5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan"

Transkripsi

1 51 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keragaan Usaha Penangkapan Ikan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) telah dilaksanakan Depertemen Kalutan dan Perikanan sejak tahun 2001 sampai dengan 2009 dan pelaksanaannya dibagi menjadi tiga periode, yaitu (1) periode inisiasi ( ), (2) periode institusional ( ), dan (3) periode diversifikasi ( ). Periode inisiasi merupakan periode membangun, memotivasi, dan memfasilitasi masyarakat pesisir agar mampu memenfaatkan kelembagaan ekonomi (LEPP-M3) yang dibangun untuk mendukung pengembangan usaha produktif masyarakat pesisir. Periode institusional merupakan periode yang ditandai dengan upaya pengembangan dan penguatan LEPP-M3. Terakhir periode diversifikasi merupakan periode perluasan unit usaha koperasi LEPP-M3 (Kusnadi, 2009). Program PEMP di Kabupaten Halmahera Utara telah diimplemetasikan sejak tahun 2004, 2006, 2007 dan Pada tahun 2004 PEMP di Kabupaten Halmahera Utara memasuki tahap inisiasi, yaitu tahap pengenalan program kepada masyarakat pesisir dan pemerintah daerah, serta pembentukan kelompok di tingkat masyarakat seperti: kelompok masyarakat pesisir (KMP), kelompok usaha bersama (KUB), unit pengelola kegiatan (UPK) dan lembaga ekonomi pengembangan pesisir mikro mitra mina (LEPP-M3). Pada tahun 2006 memasuki tahap institusional dengan menjadikan LEPP-M3 berbadan hukum koperasi dan penguatan kapasitas kelembagaan di tingkat masyarakat. Pada tahun 2007 hingga 2008 periode diversivikasi, LEPP-M3 tidak hanya mengelola DEP-PEMP saja tetapi mulai mengembangkan usahanya, seperti membangun unit usaha kedai pesisir. Sejak tahun 2004 hingga 2009, PEMP telah menyalurkan dana ekonomi produktif sebesar 2,984,621,000 dan telah membantu penguatan permodalan usaha produktif 553 KMP yang terdiri dari KMP nelayan, KMP budidaya laut, dan KMP pedagang ikan. Bentuk bantuan PEMP bagi KMP nelayan adalah unit penangkapan ikan yang terdiri dari: jaring insang (gillnet), rawai dan pajeko (mini perse seine).

2 Keragaan usaha penangkapan jaring insang (Gillnet) Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara pada umumnya bersifat turun menurun dan hanya mengandalkan kemampuan fisik. Tingkat pendidikan bukan merupakan keharusan untuk menjadi nelayan, namun yang penting adalah memiliki kemauan, keterampilan dan semangat kerja. Berdasarkan ukuran armada penangkapan ikan sebagian besar armada perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera kurang dari 10 GT dan hasil operasi penangkapannya hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (subsisten), maka nelayan Halmahera Utara masih dikategorikan ke dalam nelayan skala kecil. Nelayan sebelum mendapat bantuan unit penangkapan gillnet sebagian besar adalah nelayan pancing ulur (handline) dan sebagian kecil buruh nelayan yang tidak memiliki unit penangkapan ikan. Umumnya nelayan handline bersifat subsisten dengan didukung unit penangkapan ikan sederhana berupa perahu dayung/layar dan alat tangkap berupa dua atau lebih unit pancing ulur. Nelayan pancing ulur dengan menggunakan perahu dayung/layar maka jangkauan daerah penangkapan ikan nelayan handline terbatas sekitar perairan pantai yaitu sekitar kawasan perairan karang dekat tempat tinggal mereka. Waktu yang dibutuhkan untuk melaut hanya satu hari (one day fishing), sehingga menyebabkan penangkapan ikan di perairan pantai tersebut menjadi padat dan hasil tangkapan ikan menjadi rendah. Rata-rata hasil tangkapan ikan sebanyak 7 kg/trip dan rata-rata melaut 15 trip dalam sebulan. Jenis ikan target nelayan handline yaitu ikan karang seperti kerapu (Ephynephelus sp), ekor kuning (Caesio cuning), Kakap (Lates sp), ikan merah (Lutjanus sp) dan ikan demersal lainnya. Dalam rangka pemberdayaan nelayan, sejak tahun 2004 hingga 2008 Pemerintah Daerah Halmahera Utara memberikan stimulan berupa unit penangkapan ikan secara bertahap untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan skala kecil. Salah satu bantuan unit penangkapan tersebut adalah jaring insang (gillnet) bagi nelayan handline dan buruh nelayan sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas mereka. Bantuan unit penangkapan ikan ini diberikan dalam bentuk paket yang terdiri dari 2 piece gillnet (1 piece meter), sebuah perahu ketinting 1 GT dan sebuah mesin ketinting 5,5 PK.

3 53 Gillnet merupakan alat tangkap yang selektif berupa lembar dinding jaring berbentuk empat persegi panjang. Gillnet yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis yaitu jaring insang hanyut (drift gillnet). Alat tangkap ini terdiri atas tali selambar, jaring, pelampung dan tali ris atas. Jaring gillnet terbuat dari bahan PA monoethiline berbentuk segi empat dengan total tinggi jaring 6-8 m, panjang m dengan ukuran mata jaring 2,0-2,5 inci, seperti disajikan pada Gambar m 6-8 m 2,0-2,5 inch Gambar 4 Konstruksi gillnet di Kabupaten Halmahera Utara. Perahu yang digunakan alat tangkap gillnet adalah ketinting bermesin outboard dengan kekuatan 5,5 PK dan memakai bahan bakar bensin. Perahu ketinting ini terbuat dari kayu dengan rata-rata panjang 5,0 meter, lebar 1,2 meter, dan dalam 0,7 meter. Alat tangkap gillnet ini dioperasikan oleh 2 orang dengan waktu operasi penangkapannya adalah satu hari (one day fishing). Dengan perahu ketinting bermesin 5,5 PK, memungkinkan nelayan gillnet menjangkau daerah penangkapan ikan di pulau-pulau kecil yang agak jauh dari tempat tinggal mereka. Rata-rata hasil tangkapan ikan sebanyak 18 kg per trip dan jumlah melaut dalam sebulan sebanyak 22 trip. Jenis ikan tangkapan target nelayan gillnet yaitu jenis ikan karang seperti seperti kerapu (Ephynephelus sp), ekor kuning (Caesio cuning), Kakap (Lates sp), ikan merah (Lutjanus spp) dan ikan demersal lainnya. Selain itu, jaring insang memungkinkan menangkap ikan pelagis yang memiliki sifat bergelombol atau berkelompok, seperti ikan kembung, layang, tongkol dan ikan pelagis lainnya. Nelayan gillnet masih menjual hasil tangkapannya dengan harga ikan yang relatif rendah dari harga pasar ke pedagang pengumpul (dibo-dibo). Untuk jenis

4 54 ikan karang dipukul rata per kg. Hal ini disebabkan tempat pelelangan ikan TPI masih tidak berfungsi, sehingga nelayan tidak memiliki alternatif untuk menjual selain dibo-dibo. Selain itu, nelayan gillnet masih memiliki ketergantungan terhadap dibo-dibo, seperti untuk keperluan melaut (perbekalan, umpan dan BBM) masih difasilitasi oleh dbo-dibo. Gambaran keragaan usaha perikanan tangkap sebelum dan sesudah menerima bantuan unit penangkapan gillnet disajikan pada Tabel 9. No Tabel 11 Keragaan usaha penangkapan ikan pancing ulur dan gillnet. Uraian Usaha Penangkapan Ikan Pancing Ulur Gillnet 1. Pekerjaan utama Nelayan Sambilan/ Buruh nelayan 2. Jenis perahu (P =5 meter, L = 1,2 meter, dan D = 0,7 meter) Perahu dayung/layar Nelayan Perahu Ketinting bermesin 5,5 PK 3. ABK Daerah Penangkapan Ikan Perairan karang dekat tempat tinggal nelayan 5. Rata-rata hasil tangkapan ikan per trip (Kg) Perairan karang di sekitar pulau-pulau kecil Jumlah trip per bulan Rata-rata biaya operasional per trip (Rp) 8. Penjualan hasil tangkapan Dibo-dibo Dibo-dibo Sumber : Data diolah Keragaan usaha penangkapan rawai dasar Kelompok nelayan penerima bantuan unit penangkapan ikan rawai dasar sebelumya merupakan kumpulan nelayan yang tidak mempunyai alat penangkapan ikan (buruh nelayan) yang bekerja di juragan alat penangkapan rawai, nelayan pengangguran dan angkatan kerja baru. Bantuan unit penangkapan ikan rawai dasar diberikan secara bertahap kepada nelayan pemohon yang sudah terseleksi. Bantuan unit penangkapan rawai ini diberikan dalam bentuk paket yang terdiri dari 2-5 basket rawai dasar, sebuah perahu motor tempel ukuran 2 GT dan sebuah mesin berdaya PK. Rawai dasar adalah salah satu alat penangkapan ikan-ikan yang hidup di perairan karang, yaitu sekitar terumbu karang. Rawai dasar untuk perairan karang

5 55 termasuk ke dalam rawai tetap (set long line). Rawai tetap adalah rawai yang salah satu ujung utama sebelah bawah diberi batu pemberat atau jangkar sehingga saat ini tetap dan tidak hanyut, sedangkan ujung lainnya diikatkan di pelampung atau perahu, konstruksi umum alat tangkap rawai seperti disajikan pada Gambar 5. Sumber: Sainsbury (1971) Gambar 5 Konstruksi umum rawai dasar di Kabupaten Halmahera Utara. Perahu yang digunakan alat tangkap rawai bermesin outboard dengan kekuatan PK. Perahu rawai ini terbuat dari kayu dengan rata-rata panjang 6.5 meter, lebar 1,5 meter, dan dalam 0,80 meter. Alat tangkap rawai ini dioperasikan oleh 4-6 orang dengan tugas yang berbeda-beda, yaitu seorang sebagai jurumudi merangkap fishing master, dan sisanya sebagai pemasangan umpan ke pancing, penebar pancing dan pangangkat hasil tangkapan. Waktu operasi penangkapan rawai dasar adalah satu hari per trip (one day fishing). Setiap kelompok nelayan membawa 2-5 basket rawai, satu basket terdiri dari tiga utas tali utama dangan 45 tali cabang dan 45 mata pancing. Umpan yang digunakan adalah ikan lemuru (Sardinella longiceps), ikan malalugis/layang (decapterus sp.) dan jenis ikan kecil lainnya dengan ukuran panjang umpan berkisar antara cm. Daerah penangkapan ikan di perairan karang sekitar pulau-pulau kecil yang agak jauh tempat tinggal mereka. Rata-rata hasil tangkapan ikan sebanyak 500-

6 kg per trip dan jumlah melaut dalam sebulan sebanyak 12 trip. Jenis ikan tangkapan target terdiri dari : ikan hiu, ikan tuna (Thunus sp) dan ikan karang seperti kerapu (Ephynephelus sp), ekor kuning (Caesio cuning), Kakap (Lates sp), ikan merah (Lutjanus spp) dan ikan demersal lainnya. Nelayan rawai juga masih menjual hasil tangkapannya ke dibo-dibo dengan harga ikan dipukul rata tidak membedakan jenisnya dan relatif rendah dari harga pasar. Hal ini disebabkan tempat pelelangan ikan TPI masih tidak berfungsi, sehingga nelayan tidak memiliki alternatif untuk menjual selain dibo-dibo. Selain itu, nelayan rawai sangat tergantung terhadap dibo-dibo, seperti untuk keperluan melaut (perbekalan, umpan dan BBM) masih difasilitasi oleh dibo-dibo. Sistem bagi hasil nelayan rawai yang berlaku sebelum menerima bantuan, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor); (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional untuk mendapat laba bersih; dan (3) laba bersih dibagi untuk pemilik (juragan) 40% dan nelayan (ABK) 60% (Gambar 6). Sedangkan sistem bagi hasil sesudah menerima bantuan rawai, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor); (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional untuk mendapat laba bersih; dan (3) laba bersih 100% menjadi bagian nelayan rawai (ABK) (Gambar 7). Produksi Pendapatan Kotor Biaya Operasional Pendapatan Bersih Pemilik UPI 40% ABK/Buruh Nelayan 60% Gambar 6 Sistem bagi hasil usaha perikanan rawai (pemilikan usaha perorangan/juragan).

7 57 Produksi Pendapatan Kotor Biaya Operasional Pendapatan Bersih ABK/Buruh Nelayan 100% Gambar 7 Sistem bagi hasil usaha perikanan rawai (pemilikan usaha kolektif/kelempok). Secara umum keragaan unit penangkapan ikan nelayan sebelum dan sesudah menerima unit penangkapan ikan rawai, disajikan pada Tabel 10. Tabel 12 Keragaan usaha penangkapan ikan sebelum dan sesudah program bantuan unit penangkapan rawai. No Uraian Bantuan UPI Rawai Sebelum Sesudah 1. Pekerjaan utama Buruh Nelayan Nelayan Pemilik 2. Jenis alat penangkapan ikan Rawai Rawai 3. Jenis perahu (P = 6,5 meter, L = 1,5 meter, dan D = 0,80 meter ) Kapal Motor Tempel Kapal Motor Tempel 4 ABK Daerah Penangkapan Ikan Perairan Pantai sekitar ± 6 mil Perairan Pantai sekitar ± 6 mil 6. Jumlah trip per bulan Rata-rata jumlah tangkapan per trip (Kg) 8. Rata-rata biaya operasional per trip (Rp) 9. Bagi hasil (ABK) 60 % 100% 8. Penjualan hasil tangkapan Dibo-dibo Dibo-dibo Sumber : Data diolah Keragaan usaha penangkapan pajeko (mini purse seine) Nelayan mini purse seine (soma pajeko) sebelum mendapat bantuan unit penangkapan ikan sebagian besar adalah buruh nelayan pajeko dan sebagian kecil

8 58 adalah nelayan pengangguran dan angkatan kerja baru. Statusnya sebagai buruh tentunya pendapatan meraka sangat rendah karena pendapatanya merupakan sisa bagi hasil setelah dipotong bagian rumpon (25% dari pendapatan bersih) dan pemilik kapal (37,5% dari pendapatan bersih). Sehingga bagian buruh nelayan (ABK) sebesar 37,5% dari pendapatan bersih, kemudian dibagi jumlah ABK ratarata 20 orang atau setara 1,86%. Untuk meningkatkan status nelayan buruh menjadi nelayan pemilik (mobilisasi veritkal), Pemerintah Daerah Halmahera Utara sejak tahun 2004 sampai 2008 telah memberikan unit penangkapan pajeko. Dengan pemberian bantuan unit penangkapan tersebut, diharapkan meningkatkan status mereka dari buruh nelayan menjadi nelayan pemilik pajeko dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan dan akhirnya bermuara pada perbaikan kesejahteraan nelayan. Hasil penelitian menunjukkan, nelayan pajeko menggunakan kapal penangkapan dengan tipe yang relatif sama, namun ukurannya relatif berbedabeda. Sedangkan jaring purse seine yang digunakan mempunyai ukuran yang relatif sama. Panjang mini purse seine berkisar antara meter dan dalam kantong meter. Alat tangkap ini terdiri dari kantong (bunt), badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring (selvedge), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat (sinkers), pelampung (floats) dan cincin (purse rings), seperti disajikan pada Gambar 8. Pengoperasian pajeko di perairan Halmahera Utara menggunakan alat bantu rumpon dan perahu lampu. Kapal dan perahu yang digunakan terbuat dari kayu. Ukuran panjang kapal berkisar antara meter, lebar berkisar 2,5-4,0 meter dan dalam berkisar 1-1,5 meter. Kapasitas kapal pajeko berkisar antara 6-10 GT dengan kekuatan mesin PK (3-4 buah mesin Yamaha). Sedangkan perahu lampu memiliki panjang berkisar antara 3-5 meter, lebar antara 0,5-1 meter, dan dalam 0,5-0,8 meter. Jumlah nelayan yang mengoperasikan pajeko berjumlah antara orang termasuk tonaas. Tonaas adalah orang yang memimpin operasi penangkapan (fishing master). Waktu operasi alat tangkap pajeko di Kabupaten halmahera hanya satu hari (one days fishing), berangkat menuju fishing ground (rumpon) pada sore hari dan kembali pada pagi hari. Oleh karena itu, Daerah penangkapan

9 59 pajeko masih terbatas sekitar 2-3 mil laut dari garis pantai Halmahera Utara pada kedalam meter. Daerah penangkapan ikan disekitar perairan pulau-pulau kecil tepatnya Kepulauan Tulunuo di utara perairan Halmahera Utara, dimana perairan tersebut semberdaya ikannya masih belum banyak disentuh oleh nelayan lainnya. Gambar 8 Desain jaring pajeko di Kabupaten Halmahera Utara. Sumber: Karman 2008 Rata-rata hasil tangkapan ikan pajeko sebanyak 1700 kg per trip dan jumlah melaut dalam sebulan sebanyak 20 trip. Dalam setahun operasi penangkapan ini sebanyak 8 bulan dan sisanya 4 bulan lagi merupakan bulan paceklik. Pada bulan paceklik, nelayan tidak melaut karena pada bulan November sampai Februari sering terjadi badai (gelombang besar) dan pada bulan-bulan paceklik ini dimanfaatkan nelayan untuk memperbaiki unit penangkapan ikan. Jenis ikan tangkapan dominan mini purse seine adalah jenis ikan pelagis kecil yang hidup berkelompok. Jenis-jenis ikan yang tertangkap, meliputi malalugis/layang (Decapterus sp), kembung (Rastrelliger sp), tongkol (Euthynnus aviinis) dan selar (Selaroides sp).

10 60 Dalam pemasaran hasil tangkapan mini purse seine, seperti halnya dengan alat tangkap lainnya tergantung dibo-dibo. Hal ini disebabkan tempat pelelangan ikan TPI masih tidak berfungsi, sehingga nelayan tidak memiliki alternatif untuk menjual selain ke dibo-dibo. Tentunya ikan hasil tangkapan relatif rendah rata-rata Rp 3000 kg untuk jenis ikan peralgis dan jauh berbeda dengan harga di pasar. Sistem bagi hasil nelayan mini purse seine yang berlaku sebelum menerima bantuan, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor); (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional dan bagi hasil 25% rumpon untuk mendapat laba bersih; dan (3) laba bersih dibagi untuk pemilik (juragan) 50% dan nelayan (ABK) 50% (Gambar 9). Sedangkan sistem bagi hasil sesudah menerima bantuan, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor); 2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional dan bagi hasil 25% rumpon untuk mendapat laba bersih; dan (3) laba bersih 100% menjadi bagian nelayan (ABK) (Gambar 10). Produksi Pendapatan Kotor 25% untuk rumpon Biaya Operasional Pendapatan Bersih Pemilik UPI 50% ABK/Buruh Nelayan 50% Gambar 9 Sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine (pemilikan usaha perorangan/juragan).

11 61 Produksi Pendapatan Kotor 25% untuk rumpon Biaya Operasional Pendapatan Bersih ABK/Buruh Nelayan 100% Gambar 10 Sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine (pemilikan usaha kolektif/kelempok). Keragaan usaha penangkapan ikan oleh nelayan sebelum dan sesudah menerima unit penangkapan mini purse seine, disajikan pada Tabel 11. Tabel 13 Keragaan usaha penangkapan ikan sebelum dan sesudah program bantuan unit penangkapan mini purse seine. Bantuan UPI Mini purse seine No Uraian Sebelum Sesudah 1. Pekerjaan utama Buruh Nelayan Nelayan Pemilik 2. Jenis alat penangkapan ikan Pajeko/Mini purse seine 3. Jenis perahu (P = meter, L = 2,5-4,0 meter dan D = 1-1,5 meter Kapal Motor Tempel Pajeko/Mini purse seine Kapal Motor Tempel 4 ABK Daerah Penangkapan Ikan Perairan Pantai sekitar ± 2-3 mil Perairan Pantai sekitar ± 2-3 mil 6. Jumlah trip per bulan Rata-rata jumlah tangkapan per trip (Kg) Rata-rata biaya operasional per trip (Rp) Bagi hasil untuk ABK 37,5 % 75% 10. Penjualan hasil tangkapan Dibo-dibo Dibo-dibo Data: Diolah 2009

12 Tingkat Pendapatan dan Kelayakan Usaha Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan setiap jenis alat tangkap berbeda satu sama lain. Tingkat pendapatan terendah diperoleh nelayan gillnet baik sebelum dan sesudah menerima bantuan unit penangkapan ikan. Sedangkan tingkat pendapatan tertinggi diperoleh nelayan mini purse seine baik sebelum dan sesudah menerima bantuan unit penangkapan ikan (Tabel 14). Tabel 14 Pendapatan nominal responden sebelum dan sesudah bantuan unit penangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara. Jumlah Pendapatan Rata-Rata Nelayan Responden (Rp per tahun) Kenaikan (Orang) Sebelum Sesudah (Rp.) % Gillnet Rawai Mini purse seine Tingkat pendapatan nelayan gillnet dihitung berdasarkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan dikurangi dengan biaya operasional setiap trip. Ditinjau dari segi nominal pendapatan nelayan gillnet mengalami kenaikan tertinggi dibanding alat tangkap lainnya, yaitu sebesar 114 % atau dari Rp per tahun (sebelum bantuan) menjadi per tahun (sesudah bantuan). Tingkat pendapatan nelayan rawai (pendapatan bersih) dihitung berdasarkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan (pendapatan kotor) dikurangi dengan biaya operasional setiap trip. Untuk pendapatan nelayan rawai sebelum menerima bantuan, pendapatan bersih dibagi 40% bagi pemilik kapal dan 60% bagi ABK. Pendapatan nominal nelayan rawai juga mengalami kenaikan setelah menerima bantuan unit penangkapan ikan, yaitu sebesar 67 % atau dari Rp per tahun (sebelum bantuan) menjadi per tahun (sesudah bantuan), seperti tersaji pada Gambar 11 dan Gambar 12. Begitupula pendapatan nelayan mini purse seine mengalami kenaikan setelah memperoleh bantuan unit penangkapan ikan, yaitu sebesar 100 % atau dari

13 63 Rp per tahun (sebelum bantuan) menjadi per tahun (sesudah bantuan), seperti tersaji pada Gambar 11 dan Gambar 12. Rata-Rata Pendapatan Per Tahun Gillnet Rawai Pajeko % Kenaikan Pendapatan Gambar 11 Presentase peningkatan pendapatan nelayan penerima bantuan unit penangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara. Rata-rata P endapatan P er Tahun (000) 600, , , , , , , ,225 61,071 36,643 9,660 20,669 Gillnet Rawai Pajeko Unit Penangkapan Ikan Sebelum Sesudah Gambar 12 Rata-rata pendapatan nominal usaha penangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara. Faktor utama yang juga sangat mempengaruhi pendapatan nelayan adalah harga ikan. Hasil wawancara terhadap responden tentang persepsi harga ikan, menunjukkan hampir 93,25% responden menyatakan harga ikan rendah dan hanya 6,75% responden menyatakan harga ikan cukup, seperti tersaji pada Gambar 13.

14 Prosentase Baik Cukup Rendah Persepsi Responden Terhadap Harga Ikan Gambar 13. Persepsi responden terhadap penjualan harga ikan di Kabupaten Halmahera Utara Analisis usaha dan investasi Analisis usaha penangkapan ikan dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan usaha yang akan dicapai secara finansial. Analisis usaha yang dilakukan dalam usaha pengembangan usaha gillnet, rawai dan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara meliputi keuntungan, payback period (PP) dan return of investment (ROI). Hasil analisis usaha perikanan gillnet, rawai dan pajeko tersaji pada Tabel 15. Hasil analisis usaha dari ketiga ukuran alat tangkap tersebut dilakukan sebagai penilaian keberhasilan pengembangan usaha gillnet, rawai dan pajeko pada saat ini dan untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha gillnet, rawai dan pajeko dimasa mendatang. Tabel 15 Analisis usaha perikanan gillnet, rawai dan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara. No. Analisis Usaha 1. Keuntungan usaha per tahun (Rp) 2. Rasio imbangan penerimaan dan biaya (R/C) Usaha Penangkapan Ikan Gillnet Rawai Pajeko ,53 1,50 1,54 3. Return of Investment (ROI) 71,91% 90,11% 82,70% 4. Payback period (bulan)

15 65 Keuntungan usaha penangkapan ikan berbeda untuk ketiga jenis usaha. Berdasarkan analisis keuntungan per tahun, keuntungan usaha perikanan pajeko lebih besar dibandingkan dengan gillnet dan rawai, yaitu: sebesar Rp ,- dibanding Rp ,- dan Rp R/C merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Analisis R/C dilakukan melihat berapa penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan pada unit usaha perikanan pajeko. Pada usaha perikanan gillnet, rawai dan pajeko ini diperoleh nilai R/C>1, sehingga dapat diartikan usaha tersebut menguntungkan. Nilai R/C gillnet sebesar 1,53, rawai sebesar 1,50 dan pajeko sebesar 1,54. Artinya setiap satu rupiah total biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan total penerimaan gillnet sebesar Rp 0,53, rawai sebesar Rp 0,50 dan pajeko sebesar Rp 0,54. ROI bertujuan mengetahui tingkat keuntungan diperoleh dalam setiap rupiah investasi yang ditanamkan. ROI dari unit usaha perikanan pajeko ukuran gillnet, rawai dan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara sebesar 71,97%, 90,11% dan 82,70%. Hal ini berarti bahwa setiap seratus rupiah yang diinvestasikan akan memberikan keuntungan sebesar Rp 71,97,-; Rp 77,90,- dan Rp 85,06,-; PP dalam studi kelayakan usaha berfungsi mengetahui berapa lama usaha yang diusahakan dapat mengembalikan investasi. Semakin cepat pengembalian biaya investasi sebuah usaha, semakin baik usaha tersebut karena semakin lancar perputaran modal. PP dari unit usaha perikanan gillnet, rawai dan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara adalah 20 bulan, 16 bulan dan 21 bulan. Hal ini berarti waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian biaya/modal investasi dalam waktu cukup pendek pada tahun kedua yaitu 20 bulan, 16 bulan dan 19,8 bulan Analisis kriteria investasi Analisis kriterai investasi menggambarkan proyeksi arus peneriman dan arus pengeluaran usaha perikanan tangkap gillnet, rawai dan pajeko selama sepuluh tahun usaha. Adapun nilai kriteria kelayakan usaha perikanan gillnet, rawai dan pajeko di Halmahera Utara tersaji pada Tabel 16.

16 66 Tabel 16 Kriteria kelayakan usaha perikanan gillnet, rawai dan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara. No. Analisis Usaha 1. Net Present Value (NPV) pada DF 15% (RP) Usaha Penangkapan Ikan Gillnet Rawai Pajeko Net B/C pada DF 15% 1,33 2,66 1,28 3. Internal Rate of Return (IRR) 62% 141 % 40 % Suatu usaha layak dijalankan jika NPV adalah selisih antara benefit (pendapatan) dengan cost (pengeluaran) yang telah di present value kan lebih dari nol. Nilai NPV pada ketiga jenis usaha penangkapan ikan bernilai positif (NPV>0), seperti tersaji pada Tabel 16. Hal ini menunjukkan usaha perikanan gillnet, rawai dan pajeko adalah proyek usaha yang layak. Net B/C unit usaha penangkapan perikanan gillnet, rawai dan pajeko lebih besar dari satu (Net B/C>1), artinya selama tahun proyek pada tingkat discount rate 15% per tahun setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan benefit bersih sebesar Rp 1,33, Rp 2,66 dan Rp 1,28 sehingga dapat dikatakan ketiga usaha perikanan tersebut layak untuk dikembangkan di Kabupaten Halmahera Utara. Perhitungan IRR dilakukan dengan cara mencari discount rate yang dapat menyamakan antara present value dari aliran kas dengan present value dari investasi (initial investment). Jika perhitungan IRR dari discount rate dikatakan usaha tersebut feasible (layak) dijalankan, bila lebih besar dari discount rate (bunga kredit) dan jika IRR lebih kecil dari discount rate (bunga kredit) berarti usaha tersebut tidak layak. Nilai IRR dari gillnet, rawai dan pajeko di Kabupaten Halmahera Utara lebih tinggi dari nilai discount rate (15%). Hal ini menunjukkan ketiga jenis usaha penangkapan ikan tersebut layak diusahakan. 5.3 Strategi Peningkatan Usaha Pendapatan Ikan Program pemberian bantuan unit penangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara bertujuan untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat nelayan didaerahnya. Implementasi program bantuan ini yang telah dilakukan tidak terlepas dari kekurangan baik yang bersumber dari pelaksana program (aparat pemerintah) maupun penerima program (masyarakat nelayan). Namun demikian

17 67 program bantuan tersebut telah berdampak positif dalam meningkatkan pendapatan nelayan penerima program. Oleh karena itu, program bantuan unit penangkapan ini diharapkan dapat terus diimplementasikan dengan berbagai perbaikan agar peningkatan pendapatan nelayan secara berkelanjutan. Dalam rangka peningkatan pendapatan nelayan berkelanjutan, tentunya diperlukan strategi kebijakan yang tepat. Untuk memilih strategi kebijakan yang tepat digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT dilakukan untuk membandingkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dengan faktor eksternal (peluang dan ancaman) terhadap usaha perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara Penentuan faktor strategis internal Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden (nelayan, pedagang pengumpul, koperasi dan pemerintah daerah), diperoleh delapan faktor internal utama yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan peningkatan usaha penangkapan ikan, disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Penilaian faktor internal peningkatan pendapatan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. No Parameter Kunci Indikator K/L 1 Dukungan kebijakan pemerintah daerah Kebijakan pemerintah yang kuat terhadap pembangunan masyarakat pesisir, seperti bantuan unit penangkapan ikan dan perbaikan akses transportasi 2 Tenaga kerja cukup banyak Tersedianya tenaga kerja cukup bagi usaha perikanan K 3 Dukungan masyarakat pasisir 4 Kelembagan masyarakat lokal Keterlibatan masyarakat pesisir dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDI Mulai terbangunnya tatanan di masyarakat lokal pengelolaan SDI (kaum muda dan kaum bapak) 5 Lemahnya akses pemasaran Nelayan Kabupaten Halmahera Utara kesulitan menjual hasil tangkapannya karena TPI tidak berfungsi sehingga menjual ke dio-dibo (pedagang pengumpul). 6 Kapasitas SDM nelayan masih rendah 7 Sarana prasarana pendukung belum memadai 8 Permodalan dari lembaga keuangan masih rendah Keterangan : K = kekuatan L = Kelemahan Tingkat pendidikan sebagian besar rendah dan terbatas dalam penggunaan teknologi Kurangnya sarana prasarana pendukung usaha perikanan, seperti TPI dan pabrik es yang tidak berfungsi Tidak adanya agunan menyebabkan tidak dapat memanfaatkan permodalan usaha kecil menengah dari lembaga keuangan/perbankan K K K L L L L

18 68 Untuk perumusan faktor strategi internal digunakan model matriks internal factors analysis summary (IFAS). Penggunan matriks IFAS ini untuk mengukur sejauhmana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dari usaha perikanan tangkap. Dengan melakukan pembobotan dan penilaian rating terhadap kekuatan dan kelemahan pengembangan usaha perikanan tangkap akan diperoleh skor penilaian terhadap masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan (Tabel 18). Tabel 18 Matrik IFAS peningkatan pendapatan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. Faktor-faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan (Strengths) 1. Dukungan pemerintah daerah (S1) 0,20 4 0,82 2. Tenaga kerja cukup banyak (S2) 0,19 4 0,75 3. Dukungan masyarakat pesisir (S3) 0,20 4 0,79 4. Kelembagaan masyarakat lokal (S4) 0,15 3 0,45 Total Kekuatan 2,82 Kelemahan (Weakness) 1. Lemahnya akses pemasaran (W1) 0,08 1 0,08 2. Kapasitas SDM Nelayan masih rendah (W2) 0,06 1 0,06 3. Sarana prasarana pendukung belum memadai (W3) 0,07 1 0,07 4. Permodalan dari lembaga keuangan masih rendah (W4) 0,05 1 0,05 Total Kelamahan 0,26 Total Faktor Internal 1 3,10 Keterangan reting : 1 = sangat lemah 2 = agak lemah 3 = agak kuat 4 = sangat kuat Hasil perhitungan IFAS menunjukkah bahwa faktor internal yang memiliki kekuatan utama peningkatan pendapatan nelayan, yaitu (1) dukungan pemerintah daerah dengan skor 0,82; (2) dukungan masyarakat pesisir dengan skor 0,79; (3) tersedianya tenaga kerja dengan skor 0,75; dan (4) dukungan kelembagaan masyarakat lokal dengan skor 0,45. Sedangkan kelemahan utama dalam peningkatan pendapatan nelayan, yaitu: (1) lemahnya akses pemasaran dengan skor 0,08; (2) sarana prasarana pendukung belum memadai dengan skor nilai 0,07; (3) kapasitas SDM nelayan masih rendah dengan skor 0,06 dan (4) permodalan lembaga keuangan masih rendah dengan skor 0,05.

19 69 Nilai total skor matrik IFAS sebesar 3,1 2,5 artinya kondisi internal memiliki kekuatan mengatasi kelemahan. Dengan demikian jika keempat kekuatan itu dioptimalkan akan dapat mengatasi berbagai kelemahan yang ada Penentuan faktor strategis eksternal Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, diperoleh delapan faktor eksternal yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Faktor eksternal berpengaruh positif adalah peluang dan berpengaruh negatif adalah ancaman, disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Penilaian faktor eksternal peningkatan pendapatan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. No Parameter Kunci Indikator P/A 1 Potensi SDI belum dimanfaatkan optimal 2 Prospek perikanan tangkap menjanjikan 3 Pangsa pasar usaha perikanan terbuka 4 Peluang Pengembangan Bank Perkreditan Rkayat (BPR) Nelayan Potensi SDI sebersar ,8 ton per/tahun dengan tingkat pemanfaatan baru 13,13% Wilayah Kab Halut merupakan kepulauan sehingga pengembangan usaha perikanan sangat berpotensi Dengan promosi melalui website dan membuka jaringan pemasaran akan membuka akses pemasaran dan investasi Pengembangan usaha perikanan akan berdampak meningkatkan pendapatan daerah (PAD) 5 Harga ikan rendah Mekanisme pasar belum teratur dengan baik dan tidak ada standar harga dasar ikan 6 Ketergantungan terhadap Dibodibo sangat kuat 7 Kegiatan penangkapan ikan bersifat merusak dan IUU 8 Koordinasi antar sektor terkait masih rendah Nelayan untuk kebutuhan melaut masih mengadalkan pinjaman dari dibo-dibo Penurunan SDI karena destruktif dan illegal fishing yang dilakukan nelayan luar daerah dan asing Koordinasi antar instasi terkait rendah menyebabkan tumpang tindih kebijakan P P P P A A A A Keterangan reting : P = Potensi A = Ancaman Untuk penilaian terhadap faktor strategi eksternal yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan digunakan model matriks eksternal factors analysis summary (EFAS). Penggunan matriks EFAS ini untuk mengukur

20 70 sejauhmana peluang dan ancaman faktor eksternal terhadap peningkatan pendapatan nelayan, seperti tersaji pada Tabel 20. Tabel 20 Matrik EFAS Peningkatan pendapatan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. Faktor-faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang (Opportunities) 1. Potensi SDI belum dimanfaatkan optimal (O1) 0,14 4 0,55 2. Prospek perikanan tangkap menjanjikan (O2) 0,11 4 0,45 3. Pangsa pasar perikanan terbuka (O3) 0,13 3 0,40 4. Peluang BPR Nelayan (O4) 0,11 3 0,33 Total Kekuatan 1,74 Ancaman (Threats) 1. Harga ikan rendah (T1) 0,14 2 0,27 2. Ketergantungan terhadap dibo-dibo (T2) 0,13 2 0,26 3. Kegiatan penangkapan ikan bersifat merusak dan IUU (T3) 0,12 2 0,25 4. Koordinasi antar sektor masih rendah (T4) 0,11 1 0,11 Total Kelamahan 0,89 Total Faktor Internal 1 2,63 Hasil analisis tabel EFAS menunjukkah bahwa faktor eksternal utama yang mempengaruhi peningkatan pendapatan nelayan, yaitu: (1) potensi SDI belum dimanfaatkan optimal dengan skor 0,55; (2) prospek perikanan tangkap dengan skor 0,45; (3) pangsa pasar perikanan terbuka dengan skor 0,40; dan (4) Peluang BPR Nelayan dengan skor 0,33. Sedangkan ancaman yang utama, yaitu: (1) harga ikan yang rendah dengan skor 0,55; (2) ketergantungan terhadap dibo-dibo dengan skor 0,52; (3) kegitan penangkapan ikan yang merusak dengan skor 0,50; dan (4) koordinasi antar sektor masih lemah dengan skor 0,34. Total skor pada matrik EFAS sebesar 2,6 2,5 artinya sistem mampu merespon situasi eksternal yang ada. Dengan kata lain, jika semua peluang dapat dimanfaatkan dengan optimal akan dapat mengatasi berbagai ancaman tersebut Penentuan strategi peningkatan pendapatan nelayan Untuk menentukan alternatif strategi kebijakan peningkatan usaha penangkapan ikan, pemerintah daerah dan masyarakat pesisir dapat menggunakan kekuatan-peluang yang dimiliki dan meminimalkan kelemahan-ancaman yang

21 71 dihadapi. Berdasarkan analisis IFAS dan EFAS dirumuskan alternatif strategi kebijakan bagi peningkatan pendapatan nelayan dengan menggunakan analisis matriks SWOT, seperti disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Matriks SWOT peningkatan usaha panangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara. Eksternal Faktor Internal Faktor Peluang (Opportunities) 1) Potensi SDI belum dimanfaatkan optimal (O1) 2) Prospek perikanan tangkap menjanjikan (O2) 3) Pangsa pasar hasil perikanan terbuka (O3) 4) Peluang BPR Nelayan (O4) Ancaman (Threats) 1) Harga ikan rendah (T1) 2) Ketergantungan terhadap dibo-dibo (T2) 3) Kegiatan penangkapan ikan bersifat merusak dan IUU (T3) 4) Koordinasi antar sektor masih rendah (T4) Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weakness) 1) Dukungan pemerintah 1) Lemahnya akses pemasaran daerah (S1) (W1) 2) Tenaga kerja cukup 2) Kapasitas SDM nelayan banyak (S2) masih rendah (W2) 3) Dukungan masyarakat 3) Sarana Prasarana pendukung pesisir (S3) belum memadai (W3) 4) Dukungan Kelembagaan 5) Permodalan lembaga masyarakat lokal (S4) keuangan masih rendah (W4) Strategi SO : Strategi WO : 1) Pengembangan skala usaha perikanan tangkap 2) Bantuan unit penangkapan ikan 3) Pengembangan jaringan pasar 4) Pembinaan dan pelatihan 5) Pembangunan sarana prasarana pendukung usaha peraikanan tangkap Strategi ST : Strategi WT : 6) Pengembangan jaringan pasar 8) Penegakan Hukum 7) Peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk mendukung usaha perikanan tangkap Hasil matriks SWOT menunjukkan bahwa ada tujuh alternatif strategi kebijakan peningkatan pendapatan nelayan di Kabupaten Halmahera Utara. Namun untuk strategi pengembangan skala usaha perikanan tangkap mencakup bantuan unit penangkapan ikan, maka menjadi enam rumusan strategi meliputi: 1) Alternatif 1, pengembangan skala usaha perikanan tangkap. 2) Alternatif 2, pembinaan dan pelatihan. 3) Alternatif 3, pembangunan sarana prasarana pendukung usaha perikanan tangkap.

22 72 4) Alternatif 4, pengembangan jaringan pasar. 5) Alternatif 5, penegakan hukum. 6) Alternatif 6, peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk mendukung usaha perikanan tangkap. Setelah berbagai alternatif strategi dianalis menggunakan matrik SWOT, tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan. Tahap pengambilan keputusan adalah memilih strategi terbaik sesuai dengan kondisi internal dan eksternal suatu sistem. Untuk menentukan skala prioritas dari ketujuh alternatif strategi kebijakan dilakukan analisis matrik Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Berdasarkan hasil analisis matrik QSPM (lihat Tabel 22) diperoleh skala prioritas strategi kebijakan sebagai berikut: 1) Prioritas ke-1, pengembangan skala usaha perikanan tangkap dengan skor 6,94. 2) Prioritas ke-2, pembangunan sarana prasarana pendukung usaha perikanan tangkap dengan skor 6,75. 3) Prioritas ke-3, pengembangan jaringan pasar dengan skor 6,64. 4) Prioritas ke-4, pembinaan dan pelatihan dengan skor 5,61. 5) Prioritas ke-5, penegakan hukum dengan skor 5,28. 6) Prioritas ke-6, peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk mendukung usaha perikanan tangkap dengan skor 5,12.

23 73 Tabel 22 Analisis matriks QSPM penentuan skala prioritas alternatif strategi kebijakan peningkatan usaha peangkapan ikan. Alternatif Strategi Bobot Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Alternatif 5 Alternatif 6 AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS AS WAS Peluang O O O O Ancaman T T T T Kekuatan S S S S Kelemahan W W W W Total Prioritas Keterangan: a. Alternatif 1, Pengembangan skala usaha perikanan tangkap b. Alternatif 4, Pengembangan jaringan pasar c. Alternatif 2, Pembinaan dan pelatihan d. Alternatif 5, Penegakan Hukum e. Alternatif 3, Pembangunan sarana prasarana pendukung usaha peraikanan tangkap f. Alternatif 6, Peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk mendukung usaha perikanan tangkap

ANALISIS KERAGAMAN USAHA PENANGKAPAN IKAN PASCA PROGRAM PEMBERDAYAAN NELAYAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA

ANALISIS KERAGAMAN USAHA PENANGKAPAN IKAN PASCA PROGRAM PEMBERDAYAAN NELAYAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA ANALISIS KERAGAMAN USAHA PENANGKAPAN IKAN PASCA PROGRAM PEMBERDAYAAN NELAYAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA Performance Analysis After Fishing Unit Empowerment Program in North Halmahera Regency Surya Darma

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Administrasi Secara geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak antara 127 O 17 BT - 129 O 08 BT dan antara 1 O 57 LU - 3 O 00 LS. Kabupaten

Lebih terperinci

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA

KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PAJEKO DI TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Feasibility effort of Fisheries, in North Halmahera Regency J Deni Tonoro 1, Mulyono S. Baskoro 2, Budhi H. Iskandar 2 Abstract The

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP

TOTAL BIAYA. 1. Keuntungan bersih R/C 2, PP 1, ROI 0, BEP Lampiran 1. Analisis finansial unit penangkapan bagan perahu di Kabupaten Bangka Selatan No Uraian Total I Investasi 1. Kapal dan perlengkapan bangunan bagan 95.. 2. Mesin 15.. 3. Mesin Jenset 5.. 4. Perlengkapan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Aspek Teknik 5.1.1 Deskripsi unit penangkapan ikan Unit penangkapan ikan merupakan suatu komponen yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan ikan. Unit penangkapan

Lebih terperinci

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28 Jurnal perikanan dan kelautan 17,2 (2012): 28-35 ANALISIS USAHA ALAT TANGKAP GILLNET di PANDAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Bangka Selatan dilakukan selama 6 bulan dari Bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010. Pengambilan data dilakukan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine Kegiatan penangkapan ikan dengan pukat cincin di pulau Mayau dilakukan oleh nelayan dari Bitung (disebut nelayan andon) dan nelayan dari

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga dimana masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional, kata tanjung

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi 7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Teknologi penangkapan ikan pelagis yang digunakan oleh nelayan Sungsang saat ini adalah jaring insang hanyut, rawai hanyut

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal Ismail, Indradi 1, Dian Wijayanto 2, Taufik Yulianto 3 dan Suroto 4 Staf Pengajar

Lebih terperinci

6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN

6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN 6 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN 6.1 Kebutuhan Investasi Usaha Perikanan Usaha perikanan yang banyak berkembang di perairan Selat Bali terdiri dari purse seine one boat system (OBS), purse seine two boat system

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Komponen Alat Tangkap Jaring Kembung a. Jaring Kembung b. Pengukuran Mata Jaring c. Pemberat d. Pelampung Utama e. Pelampung Tanda f. Bendera Tanda Pemilik Jaring Lampiran 2. Kapal

Lebih terperinci

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Produktivitas dan Kelayakan Usaha Bagan Perahu di Pelabuhan Perikanan Nusantara Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Frengky Amrain, 2 Abd. Hafidz Olii, 2 Alfi S.R. Baruwadi frengky_amrain@yahoo.com

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Riil Fasilitas Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di PPN Karangantu Fasilitas kebutuhan operasional penangkapan ikan di PPN Karangantu dibagi menjadi dua aspek, yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP PAYANG DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) WONOKERTO KABUPATEN PEKALONGAN Technical and Financial Analysis of Payang Fisheries Business in Coastal

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun

5 HASIL PENELITIAN. Tahun. Gambar 8. Perkembangan jumlah alat tangkap purse seine di kota Sibolga tahun 37 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Aspek Teknis Perikanan Purse seine Aspek teknis merupakan aspek yang menjelaskan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan, yaitu upaya penangkapan, alat

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN MASPARI JOURNAL Januari 2015, 7(1): 29-34 ANALISIS FINANSIAL UNIT PENANGKAPAN JARING INSANG HANYUT DI DESA SUNGAI LUMPUR KABUPATEN OKI PROVINSI SUMATERA SELATAN FINANSIAL ANALYSIS OF DRIFT GILL NET IN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis 2.2 Perikanan Tangkap 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang suatu kegiatan investasi yang dilaksanakan dapat memberikan manfaat atau tidak. Studi kelayakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Alat Tangkap 5.1.1 Penangkapan ikan pelagis besar Unit penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Aceh Jaya pada umumnya dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan alat penangkapan

Lebih terperinci

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI

6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6 KEBERLANJUTAN PERIKANAN TANGKAP PADA DIMENSI EKONOMI 6.1 Pendahuluan Penentuan atribut pada dimensi ekonomi dalam penelitian ini menggunakan indikator yang digunakan dari Rapfish yang dituangkan dalam

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

4 HASIL. 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara

4 HASIL. 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara 65 4 HASIL 4.1 Kondisi Perikanan Ikan Layang di Maluku Utara 4.1.1 Deskripsi Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan yang dominan menghasilkan ikan layang di perairan Maluku Utara adalah mini purse

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS USAHA PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA THE ANALYSIS OF PURSE SEINE AT THE PORT OF SIBOLGA ARCHIPELAGO FISHERY TAPANULI REGENCY

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Investasi merupakan suatu tindakan pembelanjaan atau penggunaan dana pada saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan dana di masa datang yang

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun Alat penangkap ikan di PPP Cilauteureun menurut statistik perikanan Indonesia terbagi menjadi empat jenis yaitu, pukat kantong,

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA

ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA ANALISIS FINANSIAL ALAT TANGKAP JARING CUMI DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE JAKARTA UTARA Bima Muhammad Rifan*, Herry Boesono, Trisnani Dwi Hapsari Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lokasi unit usaha pembenihan ikan nila Kelompok Tani Gemah Parahiyangan yang terletak di Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 5, No. 2, November 2014 Hal: 163-169 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN PUKAT CINCIN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) LAMPULO BANDA ACEH PROPINSI ACEH Analysis Financial

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian.

3 METODOLOGI. Gambar 3 Peta lokasi penelitian. 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan data untuk kebutuhan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 hingga Mei 2011 bertempat di Sibolga Propinsi Sumatera Utara (Gambar 3).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang 53 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang diberikan kepada variabel sebagai petunjuk dalam memperoleh

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis

PERUMUSAN STRATEGI. 6.1 Analisis Lingkungan Strategis VI. PERUMUSAN STRATEGI Formulasi alternatif strategi pengembangan perikanan tangkap di Lampung Barat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap identifikasi faktor strategis yang meliputi faktor internal

Lebih terperinci

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE

THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE 1 THE FEASIBILITY ANALYSIS OF SEINE NET THE MOORING AT PORT OF BELAWAN NORTH SUMATRA PROVINCE By Esra Gerdalena 1), Zulkarnaini 2) and Hendrik 2) Email: esragerdalena23@gmail.com 1) Students of the Faculty

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR

III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR 26 III. PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Lokasi, Waktu dan Pembiayaan 1. Lokasi Kajian Kajian tugas akhir ini dengan studi kasus pada kelompok Bunga Air Aqua Plantindo yang berlokasi di Ciawi Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Palabuhnratu merupakan daerah pesisir di selatan Kabupaten Sukabumi yang sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Sukabumi. Palabuhanratu terkenal

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Unit Penangkapan Jaring Rajungan dan Pengoperasiannya Jaring rajungan yang biasanya digunakan oleh nelayan setempat mempunyai kontruksi jaring yang terdiri dari tali ris

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA PERIKANAN TAHUN 2014 74/12/72/Th. XVII, 23 Desember 2014 JUMLAH BIAYA PER HEKTAR USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT, BANDENG, DAN NILA DI ATAS Rp. 5 JUTA JUMLAH BIAYA PER TRIP USAHA PENANGKAPAN

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province)

USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI SADENG, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Small Scale Fisheries Effort At Sadeng, Yogyakarta Province) Tiara Anggia Rahmi 1), Tri Wiji Nurani 2), Prihatin IkaWahyuningrum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Jumlah Armada Penangkapan Ikan Cirebon Tahun Tahun Jumlah Motor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Cirebon Armada penangkapan ikan di kota Cirebon terdiri dari motor tempel dan kapal motor. Jumlah armada penangkapan ikan dikota Cirebon

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN

6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN 40 6 USAHA PENANGKAPAN PAYANG DI DESA BANDENGAN Tujuan akhir dari usaha penangkapan payang di Desa Bandengan adalah meningkatkan kesejahteraaan nelayan bersama keluarga. Karena itu sasaran dari kegiatan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Una-una

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Una-una 46 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN.. Lokasi dan Keadaan Umum Kabupaten Tojo Unauna... Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Tojo Unauna merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah,

Lebih terperinci

Pujianto *), Herry Boesono, Dian Wijayanto

Pujianto *), Herry Boesono, Dian Wijayanto ANALISIS KELAYAKAN USAHA ASPEK FINANSIAL PENANGKAPAN MINI PURSE SEINE DENGAN UKURAN JARING YANG BERBEDA DI PPI UJUNGBATU KABUPATEN JEPARA Feasibility Study Analysis Financial Aspect to Marine Fisheries

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL

ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL ANALISIS FINANSIAL USAHA PENANGKAPAN ONE DAY FISHING DENGAN ALAT TANGKAP MULTIGEAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) TAWANG KABUPATEN KENDAL Financial Analysis of One Day Fishing Business Using Multigear

Lebih terperinci

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta

Sumber : Wiryawan (2009) Gambar 9 Peta Teluk Jakarta 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Teluk Jakarta Secara geografis Teluk Jakarta (Gambar 9) terletak pada 5 o 55 30-6 o 07 00 Lintang Selatan dan 106 o 42 30-106 o 59 30 Bujur Timur. Batasan di sebelah

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PAYANG JABUR (Boat Seine) DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI ASEMDOYONG KABUPATEN PEMALANG

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PAYANG JABUR (Boat Seine) DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI ASEMDOYONG KABUPATEN PEMALANG ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PERIKANAN PAYANG JABUR (Boat Seine) DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI ASEMDOYONG KABUPATEN PEMALANG Analysis of Financial Feasibility of Fishing Effort (Boat Seine) at the

Lebih terperinci

Business Analysis of Hand Line Fishing Technique in Pariaman City West Sumatera Province of Indonesia

Business Analysis of Hand Line Fishing Technique in Pariaman City West Sumatera Province of Indonesia 1 Business Analysis of Hand Line Fishing Technique in Pariaman City West Sumatera Province of Indonesia Nelva Gusmawati 1), Hendrik 2), Viktor Amrifo 2) Email: nelva20@yahoo.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN aa 23 a aa a 5.1 Analisis Teknis Perikanan Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal gillnet millenium yang beroperasi di PPI Karangsong adalah kapal berbahan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keragaan Perikanan Tangkap 4.1.1 Potensi sumberdaya ikan Luas perairan Halmahera Utara adalah 19.536,2 Km 2 atau 76 dari luas wilayah keseluruhan dan memilki berbagai sumber

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap nasional masih dicirikan oleh perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan perikanan tangkap di Indonesia yang masih

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA

ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA ANALISIS USAHA JARING INSANG HANYUT (Drift Gill Net) TAMBAT LABUH KAPAL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA SIBOLGA TAPANULI TENGAH SUMATERA UTARA BUSINESS ANALYSIS DRIFT GILL NETS MOORING FISHING VESSEL

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province

Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central Java Province BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 20 No.2 Edisi April 2012 Hal 131-142 SENSITIVITAS USAHA PERIKANAN GILLNET DI KOTA TEGAL, PROVINSI JAWA TENGAH Sensitivity of Gillnet Fisheries in Tegal City, Central

Lebih terperinci

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 43-49, Desember 2012 Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Strategic analysis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini meliputi pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci