BAB II LANDASAN TEORI. Adversity quotient atau bisa disingkat AQ, dikembangkan. menyerah. Faktor itu disebut adversity quotient (Stoltz, 2000:16).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. Adversity quotient atau bisa disingkat AQ, dikembangkan. menyerah. Faktor itu disebut adversity quotient (Stoltz, 2000:16)."

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Adversity Quotient Pengertian Adversity Quotient Adversity quotient atau bisa disingkat AQ, dikembangkan pertama kali oleh Paul G. Stoltz. Seorang konsultan yang sangat terkenal dalam topik-topik kepemimpinan di dunia kerja dan dunia pendidikan berbasis skill. Ia menganggap bahwa IQ dan EQ tidaklah cukup untuk mencapai kesuksesan seseorang, karena ada faktor lain berupa motivasi dan dorongan dari dalam, serta sikap pantang menyerah. Faktor itu disebut adversity quotient (Stoltz, 2000:16). Secara ringkas Stoltz mendefenisikan AQ sebagai kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam menghadapi kesulitan, hambatan dan mampu untuk mengatasinnya. Adversity Quotient juga merupakan kemampuan individu untuk menggerakkan tujuan hidup ke depan, dan AQ juga suatu ukuran untuk mengetahui respons anda terhadap kesulitan. Jika seseorang memiliki adversity quotient yang tinggi akan menjadikan seseorang memiliki kegigihan dalam hidup dan tidak mudah menyerah (Stoltz, 2000: 8-9). Senada dengan pendapat di atas, Rafy Sapuri (2009:186) mengungkapkan bahwa Adversity quotient (AQ) dapat disebut dengan kecerdasan adversitas, atau kecerdasan mengubah kesulitan, tantangan dan hambatan menjadi sebuah peluang yang besar. Adversity Quotient 17

2 adalah pengetahuan baru untuk memahami dan meningkatkan kesuksesan. Adversity Quotient adalah tolak ukur untuk mengetahui kadar respons terhadap kesulitan dan merupakan peralatan praktis untuk memperbaiki respons-respons terhadap kesulitan. Menurut Yoga (2016: 20-21) Adversity Quotient merupakan sebuah alat ukur yang akan menentukan beberapa kondisi kontradiktif dalam diri seseorang tersebut. Kondisi kontradiktif tersebut adalah pilihan. Bagi mereka yang berharap sukses maka sikap-sikap positiflah yang pasti diambil. Sebaliknya bagi mereka yang tidak ber-azzam untuk berhasil, sangat wajar jika kemudian hanya berkutat pada kondisi statis, tidak mau bergerak, cepat merasa puas dan hanya mampu berdiam diri ketika menghadapi kegagalan. Menurut Stoltz (Puspitasari, 2013:303) adversity quotient berasal dari kata adversity yang berarti suatu keadaan yang sulit dengan tingkatan-tingkatannya dan quotient yang berarti kemampuan atau ukuran yang menunjukkan derajat atau tingkat seberapa tangguh seseorang dalam menghadapi masalah. Adversity quotient merupakan suatu istilah untuk menjelaskan adanya komponen yang berfungsi sebagai optimalisasi potensi-potensi dan pengembangan diri manusia. Adversity quotient dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghadapi sebuah kesulitan atau hambatan sehingga ia mampu keluar atau memanajemen kesulitan atau hambatan tersebut menjadi sebuah keberhasilan.

3 Berdasarkan defenisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa adversity quotient adalah kecerdasan dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan suatu ketangguhan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesulitan atau hambatan, sehingga dari kesulitan ataupun hambatan yang dilalui, bisa menjadi sebuah peluang dengan adversity quotient yang dimiliki Dimensi-Dimensi Adversity Quotient Menurut Stoltz (2000: ), Adversity Quotient memiliki empat dimensi yang biasa disingkat dengan CO2RE yaitu: 1. Control (Kendali) Dimensi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak atau seberapa besar kontrol yang dirasakan oleh individu terhadap suatu peristiwa yang sulit. Dimensi ini mempertanyakan seberapa besar kendali yang dirasakan individu terhadap situasi yang sulit. Individu yang memiliki tingkat Adversity Quotient yang tinggi merasa bahwa mereka memiliki kontrol dan pengaruh yang baik pada situasi yang sulit bahkan dalam situasi yang sangat di luar kendali. Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi control akan berpikir bahwa pasti ada yang bisa dilakukan, selalu ada cara menghadapi kesulitan dan tidak merasa putus asa saat berada dalam situasi sulit. Individu yang memiliki Adversity Quotient rendah, merespon situasi sulit seolah-olah mereka hanya memiliki sedikit bahkan tidak memiliki control, tidak bisa melakukan apa -

4 apa dan biasanya mereka menyerah dalam menghadapi situasi sulit. 2. Origin dan Ownership atau (Asal Usul dan Pengakuan) Dimensi ini mempertanyakan dua hal, yaitu apa atau siapa yang menjadi penyebab dari suatu kesulitan dan sampai sejauh manakah seseorang mampu menghadapi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh situasi sulit tersebut. Origin Dimensi ini mempertanyakan siapa atau apa yang menimbulkan kesulitan. Dimensi ini berkaitan dengan rasa bersalah. Individu yang memiliki Adversity Quotient rendah, cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi. Dalam banyak hal, mereka melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya penyebab atau asal usul (origin) kesulitan tersebut. Selain itu, individu yang memiliki Adversity Quotient rendah juga cenderung untuk menyalahkan diri sendiri. Individu yang memiliki nilai rendah pada dimensi origin cenderung berpikir bahwa ia telah melakukan kesalahan, tidak mampu, kurang memiliki pengetahuan dan merupakan orang yang gagal. Sedangkan individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi menganggap sumber-sumber kesulitan itu berasal dari orang lain atau dari luar. Individu yang memiliki tingkat origin yang lebih tinggi akan berpikir bahwa ia merasa saat ini

5 bukan waktu yang tepat, setiap orang akan mengalami masa masa yang sulit atau tidak ada yang dapat menduga datangnya kesulitan. Ownership Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana individu bersedia mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan dari situasi yang sulit. Mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan dari situasi yang sulit mencerminkan sikap tanggung jawab ( ownership). Individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi mampu bertanggung jawab dan menjadikan individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi untuk bertindak dan membuat mereka jauh lebih berdaya daripada individu yang memiliki Adversity Quotient rendah. Individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi lebih unggul daripada individu yang memiliki Adversity Quotient rendah dalam kemampuan untuk belajar dari kesalahan. Sementara individu yang memiliki Adversity Quotient rendah, menolak untuk bertanggung jawab, tidak mau mengakui akibatakibat dari suatu kesulitan dan lebih sering merasa menjadi korban serta merasa putus asa. 3. Reach (Jangkauan) Dimensi ini merupakan bagian dari Adversity Quotient yang mengajukan pertanyaan sejauh mana kesulitan yang dihadapi akan mempengaruhi bagian atau sisi lain dari kehidupan

6 individu. Individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi memperhatikan kegagalan dan tantangan yang mereka alami, tidak membiarkannya mempengaruhi keadaan pekerjaan dan kehidupan mereka. Individu yang memiliki Adversity Quotient rendah membiarkan kegagalan mempengaruhi area atau sisi lain dalam kehidupan dan merusaknya. 4. Endurance (Daya Tahan) Dimensi ini dapat diartikan ketahanan yaitu dimensi yang mempertanyakan berapa lama suatu situasi sulit akan berlangsung. Individu yang memiliki Adversity Quotient rendah merasa bahwa suatu situasi yang sulit akan terjadinya selamanya. Individu yang memiliki respon yang rendah pada dimensi ini akan memandang kesulitan sebagai peristiwa yang berlangsung terus menerus dan menganggap peristiwa-peristiwa positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara. Sementara individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi memiliki kemampuan yang luar biasa untuk tetap memiliki harapan dan optimis.

7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient Stoltz (2000:41-46) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Adversity Quotient antara lain: 1. Bakat Bakat adalah suatu kondisi pada diri seseorang yang dengan suatu latihan khusus memungkinkannya mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Bakat menggambarkan penggabungan antara keterampilan, kompetensi, pengalaman dan pengetahuan yakni apa yang diketahui dan mampu dikerjakan oleh seorang individu. 2. Kemauan Kemauan menggambarkan motivasi, antusiasme, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat yang menyala-nyala. Seorang individu tidak akan menjadi hebat dalam bidang apapun tanpa memiliki kemauan untuk menjadi individu yang hebat. 3. Kecerdasan Menurut Gardner terdapat tujuh bentuk kecerdasan, yaitu linguistik, kinestetik, spasial, logika matematika, musik, interpersonal dan intrapersonal. Individu memiliki semua bentuk kecerdasan sampai tahap tertentu dan beberapa di antaranya ada yang lebih dominan. Kecerdasan yang lebih dominan mempengaruhi karir yang dikejar oleh seorang individu.

8 4. Kesehatan Kesehatan emosi dan fisik juga mempengaruhi individu dalam mencapai kesuksesan. Jika seorang individu sakit, penyakitnya akan mengalihkan perhatian dari proses pencapaian kesuksesan. Emosi dan fisik yang sehat sangat membantu dalam pencapaian kesuksesan. 5. Karakteristik Kepribadian Karakteristik kepribadian seorang individu seperti kejujuran, keadilan, ketulusan hati, kebijaksanaan, kebaikan, keberanian dan kedermawanan merupakan sejumlah karakter penting dalam mencapai kesuksesan. 6. Genetika Meskipun warisan genetis tidak menentukan nasib, namun faktor ini juga mempengaruhi kesuksesan individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik merupakan salah satu faktor yang mendasari perilaku dalam diri individu. 7. Pendidikan Pendidikan mempengaruhi kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak, keterampilan, hasrat, dan kinerja yang dihasilkan individu. 8. Keyakinan Keyakinan merupakan hal yang sangat penting dalam kelangsungan hidup individu. Menurut Benson berdoa akan

9 mempengaruhi epinefrin dan hormone kortikosteroid pemicu stress, yang kemudian akan menurunkan tekanan darah serta membuat detak jantung dan pernafasan lebih santai. Keyakinan merupakan ciri umum yang dimiliki oleh sebagian orang- orang sukses karena iman merupakan faktor yang sangat penting dalam harapan, tindakan moralitas, kontribusi, dan bagaimana kita memperlakukan sesama kita Tipe-Tipe Manusia dalam Adversity Quotient Stoltz (2000:18-20) membagi tipe-tipe manusia yang bisa menggambarkan kemampuan Adversity Quotient. Dengan mengelompokan ini, seseorang bisa dinilai apakah memiliki AQ tinggi, rendah, dan bahkan tidak memiliki AQ sama sekali. Stoltz membagi tipe-tipe manusia ini dengan menggambarkan orang yang sedang melakukan pendakian gunung, yaitu: 1. Berhenti (Quitters) Mereka yang disebut quitters adalah orang yang memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti. Mereka menolak kesempatan yang diberikan oleh gunung, mengabaikan dorongan inti yang manusiawi untuk berjuang dan dengan demikian juga meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan.

10 2. Berkemah (Campers) Mereka yang pergi tidak seberapa jauh, lalu berkata Sejauh ini sajalah saya mampu mendaki (atau ingin mendaki). Karena bosan mereka mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai tempat bersembunyi dari situasi yang tidak bersahabat. Mereka memilih untuk menghabiskan sisasisa hidup mereka dengan duduk di situ. 3. Pendaki (Climbers) Mereka yang menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik dia terus mendaki. Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinankemungkinan dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental, atau hambatan lainnya menghalangi pendakiannya Faktor-Faktor Pembentuk Adversity Quotient Stoltz (2000 :92-98), mengemungkakan faktor-faktor pembentuk adversity quotient, yaitu: a. Daya saing Orang-orang yang bereaksi secara konstruktif terhadap kesulitan lebih tangkas dalam memelihara energi, fokus dan tenaga yang diperlukan supaya berhasil dalam persaingan. Mereka yang bereaksi secara destruktif cenderung kehilangan energi atau mudah berhenti berusaha. Persaingan sebagian besar berkaitan dengan

11 harapan, kegesitan dan keuletan yang sangat ditentukan oleh cara seseorang menghadapi tantangan dan kegagalan dalam hidup. b. Produktivitas Dalam penelitian di Metropolitan Life Insurance Company, Seligman membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik menjual lebih sedikit, kurang berproduksi dan kinerjanya lebih buruk dari pada mereka yang merespons kesulitan dengan baik. c. Kreativitas Inovasi merupakan tindakan berdasarkan suatu harapan.inovasi membutuhkan keyakinan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dapat menjadi ada. Menurut Futuris Joel Barker, kreativitas juga muncul dari keputusasaan. Oleh karena itu, kreativitas juga muncul dari keputusasaan.oleh karena itu, kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. d. Motivasi Mereka yang memiliki AQ tinggi dianggap sebagai orangorang yang paling memiliki motivasi dan sebaliknya. e. Mengambil Resiko Sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Satterfield dan Seligman, orang-orang yang merespon kesulitan secara lebih konstruktif bersedia mengambil lebih banyak risiko dan resiko merupakan aspek esensial pendakian.

12 f. Perbaikan Dalam penelitian yang dilakukan oleh Stoltz ditemukan bahwa orang-orang yang memiliki AQ tinggi menjadi lebih baik, sedangkan orang-orang yang AQ rendah menjadi lebih buruk. g. Ketekunan Ketekunan adalah kemampuan untuk terus menerus berusaha bahkan manakala dihadapkan pada kemunduran-kemunduran atau kegagalan. Hanya sedikit sifat manusia yang bias mendatangkan banyak hasil dibandingkan dengan ketekunan, terutama jika digabungkan dengan sedikit kreativitas. h. Belajar Seligman dan peneliti lainnya membuktikan bahwa orang yang pesimis merespon kesulitan sebagai hal yang permanen, pribadi dan meluas. Selanjutnya, Carol Dweck membuktikan bahwa anank-anak dengan respon-respon yang pesimistis terhadap kesulitan tidak akan banyak belajar dan berprestasi jika dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola-pola yang lebih optimistis. i. Merangkul Perubahan Bagi sebagian orang, perubahan membuatnya menjadi kewalahan.mereka melihatnya sebagai sebuah ancaman tetap yang jangkauannya jauh dan berada diluar kendali. Mereka yang memeluk perubahan cenderung merespon kesulitan secara lebih konstruktif dengan memanfaatkan untuk memperkuat niat mereka. Selanjutnya,

13 mereka merespon dengan mengubah kesulitan menjadi peluang. Orang-orang yang hancur oleh perubahan akan hancur oleh kesulitan. j. Keuletan, Stress, Tekanan, dan Kemunduran Suzanne Oullette, mengemungkakan bahwa orang-orang yang merespon kesulitan dengan sifat tahan banting, pengendalian, tantangan, dan komitmen akan tetap ulet menghadapi kesulitankesulitan. Mereka yang tidak merespon dengan pengendalian, tantangan dan komitmen cenderung akan menjadi lemah akibat situasi yang sulit. Emmy Werner, seorang ahli psikolog anak, menemukan bahwa anak-anak yang merespon secara positif akan menjadi ulet dan akan bangkit kembali dari kemunduran-kemunduran yang besar Hasil Belajar Pengertian Hasil Belajar Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkahlaku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Biggs dalam pendahuluan Teaching for Learning mendefenisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, intitusional, dan rumusan kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyaksebanyaknya. Jadi belajar dalam hal ini dipandang dari sudut

14 banyaknya materi yang dikuasai siswa. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah dipelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar akan semangkin baik pula mutu perolehan hasil belajar siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai. Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta caracara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa (Muhibbin,Syah, 2010:90). Gagne dan Briggs (1979) dalam buku yang berjudul Principles Of Instructional Design mendefenisikan belajar sebagai serangkaian proses kognitif yang mentransformasi stimulasi dari lingkungan kedalam beberapa fase pemprosesan informasi yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu kapabilitas yang baru. Sedangkan Bell-Gledler (1986) menyatakan belajar sebagai proses perolehan berbagai kompetensi, keterampilan dan sikap (Nyayu, Khodijah, 2014:49). Selanjutnya, dalam perspektif keagamaan pun dalam agama Islam, belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka

15 memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupan meningkat. Hal ini dinyatakan dalam (Q.S al -Mujaadilah 11) yang artinya: dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang (berilmu) pengetahuan beberapa derajat. Ilmu dalam hal ini tentu saja harus berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan zaman dan bermanfaat bagi kehidupan orang banyak. Sementara itu, Arikunto ( 1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati, dan dapat diukur. Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut. Menurut Suprijono (2012:5), hasil belajar adalah polapola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikapsikap, apresiasi dan keterampilan. Selanjutnya Supratiknya (2012 : 5) mengemukakan bahwa hasil belajar yang menjadi objek penilaian kelas berupa kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti proses belajar-mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan mengacu pada klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis

16 besar yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor (Widodo & Widayanti, 2013). Hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai seseorang dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, Nana Sudjana (1995:22) berpendapat bahwa hasil belajar juga merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar dan dapat dinilai atau diukur melalui tes. Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Untuk mencapai hasil belajar yang baik, kemampuan para pendidik teristimewa guru dalam membimbing belajar muridmuridnya amat dituntut. Jika guru dalam keadaan siap dan memiliki profisiensi (berkemampuan tinggi) dalam menunaikan kewajibannya,

17 harapan terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas sudah tentu akan tercapai (Muhibbin,Syah, 2010:94). Berdasarkan penjelasan tentang hasil belajar di atas, dapat ditarik kesimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki seseorang setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif (pengetahuan), afektif (pemahaman), dan psikomotorik (keterampilan). Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan tes, angka, dan Skor atau nilai yang diberikan oleh guru Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri, digolongkan menjadi faktor fisiologis dan faktor Psikologi. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri pelajar, digolongkan menjadi faktor nonsosial dan faktor sosial (Suryabrata, 2010: ).

18 1. Faktor Internal a. Faktor Fisiologis Suryabrata (2010:236) mengemukakan bahwa baiknya berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam proses belajar, pancaindera yang memiliki peran penting adalah mata dan telinga. Melalui mata siswa dapat melihat berbagai hal baru yang sebelumnya tidak ia ketahui dan dengan telinga siswa mampu mendengarkan berbagai informasi yang dapat menjadi sumber belajar. b. Faktor Psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan hasil belajar siswa, sebagai berikut: tingkat kecerdasan/intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa (Muhibbin,Syah, 2010:131). Faktor psikologi atau kejiwaan dalam diri individu memiliki peranan dalam mendorong siswa untuk menerima materi pembelajaran. Frandsen (dalam Suryabrata, 2010:236) mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk belajar itu adalah: 1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas; 2) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju; 3) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orangtua, guru, dan teman-

19 teman; 4) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi; 5) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran; 6) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari belajar. 2. Faktor Eksternal a. Faktor Nonsosial Beberapa faktor nonsosial yang dapat mempengaruhi proses belajar menurut Suryabrata (2010:233) adalah keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi, atau siang, atau malam), tempat (letaknya, pergedungannya), alat-alat yang dipakai untuk belajar (seperti a lat tulis-menulis, buku-buku, alat-alat peraga, dan sebagainya yang biasa kita sebut sebagai alat pelajaran). Keadaan-keadaan seperti yang dikemukan diatas akan mempengaruhi suasana belajar siswa, sehingga konsentrasi dalam memperhatikan materi dapat terganggu yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan. b. Faktor Sosial Suryabrata (2010:234) menyatakan yang dimaksud dengan faktor-faktor sosial disini adalah faktor manusia (hubungan manusia), baik manusia itu ada (hadir) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir. Keberadaan atau

20 kehadiran seseorang dapat mempengaruhi konsentrasi siswa dalam proses belajar. Hubungan yang terjalin diantara siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru menunjukan hubungan sosial yang dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Namun keadaan sosial yang tidak baik, seperti keributan yang terjadi di dalam kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung dapat mengganggu konsentrasi siswa dalam memahami dan menerima materi belajar yang disampaikan. Faktor-faktor yang telah dikemukakan tersebut akan mempengaruhi proses belajar yang dilakukan siswa yang akan berpengaruh pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Tinggi dan rendah nya hasil belajar yang diperoleh siswa berkaitan dengan faktor yang mempengaruhinya Bentuk-Bentuk Pencapaian Hasil Belajar Merujuk pemikiran Gagne (Supriono, 2009), bentuk -bentuk pencapaian hasil belajar itu berupa: 1. Informasi verbal yang kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. 2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempesentasikan konsep dan lambang. Kemampuan intelektual terdiri dari

21 kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. 3. Kognitif yaitu pengetahuan, ingatan, comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai), kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. 4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual 5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

22 2.3. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Penelitian ini juga menggunakan tambahan literatur untuk bahan acuan dan memperkuat teori dan referensi dalam penelitian ini. Selain referensi yang dipakai dari buku, jurnal, laporan penelitian, artikel maupun internet. Penulis juga menambahkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan sesuai dengan bidang penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Supardi U.S (2015), tentang pengaruh adversity qoutient terhadap Prestasi belajar matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh adversity quotient terhadap prestasi belajar matematika siswa SMPN di Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah survei. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMPN 217 Jakarta. Sampel diambil dengan teknik simple random sampling, sebanyak 53 orang siswa.instrumen yang digunakan adalah instrumen adversity quotient siswa dan instrumen prestasi belajar matematika yang telah divalidasi sebelumnya. Data dianalisis dengan teknik korelasi regresi. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan adversity quotient terhadap prestasi belajar matematika. Penelitian yang dilakukan oleh Hajar Nur Fathur Rohmah (2013). Meneliti tentang Hubungan Antara Kedisiplinan Belajar Dan Adversity Quotient Dengan Prestasi Belajar Mata Kuliah Keterampilan Dasar Kebidanan II Mahasiswa Akademi Kebidanan YAPPI Sragen. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian di lakukan di Akademi Kebidanan YAPPI Sragen pada

23 bulan April-Juni 2013 dengan populasi mahasiswa semester 2 sejumlah 58. Sampel diambil dengan teknik simple random samling sebanyak 30 mahasiswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan data nilai UTS. Analisis data menggunakan regresi ganda. Hasilnya Ada hubungan positif yang signifikan antara kedisiplinan belajar dengan prestasi belajar dengan nilai signifikansi = 0,05 dan sumbangan efektif sebesar 13,03%. Ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dengan prestasi belajar dengan nilai signifikansi = 0,020 dan sumbangan efektif sebesar 17,89%. Ada hubungan positif yang signifikan antara kedisiplinan belajar dan adversity quotient secara bersamasama dengan prestasi belajar mata dengan nilai signifikansi = 0,029 dan sumbangan efektif sebesar 23,34%. Kesimpulan Ada hubungan positif yang signifikan antara kedisiplinan belajar dan adversity quotient secara bersamasama dengan prestasi belajar mata kuliah KDK II mahasiswa Akademi Kebidanan YAPPI Sragen. Adapun penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Ayu Jani Puspitasari (2014) tentang hubungan antara Adversity Quotient (AQ) dengan prestasi belajar pada mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Tujuan Penelitiannya untuk mengetahui hubungan antara Adversity Quotient (AQ) dengan prestasi belajar pada mahasiswa S1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Metodologi penelitian ini adalah kuantitatif, deskriptif analitik korelasi. Jumlah sampel 104 responden.metode pengambilan sampel adalah simple random sampling. Alat pengumpulan data

24 dengan kuesioner. Analisa data menggunakan uji pearson s product moment. Hasil Penelitian bahwa dari 104 responden mayoritas berumur 18 tahun sebanyak 63 orang (60,6%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 90 orang (86,5%). Kesimpulan nya tidak terdapat hubungan antara AQ dengan prestasi belajar pada mahasiswa dikarenakan para mahasiswa tersebut pada dasarnya pintar dan telah terseleksi dengan baik sebelum masuk ke fakultas serta memiliki semangat yang tinggi dalam belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Arya Wardiana (2013), tentang hubungan antara adversity quotient (AQ ) dan minat belajar dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas VSD di kelurahan pedungan.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara adversity quotient dan minat belajar dengan prestasi belajar matematika siswa kelas V SD di Kelurahan Pedungan, pada Tahun pelajaran 2013/2014.Jenis penelitian ini adalah penelitian ex post facto, korelasional.populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V yang ada di Kelurahan Pedungan pada Tahun Pelajaran 2013/2014 yang berjumlah 384 orang.sampel diambil dari populasi menggunakan teknik proporsional random sampling dan jumlah sampel dari populasi ini adalah 182 orang. Hasil yang didapat menunjukkan: (1) Terdapat hubungan yang positif signifikan antara AQ dan prestasi belajar matematika dengan rx1= 0,525 dan koefisien determinasi sebesar 27,56%, (2) Terdapat hubungan yang positif signifikan antara minat belajar dan prestasi belajar matematika dengan rx2 = 0,575 dan koefisien determinasi sebesar 33,06%, (3) Terdapat hubungan yang positif signifikan secara bersama sama antara

25 AQ dan minat belajar dengan prestasi belajar matematika dengan rx1x2y = 0,639 dan koefisien determinasinya sebesar 40,83%. Jadi kesimpulannya penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti, karena variabelnya berbeda yaitu minat belajar, Kedisiplinan Belajar dan prestasi belajar matematika Hubungan Adversity Quotient dengan Hasil Belajar Pada dasarnya kalau ada usaha dan kegigihan pasti ada hasil yang diperoleh, dimana Adversity Quotient berhubungan dengan hasil belajar karena tinggi dan rendah nya hasil belajar yang diperoleh seseorang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhinya seperti seberapa besar usaha dan kegigiha atau Adversity Quotient yang dimiliki. Menurut Stoltz, Adversity Quotient merupakan kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur. AQ membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari seraya tetap berpegang teguh pada prinsip dan impian tanpa mempedulikan apa yang sedang terjadi. Menurut stoltz, bahwa Adversity Quotient akan meramalkan siapa yang akan melampaui harapan- harapan atas hasil yang di peroleh dan potensi mereka serta siapa yang akan gagal. Dengan adanya usaha, kegigihan dan pantang menyerah dalam menghadapi masalah dalam kehidupan pasti kita mendapatkan hasil yang sempurna. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan antara Adversity Quotient dengan prestasi belajar yang pada dasarnya merupakan hasil

26 belajar. Supardi U.S (2015) memberikan bukti bahwa dari hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan adversity quotient terhadap prestasi belajar matematika. Kalau Adversity Quotient nya tinggi maka prestasi belajar matematika juga tinggi. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Arya Wardiana (2013), bahwa terdapat hubungan yang positif yang signifikan secara bersama sama antara AQ dan minat belajar dengan prestasi belajar matematika, dimana prestasi merupakan hasil belajar. Studi lainya oleh Intan Rukmana (2016), telah mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Adversity Quotient dengan hasil belajar matematika siswa. Dari berbagai pendapat diatas yang menyatakan hubungan antara Adversity Quotient dengan Hasil Belajar, dapat disimpulkan bahwa Adversity Quotient berhubungan positif dengan Hasil Belajar. Jika Adversity Quotient nya tinggi maka hasil belajar yang diperoleh juga tinggi. Sebaliknya jika Adversity Quotient nya rendah maka hasil belajar yang diperoleh juga rendah. Tinggi rendahnya hasil belajar yang diperoleh tergantung usaha serta kegigihan atau Adversity Quotient seseorang Kerangka Konseptual Berdasarkan hasil studi pendahuluan sebagaimana yang diuraikan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah tersebut, serta memperhatikan teori dan konsep yang mendukung, maka dapat diungkapkan kerangka konseptual penelitian yang menggambarkan

27 hubungan antara variabel bebas adversity quotient dan variabel terikat hasil belajar mahasiswa, sebagai berikut : Bagan 2.1 Adversity Quotient dan Hasil Belajar Mahasiswa Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan MPI PAI PBA PGMI T-BI T-IPA T-IPS T-MTK Mahasiswa Angkatan 2016 Adversity Quotient (X) Hasil Belajar (Y) Pola Hubungan Fakaultas Tarbiyah dan Keguruan memiliki delapan program studi atau jurusan, di antaranya jurusan Manajemen Pendidikan Islam, Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Guru Madrasyah

28 Ibtidayah, Tadris Bahasa Inggris, Tadris IPA (Fisika), Tadris IPS (sejarah), dan Tadris Matematika. Khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang memiliki jumlah mahasiswa terbanyak dari beberapa jurusan lain di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Walau bagaimanapun tidak semua mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan dilibatkan dalam penelitian ini. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Sehingga hanya angkatan 2016 saja, yang berjumlah 226 orang populasi yang dilibatkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini akan dilakukan kajian mendalam tentang hubungan antara Adversity Quotient dengan Hasil Belajar mahasiswa Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Imam Bonjol Padang. Dengan teknik pengumpulan data menggunakan skala Adversity quotient dan Hasil Belajar di ambil dari data sekunder berupa nilai atau indeks prestasi (IP) mahasiswa Hipotesis Hipotesis berasal dari kata hypo yang berarti dibawah dan thesa yang berarti kebenaran. Jadi hipotesis dapat didefenisikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006: 71). Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan antara Adversity Quotient dengan Hasil Belajar mahasiswa Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Imam Bonjol Padang.

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini

BAB II LANDASAN TEORI. berdasarkan hasil riset lebih dari 500 kajian di seluruh dunia. Kecerdasan adversitas ini BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Adversitas 1. Pengertian Kecerdasan Adversitas Kecerdasan adversitas pertama kali diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz yang disusun berdasarkan hasil riset lebih dari 500

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir

BAB II KAJIAN TEORETIK. lambang pengganti suatu aktifitas yang tampak secara fisik. Berpikir BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Analogi Matematis Menurut Gilmer (Kuswana, 2011), berpikir merupakan suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan yang terjadi pada era globalisasi saat ini menuntut adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia kerja. Hal ini mengakibatkan adanya tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami banyak perubahan. Salah satu penyebab dari perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan manusia dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok utama, sehubungan dengan hakikat manusia, yaitu sebagai makhluk berketuhanan, makhluk individual,

Lebih terperinci

terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang

terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan dapat dirumuskan sebagai tingkat di mana seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesuksesan dicapai melalui usaha yang tidak kenal lelah untuk terus berjuang, meskipun kadang-kadang banyak rintangan dan masalah dalam kehidupan. Kesuksesan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Proses Berpikir Berpikir selalu dihubungkan dengan permasalahan, baik masalah yang timbul saat ini, masa lampau dan mungkin masalah yang belum terjadi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Asuransi untuk jaman sekarang sangat dibutuhkan oleh setiap perorangan maupun perusahaan, baik di Indonesia maupun diluar negeri. Definisi asuransi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani siklus kehidupan, setiap individu akan menghadapi banyak hal-hal yang tidak terduga seperti kecelakaan, bencana alam, bahkan kematian mendadak.

Lebih terperinci

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI

ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA BERPRESTASI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sehingga persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: Laksmi Fivyan Warapsari F100110088 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Akademik 1. Pengertian prestasi akademik Menurut pendapat Djamarah (2002) tentang pengertian prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, manusia memerlukan berbagai jenis dan macam barang serta jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba membekali diri dengan berbagai keterampilan dan pendidikan yang lebih tinggi agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kinerja Guru. performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kinerja Guru. performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kinerja Guru 1. Pengertian Kinerja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan, unjuk kerja atau kemampuan kerja.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Pembelajaran Make a Match 2.1.1 Pengertian Model pembelajaran Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran sebagai hasil penurunan teori psikologi pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Guru 2.1.1 Definisi Kinerja Guru Menurut kamus besar bahsasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar. Guru merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ADVERSITY QUOTIENT 1. PengertianAdversity Quotient Adversity atau kesulitan adalah bagian kehidupan kita yang hadir dan ada karena sebuah alasan dan kita sebagai manusia dapat

Lebih terperinci

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung

Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient pada Guru SLB-C Islam di Kota Bandung 1 Rery Adjeng Putri, 2 Milda Yanuvianti 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi merupakan pendorong bagi perbuatan siswa. Menyangkut soal mengapa siswa berbuat demikian dan apa tujuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi hambatan maupun tantangan yang dihadapi dan tentunya pantang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada perguruan tinggi yang merupakan calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Untuk itu diharapkan mahasiswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan segala kemajuan teknologi yang mengikutinya, menantang bangsa ini untuk mengatasi krisis yang dialami agar tidak tertinggal kemajuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2014

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2014 HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT (AQ) DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2014 AYU JANI PUSPITASARI 135102077 KARYA TULIS ILMIAH PROGRAM

Lebih terperinci

TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI

TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI TINGKAT ADVERSITAS SISWA KMS (KARTU MENUJU SEJAHTERA) DI SMA NEGERI SE-KOTA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pemikiran

Lebih terperinci

PENTINGNYA ADVERSITY QUOTIENT DALAM MERAIH PRESTASI BELAJAR. Oleh Zainuddin (Pendas, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak)

PENTINGNYA ADVERSITY QUOTIENT DALAM MERAIH PRESTASI BELAJAR. Oleh Zainuddin (Pendas, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) PENTINGNYA ADVERSITY QUOTIENT DALAM MERAIH PRESTASI BELAJAR Oleh Zainuddin (Pendas, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) Abstrak: Setiap siswa yang belajar di sekolah dapat dipastikan ingin memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk menghadapi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecerdasan Adversitas 1. Definisi Kecerdasan Adversitas Kecerdasan Adversitas (Adversity Intelligence) adalah suatu konsep mengenai kualitas pribadi yang dimiliki seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu Negara yang sedang berkembang, yang mau tidak mau dituntut untuk giat membangun dalam segala bidang kehidupan. Terutama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Materi fisika dalam IPA terpadu pada dasarnya merupakan salah satu pelajaran sains yang kurang diminati dan membosankan. Banyak siswa yang menganggap pelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mencari hubungan antar variabel. Variabel-variabel dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pendidikan tidak lepas dari proses belajar mengajar, yang di dalamnya meliputi beberapa komponen yang saling terkait, antara lain; guru (pendidik),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat persaingan yang semakin ketat dalam bidang jasa, terutama jasa psikologi. Masyarakat psikologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran matematika, idealnya siswa dibiasakan memperoleh pemahaman melalui pengalaman dan pengetahuan yang dikembangkan oleh siswa sesuai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus berkembang. Persaingan semakin ketat dan masyarakat dituntut untuk dapat bersaing dalam menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Pernyataan ini bukan tanpa sebab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Sisten Kredit Semester UKSW, 2009). Menurut Hurlock (1999) mahasiswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyak pihak sekarang ini yang mengritik tajam sistem pendidikan di Indonesia. Ada yang merasa bahwa sekolah-sekolah di negeri ini hanya menghasilkan manusia-manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Adversity Quotient menurut Paul G. Stoltz (2004). Teori ini digunakan karena adanya kesesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016

ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 2015/2016 ADVERSITY QUOTIENT DAN INDEKS PRESTASI KUMULATIF MAHASISWA PENDIDIKAN MIPA FKIP UNIVERSITAS TADULAKO TAHUN AKADEMIK 215/216 Bakri M * ) E-mail: bakrim6@yahoo.co.id Sudarman Bennu * ) E-mail: sudarmanbennu@untad.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai sektor bidang kehidupan mengalami peningkatan yang cukup pesat. Untuk dapat memajukan bidang kehidupan, manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Kajian Tentang Model Pembelajaran Cooperative Learning a. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Agus Suprijono (2009: 46) mengatakan bahwa model pembelajaran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai Adversity Quotient pada siswa/i SMP X kelas I di Bandung (Suatu Penelitian Survei yang dilakukan pada Siswa/i SMP Yayasan Badan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Dalam kehidupan, hampir setiap hari manusia menemui kesulitankesulitan yang berbeda-beda. Kesulitan itu sudah menjadi bagian dari diri individu dan tidak dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran problem based learning. Hasil penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan model pembelajaran problem based learning. Hasil penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem based learning. Hasil penelitian tersebut

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snow Balling (Bola Salju) Pada Mata Pelajaran IPS Ekonomi Kelas VII SMP Negeri I Paguat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT (EQ) DAN KESIAPAN BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 7 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Oleh : RESTY HERMITA NIM K4308111 FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Evaluasi merupakan proses penilaian yang dilakukan setelah melakukan kegiatan. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebutuhan manusia adalah menyangkut kebutuhan ekonomi. Seringkali kebutuhan ekonomi menjadi kebutuhan yang penting bagi manusia karena sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. membuat manusia dituntut untuk mengikuti segala perubahan yang terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. membuat manusia dituntut untuk mengikuti segala perubahan yang terjadi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman melalui globalisasi, perubahan teknologi dan informasi membuat manusia dituntut untuk mengikuti segala perubahan yang terjadi dengan harapan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang meliputi populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, instrument penelitian, serta teknik analisis data. 3.1 Pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia untuk berusaha menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mempercepat modernisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari A. Metode Diskusi BAB II KAJIAN PUSTAKA Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari bahasa Yunani (metha), yang berarti melalui atau melewati. Secara umum metode atau

Lebih terperinci

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil

adalah proses beregu (berkelompok) di mana anggota-anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai suatu hasil 46 2. Kerjasama a. Pengertian Kerjasama Menurut Lewis Thomas dan Elaine B. Johnson ( 2014, h. 164) kerjasama adalah pengelompokan yang terjadi di antara makhlukmakhluk hidup yang kita kenal. Kerja sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan yang dinamakan keija (As'ad, 1991:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses untuk mendapatkan pengetahuan atau wawasan, mengembangkan sikap sikap dan keterampilan, serta peningkatan kualitas hidup menuju kesuksesan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif yaitu menekankan analisisnya pada data data numerical (angka) yang diolah dengan metode

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali BAB II LANDASAN TEORI A. Internal Locus Of Control 1. Definisi Internal Locus of Control Locus of control adalah tingkat di mana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri (Robbins

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu kegiatan pokok dalam proses pendidikan. Ini berarti bahwa tingkat keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan bergantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Regulasi Diri 1. Pengertian Regulasi Diri Regulasi diri merupakan aspek penting dalam menentukan perilaku seseorang. Pengelolaan diri atau regulasi diri adalah upaya individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu startegi pembelajaran yang paling tepat untuk diterapkan guna mencapai apa yang diharapkan yaitu menciptakan

Lebih terperinci

BAB II Kajian Pustaka

BAB II Kajian Pustaka BAB II Kajian Pustaka 2.1 Kajian Teori Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori dalam penelitian ini berisi tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari penelitian ini. Kajian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu. Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tertentu. Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prestasi Akademik 2.1.1 Pengertian Prestasi Akademik Tulus Tu u (2004) mengemukakan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai oleh seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Picture and Picture Belajar merupakan proses perkembangan yang dialami oleh siswa menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

Lebih terperinci

Ernidalisma Guru Matematika dan Kepala Sekolah SMP N 30 Pekanbaru. Kata kunci: metode pembelajaran learning start with a question, hasil belajar.

Ernidalisma Guru Matematika dan Kepala Sekolah SMP N 30 Pekanbaru. Kata kunci: metode pembelajaran learning start with a question, hasil belajar. PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN LEARNING START WITH A QUESTION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII-6 SMP NEGERI 30 PEKANBARU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Ernidalisma Guru Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis moral yang saat ini dialami bangsa Indonesi menjadi isu yang tengah hangat diperbincangkan. KPK dalam laporan tahunan tahun 2010 mencatat adanya 6.265 laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi

BAB I PENDAHULUAN. atau perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan bisnis, operasi fungsi-fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi internet semakin banyak dimanfaatkan oleh berbagai organisasi terutama organisasi bisnis, kegiatan dunia usaha yang menggunakan teknologi internet

Lebih terperinci

PENGARUH ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA ANGKATAN 2013 FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SGD BANDUNG

PENGARUH ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA ANGKATAN 2013 FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SGD BANDUNG Pengaruh Adversity Quotient Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Angkatan 2013 Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung (Tesa N. Huda, Agus Mulyana) PENGARUH ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

PENGARUH KECERDASAN ADVERSITAS DAN KONSISTENSI DIRI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

PENGARUH KECERDASAN ADVERSITAS DAN KONSISTENSI DIRI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PENGARUH KECERDASAN ADVERSITAS DAN KONSISTENSI DIRI TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA INDAH LESTARI Universitas Indraprasta PGRI, indahsifaqiana@gmail.com Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. metode dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini membahas mengenai metode penelitian, dan dalam hal ini dibatasi secara sistematis sebagai berikut: Variabel penelitian, subjek penelitian, metode dan instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Populasi/ Sampel Penelitian Penelitian ini dilakukan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang asuransi jiwa, yaitu PT. Prudential Life Assurance (Prudential

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kontribusi yang sangat besar pada masyarakat (Reni Akbar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi tantangan di era globalisasi, keberadaan anak berbakat menjadi penting dan bernilai. Kecerdasan yang dimiliki anak, memudahkan anak memahami sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia global yang saat ini begitu pesat menuntut kita untuk bisa bersaing sesuai tuntutan yang ada disekitar kita. Hal yang pasti terjadi dalam

Lebih terperinci

Nur Asyah Harahap 1) dan Ria Jumaina 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah. Abstrak

Nur Asyah Harahap 1) dan Ria Jumaina 2) Dosen FKIP UMN Al Washliyah dan 2) Mahasiswa FKIP UMN Al Washliyah. Abstrak PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK DISKUSI TERHADAP PENGEMBANGAN KECERDASAN MENGATASI KESULITAN (ADVERSITY QOUTIENT) SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 BINJAI TAHUN AJARAN 2016/2017 Nur Asyah Harahap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar Belajar menurut beberapa ahli antara lain menurut Rukmana & Suryana (2006:10) menyatakan bahwa Belajar adalah suatu proses

Lebih terperinci

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN PERSEPSI PADA METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA

HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN PERSEPSI PADA METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA Jurnal Formatif 4(): 157-16, 014 ISSN: 088-351X HUBUNGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN PERSEPSI PADA METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA YULISTIANA yulistinabio@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. KAJIAN TEORI 1. Belajar Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, tetapi belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Huda (2014) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) Think-Pair-Share (TPS) adalah suatu struktur yang dikembangkan pertama kali oleh Profesor Frank Lyman di Universitas Meryland pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan yang cukup luas untuk menghadapi era tersebut. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pengetahuan yang cukup luas untuk menghadapi era tersebut. Semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pendidikan saat ini sangatlah penting untuk menghadapi tantangan globalisasi yang semakin maju. Dengan pendidikan yang memadai kita dapat memiliki pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelompok Pencinta Alam X (KPA X ) merupakan salah satu unit kegiatan kemahasiswaan tertua yang berada di lingkungan Universitas X di Bandung. KPA X didirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum

Lebih terperinci

Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 PERBEDAAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA DITINJAU DARI KARAKTER KECERDASAN ADVERSITY Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Oleh : DHIMAS ADHITYA F 100 040

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Gagne menyatakan hasil belajar berupa: 1. Informasi Verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam

BAB II KAJIAN TEORI. Gagne menyatakan hasil belajar berupa: 1. Informasi Verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar IPA 1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Gagne menyatakan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses belajar mengajar antara guru dan siswa yang berlangsung secara efektif dan efesien. Pendidikan sains khususnya fisika memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung. mengembangkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia sangat tergantung. mengembangkan kualitas sumber daya manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu sumber daya manusia merupakan suatu keharusan dalam menjawab tantangan di era global. Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa yang menjadi penentu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN ATAU TELAAH PENELITIAN TERDAHULU, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN ATAU TELAAH PENELITIAN TERDAHULU, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN ATAU TELAAH PENELITIAN TERDAHULU, KERANGKA BERFIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Motivasi Berprestasi Menurut Djaali motivasi berprestasi adalah kondisi fisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi yang semakin kompetitif seperti saat ini diperlukan sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya pendidikan merupakan suatu pembentukan dan pengembangan kepribadian manusia secara menyeluruh, yakni pembentukan dan pengembangan potensi ilmiah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana persaingan semakin ketat dan perubahan yang terjadipun semakin cepat sehingga para pengusaha harus dapat

Lebih terperinci