Triwulan III Halaman ini sengaja dikosongkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Triwulan III Halaman ini sengaja dikosongkan"

Transkripsi

1

2 Halaman ini sengaja dikosongkan ii

3 Kata Pengantar Triwulan III 2012 Memasuki triwulan ketiga 2012, perkembangan indikator ekonomi di berbagai daerah menunjukkan besarnya tantangan eksternal yang dihadapi akibat ketidakpastian yang masih menyelimuti perekonomian global. Kinerja ekspor mencatat penurunan yang cukup signifikan di berbagai daerah, disertai impor yang pada triwulan laporan juga menunjukkan perkembangan yang cenderung melambat. Meski demikian, permintaan domestik yang kuat diperkirakan masih dapat menopang perekonomian di berbagai daerah untuk tetap tumbuh pada level yang cukup tinggi. Secara keseluruhan, perekonomian Jawa, Jakarta dan KTI berpotensi untuk tetap tumbuh di kisaran 6%-7% (yoy). Sementara perekonomian Sumatera diprakirakan tumbuh relatif stabil sedikit di bawah 6% (yoy). Sementara itu, perkembangan inflasi di berbagai daerah hingga akhir triwulan III-2012 menunjukkan besaran inflasi yang tetap terkendali pada tingkat yang cukup rendah. Hal ini didukung oleh terkelolanya permintaan agregat dan ekspektasi inflasi, serta memadainya respons sisi penawaran. Sepanjang triwulan laporan, kebijakan Pemerintah terkait harga (administered price) juga relatif minimal. Disamping itu, rendahnya tekanan inflasi dipengaruhi oleh faktor koreksi harga bahan makanan yang cukup besar pasca siklus musiman terkait Ramadhan di sejumlah daerah, terutama Sumatera dan KTI. Semakin besarnya perhatian Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia baik di tingkat Pusat (TPI) maupun Daerah (TPID) dalam menjaga stabilitas harga memiliki andil yang penting dalam meredam tekanan inflasi. Ke depan, dinamika perekonomian di berbagai daerah masih akan menghadapi tantangan yang cukup berat karena proses pemulihan ekonomi global diperkirakan belum akan berakhir dalam waktu dekat. Dalam kaitan ini, diperlukan langkah-langkah lanjutan untuk memperkuat perdagangan antar daerah dalam rangka memperluas pasar di dalam negeri. Disamping itu, upaya untuk mendorong kegiatan investasi melalui akselerasi implementasi MP3EI dan penyerapan belanja daerah yang lebih terarah terutama terkait peningkatan daya saing daerah diperlukan guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi daerah yang tetap tinggi. Di sisi inflasi, perkembangan harga di sejumlah kota di Jawa dan Jakarta yang cenderung terakselerasi perlu menjadi perhatian dalam upaya menjaga inflasi nasional tetap berada pada sasarannya sebesar 4,5%+1%. Untuk tahun 2013, terdapat sejumlah faktor risiko yang berpotensi meningkatkan tekanan inflasi seperti rencana penerapan kenaikan tarif listrik, harga gas industri, dan tarif angkutan. Menghadapi hal tersebut, langkah antisipasi yang diperlukan antara lain melalui penguatan strategi komunikasi guna menjaga ekspektasi inflasi masyarakat pada tingkat yang rendah dan menjaga tetap terkendalinya inflasi pangan. Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) ini mengurai secara lengkap dinamika spasial perekonomian nasional. Selain digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan moneter, TER diharapkan menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan pemerhati perekonomian daerah. Akhir kata, semoga buku publikasi TER ini dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi nasional. iii

4 Halaman ini sengaja dikosongkan iv

5 Daftar Isi Triwulan III 2012 I. Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah II. Perekonomian Kawasan Sumatera III. Perekonomian Kawasan Jakarta IV. Perekonomian Kawasan Jawa V. Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Bank Indonesia Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Grup Kebijakan Moneter Divisi Kajian Ekonomi Regional dan Inflasi Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18 Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta Ph , 8868 Fax , BKM_TI@bi.go.id v

6 Halaman ini sengaja dikosongkan vi

7 Bab I Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah 1 Triwulan III 2012 Perkembangan berbagai indikator ekonomi daerah pada triwulan III 2012 mengindikasikan kinerja ekonomi masih dapat tumbuh kuat ditengah dinamika perekonomian global yang cenderung melambat. Permintaan domestik diperkirakan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, kinerja ekspor mencatat penurunan yang cukup signifikan di berbagai wilayah sebagai imbas dari pelemahan ekonomi global. Di sisi impor juga cenderung tumbuh melambat sehingga net ekspor secara keseluruhan cenderung menurun. Grafik I.1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tw III % 4% gpdrb < 6% 1% gpdrb < 4% < 1% *) Sumber: Berdasarkan Angka Prakiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di seluruh daerah Perekonomian Jawa dan Jakarta pada triwulan III 2012 diperkirakan tumbuh cukup stabil di kisaran 6,8% dan 6,6%. Permintaan domestik yang masih cukup kuat disertai adanya faktor musiman terkait Ramadhan menopang tetap kuatnya pertumbuhan di dua kawasan ini. Prakiraan ini sejalan dengan perkembangan indikator konsumsi rumah tangga dan ekspektasi dunia usaha yang cenderung bergerak positif. Disamping itu, peningkatan realisasi proyek belanja pemerintah daerah turut berdampak positif bagi perekonomian Jawa dan Jakarta. Perkembangan aktivitas domestik yang masih cukup kuat berdampak positif bagi kinerja sektor-sektor non-tradables. Di sisi lain, dampak dari terus berlanjutnya ketidakpastian global terlihat pada kinerja ekspor luar negeri dari Jawa dan Jakarta yang 1 Bank Indonesia membagi asesmen perekonomian daerah dalam 4 (empat) kawasan, yaitu : Sumatera (provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jawa (provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta); Kawasan Timur Indonesia (provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat). 1

8 terlihat cenderung terus menurun, terutama pada tekstil dan bahan kimia. Sementara itu, perkembangan impor kawasan Jawa dan Jakarta juga terindikasi mulai melambat, baik pada bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi. Meski demikian, secara kumulatif (Januari-Agustus) dua kawasan ini masih mencatat net impor yang lebih besar pada Pada triwulan IV 2012 mendatang, perekonomian Jawa dan Jakarta diprakirakan tumbuh sedikit lebih lambat dibanding periode triwulan laporan. Mulai melambatnya pertumbuh impor mengindikasikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga berpotensi tidak setinggi capaian pada periode triwulan laporan. Selain itu, kinerja ekspor diperkirakan masih dibayangi risiko perlambatan dengan belum adanya tanda-tanda pemulihan yang berarti dari krisis yang melanda sejumlah negara mitra dagang utama. Prospek perkembangan perdagangan luar negeri yang belum menunjukkan perbaikanan pada gilirannya berdampak pada melemahnya kinerja sektor tradables, terutama di sektor industri pengolahan. Sementara itu, sektor pertanian di sebagian besar Jawa menghadapi potensi mundurnya masa tanam padi akibat panjangnya musim kemarau tahun ini. Grafik I.2 Perkembangan Bulanan Ekspor Jawa-Jakarta Grafik I.3 Kontribusi Pertumbuhan Impor Kawasan 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 - (10,0) (20,0) %,yoy % Kendaraan Roda 4 (rhs) Bhn.Kimia (rhs) Tekstil (rhs) Industri ,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0-2,0-4,0-6,0-8, (10) (20) (30) (40) % JAWA JAKARTA KTI SUMATERA Pertumbuhan ekonomi KTI pada triwulan III 2012 diprakirakan berada di kisaran yang lebih tinggi yakni mencapai 7,2% (yoy), sementara ekonomi Sumatera relatif tumbuh stabil di kisaran 5,8% (yoy). Akselerasi pertumbuhan di KTI dipicu oleh kenaikan pertumbuhan wilayah Sulawesi, Maluku, Papua (Sulampua) hingga mencapai 10,2% (yoy) didukung adanya peningkatan kinerja sektor industri di wilayah ini. Hal ini didukung hasil pemantauan terhadap kinerja produksi beberapa industri berskala besar di wilayah ini, khususnya pengolahan gas (LNG tangguh), dan tepung terigu yang mengalami peningkatan cukup besar. Meski demikian, kinerja produksi hasil pertambangan seperti batu bara, tembaga, dan nikel yang memiliki peran besar dalam perekonomian Sulampua terindikasi masih cenderung melambat. Hal serupa diperkirakan juga terjadi di Kalimantan, Bali-Nusa Tenggara dan sebagian besar daerah yang menjadi basis produksi hasil tambang di Sumatera. Kinerja di sektor pertambangan dan perkebunan di KTI dan Sumatera yang melambat terutama dipengaruhi oleh permintaan ekspor yang menurun dan rendahnya harga di pasar global. Penurunan harga komoditas di pasar global untuk komoditas perkebunan terjadi ditengah kondisi produksi domestik yang relatif lebih baik, terutama untuk kelapa 2

9 sawit. Perkembangan harga komoditas karet yang terus mengalami penurunan beberapa waktu terakhir mendorong adanya kesepakatan tiga negara penghasil utama karet dunia Indonesia, Thailand, dan Malaysia untuk mengurangi ekspor karet alam ke pasar global melalui mekanisme Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) mulai 1 Oktober Perkembangan terakhir ini menyebabkan prospek ekspor karet nasional menjadi lebih rendah dari yang diprakirakan di awal, yakni menjadi 2,16 juta ton (sebelumnya 2,28 juta ton). Secara keseluruhan, menurunnya kinerja ekspor KTI dan Sumatera berkontribusi besar terhadap penurunan kinerja ekspor nasional. Perekonomian KTI pada triwulan IV 2012 diperkirakan tumbuh sedikit melambat, sementara Sumatera berpotensi untuk tetap tumbuh relatif stabil. Perkembangan eksternal yang masih diliputi ketidakpastian yang tinggi diperkirakan berdampak pada masih melemahnya kinerja ekspor dari dua kawasan ini. Secara keseluruhan, kinerja perekonomian KTI dan Sumatera pada triwulan IV 2012 lebih banyak ditopang oleh aktivitas domestik yang diperkirakan masih tetap kuat. Dalam kaitan ini, momentum untuk tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang tinggi diperlukan antara lain melalui upaya mengakselerasi implementasi proyek infrastruktur dalam kerangka MP3EI, khususnya di Sumatera dan KTI, dengan adanya langkah terpadu untuk mengatasi kendala yang menghambat implementasinya. Selain itu, langkah-langkah untuk memperkuat perdagangan antar daerah diperlukan sebagai bagian dari strategi antisipasi ketidakpastian global yang diperkirakan belum akan berakhir dalam jangka pendek. Grafik I.4 Kontribusi Pertumbuhan Ekspor Kawasan 2,6 2,5 2,4 Grafik I.5 Volume Ekspor Karet Alam Nasional juta ton 2,3 2,2 2,1 2 2,35 2,54 2,16 1, Sumber: Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Inflasi di berbagai daerah pada triwulan III 2012 masih terjaga pada level yang cukup rendah. Secara umum, hal ini didukung oleh terjaganya inflasi inti pada level yang rendah seiring dengan permintaan agregat dan nilai tukar rupiah yang terkelola dengan baik, ekspektasi inflasi yang terjaga, serta respons sisi penawaran yang cukup memadai. Sepanjang triwulan laporan terpantau kebijakan Pemerintah terkait harga (administered price) juga relatif minimal. Disamping itu, faktor koreksi harga bahan makanan yang cukup besar pasca siklus musiman terkait Ramadhan pada akhir triwulan laporan terjadi di sejumlah daerah, terutama Sumatera dan KTI, turut memengaruhi rendahnya inflasi di akhir triwulan laporan. Semakin besarnya perhatian Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia baik di tingkat Pusat (TPI) maupun Daerah (TPID) dalam menjaga stabilitas harga memiliki andil yang penting dalam meredam tekanan inflasi. 3

10 Perkembangan harga-harga umum hingga akhir 2012 diperkirakan masih akan terjaga pada kisaran sasaran inflasi nasional, yakni sebesar 4,5%±1%. Faktor positif yang diperkirakan mampu membawa inflasi terjaga pada tingkat yang rendah antara lain berlanjutnya penurunan harga komoditas global, ekspektasi inflasi masyarakat yang terjaga, serta kinerja sisi produksi yang memadai dalam merespons kuatnya permintaan domestik. Meski demikian, sejumlah faktor risiko masih perlu dicermati dalam upaya menjaga inflasi secara nasional tetap berada pada sasaranya antara lain terkait perkembangan harga di sejumlah kota di Jawa dan Jakarta yang cenderung terakselerasi, rencana penerapan beberapa kebijakan administered price, serta potensi gangguan terhadap kelancaran distribusi terutama di Sumatera dan KTI karena faktor cuaca. Menghadapi hal tersebut, langkah antisipasi yang diperlukan antara lain melalui penguatan strategi komunikasi guna menjaga ekspektasi inflasi masyarakat. Selain itu, pada saat yang bersamaan perlu dilakukan upaya lanjutan untuk menjaga terkendalinya inflasi pangan pada level yang rendah mengingat tekanan inflasi pangan secara historis cenderung meningkat sesuai dengan pola musiman akhir tahun. Grafik I.6. Perkembangan Inflasi Kawasan % ytd Sumatera % ytd KTI (1.00) (2.00) % ytd Jakarta % ytd Jawa (1.00) (1.00) Sumber: BPS (diolah) 4

11 BOKS I Peran Pembiayaan Infrastruktur dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi yang Berkesinambungan Percepatan Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing Sejalan dengan target Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk mencapai pendapatan per kapita di 2025 di kisaran USD15,000, maka perlu adanya upaya untuk menggiatkan kegiatan investasi. Hal ini semakin menjadi penting artinya dengan meningkatnya ketidakpastian ekonomi global yang telah berpengaruh terhadap perekonomian nasional dan regional melalui jalur transmisi ekspor. Peningkatan investasi diyakini dapat ikut menopang pertumbuhan ekonomi dengan mengkompensasi perlambatan ekspor. Investasi baik dari sumber asing maupun domestik selain mendukung pertumbuhan ekonomi juga berperan penting untuk memperkuat dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional maupun regional. Perkembangan investasi menunjukkan adanya ketimpangan secara spasial antara investasi di Jawa dan luar Jawa. Investasi di Jawa yang jauh lebih besar merupakan dampak dari tingkat aglomerasi ekonomi yang lebih besar dan dukungan infrastruktur yang lebih baik. Di Kawasan Indonesia Timur (KTI), investasi hanya mencapai sekitar 15,6% terutama disebabkan oleh minimnya infrastruktur pendukung yang mencakup akses, energi serta fasilitas pelayanan publik lainnya. Ketimpangan investasi yang terjadi saat ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi ke depan dan melalui MP3EI, diharapkan investasi di sektor riil maupun infrastruktur akan lebih terintegrasi dan efektif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing perekonomian. Sumatera 23,7 % Kalimantan 8.93 % Sulawesi 5,63 % Maluku 0.05 % Papua 0.97% Jawa 60.20% Bali dan Nusa Tenggara 3,74 % Sumber: BKPM, 2011 Gambar I.1 Persentase Investasi Kawasan 5

12 Berdasarkan asesmen terakhir dari World Economic Forum (WEF September 2012), peringkat daya saing Indonesia mengalami penurunan dari 46 menjadi 50 di tahun Penurunan indeks daya saing WEF tersebut lebih dipengaruhi oleh aspek persyaratan dasar yang mencakup institusi, infrastruktur dan fasilitas pelayanan publik. 2 Terkait dengan infrastruktur yang merupakan salah satu faktor utama dalam pertimbangan investasi baik dari sumber asing maupun domestik, berbagai kebijakan dan inisiatif dari pusat untuk mendorong pembangunan infrastruktur di daerah telah digulirkan. MP3EI secara khusus mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur strategis di 6 koridor ekonomi. Pembangunan proyek infrastruktur merupakan prasyarat penting untuk mengakselerasi dan memperluas pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan Indonesia. Namun pada kenyataannya masih terdapat banyak permasalahan yang terjadi di berbagai daerah dalam realisasi pembangunan infrastruktur. Tabel I.1 Indeks Daya Saing Indonesia Kondisi Persyaratan Dasar Institusi Infrastruktur Makroekonomi Kesehatan dan Pendidikan Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Ranking Skor Sumber: World Economic Forum Perkembangan Investasi Berdasarkan hasil validasi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), realisasi proyek graound breaking (GB) 2012 sampai dengan Juli 2012 mencapai 65%, sedikit lebih rendah dibandingkan realisasi proyek GB 2011 yang mencapai 87%. Hal ini terkait dengan berbagai kendala terutama masalah IPPKH (tumpang tindih lahan dengan kawasan hutan), RTRW, izin lokasi, konflik lahan, pendanaan, konflik dengan masyarakat dan kekurangan pasokan energi (khususnya gas untuk Pulau Jawa). KP3EI telah melakukan langkah-langkah debottlenecking yang dikoordinasikan baik di tingkat pusat maupun daerah. LAUNCHING MP3EI ( 27 MEI 2011 ) STATUS TERBARU ( 27 Juli 2012 ) TOTAL PROYEK GB* NILAI INVESTASI = Rp 356 T JUMLAH PROYEK = 99 proyek SEKTOR RIIL Nilai Investasi = Rp 194 T Jumlah Proyek = 49 proyek INFRASTRUKTUR Nilai Investasi = Rp 1 62 T Jumlah Proyek = 50 proyek PROSES Updating dan Validasi TOTAL PROYEK GB* NILAI INVESTASI = RP 140 T JUMLAH PROYEK = 36 proyek SEKTOR RIIL Nilai Investasi = Rp 89T Jumlah Proyek = 9 proyek INFRASTRUKTUR Nilai Investasi = Rp 51T Jumlah Proyek = 27 proyek Bagan I.1 Perkembangan Realisasi MP3EI Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian 2 Aspek penopang efisiensi Indonesia dari indeks daya saing WEF mengalami penurunan 2 peringkat, sedangkan faktor inovasi dan kecanggihan naik 1 peringkat. Selain aspek persyaratan dasar, kedua aspek ini juga menjadi perhatian investor dalam melakukan investasi di Indonesia. 6

13 Tabel I.2 Identifikasi Permasalahan MP3EI 2012 Permasalahan Total Proyek *) Triwulan III 2012 Investasi (Rp Milyar) Permasalahan Terkait IPPKH Permasalahan Kekurangan PasokanGas Permasalahan Terkait Permen ESDM no 7/ Permasalahan Terkait Penerbitan IUP Permasalahan Pelaksanaan Proyek KPS Sumber: Sekretariat PK3EI- Kemenko Bidang Perekonomian Realisasi proyek MP3EI 2012 di kawasan Jawa dan Kalimantan jauh lebih baik dibandingkan di kawasan lainnya. Adapun realisasi proyek MP3EI 2012 terendah di Papua dan Maluku walaupun berdasarkan rencana awal, nilai investasi terutama sektor riil di koridor Papua dan Maluku merupakan yang terbesar. Sedangkan untuk investasi infrastruktur, nilai investasi terbesar di kawasan Jawa yang mampu direalisasikan seluruhnya. Hal ini menjadi tantangan ke depan dalam kaitan dengan keseimbangan pertumbuhan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa dimana infrastruktur memegang peranan penting. Perlu adanya penguatan koordinasi yang lebih baik antara KP3EI dengan Tim Kerja Koridor Ekonomi dan Tim Kerja Lintas Sektor baik di pusat maupun daerah. Koridor Ekonomi Jumlah Proyek Tabel I.3 Validasi Investasi MP3EI 2012 Nilai Investasi (Rp. Milyar) Sektor Riil Infrastruktur Sektor Riil Infrastruktur Proyek Total Rencana Nilai Investasi (Rp. Milyar) Total Realisasi Proyek Nilai Investasi (Rp. Milyar) Sumatera , , , ,308 Jawa , , , ,523 Kalimantan , , , ,514 Sulawesi Bali - NT 2 3 1, , , ,540 Papua- Kep.Maluku , , , ,003 Total , , , ,86 Sumber: Sekretariat KP3EI Kemenko Bidang Perekonomian Tabel I.4 Indikasi Total Investasi MP3EI 2014 Koridor Ekonomi Indikasi Jumlah KPI Indikasi Kegiatan Investasi Indikasi Total Investasi s.d 2014 (Milliar Rp) Sektor Riil Infrastruktur SDM IPTEK Sumatera ,47 Jawa ,86 37,5 Kalimantan ,40 1,28 Sulawesi ,90 73,25 Bali-NT ,03 54,17 Papua-Maluku ,78 62,76 T O T A L ,92 318,43 Sumber: Sekretariat KP3EI Kemenko Bidang Perekonomian 7

14 Salah satu upaya mendorong identifikasi dan penyelesaian permasalahan yang terintegrasi untuk mendukung implementasi proyek MP3EI adalah dengan pembentukan Kawasan Prioritas Investasi (KPI). Merujuk pada indikasi investasi proyek MP3EI hingga 2014 nilai investasi akan mencapai sekitar Rp9 triliun yang terbagi atas sektor riil, infrastruktur, SDM dan Iptek. Jumlah tersebut cukup rendah dibandingkan dengan rencana awal investasi MP3EI di sektor infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung percepatan dan perluasan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan baseline pertumbuhan 7%-8%(yoy) untuk mencapai target yang dicanangkan. Pembiayaan Investasi Infrastruktur Salah satu permasalahan yang perlu menjadi perhatian adalah faktor pembiayaan terkait potensi penurunan penerimaan negara dengan adanya dampak dari perlambatan ekonomi global. Rencana pembiayaan proyek infrastruktur hingga 2014 dengan total investasi sebesar Rp2.4 triliun bertumpu pada partisipasi swasta, BUMN, Public Private Partnership (PPP), sedangkan alokasi anggaran dari APBN relatif kecil, sebesar 7,84% dari total kebutuhan. Koridor Ekonomi Tabel I.5 Rencana Pembiayaan MP3EI di Sektor Infrastruktur 2014 INFRASTRUKTUR s.d 2014 (Rp. Miliar) APBN BUMN Swasta PPP Campuran Kebutuhan Anggaran Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali-NT Papua-Maluku T O T A L Total Sumber: Sekretariat KP3EI Kemenko Bidang Perekonomian Perlunya dukungan dan keterlibatan seluruh pihak dalam pembiayaan investasi infrastruktur merupakan hal yang kritikal saat ini. Dukungan baik dari APBN dan APBD perlu ditingkatkan disamping adanya perbenahan prioritas dan strategis pembiayaan untuk proyek infrastruktur yang memiliki nilai strategis. Untuk itu perlu dilakukan sinkronisasi dan koordinasi baik di pusat maupun daerah dalam penyusunan RPJMN/RKP yang berorientasi pada pembangunan infrastruktur strategis. Disamping itu perlu dijajaki kemungkinan mendapatkan sumber pembiayaan lain untuk mendukung investasi infrastruktur yang strategis. Beberpa alternatif yang dapat dapat diupayakan adalah optimalisasi sumber dana melalui skema PPP atau kerja sama dengan BUMN/BUMD dan swasta. 8

15 Sumber: Sekretariat KP3EI Kemenko Bidang Perekonomian Bagan I.2 Skema Pembiayaan MP3EI Peran Fiskal Daerah dalam Pembiayaan Infrastruktur Optimalisasi fiskal daerah dan peran Pemerintah Daerah dalam mendukung investasi infrastruktur memiliki sejumlah tantangan terutama terkait dengan mekanisme penyerapan anggaran dan kapasitas fiskal daerah. Berdasarkan laporan Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA), rata-rata realisasi APBD Tw III 2012 baru mencapai 43,90% (per 18 Sep 2012), lebih rendah dari tahun lalu sekitar 45%. Penyerapan tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur (70%). Beberapa daerah juga menetapkan target realisasi yang terlampau optimistis yang berpotensi pada tidak tercapainya realisasi penyerapan pagu anggaran. Beberapa kendala dalam peningkatan penyerapan anggaran adalah dokumen pengadaan yang tidak lengkap, permasalahan terkait lahan khususnya untuk proyek prasarana dan sarana publik, penggantian Pimpinan Daerah dan kurangnya komitmen Pimpinan Daerah terhadap realisasi anggaran. 9

16 % realisasi penyerapan APBD % realisasi penyerapan APBD yg melebihi target % target realisasi penyerapan APBD Sumber: Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran, UKP4 Grafik I.1 Realisasi Penyerapan Anggaran Daerah per 18 September 2012 Provinsi Ratio Belanja Kategori Indeks Kapasitas thd PDRB Kapasitas Fiskal Fiskal Aceh Rendah North Sumatera Rendah West Sumatera Sedang Riau Tinggi Jambi Sedang South Sumatera Rendah Bengkulu Rendah Lampung 0.09 na Rendah Jakarta Sangat Tinggi West Java Rendah Central Java Rendah Yogyakarta Rendah East Java Rendah West Kalimantan Sedang Central Kalimantan Tinggi South Kalimantan Tinggi East Kalimantan Sangat Tinggi North Sulawesi Sedang Central Sulawesi Rendah South Sulawesi 0.13 na Rendah Southeast Sulawesi 0.21 na Rendah Bali Tinggi West Nusa Tenggara 0.14 na Rendah East Nusa Tenggara 0.34 na Rendah Maluku Rendah Papua 0.24 na Rendah North Maluku 0.80 na Sedang Banten Sedang Bangka Belitung 0.17 na Tinggi Gorontalo 0.36 na Rendah Riau Island Sangat Tinggi West Papua Tinggi West Sulawesi Rendah Tabel I.6 Ratio Belanja & Kapasitas Fiskal Daerah Sumber: Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran, UKP4 10

17 Selain masalah penyerapan anggaran daerah, terbatasnya kapasitas fiskal daerah juga menjadi hal yang membatasi kemampuan daerah untuk berpartisipasi lebih aktif dalam mendukung proyek investasi infrastruktur. Kapasitas fiskal daerah merupakan gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah yang memperhitungkan penerimaan umum APBD (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan yang dikurangi dengan belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Tabel I.6 memperlihatkan indeks kapasitas fiskal daeral 2011dan kategorinya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 244/PMK.07/2011. Kapasitas fiskal tertinggi dimiliki oleh DKI Jakarta dan Riau serta Kalimantan Timur yang memiliki dukungan sumber daya alam. Namun demikian, kapasitas fiskal yang tinggi tidak menjamin tingginya ratio belanja terhadap PDRB yang merupakan ukuran kontribusi Pemerintah Daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Disadari bahwa saat ini sebagian besar belanja daerah lebih diutamakan untuk belanja pegawai serta pengadaan barang dan jasa. Porsi belanja modal terutama yang mendukung investasi infrastruktur masih sangat terbatas. Pemerintah Daerah masih bergantung pada dana pusat untuk membiayai proyek infrastruktur di daerah. Namun demikian beberapa daerah seperti DKI Jakarta sudah mengalokasikan lebih dari 30% dari anggaran belanja untuk belanja modal walaupun sebagian besar digunakan untuk pengadaan barang dan jasa dibandingkan alokasi untuk pembangunan infrastruktur dan prasarana publik. Presentase belanja modal terhadap APBD di KTI dan Sumatera lebih tinggi dibandingkan Jawa sejalan dengan kebutuhan infrastruktur, namun nilai belanja modal di kedua kawasan tersebut masih jauh dari kebutuhan pengembangan infrastruktur yang memadai. Ke depan, daerah perlu lebih strategis dan memberikan prioritas pada alokasi belanja modal yang berkualitas disamping efisien. Pengertian belanja modal berkualitas adalah penggunaan alokasi anggaran untuk proyek infrastruktur strategis yang terencana dengan matang dan dapat dipertanggungjawabkan efektivitasnya % Bag.Utara Bag. Tengah Bag. Selatan Bag. Barat Bag. Tengah Bag. Timur Balnustra Kalimantan Sulampua Sumatera DKI Jawa KTI A Grafik I.2 Persentase Belanja Modal terhadap Total APBD 11

18 70 60 % Bag.Utara Bag. Tengah Bag. Selatan Bag. Barat Bag. Tengah Bag. Timur Balnustra Kalimantan Sulampua Sumatera DKI Jawa KTI A Grafik I.3 Persentase PAD terhadap Total APBD Dalam kaitan dengan kapasitas fiskal, persentase PAD juga merupakan hal yang perlu menjadi perhatian sejalan dengan semangat otonomi daerah dimana daerah diberikan hak untuk menarik PAD, namun di sisi lain juga dapat membelanjakan anggaran secara efisien dan strategis. Disamping itu, otonomi daerah juga memberikan ruang terhadap Pemerintah Daerah untuk menawarkan insentif fiskal untuk proyek investasi strategis seperti infrastruktur. Namun pada kenyataannya, belum banyak daerah yang mampu melakukan perimbangan antara hak mengumpulkan PAD dan kewajiban mengalokasikan anggaran belanja seoptimal mungkin. Hal ini terbukti dari besarnya SILPA yang terjadi di akhir tahun. Sebagian daerah juga belum mampu mengoptimalkan insentif fiskal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan terutama pembangunan infrastruktur. Menimbang pada permasalahan yang ada, perlu dikembangkan alternative pembiayaan dari sumber lain di luar APBD sesuai regulasi yang berlaku untuk investasi infrastruktur yang layak secara finansial. Beberapa alternatif adalah penggunaan SILPA, kerjasama dengan swasta melalui skema PPP dan pinjaman daerah terutama melalui obligasi daerah yang didukung oleh penerimaan dari proyek infrastruktur yang dibangun. Sumber Pembiayaan Daerah Penerimaan APBD/ SILPA Public Private Partnership Proyekberskalakecil, tidak layak secara finansial, dan tidak memilikinilai ekonomispanjang Proyekyang layak secarafinansial Pinjaman Daerah Pinjaman konvesional Obligasi Daerah Proyekdenganumur ekonomisjangka pendek Proyekdenganumur ekonomisjangkapanjang (10 tahun) Bagan I.3 Persentase PAD terhadap Total APBD 12

19 Ke depan, daerah juga dituntut untuk lebih strategis dalam menentukan prioritas alokasi belanja untuk memacu investasi dalam menghadapi potensi melambatnya ekonomi. Adapun beberapa tantangan fiskal daerah ke depan adalah sebagai berikut : Penurunan PAD terutama dari pajak dan restribusi yang bersumber pada kegiatan ekspor terutama daerah eksportir sumber daya alam, mengingat permintaan yang melambat dan harga yang menurun. Selain itu terdapat potensi perlambatan perekonomian secara umum yang juga akan berpengaruh pada PAD. Tuntutan pembangunan prasarana dan sarana publik untuk mendukung investasi terkait dengan persaingan di wilayah Asia khususnya Asia Tenggara dalam menarik investasi menjelang Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) Perlu disadari bahwa daya saing negara ASEAN lain juga dipacu untuk semakin baik dalam rangka berkompetisi di pasar global. Peningkatan kapasitas fiskal yang diukur dari unsur PAD serta peningkatan baik kuantitas, kualitas dan realisasi dari belanja modal daerah yang diarahkan untuk pembangunan infrastruktur. Peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam optimalisasi fiskal daerah untuk mendukung pembangunan dan investasi terutama di sektor utama yang dapat menaikkan daya saing daerah. Dukungan terhadap MP3EI yang terbatas khususnya untuk pembangunan infrastruktur perlu ditingkatkan dengan melakukan sinergi dan kerja sama dalam hal pembiayaan proyek infrastruktur serta koordinasi antara KP3EI dan Tim Kerja Koridor Ekonomi dan Tim Kerja Lintas Sektor di daerah. 13

20 Bab II Perekonomian Kawasan Sumatera Triwulan III 2012 A. PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Sumatera relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Dibandingkan triwulan sebelumnya ekonomi Sumatera tumbuh stabil sebesar 5,8% (yoy). Berdasarkan wilayah, Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) tumbuh meningkat dari triwulan sebelumnya 6,1% (yoy) menjadi 6,2% (yoy). Peningkatan pertumbuhan didorong oleh peningkatan pertumbuhan di sektor pertanian seiring dengan puncak panen kelapa sawit dan juga meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan terkait meningkatnya permintaan dan juga pasokan bahan baku yang lebih baik. Di sisi lain, Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) diestimasikan tumbuh melambat dari semula tumbuh 5,3% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perlambatan bersumber dari sektor pertambangan sejalan dengan volume lifting produksi migas di Riau yang terus mengalami penurunan. Sementara Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) diestimasikan stabil dengan tumbuh sebesar 6,1% (yoy). Pertumbuhan didorong oleh sektor pertanian melalui peningkatan produksi kelapa sawit. Pertumbuhan Sumbagsel harus tertahan akibat melambatnya kinerja sektor pertambangan, khususnya timah dan batubara dengan semakin melemahnya harga komoditas tersebut di pasar internasional. Kawasan 2010 Tabel II.1. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera I II III IV I II IIIf Sumatera 5,6 5,9 6,2 5,9 6,0 6,0 5,9 5,8 5,8 Sumatera Bag. Utara 5,5 6,2 6,5 6,5 6,0 6,3 6,0 6,1 6,2 Sumatera Bag. Tengah 5,4 5,6 5,5 5,4 5,3 5,4 5,6 5,3 5,2 Sumatera Bag. Selatan 5,8 6,3 6,8 6,2 6,9 6,5 6,3 6,1 6,1 Sumber: BPS, diolah f angka perkiraan Bank Indonesia yoy Di sisi permintaan, konsumsi memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera. Pertumbuhan konsumsi khususnya konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2012 diestimasikan tumbuh 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,3% (yoy). Konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi mencapai 3,0%, lebih tinggi dibandingkan kontribusi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,8%. Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga terjadi seiring tingginya permintaan pada momentum puasa dan perayaan lebaran serta meningkatnya pendapatan terkait dengan Tunjangan Hari Raya (THR). 14

21 Peningkatan konsumsi rumah tangga terindikasi dari meningkatnya Indeks Keyakinan Konsumen di semua wilayah di Sumatera. Arah peningkatan juga terlihat pada Indeks Penghasilan Saat Ini yang mencapai puncaknya pada perayaan lebaran seiring dengan realisasi penerimaan tambahan pendapatan rumah tangga yang berasal dari Tunjangan Hari Raya (THR). Tingginya tingkat permintaan turut mendorong meningkatnya impor makanan dan minuman. Volume impor makanan dan minuman pada triwulan III tumbuh 8,9% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan volume impor pada triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,8% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi pemerintah masih tertahan. Konsumsi pemerintah dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh melambat dari semula tumbuh 5,7% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). Perlambatan pertumbuhan salah satunya bersumber dari realisasi belanja barang dan jasa yang masih rendah. Realisasi belanja secara keseluruhan APBD Se- Sumatera hingga semester I-2012 masih sangat rendah meskipun telah dilakukan pemantauan oleh Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA). Kondisi ini juga terlihat dengan masih besarnya dana Pemerintah Daerah yang disimpan dalam bentuk giro di Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang mencapai Rp36,2 triliun atau meningkat 52,8% dibandingkan akhir tahun sebelumnya. Maraknya pembangunan aset kegiatan usaha dan infrastruktur mendorong meningkatnya pertumbuhan investasi. Investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) diestimasikan tumbuh 9,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 8,8% (yoy). Peningkatan investasi didorong oleh upaya pelaku usaha swasta untuk meningkatkan kapasitas usahanya dalam memenuhi permintaan konsumsi masyarakat yang tinggi. Selain itu, beberapa pembangunan infrastruktur berlangsung di Sumatera terkait dengan pembenahan fasilitas pelabuhan, seperti Pelabuhan Belawan di Sumatera Utara, Pelabuhan Teluk Bayur di Sumatera Barat dan juga infrastruktur persiapan pelaksanaan PON 2012 di Riau. Dari sisi pelaku swasta, peningkatan kapasitas usaha di Sumatera terlihat melalui indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang meningkat dari triwulan sebelumnya 72,33% menjadi 91,25%. Selain itu, penyaluran kredit investasi oleh bank umum di Sumatera pada posisi terakhir triwulan III juga mengalami peningkatan sebesar 36,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang juga tumbuh tinggi sebesar 35,2% (yoy). Kinerja ekspor beberapa komoditas utama masih mengalami tekanan. Posisi terakhir di triwulan III menunjukkan volume ekspor non-migas Sumatera mengalami penurunan 32,0% (yoy). Penurunan volume ekspor terjadi pada karet mentah yang menurun 6,9% (yoy), batubara menurun 10,1% (yoy) dan timah menurun 5,1% (yoy). Penurunan volume ekspor terjadi pada negara tujuan utama ekspor seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Cina yang juga mulai terkena imbas gejolak ekonomi global. Namun di sisi lain, volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) masih menunjukkan peningkatan sebesar 23,4% (yoy) seiring dengan pasokan produksi yang melimpah pada puncak panen raya kelapa sawit. Dengan tidak mampu terserap seluruhnya pasokan kelapa sawit oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) domestik, mendorong peningkatan volume ekspor meskipun harga di pasar dunia masih cenderung menurun dibandingkan posisi awal tahun. 15

22 share, yoy (%) yoy (%) Triwulan III 2012 Tekanan pada ekspor mendorong pengusaha maupun eksportir mulai melakukan beberapa penyesuaian. Negara produsen utama karet di dunia yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) antara lain Indonesia, Malaysia dan Thailand sepakat untuk memangkas ekspor komoditas itu sekitar ton. Pembatasan tersebut tercantum dalam Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) yang berlaku mulai 1 Oktober Selain itu, berdasarkan survei terhadap kontak liaison ke pelaku perkebunan karet mengatakan bahwa mereka akan berupaya meningkatkan kualitas bahan baku karet hasil sadapan untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan produksi. Untuk kepentingan jangka panjang, beberapa pelaku perkebunan karet mulai melakukan peremajaan kembali pohon karet seperti di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Di sisi lain, beberapa pelaku perkebunan kelapa sawit dan juga kopi berupaya menggarap lebih serius pasar domestik yang permintaannya masih tinggi, sementara untuk komoditas karet dan batubara mengalihkan pasar negara tujuan ekspor yang potensial menyerap hasil produksi komoditas tersebut. Tabel II.2. Pertumbuhan Sisi Permintaan Ekonomi Sumatera Jenis Penggunaan * Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi (PMTB) Ekspor Dikurangi Impor PDRB Konsumsi (sisi kanan) Investasi Net Ekspor (Impor) Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi (PMTB) Ekspor Dikurangi Impor PDRB Konsumsi Investasi Net Ekspor (Impor) Sumber: BPS di Sumatera (diolah) dan Prakiraan KPwBI di Sumatera Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh meningkat. Sektor industri pengolahan diestimasikan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 3,0% (yoy) menjadi 3,9% (yoy). Peningkatan pertumbuhan didorong oleh meningkatnya kapasitas produksi untuk merespon tingginya tingkat permintaan pada bulan puasa dan lebaran, khususnya pada industri makanan dan minuman. Peningkatan juga terjadi pada industri pengolahan kelapa sawit seiring dengan banyaknya pasokan bahan baku kelapa sawit pada puncak panen. Selain itu, pengembangan infrastruktur pelabuhan, salah satunya di Pelabuhan Belawan- Sumut, turut mendukung kelancaran pasokan bahan baku baik yang berasal dari pasokan antar daerah maupun impor. 16

23 Ton Rp/kg USD cent/kg Triwulan III 2012 Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) tumbuh meningkat sejalan dengan peningkatan produksi sektor industri pengolahan dan peningkatan permintaan konsumsi. Sektor PHR diestimasikan tumbuh meningkat dari semula 9,0% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Sektor PHR memberikan kontribusi pertumbuhan terbesar yakni mencapai 1,6%. Meningkatnya aktivitas ekonomi terkait lebaran serta optimisme konsumen yang meningkat mendorong sektor PHR tumbuh cukup tinggi. Perdagangan antar daerah semakin bergairah terlihat dengan maraknya aktivitas bongkar muat melalui beberapa pelabuhan di Sumatera. Selain itu, arus penumpang terkait perayaan lebaran melalui pelabuhan udara di beberapa daerah di Sumatera khususnya pada seminggu sebelum dan sesudah lebaran menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun lalu. Hal ini turut berdampak positif pada subsektor lain seperti kegiatan usaha hotel dan restoran. Perkembangan sektor pertanian dan sektor pertambangan yang melambat menahan kinerja pertumbuhan ekonomi Sumatera untuk tumbuh lebih tinggi. Sektor pertanian diestimasikan tumbuh 4,5%, relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,6% (yoy). Produksi karet lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya seiring masuknya musim gugur daun pohon karet. Harga karet di pasar dunia yang masih dalam trend penurunan juga turut mengurangi insentif petani karet untuk meningkatkan produksinya. Harga karet pada posisi terakhir September berada pada level USD314,2 sen/kg atau terkoreksi sebesar 33% dibandingkan tahun lalu. Penurunan produksi karet sudah terlihat di wilayah Sumbagsel, di mana pada sepanjang Juli-Agustus mengalami penurunan sebesar 20,6%, dari 82,9 ribu ton menjadi 66,2 ribu ton. Kondisi ini berdampak pada pendapatan petani perkebunan, terlihat pada trend Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang turun lebih melandai dibandingkan Indeks NTP secara umum. Grafik II.1 Perkembangan Produksi Karet di Sumatera Bagian Selatan Grafik II.2 Perkembangan Harga Karet Domestik (Bokar) dan Harga Karet Internasional 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30, ,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 Bokar (Karet Domestik) (LHS) Karet Dunia (RHS) Pertumbuhan sektor pertambangan pada triwulan III diestimasikan hanya tumbuh 0,4% (yoy), melanjutkan stagnasi pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang juga hanya tumbuh 0,7% (yoy). Kondisi ini terutama dipengaruhi volume lifting produksi minyak bumi, khususnya di Riau, yang terus mengalami penurunan seiring dengan usia sumur yang semakin tua, dan belum digunakannya teknologi lebih moderen untuk meningkatkan produksi. Meskipun telah dimulai eksplorasi blok migas baru di Kep. Riau, namun belum memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan produksi migas. 17

24 ribu barel/hari Triwulan III 2012 Tekanan pada sektor pertambangan semakin bertambah dengan kondisi pertambangan timah yang melesu terkait terus menurunnya harga di pasar internasional. Posisi terakhir di triwulan III, rata-rata harga timah di London Mercantile Exchange (LME) berada pada level USD19.294/MT atau terkoreksi 21,9% dibandingan tahun lalu. Berdasarkan informasi kontak liaison, di Sumabgsel beberapa pabrik peleburan timah (Smelter) sebagian besar tutup mengingat harga jual tidak cukup untuk menutupi biaya produksi. Data produksi PT Timah pada periode Juli-Agustus menunjukkan produksi bijih timah dan logam timah masing-masing mengalami penurunan sebesar 16,7% dan 20,6% dibandingkan posisi yang sama tahun lalu. Kinerja pertambangan batubara belum menunjukkan peningkatan. Hal ini seiring dengan perkembangan harga batubara di pasar internasional yang menurun 23,5% dibandingkan posisi yang sama tahun lalu menjadi USD61,2/MT. Untuk meningkatkan marjin keuntungan ekspor batubara, dalam jangka menengah sejumlah pelaku usaha (PT Bukit Asam) akan melakukan efisiensi biaya operasional dengan mengoperasikan secara penuh pembangkit listrik berkekuatan 3x10 MW mulai pertengahan triwulan III Grafik II.3 Perkembangan Produksi Timah di Sumatera Bagian Selatan Grafik II.4 Perkembangan Volume Lifting Migas di Sumatera Bagian Tengah 4,000 3,500 3, ,00 420,00 400,00 2, ,00 2, ,00 1,500 1, Produksi Bijih Timah (ton) Logam Timah (Mton) ,00 320,00 300,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II Di sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan masih mencatat pertumbuhan didukung kondisi iklim. Hal ini dipengaruhi terutama oleh kinerja produksi beberapa komoditas utama di sektor pertanian yang cenderung meningkat, didukung oleh kondisi iklim yang relatif lebih baik. Di sisi lain, sektor industri terutama industri berbasis sumber daya alam - diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cenderung melambat terkait dengan penurunan harga di pasar global. Di samping itu, beberapa permasalahan terkait dengan keterbatasnya pasokan gas untuk industri yang terjadi di Sumut dan menurunnya kinerja industri perkapalan di Kepulauan Riau turut berpengaruh pada melemahnya kinerja industri Sumatera secara keseluruhan. 18

25 B. INFLASI Inflasi tahunan Sumatera pada triwulan III-2012 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 4,99% (yoy) menjadi 3,38% (yoy), berada dibawah prakiraan sebelumnya. Pencapaian inflasi ini berada di bawah rata-rata inflasi tahunan dalam tiga tahun terakhir sebesar 5,24% (yoy) dan dibandingkan inflasi nasional sebesar 4,31% (yoy). Penurunan inflasi di triwulan III utamanya bersumber dari melambatnya inflasi baik pada kelompok volatile foods (VF), administered prices dan maupun inflasi inti (core). Berdasarkan wilayah, inflasi yang tertinggi terjadi di Wilayah Sumbagteng sebesar 3,73% (yoy) dan terendah di Sumbagut sebesar 2,86% (yoy). Sementara berdasarkan provinsi, inflasi yang tinggi terjadi di Bangka Belitung sebesar 5,83% (yoy) dan terendah di NAD sebesar 2,06% (yoy). Inflasi yang relatif rendah pada triwulan ini, selain disebabkan oleh faktor koreksi harga paska lebaran, juga tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Tim Pengendalian inflasi (TPID) dalam menjaga kestabilan harga khususnya pada puasa dan lebaran Idul Fitri, baik berupa kegiatan pemantauan, intervensi harga, langkah persuasif, maupun penyampaian informasi kepada masyarakat. Grafik II.5. Perkembangan Inflasi antar Wilayah di Sumatera Sumbagut Sumatera Sumbagteng Rata-rata inflasi 3 tahun terakhir Inflasi Tw II-2012 Inflasi Tw III-2012 Sumbagsel C. ASESMEN PERBANKAN Perkembangan perbankan di Sumatera menunjukkan perkembangan yang positif dengan meningkatnya pertumbuhan baik aset, kredit maupun Dana Pihak Ketiga (DPK). Aset bank umum di Sumatera pada posisi terakhir triwulan III-2012 mencapai Rp486,9 triliun atau tumbuh 18,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 16,4% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset didorong oleh upaya perbankan untuk ekspansi usahanya mengingat wilayah Sumatera dijadikan fokus pendanaan (financing), sehingga dibutuhkan perluasan usaha untuk menjangkau berbagai daerah potensial. 19

26 Persen Persen Triwulan III 2012 Penghimpunan DPK relatif stabil dengan sedikit mengalami peningkatan. Jumlah DPK yang dihimpun oleh bank umum di wilayah Sumatera pada posisi terakhir di triwulan III tumbuh 14,8% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 13,6% (yoy). Peningkatan bersumber dari meningkatnya simpanan pelaku usaha maupun dana pemerintah daerah dalam bentuk giro dari semula tumbuh 13,6% (yoy) menjadi 14,8% (yoy). Sementara di sisi lain jumlah tabungan relatif stabil dengan tumbuh 16,9% (yoy). Stabilnya pertumbuhan tabungan dipicu oleh tingginya kebutuhan konsumsi masyarakat terkait lebaran sehingga tidak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Begitupula dengan jumlah deposito yang tumbuh melambat dari semula 9,6% (yoy) menjadi 8,9% (yoy) akibat meningkatnya preferensi masyarakat terhadap simpanan jangka pendek mengingat keperluan pemenuhan konsumsi pada momentum lebaran. Penyaluran kredit produktif tumbuh meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan pembiayaan kegiatan usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Kredit modal kerja sepanjang triwulan II dan III tumbuh meningkat dari 32,2% (yoy) menjadi 33,7% (yoy), begitu juga kredit investasi yang meningkat dari 35,2% (yoy) menjadi 36,3% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit produktif tersebut terkait dengan upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas produksinya terkait dengan pemenuhan konsumsi masyarakat yang tinggi. Sementara di sisi lain, kredit konsumsi relatif tumbuh melambat dari semula 21,2% (yoy) menjadi 19,6% (yoy). Hal ini sejalan dengan pertumbuhan tabungan yang relatif stabil di mana pemenuhan konsumsi yang tinggi terkait momentum lebaran sebagian besar dipenuhi dengan mengurangi jumlah tabungan dan juga melalui tambahan pendapatan melalui tunjangan hari raya. Grafik II.6 Perkembangan LDR Bank Umum di Sumatera Grafik II.7 Perkembangan NPL Bank Umum di Sumatera I II III IV I II III* - I II III IV I II III* Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit pada beberapa sektor ekonomi utama menunjukkan peningkatan pertumbuhan. Penyaluran kredit di sektor pertanian dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh meningkat dari 55,3% (yoy) menjadi 58,5% (yoy). Peningkatan bersumber dari tingginya kebutuhan investasi perkebunan kelapa sawit dan karet, terutama seiring dengan upaya peremajaan tanaman yang dilakukan untuk mendukung produksi komoditas utama perkebunan tersebut dalam jangka panjang. Pertumbuhan kredit di sektor industri pengolahan juga meningkat dari 18,8% (yoy) menjadi 20,6% (yoy) terkait dengan upaya peningkatan kapasitas produksi industri, khususnya industri makanan dan minuman, serta industri pengolahan kelapa sawit. Sementara itu, 20

27 penyaluran kredit di sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh meningkat signfikan dari 36,6% (yoy) menjadi 41,0% (yoy) seiring maraknya aktivitas perdagangan domestik antar daerah di triwulan III terkait perayaan lebaran. Derasnya penyaluran kredit mendorong persentase Loan-to-Deposit Ratio (LDR) terus meningkat melebihi 100%. LDR bank umum di Sumatera pada triwulan III mencapai 109,0%, konsisten berada di atas 100% dan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 108,3%. Dengan kondisi di mana laju peningkatan penyaluran kredit lebih tinggi dibandingkan penghimpunan DPK-nya menunjukkan karakteristik wilayah Sumatera yang difokuskan pada penyaluran kredit (financing) dibandingkan sebagai daerah penyerapan dana masyarakat (funding). Meskipun penyaluran kredit terus meningkat, namun kualitas kredit tetap terjaga. Non-Performing Loan (NPL) bank umum di Sumatera pada triwulan III masih pada posisi yang relatif terjaga, yaitu pada level 2,34% atau relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,33% D. PROSPEK PEREKONOMIAN Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan IV-2012 diperkirakan relatif stabil, yakni masih akan berada di kisaran 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh peningkatan konsumsi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap tumbuh meningkat seiring dengan masih kuatnya daya beli masyarakat, serta terkait pula dengan momentum perayaan akhir tahun yang diperkirakan turut mendongkrak pengeluaran konsumsi masyarakat. Selain itu, pada triwulan IV pertumbuhan juga didorong oleh realisasi belanja konsumsi pemerintah yang diperkirakan mencapai puncaknya di akhir tahun, khususnya belanja barang dan jasa. Kinerja net-ekspor diperkirakan relatif membaik, salah satunya didorong oleh akumulasi stok karet yang selama ini menumpuk akibat menurunnya harga karet di pasar internasional, kemudian akan diekspor mengingat jangka penyimpanan karet mentah yang tidak dapat berlangsung lama. Sementara itu, impor diperkirakan mulai melambat dengan menurunnya permintaan pupuk impor, dan juga menurunnya impor bahan baku produksi terkait dengan investasi yang diperkirakan mulai melambat dengan tidak banyaknya realisasi investasi oleh pelaku swasta di akhir tahun. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2012 diperkirakan sebesar 5,8% (yoy), relatif melambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 6,0% (yoy). Perlambatan pertumbuhan terjadi akibat akumulasi dampak pelemahan permintaan dunia sepanjang 2012 terhadap pertumbuhan ekspor dan sektor industri berbasis ekspor. Meskipun beberapa sektor pada triwulan III dan IV diperkirakan masih mencatat pertumbuhan, namun secara keseluruhan tahun, sektor-sektor tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor pertanian secara umum diperkirakan melambat sehubungan dengan penurunan produksi akibat kendala cuaca yang kurang kondusif sepanjang awal tahun. Sektor industri pengolahan secara kumulatif diperkirakan tumbuh melambat akibat tekanan pada industri berorientasi ekspor seiring dengan belum pulihnya permintaan dunia. Sektor pertambangan juga tumbuh melambat 21

28 dengan cadangan migas yang terus menurun, serta belum adanya penggunaan teknologi yang lebih moderen dalam menoptimalisasi hasil eksplorasi pada sumur-sumur migas yang sudah tua. Sementara itu, sektor perdagangan diperkirakan meningkat dengan aktivitas perdagangan antar daerah yang marak dengan mencapai puncaknya pada triwulan III dan IV. Sementara itu, prospek inflasi Sumatera pada triwulan IV-2012 diperkirakan meningkat dari 3,38% (yoy) di triwulan III menjadi 4,34% (yoy). Tekanan inflasi pada kelompok volatile food diperkirakan meningkat terkait dengan adanya ancaman kondisi kekeringan dan masuknya masa paceklik di Jawa sehingga berpotensi mengganggu pasokan bahan makanan (khususnya cabe dan bawang merah) dan dapat memicu spekulasi harga oleh pedagang. Di wilayah Sumbagsel, diperkirakan panen beras di Desember akan mundur ke Januari karena tertundanya musim tanam akibat kondisi kekeringan saat ini. 22

29 Bab III Perekonomian Kawasan Jakarta A. PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan III 2012 diprakirakan berada di kisaran 6,6% (yoy). Perlambatan ekonomi global terutama di Uni Eropa memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kinerja ekspor terutama dari sektor manufaktur Jakarta. Namun di sisi lain, masih kuatnya permintaan domestik diyakini mampu menopang pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian ekonomi global yang diprediksi belum akan selesai dalam jangka pendek. Selain itu, investasi khususnya dari investasi bangunan diperkirakan juga akan mampu mengimbangi dampak perlambatan ekspor. Sektor utama Jakarta yaitu sektor Konstruksi; sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; serta sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan diyakini akan tetap tumbuh dan mendukung perekonomian Jakarta, walupun di beberapa sektor terjadi perlambatan sebagai dampak dari libur Lebaran Kuatnya konsumsi rumah tangga didukung oleh berbagai indikator tingkat keyakinan konsumen dan ekspektasi masyarakat Jakarta terhadap kondisi ekonomi. Hasil survei konsumen Bank Indonesia memperlihatkan bahwa baik persepsi terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun keyakinan dan ekspektasi terhadap kondisi perekonomian Jakarta ke depan mengalami peningkatan. Level indeks dari tiga indikator tersebut terus mengalami peningkatan semenjak berada di level terendah pada akhir triwulan I Walaupun terjadi penurunan ekspor akibat dari faktor eksternal namun pelaku ekonomi secara umum masih memiliki keyakinan atas kuatnya konsumsi rumah tangga di Jakarta. Hal ini didukung beberapa indikator tenaga kerja yang juga dalam tren meningkat. Persepsi masyarakat Jakarta pada ketersediaan lapangan kerja maupun tingkat penghasilan dalam tren meningkat dan demikian pula halnya dengan ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja dan tingkat penghasilan ke depan. Masih kuatnya konsumsi rumah tangga juga terlihat dari meningkatnya ketepatan waktu pembelian barang tahan lama (durable goods) disamping juga peningkatan pembelian properti baik untuk tempat tinggal maupun investasi. Selain itu, survei penjualan eceran mengkonfirmasi masih kuatnya konsumsi rumah tangga di Jakarta. Keseluruhan faktor tersebut juga sejalan dengan meningkatnya ekspektasi kegiatan usaha di Jakarta dan pertumbuhan kredit konsumsi di Jakarta Indeks Grafik III.1 Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi saat Ini Indeks Ekspektasi Konsumen Indeks Grafik III.2 Indeks Penghasilan & Lapangan Kerja Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad Indeks Ketersediaan Lap. Kerja Indeks Penghasilan saat ini Ekspektasi Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad 23

30 Grafik III.3 Indeks Kegiatan Usaha & Konsumsi Barang Tahan Lama Grafik III.4 Survei Penjualan Eceran Indeks indeks %,yoy Ekspektasi Kegiatan Usaha Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama Indeks SPE gindeks SPE Realisasi anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di triwulan III 2012 diprakirakan melambat dibandingkan periode yang sama pada tahun Potensi perlambatan realisasi anggaran Pemprov DKI Jakarta terindikasi dari laporan Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) yang menginformasikan posisi penyerapan APBD hingga 18 September 2012 baru mencapai 31,02% untuk dana dekonsentrasi. Secara khusus, penyerapan dana dekonsentrasi di DKI Jakarta merupakan salah satu yang terendah berdasarkan catatan TEPPA hingga akhir September Hal ini akan mempengaruhi realisasi belanja modal yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan perekonomian Jakarta. Rendahnya penyerapan anggaran di Tw III antara lain ditengarai sebagai dampak dari proses pergantian kepemimpinan di Pemprov DKI Jakarta. Proses Pilkada 2 putaran di Tw III dan juga adanya faktor Lebaran berpotensi menurunkan kinerja realisasi anggaran Pemprov DKI Jakarta. Adapun data hingga triwulan II masih menunjukkan kinerja yang cukup baik dengan adanya peningkatan dibandingkan periode yang sama di Grafik III.5 Realisasi Anggaran Pemerintah Grafik III.6 Pertumbuhan Konsumsi Semen & Produksi Kendaraan Bermotor %, yoy I II III IV I II III IV I II Persentase Realisasi PAD (rhs) Persentase Realisasi Belanja Modal (rhs) Persentase Realisasi Total Belanja (rhs) gproduksi Kendaraan g.kons Semen Jkt 24

31 Milyar USD Grafik III.7 Pertumbuhan Investasi I II III IV I II III IV I II III IV I II Realisasi FDI Realisasi Investasi Domestik gkredit Investasi (rhs) % 95% 90% 85% 80% 75% 70% Grafik III.8 Perkembangan Properti I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II gstok Kantor Sewa gstok Ritel Sewa Okupansi Kantor Sewa Okupansi Ritel Sewa Okupansi Apartemen sewa Investasi di DKI Jakarta diprakirakan tetap tumbuh meningkat di Tw III 2012 sejalan dengan mengalirnya dana investasi asing dan masih kuatnya permintaan domestik. Investasi bangunan diyakini masih cukup kuat walaupun telah ada kebijakan terkait down payment dan loan to value ratio (LTV) untuk menjaga pasar properti dari risiko bubble. Kebijakan Bank Indonesia tersebut belum terlalu terlihat dampaknya dan diprakirakan akan mempengaruhi pasar properti hunian kelas atas dan terutama investor. Namun demikian untuk properti komersial yaitu ruang ritel dan perkantoran, permintaan tetap kuat sehingga kenaikan harganya cenderung tinggi karena stoknya relatif terbatas khususnya untuk daerah utama bisnis. Masih tingginya investasi bangunan juga terlihat dari konsumsi semen yang naik cukup tajam setelah melewati masa libur Lebaran. Sedangkan investasi non bangunan yang juga diprakirakan dalam tren meningkat adalah di sektor transportasi dan komunikasi, perdagangan dan jasa sejalan dengan masih kuatnya perekonomian terutama konsumsi domestik. (20.000) (40.000) (60.000) (20.000) (40.000) (60.000) juta USD Grafik III.9 Nilai Ekspor dan Impor JAWA Jakarta juta USD JAKARTA (10) (20) (30) Grafik III.10 Arus Bongkar Muat Barang Tg. Priok %,yoy CMA g.bongkar g.muat Di Triwulan III 2012, ekspor non migas Jakarta semakin menunjukkan perlambatan yang cukup signifikan seiring dengan penurunan permintaan global. Penurunan permintaan akibat ketidakpastian ekonomi di negara maju telah berdampak pada kinerja negara Asia terutama China dan India yang merupakan salah satu mitra dagang terbesar produk Jakarta. Walaupun telah ada upaya mengalihkan ekspor ke Afrika dan Timur Tengah, namun nilai 25

32 ekspor khususnya ekspor manufaktur Jakarta tetap menunjukkan indikasi kuat adanya penurunan yang cukup signifikan. Nilai ekspor non migas melalui DKI Jakarta pada bulan Agustus 2012 menurun 17,13 persen (mtm) dan bila dibandingkan dengan nilai ekspor pada perode yang sama tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 14,61 persen. Sedangkan nilai ekspor produk Jakarta menurun 22,89 persen (mtm) dan lebih rendah 27,17 persen dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama di Penurunan ekspor manufaktur Jakarta terutama pada produk kendaraan dan bagiannya, mesin dan peralatan listrik. Penurunan ekspor juga terindikasi dari data arus bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok yang terus menurun. Di tengah semakin menurunnya ekspor yang cukup tajam di Agustus 2012, impor melalui Jakarta juga mengalami koreksi. Volume impor bahan baku, barang modal dan barang konsumsi melambat sepanjang Tw III. Penurunan impor bahan baku dan barang modal memberikan indikasi adanya rasionalisasi pelaku ekonomi dalam mengantisipasi melemahnya permintaan ekspor. Hal ini terlihat dari jenis impor yang menurun tajam adalah impor kendaraan dan bagiannya, mesin dan peralatan listrik serta besi dan baja. Walaupun secara nilai, impor melalui DKI Jakarta pada bulan Agustus 2012 menurun 27,14% (mtm) atau 11,69% (yoy), masih terjadi defisit perdagangan di Jakarta mengingat penurunan nilai ekspor yang jauh lebih dalam. Impor bahan baku terutama dari produk kendaraan dan bagiannya (spare parts), bahan kimia, besi dan baja serta barang plastik. I II III P IV P Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa - jasa JAKARTA Sumber: BPS (diolah) Wilayah/Kawasan P Angka perkiraan Bank Indonesia P Sektor konstruksi Jakarta diprakirakan tumbuh meningkat seiring dengah masih tingginya permintaan pasar properti. Pembangunan fisik konstruksi di Jakarta pada Tw III didominasi oleh proyek komersial yang didorong oleh tingginya permintaan terutama ruang ritel dan kantor sewa serta hunian kelas menengah. Tingginya permintaan disebabkan oleh terjaganya kondisi perekonomian dan lapangan pekerjaan di Jakarta yang mampu meningkatkan daya beli masyarakat untuk melakukan pembelian properti baik di pasar primer maupun sekunder. Ekspansi korporasi baik perusahaan domestik maupun asing juga menjadi faktor pendorong tingginya permintaan terutama ruang perkantoran dan hunian apartemen. Dengan semakin tingginya permintaan pada properti komersial, harga 26

33 sewa maupun jual juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kondisi ini pada akhirnya memicu pengembang untuk terus mengembangkan berbagai proyek properti baru. Adapun dampak dari semakin maraknya pengembangan proyek properti komersial adalah semakin membumbungnya nilai tanah di Jakarta dan utilisasi infrastruktur diatas kapasitas terpasangnya. Selain dua proyek jalan layang non tol Antarsari dan Casablanca yang sedang diselesaikan, pembangunan fisik proyek-proyek infrastruktur yang telah direncanakan belum seluruhnya dimulai di triwulan berjalan. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran diprediksi akan tumbuh melambat terkait dengan menurunnya kinerja subsektor pariwisata di triwulan III Pertumbuhan subsektor perdagangan masih terjaga didukung oleh kuatnya konsumsi domestik dan tetap positifnya ekspektasi kegiatan usaha. Selain itu aktivitas kegiatan perdagangan juga meningkat kuat pada masa bulan puasa dan menjelang Lebaran sesuai pola musimannya. Namun demikian, di subsektor pariwisata yang memiliki keterkaitan dengan tingkat pendapatan hotel dan restoran diprediksi melambat terkait dengan menurunnya jumlah kunjungan di masa libur Lebaran dimana aktivitas perekonomian tidak berjalan secara optimal dan penyelenggaraan berbagai event di Jakarta juga sangat terbatas. Berdasarkan data BPS, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Jakarta melalui 3 pintu masuk (Soekarno Hatta, Tanjung Priok, dan Halim Perdanakusumah) pada bulan Agustus 2012 menurun sebesar 26,16%(mtm) atau lebih rendah 1,86% (yoy). Sektor Industri diprakirakan akan tumbuh stabil sejalan dengan terjaganya kondisi penyerapan domestik. Walaupun terjadi perlemahan ekspor yang cukup tajam di Tw III 2012, namun kinerja sektor industri di Jakarta yang ditopang oleh ekspor kendaraan bermotor, mesin dan peralatan listrik diyakini dapat dijaga dengan masih kuatnya penyerapan domestik dan potensi diversifikasi pasar ekspor. Beberapa insiatif telah dilakukan secara simultan oleh instansi Pemprov DKI Jakarta seperti Dinas UMKM dan Perdagangan serta Badan Penanaman Modal dan Promosi untuk memperkenalkan produk Jakarta baik ke pasar luar negeri maupun dalam negeri. B. INFLASI Inflasi Jakarta pada triwulan III 2012 dalam tren meningkat dipicu oleh kenaikan harga beberapa komoditas pangan, jasa angkutan dan emas perhiasan. Peningkatan inflasi di triwulan berjalan terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan pangan pada masa puasa dan perayaan Lebaran di Jakarta. Selain itu, sesuai pola musimannya, tarif jasa angkutan antar kota mengalami kenaikan pada periode mudik Lebaran. Namun demikian, tingkat inflasi selama masa puasa dan Lebaran di Jakarta masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama di Hal tersebut dipengaruhi oleh inflasi dari kelompok inti yang menunjukkan tren penurunan walaupun terjadi kenaikan harga emas perhiasan yang cukup signifikan sebagai dampak eksternal. Demikian juga dengan inflasi kelompok administered prices yang mengalami tekanan terkait dengan kenaikan beberapa tarif jasa angkutan, bahan bakar bensin non subsidi dan tarif cukai rokok. 27

34 Peningkatan inflasi dari kelompok volatile foods terutama dipicu oleh kenaikan harga yang cukup signifikan pada komoditas daging sapi dan kenaikan harga kedelai di tingkat global menjelang Lebaran di bulan Agustus Kebutuhan atas bahan pangan terutama daging di Jakarta pada masa puasa dan menjelang Lebaran telah memicu kenaikan harga yang jauh lebih tinggi dibandingkan periode puasa dan Lebaran di Terbatasnya kuota impor dan pasokan daging yang dikuasai oleh PD Dharma Jaya (BUMD Provinsi DKI Jakarta) serta kebutuhan industri merupakan faktor penyebab kenaikan harga daging terutama daging sapi. Hingga dua minggu setelah Lebaran, harga daging sapi masih dalam level yang cukup tinggi. Selain itu pada periode Lebaran 2012 juga terjadi kenaikan harga kedelai sebagai dampak global yang berpengaruh pada harga tempe dan tahu di Jakarta. Adapun harga beras dapat dijaga relatif stabil di bulan Agustus dan September didukung oleh pasokan yang memadai. Tekanan inflasi inti Jakarta terutama berasal dari kenaikan harga emas perhiasan. Kenaikan harga emas di bulan September merupakan yang tertinggi sepanjang 6 bulan terakhir. Kenaikan yang sangat signifikan tersebut merupakan dampak dari faktor global terutama adanya kebijakan Quantitative Easing (QE) III The Fed. Emas menjadi komoditas yang kembali diburu sebagai safe haven bagi investor yang mengkuatirkan pemulihan ekonomi di negara-negara maju. Peningkatan pembelian emas sebagai investasi juga diprakirakan meningkat mengingat penurunan harga emas yang cukup tajam terjadi pada periode sebelum Lebaran. Grafik III.11 Inflasi Kawasan Jakarta Grafik III.12 Ekspektasi Perubahan Harga %,yoy 220 Indeks (3.00) Inflasi IHK Core Adm Price Volatile Foods (8.00) Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok) Konsumen Perubahan harga umum 3 bulan yad Konsumen Perubahan harga umum 6 bulan yad C. ASESMEN PERBANKAN Berdasarkan data terkini (hingga Agustus 2012), kondisi perbankan Jakarta pada triwulan laporan menunjukkan perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Fungsi intermediasi perbankan yang tercermin pada penyaluran kredit perbankan mengalami penurunan sejalan dengan perlambatan ekonomi. Pada Juli 2012, pertumbuhan kredit mencapai sekitar 28%(yoy) dan pada Agustus turun menjadi 24,2%(yoy). Penurunan kredit terutama terjadi pada kredit modal kerja yang diperuntukkan untuk kegiatan produksi dengan orientasi ekspor. Berdasarkan penggunaannya, kredit modal kerja melambat dari 28

35 sekitar 20%(yoy) di Juli menjadi 14,9%(yoy) di Agustus. Kredit investasi juga melambat dari 14,8%(yoy) di Juli menjadi 13,8%(yoy) di Agustus. Pertumbuhan investasi yang didanai dengan kredit terutama untuk kegiatan investasi yang berorientasi pada pasar domestik yang masih cukup kuat. Sementara itu, kredit konsumsi mengalami kenaikan dari 5,1%(yoy) di Juli menjadi 6,2%(yoy) di Agustus. Hal tersebut juga memberikan indikasi masih kuatnya konsumsi rumah tangga di Jakarta. Berdasarkan sektoralnya, kredit sektor konstruksi tetap mengalami pertumbuhan sebesar 17,8% (yoy) di Agustus 2012 yang disebabkan oleh masih kuatnya permintaan properti di Jakarta. Sedangkan kredit sektor utama Jakarta yaitu sektor industri manufaktur, perdagangan, transportasi dan komunikasi mengalami penurunan di Tw III 2012 yang merupakan gambaran dari Perekonomian Jakarta yang diprakirakan mengalami perlambatan. Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya walaupun secara persentase cukup kecil. Hingga Agustus 2012, DPK perbankan Jakarta mengalami peningkatan pertumbuhan mencapai 0,5% (yoy). Adapun rasio kredit bermasalah mengalami penurunan menjadi sebesar 1,92% di Agustus 2012 yang menunjukkan belum adanya dampak perlambatan ekonomi terhadap tingkat pengembalian kredit di Jakarta. Grafik III.13 Perkembangan Penggunaan Kredit Kawasan Jakarta Kredit Konsumsi Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Grafik III.14 Perkembangan Kredit Sektor Utama Kawasan Jakarta Kredit Industri Manufaktur Kredit Perdagangan Kredit Konstruksi Kredit Transportasi & Komunikasi D. PROSPEK PEREKONOMIAN Prospek perekonomian Jakarta di triwulan IV 2012 diperkirakan relatif stabil di kisaran 6,6% (yoy). Kinerja ekspor Jakarta diperkirakan masih belum akan pulih dalam jangka pendek mengingat ketidakpastian ekonomi global yang masih akan berlanjut hingga 2013 sesuai proyeksi beberapa lembaga internasional. Namun yang perlu lebih diwaspadai adalah perlambatan ekonomi dari mitra dagang di Asia terutama China. Perlemahan ekonomi China diyakini akan terus berlangsung hingga akhir 2012 dimana pada triwulan II 2012, pertumbuhan GDP China hanya mencapai 7,6%. Sementara itu perekonomian Singapura yang merupakan salah satu mitra dagang utama dan investor terbesar juga mengalami kontraksi sebesar 1,5% di triwulan III 2012 berdasarkan data yang baru dirilis. Menurunnya permintaan akibat melambatnya ekonomi di negara emerging market lainnya turut memberikan dampak pada kinerja sektor manufaktur Jakarta yang berorientasi pada ekspor. Investasi memegang peran penting ke depan untuk mengkompensasi dampak 29

36 perlambatan ekspor. Perlu adanya upaya untuk mendorong investasi di sektor infrastruktur dan industri berbasis teknologi untuk mengoptimalkan kualitas tenaga kerja yang lebih baik di Jakarta. Dalam kaitan itu diharapkan adanya peningkatan sinergi antara Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dan Pemprov DKI Jakarta dalam menyelesaikan permasalahan investasi infrastruktur di Jakarta. Konsumsi domestik diprediksi masih berpotensi untuk tumbuh lebih tinggi sejalan dengan terjaganya kondisi makro ekonomi, ketersediaan lapangan kerja dan meningkatnya pendapatan. Keyakinan dan ekspektasi masyarakat Jakarta terhadap perekonomian secara umum masih cukup kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global. Konsumsi pemerintah diprakirakan akan tumbuh meningkat di triwulan IV 2012 dengan adanya komitmen penyerapan anggaran yang optimal di DKI Jakarta. Di sisi sektoral, pertumbuhan sektor non tradable Jakarta diprakirakan akan tetap kuat di triwulan IV 2012 khususnya di sektor Konstruksi, sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan sektor Jasa Keuangan. Tingginya permintaan terutama untuk properti hunian komersial (apartemen sewa) dipicu oleh terbatasnya pasokan dan semakin besarnya minat untuk tinggal di bangunan apartemen di pusat kota untuk menghindari kemacetan. Harga sewa apartemen khususnya di daerah segitiga emas Jakarta meningkat cukup tajam. Selain itu, investasi di properti juga memiliki imbal balik yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan investasi lainnya. Selain pendapatan sewa, investor juga mengharapkan adanya kenaikan nilai properti terkait dengan semakin tingginya nilai lahan di pusat kota Jakarta. Investor baik asing maupun domestik juga melihat prospek yang cukup besar dari bisnis perkantoran sewa dan strata title serta ruang ritel komersial. Hal ini didukung oleh masih tingginya aktivitas perdagangan dan jasa sejalan dengan terjaganya konsumsi domestik. Dengan adanya peningkatan kegiatan perdagangan dan investasi baik dari sumber domestik maupun asing, diyakini sektor jasa terutama jasa keuangan akan tumbuh meningkat sejalan dengan meningkatnya aliran modal masuk portofolio. Makin bergairahnya pasar keuangan terlihat dari peningkatan kapitalisasi di pasar modal serta IHSG yang telah berada di atas level Prospek pasar modal ke depan masih positif seiring dengan terjaganya fundamental perekonomian akan semakin menarik aliran dana terutama dari sumber asing. Perkembangan inflasi pada triwulan IV 2012 diperkirakan masih terkendali walaupun beberapa risiko perlu tetap dicermati. Terjaganya inflasi didukung ketersediaan pasokan, kembalinya permintaan pada level yang normal paska Lebaran dan berakhirnya musim kemarau di beberapa daerah sentra produksi, serta pengaruh dari perkembangan harga global yang cenderung menurun. Karakteristik Jakarta sebagai daerah konsumen yang mengandalkan pasokan dari luar daerah Jakarta menyebabkan inflasi Jakarta sangat dipengaruhi oleh kelancaran pasokan dan distribusi berbagai bahan kebutuhan pokok. Perkembangan pergerakan inflasi Jakarta yang dalam beberapa waktu terakhir cenderung mengalami tren yang meningkat perlu menjadi perhatian. Hal ini karena besarnya bobot kota Jakarta dalam pembentukan basket inflasi IHK secara nasional maka upaya lanjutan untuk menjaga tetap rendahnya inflasi di Jakarta menjadi penting dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional. 30

37 31

38 Bab IV Perekonomian Kawasan Jawa A. PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa diperkirakan mengalami peningkatan dari 6,57% (yoy) menjadi 6,75%. Tibanya tahun ajaran baru, bulan puasa dan Lebaran pada triwulan yang sama menjadi pemicu penggerak perekonomian pada periode laporan. Masih berlanjutnya krisis Eropa turut berpengaruh pada transaksi perdagangan luar negeri Kawasan Jawa, dengan melemahnya nilai ekspor ke kawasan ASEAN. Berdasarkan wilayah, peningkatan pertumbuhan tersebut terjadi diketiga wilayah, dengan kenaikan tertinggi secara berurutan pada wilayah Jawa Bagian Barat, Jawa Bagian Timur dan Jawa Bagian Tengah. Pada triwulan III-2012, pertumbuhan ekonomi di tiga kawasan tersebut masingmasing diperkirakan sebesar 6,43% (yoy), 7,34% (yoy) dan 6,41% (yoy). Dari sisi permintaan, penggerak kegiatan perekonomian utamanya berasal dari konsumsi rumah tangga seiring meningkatnya kegiatan belanja masyarakat pada saat Tahun Ajaran Baru, bulan Puasa dan Lebaran. Sebaran periode konsumsi dilakukan pada bulan Juli dan Agustus, sesuai dengan momentumnya masing-masing. bertambahkanya jumlah rumah tangga ekonomi kelas menengah menjadi target pasar banyak produsen dunia. Didukung adanya inisiatif pemerintah pusat dan daerah dalam memperbaiki layanan perijinan, mendorong peningkatan investasi di berbagai daerah di Kawasan Jawa. Respon ini tidak hanya berasal dari pelaku usaha luar negeri namun juga dalam negeri, seiring semakin banyaknya jumlah perusahaan konglomerasi domestik. Dari sisi penawaran, sektor industri pengolahan merespon lonjakan permintaan dengan meningkatkan kapasitas produksinya sejak awal triwulan. Selanjutnya, sebagai sektor hilir dari produk industri pengolahan, transaksi sub sektor perdagangan besar tercatat meningkat signifikan. Penjualan tertinggi didominasi oleh penjualan produk tekstil, alas kaki dan makanan minuman olahan, sesuai dengan kebutuhan utama kelompok rumah tangga saat itu. Selain itu, tibanya musim panen beberapa komoditas pada bulan Juli dan Agustus turut mendorong kinerja sektor pertanian pada periode laporan. Tingkat pendapatan masyarakat domestik yang terus membaik turut mempengaruhi daya beli kelompok rumah tangga, sehingga pada akhirnya mendorong Konsumsi Rumah Tangga yang diperkirakan meningkat dari 5,16% (yoy) menjadi 6,22%. Selain itu, momentum tahun ajaran baru, bulan puasa dan lebaran turut menjadi pemicu meningkatnya kebutuhan masyarakat pada periode laporan, sehingga diperkirakan puncak konsumsi rumah tangga terjadi pada triwulan ini. Dari sisi pembiayaan, diperoleh informasi bahwa pencairan gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilakukan pada bulan Juli dan Agustus. Ditambah dengan insentif umum pada saat Lebaran berupa Tunjangan Hari Raya (THR) semakin meningkatkan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Indikator pembiayaan perbankan pun mengindikasikan hal serupa dengan meningkatnya penyaluran kredit konsumsi dari 22,15% (yoy) menjadi 22,52%. 32

39 Meningkatnya realisasi proyek pemerintah di bidang infrastruktur turut mempengaruhi kinerja belanja pemerintah yang mengalami peningkatan dari 4,96% (yoy) menjadi 7,17%. Dalam hal pembangunan infrastruktur, salah satu program Pemerintah Provinsi di Kawasan Jawa adalah pembiayaan kepada kota/kabupaten sebesar Rp1 miliar per kecamatan untuk pembangunan infrastruktur melalui program PNPM Mandiri. Selain itu, belanja untuk hibah dan bansos pun mengalami peningkatan. Anggaran belanja modal pemerintah daerah pada umumnya dialokasikan untuk investasi dan pembelian peralatan/mesin, pembangunan jalan, irigasi dan jaringan serta bangunan/gedung. Nilainya pada tahun 2012 mengalami peningkatan, namun berdasarkan proporsinya, alokasi anggaran belanja modal menunjukkan tren menurun dari tahun ke tahun. Realisasi belanja modal pemerintah daerah tertinggi dilakukan untuk investasi peralatan dan mesin sebesar 33%, pembangunan jalan, irigasi dan jaringan (29%) serta pembangunan gedung dan bangunan sebesar 27% Kegiatan investasi sektor swasta masih menunjukkan peningkatan, yaitu diperkirakan tumbuh sebesar 9,71% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II 2012 sebesar 9,20% (yoy). Berdasarkan data yang dihimpun di masing-masing wilayah, nilai realisasi investasi pada Kawasan Jawa hingga semester I-2012 telah mencapai Rp. 184,42 triliun atau 62,92% dari total target sebesar Rp. 293,12 triliun. Untuk investasi PMA terealisasi sejumlah US$ 4,83 milyar (65% dari investasi 2011) dan PMDN sebesar Rp. 164,38 triliun (59% dari investasi 2011). Hasil liaison mengindikasikan adanya penambahan investasi sektor swasta yang terdiri dari : a. Pembangunan gedung, perluasan area usaha, serta penambahan fasilitas pada sektor Perdagangan, Hotel & Restoran subsektor Perdagangan Besar & Eceran dan subsektor Hotel; sektor Industri Pengolahan subsektor Tekstil, Barang kulit & Alas kaki; serta sektor Jasa-jasa; b. Pengadaan mesin untuk menunjang operasional dan inovasi produk di sektor Industri Pengolahan subsektor Tekstil, Barang kulit & Alas kaki; subsektor Makanan, Minuman & Tembakau; dan subsektor Kimia & Barang dari karet; c. Investasi untuk mendukung program pemasaran, revitalisasi aset, dan keandalanjaringan pada subsektor Listrik; d. Investasi armada transportasi pada subsektor Pengangkutan; dan e. Investasi pembelian ternak sapi maupun bibit ayam/ DOC (Day Old Chicken) pada subsektor Peternakan & hasilnya. f. Industri Karet di wilayah Banten membangun pabrik untuk penambahan kapasitas produksi ban jenis kendaraan truk dan bus dengan target kapasitas terpasar sekita unit ban per hari. Total belanja modalnya diperkirakan mencapai USD 150 juta hingga tiga tahun mendatang. 33

40 Grafik 1.5. Realisasi Investasi Kawasan Jawa (US$ Milyar) Jabagtim Jabagteng Jabagbar gjabagbar gjabagteng gjabagtim (%, yoy) 400% 300% % 134% % 82% % 0% (s.d Tw II) -100% (US$ Milyar) Jabagtim Jabagteng Jabagbar gjabagbar gjabagteng gjabagtim (%, yoy) 400% 300% % 134% % 82% % 0% (s.d Tw II) -100% Sumber: BKPM, diolah Masih berlanjutnya krisis Eropa berdampak pada pelemahan ekonomi di kawasan Asia. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi kinerja perdagangan kawasan Jawa dengan Eropa namun juga dengan Cina dan negara ASEAN. Namun demikian, kinerja ekspor hasil olahan industri di Kawasan Jawa diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi yakni berada pada level 9,92% (yoy) atau tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya (7,71% yoy), yang diperkirakan didorong oleh kegiatan perdagangan antar pulau. Hingga saat ini, pusat produksi consumer goods masih terpusat di Kawasan Jawa, sehingga tidak heran manakala momentum tahun ajaran baru, bulan puasa dan lebaran terjadi hampir bersamaan, maka kegiatan perdagangan antar pulau meningkat signifikan. Hasil tracking atas kinerja perdagangan luar negeri Kawasan Jawa hingga Agustus 2012 menunjukkan adanya perlambatan dari sebelumnya 20,25% (yoy) menjadi -0,70% (yoy). Perlambatan ini utamanya didorong oleh melemahnya nilai transaksi ekspor ke Kawasan Asia hingga mencapai -14% (yoy), sedangkan ekspor ke Kawasan Eropa Amerika Serikat mengalami perbaikan masing masing sebesar -2% (yoy) dan 0,9%. Data perkembangan ekspor Jawa sejak Januari sampai dengan Agustus 2012 menunjukkan komoditas utama ekspor di Kawasan Jawa yang mengalami penurunan terbesar adalah hasil industri Kimia sebesar -19% (yoy), tekstil & TPT (-6%), elektronik (-3%). Namun, di lain sisi, diperoleh informasi bahwa produk furniture Kawasan Jawa tumbuh membaik sebesar 16% (yoy). Berdasarkan hasil liaison,kegiatan pengiriman ekspor furniture dari Jawa Bagian Tengah ke Eropa dan Amerika Serikat terus mengalami perbaikan, seiring membaiknya kualitas produk serta upaya Pemerintah Daerah dalam mempermudah pengusaha untuk memperoleh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sehingga tidak menganggu proses produksi dan menambah biaya. 34

41 Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Kawasan Jawa Triwulan III-2012 Triwulan III 2012 Grafik Nilai Ekspor Jawa Grafik Ekspor Komoditas Utama Jawa 100% 80% 60% 40% 20% 0% OTHERS EUROPE USA ASIA 11% 11% 11% 13% 19% 17% 17% 16% 18% 17% 16% 16% 52% 54% 56% 55% % 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% gusa gasia 37% 27% 25% 24% 24% 20% 15% 11% geurope gothers 13% 1% -2% -7% 1,0 (USD) 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 Furniture Elektronik Tekstil & TPT Kimia gkimia gtekstil&tpt gelektronik gfurniture 2,10 49,34 2,95 25,41 5,49 24,20 21,58 3,73 5,35 2,29 2,66 43,35 2,96 2,87 23,43 6,78 16,11 8,92 6,39 0,28 (2,98) (5,74) (18,74) 4, Mengantisipasi penurunan kinerja ekspor, beberapa Pemda di Jawa dan bersama dengan pelaku usaha melakukan beberapa upaya antara lain: Wila yah Komoditas Utama Negara Tujuan Kebijakan Pemerintah Daerah Strategi Pelaku Usaha Barat Elektronika; Tekstil & TPT AS, ASEAN, Jepang 1. Insentif pajak u/ industri elektronika & tekstil. 2. Pengembangan pusat tekstil di Kab.Sumedang. 3. Restrukturisasi mesin tekstil. 1. Ekspansi Pabrik. 2. Promosi LN. 3. Kerjasama dg LN u/ peningkatan mutu Tengah Pakaian Jadi; Furniture AS, Jepang 1. Fasilitas pendampingan masalah dumping & safeguard tekstil (Disperindag Jateng). 2. Sosialisasi & Pendampingan u/ memperoleh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). 3. Pameran LN & DN (IFFINA-Pameran Internasional Furniture). 1. Diversifikasi Negara Tujuan. 2.Mengikuti pameran LN & DN. Timur Mamin; Logam; Kimia, Furniture AS, Jepang, ASEAN 1. Insentif pajak pada industri logam. 2. Revitalisasi industri furniture (rotan). 3. Peningkatan mutu barang. 4. Diversifikasi Negara Tujuan ke Timteng & Afsel. 5. Memperkuat perdagangan DN dg pendirian atase perdagangan 1. Diversifikasi Negara Tujuan. 2.Mengikuti pameran LN & DN. Hingga Agustus 2012, kinerja ekspor ke negara Afrika Selatan, Australia, ASEAN dan Asia Timur mengalami peningkatan. Tren ini mengindikasikan bahwa strategi diversifikasi negara tujuan selain Eropa dan Amerika Serikat mulai membuahkan hasil, meskipun besaran nilainya masih belum terlalu besar dibandingkan negara tujuan utama ekspor. Hingga Agustus 2012, ekspor produk Kawasan Jawa ke Afrika Selatan tumbuh sebesar 40% (yoy) dan Australia sebesar 14% (yoy). Meningkatnya permintaan domestik pada periode laporan memicu kenaikan kinerja Sektor Industri Pengolahan dari 10,45% (yoy) menjadi 11,04% (yoy). Tibanya momentum Tahun Ajaran Baru, bulan Puasa dan Lebaran pada triwulan yang sama menjadi pendorong utama meningkatnya konsumsi masyarakat. Berdasarkan hasil liaison yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Kawasan Jawa, diperoleh informasi bahwa pelaku usaha pada sektor Industri Pengolahan telah bersiap meningkatkan kapasitas produksinya terutama pada barang elektronik, tekstil dan makanan minuman olahan. Tidak hanya itu, diperoleh informasi juga adanya pertumbuhan produksi mobil di wilayah Jawa Bagian Barat rata-rata sebesar 9,7% (yoy) selama triwulan III Namun demikian, masih terdapat 35

42 beberapa industri yang kesulitan untuk meningkatkan kapasitas produksinya karena kesulitan memperoleh bahan baku, diantaranya yaitu industri mebel rotan di Cirebon. Untuk mengatasi permasalahan ini, Disperindag Kab. Cirebon telah mengajukan draft nota kesepahaman kepada Pemkab Katingan, Kalimantan Tengah perihal suplai bahan baku rotan mentah. Apabila nota kesepahaman tersebut telah berjalan, diperkirakan akan masuk pasokan rotan mentah sebanyak 70 ton per bulan dari total kebutuhan 500 ton per bulannya. Grafik 1.8 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Tw.III ,63 26,39 13,04 8,08 6,88 4,46 4,16 1,63 1,73 1,73 2,80 0,25 0,37 0,72 0,38 0,36 0,02 0,15 Pangsa PDRB (%) Andil Pert. ek (%) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) mengalami peningkatan pertumbuhan dari 10,45% (yoy) menjadi 11,04% atau menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 2,80% (yoy). Selain itu, melonjaknya konsumsi rumah tangga yang turut didukung oleh peningkatan pendapatan dari gaji ke-13, tibanya tahun ajaran baru dan perayaan keagamaan turut mendorong kinerja sektor ini. Di sisi lain, terjadi fenomena tingginya realisasi penyelesaian pembangunan pusat perbelanjaan (mall), area rekreasi, hotel dan restoran hampir di seluruh Kawasan Jawa juga turut mendorong pertumbuhan sektor PHR. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) di beberapa kota di kawasan Jawa yang menunjukkan adanya kenaikan, khususnya untuk komoditas makanan minuman dan pakaian. Tibanya sebagian masa panen komoditas pangan pada triwulan III-2012 turut mendorong pertumbuhan dari 1,47% (yoy) menjadi 1,86%. Beberapa komoditas yang tercatat mengalami panen adalah jenis tanaman padi, tebu, tembakau, cabe merah dan bawang merah, dengan masa panen pada bulan Juli dan Agustus. Berdasarkan informasi dari Jawa Bagian Tengah yang mengandalkan sektor Pertanian sebagai salah satu mesin ekonominya, tercatat realisasi produk pertanian hingga Agustus mengalami peningkatan sebesar 55,3% (yoy) atau mencapai 721 ribu ton. 36

43 4,14% 4,54% 4,41% 4,77% 4,63% 4,50% Triwulan III 2012 B. INFLASI Pada triwulan III-2012, secara umum tekanan inflasi kawasan Jawa masih terjaga dikisaran sasaran inflasi nasional. Tercatat sebesar 0,02% (mtm) atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 0,59% sehingga secara tahunan (yoy) menjadi sebesar 4,64%. Berbeda dengan periode sebelumnya, inflasi kawasan Jawa periode ini sedikit berada di atas inflasi nasional yang mencapai 0,01% (mtm). Kelompok Bahan Makanan terutama pada komoditas non-beras masih mengalami inflasi terbesar pada triwulan ini. Harga komoditas bumbu-bumbuan pada triwulan ini juga kembali menunjukkan adanya kenaikan yang cukup tinggi. Selain itu, harga sayur-sayuran juga mengalami kenaikan sehingga memberikan sumbangan terhadap inflasi. Pada triwulan ini, Jawa Bagian Barat menyumbang inflasi tertinggi, atau mencapai 4,77% (yoy). Sebaliknya terendah adalah Jawa Bagian Tengah yang mencapai 4,41% (yoy). Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Jawa II-12 III-12 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 3,43 3,09 5,05 4,64 5,80 5,57 6,96 6,73 6,65 6,53 5,54 5,19 4,61 3,95 Jawa Nasional 3,97 3,79 3,48 3,59 4,53 4,33 4,64 4,31 2,0 I II III IV I II III IV I II III Jabagbar Jabagteng Jabagtim Berdasarkan disagregasi inflasi, kelompok Volatile Foods (VF) masih menjadi pendorong kenaikan inflasi pada triwulan ini. Inflasi VF pada triwulan III 2012 mencapai 7,77%(yoy) naik dari triwulan II-2012 yang mencapai 7,16% (yoy). Salah satunya dipengaruhi oleh kondisi pasokan bahan pangan, terutama beras seiring berlalunya masa panen dan saat ini masuk musim tanam kemarau. Risiko dampak musim kemarau yang panjang pada tahun ini dapat mengakibatkan terjadinya kekeringan di beberapa daerah khususnya di pulau Jawa dan hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi produksi padi khususnya dan produksi komoditas pertanian pada umumnya. Selain itu, kenaikan harga komoditas bawang dan kacang-kacangan juga turut memicu kenaikan inflasi pada kelompok ini, seperti meningkatnya harga kedelai di pasar internasional mendorong kenaikan harga tahu mentah dan tempe di pasar tradisional mengingat sebagian besar bahan baku yang digunakan berasal dari kedelai impor. Sementara itu, komoditas lain pada triwulan ini yang mengalami kenaikan harga yaitu komoditas daging-dagingan, terutama telur ayam ras dan daging ayam ras mengalami kenaikan harga. Hal ini akibat tingginya permintaan masyarakat terkait dengan maraknya hajatan memasuki bulan Ramadhan serta kebijakan pemerintah membatasi pasokan daging impor. Penjualan makanan jadi juga merespon kenaikan harga yang terjadi sebagai dampak lanjutan. 37

44 Laju inflasi inti di Jawa pada triwulan ini meningkat, yakni dari 3,84% pada triwulan II menjadi 4,12%. Kenaikan laju inflasi inti terutama disebabkan oleh kenaikan harga makanan jadi seiring meningkatnya permintaan masyarakat pada saat momen lebaran. Selain itu, tingginya biaya pendidikan memasuki tahun ajaran baru serta adanya kenaikan harga emas perhiasan sebagai akibat kenaikan harga emas internasional juga mendorong peningkatan laju inflasi inti di Kawasan Jawa. Sementara itu faktor lain yang mempengaruhi tekanan inflasi inti adalah pelemahan nilai tukar Rupiah. Kondisi serupa juga terjadi pada inflasi Administered Prices pada triwulan III 2012 cenderung meningkat. Tercatat inflasi administered prices di kawasan Jawa pada triwulan ini mencapai 3,33% (yoy) naik dibanding triwulan II-2012 yang mencapai 3,06% (yoy). Kenaikan biaya transportasi serta masih berlanjutnya penyesuaian kenaikan harga rokok yang dilakukan secara bertahap terkait kebijakan pemerataan implementasi tarif cukai rokok dalam satu tahun menjadi penyumbang inflasi pada kelompok ini. C. ASESMEN PERBANKAN Pada triwulan III 2012 (posisi bulan Agustus), fungsi intermediasi perbankan wilayah Jawa tumbuh cukup baik dengan risiko kredit yang tetap terjaga rendah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan beberapa indikator utama kinerja perbankan di Jawa seperti aset, penyaluran kredit, dan penghimpunan dana pihak ketiga yang tetap meningkat. Performa kredit yang disalurkan yang tercermin dari rasio Non-Performing Loans (NPLs) di wilayah Jawa juga masih dapat dijaga pada level dibawah 5%. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami pertumbuhan yang cukup baik yaitu mencapai 21,42% (yoy). Demikian juga dengan penyaluran kredit perbankan di wilayah Jawa yang mencapai 25,01% (yoy). Hal tersebut mendorong Fungsi intermediasi Perbankan di Jawa berjalan dengan baik yang tercermin dari tingkat Loans to Deposit Ratio (LDR) yang berada pada posisi yang cukup tinggi yaitu mencapai 84%. Kondisi ini membaik dibandingkan triwulan II/2012 yang hanya mencapai 80,6%. Hal ini menunjukkan bahwa daya serap masyarakat terhadap kredit perbankan masih cukup tinggi. Dilihat dari jenis penggunaan, kredit investasi mengalami pertumbuhan paling tinggi sehingga mampu mendukung pertumbuhan investasi di Kawasan Jawa. Dengan pangsa sebesar 12%, kredit investasi masih tumbuh tinggi, yakni sebesar 42,02% sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 43,8% (yoy). Demikian juga dengan kredit modal kerja yang memiliki pangsa sebesar 50% mengalami pertumbuhan sebesar 23,06% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (30,3%). Penyaluran kredit di Jawa sebagian besar telah disalurkan kepada sektor produktif sehingga mendukung dan sinergi dengan pertumbuhan perekonomian daerah. Sementara dari sisi sektoral, penyaluran kredit masih didominasi oleh sektor perdagangan (pangsa pasar sebesar 22,5%) yang mengalami pertumbuhan kredit sebesar 23,04%. Pertumbuhan kredit tertinggi masih dialami oleh sektor pertanian (pangsa pasar 2,05%) yang tumbuh sebesar 80,18% melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 90,7%. Tidak terdapat perubahan signifikan terhadap komposisi kredit dari sisi sektoral di Kawasan Jawa. Berdasarkan skala 38

45 usaha, penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit kepada pelaku usaha skala besar dengan komposisi 70% dari total kredit. Penyaluran kredit kepada pelaku usaha UMKM masih didominasi oleh UMKM skala menengah dengan pertumbuhan sebesar 16,14% dan pangsa pasar sebesar 42,76% dari total kredit UMKM. Suku bunga kredit di Jawa terlihat secara bertahap mengalami penurunan seiring dengan tren penurunan BI rate. Perkembangan yang menggembirakan terlihat pada penurunan suku bunga perbankan, khususnya pada kredit konsumsi. Penurunan tersebut diperkirakan terkait dengan penurunan BI rate yang telah dilakukan periode-periode sebelumnya serta kebijakan publikasi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) sehingga meningkatkan persaingan usaha secara sehat. Sementara itu, suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi perbankan walaupun mengalami penurunan namun belum menunjukkan trend penurunan yang signifikan. Hal ini antara lain karena bank menilai bahwa risiko kredit modal kerja dan investasi masih cukup tinggi sehingga membebankan premi risiko yang cukup tinggi untuk memitigasi terjadinya default. Kinerja perbankan di Kawasan Jawa menunjukkan tingkat efisiensi yang cukup baik. Hal ini tercermin dari BOPO dan NIM perbankan pada triwulan III/2012 yang mencapai 67,83% dan 9,56%. Nilai ini lebih baik dibandingkan dengan nasional (menggunakan data triwulan II/2012) yang mencapai 74,68% dan 5,38%. Dengan perkembangan ini tingkat profitabilitas perbankan di Kawasan Jawa cukup baik yang didukung oleh spread bunga yang kompetitif serta tingkat efisiensi yang cukup baik. D. PROSPEK PEREKONOMIAN Seiring telah berlalunya puncak kegiatan ekonomi pada triwulan III-2012, ekonomi di Kawasan Jawa pada triwulan IV-2012 diperkirakan tumbuh melambat yakni 6,61% (yoy). Beberapa hal yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi pada periode laporan antara lain kenaikan harga gas industri yang akan menekan pertumbuhan sektor Industri Pengolahan dan perkiraan adanya pergeseran musim hujan di akhir tahun sehingga turut berpengaruh pada kinerja sektor Pertanian pada triwulan IV Selain itu, masih melambatnya kinerja ekspor-impor sebagai akibat dari ekonomi global yang belum pulih dan mulai meluas pada perlambatan ekonomi di kawasan Asia. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa pada tahun 2012 diperkirakan sebesar 6,6% (yoy), relatif stabil dibandingkan pertumbuhan tahun 2011 sebesar 6,6% (yoy). Tingginya pertumbuhan sektor PHR dan sektor industri pengolahan dibanding tahun sebelumnya diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di tahun Sementara itu, dari sisi permintaan konsumsi rumah tangga masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan, selain investasi. Laju inflasi Kawasan Jawa pada triwulan IV 2012 diperkirakan berada pada kisaran 4,75% +1%, lebih tinggi dibandingkan inflasi triwulan III Berdasarkan wilayahnya, tekanan inflasi tertinggi berasal dari Jawa Bagian Tengah yang diproyeksikan mencapai 4,91% (yoy). Tekanan inflasi diperkirakan masih berasal dari faktor musiman seperti Natal dan Tahun 39

46 Baru yang turut mendorong kenaikan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi menjadi lebih tinggi. Selain itu, kekhawatiran atas terganggunya distribusi produk hortikultura semenjak pemberlakuan kebijakan pengaturan impor per tanggal 25 September 2012 juga berpotensi menekan inflasi dari kelompok volatile food. Berdasarkan data BMKG Nasional diperoleh informasi bahwa diperkirakan terjadi pergeseran musim hujan yang berdampak pada musim tanam, sehingga dikhawatirkan menganggu kestabilan harga bahan makanan dari sisi suplai. Dari kelompok core inflation diperkirakan sumber tekanan berasal dari fluktuasi nilai tukar dan potensi kenaikan harga emas internasional di akhir tahun. Namun tekanan terhadap kelompok ini diperkirakan sedikit berkurang yang turut dipengaruhi oleh harga komoditas internasional yang masih relatif stabil. Selanjutnya, dari kelompok administered price diperkirakan masih relatif stabil seiring masih minimnya kebijakan pengaturan harga pemerintah pada periode laporan, kecuali tren lanjutan kenaikan tarif cukai rokok dan pengaruh kenaikan rencana kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada ekspektasi masyarakat.. Hingga akhir tahun 2012, beberapa faktor risiko masih membayangi stabilitas perekonomian regional. Perkembangan harga minyak dunia di pasar internasional dapat mendorong kenaikan harga BBM pada akhir tahun. Selain itu, ekspektasi pelaku usaha atas keputusan pemerintah menyesuaikan TTL dan pengaturan impor hortikultura diperkirakan berpotensi menjadi faktor pemicu inflasi pada triwulan IV Dengan pertimbangan tersebut, maka inflasi pada akhir 2012 diperkirakan berada pada kisaran 4,75% +1%. 40

47 Bab V Perekonomian Kawasan Timur Indonesia Triwulan III 2012 A. PERTUMBUHAN EKONOMI Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) diperkirakan tumbuh meningkat dari 7,03% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,20% (yoy) pada triwulan III Meningkatnya pertumbuhan terutama didorong oleh ekspansi perekonomian di Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) dengan pertumbuhan diperkirakan mencapai 10,18% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,59% (yoy). Sementara itu, wilayah Kalimantan dan Bali Nusa Tenggara (Balnustra) masing-masing tumbuh 5,50% (yoy) dan 5,13% (yoy). Di sisi permintaan, konsumsi merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi di triwulan III. Sementara di sisi penawaran, meningkatnya pertumbuhan terutama didorong oleh meningkatnya kinerja sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) dan sektor Industri Pengolahan. Tabel V.1. Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Timur Indonesia (%, yoy) Wilayah 2011 I II III IV I II III p KTI Kalimantan Sulampua Balnustra Sumber : BPS, diolah Keterangan : p ) Angka Perkiraan Bank Indonesia Sektor Pertambangan yang memiliki share 18% dalam komposisi PDRB KTI diperkirakan tumbuh 5,13% (yoy), sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 5,88% (yoy). Andil sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan III diperkirakan 0,96%. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja sektor ini antara lain penurunan permintaan eksternal, khususnya komoditas batubara (yang merupakan komoditas ekspor utama KTI dengan share 66% dari total ekspor), yang disebabkan oleh melimpahnya stok batubara dunia akibat masuknya supply batubara dari Rusia dan penurunan permintaan dari China, serta peralihan penggunaan gas untuk pembangkit listrik di India dan Amerika Serikat. Volume ekspor batubara juga mengalami kontraksi 16,01% (yoy), dengan volume ekspor Juli-Agustus mencapai 49,25 juta ton. Melambatnya kinerja pertambangan juga dipengaruhi oleh gangguan supply yang terjadi pada komoditas tembaga dan nikel. Sektor Industri Pengolahan diperkirakan meningkat signifikan pada triwulan III, dari 4,27% (yoy) menjadi 7,48% (yoy). Andil sektor ini pada pertumbuhan ekonomi juga cukup besar mencapai 1,09%. Hal ini ditopang oleh meningkatnya kinerja beberapa industri pengolahan berskala besar di KTI, yakni industri pengolahan gas, industri pengolahan tepung terigu, dan beberapa industri pengolahan lainnya. 41

48 Sektor pertanian diperkirakan tumbuh 4,23% (yoy), sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,48% (yoy). Andil sektor pertanian diperkirakan mencapai 0,88%. Perlambatan pertumbuhan terutama terjadi pada subsektor tanaman bahan makanan (tabama), yang diakibatkan oleh sebagian besar daerah di Sulawesi belum memasuki masa panen padi musim gadu (panen tahap II diperkirakan baru dimulai akhir September), munculnya serangan hama wereng dan tungro di berbagai daerah, serta faktor cuaca yang mempengaruhi produksi jagung (khususnya di NTT, dan Sulut-Gorontalo). Sektor Tabel V.2. Pertumbuhan Ekonomi KTI di Sisi Penawaran (%, yoy) 2011 Total 2012 I II III IV 2011 I II III p Pertanian Pertambangan (2.51) Industri LGA Bangunan PHR Angkutan Keuangan Jasa - jasa PDRB Sumber : BPS, diolah Keterangan : p ) Angka Perkiraan Bank Indonesia Kinerja subsektor perkebunan diperkirakan relatif baik. Komoditas andalan terutama kelapa sawit dan karet juga menunjukkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya, dengan produksi masing-masing 1.198,79 ribu ton (tumbuh 19,27% (yoy)) dan 133,78 ribu ton (tumbuh 3,74% (yoy)), dengan ditopang oleh cuaca yang relatif baik dan mendorong meningkatnya aktivitas dan pengangkutan tandan buah segar di area perkebunan. Ekspor CPO juga mulai positif di triwulan III, dengan kumulatif ekspor Juli-Agustus sebesar 324,85 ribu ton, atau mengalami peningkatan 21,14% (yoy). Namun, beberapa daerah masih mengalami kendala produksi. Di Sulawesi Utara (Kab. Minahasa Tenggara) dilaporkan terjadi penurunan kualitas cengkih akibat kondisi cuaca yang kurang kondusif. Produksi kopra juga menurun seiring penurunan permintaan luar negeri yang menyebabkan biaya produksi menjadi kurang sebanding dengan harga jual. Sementara itu di Sulawesi Tengah dilaporkan produksi kakao masih mengalami kendala dan diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun, dengan dipengaruhi : (i) pengalihan komoditas tanam dari kakao menjadi karet/sawit karena dianggap lebih menguntungkan, (ii) beberapa negara importer mengalihkan permintaan kakao ke Pantai Gading dan Ghana dengan pertimbangan kualitas yang lebih baik, serta (iii) aturan pajak ekspor progresif untuk bahan mentah. Ekspor Kakao periode Juli-Agustus 2012 juga masih mengalami kontraksi sebesar 36,81% (yoy), dengan volume ekspor mencapai 14,34 ribu ton. Di samping itu, subsektor perikanan juga masih mengalami kendala, khususnya perikanan tangkapan, 42

49 yang disebabkan oleh faktor cuaca dan proses migrasi ikan yang menyebabkan pasokan ikan di laut lepas cenderung menurun. Grafik V.1. Volume Ekspor Perikanan KTI Grafik V.2. Volume Ekspor Cocoa Ribu Ton Vol. Ekspor Fish g Vol. Ekspor Fish (RHS) %, yoy Ribu Ton Vol. Ekspor Cocoa g Vol. Ekspor Cocoa (RHS) %, yoy (20) (20) (40) (60) (80) 0 (40) 0 (100) I II III IV I II III IV I II III* I II III IV I II III IV I II III* Sumber : Bank Indonesia Keterangan : *) Data Jul-Agt 2012 Sumber : Bank Indonesia Keterangan : *) Data Jul-Agt 2012 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) diperkirakan mengalami akselerasi pertumbuhan, dari 9,07% menjadi 9,59% (yoy). Andilnya terhadap pertumbuhan ekonomi KTI di triwulan III mencapai 1,49% (meningkat dibanding andil triwulan sebelumnya yang sebesar 1,41%). Meningkatnya kinerja sektor PHR sangat dipengaruhi oleh faktor seasonal (khususnya lebaran yang bertepatan dengan tahun ajaran baru sekolah) yang mempengaruhi meningkatnya pola belanja masyarakat, serta erat kaitannya dengan meningkatnya industri pariwisata terutama domestik. Meskpun bulan Ramadhan menurunkan frekuensi penyelenggaraan aktivitas MICE (meeting, incentives, conference, and exhibition) pada periode Juli-Agustus, namun pasca lebaran (September) frekuensi tersebut cenderung meningkat, sehingga mendorong meningkatnya kinerja sektor PHR. TPK (%) Grafik V.3. Tingkat Hunian Hotel KTI Ribu orang Grafik V.4. Jumlah Wisatawan Mancanegara Kunjungan Wisman g wisman (RHS) I II III IV I II III IV I II III* %, yoy Sumber : Badan Pusat Statistik Sumber : Badan Pusat Statistik Konsumsi diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan, dari 6,71% menjadi 7,25% (yoy) pada triwulan III Menguatnya konsumsi terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang semakin meningkat. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh meningkat dari 6,47% menjadi 6,83% (yoy). Peningkatan konsumsi rumah tangga banyak dipengaruhi oleh faktor seasonal, seperti Idul Fitri dan Tahun Ajaran Baru, yang meningkatkan konsumsi masyarakat. Peningkatan daya beli masyarakat yang bersumber dari THR dan gaji ke-13 turut mendorong belanja masyarakat. Hal ini disertai 43

50 pula dengan keyakinan konsumen mengenai kondisi ekonomi yang masih tinggi. Di samping itu, konsumsi pemerintah juga cenderung meningkat, dari 7,37% menjadi 8,52% (yoy) di triwulan III-2012 didorong realisasi proyek pemerintah yang meningkat di triwulan III, serta beberapa Pilkada Gubenur dan Bupati (terutama di Kalbar, Kalsel, Sulteng & Sultra). Juta Ton Grafik V.5. Penjualan Semen KTI Penjualan Semen KTI g penjualan (RHS) I II III IV I II III IV I II III* Sumber : Asosiasi Semen Indonesia %, yoy Rp Triliun Grafik V.61. Kredit Investasi KTI Kredit Investasi g kredit investasi - (RHS) I II III IV I II III IV I II III* Sumber : Bank Indonesia %, yoy Meskipun melambat dibanding triwulan sebelumnya, pertumbuhan investasi di triwulan III masih relatif tinggi, yaitu sebesar 11,86% (yoy). Melambatnya pertumbuhan investasi tercermin dari penyaluran kredit investasi (berdasarkan lokasi proyek) yang tercatat sebesar Rp 99,16 triliun, atau tumbuh 39,95% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 41,19% (yoy). Penjualan semen di KTI juga sedikit melambat, dari 3,52 juta ton di triwulan II menjadi 2,96 juta ton di triwulan III. Nilai ekspor luar negeri KTI pada periode Juli-Agustus 2012 tercatat 4,91 miliar USD, mengalami kontraksi 38,19% (yoy), setelah pada triwulannya tumbuh mencapai 47,68% (yoy). Sementara volume ekspornya mencapai 88,04 juta ton, masih tumbuh positif sebesar 23,82% (yoy) meskipun melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 103,45% (yoy). Ekspor KTI masih didominasi oleh lima produk ekspor utamanya, yaitu Batubara (65,49%), Biji Tembaga (5,69%), Biji Nikel (4,22%), CPO (6,45%) dan Karet Alam (3,32%).Kontraksi ekspor terutama disebabkan oleh pelemahan external demand pada komoditas Batu bara, CPO dan Rubber, sementara kontraksi pada Nickel dan Copper terjadi karena gangguan supply. Ekspor KTI lebih banyak didukung oleh perdagangan antar pulau, sehingga secara keseluruhan ekspor KTI dalam PDRB relatif masih mampu tumbuh meningkat, yakni dari 4,75% (yoy) menjadi 5,55% (yoy) pada triwulan laporan. B. INFLASI Laju inflasi KTI pada triwulan III-2012 sebesar 5,05% (yoy), relatif stabil dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,02% (yoy). Inflasi di KTI diwarnai oleh penurunan tekanan di Wilayah Balnustra dan Kalimantan, sementara tekanan inflasi di Sulampua mengalami peningkatan. Inflasi tertinggi berada di Kalimantan (5,28%,yoy), dan lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang mencapai 4,31% (yoy). 44

51 Jarak terhadap pusat perekonomian nasional berbanding lurus terhadap volatilitas inflasi. Hal ini ditunjukkan dengan 13 dari 17 provinsi di KTI memiliki inflasi lebih tinggi dari nasional. Kondisi ini semakin terasa saat demand meningkat secara signifikan akibat lebaran. Selain demand, faktor supply juga merupakan hal yang krusial bagi inflasi di KTI, dimana shock supply akibat cuaca ekstrim dan bencana alam yang terjadi di beberapa daerah seperti Maluku dan Sulteng, mendorong daerah-daerah ini mengalami inflasi yang relatif tinggi. Grafik V.7. Perkembangan Inflasi KTI Grafik V.8. Selisih Inflasi Provinsi terhadap Nasional %, yoy Tw II-2012 Tw III Nasional KTI Kalimantan Sulampua Balnustra Maluku Sulteng NTB Papua Barat Kalbar Gorontalo Kaltim Sulut NTT Kalsel Kalteng Sulsel Bali Maluku Utara Sulbar Papua Sultra (0.44) (0.60) (1.36) (2.28) Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi tertinggi di KTI terjadi di Maluku (7,07%), Sulawesi Tengah (6,78%), NTB (6,36%) dan Papua Barat (5,52%). Sementara provinsi dengan inflasi terendah tercatat Sulawesi Tenggara (2,03%), Papua (2,95%), Sulawesi Barat (3,71%), dan Maluku Utara (3,87%). Tingginya inflasi di Maluku diakibatkan oleh pasokan terbatas karena cuaca ekstrim (Apr Agustus) dan permintaan meningkat (lebaran dan MTQ Nasional), dan tingginya inflasi Sulteng dipengaruhi shock supply akibat banjir bandang dan gempa bumi meningkatkan harga ikan, bumbu, dan sayur, sementara demand meningkat. Sementara itu inflasi di NTB diakibatkan oleh tarikan permintaan dimana musim omprongan tembakau meningkatkan permintaan bahan bakar rumah tangga yang bertepatan dengan lebaran. Tekanan inflasi terutama didorong oleh volatile food yang meningkat dari 5,01% (yoy) pada triwulan II-2012 menjadi 6,68% (yoy) di triwulan III-2012, terutama didorong oleh kenaikan harga bumbu-bumbuan, sayur-sayuran dan ikan segar. Meningkatnya tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi akibat fenomena musiman (lebaran dan tahun ajaran baru) yang dampaknya lebih besar dibanding inflasi nasional. Selain dipengaruhi kenaikan permintaan, tekanan volatile food khususnya kenaikan harga ikan segar yang dipengaruhi oleh kendala pasokan, terutama di pesisir timur Kalimantan sebagai dampak dari ekor badai tropis Asia serta faktor siklikal angin musim selatan. 45

52 Tekanan inflasi inti pada triwulan III-2012 relatif menurun, namun masih menjadi penyumbang utama inflasi di KTI. Inflasi inti tercatat 4,98% (yoy), sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 5,33% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi dipengaruhi oleh meningkatnya pasokan gula pasir akibat masuknya gula impor gula dari Thailand (yang dilakukan via Malaysia), sehingga kecukupan pasokan terutama di wilayah Kalimantan relatif terjaga. Harga gula internasional juga relatif stabil, sehingga tekanan harga yang sempat terjadi akibat berkurangnya pasokan gula rafinasi dari Makassar karena pemotongan kuota impor raw sugar dan berkurangnya pasokan gula dari Jawa dan Lampung, mulai mengalami penyesuaian kembali pada triwulan III Sementara itu harga emas juga berangsur-angsur mulai menurun kembali. Hal tersebut didukung pula dengan harga emas internasional yang relatif stabil. Sementara itu tekanan administered price relatif menurun, yaitu dari 4,57% (yoy) menjadi 3,21% (yoy). Hal ini disebabkan telah selesainya proses konversi minyak tanah ke LPG di beberapa tempat (NTB, Kalsel, Sulut), sehingga tekanan pada komoditas bahan bakar rumah tangga mulai menurun. Selain itu pada triwulan III belum adanya kebijakan strategis yang mempengaruhi harga menyebabkan inflasi administered cenderung stabil C. ASESMEN PERBANKAN Kinerja perbankan di KTI menunjukkan kinerja yang positif dengan perkembangan seluruh indikator yang cukup menggembirakan. Intermedasi perbankan semakin meningkat menunjukkan peran perbankan yang semakin besar dalam perekonomian KTI, yang diiringi dengan kualitas kredit yang masih terjaga di level rendah. Penyaluran kredit di KTI masih terus tumbuh tinggi, dengan pertumbuhan pada triwulan III mencapai 29,35% (yoy), hanya sedikit melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 30,63% (yoy). Porsi penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan share 39,38%, diikuti modal kerja (35,16%) dan investasi (25,46%). Mayoritas penyaluran yang masih berbentuk konsumsi menunjukkan bahwa bank masih cenderung bermain aman dengan menyalurkan kedit konsumsi, dengan nominal kecil dan risiko yang lebih rendah. Grafik V.9. Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan %, yoy GrowthKredit Investasi Modal Kerja Konsumsi Grafik V.10. Porsi Penyaluran Kredit Sektoral Konstruksi 4% Lainnya 22% Bkn lap usaha 39% I II III IV I II III* Real Estate 5% Pertanian 10% Perdagang an 20% Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 46

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Penurunan momentum pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau di periode ini telah diperkirakan sebelumnya setelah mengalami tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2016 Penurunan Harga BBM dan Panen Raya Dorong Deflasi Bulan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2016 Inflasi Ramadhan 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017 Inflasi Bulan Januari 2017 Meningkat, Namun Masih

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2016 Koreksi Harga Paska Idul Fitri Dorong Deflasi Agustus

Lebih terperinci

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014 *) Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JULI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juli 2017 Terkendali Inflasi Juli 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar 4,0±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Di sisi penawaran, hampir keseluruhan sektor mengalami perlambatan. Dua sektor utama yang menekan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2012 adalah sektor pertanian dan sektor jasa-jasa mengingat

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1 Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Februari 2016 mengalami deflasi. Deflasi IHK pada bulan ini mencapai -0,09% (mtm). Realisasi

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016

RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI JULI 2016 Inflasi Lebaran 2016 Cukup Terkendali INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016 EKONOMI NASIONAL KONDISI EKONOMI NASIONAL TRIWULAN II 2016 INFLASI=2,79% GROWTH RIIL : 2,4% Ekonomi Nasional dapat tumbuh lebih dari 5,0% (yoy) pada triwulan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014 No. 048/08/63/Th XVIII, 5Agustus PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II- tumbuh sebesar 12,95% dibanding triwulan sebelumnya (q to q) dan apabila

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI MARET 2016

ANALISIS INFLASI MARET 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) ANALISIS INFLASI MARET 2016 Komoditas Pangan Dorong Inflasi IHK Maret INFLASI IHK Mtm

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017 RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 217 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi Bulan Februari 217 Terkendali Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat,23% (mtm) di bulan Februari. Inflasi di bulan ini

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2016 Inflasi 2016 Cukup Rendah dan Berada dalam Batas

Lebih terperinci

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali Inflasi pada awal tahun 2016 mengalami perlambatan dibandingkan dengan bulan lalu. Pada Januari 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,51% (mtm), lebih rendah

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016 Inflasi Bulan November 2016 Didorong Harga Pangan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan Oktober 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17 Kalimantan Tengah Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi Tahun 2017 Pasca meningkat cukup tinggi pada triwulan I 2017, ekonomi Kalimantan Tengah diperkirakan

Lebih terperinci

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. No. 064/11/63/Th.XVIII, 5 November 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2014 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan III-2014 tumbuh sebesar 6,19 persen, lebih lambat dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 No. 046/08/63/Th XVII, 2 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-2013 tumbuh sebesar 13,92% (q to q) dan apabila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara No. 063/11/63/Th.XVII, 6 November 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN III-2013 Secara umum pertumbuhan ekonomi Kalimantan Selatan triwulan III-2013 terjadi perlambatan. Kontribusi terbesar

Lebih terperinci

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara Ringkasan Eksekutif Asesmen Ekonomi Di awal tahun 2009, imbas krisis finansial global terhadap perekonomian Kepulauan Riau dirasakan semakin intens. Laju pertumbuhan ekonomi memasuki zona negatif dengan

Lebih terperinci

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi IHK 2015 Berada dalam Sasaran Inflasi Bank Indonesia Inflasi di bulan Desember menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan lalu dan lebih tinggi dari historisnya. Inflasi

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013 Asesmen Ekonomi Perekonomian Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan II-2013 mengalami pelemahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 53/08/35/Th. X, 6 Agustus 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Semester I Tahun 2012 mencapai 7,20 persen Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No.11/02/34/Th.XIX, 6 Februari 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,05 PERSEN LEBIH TINGGI DIBANDING TAHUN

Lebih terperinci

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 Secara triwulanan, PDRB Kalimantan Selatan triwulan IV-2013 menurun dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 2 BPS PROVINSI DI YOGYAKARTA No 46/08/34/ThXIX, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2017 TUMBUH 5,17 PERSEN LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 45/08/34/Th.XVIII, 5 Agustus 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2016 EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II 2016 TUMBUH 5,57 PERSEN LEBIH

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 25/05/34/Th. XV, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2013 SEBESAR 2,93 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi (TPI) Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016 Tekanan Inflasi di Bulan September 2016 Cukup Terkendali

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017

RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 RELEASE NOTE INFLASI APRIL 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi April 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,09% (mtm) di bulan April (Tabel 1). Inflasi IHK

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 47/11/34/Th. XIII, 7 November 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2011 SEBESAR 7,96 PERSEN ekonomi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan I-2008 4. Outlook Perekonomian Di tengah gejolak yang mewarnai perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 diprakirakan mencapai 6,2% atau melambat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Inflasi 2017 Terkendali Dan Berada Pada Sasaran Inflasi Inflasi IHK sampai dengan Desember 2017 terkendali dan masuk dalam kisaran sasaran

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 63/11/73/Th. VIII, 5 November 2014 EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 6,06 PERSEN Perekonomian Sulawesi Selatan pada triwulan III tahun 2014 yang diukur

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Kalimantan Selatan Triwulan III - 2011 Kantor Bank Indonesia Banjarmasin Kata Pengantar KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017

RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 RELEASE NOTE INFLASI AGUSTUS 2017 Koreksi Harga Pangan dan Faktor Musiman Dorong Deflasi Agustus INFLASI IHK Inflasi Agustus 2017 terkendali sehingga masih mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017 sebesar

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Pada triwulan I 2012 pertumbuhan Kepulauan Riau mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 6,34% (yoy)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 1.2 SISI PENAWARAN Dinamika perkembangan sektoral pada triwulan III-2011 menunjukkan arah yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Keseluruhan sektor mengalami perlambatan yang cukup signifikan

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017

RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 RELEASE NOTE INFLASI JUNI 2017 INFLASI IHK Inflasi Juni 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,69% (mtm) di bulan Juni (Tabel 1). Inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 No. 06/02/62/Th. VI, 6 Februari 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2011 DAN TAHUN 2011 Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah tahun 2011 (kumulatif tw I s/d IV) sebesar 6,74 persen.

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017 INFLASI IHK Inflasi Mei 2017 Terkendali Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami inflasi 0,39% (mtm) di bulan Mei (Tabel 1). Inflasi IHK bulan ini meningkat dibanding

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 23. Bagian IV 39. Bagian V 55. Bagian VI 71. Lampiran 83

Daftar isi Kata Pengantar Bagian I 1. Bagian II 9. Bagian III 23. Bagian IV 39. Bagian V 55. Bagian VI 71. Lampiran 83 IV Daftar isi v Kata Pengantar vii Bagian I 1 Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah Bagian II 9 Perekonomian Sumatera Boks 1 20 Mendorong Pengembangan Ekonomi Batam dan Daerah Sekitarnya

Lebih terperinci

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 Kajian Ekonomi Regional Banten Triwulan III 212 1 Triwulan III 212 Halaman ini sengaja dikosongkan 2 Triwulan III 212 KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 No. 54/08/19/Th.XI, 7 Agustus 2017 PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017 EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II-2017 TUMBUH 1,70 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017 TPI dan Pokjanas TPID Harga Pangan Dorong Inflasi Oktober 2017 Tetap Rendah INFLASI IHK Inflasi IHK sampai dengan Oktober 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 No. 027/05/63/Th XVII, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I- 2013 Perekonomian Kalimantan Selatan triwulan 1-2013 dibandingkan triwulan 1- (yoy) tumbuh sebesar 5,56 persen, dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II 2013 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER INFLASI IHK Inflasi September 2017 Terkendali Inflasi IHK sampai dengan September 2017 terkendali dan mendukung pencapaian sasaran inflasi 2017. Pada bulan September inflasi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 09/05/18/Th.XVII, 4 Mei 2016 PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 EKONOMI LAMPUNG TUMBUH 5,05 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN I-2015 Perekonomian Lampung triwulan I-2016

Lebih terperinci

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017 TPI dan Pokjanas TPID INFLASI IHK Panen Dorong Deflasi Maret 2017 Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat mengalami deflasi 0,02% (mtm) di bulan Maret (Tabel 1). Deflasi bulan

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan I 2013 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Halaman ini sengaja dikosongkan. 2 Halaman ini sengaja dikosongkan. KATA PENGANTAR Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan ridha- IV Barat terkini yang berisi mengenai pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Tren melambatnya perekonomian regional masih terus berlangsung hingga triwulan III-2010. Ekonomi triwulan III-2010 tumbuh 5,71% (y.o.y) lebih rendah dibandingkan triwulan

Lebih terperinci

Triwulan IV Halaman ini sengaja dikosongkan

Triwulan IV Halaman ini sengaja dikosongkan Halaman ini sengaja dikosongkan ii Kata Pengantar Triwulan IV 2012 Hingga triwulan terakhir tahun 2012, perkembangan indikator ekonomi di berbagai daerah mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang masih

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kerangka ekonomi makro daerah akan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang telah dicapai pada tahun 2010 dan perkiraan tahun

Lebih terperinci

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo Triwulan III 2012 Visi Bank Indonesia : Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara

Grafik 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau (y o y) Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara ; **) angka sangat sementara RINGKASAN EKSEKUTIF Asesmen Ekonomi Krisis finansial global semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan industri dan ekspor Kepulauan Riau di triwulan IV-2008. Laju pertumbuhan ekonomi (y-o-y) kembali terkoreksi

Lebih terperinci

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

UMKM & Prospek Ekonomi 2006 UMKM & Prospek Ekonomi 2006 Oleh : B.S. Kusmuljono Ketua Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia (Komnas PKMI) Komisaris BRI Disampaikan pada : Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III-2013 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX 2013 KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan

Lebih terperinci

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Disampaikan pada MUSRENBANG RKPD 2017 KOTA BALIKPAPAN OUTLINE 2 Perekonomian Nasional Perekonomian

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan -2012 Asesmen Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2012 tercatat 8,21% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 No. 06/11/62/Th.VII, 6 Nopember 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN III-2013 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan III-2013 terhadap triwulan II-2013 (Q to Q) secara siklikal mengalami

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 63/11/34/Th.XVIII, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN III TUMBUH SEBESAR 4,68 PERSEN, LEBIH LAMBAT

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016 No. 74/11/19/Th. X, 7 November PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III- TUMBUH 3,83 PERSEN MENINGKAT DIBANDING PERTUMBUHAN TRIWULAN

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 27/05/34/Th.XVI, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2014 SEBESAR 3,41 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan III 2015 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-nya (KEKR) Provinsi Kalimantan Tengah Triwulan III

Lebih terperinci

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016

Rakordal KALTENG. Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 Rakordal KALTENG Kondisi Perekonomian Triwulan IV dan Outlook 2016 2015 PEREKONOMIAN NASIONAL Triwulan III 2015 PDB Tw III-15: 4,73% gpdrb negatif Perbaikan perekonomian terjadi di Jawa, sementara ekonomi

Lebih terperinci

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018 KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 218 Peran Dunia Usaha Dalam Menggerakan Ekonomi Rakyat Samarinda, 14 Maret 217 STRUKTUR EKONOMI KALTIM Seiring dengan booming harga komoditas yang terjadi pada tahun

Lebih terperinci

Halaman ini sengaja dikosongkan

Halaman ini sengaja dikosongkan ii Halaman ini sengaja dikosongkan Kata Pengantar Triwulan IV 211 Hingga akhir tahun 211, perkembangan berbagai indikator ekonomi daerah memperkuat keyakinan capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang diprakirakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci