolahan klaim secara elektronik. Di tahap 2 PhilHealth mengawinkan tujuan operasional dan kebijakan, dengan beralih ke penggunaan klaim elektronik sebagai bentuk reformasi pembayaran penyedia layanan, meninggalkan metode pembayaran fee-for-service dan memulai pembayaran berbasis kasus ( case-based ) dengan perhitungan tarif secara prospektif dan membatasi praktek pelunasan sisa tagihan ( balance bill ) oleh penyedia layanan. PhilHealth memanfaatkan daya ungkit peluncuran klaim elektronik untuk reformasi MPPL dengan menjanjikan peningkatan efisiensi pengolahan klaim (waktu pengolahan menjadi 30 hari dari sebelumnya 90 hari) dan mengurangi beban administrasi klaim (penurunan 50 % waktu data-entry) untuk meningkatkan partisipasi mereka. Singkatnya, PhilHealth memanfaatkan strategi STIK untuk mengkatalisasi reformasi MPPL dan pencapaian tujuan kebijakan. Rencana lanjutan akan bergerak menuju metode pembayaran anggaran global, tetapi menunggu setelah penyedia layanan mampu mengadopsi sistem klaim elektronik. Masih banyak pertanyaan tentang strategi STIK PhilHealth, termasuk terbatasnya kapasitas teknologi informasi penyedia layanan. Saat ini, PhilHealth dalam proses mengakreditasi pihak ketiga penjual teknologi informasi untuk mencari dan menerapkan solusi bagi penyedia layanan agar bisa berinteraksi dan memenuhi persyaratan inti untuk mengakses data-base klaim PhilHealth. Tujuan PhilHealth adalah mencapai 50% klaim secara online tahun [ information on PhilHealt nd the Philippines health system can be found Korea Selatan merupakan contoh baik lainnya untuk melihat bagaimana kebijakan MPPL dan STIK berkembang bersamasama dari waktu ke waktu, masing-masing saling mempengaruhi dan mendukung yang lain. Gambar 8 menunjukkan sistem asuransi kesehatan publik Korea Selatan. Sistem ini diawasi oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan dan dua lembaga lainnya: Perusahaan Asuransi Kesehatan Nasional (National Health Insurance Corporation, NHIC) berfungsi sebagai penanggung (insurer) dan Badan Telaah dan Pengkajian Asuransi Kesehatan (Health Insurance Review & Assessment Service, HIRA) yang melaksanakan review dan penilaian biaya medis. 21

22 Box 4: South Korea Standardisasi pertukaran data pada sistem penagihan elektronik. Korea Selatan mengelola 99% klaim secara elektronik dengan kepemimpinan teladan organisasi review independen dan kepiawaian tingkat standardisasi informasi diantara organisasi medisnya. (Keterangan lebih lanjut bisa ditemui di South Korea achiesout Undang-undang asuransi kesehatan pertama Korea Selatan disusun tahun Setelah di revisi berkali-kali,dan melewati perluasan cakupan secara bertahap, Korea Selatan memiliki dukungan pasar yang menjamin pembiayaan dengan dominasi penyedia layanan kesehatan swasta. Dengan Undang-Undang Asuransi Kesehatan Nasional tahun 1999, pemerintah Korea Selatan mereformasi sistem asuransi kesehatan publik yang tadinya dikelola oleh banyak perusahaan asuransi menjadi hanya satu perusahaan asuransi tunggal. Undang-undang ini juga mensahkan badan Health Insurance Review & Assesment Service (HIRA) dan National Health Insurance Corporation (NHIC) dan mengawali peralihan paradigma dalam asuransi kesehatan dengan mengalihkan peran penilaian kualitas kepada HIRA, yang telah meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan nasional lewat penilaian perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan dan konsumen pelayanan medis secara netral dan obyektif. Pembayaran langsung fee-for-service di Korea Selatan biasanya dengan pendekatan menghitung skor pelayanan pengobatan individu lalu dikalikan harga satuan per skor. Mengingat bahwa cara pembayaran ini berdasarkan jumlah 22

23 kunjungan dan jumlah pengobatan maka cenderung menyebabkan overtreatment. Untuk mengurangi pelayanan yang tidak diperlukan, sistem Diagnosis Related Group (DRG) diperkenalkan pada tahun 2002 dan diterapkan untuk kelompok penyakit tertentu di mana overtreatment sering terjadi. DRG awalnya terbatas pada tujuh kelompok diagnostik yang ditetapkan lebih dulu ( predefined ) dan dibayar terbatas agar dapat meminimalkan overtreatment dan pengeluaran pribadi untuk kesehatan. Kemampuan teknologi informasi HIRA dan hasil pengumpulan data, membuat HIRA mampu menggunakan informasi administratif untuk menghitung serangkaian indikator kualitas perawatan. Informasi ini digunakan untuk memberikan umpan balik pada kinerja penyedia layanan kesehatan dan pemerintah dan juga diterbitkan untuk diketahui masyarakat umum. Menggabungkan banyak perusahaan asuransi ternyata malah menyederhanakan prosedur administrasi menjadi lebih mudah, dan pemberian wewenang kepemimpinan ke lembaga khusus yang melakukan penilaian objektif juga menjamin reformasi. Bentuk (skema) asuransi tunggal melancarkan arus manajemen dan efektivitas operasional serta memungkinkan penerapan teknik manajemen canggih seperti sistem pembayaran e-klaim (EDI, Portal). Tersedianya pelayanan klaim lewat komputerisasi di Korea Selatan dan penilaian langsung sangat didukung oleh pemerintah lewat investasi proaktif di bidang STIK antara tahun 1990-an dan awal Korea Selatan memfasilitasi sistem penomoran registrasi penduduk, penggunaan internet di mana-mana dan pertukaran informasi tentang pelayanan kesehatan, termasuk informasi tempat, informasi obat, dan informasi lembaga kedokteran. Mengumpulkan informasi dipermudah dengan adanya komputerisasi menyeluruh institusi medis. Peningkatan kualitas informasi dilakukan dengan menerapkan standar Korea Selatan atau mengadopsi standar global lain seperti: koding klasifikasi pelayanan, pembayaran/kode obat bagi yang tidak mampu membayar, istilah dan pertukaran informasi. Melalui kegiatan seperti ini, upaya peningkatan kualitas kesehatan nasional dilakukan terus menerus melalui analisa informasi yang lebih akurat dan efisien serta tercermin dalam kebijakan yang berlaku. 23

24 Langkah-langkah praktis selanjutnya Sementara kerangka diatas dan contoh studi kasus dapat menjadi titik awal dalam mempertimbangkan hubungan antara MPPL dan STIK, tim penulis menyadari bahwa masing-masing negara akan menerapkan caranya sendiri berdasarkan kondisi politik, kebijakan dan situasi operasional yang ada. Namun demikian, berikut disajikan langkah-langkah praktis yang disarikan dari pengalaman negara-negara lain, yang dirujuk dalam analisis penulis: Meminta dukungan kuat pemimpin politik sebelum Anda mulai: Sementara pilihan MPPL dan STIK dipandu oleh analisis yang cermat dan pertimbangan teknis, keberhasilan pelaksanaan sangat tergantung pada dukungan politik. Tiap pelaksana sistem yang diwawancarai untuk tulisan ini menyatakan bahwa dukungan pemimpin politik yang kuat dan pemberian mandat yang jelas adalah prasyarat penting bagi sukses mereka. Memahami persyaratan fungsional lebih dulu: tidak semua MPPL bisa langsung sepenuhnya dilaksanakan secara otomatis sejak awal pelaksanaan program asuransi kesehatan nasional. Periode pra-pengembangan dan penerapan STIK dapat dimanfaatkan para administrator asuransi untuk menata proses bisnis lengkap dan segala persyaratan fungsionalnya. Thailand mencatat bahwa selama dua tahun setelah peluncuran program asuransi kesehatan universal, sambil menunggu terpilihnya STIK yang layak pilih, mereka merancang pengembangan proses bisnis dengan fungsifungsi khusus yang dibutuhkan. Jika proses bisnis belum sepenuhnya dikembangkan, hasil investasi TI akan melenceng dari yang diharapkan. Contoh-contoh proses bisnis dengan kekhususan kebutuhan negara dapat dilihat di Selain persyaratan khusus per negara dan diagram alur tugas, Jaringan Belajar Bersama telah mengembangkan proses bisnis umum dan persyaratan yang dapat diuji-coba di negara manapun di awal proses pengembangan persyaratan khusus. Dapat dilihat di Berbicara dalam bahasa yang sama: Data standar diperlukan untuk memastikan bahwa semua pelaksana (aktor) dalam skema asuransi kesehatan berbicara dalam bahasa yang sama. Standar protocol pertukaran data memungkinkan integrasi dan inter-operabilitas walau tidak semua sistem dibuat oleh penjual yang sama, dikembangkan di saat yang sama, atau berada di lokasi yang sama. 24

25 Terapkan pendekatan merangkak, berjalan, berlari: Banyak perusahaan asuransi mencoba pendekatan big bang," lewat pengembangan STIK canggih yang diharapkan mampu melakukan segalanya sekaligus. Beberapa memang sukses dengan pendekatan ini, tetapi resikonya besar dan banyak yang akhirnya gagal. Visi yang komprehensif sangat penting, namun mendefinisikan dan melaksanakan langkah-langkah pertama pemilihan MPPL jauh lebih penting lagi. Otomatisasi fungsi yang terpenting dulu, barulah menciptakan daya tarik pembangunan untuk sistem selanjutnya, sambil menarik dukungan investasi pembangunan STIK yang dibutuhkan di masa depan. Berfokus pada penerapan MPPL dan pengolahan klaim adalah titik awal penting, karena ini adalah fungsi pusat kegiatan inti asuransi kesehatan dan seringkali menjadi sumber masalah politik ketika kinerjanya dinilai tidak baik. Kaitkan tujuan operasional dengan tujuan kebijakan: Beberapa negara berhasil mengkaitkan tujuan operasional kegiatan otomatisasi dan efisiensi administrasi dengan tujuan kebijakan yang lebih luas. Filipina telah menggunakan tujuan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan manfaat administrasi dan memperluas cakupan sebagai alasan investasi STIK yang menjanjikan perbaikan operasional sehingga para penyedia layanan kesehatan bersedia ikut serta. Menyusun strategi yang jelas dan bertautan dapat menciptakan kemudahan yang mengarah ke perbaikan tujuan operasional dan kebijakan. Rancang kerangka kerja untuk mengukur manfaat: Seperti layaknya inisiasi reformasi besar lain, investasi STIK dan reformasi MPPL harus menyajikan ukuran manfaat yang spesifik, terukur sejauh mungkin, seperti di Belanda dan Abu Dhabi. Memang sulit mengukur manfaat dan mengkaitkannya secara langsung dengan inisiatif tertentu, namun suatu kerangka kerja sederhana mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat. Di Thailand, kerangka kerja STIK mampu menjamin ketersediaan anggaran dari tahun ke tahun. Kerangka kerja yang menggambarkan besaran manfaat investasi STIK menjadikan TI dan komunikasi tidak lagi tampak seperti pusat biaya namun lebih sebagai modal penting yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan program asuransi kesehatan nasional. 25

26 Kesimpulan Tulisan ini difokuskan pada langkah-langkah proses dan perubahan bertahap dari reformasi metode pembayaran penyedia layanan kesehatan (MPPL) dan investasi di sistem teknologi informasi dan komunikasi (STIK), namun perlu juga didukung oleh kemitraan dan visi jangka panjang yang jelas tentang hasil akhir yang ingin dicapai. Hubungan operasional antar-manusia merupakan langkah kunci untuk inter-operabilitas teknis. Waktu yang dihabiskan untuk mengembangkan rencana jangka panjang dan jangka pendek tidak akan sia-sia. Masalah yang dihadapi banyak negara yang diteliti terutama karena kelompok/ahli perancang skema polis asuransi faktor penentu kritis dari sistem interoperabilitas seringkali bukan kelompok/ahli yang merencanakan investasi sistem teknologi informasi dan komunikasi (STIK) untuk menjamin efisiensi kegiatan pokok asuransi kesehatan. Lebih jauh, jarang sekali kelompok/ahli STIK mengenal atau berinteraksi dengan kelompok perancang metode pembayaran penyedia layanan (MPPL). Mereka tidak berbicara dalam bahasa teknis yang sama. Jika demikian, keputusan penting pelaksanaan akan dibuat secara top-down tanpa asupan dari bawah "bottom-up." Perlu ditekankan, investasi STIK hanyalah alat bantu program jaminan perlindungan sosial suatu negara. Agar efektif, investasi ini perlu dipahami, diprioritaskan dan diselaraskan. Para pembuat keputusan tentang kebijakan dan kegiatan pokok operasional harus bekerja sama, sebab inter-operabilitas STIK dimulai dengan inter-operabilitas sumber daya manusia. Sementara keluaran (end-state) dapat berbeda secara substansial menurut MPPL dan kebijakan terpilih serta kondisi khusus suatu negara, kita mengetahui bahwa keluaran (hasil akhir) ditentukan juga oleh hal-hal berikut. Pertama, sistem informasi yang kuat dan komprehensif mampu mengumpulkan semua informasi dan berfungsi sesuai kegiatan pokok asuransi kesehatan. Kedua, sistem informasi dan kemampuan pengolahan klaim memainkan peran penting dalam analisis kinerja dan penyempurnaan proses pengambilan keputusan di masa depan. Hampir semua informasi yang dikumpulkan STIK, walau kelihatan tidak penting untuk operasi MPPL sehari-hari, ternyata berguna untuk pemantauan, pengelolaan, dan/atau proses pembuatan kebijakan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, sasaran STIK harus sangat rinci, data dipilah dan dikumpulkan serta diolah sesuai kebutuhan pengguna akhir (end-users). Pendekatan "big bang" (investasi besar-besaran) di bidang teknologi informasi (TI) sering tidak memiliki daya tarik politik karena kendala keuangan atau teknis yang ada. Sebaiknya memakai pendekatan investasi bertahap yang mendahulukan rencana untuk mengatasi kendala paling mendesak dan mendahulukan isu prioritas reformasi (disajikan dalam kerangka kerja yang dapat mengukur manfaat hasil secara kuantitatif). Pendekatan ini bukan solusi kelas dua, tetapi pendekatan yang mencerminkan pentingnya proses tahapan dengan revisi berulang dalam memperluas cakupan program asuransi kesehatan nasional. 26

MATA KULIAH INTERAKSI MANUSIA DAN KOMPUTER E-HEALTH DALAM DUNIA KESEHATAN. Dosen : WAHYUDIN

MATA KULIAH INTERAKSI MANUSIA DAN KOMPUTER E-HEALTH DALAM DUNIA KESEHATAN. Dosen : WAHYUDIN MATA KULIAH INTERAKSI MANUSIA DAN KOMPUTER E-HEALTH DALAM DUNIA KESEHATAN Dosen : WAHYUDIN JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Inovasi PERSI dalam Mutu Pelayanan Kesehatan di RS dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional

Inovasi PERSI dalam Mutu Pelayanan Kesehatan di RS dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional Inovasi PERSI dalam Mutu Pelayanan Kesehatan di RS dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional DR Dr.Sutoto M.Kes Dr. Daniel Budi Wibowo M.Kes Forum Mutu IHQN - 2013 Jakarta, 20 November 2013 Visi Persi Persi

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL

PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL POLICY BRIEF 03 PESAN POKOK LAYANAN HIV & AIDS YANG KOMPREHENSIF DAN BERKESINAMBUNG- AN (LKB): PERAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT SIPIL Layanan HIV dan AIDS yang Komprehensif dan Berkesinambungan (LKB)

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit umum daerah di provinsi Jawa Timur merupakan salah satu rumah sakit yang cukup besar di wilayah Jawa Timur. Sebagian besar masyarakat yang menjadi pasien

Lebih terperinci

Permintaan Aplikasi Hibah (Request for Applications) Knowledge Sector Initiative. Untuk. Judul Kegiatan: Skema Hibah Pengetahuan Lokal

Permintaan Aplikasi Hibah (Request for Applications) Knowledge Sector Initiative. Untuk. Judul Kegiatan: Skema Hibah Pengetahuan Lokal Permintaan Aplikasi Hibah (Request for Applications) Untuk Knowledge Sector Initiative Judul Kegiatan: Skema Hibah Pengetahuan Lokal Nomor Permintaan Aplikasi: 01/KSI/SG-S/Des/2014 Tanggal Mulai dan Penutupan

Lebih terperinci

Forum Dialog Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan dan Korupsi (P3K3) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Forum Dialog Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan dan Korupsi (P3K3) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Forum Dialog Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan dan Korupsi (P3K3) Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Tim Pokja Pencegahan, Penanganan dan Penindakan Kesalahan, Kecurangan

Lebih terperinci

No Upaya untuk menyelenggarakan Standardisasi Industri melalui perencanaan, penerapan, pemberlakuan, pembinaan dan pengawasan Standar Nasional

No Upaya untuk menyelenggarakan Standardisasi Industri melalui perencanaan, penerapan, pemberlakuan, pembinaan dan pengawasan Standar Nasional TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6016 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 9) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi merupakan sumberdaya organisasi yang sangat penting untuk dikelola, meliputi data dan informasi, perangkat keras, perangkat lunak, dan tenaga. Operasional

Lebih terperinci

Setelah keputusan dibuat untuk pengenalan EHR, dan semua masalah dan tantangan diidentifikasi, langkah berikutnya adalah membentuk Komite Pengarah

Setelah keputusan dibuat untuk pengenalan EHR, dan semua masalah dan tantangan diidentifikasi, langkah berikutnya adalah membentuk Komite Pengarah CAPTER 4 Setelah keputusan dibuat untuk pengenalan EHR, dan semua masalah dan tantangan diidentifikasi, langkah berikutnya adalah membentuk Komite Pengarah untuk melakukan perencanaan dan pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2009 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.74.3496 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TERINTEGRASI DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN

Lebih terperinci

Perihal : Proposal Penawaran Sistem Informasi Rumah Sakit/Klinik (SIMKES) GRATIS

Perihal : Proposal Penawaran Sistem Informasi Rumah Sakit/Klinik (SIMKES) GRATIS Yogyakarta, Oktober 2017 Lamp : 1 (satu) set Proposal Penawaran Perihal : Proposal Penawaran Sistem Informasi Rumah Sakit/Klinik (SIMKES) GRATIS Kepada Yth. Pimpinan Rumah Sakit/Klinik Di tempat Dengan

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I PENDAHULUAN 2013, No.233 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN ARSIP ELEKTRONIK BAB I PENDAHULUAN A. Umum Kemajuan

Lebih terperinci

COSO ERM (Enterprise Risk Management)

COSO ERM (Enterprise Risk Management) Audit Internal (Pertemuan ke-4) Oleh: Bonny Adhisaputra & Herbayu Nugroho Sumber: Brink's Modern Internal Auditing 7 th Edition COSO ERM (Enterprise Risk Management) COSO Enterprise Risk Management adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Pelayanan Kesehatan Berkualitas untuk Semua Pesan Pokok 1. Pelayanan kesehatan di Indonesia telah membaik walaupun beberapa hal

Lebih terperinci

KEAMANAN DAN KEPATUHAN AWS PANDUAN REFERENSI RINGKAS

KEAMANAN DAN KEPATUHAN AWS PANDUAN REFERENSI RINGKAS KEAMANAN DAN KEPATUHAN AWS PANDUAN REFERENSI RINGKAS 2017 1 2 Ikhtisar Program Industri Cara Kami Berbagi Tanggung Jawab AWS - Kepatuhan Cloud Pelanggan - Kepatuhan di Cloud Konten Anda Lokasi Penyimpanan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN I. UMUM Pembangunan Kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2018 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG TATA KELOLA PEMERINTAHAN BERBASIS SISTEM ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Puskesmas

Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Puskesmas Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Puskesmas Pelatihan Data Prioritas dan SP2TP/SIKDA Prov Jawa Timur Pusat Data dan Informasi 2016 Pokok Bahasan Gambaran Masalah SIK Kebijakan Satu

Lebih terperinci

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia Kerangka Acuan Call for Proposals 2016-2017: Voice Indonesia Kita berjanji bahwa tidak akan ada yang ditinggalkan [dalam perjalanan kolektif untuk mengakhiri kemiskinan dan ketidaksetaraan]. Kita akan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Studi Tentang Kendala Teknologi Informasi di Indonesia. Hendra Gunawan, Ir. Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang

Studi Tentang Kendala Teknologi Informasi di Indonesia. Hendra Gunawan, Ir. Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang Studi Tentang Kendala Teknologi Informasi di Indonesia Hendra Gunawan, Ir. Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang Abstrak Penerapan Teknologi Informasi pada era globalisasi informasi saat ini menjadi sangat penting.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan konsep

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan konsep BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Indonesia periode tahun 2014-2019, mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 dengan konsep membangun Indonesia dari pinggir.

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah

Lebih terperinci

E-CRM (1) Pertemuan 6 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

E-CRM (1) Pertemuan 6 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom E-CRM (1) Pertemuan 6 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom E-CRM strategis bisnis yang menggunakan teknologi informasi yang memberikan perusahaan suatu pandangan pelanggannya secara luas, yang dapat diandalkan

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi telah. mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi telah. mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

SAP PRODUCT LIFECYCLE MANAGEMENT

SAP PRODUCT LIFECYCLE MANAGEMENT Karya Ilmiah E-Business SAP PRODUCT LIFECYCLE MANAGEMENT Manajemen Siklus Hidup Produk SAP Disusun oleh : Nama : Achmad Mustagfiri NIM : 09.11.2962 Kelas : 09-S1TI-06 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5542 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESRA. Kesehatan. Sistem Informasi. Data. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 126) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK DI INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH (E-GOVERNMENT)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK DI INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH (E-GOVERNMENT) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK DI INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH (E-GOVERNMENT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Kesehatan. Sistem Informasi. Data. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5542) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2015 KESEHATAN. Rumah Sakit Pendidikan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5777). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sekitar 35% dan akan berkembang lebih pesat lagi dalam beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang sekitar 35% dan akan berkembang lebih pesat lagi dalam beberapa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Ikesutiyaningsih (2003), aplikasi telemedicine di Indonesia sudah berkembang sekitar 35% dan akan berkembang lebih pesat lagi dalam beberapa tahun kedepan,

Lebih terperinci

70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 70BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia yang dimulai pada tahun 1988 dengan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

Lebih terperinci

JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA.

JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA. Nama : Sapto N. Setiawan Jurusan : 42SIB JURNAL 1 : POTENSI ADOPSI STRATEGI E-COMMERCE UNTUK DI LIBYA. Penerapan electronic commerce (e-commerce) telah menjadikan hubungan bisnis yang sehat antara produsen

Lebih terperinci

Memanfaatkan Data Terbuka untuk Peningkatan Keterbukaan Fiskal

Memanfaatkan Data Terbuka untuk Peningkatan Keterbukaan Fiskal Memanfaatkan Data Terbuka untuk Peningkatan Keterbukaan Fiskal Lima Langkah untuk Membantu Organisasi Masyarakat Sipil Berhasil Menerapkan Data Terbuka dengan Baik Panduan Pelaksanaan JAKARTA Panduan Pelaksanaan:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

HARAPAN dan ALTERNATIF KONSEP PROGRAM JKN di MASA MENDATANG *pandangan pengelola rumah sakit

HARAPAN dan ALTERNATIF KONSEP PROGRAM JKN di MASA MENDATANG *pandangan pengelola rumah sakit HARAPAN dan ALTERNATIF KONSEP PROGRAM JKN di MASA MENDATANG *pandangan pengelola rumah sakit Dr Kuntjoro Adi Purjanto, Mkes Ketua Umum PERSI Diskusi Panel VIII - 2016 JKN Hotel Ritz Carlton Jakarta, 29

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI. Sebagaimana individu, perusahaan, dan ekonomi semakin bergantung pada sistem

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI. Sebagaimana individu, perusahaan, dan ekonomi semakin bergantung pada sistem BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI 4.1 Latar Belakang Pembahasan Sebagaimana individu, perusahaan, dan ekonomi semakin bergantung pada sistem IT dan internet, maka risiko dalam sistem-sistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang sangat ketat antar perusahaan saat ini terjadi di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang sangat ketat antar perusahaan saat ini terjadi di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan yang sangat ketat antar perusahaan saat ini terjadi di dalam dunia usaha. Perusahaan harus menggunakan segala kemampuannya, metodemetode, dan

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA -Tahun 2005- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Pengurus Pusat PPNI, Sekretariat: Jl.Mandala Raya No.15 Patra Kuningan Jakarta Tlp: 62-21-8315069 Fax: 62-21-8315070

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah badan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) a. Pengertian Badan Usaha Milik Negara Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Lebih terperinci

SISTIM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT

SISTIM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT SISTIM INFORMASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT ( SIMRS ) Dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan dan Kinerja Rumah Sakit A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, rumah sakit dituntut untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Total Quality Purchasing

Total Quality Purchasing Total Quality Purchasing Diadaptasi dari Total quality management, a How-to Program For The High- Performance Business, Alexander Hamilton Institute Dalam Manajemen Mutu Total, pembelian memainkan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Universal Health Coverage merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan semua orang dapat menerima pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan tanpa harus mengalami

Lebih terperinci

DAFTAR ISI CHAPTER 5

DAFTAR ISI CHAPTER 5 DAFTAR ISI DAFTAR ISI 2 CHAPTER 5 ANOTHER INTERNAL CONTROL FRAMEWORK : CobiT 5.1 Pengantar COBIT... 3 5.2 Kerangka COBIT 4 5.3 Menggunakan COBIT untuk Menilai Pengendalian Intern... 6 5.4 Langkah-langkah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DATA DALAM MENDUKUNG PELAYANAN KESEHATAN. dr. TOGAR SIALLAGAN, MM KEPALA GRUP PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PENGGUNAAN DATA DALAM MENDUKUNG PELAYANAN KESEHATAN. dr. TOGAR SIALLAGAN, MM KEPALA GRUP PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGGUNAAN DATA DALAM MENDUKUNG PELAYANAN KESEHATAN dr. TOGAR SIALLAGAN, MM KEPALA GRUP PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Latar Belakang PT Askes menjadi BPJS Kesehatan: UU No. 24 BPJS tahun 2011, pasal 12 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang :

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUKURAN RISIKO TI 4.1 Latar Belakang Pembahasan Dalam pengukuran risiko yang dilakukan pada PT National Label, kami telah mengumpulkan dan mengolah data berdasarkan kuisioner

Lebih terperinci

BENTUK POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL

BENTUK POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL BENTUK POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL A. TUJUAN SKN Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil

Lebih terperinci

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kenyamanan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-37PJ/2010 TENTANG : KEBIJAKAN TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

FRAUD DALAM SISTEM MIKRO PELAYANAN KESEHATAN. Hanevi Djasri, dr, MARS Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-UGM

FRAUD DALAM SISTEM MIKRO PELAYANAN KESEHATAN. Hanevi Djasri, dr, MARS Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-UGM FRAUD DALAM SISTEM MIKRO PELAYANAN KESEHATAN Hanevi Djasri, dr, MARS Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-UGM DEFINISI FRAUD Fraud adalah kesengajaan melakukan kesalahan terhadap kebenaran

Lebih terperinci

AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2)

AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2) AFP SMART Strategi Advokasi Berbasis Bukti (bagian 2) Ada sembilan langkah dalam AFP SMART yang terbagi kedalam tiga fase atau tahapan sebagai berikut: Langkah 1. Buat sasaran yang SMART Langkah 4. Tinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia pada saat ini sedang berada dalam masa transisi menuju sistem pelayanan kesehatan universal. Pasal 28 H (1) dan Pasal 34 (3) Amandemen IV UUD 1945

Lebih terperinci

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING ENTERPRISE RESOURCE PLANNING RUANG LINGKUP MATAKULIAH Materi Pengantar ERP Sistem dan Rekayasa ERP Pemetaan Proses Siklus ERP ERP: Sales, Marketing & CRM ERP: Akuntansi, Keuangan ERP: Produksi, Rantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan kesehatan merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

Lebih terperinci

Enterprise Foundation. Mengoptimalkan penjadwalan untuk meraih sasaran strategis

Enterprise Foundation. Mengoptimalkan penjadwalan untuk meraih sasaran strategis Enterprise Foundation Mengoptimalkan penjadwalan untuk meraih sasaran strategis Mengoptimalkan penjadwalan dan membantu Institusi Anda meraih sasaran strategisnya dengan memanfaatkan paket penjadwalan

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 00 Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 ::0 AM STANDAR AUDIT 00 PERENCANAAN SUATU AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN STANDAR

Lebih terperinci

Software-Defined Networking (SDN) Transformasi Networking Untuk Mempercepat Agility Bisnis BAB 1 PENDAHULUAN

Software-Defined Networking (SDN) Transformasi Networking Untuk Mempercepat Agility Bisnis BAB 1 PENDAHULUAN Software-Defined Networking (SDN) Transformasi Networking Untuk Mempercepat Agility Bisnis ABSTRAK Software-defined Networking (SDN) adalah pendekatan baru untuk merancang, membangun dan mengelola jaringan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 30 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT GUBERNUR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA PEMERINTAHAN BERBASIS SISTEM ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan teknologi informasi di sektor kesehatan yang sedang menjadi trend global adalah Rekam Medis Elektronik (RME). RME merupakan sub sistem informasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Data Perusahaan 2.1.1 Identitas Perusahaan Gambar 2.1 Logo PT Mindreach Consulting Sumber: www.mindreachconsulting.com Mindreach Consulting adalah perusahaan yang dinamis,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Saat ini pelayanan kesehatan di Indonesia dianggap masih sektoral dan belum terintegrasi dengan baik. Masing-masing pusat layanan kesehatan bergerak dan menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan. Dalam Undang Undang 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsabangsa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Dalam perkembangannya teknologi informasi diterapkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Investors Kami. PaRa. Investasi adalah konsep umum untuk mencadangkan uang, waktu

Investors Kami. PaRa. Investasi adalah konsep umum untuk mencadangkan uang, waktu PaRa Investors Kami Investasi adalah konsep umum untuk mencadangkan uang, waktu dan tenaga, atau hal lainnya, untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbalannya. Virgin Gold adalah sarana investasi yang khusus

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI CLINICAL PATHWAY PADA RUMAH SAKIT PHC SURABAYA

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI CLINICAL PATHWAY PADA RUMAH SAKIT PHC SURABAYA ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI CLINICAL PATHWAY PADA RUMAH SAKIT PHC SURABAYA Boby Boy Wally 1)* dan Joko Lianto Buliali 2) 1) Program Magister Manajemen Teknologi Bidang Keahlian Manajemen Teknologi

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015 Topik #1 Manajemen Guru Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019 secara eksplisit menyebutkan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci