PERANCANGAN POLA DAN SISTIM SALURAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN POLA DAN SISTIM SALURAN"

Transkripsi

1 PERANCANGAN POLA DAN SISTIM SALURAN 2009 Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 1 of 36

2 1. Desain Pengecoran Dalam perencanaan suatu produk, perancangan dan desain yang baik sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu produk yang memiliki kualitas yang dapat memenuhi standar dan spesifikasi produk yang diinginkan. Pada aplikasinya, desain produk adalah suatu faktor penentu yang sangat significant, kurang sempurnanya suatu hasil produksi dapat disebabkan oleh desain yang kurang memenuhi spesifikasi perancangannya. Namun dengan adanya perancangan dan desain maka kekurangan yang terdapat pada suatu produk akan dapat disimulasikan dan dianalisa hingga dapat dimodifikasi dari gambar atau desain dari produk tersebut sebelum produk diproses. Semua proses manufaktur diawali dari suatu perancangan atau desain produk. Termasuk Proses pengecoran yang memiliki beberapa tahapan dalam perencangan dan desain produknya, karena ada beberapa komponen pengecoran yang memiliki perancangan dengan karakter berbeda yaitu; desain produk cor, desain sistem saluran (gating system), dan desain pola (pattern). Ketiga desain pengecoran ini memiliki karakter berbeda seperti untuk pola sangat memerlukan ketelitian dan pengalaman yang cukup untuk dapat mendesain dan membuatnya, karena ada perbedaan ukuran antara ukuran produk yang sebenarnya dan ukuran pola yang harus dibuat karena adanya expansi dan penyusutan pada saat proses pengecoran logam berlangsung. Di bawah ini akan dibahas beberapa faktor dan parameter penting dalam perencanaan dan desain produk cor, desain sistem saluran, dan desain pola. 1.1 Desain Produk Cor Desain produk cor dapat digambarkan secara umum sebagai desain produk atau desain elemen mesin lainya. Dimensi dan spesifikasi produk harus sangat diperhatikan dalam perencanaan produk pengecoran ini, karena pada saat digunakan produk pasti akan mengalami beban kerja mekanik seperti beban tarik, tekuk, tekan, puntir dan beban kerja lainya. Faktor lingkungan kerja juga perlu diperhatikan dalam suatu desain produk, contohnya faktor lingkungan kerja dengan temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan lingkungan korosif akan dijadikan parameter dalam desain produk tersebut agar tidak terjadi kegagalan dalam aplikasi produk yang bekerja di lingkungan tersebut. Sifat-sifat material yang akan diproses pengecoran juga harus diperhatikan karena sifat material baik fisik, mekanik dan kimia memiliki bagian penting dalam desain produk. Selain itu jika produk akan digunakan langsung dan kontak dengan bagian tubuh manusia maka faktor ergonomi, kenyamanan dan keamanan harus diperhatikan selain Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 2 of 36

3 faktor teknis. Untuk itu antropometri juga merupakan faktor penting dalam desain produk. Dimensi suatu produk harus memenuhi spesifikasi produk, untuk itu dalam desain produk cor juga memerlukan alat ukur dan analisa metrologi untuk dapat menghasilkan suatu produk dengan dimensi yang tepat. Untuk itu alat ukur yang digunakan harus sesuai dengan kebutuhan, semakin dibutuhkan keakurasian dan kepresisian produk maka alat ukur yang digunakan harus memiliki resolusi yang tinggi. Contoh alat ukur yang sederhana adalah scuifmaat, micrometer skrup, alat ukur sudut, dial gauge dan mistar. Sedangkan untuk alat ukur yang memiliki kemampuan resolusi tinggi seperti alat ukur dengan sistem komputer Coordinate Measuring Machine (CMM). 1.2 Desain Gating System Perencanaan pembuatan suatu sistem saluran (gating system) dalam proses pengecoran sangat diperlukan karena untuk menghasilkan suatu produk cor yang baik diawali dari proses desain sistem saluran yang baik agar persentasi terjadinya cacat pada produk cor dapat berkurang. Beberapa bagian penting dalam desain sistem saluran adalah riser, runner, ingate, sprue, dan cawan tuang (pouring basin). Namun secara prinsip ada perbedaan mendasar antara gatting dan risering dimana kedua sistem ini memiliki tujuan yang berbeda, gatting bertujuan untuk mengatur aliran logam cair agar dapat mengisi rongga (cavity) dengan baik dan untuk menyaring agar slag tidak ikut masuk kedalam rongga produk cor tersebut. Sedangkan riser berfungsi untuk menjaga produk cor dari cacat akibat perubahan volume karena adanya proses pendinginan dan pembekuan dari logam cair. Gambar.1 Desain sistem saluran terdiri dari Pouring cup, sprue, runner,dan ingate dan posisinya dalam suatu cetakan. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 3 of 36

4 1.2.1 Sistem Saluran (Gating System) Untuk membuat suatu sistem saluran yang baik maka ada beberapa perhitungan yang sesuai dengan hukum alam seperti persamaan Bernoulli, hukum energi kinetik, potensial dan tekanan, teorema Torricelli, hukum Pascal, hukum Stokes dan lain-lain. Beberapa acuan diatas harus diperhatikan dengan baik agar dalam desain sistem saluran yang akan dibuat dapat menghasilkan suatu sistem saluran yang dapat menghasilkan produk cor yang baik. Berikut ini adalah beberapa rumus penting dalam pembuatan sistem saluran: 1. Persamaan Bernoulli (ahli matematik Swiss) 2 1 v1 2 i1 i2 2g dimana : ρ = massa tekanan (kg/m 2 ) γ = massa jenis (kg/m 3 ) v = kecepatan (m/sec) g = gravitasi (m/sec 2 ) i = jarak bidang acuan (m) 2 v2. (1.1) 2g persamaan Bernoulli di dasari dari beberapa persamaan energi yang terlibat dalam proses penuangan logam cair kedalam cetakan pengecoran seperti di bawah ini. 2. Hukum energi potensial, tekanan dan kinetik E p i... (1.2) persamaan energi potensial ini di representasikan dari satuan volume logam cair di tempat tertentu yang memiliki jarak i di atas bidang acuan dan dinyatakan dalam meter. E pt... (1.3) persamaan ini direpresentasikan oleh tekanan yang bekerja pada satuan volume logam cair. Kandungan energi yang ada dipengaruhi oleh grafitasi spesifik atau densitasnya dalam bentuk persamaan seperti diatas. 2 v E k... (1.4) 2g persamaan ini direpresentasikan oleh momentum satu satuan volume logam cair yang bergerak dengan kecepatan tertentu. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 4 of 36

5 3. Teorema Torricelli (ahli fisika Itali) 2 vx h dan menjadi (1.5) 2g v x 2gh... (1.6) dimana v x adalah kecepatan keluaran dari suatu dasar sistem. Gambar. 2 Aplikasi teorema Torricelli pada proses pouring. Hingga persamaan tersebut menjadi : v0 2g H 2 (1.7) Laju pengisian yang terjadi menjadi : R v A 2g H. A.. (1.8) Pada keadaan stedy state dengan gating penuh, H 2 = konstan. R A 0 R2 v2. A2 2g H 3 H 2. 2 A 0 H 2 H H 3 2 A 2 (1.9) 4. Hukum Pascal (ahli matematik Perancis) a h... (1.10) dimana: ρ = tekanan pada setiap bidang datar (N/m 2 ) ρ a = tekanan atmosfir (N/m 2 ) γ = densitas (N/m 2 ) h = jarak vertikal (m) 5. Hukum Stokes (ilmuan Inggris) v r 2 g... (1.11) Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 5 of 36

6 dimana; v = kecepatan apung (cm/s) γ 1 = specific gravity besi cair = (g/cm 3 ) γ 2 = specific gravity objek apung (g/cm 3 ) η = viskositas besi cair = dyne.s / cm 2 g = kecepatan gravitasi = 981 cm/s 2 r = radius partikel bulat (cm) (semua satuan dalam sistem cgs) Selain memperhatikan dari perhitungan-perhitungan dasar tentang sifat aliran logam yang mengikuti hukum-hukum dasar energi maka desain sistem saluran dengan perencanaan dan perhitungan yang tepat harus diaplikasikan untuk mengindari kesalahan yang akan menyebabkan produk gagal. Hal penting lain dalam desain pengecoran juga yaitu data-data desain yang didapatkan dari pengalaman pengecoran yang telah dilakukan selama kurun waktu tertentu dan juga dari data yang ada pada standar pengecoran yang telah ada. Bentuk sistem saluran yang sering digunakan ada berbagai macam dan bentuknya karena harus beradaptasi dengan bentuk produk cor yang akan dihasilkan. Bentuk-bentuk sistem saluran itu antara lain step ingate, wedge ingate, branch/finger ingate, pencil ingate, bottom ingate, wheel ingate, horn ingate, whirl ingate, horse shoe ingate, top ingate, single ingate, saxophone ingate, connor ingate, dan key ingate. Untuk produk yang memiliki dimensi tidak terlalu besar dan di produksi dalam jumlah banyak maka sistem saluran yang sering digunakan adalah sistem saluran tipe finger ingate atau saluran bercabang. Gambar. 3 Branch/finger ingate (saluran bercabang). Sistim saluran dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu bagian untuk mengalirnya logam cair mengisi rongga cetakan. Bagian-bagiannya meliputi cawan tuang (pouring basin), saluran turun (sprue), saluran pengalir (runner), dan saluran masuk Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 6 of 36

7 (ingate). Sistem saluran yang ideal harus memenuhi kriteria seperti; mengurangi cacat, menghindari penyusutan dan dapat mengurangi biaya produksi, berikut adalah uraian dari karakteristik sistim saluran yaitu: a. Dapat mengurangi terjadinya turbulensi aliran logam cair kedalam rongga cetakan. Turbulensi akan menyebabkan terjebaknya gas-gas/udara atau kotoran (slag) didalam logam cair yang dapat menghasilkan cacat coran. b. Mengurangi masuknyaa gas-gas kedalam logam cair. c. Mengurangi kecepatan logam cair yang mengalir kedalam cetakan, sehingga tidak terjadi erosi pada cetakan. d. Mempercepat pengisianian logam cair kedalam rongga cetak untuk menghindari pembekuan dini. e. Mengakomodir pembekuan terarah (directional solidification) pada produk coran. f. Gradien temperatur yang terjadi saat masuknya logam cair kedalam cetakan harus sama baiknya dengan gradien temperatur pada permukaan cetakan sehingga pembekuan dapat diarahkan menuju riser. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 7 of 36

8 Make a cavity Berikut ini ditunjukkan jenis-jenis dari sistim saluran: Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 8 of 36

9 Sistim saluran terdiri atas: Saluran masuk (ingate). Saluran pengalir (runner). Saluran turun (sprue). Penentuan coran dalam sistem saluran: Tempatkan dimensi coran yang besar pada bagian bawah. Minimalkan tinggii dari coran. Tempatkan daerah terbuka dibagian bawah. Tempatkan coran sedemikian rupa hingga riser berada pada tempat tertinggi dari coran untuk bagian yang besar. Jika akan dibuat terpisah (cope and drag): Umumnya runner, ingate dan sprue ditempatkan pada drag. Tempatkan bidang pisah (parting plane) relatif serendah mungkin terhadap coran. Tempatkan bidang pisah pada bagian dimana coran mempunyai luas permukaan terbesar. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 9 of 36

10 Gambar Penentuan coran dalam sistem: Tempatkan dimensi coran yang besar pada bagian bawah. Minimalkan tinggi dari coran. Tempatkan daerah terbuka dibagian bawah. Tempatkan coran sedemikian agar riser berada pada tempat tertinggi dari coran untuk bagian yang besar. Jika akan dibuat terpisah (cope and drag): Umumnya runner, ingate dan sprue ditempatkan pada drag. Tempatkan bidang pisah (parting plane) relatif serendah mungkin terhadap coran. Tempatkan bidang pisah pada bagian dimana coran mempunyai luas permukaan terbesar. Pada prinsipnya perhitungan gating system dilakukan dengan membagi seluruh coran menjadi beberapa bagian. Setiap bagian mempunyai waktu tuang optimum Gambar. 2 berdasarkan luas sprue, runner, dan luas masing-masing ingate. Luas total dari sprue dan runner merupakan penjumlahan dari setiap bagian berdasarkan bentuk lay out gating system. Langkah-langkah dalam penentuan lay out gating system adalah sebagai berikut: 1. Mencari nilai modul yang signifikan, jika nilai modul dibawah 0,4 cm, maka tidak perlu menggunakan riser. Modul adalah perbandingan antara volume dengan luas permukaan yang mengalami pendinginan M = V/ S = Volume / cooling surface area 2. Menghitung pebandingan gating ratio 3. Menghitung berat coran dan total waktu penuangan. Total waktu penuangan, detik t = ξ x (Wp)1/2 Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 10 of 36

11 Wp = Perkiraan berat tuangan ξ = Konstanta, untuk Wp 100 kg =2,0-2,5 untuk 100 kg<wp<300 kg = 1,5-2.0 Untuk mengetahui berat coran dapat memakai yield ratio, yaitu perbandingan berat produk coran terhadap berat total coran. Nilai yield ratio ini dapat ditentukan berdasarkan bentuk lay out dan dimensi gating system yang akan dibuat. Perkiraan berat total coran, Wp = berat produk coran / yield ratio Saluran Tuang (Sprue) Sprue atau saluran tuang adalah suatu saluran vertikal tempat penuangan atau pouring logam cair yang berada pada daerah diatas parting line yang akan meneruskan logam cair kedalam ingate, riser dan produk cor. Secara umum bentuk saluran masuk ada beberapa tipe diantaranya adalah sprue seperti terompet dan pouring basin (bush) yang berbentuk seperti kotak makanan. Gambar. 4 Saluran masuk logam cair sprue dan basin. Posisi dan tinggi sprue sangat menentukan kecepatan alir dari logam cair yang akan mengisi rogga cetakan. Oleh karena itu untuk perhitungan tinggi sprue efektif (ESH, effective sprue height) kita dapat menghitungnya dengan persamaan: 2H C P 2 H P 2 ESH 2C 2C dimana: H= Tinggi sprue (cm) C= Tinggi coran (cm) P= Tinggi coran dari cope hingga bagian teratasnya (cm) Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 11 of 36

12 Gambar. 5 Contoh kasus ESH / effective sprue height. Sprue yang merupakan saluran untuk mengalirkan logam cair pada awal masuk ke rongga cetakan, disebut juga saluran turun untuk logam cair. Formula yang menghubungkan luas potongan melintang bagian atas sprue dan luas melintang choke adalah: As = Ac x (H/h)1/2 As = Luas potongan melintang bagian atas sprue, cm2 Ac = Luas potongan melintang choke, cm2 H = Tinggi efektif dari logam cair, cm h = Tinggi dari logam cair didalam pouring basin, cm Dapat disederhanakan bahwa luas potongan melintang bagian atas sprue adalah 2 kali luas potongan melintang choke (untuk sprue yang pendek), dan tiga 3 kali untuk sprue yang panjang. Disain sprue/downsprue merupakan bagian yang penting saat logam cair dituangkan. Disain sprue harus menghindarkan terjadinya turbulensi logam cair. Aliran logam yang turbulen akan menyebabkan meningkatkan daerah yang terkena udara sehingga sehingga oksidasi mudah terjadi. Oksida yang terbentuk akan naik ke permukaan coran sehingga menyebabkan coran menjadi kasar permukaannya atau oksida akan terjebak didalam coran dan menyebabkan cacat. Ukuran sprue harus dapat membatasi laju aliran logam cair (jika sprue besar, laju aliran akan tinggi akibatnya terbentuk dross, dengan blind-ends pada runner akan menjebak dross yang tidak diinginkan.) Ukuran sprue yang dibuat menjadikan laju aliran tetap. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 12 of 36

13 Bentuk sprue persegi panjang lebih baik baik dibandingkan dengan bentuk bulat untuk luas permukaan yang sama (menghindarkan kecenderungan aliran berputar (vortex formation)). Umumnya bentuk sprue mengecil kebawah dengan kemiringan o. Contoh-contoh sprue: Gambar Gambar Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 13 of 36

14 Ukuran standar sprue menurut Swift, Jackson dan Eastwood adalah 1,27 3,81 cm2 untuk bentuk persegi panjang ataupun bulat. Sprue bulat dengan ketinggian yang rendah tidak akan menyebabkan vortex problem,, mudah dibuat dan ekonomis untuk bentuk coran kecil. Ketinggian sprue ditentukan oleh coran dan tinggi riser. Sprue ditempatkan sejauh mungkin dari saluran masuk (ingates). s). Sprue ditempatkan dibagian tengah pengalir (runner). Ukuran sprue 1,27x0,48 cm untuk coran kecil dan 2,54x16 cm untuk coran tipis yang besar. Sprue dibuat bentuk meruncing (tapered). Metoda lain untuk membersihkan logam cair sebelum sebelum memasuki ingate dan runner,, adalah dengan menggunakan secondary sprue: Pertimbangan untuk menentukan lokasi sprue, yaitu: Kemudahan untuk proses pouring. Distribusi logam cair dapat merata kedalam cetakan. Panjang runner dari sprue. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 14 of 36

15 1.2.3 Saluran Penambah ah (Riser) Riser atau saluran penambah adalah suatu cadangan atau reservoir cairan logam yang berfungsi untuk mengantisipasi akibat dari kontraksi dan penyusutan (shrinkage) yang akan terjadi pada saat logam cair mengalami solidifikasi, sehingga diharapkan produk cor yang dihasilkan tidak mengalami cacat akibat kekurangan volumenya. Dalam aplikasinya riser memiliki jenis tertentu yang menyesuaikan dengan bentuk produk cor dan mudulus dari produk cornya. Jenis riser yang sering digunakan antara lain top riser, blind riser, side riser, lap ingate riser dan lain-lain. lain. Secara umum terjadinya perubahan volume ini disebabkan oleh perubahan temperatur logam cair tersebut t rsebut seperti pada diagram di bawah ini. Gambar. 6 bentuk umum perubahan volume pada paduan coran. Untuk membuat suatu riser dalam desain sistem saluran maka kita membutuhkan suatu analisa perbandingan antara volume benda cor dan luas permukaan pendinginan dari produk cor tersebut. Perbandingan ini sering disebut modulus, jika suatu produk cor memiliki modul lebih besar atau sama sama dengan dua maka produk tersebut dapat dicor tanpa menggunakan riser atau biasa disebut riserless design.. Berikut ini adalah nilai modulus beberapa bentuk geometri dan perhitungan nilai modulusnya. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 15 of 36

16 Gambar. 7 Beberapa modul pada bentuk geometri umum. 1. Kubus: M a 6 b 4 Panjang harus lebih besar dari b e f 4. Balok: M 2e 2 f Panjang harus lebih besar dari 5x e 2. B. Bulat: M t 2 Bidang datar harus 5x lebih luas dari t b 5. B. Persegi: M 4 Panjang harus lebih besar dari b 3. Plate: M Setelah nilai modulusnya diketahui maka desain riser dilanjutkan untuk perhitungan kecepatan pendingan dari riser dengan bentuk geometri tertentu. Bentuk geometri riser yang paling banyak digunakan bentuknya mendekati silinder. Perhitungan kecepatan pendinginan riser dapat dianalisa dengan persamaan Chvorinov yaitu. V f A dimana : f V = A = 2 Waktu pendinginan Volume coran Luas permukaan coran Konstanta Riser didisain dekat ke bagian yang tebal dan berfungsi sebagai umpan logam cair selama pembekuan. Riser mempunyai ukuran dan konstruksi agar dapat membeku paling akhir. Pertimbangan terhadap Riser: Tempatkan riser dekat bagian yang tebal. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 16 of 36

17 Penggunaan side riser umumnya ditempatkan diatas ingate,, ddigunakan untuk coran dengan dinding tipis. Riser diukur berdasarkan volume logam cair. Riser dibuat cukup besar agar dapat mengisi bagian yang menyusut dan terakhir membeku. Riser mempunyai perbandingan yang besar antara volume:luas dari corannya sendiri sehingga coran akan membeku terbih dahulu dibandingkan riser. Gambar. 8 Ketinggian riser tergantung dari jenis riser yang digunakan. Untuk top riser = 1,5 kali diameter riser Side riser = 0,75 2 kali diameter riser Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 17 of 36

18 Hubungan antara diameter dan tinggi riser: Gambar. 9 Untuk memudahkan pembuangan riser, biasanya dibuat riser neck. Riser akan efektif jika riser neck dibuat lebih pendek. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 18 of 36

19 Gambar. 10 Gambar. 11 Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 19 of 36

20 1.2.4 Saluran Masuk (Ingate Ingate) Ingate atau saluran masuk adalah saluran yang mendistribusikan langsung logam cair kedalam rongga produk cor. Ingate harus mudah dipotong untuk proses pelepasan produk cor dari bagian sistem saluranya atau biasa disebut fettling,, oleh karena itu dalam pembuatan ingate kita harus memperhatikan memperhatikan ukuran coran, ketebalanya, kondisi cetakan dan ukuran dan bentuk ingate-nya ingate itu sendiri. a. circular / lingkaran b. hexagonal c. segitiga d. semi-circular semi e. tipe-u f. persegi g. tipe-w Gambar. 12 Contoh bentuk geometri desain ingate.. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 20 of 36

21 Pertimbangan-pertimbangan pertimbangan dalam perencanaan ingate: Ingate dipasang pada bagian yang tebal. Gunakan ukuran standar dan bentuk yang umum umum digunakan (biasanya berbentuk persegi panjang). Tempatkan ingate dengan meminimalkan terjadinya pengadukan atau erosi pada pasir cetak oleh aliran logam cair. Tidak menempatkan ingate pada posisi perangkap dross. Jarak yang pendek antara ingate dan coran. Jumlah ingate yang banyak, diperbolehkan untuk temperatur pouring yang rendah. A. Hubungan antara ingate dan runner: Untuk menghasilkan aliran logam cair agar seragam memasuki semua ingate ingate, maka: 1. Momentum harus diturunkan secara bertahap dengan penurunan dimensi runner. 2. Tekanan harus ditingkatkan secara bertahap dengan meningkatkan gesekan melawan aliran didalam ingate. B. Hubungan proporsi luas penampang sprue, runner dan ingate terhadap distribusi aliran cair logam adalah sebagai berikut: Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 21 of 36

22 1. Ketika total luas penampang penam dari ingate lebih kecil dari runner runner, logam cair akan mengsi runner dengan cepat dan memiliki kecenderungan untuk mengalir ke dalam cetakan melewati setiap ingate. 2. Ketika luas penampang total dari ingate lebih besar dari runner runner, logam cair akan sulit memasuki sprue dan runner, dan ini juga tidak mudah untuk memindahkan pengotor didalam sprue dan runner. Aliran dari logam cair yang melewati ingate menjadi tidak seragam. 3. Untuk kasus bottom ingate, walaupun luas total penampang ingate lebih besar daripada runner,, aliran ali menjadi relatif cepat dan seragam akibat tekanan sebagai gesekan melawan aliran. 4. Didalam kasus top ingate, ketika total luas penampang ingate lebih besar daripada runner,, aliran melalui ingate menjadi tidak seragam. A. Penentuan Lokasi Ingate, prinsipnya ingate harus ditempatkan pada bagian yang tebal, sehingga cairan logam dapat langsung masuk kedalam cetakan dengan cepat tanpa tahanan, dan proses finishing menjadi lebih mudah. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 22 of 36

23 B. Posisi ingate pada runner,, sebaiknya mempertimbangkan hal hal-hal sebagai berikut: a. Meletakkan eletakkan ingate pada lokasi yang jauh dari sprue dan runner extension. b. Meletakkan ingate pada arah yang berlawanan dengan aliran logam cair. c. Ketika ingate dipasang pada arah yang sama dengan aliran logam, maka akan memudahkan kotoran ikut masuk. C. Ruang antara ingate, ingate runner dan cetakan yang sempit menyebabkan cetakan mudah rusak dan ikut mengalir dengan logam cair. Tetapi bila ruang terlalu besar, ingate menjadi lebih panjang, akibatnya porositas mudah terjadi pada ingate. D. Ketinggian ingate dan runner, yang penting runner harus mendistribusikan logam cair kebagian cetakan, dan pada saat yang sama, dapat memindahkan Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 23 of 36

24 pengotor di dalam logam cair. Jadi ketinggian runner harus lebih tinggi dari ingate.. Untuk memberi tekanan logam cair pada ingate,, umumnya ketinggian runner 4 kali lebih tinggi dari ingate.. Tetapi untuk segi ekonomis, tinggi runner biasanya 2 kali tinggi ingate. Pertimbangan lain dalam perancangan ingate, adalah: Disarankan jumlah ingate lebih dari satu (banyak) dengan tujuannya untuk menjaga keseragaman dan kecepatan distribusi logam cair. Ingate pertama sebaiknya ditempatkan cukup jauh dari dasar sprue untuk mencegah kotoran dan turbulensi logam cair masuk ke dalam produk. Jarak minimal yang disarankan adalah 10 cm. Ingate sebaiknya diletakkan pada posisi cope sepanjang dasar runner atau pada posisi drag dengan tambahan dasar runner pada posisi drag. Gambar Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 24 of 36

25 Gating ratio definisikan sebagai perbandingan antara luas penampang melintang sprue : total luas penampang runner : total luas penampang gate. Umumnya mumnya untuk besi cor dan baja, rasio ini menurun, menurut banyak peneliti, gating ratio yang direkomendasikan adalah sebagai berikut: Quick pouring = 1 : 2 : 4 Ordinary pouring = 1 :0,9 : 0,8 Slow pouring = 1 : 0,7 : 0,5 Perbedaan rasio untuk top gating dan bottom gating yaitu: Top gating = 1 :0,9 : 0,8 Bottom gating = 1 :1,1 : 1,2 Untuk kondisi logam cair dituang dari atas atau bidang pisah cetakan: Ac : Ar : Ag = 1 : 0,9 : 0,8 Untuk kondisi logam cair ir dituang dari bawah cetakan: Ac : Ar : Ag = 1 : 1,2 : 1, Saluran Pengalir (Runner) Runner atau saluran pengalir merupakan saluran utama didalam cetakan yang akan mendistribusikan logam cair kedalam ingate. Selain itu runner juga berfungsi menahan pengotor otor atau impurities yang terbawa dalam logam cair agar tidak masuk kedalam produk cor. Pengotor tersebut akan mengapung keatas runner karena beda kecepatan alir lengan logam cairnya. Dalam desain gating ing system, s runner adalah komponen pembanding antara sprue dan ingate untuk mendapatkan nilai perbandingan sistem saluran atau gating ratio. Jika diklasifikasikan dari ri kecepatan penuangan maka gating ratio untuk penuangan cepat 1:2:4, penuangan biasa 1:0.9:0.8, dan penuangan lambat 1:0.7:0.5. nilai perbandingan ini didapatkan dari dimensi sprue : runner : ingate. Untuk besi cor gating ratio yang sering digunakan adalah 1:0.9:0.8 (penuangan biasa). Nilai Nil gating ratio yang akan digunakan Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 25 of 36

26 tergantung dari jenis material dan ukuran produk cor-nya. cor Pertimbangan desain sprue ini adalah sebagai berikut: Menggunakan standar dan ukuran yang umum dipakai. Bentuk persegi panjang baik digunakan untuk cetakan pasir. Membuat runner perpanjangan (blind-ends) untuk menjebak dross yang terbentuk. Ukuran luas runner 3 sampai 10 kali luas ujung keluar sprue/down /down sprue/chok sprue/choke. Ukuran runner biasanya dibuat berdasarkan perbandingan sprue : runner : ingate. (misalnya, 1:3:2), ), contoh kasus: Choked runner: W (Width) = (3 ~ 4) T (Thickness) l (length) = 1.5 T or 37 ~ 50 mm Total area of ingate: A = (Sectional area of choked ed runner) X 2 t = Thickness of ingate w = Width of ingate = (4 ~ 6) t Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 26 of 36

27 Perangkap dross/pengotor /pengotor pada runner: Tabel.1 Perbandingan ukuran dimeter sprue dan runner. (Contoh, Gating ratio 1: 0.9 : 0.8) Sprue diameter. d (mm) Sec. runner AxA.mm Max. L of Runner.mm x20 30x30 40x40 50x50 Dibawah : 600 Dibawah : 1000 Dibawah : 2000 Dibawah : 3000 Beberapa pertimbangan untuk menentukan runner, yaitu antara lain: Untuk potongan melintang runner sebaiknya berbentuk trape trapesium, untuk mencegah kotoran dari logam cair masuk ke dalam cavity.. Untuk pemasangan runner disarankan dengan sambungan menipis dimana luas sambungan tersebut sama dengan luas runner. runner Disarankan untuk mengurangi luas potongan melintang runner setiap ada pemasangan ingate, ingate, hal ini untuk keseragaman distribusi logam cair yang masuk kedalam setiap ingate. ingate Logam cairr yang masuk pertama kali kedalam runner akan menumbuk ujung runner dengan keras, keras sehingga ehingga dapat menyebabkan aliran turbulen dan menimbulkan kotoran dapat masuk ke dalam ingate yang paling dekat ujung runner.. Untuk mencegah hal ini ujung runner sebaiknya dipanjangkan ipanjangkan (runner extension) yang berbentuk tapper sangat efektif untuk mrngurangi turbulensi, dan bila ruang terlalu sempit, sempit maka dapat menggunakan mangkok (well) (well). Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 27 of 36

28 Komponen penting lain dalam suatu sistem saluran antara lain choke yang berfungsi untuk menahan laju alir logam yang akan masuk kedalam runner dan ingate. Selain itu, lubang ventilasi (vent) yang berfungsi untuk saluran udara jika permeabilitas pasir cetak dianggap kurang. Chiller/chaplet adalah komponen tambahan yang biasanya merupakan komponen yang akan menempel pada produk cor yang sudah dipasang lebih awal pada sistem saluran. Contoh perancangan sistim saluran: Gambar. 13 Perancangan dimensi sistim saluran Produk Bahan Gear (Gambar. 13), dimulai berdasarkan contoh perhitungan sebagai berikut: No NOTASI & RUMUS Casting product weight, Wo (Kg) Density, ρ (Kg/cm^3) Yield ratio, y (%)=(Wo/W)x100 Pouring weight, W (Kg)=Wox100/y Pouring time, tp (sec)=c W=0.8 W Konstanta, C=0,5-0,8 (quick & medium pouring) C=2 (slow pouring) Pouring Volume, Qp (cm^3)=w/r Flowing volume, qi (cm^3/sec)=(qp/tp) / n Sprue height, Ht (cm) Casting height, c (cm) Parting Line height, p (cm) Effective pouring height, He (cm): A. He=Ht-(P^2/2c), produk terbagi 2 oleh part line B. He=Ht, produk semuanya dibawah part line C. He=Ht-P/2, produk semuanya diatas part line Jenis Gating Sistim: (A : B : C) Perancangan Pola dan Sistim Saluran INPUT 100 0, ,418 OUTPUT 157,68 10, , , ,5 39,13 40,00 38,25 A Page 28 of 36

29 Velocity at ingate, Vg (cm/sec)=z 2g He Z=Flow coeffisient=0,35-0,8 g=konstanta gravitasi=9,8 m/sec^2 Total area of ingate section, Sg (cm^2)=w/(r.tp.vg) Number of ingate, n Area of ingate section, Ag (cm2)=sg/n Gatting ratio: A. 1 : 2 : 4 = quick (cepat) B. 1:0,9:0,8 = ordinary (sedang) C. 1:0,7:0,5 = slow (lambat) D. Lainnya= 1 : 1,2 : 1,2 Jenis Gating Ratio: (A : B : C : D) Area of sprue section, As (cm^2) diameter bawah: diameter atas: tinggi: Area of runner section, Ar (cm^2) lebar atas: lebar bawah: 98,08 20,44 1 Sprue 5,11 25,55 40,88 17,03 C 20,44 Runner 10,22 22,99 28,62 20,44 7,22 11,408 40,00 4,95 5,75 5,35 33,96 16,98 tinggi: panjang: Jarak ke Ingate pertama: Area of ingate section, Ag (cm2) lebar atas: 14,88 lebar bawah: 15,68 1,34 10,22 tinggi: panjang: Velocity at spue, Vs (cm/sec)=qi/as Velocity at runner, Vr (cm/sec)=qi/ar Velocity at ingate, Vg (cm/sec)=qi/ag Reynold number, Re=(10^5. Wp) / (tp. 10 P) P=perimeter (cm) Re<2300 : aliran laminary 2300<Re<13800 : aliran non turbulent Re>13800 Ingate 20,44 20,44 20,44 20,44 49,04 70,06 Sprue 6927,21 Runner 7620,67 98,08 Ingate 4838,30 Semi Turbulen Semi Turbulen Semi Turbulen : aliran turbulent Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 29 of 36

30 Contoh Perhitungan Untuk Gating Sistim Sampel Produk Gear (Gambar. 13). Unit: luas penampang 1375,948 volume 4911,211 MODUL Coran 1,784 MODUL Side Riser Diameter Volume Tinggi Perbandingan luas leher Tinggi lebar panjang radius leher ketinggian leher bawah 2,676 17, , :1 28,665 5,353 5, ,421 1,4 berat riser berat total yield 57, ,682 63,418 VERIFIKASI: Volume Relative Riser & Casting (Vr/Vc), y Freezing Ratio (Relative Freezing Time), x Ac/Vc= Ar/Vr= Perancangan Pola dan Sistim Saluran 7366, :2 32,248 4,015 8, ,421 1,4 Cm 7366, :3 38,196 3,560 10, ,421 1,4 Lainnya 46,427 5,25 8, ,421 1,4 1,5 1,082 0,280 0,258 = (Ac/Vc) / (Ar/Vr) Page 30 of 36

31 Diameter Riser, Dr (Cm) Luas Penampang Riser, Ar (Cm^2) Volume Riser, Vr (Cm^3) Tinggi Riser, h (Cm) 17, , ,975 33,950 density, (Kg/cm^3) velocity, (cm/sec) diameter, Cm Reynold number viscocity, s^-1 0, ,04 7, ,21 0, Desain Pola Pola atau patern yang akan dibuat harus menyesuaikan dengan desain sistem saluran yang ada. Parameter yang harus diperhatikan dalam pembuatan pola adalah perbedaan dimensi pola dengan produk cor yang sebenarnya karena adanya penyusutan pada logam cor. Dalam proses desainya maka jenis dan material pola ditentukan berdasarkan proses pengecoran yang akan dilakukan. 2.1 Pembuatan Pola (Pattern) Tujuan utama pembuatan cetakan pasir dengan bantuan pola, adalah sebagai berikut: Untuk mendapatkan produk coran dengan kualitas geometri yang baik, seperti bentuk, dimensi dan posisi. Mempertinggi efisiensi dan produktivitas proses pengecoran massal. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam perancangan pola adalah sebagai berikut: Menetapkan parting line sebagai pemisah antara cope dan drag. Menentukan tambahan dimensi akibat penyusutan logam dan akibat goyangan pada saat pola dilepas dari rongga cetakan. Menentukan kemiringan pola agar mudah dilepaskan dari rongga cetak. Menentukan tambahan dimensi untuk kompensasi dari adanya proses pemesinan. Pola atau pattern adalah suatu model yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan bentuk produknya kecuali pada bidang-bidang tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti bidang pisah (parting line), bentuk rongga (cavity), dan proses pemesinannya. yang menyebabkan kesulitan untuk dibentuk langsung pada pola. Faktor- Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 31 of 36

32 faktor tersebut selanjutnya akan diantisipasi dengan perhitungan penyusutan logam dan toleransi pemesinanya. Untuk itu ada beberapa faktor diatas yang harus diperhatikan pada saat perencanaan pola yaitu: A. Bidang pisah (Parting line) Fungsi dari bidang pisah ini adalah memisahkan atau membuat partisi dari bagian pola bagian atas (cope) dan dengan pola bagian bawah (drag). Untuk itu bagian pola atas dan bawah harus memiliki acuan agar tidak mengalami kesalahan dimensi. B. Penyusutan Pola Pada setiap pola yang akan harus diketahui dahulu material apa yang akan digunakan untuk pembuatan produk. Ukuran pola harus ditambahkan dengan ukuran penyusutannya, setiap logam memiliki nilai penyusutan berbeda, antara lain besi cor memiliki nilai penyusutan (shrinkage) sebesar 1%, aluminium 1.5 % dan baja 2%. C. Kemiringan Pola Setiap pola yang akan dibuat harus memiliki kemiringan tertentu yaitu dengan tujuan agar pada waktu pencabutan model dari cetakannya, pola tersebut tidak mengalami kerusakan dan memudahkan pada saat proses pencabutan pola dari cetakannya. Kemiringan setiap pola tergantung pada tinggi rendahnya ukuran pola tersebut jika ukuran dari suatu pola tinggi maka kemiringannya kecil, sedangkan jika ukuran dari suatu pola rendah maka kemiringannya besar. Pada aplikasinya dilapangan ternyata kemiringan yang dibuat tersebut juga dipengaruhi oleh faktor kesulitan suatu pola. Berikut ini adalah beberapa jenis kemiringan pola. Kemiringan positif Bila suatu produk mempunyai ukuran tertentu maka akan terjadi penambahan pada bagian bawah. Contoh: Pola berukuran 100 mm, maka mendapat penambahan sebesar 2 mm, maka ukurannyan menjadi 102 mm (ini berlaku untuk kedua sisi, sehingga ke satu sisi 1 mm dan sisi yang lainnya juga 1 mm). Contoh gambar: a.) Atas x 1 mm Perancangan Pola dan Sistim Saluran 1 mm x Parting Bawah ahah Page 32 of 36

33 Kemiringan negatif Dalam hal ini produk akan mengalami pengurangan ukuran. Contoh: Produk (pola) mempunyai ukuran 100 mm. Setelah melalui proses pengerjaan akan mengalami pengurangan ukuran pada bagian atas, misalnya berkurang 2 mm, maka ukuran produk akan berubah menjadi 98 mm. Contoh gambar: b.) 98 mm Atas x 100 x Parting Bawah Kemiringan positif dan negatif Apabila terjadi penambahan dan pengurangan ukuran pada ke dua sisi. Contoh: Semula ukuran produk 100 mm akan mengalami peubahan ukuran pada bagian bawah menjadi 102 mm dan ukuran pada bagian atas menjadi 98 mm, sedangkan ukuran yang 100 mm tersebut menjadi berada ditengah produk. Contoh gambar: c.) 98 mm Atas 100 x 102 mm x Parting Bawah Gambar. 14 Bentuk-bentuk kemiringan pola (a, b, dan c). 2.2 Bahan dan Jenis Pola Bahan-bahan yang dipakai untuk pola yaitu kayu, resin, atau logam. Dalam proses pengecoran tertentu atau khusus digunakan pola plaster atau lilin. E. Pola Kayu Kelebihan bahan pola dari kayu yaitu: Digunakan untuk pola yang bentuk dan ukurannya rumit. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 33 of 36

34 Mudah didapat. Mudah dikerjakan (proses pengerjaannya mudah) Harganya murah. Kekurangan bahan pola dari kayu yaitu: F. Tidak bisa mengerjakan produksi massal. Sering terjadi penyusutan. Pola Logam Kelebihan bahan pola dari logam yaitu: Bisa digunakan untuk produksi massal Mudah didapat. Kekurangan dari bahan pola logam yaitu: G. Tingkat kesulitan pengerjaan Tidak bisa mengerjakan pola yang rumit bentuk maupun ukurannya. Resin sintetis Kelebihan bahan pola dari resin sintetis yaitu: Dapat digunakan untuk bentuk dan ukuran yang rumit Biasanya untuk produksi massal Kekurangan bahan pola dari resin sintetis yaitu: 2.3 Harganya relatif mahal dan sulit didapat Peralatan Pembuatan Pola Proses manufaktur pola kayu memerlukan alat-alat kerja kayu (carpenter) yang cukup modern, seperti gergaji mesin, alat penghalus permukaan, bor kayu, dan alat-alat pahat. Proses pembuatanya sendiri cukup rumit karena alat ukur yang digunakan memiliki panjang yang berbeda dengan ukuran normal akibat adanya nilai penyusutan logam, untuk itu sangat diprlukan ketelitian pada saat pembuatanya. Pola yang terbuat dari logam diproses dengan menggunakan mesin-mesin yang cukup canggih seperti dengan menggunakan mesin CNC (computerize numerical control), wire cut, dan mesin konvensional seperti bangku bubut, freis, bor, dan gerinda. Sebelum membuat Pola, gambar produk diolah untuk mendapatkan gambar casting, gambar pola/model, gambar LGS (Lay Out gating System), gambar packaging dan gambar pendukung. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 34 of 36

35 Perancangan dan desain yang baik sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu produk yang memiliki kualitas yang memenuhi standar dan spesifikasi produk yang diinginkan. Gambar produk merupakan suatu faktor penentu yang signifikan karena kurang baiknya suatu produk dapat disebabkan oleh desain yang kurang memenuhi spesifikasi perancangannya. Namun dengan adanya perancangan dan desain/gambar maka kekurangan yang terdapat pada produk dapat dianalisa dan dieliminasi. Dalam tahapan proses pengecoran, diperlukan ketelitian dan pengalaman yang cukup untuk dapat mendesain dan membuat suatu produk coran. Demikian pula untuk mendesain lay out gating system diperlukan perhitungan-perhitungan dan pengalaman yang cukup akibat ada perbedaan antara ukuran produk yang sebenarnya. Pada ukuran pola/model ada perbedaan ukuran dengan produk karena adannya expansi (penambahan) dan penyusutan pada saat proses pengecoran logam berlangsung. 3. Membaca Gambar Pada saat membaca gambar produk, harus bisa menafsirkan produk tersebut dengan melihat minimal 3 pandangan yaitu: pandangan depan, pandangan samping dan pandangan atas, kemudian dilanjutkan dengan mendesain gambar produk tersebut menjadi: 3.1 Gambar Casting Pada gambar atau desain casting perlu penambahan ukuran untuk proses machining yaitu antara 3-5 mm, dimana simbol/tanda dari proses permesinan tersebut akan menentukan tingkat kekasaran permukaan produk akhir. Tanda perlunya proses pemesinan ( ) untuk diluar lubang ditambah 3-5 mm pada gambar casting-nya dan jika untuk suatu lubang, maka pada gambar casting, ukurannya dikurangi 5-10 mm. Tabel. 2 Kekasaran permukaan hasil pemesinan. ~ : Tanpa perlakuan proses pemesinan : Dengan perlakuan proses pemesinan Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 35 of 36

36 3.2 Gambar Pola/Model Untuk menggambar/mendesain pola yaitu dari hasil gambar casting, maka perlu pertimbangan dalam menentukan dudukan telapak inti, parting line (bidang pisah), penyusutan dan kemiringan pola. Parameter yang harus diperhatikan dalam pembuatan pola adalah perbedaan dimensi antara pola dengan produk cor yang sebenarnya (karena ada penyusutan pada coran yang tergantung pada jenis materialnya). 3.3 Gambar Lay-out Gating System Untuk menentukan desain gating system, diperlukan tahapan-tahapan yaitu sebagai berikut: a. Menghitung total berat coran, total waktu penuangan dan yield ratio. b. Menentukan lay out ingate, runner dan sprue. c. Menentukan luas potongan melintang dari ingate, runner dan sprue, dimulai dari perhitungan koefisien choke. Perancangan Pola dan Sistim Saluran Page 36 of 36

37 PEMBUATAN CETAKAN DAN INTI 2009 Page 1 of 54

38 1. Pendahuluan Proses pengecoran dengan cetakan pasir dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi secara natural agar logam cair dapat mengisi rongga cetakan dengan baik, oleh karena itu desain system saluran akan sangat menentukan kualitas produk cor. Setiap tahapan yang dilakukan harus menyesuaikan dengan diagram alir proses pengecoran yang merupakan urutan dari tahapan proses pengecoran untuk menghasilkan produk cor yang baik dengan produktivitas yang tinggi. Berikut ini adalah contoh diagram alir proses pengecoran cetakan pasir yang sering dilakukan di industri pengecoran pada umumnya. Gambar. 1 Diagram alir proses pengecoran dengan cetakan pasir. Ada berbagai macam cara pengecoran sesuai dengan kebutuhan. Pengecoran cetakan pasir merupakan jenis pengecoran yang sering digunakan dalam pembuatan pump casing karena dinilai lebih ekonomis walaupun kurang efisien dan efektif. Pada proses ini Page 2 of 54

39 cairan logam dituang ke dalam rongga cetakan yang terbuat dari campuran pasir dan pengikat. Untuk membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti: membuat cetakan, pencairan logam, menuang logam coran, membongkar cetakan dan membersihkan coran. Secara umum aliran proses pengecoran dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Pemeriksaan komposisi Bahan baku Tungku Ladel Sistem pengolahan pasir Mesin pembuat cetakan Penuangan Pasir cetak Rangka cetak Pembongkaran Pemeriksaan pasir cetak Pembersihan Pemeriksaan coran Diagram. 2 Proses pengecoran secara umum. 2. Cetakan Pasir Pembuatan cetakan merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pengecoran logam. Pembuatan cetakan diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mendapatkan rongga cetak yang siap diisi dengan logam cair. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan cetakan adalah sebagai berikut: Transformasi gambar produk menjadi gambar pola. Perencanaan sistim saluran (gating system); Sprue, Down Sprue, Base Sprue, Runner, Ingate, dan Riser. Penentuan bahan pola dan proses pembuatan pola. Penentuan bahan cetakan dan proses pembuatan cetakan. Page 3 of 54

40 Pembuatan cetakan pasir meliputi pembuatan pola, pembuatan inti dan persiapan pasir cetak, setelah itu baru cetakan dapat dibuat. Pola merupakan model benda coran yang akan dibuat, dan pada dasarnya akan dipergunakan sebagai pembuat rongga yang ada pada cetakan (rongga cetak). Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan pola adalah mengubah gambar perencanaan menjadi gambar untuk pengecoran. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan besarnya penyusutan selama pembekuan berlangsung, tambahan penyelesaian mesin dan kemiringan pola. Pola yang dihasilkan harus memiliki permukaan yang halus, ketirusan serta mudah dikeluarkan dari cetakan. Oleh karena itu permukaan pisah dibuat satu bidang dan kup dibuat agak dangkal. Terlalu banyak permukaan pisah akan menyebabkan proses pembuatan cetakan menjadi lebih lama dan pembuatan pola menjadi mahal. Untuk mengurangi efek dari penyusutan pada saat pembekuan berlangsung, maka diperlukan tambahan penyusutan pada pembuatan pola. Adapun tambahan penyusutan tergantung dari bahan coran. Pada setiap pola yang akan harus diketahui dahulu material apa yang akan digunakan untuk pembuatan produk. Ukuran pola harus ditambahkan dengan ukuran penyusutannya, setiap logam memiliki nilai penyusutan berbeda, antara lain besi cor memiliki nilai penyusutan (shringkage) sebesar 1%, aluminium 1.5 % dan baja 2%. Besarnya tambahan penyusutan yang diperlukan untuk besi cor dapat dilihat padaa tabel di bawah ini. Tabel. 1 Tambahan penyusutan dari beberapa material. Tempat di mana memerlukan penyelesaian mesin setelah pengecoran harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal ini berbeda menurut bahan, ukuran, arah kup dan drag, dan keadaan pengerjaan mekanik. Tambahan penyelesaian mesin yang umum dari coran besi cor dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Page 4 of 54

41 Tabel. 2 Tambahan penyelesaian mesin dari beberapa material. Bahan yang akan digunakan untuk membuat pola tergantung dari proses pembuatan cetakan di mana pola akan digunakan, serta pertimbangan ekonomis yang sesuai dengan jumlah biaya pembuatan cetakan dan biaya pembuatan pola. Pola yang terbuat dari kayu lebih murah, mudah dan cepat dalam pembuatannya dibandingkan dengan pola logam. Material kayu yang digunakan mempunyai kadar air maximum 10%. Kelemahan dari material ini, semakin lama pola digunakan makaa dimensinya akan berubah karena kayu akan mengembang akibat panas yang diterimanya. Pola dari bahan logam dan resin memiliki ketelitian yang lebih baik dan biasanyaa digunakan untuk volume produksi yang besar. Proses pembuatan pola resin lebih mudah walaupun biayanya cukup besar. Untuk mempermudah pengangkatan pola dari cetakan, maka bidang-bidang vertikal dari pola harus dimiringkan mulai dari permukaan pisah. Untuk pola kayu dibutuhkan kemiringan kemiringan 1/200. Pola 1/30 sampai 1/100. Sedangkan untuk logam dibutuhkan yang sudah dibuat biasanya diolesi dengan Zips Lips yang diencerkan dengan alkohol secukupnya (coating pola), hal ini dapat mempermudah pembongkaran pola dari cetakan. 3. Pasir Cetak Pasir adalah suatuu material yang tersusun dari butiran-butiran mineral yang memiliki diameter antaraa 0,05-2 mm. Pada umumnya pasir cetak memiliki komposisi dasar silicon dioxide ( SiO 2 ), pasir silika ini kadang masih bercampur dengan feldspar dan mineral-mineral lain. Pasir khusus ini membutuhkan mineral tertentu antara lain; Zircon (ZiSiO 4 ), chromite (FeCr 2 O 4 ), Olivine [(Mg,Fe) 2 SiO 4 ], Staurolite (FeAl 5 Si 2 O 12.OH) dan aluminium silikat (Al 2 SiO 5 ). Beberapa sarat penting yang harus dipenuhi pasir cetak adalah stabil pada temperatur tinggi, memiliki permeabilitas yang Page 5 of 54

42 baik, memiliki kekuatan yang baik, mampu bentuk yang baik, dan dapat digunakan berulang-ulang. Pengklasifikasian pasir cukup beragam yaitu dapat berdasarkan angka pemuaian, mampu tembus cahaya, porositas, titik sinter, jenis pasir, kandungan clay, derajat kebulatan, besar butir pasir dan lain-lain. Tabel. 3 Keadaan fisik dan sifat fisik beberapa jenis pasir cetak. SILICA OLIVINE CHROMITE ZIRCON ALUMINO STAURO SILICATE LITE Color Coklat putih Abu-abu Coklat Hitam Putih coklat Putih oranye terang kehijauan gelap Hardness DryBulkDensity (lb/ft 3 ) Spesific Gravity Grain shape Angular/bulat Angular angular Bulat/angular bulat Bulat TermalExpansion (in/in) * 0.005* Apparent Heat Transfer Rata-rata Rendah Sangat tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Fussion point ( o C) Wettability with Umumnya Mudah molten metal tidak Tahan Tahan Tahan Tahan AFS GFN Range Approx. 80 Approx. 70 *mengandung lempung pengikat pasir. Pasir cetak memiliki dua bentuk dasar yaitu bulat, angular (bersudut) dan subangular. Masing-masing bentuk ini masing masing mempunyai karakteristik tertentu yaitu: A. Pasir Angular (Bersudut) Pasir bersudut sulit untuk dibentuk melalui penekanan keras, namun kekuatan cetakan dari pasir jenis ini lebih baik dibandingkan dengan pasir jenis bulat. Tetapi pasir jenis ini mengalami thermal shock dan expansi karena jarak antar butirannya sangat kecil. Page 6 of 54

43 *Bulat *Sub-Angular *Bersudut Gambar. 3 Bentuk-bentuk butiran pasir cetak. B. Pasir Round (Bulat) Pasir jenis ini memiliki mampu bentuk dan permeabilitas yang baik hingga mudah dibentuk untuk membuat cetakan karena butirannyaa cukup besar dan seragam. Pasir ini membutuhkan pengikat lempung dan kadang terjadi termal shock yang kuat. C. Pasir Sub-angular Pasir jenis ini terbentuk dari pasir angular yang bagian ujung sudut butir tajamnya terputus hingga terbentuk sub-angular. Permeabilitas pasir ini lebih buruk dibandingkan dengan pasir bulat namun kekuatannya tinggi. Grade Gravel Pasir sangat kasar Pasir kasar Pasir sedang Pasir lembut Pasir kasar Fine silt Clay/Lempung Tabel. 4 Grade Butiran Pasir Cetak. Ukuran Partikel (mm) No. mesh (mm) > (2.057) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) < Pada tabel di atas disebutkan Fine silt dan Clay yang memiliki ukuran butir kurang dari 0.05 hingga 0,01. lempung ini digunakan sebagai pengikat atau binder yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan mampu bentuk pasir cetak. Lempung ini di klasifikasikan menjadi lima jenis yaitu: Fire clay, Bentonite (Sodium & Calcium Page 7 of 54

44 montmorillonite), Illinite, Limonite, dan Kaolinite. Bentonite adalah salah satu pengikat yang paling banyak digunakan karena harganya murah dan mudah didapatkan. Berikut adalah tabel perbandingan antara bentonite tipe sodium dan kalsium. Tabel. 5 Perbandingan Bentonite tipe sodium dan kalsium montmorillonite. No. Karakteristik Sodium Montmorillonite Kalsium 1 Ukuran partikel < < Susut kehilangan air Sangat tinggi Sangat tinggi 3 Mengembang kena air Sangat tinggi (terbentuk gel) Jarang terbentuk gel 4 Titik pelunakan o C 980 o C 5 Komposisi Montmorill 90%, Quartz 10%, mica, feldspar. dll Montmorill 85%, Quartz 15%, Limonite. dll 3.1 Persiapan Pasir Cetak Definisi dari pengecoran cetakan pasir adalah proses pembuatan produk yang dimulai dari penuangan logam cair ke dalam suatu cetakan pasir kemudian di biarkan selama beberapa saat untuk proses pembekuan. Proses pengecoran ini mempergunakan pasir sebagai bahan untuk membuat cetakan, di mana cetakan itu hanya dapat digunakan sekali saja, sehingga setelah logam cair dituang ke dalam rongga cetakan pasir, cetakan dibongkar. Pasir cetak harus mempunyai sifat-sifat yang meliputi antara lain: 1. Kekuatan menahan beban berat logam, cukup baik. 2. Tidak beraksi secara kimia dengan logam cair. 3. Tahan terhadap erosi aliran logam cair. 4. Mampu dilewati sejumlah gas serta tahan terhadap temperatur tinggi. Untuk membuat suatu cetakan pasir maka akan dibutuhkan bahan lain yang akan di campur dengan pasir agar sifat-sifat yang diinginkan seperti mampu bentuk, mampu tekan, mampu retak, refractoriness, permeabilitas dan sifat yang diinginkan lainnya dapat dicapai. Beberapa bahan lain yang ditambahkan kedalam pasir cetak antara lain: Page 8 of 54

45 A. Bentonite, adalah suatu bahan pengikat atau binder yang dicampurkan kedalam pasir cetak dengan tujuan meningkatkan mampu bentuk dari pasir cetak. B. Coal dust, adalah suatu bahan tambahan pada pasir cetak yang bertujuan agar pasir lebih terbuka ketika logam cair dituangkan hingga permeabilitas pasir tetap baik dan juga berfungsi untuk membentuk film gas CO 2 agar antara pasir dan logam cair terpisah dan melindungi butir pasir supaya tidak terjadi overheat dan fusi terhadap permukaan logam. C. Air dan Gula tetes, adalah bahan tambahan untuk membantu meningkatkan mampu tekan dan kekuatan dari pasir cetak. D. Bahan tambahan lain untuk pasir cetak seperti: Dextrine, diethyl glicol, soda ash, tepung maizena, tepung tapioka dan bahan tambahan lainya. Bahan tambahan yang ditambahkan tersebut akan di campur dalam mixer pasir selama beberapa menit agar seluruh campuranya merata dan siap untuk dibentuk cetakan. Komposisi campuran pasir cetak akan berbeda tergantung dari logam yang akan dicor dan posisi pasir dalam cetakan yaitu pasir muka dan pasir pengisi. Beberapa bahan tambahan juga berfungsi untuk preparasi pasir cetak setelah digunakan berulang-ulang, preparasi yang dilakukan antara lain Sand Tempering dan Sand Condition. Ada beberapa pasir cetak yang digunakan untuk membuat cetakan pasir, diantaranya adalah; pasir gunung, zirkon, olivin, schamatt (pasir buatan), pasir pantai, pasir kali dan pasir kuarsa (pasir silika). Pasir gunung mengandung lempung dan pada umumnya dapat digunakan langsung untuk membuat cetakan setelah dicampur dengan air. Pasir gunung memiliki kadar lempung 10-20%, yang berarti mempunyai adhesi yang kuat. Apabila kadar lempung kurang dari 10% maka prosentase kadar lempung harus ditambahkan sehingga memenuhi prosentase yang ditetapkan. Pasir pantai, pasir kali, dan pasir silica tidak melekat dengan sendirinya, oleh karena itu dibutuhkan pengikatuntuk mengikat butir-butirnya satu sama lain dan baru dipakai setelah pencampuran. Pasir silika didapat dari gunung secara alamiah atau dapat juga dengan jalan memecah kwarsit. Besarnya butiran pasir yang digunakan untuk cetakan pasir ini berkisar antara mesh dan pada umumnya digunakan pasir berbentuk bulat untuk mendapatkan cetakan yang baik karena pasir dengan bentuk bulat memerlukan umlah bahan pengikat yang sedikit dan mampu alir serta permeabilitas yang baik. Page 9 of 54

46 3.2 Persyaratan Pasir Cetak Pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: Mempunyai sifat mampu bentuk yang baik sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang diinginkan. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam cair waktu dituang kedalamnya. Akan tetapi jika kekuatannya terlalu tinggi maka sifat mampu bentuknya kurang baik. Karena itu kekuatannya pada temperatur kamar dan kekuatan panasnya harus diperhitungkan. Permeabilitas yang cocok. Permeabilitas merupakan kemampuan pasir melewatkan udara pada saat pembekuan atau pendinginan. Dengan permeabilitas yang pas cacat coran seperti rongga penyusutan, gelembung gas dan kekasaran permukaan dapat dicegah. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran dibuat dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu halus, maka permeabilitasnya menjadi rendah. Akibatnya udara/gas yang seharusnya keluar tidak dapat keluar sehingga terjadi cacat coran seperti gelambung gas, oleh karena itu distribusi besar butir harus juga diperhitungkan. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang dituang mengalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair mempunyai temperatur yang tinggi. Bahan-bahan yang tercampur yang menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak dikehendaki. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang supaya ekonomis. Pasir harus murah. 3.4 Pengolahan Pasir Cetak Salah satu kelebihan didalam proses pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir yaitu dapat memanfaatkan kembali pasir yang telah digunakan sebagai cetakan menjadi cetakan pasir yang baru. Pasir cetak dipergunakan berulangkali dengan tidak bergantung pada bahan logam cair. Pasir cetak disiapkan menjadi keadaan dapat dipakai kembali dengan mencampurkan pasir baru dan pengikat baru setelah kotoran-kotoran dibuang. Tanpa penambahan pasir baru dan pengikat baru, kekuatan dan permeabilitas Page 10 of 54

47 akan memburuk dan menyebabkan cacat-cacat seperti kekasaran permukaan. Diagram alir dari pengolahan pasir cetak dapat dilihat di bawah ini. Diagram. 4 Proses pengolahan pasir. 3.5 Pengadukan Pasir Cetak Pencampuran dan pengadukan adalah langkah yang paling penting dalam pengolahan pasir cetak. Tanah lempung, air dan bahan tambahan dibutuhkan pada pasir cetak. Komposisi yang tidak tepat serta pencampuran yang tidak merata, tidak akan memberikan kekuatan yang cukup pada cetakan. Sebelum pasir cetak bekas diolah, pasir terlebih dahulu dibersihkan dari potongan- khususnya potongan besi dengan menggunakan pemisah magnetis, hal ini dilakukan untuk pasir cetak bekas pengecoran besi cor dan baja. Potongan-potongan besi dalam Page 11 of 54

48 pasir akan melekat pada magnit dan berputar sampai mereka jatuh ketika sampai pada dasar. Beberapa alat di bawah ini adalah alat yang digunakan untuk mengolah pasir, diantaranya adalah: penggilingan pasir, pengaduk pasir dan pengayak pasir. Gambar. 5 Mesin Pengaduk Pasir Muller Dengan Rol Pada Bidang Tegak. Alat ini mempunyai sebuah pemutar yang mempunyai beberapa baling-baling yang dipasang pada porosnya dan berputar sekeliling poros mendatar dalam saluran mendatar yang berfungsi mengaduk pasir dan pengikatnya. Mixer atau alat pengaduk pasir ini digunakan untuk mendapatkan sifat-sifat pasir berikut : Bahan pengikat tersebar dengan merata Kadar air terkendali Pasir bebas dari kotoran Pasir terlepas dan tidak tergumpal Suhu pasir mencapai ruang 3.6 Penggilingan Pasir Cetak Setelah pengadukan, pasir cetak dimasukkan ke dalam mesin penggilingan pasir untuk memecah bungkahan-bungkahan pasir setelah pencampuran. Pemberian udara dan penyisihan kotoran dapat dilakukan dalam mesin ini. Penggilingan pasir biasanya digunakan untuk mengolah pasir cetak dengan menggunakan pengikat lempung. Sedangkan pengaduk pasir digunakan untuk pasir cetak yang menggunakan pengikat minyak pengering atau natrium silikat. Page 12 of 54

49 Cara kerja penggilingan ini adalah dengan memanfaatkan dua rol berputar dalam tangki, yang mengaduk pasir bersama pengikat yang menekannya ke dasar atau ke samping tangki. Pengadukan biasanya berlangsung 5-10 menit dan jumlah putaran kirakira putaran per menit. 3.7 Pengayakkan Pasir Gambar. 6 Mesin Pengayak berputar Kemudian untuk mendapatkan kembali pasir cetak baru atau bekas pakai yang layak digunakan kembali dalam proses pengecoran, maka dipakai mesin pengayak untuk menyisihkan kotoran dan butir-butir pasir yang sangat kasar. Mesin pengayak ada dua jenis, yaitu jenis berputar dan jenis bergetar. Mesin pengayak yang sering digunakan adalah jenis pertama. Penggunaan berulangkali dari pasir akan menaikkan temperaturnya, sehingga pendinginan menjadi perlu. Tanpa pendinginan, terjadi pengembunan pada permukaan pola selama pembuatan cetakan sehingga menyebabkan pembuangan pasir dari permukaan pola menjadi sulit dan menimbulkan cacat coran. Page 13 of 54

50 4. Proses Pembuatan Cetakan Pasir Pembuatan cetakan pasir dapat dilakukan dengan tangan ataupun dengan mesin Pembuatan cetakan pasir dengan tangan dilakukan jika volume produksinya kecil, bentuk coran sukar dibuat oleh mesin pembuat cetakan, atau coran yang besar sekali. Sedangkan pembuatan cetakan pasir dengan pasir dipilih karena lebih efisien dan menjamin produksi cetakan baik. Pembuatan cetakan pasir menggunakan tangan dilakuka dilakukan dengan urutan sebagai berikut: Gambar. 7 Proses pembuatan cetakan pasir dengan tangan (1) Papan cetakan diletakkan pada lantai yang rata dengan pasir yang tersebar mendatar. Inti Page 14 of 54

51 (2) Pola dan rangka cetakan untuk drag diletakkan di atas papan cetakan. Rangka cetakan harus cukup besar sehingga tebalnya paisr 30-50mm. Letak saluran turun ditentukan terlebih dahulu. (3) Pasir muka yang telah diayak ditaburkan untuk menutupi permukaan pola dalam rangka cetak. Lapisan pasir muka dibuat setebal 30 mm. (Gbr.4.13(1)). (4) Pasir cetak ditimbun di atasnya dan dipadatkan dengan penumbuk. Dalam penumbukan ini harus dilakukan hati-hati agar pola tidak terdorong langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir yang tertumpuk melewati tepi atas dari rangka cetakan, digaruk dan cetakan diangkat bersama pola dari papan cetakan. (Gbr.4.13(2)). (5) Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan, dan setengah pola lainnya bersama-sama rangka cetakan untuk kup dipasang di atasnya, kemudian bahan pemisah ditaburkan di permukaan pisah dan di permukaan pola. (Gbr.4.13(3)). (6) Batang saluran turun atau pola untuk penambah dipasang, kemudian pasir muka dan pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan dipadatkan. (Gbr.4.13(4)). Kemudian kalau rangka cetakan tidak mempunyai pen dan kuping, maka rangka cetakan harus ditandai agar tidak keliru dalam penutupannya. Selanjutnya kup dipisahkan dari drag dan diletakkan mendatar pada papan cetakan. Gbr.4.13(5)). (7) Pengalir dan saluran dibuat dengan mempergunakan spatula dengan mempergunakan spatula. Pola untuk pengalir dan saluran dipasang sebelumnya yang bersentuhan dengan pola utama, jadi tidak perlu dibuat dengan spatula. (Gbr.4.13(6)). Pola diambil dari cetakan dengan jara. Inti yang cocok dipasang pada rongga cetakandan kemudian kup dan drag ditutup, maka pembuatan cetakan berakhir. (Gbr.4.13(7)). Pasir cetak yang kekerasannya didapatkan dari pemadatan adalah pasir cetak dengan pengikat lempung (bentonit). Proses pemadatan akan mengurangi volume pasir sebesar 20-30% dari sebelum dipadatkan, maka rongga antara butiran pasir akan hilang, dan butiran pasir akan terikat satu sama lain dengan baik. Pemadatan dengan alat pemadat haruslah rata dan menyeluruh, selain itu pertimbangan lainnya adalah: Page 15 of 54

52 Pasir cetak harus mampu menahan menahan tekanan pengecoran, dan ukurannya tidak boleh berubah. Pasir cetak harus tetap dapat dilewati udara hingga gas-gas gas gas dapat lebih mudah keluar. Penusukan lubang gas dapat dilakukan sebagai lubang tambahan (ventilasi). Untuk dapat mencapai kepadatan yang baik alat-alat alat tangan yang dipergunakan adalah: - Penumbuk runcing. Memiliki permukaan tumbuk yang runcing untuk menghasilkan tumbukan yang keras. Disamping itu dapat pula digunakan untuk menumbuk pasir cetak pada daerah sudut dan celah. - Penumbuk datar Memiliki permukaan tumbuk yang lebar. Kekuatan tumbuk lebih kecil dan digunakan untuk penumbukkan akhir hingga hasil tumbukkan rata. - Penumbuk bertekanan udara. Digunakan untuk mengerjakan benda besar. Inti Page 16 of 54

53 Pemolesan Pasir Cetak Pemolesan sebagai salah salah satu teknik pembuatan cetakan, hanya dilakukan pada pengerjaan cetakan dengan pasir berpengikat lempung (bentonit). Pemolesan dilakukan pada pasir disekeliling pola, dimana pasir ditekan sekitar 1 mm kedalam. Dengan demikian pola dapat dikeluarkan tanpa tan merusak tepi-tepi cetakan. Proses pemolesan ini juga dapat memperbaiki tepi-tepi tepi tepi yang rusak, pemolesan dilakukan dengan cara memoleskan pasir pada permukaannya. Daya lekat pasir cetak berpengikat lempung dapat dinaikkan hanya dengan membasahi sedikit pasir yang akan dilekatkan. Alat-alat alat pemoles yang umum digunakan adalah: - Lanset Berupa sebuah daun pada satu sisi dan sendok pada sisi yang lainnya, digunakan untuk memoles permukaan kecil dan untuk membuat saluran-saluran saluran saluran penuangan. - Sendok semen Digunakan igunakan untuk memoles permukaan yang lebar dan untuk membuat saluran saluran- saluran besar juga daerah cawan tuang. - Kait pasir Dengan pengaitnya, rontokan pasir dapat diangkat sekaligus memoles bagian bagian-bagian cetakan yang dalam. Dengan pisaunya, pemolesan bagian-bagian bag bagian yang tegak dapat dilakukan, juga untuk memperbesar saluran turun. Inti Page 17 of 54

54 - Kaki besi Untuk memoles bentuk-bentuk bentuk dan posisi yang sulit pada rongga cetakan yang dalam. - Sendok poles Digunakan untuk memoles serta memperbaiki permukaan cetakan. - Kancing pemoles Untuk membuat ataupun memperbaiki radius ataupun sudut-sudut sudut sudut cetakan. - Batang pemoles bulat Terdiri dari sebuah batang dengan kaki-kaki kaki kaki pemoles oval, berfungsi seperti kaki besi. - Batang pemoles datar Untuk memoles permukaan yang terdapat terdapat jauh didalam rongga cetakan, dan permukaan yang tidak rata. Urutan Pembuatan Cetakan - Rangka cetak untuk cetakan bawah diletakkan diatas landasan. Pola bagian bawah diletakkan. Inti Page 18 of 54

55 - Bahan pemisah cair (bahan dasar lilin ataupun minyak tanah) atau serbuk (graphit, debu, arang) disemprotkan atau ditaburkan. - Pengayakan pasir muka diatas pola setebal 2 cm dan ditekan dengan tangan untuk menghasilkan permukaan tuangan yang halus. - Pengisian dengan pasir pengisi dan dipadatkan setiap tebal pasir sekitar15 cm. - Perataan pasir dan untuk hal-hal hal hal khusus ditusukkan batang besi sebagai lubang pembuangan gas. - Cetakan bawah dibalik - Pemolesan - Rangka cetakan atas dipasangkan - Pola bagian atas dipasangkan juga saluran turun dan penambah, bahan pemisah disemprotkan /ditaburkan. /dita - Pengayakan pasir muka, ditekan dengan tangan. Inti Page 19 of 54

56 - Pengisian dengan pasir pengisi dipadatkan lapis demi lapis. - Perataan pasir, penusukan lubang gas. - Saluran turun dan penambah dicabut keatas cetakan atas diangkat lalu dibalik. - Pembasahan pasir pada sekitar sisi pola cetakan atas, pola dipukul dipukul-pukul hingga longgar terhadap cetakannya. Pola bagian atas diangkat. - Saluran turun dan penambah diperbesar/diperbaiki. - Saluran terak dan saluran masuk dibuat (bila tidak dicetakan atas, di cetakan bawah). - Pembasahan pasir pada sekitar sisi pola cetakan bawah, pemuklan pola hingga longgar. Pola bagian bawah diangkat. Inti Page 20 of 54

57 - Perbaikan permukaan cetakan. - Penaburan grafit pada rongga cetakan. Cetakan yang lebih besar dilakukan pelapisan (pelapis dengan pencair air maupun alcohol). - Peletakkan inti pada cetakan bawah saluran pembuangan gas dari dudukan inti kearah rangka cetak digores. - Perakitan cetakan - Pembebanan ataupun pengekleman. Setelah pola ditarik dari cetakan, grafit atau bubuk bubuk mika yang dicampur air, dicatkan atau disemprotkan pada permukaan cetakan. Tujuan pelapisan tersebut yaitu untuk mencegah fusi dan penetrasi logam, mendapatkan permukaan coran yang halus, membuang pasir inti dan pasir cetak dengan mudah pada waktu pembon pembongkaran dan meniadakan cacat-cacat cacat disebabkan pasir, umpamanya sirip. sirip Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam menghasilkan produk coran adalah pola (pattern) yang digunakan dalam pembuatan cetakan. Pemilihan bahan untuk pola selain tergantung pada jenis cetakan yang akan digunakan, juga sangat tergantung pada pertimbangan ekonomi dari biaya pembuatan cetakan dan pola. Biasanya bahan yang digunakan untuk pola adalah: kayu, logam, lilin, resin, styrofoam,, dan lain lain-lain. Inti Page 21 of 54

58 Gambar. 8 Cetakan Pasir. Gambar. 9 Sistem saluran pada cetakan Sistem saluran pada cetakan takan secara umum terdiri dari: dar Pouring cup ( cawan tuang) Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. nya. kedalaman cawan tuang bisanya 5 sampai 6 kal kali diameternya. Beberapa cawan tuang dilengkapi dengan inti pemisah yang akan menahan terak, dan kadang-kadang kadang cawan tuang dibuat besar agar logam cair tinggal di dalamnya setelah rongga cetakan terisi oleh logam. Sprue (saluran turun) Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran, atau kadang kadangkadang irisannya sama dari atas sampai bawah, hal ini memungkinkan pengisian rongga cetak yang cepat dan lancar. Sedangkan saluran turun yang dibuat mengecil dari atas ke bawah, dipakai apabila diperlukan diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Inti Page 22 of 54

59 Runner (Pengalir) Pengalir adalah saluran yang membawa cairan logam darii saluran turun ke rongga cetak. Pengalir dibuat dengan tujuan untuk memberikan pendinginan lambat pada logam cair. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang mengapung, terutama pada permulaan penuangan, sehingga untuk membuang kotoran tersebut dibuat perpanjangan pemisah pada ujung saluran pengalir atau saluran turun dibuat di tengah-tengah pengalir. Riser (saluran penambah) Peranan penambah ialah memberikan logam cair pada bagian yang menyusut karena pembekuan, mencegah terbentuknya rongga-rongga penyusutan, serta untuk meniadakan pasir yang terbawa, terak dan gas-gas dari coran. Penambah digolongkan menjadi dua, yaitu penambah samping dan penambah atas. Penambah yang terbuka ke udara luar disebut Open Riser (penambah terbuka), sedangkan penambah yang dekat pada bagian atasnya dan berbentuk setengah bola disebut Blind Riser (penambah tertutup) Gate (saluran masuk) Gate adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir ke dalam rongga cetak. Gate memiliki irisan yang lebih kecil dari pengalir agar kotoran yang akan masuk ke rongga cetak dapat dicegah. Bentuk irisan dapat berupa bujursangkar, trapezium, segitiga atau setengah lingkaran, yang membesar ke arah rongga cetak untuk mencegah terkikisnya cetakan. Page 23 of 54

60 5. Proses Pembuatan Inti Inti adalah suatu bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetakan untuk mencegah pengisian pada logam logam yang seharusnya berbentuk lubang atau berbentuk rongga dalam suatu coran. Inti terdiri dari berbagai jenis, yaitu inti kulit, inti CO2, inti udara dan sebagainya. Pengklasifikasian di atas ditentukan berdasarkan pengikat atau jenis proses pembuatan inti, inti, disamping pasir dan pengikat tanah lempung. Gambar. 12 Contoh inti cetakan pada telapak inti nti bertumpu dua mendatar mendatar. Inti biasanya mempunyai telapak inti. Penentuan bentuk dan ukuran telapak inti harus direncanakan dengan teliti untuk penyederhanaan penyederhanaan cetakan, dan agar didapat coran yang baik serta menaikkan produktivitas. Telapak inti digunakan untu untuk maksud-maksud sebagai berikut: Menempatkan inti, inti, membawa dan menentukan letak dari inti. Pada dasarnya dibuat dengan menyisipkan bagian dari inti. Menyalurkan udara dan gas-gas gas gas dari cetakan yang keluar melalui inti. Kalau cetakan telah terisi penuh oleh logam, gas-gas gas gas dari inti dibawa keluar melalui telapak inti. Memegang inti. Kalau cetakan telah terisi penuh oleh logam, maka telapak inti mencegah bergesernya inti dan memegang inti terhadap daya apung dari logam cair Pembuatan inti dapat dilakukan dengan tangan maupun dengan mesin. Dalam pembuatan pump casing dengan volume produksi yang relatif besar umumnya lebih efektif menggunakan mesin dalam pembuatan pembuatan inti. Sedangkan bahan yang digunakan Inti Page 24 of 54

61 pada pembuatan inti ini dibuat dari campuran water glass dengan pasir silica atau lebih dikenal dengan CO2 process. Untuk pembuatan inti dengan mesin dipakai peniup inti. Gambar. 13 Mesin Peniup Inti. Udara ditiupkan pada hopper pasir dan pasir inti diisikan dengan udara ke dalam kotak inti. Udara keluar melalui lubang angin dari kotak inti yang dikait. Pasir inti tetap dalam kotak inti dan menjadi inti. Kait dilepas dan inti diambil. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan yang dilakukan secara mekanis, yaitu : Kotak inti didisain agar pembuatan intinya mudah dan tidak mengalami keausan karena pasir. Perlu dibuat lubang angin yang baik agar udara dalam kotak inti dan yang dibawa ke dalamnya bersama pasir oleh tiupan, akan dikeluarkan secara baik dari kotak inti. Bentuk, kedudukan dan jumlah lubang angin adalah faktor yang penting untuk membuat inti. Seperti telah sebelumnya, inti merupakan suatu model skala penuh untuk membentuk permukan bagian dalam dari suatu produk cor yang tidak mampu dibentuk oleh rongga dari cetakan. Oleh karena itu pasir yang digunakan untuk dibuat inti untuk proses pengecoran logam harus memiliki beberapa karakteristik khusus seperti, kekerasan permukaan yang lebih baik dari pada pasir basah karena pasir inti harus mampu menahan gaya dorong logam cair pada saat proses penuangan logam, pasir inti juga harus memiliki Page 25 of 54

62 permeabilitas yang cukup untuk melepaskan sisa gas setelah proses pengeringan dalam oven hingga tidak terjebak dalam produk cor, pasir inti harus memiliki titik sinter yang tinggi agar tidak terjadi cacat akibat kerusakan pasir inti. Dalam proses pembuatanya pasir inti memiliki beberapa cara, antara lain. Proses pasir dan oli, proses shell core, proses hot box, cold box, proses CO2, dan proses selfcuring. Untuk beberapa produk cor sederhana proses hot box dan CO2 cukup banyak digunakan, sedangkan pembuatan inti dengan menggunakan mesin sering juga menggunakan mesin dengan tekanan udara tinggi atau core shooter. Klasifikasi dari beberapa jenis inti dibagi kedalam 6 jenis berdasarkan posisinya dalam cetakan antara lain. balanced core, cover core, hanging core, wing core, ram-up core, dan kiss core. Proses pengeringan pasir inti dapat dilakukan dengan menggunakan bahan bakar batu bara, kokas, minyak, gas, atau dengan elemen pemanas listrik. Proses pemanasan inti dalam oven biasanya mencapai C tergantung dari dimensi inti itu sendiri. 6. Pengujian Pasir Cetak Keberhasilan dalam menghasilkan produk coran yang baik dapat juga ditentukan oleh pemilihan bahan cetakan dan teknik pembuatan cetakan yang tepat. Pada industri pengecoran logam, secara umum cetakan terbuat dari pasir. Untuk menghasilkan cetakan yang baik perlu dilakukan beberapa pengujian terhadap pasir cetak seperti: kekuatan, kadar lempung, permeabilitas, dan lain-lain. Pasir cetak yang akan digunakan harus memiliki beberapa ketentuan standar untuk dapat digunakan pada proses pengecoran antara lain stabil pada temperatur tinggi, memiliki permeabilitas yang baik, memiliki kekuatan yang baik, mampu bentuk yang baik, dan dapat digunakan berulang-ulang. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah pasir tersebut memenuhi persaratan-persaratan di atas maka pasir cetak harus mengalami pengujian sebagai parameternya. Dalam menentukan kualitas pasir cetak perlu sekali diketahui: - Kandungan lempung (clay) - Distribusi ukuran dan bentuk butir pasir (AFS GFN) - Titik sinter - Prosentase kalsium karbonat - Prosentase non-silicious materials Page 26 of 54

63 - Kandungan air - Stabilitas thermal - Penetuan karakteristik pada kandungan air optimum, diantaranya: a. Densitas b. Permeabilitas c. Kekuatan tekan basah d. Kekuatan geser basah e. Flowability f. Hardness g. Kekuatan tarik basah h. Kekuatan tekan kering i. Dll. Persyaratan pasir cetak: a. Sifat mampu bentuk dan kekuatan yang baik b. Permeabilitas yang sesuai sehingga memungkinkan gas-gas yang terbentuk keluar dari produk c. Ukuran dan bentuk butir yang sesuai d. Tahan panas (memiliki stabilitas thermal dan dimensioal yang baik pada temperatur tinggi) dan tidak bersatu dengan logam (tidak mengalami reaksi kimia terhadap logam cair) e. Dapat dipakai berulang-ulang f. Komposisi kimia yang cocok dan tidak mudah berubah g. Murah h. Mampu ambruk yang baik Page 27 of 54

64 Gambar. 14 Continous Clay Washer. Pengujian pasir cetak yang harus dilakukan antara lain pengujian kekuatan dengan mesin uji kekuatan pasir universal, pengujian distribusi ukuran partikel pasir dengan menggunakan mesin ayakan penggetar, pengujian kadar lempung dengan alat uji continous clay washer yang dilanjutkan dengan penimbangan untuk mengetahui selisih kadar lempung pasir awal dan setelah dicuci, pengujian permebilitas gas dengan menggunakan alat uji permeabilitas pasir, dan melakukan analisa bentonit aktif untuk kalibrasi kadar bentonit aktif yang terkandung dalam pasir cetak dengan analisa titrasi metelin blue (C16H18ClN3S.xH2O). Jika pengujian selesai dilakukan maka untuk mengetahui kelayakanya harus dilakukan komparasi dengan standar seperti dari AFS (american foundrymen s society) atau standar pengujian pasir lainya. Pasir cetak untuk cetakan pasir, memerlukan sifat-sifat yang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok, cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah-pindahkan dan mampu menahan berat logam cair pada saat penuangan. Oleh karena itu kekuatan pada temperatur kamar dan kekuatan panasnya merupakan sifat yang sangat diperlukan. b. Mempunyai daya salur (permeabilitas) udara yang cocok. Untuk mengurangi cacat tuang seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekasaran permukaan. Dengan adanya rongga-rongga di antara butir-butir pasir, maka udara atau gas dapat disalurkan keluar dari cetakan. c. Mempunyai distribusi besar butir yang tepat. d. Mempunyai sifat tahan panas terhadap temperatur logam cair yang dituangkan. Page 28 of 54

65 e. Mampu dipakai lagi atau dapat dipakai berulang-ulang supaya ekonomis. f. Pasir cetak, harus mudah didapat. Tabel. Persyaratan fisik pasir cetak untuk berbagai jenis dan ukuran benda cor. Jenis dan Ukuran benda coran Ukuran Kehalusan butir rata-rata (GFN) Ukuran Permeabilitas % kadar lempung Diatas Dibawah Dibawah Baja: Besar & menengah Kecil Besi cor: Besar Menengah Kecil Paduan Tembaga: Besar Menengah Kecil Aluminium: Besar Menengah/kecil 6.1 Pengujian Kadar Air dan Lempung Pasir yang terlalu basah akan mempunyai daya salur udara yang kecil dan pasir yang terlalu kering akan kurang kekuatannya. Pemeriksaan kadar air ini dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini. Berat Awal-Berat Akhir % kadar air = x 100 % Berat Awal Prosedur pengujian kadar air: 1. Siapkan pasir cetak sebanyak 50 gram. 2. Letakkan dalam alat pemanas. 3. Lanjutkan pengujian dengan memanaskan pasir dalam oven pada temperatur oC selama15 menit. 4. Dinginkan dan timbang. 5. Kadar air didapatkan dari selisih berat pasir cetak yang dinyatakan dalam persen. 6. Keringkan lagi selama 5 menit. 7. Dinginkan dan timbang lagi. Page 29 of 54

66 8. Ulangi lagi (pengeringan selama 5 menit), sampai berat pasir tidak berubah lagi. Timbang campuran pasir 50 gram dan keringkan dalam tungku pengering pada temperatur C untuk satu atau dua jam. Spesimen yang telah dikeringkan itu didinginkan pada temperatur kamar dalam dalam sebuah desikator untuk kemudian dilakukan kembali pengukuran beratnya. Harga kadar air bebas yang tercatat, menyatakan perbedaan antara berat mula dan berat akhir pada temperatur kamar, serta menyatakan perbandingan antara harga tersebut dengan berat mula dalam prosentasi. Daya rekat antar butir pasir, sangat bergantung pada kadar lempung dalam pasir. Untuk suatu persentase kadar lempung tertentu, diperlukan sejumlah kadar air tertentu pula sehingga akan didapatkan kekuatan pasir yang maksimum. Kekuatan tersebut juga dipengaruhi oleh bentuk dan besarnya butir-butir pasir Pasir yang terdapat di bumi akan bercampur dengan lmpung atau tanah liat. Dalam pengertian untuk cetakan pasir, maka pasir ini terbagi atas: 1. pasir alam 2. pasir sintetis Pasir alam adalah pasir yang mengandung kadar lempung sekitar 15-25% dan dalam proses pengecoran pasir ini seringkali langsung digunakan tanpa penambahan lempung lagi. Pasir sintetis adalah pasir murni dengan penambahan lempung menurut kebutuhan. Penambahan tersebut biasanya sekitar 20%. Lempung yang baik, dapat dikenal dari daya serap airnya cukup dengan penambahan sekitar 8-10%. Sedangkan bentonit sudah cukup baik dengan penambahan 5%. Lempung membutuhkan air untuk mengikat butir pasir. Sehingga kadar air yang dibutuhkan untuk pasir sintetis dengan lempung, dengan sendirinya akan lebih rendah dibanding kadar air yang dibutuhkan untuk pasir alam. Lempung atau tanah liat (clay) adalah kumpulan dari pada mineral tanah liat yang mempauanyai kristal sangat kecil, umumnya berbentuk pipih (flake). Ukuran dari butirbutir tanah liat adalah sekitar 0,005 mm sampai 0,02 mm. Lempung sebagai komponen kedua dalam pasir cetak harus mempunyai sifat-sifat yang diperlukan yaitu: a. Menghasilkan daya ikat yang tinggi. b. Menjadi liat bila basah, sehingga mudah diberi bentuk. Page 30 of 54

67 c. Menjadi keras setelah dikeringkan. Untuk itu, mineral lempung yang umum dipergunakan orang untuk bahan pengikat dalam pasir cetak ialah montmoriollit (bentonit), lempung tahan api (fireclay), halloysit dan illit. Jenis pertamalah yang sering digunakan orang. Pemeriksaan kadar lempung ini dilakukan dengan menggunakan rumus dibawah ini. Berat Awal-Berat Akhir % kadar lempung = x 100 % Berat Awal Metoda yang digunakan untuk analisa kadar lempung adalah dengan jalan pencucian, yaitu dengan menggunakan alat Continous Clay washer tipe PKA seperti yang ditunjukkan pada Gambar berikut ini: Prosedur pengujian kadar lempung: 1. Timbang pasir kering seberat 50 gram. 2. Masukkan ke dalam beker gelas kapasitas 800 ml. 3. Isi dengan air sebanyak 400 ml. 4. Tambahkan 10 ml dari 5% larutan Natrium pirofosfat (Na4P2O7.10H2O). 5. Didihkan selama 3-5 menit di atas pemanas (hot plate). 6. Dinginkan sampai temperatur kamar. Page 31 of 54

68 7. Aduk selama 5 menit. 8. Atur kecepatan air sesuai dengan temperatur air yang digunakan seperti tertera pada tabel di bawah ini: Water Temperature (oc) Flow (ml/min) Setting Isi tabung gelas pada Continous Clay Washer dengan air setengahnya. 10. Tambahkan kristal-kristal Natrium Pirofosfat sebanyak 2 sendok makan. 11. Masukkan pasir ke dalam tabung gelas pada alat. 12. Pasang kembali tutup karet pada tabung. 13. Biarkan terus air mengalir pada tabung dengan kecepatan yang diperlukan, hingga air dalam tabung menjadi betul-betul jernih. 14. Setelah air betul-betul jernih, keluarkan pasir dan ditampung pada beker gelas. 15. Diamkan selama 10 menit. 16. Air didekantasi keluar. 17. Saring pasir melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya. 18. Keringkan (pasir + kertas saring), hingga beratnya konstan. 19. Berat akhir pasir (gr) = (berat pasir + berat kertas saring) (berat kertas saring). Prosedur pengujian kadar lempung dengan cara lain: 1. Siapkan pasir sisa uji kadar air. 2. Masukkan pasir kedalam gelas kimia yang berisi larutan NaOH 2% lakukan hal ini hingga pasir benar-benar bersih. 3. keringkan pasir hasil pencucian tersebut pada oC selama 60 menit. 4. Hitung selisih beratnya, nyatakan kadar lempung dalam persen. Page 32 of 54

69 Pengaruh kadar air dan lempung terhadap kekuatan pasir cetak Pemeriksaan Distribusi Ukuran Butir Pasir Suatu cara untuk menyatakan ukuran besarnya butir pasir ditunjukkan dengan GFN (Grain Fineness Number) merupakan ukuran kehalusan rata-rata rata butir pasir. Makin tinggi angkanya, maka pasir semakin halus dan daya salur udaranya (permeabilitas) relatif rendah. Pada umumnya pasir tidak terdiri dari butiran-butiran butiran butiran dengan ukuran sama. Untuk mengetahui distribusi dari butir-butir butir pasir yang mempunyai besar butir yang berbeda berbedabeda, maka dilakukan analisa ayak (Sieve analysis). Inti Page 33 of 54

70 Distribusi ukuran butir pasir dapat dibagi dalam empat jenis: a. Distribusi ukuran butir sempit, artinya susunan ukuran butir hanya terdiri dari kurang lebih dua fraksi saja. b. Distribusi ukuran butir sangat sempit, 90 persen dari ukuran besar butir terdiri dari satu fraksi. c. Distribusi ukuran butir lebar, artinya susunan ukuran butir terdiri dari lebih kurang tiga fraksi. d. Distribusi ukuran butir sangat lebar, susunan ukuran butir terdiri dari lebih dari tiga fraksi. Distribusi butir sempit akan memberikan permeabilitas yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Distribusi ukuran butir berpengaruh juga pada kekuatan cetakan. Distribusi ukuran butir lebar akan memberikan kekuatan pasir cetak yang lebih tinggi. Page 34 of 54

71 Prosedur pengujian kehalusan pasir cetak: 1. Siapkan pasir cetak kering yang akan diuji sebanyak 50 gram. 2. Susun ayakan pada mesin pengguncang (ro-tap) (ro tap) secara berurutan. 3. Masukkan kedalam alat ayak. 4. Ayak selama 15 menit, dengan memutar penyetel waktu yang terdapat pada alat. 5. Timbang butir-butir butir pasir yang tertinggal pada tiap-tiap tiap fraksi. 6. Berat butir-butir butir pasir yang tertinggal pada tiap-tiap tiap tiap fraksi dikalikan dengan suatu faktor perkalian tertentu, menghasilkan suatu produk. produ 7. AFS Grain Fineness Number adalah jumlah dari hasil perkalian tersebut (jumlah produk) dibagi dengan jumlah berat butir-butir butir butir pasir yang tertinggal pada semua fraksi dari 50 gram pasir uji. 500 gram sampel pasir yang benar-benar benar benar kering di masukkan dalam mesin pengguncang pasir dengan ayakan sesuai urutan dari yang paling kasar sampai yang halus, hal ini berlangsung ngsung slama 15 menit. Ayakan kemudian dikeluarkan dan pasir ditimbang menurut besar butir pasir. Distribusi berdasarkan prosent prosentase dapat dihitung dengan rumus: Persentase (%) berat pasir pada ayakan (gr) x100% berat sampel (gr) Nomor kehalusan butir dapat dilakukan dengan memasukkan data pada kolom seperti contoh berikut (AFS AFS * fineness fine number): Tabel. 6 Contoh perhitungan AFS fineness number. Inti Page 35 of 54

72 Tabel.. 7 Hasil uji pasir untuk beberapa material. Alat ayak pasir laboratory sifter type PSA-E. PSA Inti Page 36 of 54

73 Nomor kehalusan butir dihitung dengan rumus: (Wn. Sn) GFN = (Wn) GFN = Nomor kehalusan butir Wn = Berat pasir didapat dari tiap ayakan (gr) Sn = Faktor pengali 6.3 Pemeriksaan Daya Salur Udara (Permeabilitas) Sifat yang sangat mempengaruhi terhadap hasil benda coran adalah daya salur udara (permeabilitas) dari pasir cetak yang digunakan sebagai cetakan pasir. Pasir cetak yang telah dipadatkan harus dapat dilalui oleh gas-gas sewaktu dilakukan penuangan ke dalam cetakan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan sebuah alat yang berfungsi meniupkan udara pada specimen uji berukuran ø 50 mm x 50 mm yang telah mengalami pemadatan dalam silinder pemadat pasir. Pengujian dilakukan dengan mencari perbedaan waktu dan tekanan yang diperlukan untuk melewatkan 2000 cc udara. Permeabilitas ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran besar butir pasir, bentuk butir pasir, kadar air dan kadar lempung. Permeabilitas ini dihitung melalui persamaan berikut: Q.L P = p.a.t P= Permeabilitas Q= Volume udara yang lewat melalui spesimen L= Panjang spesimen (5 cm) A= Luas irisan spesimen (19,625 cm2) P= Tekanan udara (gr/cm2) t= Waktu yang diperlukan untuk melewatkan volume udara Q melalui spesimen (menit) Page 37 of 54

74 Prosedur Pemeriksaan permeabilitas pasir cetak: Persiapan Pasir - Masukkan pasir yang telah ditimbang ke dalam pengaduk (mixer) yang khusus digunakan untuk pengujian-pengujian. - Masukkan bahan pengikat sesuai dengan jumlah yang diperlukan. - Aduk selama 5 menit. - Keluarkan Pasir dari mixer dan telah siap untuk pembuatan batang percobaan. Alat Pengaduk Pasir laboratory Mixer type PLK Pembuatan Batang Percobaan Batang percobaan ini mempunyai garis tengah 50 mm dan tinggi 50 mm. Untuk pembuatannya diperlukan sejumlah pasir yang setelah mendapat pukulan tiga kali pada alat pemadat (sand rammer), harus mencapai tinggi 50 mm dan kemudian ditimbang. Berdasarkan pengalaman maka dapat ditentukan bahwa beratnya terletak antara 145 dan 170 gram. Adapun jumlah berat yang sebenarnya harus ditentukan dengan percobaan. Setelah ditimbang pasir selanjutnya dimasukkan dalam silinder tekan, kemudian ditempatkan pada meja alat pemadat. Page 38 of 54

75 Pemukul dari alat pemadat beserta stang dan pemberatdinaikk pemberatdinaikkan dengan memutarkan keping eksentris sebelah kiri dan setelah silinder tekan yang telah diisi tadi diletakkan di bawahnya, dengan perlahan-lahan perlahan lahan diturunkan kembali. Pemadatan pasir dikerjakan dengan memutar engkol yang kecil pada sebelah kanan hingga memb membuat alat pemadat yang lepas dapat memberi pukulan. Pukulan ini dikerjakan hingga tiga kali berturut-turut. Setelah pukulan yang ketiga maka batang percobaan yang telah dipadatkan harus sedemikian panjangnya hingga tanda garis dari batang pemadat terletak di tengah-tengah atau di antara lubang pada standar alat pemadat. Ini menandakan bahwa batang percobaan pasir telah mencapai tinggi 50 mm dengan toleransi 1 mm. Bila hal tersebut tak tercapai, maka percobaan harus diulangi lagi, bila perlu ditambah atau dikurangi dengan beberapa gram. Pada umumnya pemeriksaan pasir dikerjakan hingga tiga kali nerturut nerturut-turut untuk kemudian ditentukan hasil rata-ratanya. rata Alat pemadat pasir (sand rammer). Inti Page 39 of 54

76 Pemeriksaan Permeabilitas - Pemeriksaan daya salur udara dilakukan dilakukan terhadap batang percobaan yang berbentuk silinder, dengan menggunakan alat permeability meter. - Putar tutup pada kedudukan A angkat (tarik) pengapung ke atas hingga didapatkan penghisapan sejumlah udara kedalam ruangan. Putar katup pada kedudukan E. - Batang percobaan setelah ditumbuk tiga kali, ditempatkan pada sumbat karet denagn kedudukan terbalik, yaitu ruang kosong yang lebih besar dari silinder terhadap pentil (orifice), sedemikian hingga sumbat karet dapat tertutup dengan rapat, dalam keadaan daan demikian katup harus pada kedududkan E. - Putar katup pada kedududkan B, ini berarti bahwa alat sedang bekerja dan pengukuran dapat dibaca. - Setelah selesai pembacaan, katup diputar lagi pada kedududkan E, yang berarti alat telah berhenti dan siap untuk digunakan lagi. Permeability meter type PU-E. Inti Page 40 of 54

77 6.4 Pemeriksaan Kekuatan Tekan Basah Bila menuang logam ke dalam cetakan terutama cetakan yang besar, tekanan yang ada pertama pada dasar, kemudian pada dinding-dinding samping, bila penuangan telah selesai pada bagian atas (atap) dari cetakan, lihat Gambar berikut ini. Kekuatan pada suatu cetakan. Kekuatan pasir cetak dipengaruhi juga oleh bentuk butir pasir. Bentuk butir pasir seperti Gambar di bawah ini yang terbagi atas: Atas kiri: lancip (angular) Atas kanan: bulat (rounded) Bawah kiri: setengah bulat (sub angular) Bawah kanan: bergumpal (coumpound) Bentuk pasir menurut AFS. Page 41 of 54

78 Bentuk butir yang bulat (rounded) cenderung membentuk kekuatan tekan yang rendah dengan permeabilitas yang tinggi. Sedangkan bentuk yang lain, sebaliknya yaitu akan membentuk kekuatan tekan tinggi dengan permeabilitas rendah. Untuk menghindari perubahan bentuk cetakan, kekuatan cetakan tekan harus mempunyai suatu harga minimum tertentu 700 gr/cm2 (0,07 MPa). Pengujian kekuatan tekan dilakukan dengan menggunakan alat Universal Strength Machine, yang dapat dilihat pada Gambar berikut ini: Universal Strength Machine. Prosedur Pengujian Kekuatan Tekan: Batang percobaan berbentuk silinder setelah diperiksa daya salur udara dengan menggunakan suatu batang pendorong dikeluarkan dari tabung pembuat batang percobaan, kemudian ditempatkan antara kedua batang dari alat percobaan tekan hingga rata pada sisi-sisinya. Dengan perlahan-lahan pemutar diputar dan batang percobaan akan tertekan terus hingga retak/pecah. Bersamaan dengan retaknya batang percobaan ini maka jarum manometer akan turun kembali, akan tetapi tegangan tekannya tetap ditunjuk oleh jarum pengikut. Kemampuan manometer tekan rendah (kanan) hanya sampai pada penunjukkan 2000 gr/cm2 (0,2 Mpa). Pada manometer, angka-angka hasil percobaan dapat dibaca pada skala paling luar, yaitu pada manometer tekanan rendah dalam gram per cm2, dan angka-angka hasil pada skala tersebut masih harus dikalikan dengan 100, sedangkan pada skala manometer tekanan tinggi, angkaangka dinyatakan dalam kg/cm2. Spesimen standar ukuran ø 50 mm x 50 mm diletakkan pada mesin uji kekuatan pasir, kemudian diberi beban hingga spesimen patah. Kekuatan tekan dihitung berdasarkan rumus: Page 42 of 54

79 Kekuatan tekan (kgf/cm 2 ) Beban( kgf ) Luas irisan spesimen (cm 2 ) Kekuatan tekan beberapa jenis pasir cetak pada berbagai temperatur. 6.5 Pemeriksaan Kekuatan Geser Basah Sifat ini sangat penting gunanya untuk mencegah pecahnya pasir pada ssaat model diangkat dari cetakan, lihat Gambar di bawah ini. Kekuatan geser dan tarik dalam pasir cetak. Inti Page 43 of 54

80 Seperti ditunjukkan dalam gambar tersebut, pasir cenderung untuk menempel pada bagian sudut-sudutnya. Bila rangka diangkat, kekuatan geser menjadi besar hingga memungkinkan terjadi pecahnya cetakan. kekuatan geser basah yang dianjurkan, minimum 200 gr/cm2 (0,02 MPa). Prosedur pengujian kekuatan geser: Pengujian kekuatan geser dikerjakan sama seperti pada pengujian kekuatan tekan, dengan perbedaan bahwa keping penekan untuk pengujian kekuatan geser ini harus diganti dengan keping yang dapat menggeserkan batang percobaan pada penampang membujur (untuk pengujian kekuatan tekan menggunakan keping dengan permukaan rata, sedang untuk pengujian kekuatan geser menggunakan keping dengan setengah permukaan menonjol). Pada pengujian kekuatan geser sampai dengan 1600 gr/cm2 (0,16 Mpa). Pembacaan hasil pengujian pada manometer tekanan rendah (kanan), sedang untuk penguijian kekuatan geser di atas 1600 gr/cm2 pembacaan hasil pengujian pada manometer tekanan tinggi (kiri). Seperti pada pengujian kekuatan tekan, pada pengujian kekuatan geser penunjukkan manometer masih harus dikalikan dengan 100 (manometer tekanan rendah) untuk mendapatkan besarnya tegangan tekan dalam gr/cm2. Angka pada skala manometer tekanan tinggi dinyatakan dalam kg/cm2. Pembacaan manometer pada skala yang tengah (nomor dua dari luar). Keping untuk pengujian kekuatan tekan. Page 44 of 54

81 Keping untuk pengujian kekuatan geser. Kiri: pengukur tekanan tinggi Kanan: pengukur tekanan rendah A: kekuatan tekan (kg/cm2) B: kekuatan geser (kg/cm2) C: kekuatan tarik (kg/cm2) D: kekuatan tekan (gr/cm2) pembacaan x100 E: kekuatan geser (gr/cm2) pembacaan x100 Manometer pada Universal Strength Machine. 6.6 Pemeriksaan Kemampuan Mengalir (Flowability) Flowability adalah sifat yang memungkinkan pasir menutupi seluruh model dengan baik, terutama pada dinding yang vertikal dan pada sudut-sudut, seperti dalam Gambar di bawah ini. Page 45 of 54

82 Cetakan jelek yang diakibatkan oleh pasir cetak dengan flowability rendah. Flowability sangat banyak dipengaruhi oleh kadar air dalam pasir. Biasanya flowability terletak antara 45-55%. Prosedur pengujian flowability: Batang percobaan berbentuk silinder yang memenuhi syarat, artinya setelah mendapat pukulan tiga kali berturut-turut pada sand rammer, tinggi batang percobaan tersebut 50 mm (tanda garis dari batang pemadat terletak di antara lubang pada standar alat pemadat), ditimbang untuk mengetahui beratnya. Timbang pasir (yang belum dipadatkan) seberat batang percobaan tersebut, masukkan kedalam alat penguji flowability, kemudian ditempatkan pada meja alat pemadat. Lakukan pemadatan/pukulan tiga kali berturut-turut seperti pada pembuatan batang percobaan berbentuk silinder. Setelah pukulan yang ketiga, baca penunjukkan pada skala tangkai rammer, dan padukan dengan diagram flowability. Alat bantu sand rammer untuk pengujian flowability. Page 46 of 54

83 Diagram flowability. 6.7 Pemeriksaan Kekerasan Cetakan Suatu sifat yang penting mendekati tegangan tekan dan geser adalah kekerasan cetakan. Penentuan kekerasan ini memberikan gambaran mengenai pemadatan pada permukaan dari beberapa tempat cetakan. Terutama pada pembuatan cetakan dengan tangan, maka penentuan kekerasan akan menunjukkan tempat dimana perlu diadakan pemedatan tambahan. Pada mesin cetak getaran, penentuan kekerasan akan dapat menunjukkan apakah jumlah pukulan dari meja sudah cukup atau belum. Pengujian kekerasan cetakan basah dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Green Hardness tester. Prosedur pengujian kekerasan: Sebelum alat digunakan, pen pengunci ditekan kekiri sehingga jarum penunjuk dengan bebas dapat digerak-gerakkan. Pengujian dilakukan dengan menekan bola logam yang terdapat pada bagian bawah alat pada permukaan cetakan, jarum akan bergerak sesuai dengan arah perputaran jarum jam, sampai berhenti. Bila jarum sudah berhenti pen Page 47 of 54

84 pengunci di tekan kekanan hingga apabila alat diangkat dari permukaan cetakan, jarum akan tetap pada penunjukkan. Kemudian dilakukan pembacaan. Angka yang ditunjuk oleh jarum tersebut adalah kekerasan cetakan yang diperiksa. Untuk pemeriksaan kekerasan permukaan cetakan di laboratorium dengan membuat cetakan dari kayu yang berukuran panjang 13 cm, lebar 13 cm dan tinggi 5 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar berikut ini: Cetakan kayu untuk memeriksa kekerasan permukaan cetakan. Green hardness tester. 6.8 Pemeriksaan Titik Sinter Titik sinter dari pasir cetak adalah sifat yang sangat penting untuk menentukan apakah suatu jenis pasir dapat dipergunakan sebagai cetakan pasir. Bila logam mengisi rongga cetakan, maka logam cair akan menyentuh pasir dan memanaskannya. Pasir cetak ini tidak boleh meleleh atau menjadi lemah di bawah pengaruh panas itu, sebab kualitas permukaan benda cor akan sangat kasar. Makin besar ukuran butir-butir pasir, makin Page 48 of 54

85 kurang mudah terpengaruh terhadap pelelehan. Oleh karena itu jelas bahwa makin tinggi temperatur penuangan, butir-butir butir pasir harus berukuran lebih besar. Pasir sir murni pada umumnya mempunyai titik leleh kurang lebih 1705oC, o sedangkan pasir alam mempunyai titik leleh antara C. Pemuaian panas beberapa jenis pasir. 7. Jenis Cetakan Klasifikasi cetakan pengecoran berdasarkan penggunaanya dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu kelompok cetakan permanen dan cetakan sekali pakai atau sering dikenal expendable-mold. mold. Dari kedua jenis cetakan ini cetakan pasir yang merupakan kelompok cetakan sekali pakai sering dibahas secara detail detail karena pasir merupakan salah satu material yang paling banyak digunakan untuk dibuat cetakan, untuk itu beberapa point di atas telah dibahas ulasan mengenai jenis pasir cetak, pasir inti dan cara pengujianya. Berikut ini akan dibahas mengenai cetakan sekali s kali pakai dan cetakan permanen. 7.1 Cetakan Sekali Pakai Cetakan sekali pakai atau expendable-mold terdiri dari beberapa jenis yaitu cetakan pasir, cetakan kulit (shell ( molding), cetakan vakum (V-process process), Investment Casting, Proses expanded polystyrene, polyst, cetakan plaster dan keramik. Berikut ini adalah deskripsi dari beberapa proses cetakan di atas. Inti Page 49 of 54

86 A. Cetakan Pasir Metode pengecoran dengan cetakan pasir sudah lama digunakan dan sangat banyak aplikasinya, termasuk untuk pengecoran kapasitas besar hingga beberapa ton. Logam yang dapat dicor dengan menggunakan cetakan pasir sangat beragam seperti baja, besi cor, nikel, titanium dan lain-lain. Proses pembuatan cetakan ini cukup sederhana, yaitu dengan mencampur pasir dengan komposisi aditifnya seperti bentonit, coaldust, melase dan lainnya. Setelah pasir tercampur dengan merata lalu siapkan flask (cope dan drag) untuk dilakukan pengisian, metode pengisian dan pemadatan cetakan yang sering digunakan antara lain pemadatan dengan tumbukan konvensional, pemadatan dengan mesin jolt-squeeze, dan pemadatan dengan mesin disamatic secara otomatis. Gambar. 18 Skema mesin pemadat pasir tekan-desak atau jolt-squeeze. Cetakan pasir yang telah dipadatkan dan telah dilengkapi dengan core atau inti akan dirakit dengan bagian cope (cetakan atas) dan bagian drag (cetakan bawah) hingga rongga yang terdapat didalamnya siap untuk dilakukan pengisian logam cair. Berikut ini adalah contoh gambar skematik cetakan pasir. Page 50 of 54

87 Gambar.19 Bentuk sederhana sederhan cetakan pasir dengan bagian-bagianya. bagianya. Proses pengecoran logam dengan menggunakan cetakan pasir (green sand) memiliki kuntungan antara lain harga produksi relatif murah, dapat digunakan secara berulang, komposisi campuran pasir dapat disesuaikan, tidak membutuhkan oven, dan mudah dibongkar. Namun cetakan pasir ini memiliki kerugian antara lain tidak dapat membuat produk presisi, permukaan coran kasar, banyak menyebabkan kagagalan produk, dan produktifitas relatif rendah. B. Cetakan Kulit Cetakan kulit atau lebih dikenal dengan nama shell molding adalah salah satu metoda pengecoran dengan menggunakan cetakan dengan ketebalan dinding coranya sekitar 9mm atau sekitar 3/8 in. Pasir yang digunakan untuk membuat cetakan ini adalah pasir yang telah dicampurkan dicampurkan dengan binder resin termoset (dibentuk dengan panas). Proses ini pertama dikembangkan di Jerman pada awal tahun 1940-an an. Tahapan proses pembuatan cetakan ini adalah memanaskan pola (logam) dan memasangkan di atas box yang telah diisi pasir resin (resin coated sand) lalu membalikan box hingga pasir menempel pada dinding pola dan lakukan proses oven agar pasir mengalami proses curing dengan sempurna. Setelah itu keluarkan dari cetakan dan lepas pasir dari polanya. Untuk digunakan dalam proses pengecoran maka maka lakukan asembling cetakan kulit kedalam flask khusus shell molding. molding Inti Page 51 of 54

88 Kekasaran permukaan cetakan ini lebih halus dibandingkan dengan cetakan pasir biasa, kekasaran produk hasil cetakan kulit kira-kira 2.5 μm, mampu memproduksi komponen ukuran medium dan kecil, juga memiliki kelebihan dalam ke-akurasian produk hingga toleransi ±0.25 mm. Kerugian yang paling menonjol dalam memproduksi cetakan ini adalah pola yang dibuat dari logam. C. Cetakan Vakum Cetakan vakum atau lebih dikenal dengan V-process, pertama dikembangkan di jepang pada awal tahun1970-an. Pasir cetak untuk membuat cetakan ini di vakumkan dengan tekanan hingga pasir tersebut mengalami tekanan hingga memiliki ikatan dengan butir-butir pasir lainya. Kekuatan ikatan pasirnya lebih baik dari pasir dengan pengikat kimia. Proses pembuatanya dilakukan dengan cara menutupkan lembaran plastik di atas pola yang telah disiapkan lubang ventilasi untuk proses pemvakuman setelah dilkukan pemvakuman maka akan terbentuk rongga dan cetakan siap dirakit namun harus tetap dalam keadaan vakum hingga proses penuangan logam. D. Cetakan Investment Casting Investment casting adalah salah satu metode pengecoran logam yang menggunakan cetakan hasil dari proses coating material tahan panas kepada pola lilin. Pola lilin ini akan di hilangkan setelah lapisan coating mengering dengan cara dipanaskan, rongga yang terbentuk dari pola lilin yang mencair akan digunakan logam cair yang akan di cor sehingga proses pengecoran dengan cetakan ini relatif presisi untuk detail produk cor yang dihasilkan. Proses ini sering juga disebut lost-wax process. 7.2 Cetakan yang dapat dipakai berulang-ulang Jenis cetakan ini dibuat dari bahan logam maupun non-logam. Cetakan logam biasanya dibuat dari besi cor, tembaga murni, atau aluminium dan dihasilkan melalui proses pemesinan (molding by machining). Untuk cetakan non-logam biasanya dibuat dari karet atau gypsum dan dihasilkan melalui proses penuangan (molding by pouring). Page 52 of 54

89 A. Cetakan Permanen Cetakan permanen ini secara proses pengecoranya hampir sama, tetapi proses pengecoran dengan cetakan permanent cetakan yang digunakan dapat digunakan secara kontinu tidak seperti pada cetakan expendable yang harus mengorbankan cetakan dengan merusaknya untuk mengambil produk cor yang dihasilkanya. Jenis cetakan permanent antara lain Cetakan permanent biasa, slush casting, low-pressure casting, vacuum permanent-mold casting, die casting, dan centrifugal casting. Jenis die casting adalah yang paling banyak digunakan sebagai pengecoran logam dengan cetakan permanen. B. Cetakan Die Casting Secara umum proses die casting dilakukan dengan cara menuangkan logam cair kedalam mesin cetak yang memiliki penekan hidrolik untuk diinjeksikan kedalam suatu cetakan dengan tekanan cukup tinggi sekitar MPa untuk cold chamber die casting. Tekanan ini akan tetap diberikan selama logam dalam proses solidifikasi dalam cetakan hingga produk membeku dan dikeluarkan dengan pin ejektor yang terpasang pada cetakan. Jenis die casting ada dua di mana klasifikasinya dilakukan berdasarkan injeksi logam cairnya, ada yang disebut cold-chamber die casting dan hot-chamber die casting. Gambar. 20 Siklus proses die casting dengan jenis ruang dingin dan panas. Page 53 of 54

90 C. Cetakan Centrifugal Casting Pengecoran logam dengan menggunakan cetakan permanen ada yang dilakukan dengan menggunakan cetakan yang berputar atau rotasi, berbeda dengan pengecoran lainya proses pengecoran dengan cara ini biasa dilakukan untuk produk cor yang memiliki bentuk lingkaran seperti velg kendaraan, bearing, pipa tanpa sambungan dan produk lainnya. Gambar. 21 Klasifikasi cetakan. Page 54 of 54

Gambar 1 Sistem Saluran

Gambar 1 Sistem Saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen gating system! Sistem saluran (gating system) didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (4) ISSN: 7-59 (-97 Print) F-66 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu dengan Pengikat Semen pada Pasir Cetak terhadap Cacat Porositas dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat

Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat Multiple Channel Fluidity Test Castings Pengujian ini digunakan untuk mengetahui fluiditas aliran logam cair saat melalui saluran lebih dari satu dan dengan penampang sempit, yang mana banyak terdapat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING Oleh: Agung Tri Hatmoko 2111 105 017 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING

STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING Sidang Tugas Akhir (TM 091486) STUDI SIMULASI DAN EKSPERIMEN PENGARUH KETEBALAN DINDING EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 METODE SAND CASTING oleh : Rachmadi Norcahyo

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., () ISSN: -97 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu Dengan Pengikat Semen Pada Pasir Cetak Terhadap Cacat Porositas Dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran Aluminium Alloy

Lebih terperinci

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN

ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN ANALISA PERBANDINGAN PEMAKAIAN RISER RING DAN CROWN PADA PENGECORAN VELG TIPE MS 366 DENGAN UJI SIMULASI MENGGUNAKAN CAE ADSTEFAN Oleh: M.Nawarul Fuad Shibu lijack LATAR BELAKANG Fungsi velg sebagai roda

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING TUGAS AKHIR Surabaya, 15 Juli 2014 PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING Oleh : Muhammad MisbahulMunir NRP. 2112 105 026 Dosen

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 2111106036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE

BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS CETAKAN RING, CONE DAN BLADE Hasil perancangan cetakan sistem penambah dan sistem saluran pada bab III yang menghasilkan model cetakan dalam proses pengecoran belum dapat dipastikan

Lebih terperinci

Merencanakan Pembuatan Pola

Merencanakan Pembuatan Pola SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Merencanakan Pembuatan Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 1 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Nurhadi

Lebih terperinci

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir (Soejono Tjitro) Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir Soejono Tjitro Dosen

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran Aluminium 6061

Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran Aluminium 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran Aluminium 6061 Arfiansyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium

Lebih terperinci

MODIFIKASI GATING SYSTEM UNTUK MENGATASI CACAT SHRINKAGE PADA BAGIAN GROOVE PADA PRODUK PUMP CASING F-60 DENGAN MATERIAL AISI 304

MODIFIKASI GATING SYSTEM UNTUK MENGATASI CACAT SHRINKAGE PADA BAGIAN GROOVE PADA PRODUK PUMP CASING F-60 DENGAN MATERIAL AISI 304 MODIFIKASI GATING SYSTEM UNTUK MENGATASI CACAT SHRINKAGE PADA BAGIAN GROOVE PADA PRODUK PUMP CASING F-60 DENGAN MATERIAL AISI 304 Dony Perdana 1*, Eddy Gunawan 2 dan Miftahul Munif 3 1 Dosen, Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600 PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN CRANKSHAFT MESIN SINAS METODE PENGECORAN PASIR DENGAN BAHAN FCD 600 Moh Nur Harfianto, Soeharto, Bambang sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam (Internal Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium 6061

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam (Internal Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-271 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Dimensi Cil dalam ( Chill) terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage) pada Pengecoran Aluminium

Lebih terperinci

TI-2121: Proses Manufaktur

TI-2121: Proses Manufaktur TI-11: Proses Manufaktur Dasar-dasar Pengecoran Logam Laboratorium Sistem Produksi www.lspitb.org 003 1. Hasil Pembelajaran Umum: Memberikan mahasiswa pengetahuan yang komprehensif tentang dasar-dasar

Lebih terperinci

Dasar pengecoran logam

Dasar pengecoran logam Dasar pengecoran logam Kelompok 2 Wanda Saputra Yoes Firman Sejarah pengecoran Mencairkan logam coran dibuat dari logam yang di cairkan, di tuang kedalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku.

Lebih terperinci

Desain Sistem Saluran Coran Arbor Press Frame Dengan Metode Resin Coated Sand Untuk Penerapan Pada Mesin Universal Resin Coated Sand Mold Maker

Desain Sistem Saluran Coran Arbor Press Frame Dengan Metode Resin Coated Sand Untuk Penerapan Pada Mesin Universal Resin Coated Sand Mold Maker Desain Sistem Saluran Coran Arbor Press Frame Dengan Metode Resin Coated Sand Untuk Penerapan Pada Mesin Universal Resin Coated Sand Mold Maker Rachmad Syafikri 1, Bayu Wiro K. 2, dan Rizal Indrawan 3

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP ADANYA CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450

ANALISA PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP ADANYA CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 1 ANALISA PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP ADANYA CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 Agung Tri H, Soeharto, Bambang Sudarmanta, Putu Suwarta Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si (Soejono Tjitro, et al.) Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si Soejono Tjitro Dosen

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR

PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR 125 PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR I Harmonic Krisnawan 1, Bambang Kusharjanta 2, Wahyu Purwo Raharjo 2 1 Mahasiswa Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB 2 PROSES PENGECORAN

BAB 2 PROSES PENGECORAN BAB 2 PROSES PENGECORAN 2.1. Pendahuluan Proses pengecoran melalui beberapa tahap : pembutan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM 1 PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole

Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole Studi Penambahan Gula Tetes Pada Cetakan Pasir Terhadap Kuantitas Cacat Blow-hole Tedy Purbowo Alumni Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Soejono Tjitro Dosen Fakultas

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON Arif Setiyono NRP : 2108 100 141 Dosen pembimbing : Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

Bab 3 Perbaikan Proses Pembuatan Pola Volute Casing Pompa Sentrifugal

Bab 3 Perbaikan Proses Pembuatan Pola Volute Casing Pompa Sentrifugal Bab 3 Perbaikan Proses Pembuatan Pola Volute Casing Pompa Sentrifugal Proses yang lazim dilakukan dalam pembuatan pola volute casing pompa sentrifugal adalah proses dengan menggunakan metode rakitan. Pola

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Membuat Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE

BAB III PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE BAB III PERANCANGAN CETAKAN RING, CONE DAN BLADE Runner merupakan bagian dari turbin francis. Keberadaan runner dinilai sangat penting karena dibagian inilah sebuah usaha gerak akan diperoleh oleh sebuah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 37 III. METODE PENELITIAN III.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan suatu proses pembuatan benda yang dilakukan melalui beberapa tahapan mulai dari pembuatan pola, cetakan, proses peleburan, menuang, membongkar

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing.

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing. PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA Idris Prasojo 23411466 Teknik Mesin Dr.-Ing. Mohamad Yamin Latar Belakang Berkembangnya teknologi pada industri kereta api. Beragam

Lebih terperinci

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

BAB 3. PENGECORAN LOGAM BAB 3. PENGECORAN LOGAM Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai ketrampilan pembentukan material melalui proses pengecoran : Menguasai pembentukan komponen dari aluminiun melalui pengecoran langsung DASAR

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Flowchart Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dijelaskan pada flowchart Gambar III.1. Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Jenis Saluran pada Aluminium Sand Casting terhadap Porositas Produk Toroidal Piston

Studi Eksperimen Pengaruh Jenis Saluran pada Aluminium Sand Casting terhadap Porositas Produk Toroidal Piston JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 F-126 Studi Eksperimen Pengaruh pada Aluminium Sand Casting terhadap Porositas Produk Toroidal Piston Rizal Mahendra Pratama dan Soeharto Jurusan

Lebih terperinci

SIMULASI PERANCANGAN SALURAN TUANG PADA PEMBUATAN PIPE REDUCER Ø 12'' KE Ø 10'' FC25 DENGAN PERANGKAT LUNAK SOLIDCAST

SIMULASI PERANCANGAN SALURAN TUANG PADA PEMBUATAN PIPE REDUCER Ø 12'' KE Ø 10'' FC25 DENGAN PERANGKAT LUNAK SOLIDCAST SIMULASI PERANCANGAN SALURAN TUANG PADA PEMBUATAN PIPE REDUCER Ø 2'' KE Ø 0'' FC25 DENGAN PERANGKAT LUNAK SOLIDCAST (SIMULATION DESIGN POUR ON LINE MAKING PIPE REDUCER Ø 2 TO Ø 0 '' FC25 WITH THE SOFTWARE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan Aluminium dan Logam paduan Aluminium didunia industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat ini, menuntut manusia untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : KELAS : 4IC04

Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : KELAS : 4IC04 Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : 24410682 KELAS : 4IC04 ABSTRAKSI Muhammad Faisal. 24410682 PROSES PELEBURAN HINGGA

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print) B-80 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-80 Studi Eksperimental Pengaruh Model Sistem Saluran dan Variasi Temperatur Tuang terhadap Prosentase Porositas, Kekerasan dan

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR OLEH : HENDRA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 35 III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Pengecoran logam dilakukan dipabrik pengecoran logam, Desa Serdang, Kecamatan Tanjung Bintang

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM

MODUL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM MODUL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Memahami pembuatan benda coran dengan menggunakan jenis pengecoran sand casting (pengecoran pasir). 2. Memahami perancangan pola dan gatting sistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan September

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam

BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam BAB III METODOLOGI 3.1 Perencanaan Cetakan 3.1.1 Bahan pola Pembuatan pola merupakan langkah awal untuk membuat cetakan yang digunakan untuk menuang cairan logam. Pola yang digunakan adalah pola kayu.

Lebih terperinci

PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor gaya normal gravitasi selama berputar

PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor gaya normal gravitasi selama berputar PENGECORAN SENTRIFUGAL (CENTRIFUGAL CASTING) Kecepatan Putar Centrifugal Casting Kecepatan putar dapat dihitung melalui perumusan sebagai berikut [7]: dimana : N = Kecepatan putar (rpm) G factor = Faktor

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING

PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 1-8 1 PENGARUH VOLUME EXOTHERMIC RISER TERHADAP CACAT SHRINKAGE PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE SAND CASTING Muhammad M Munir, Indra Sidharta, Soeharto

Lebih terperinci

OPTIMASI DESAIN CETAKAN DIE CASTING UNTUK MENGHILANGKAN CACAT CORAN PADA KHASUS PENGECORAN PISTON ALUMINIUM

OPTIMASI DESAIN CETAKAN DIE CASTING UNTUK MENGHILANGKAN CACAT CORAN PADA KHASUS PENGECORAN PISTON ALUMINIUM Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi OPTIMASI DESAIN CETAKAN DIE CASTING UNTUK MENGHILANGKAN CACAT CORAN PADA KHASUS PENGECORAN PISTON ALUMINIUM Susilo Adi Widyanto*,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Ingot AC8H Proses peleburan Proses GBF (Gas Bubbling Floatation) Spektrometer NG Proses pengecoran OK Solution Treatment Piston As Cast Quenching

Lebih terperinci

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan

Cacat shrinkage. 1 1,0964 % Bentuk : merupakan HASIL DAN ANALISA DATA. 5.1 Hasil Percobaan 5.1 Hasil Percobaan TUGAS AKHIR METALURGI BAB 5 HASIL DAN ANALISA DATA Hasil percobaan yang telah dilakukan di dapatkan cacat shrinkage yang cukup besar pada bagian pertemuan bagian silinder dan balok.

Lebih terperinci

Menyiapkan Pasir Cetak

Menyiapkan Pasir Cetak SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Menyiapkan Pasir Cetak Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Penyaringan (Filtration)

Penyaringan (Filtration) Penyaringan (Filtration) Kemajuan terbesar dalam menghadapi masalah inklusi adalah perkembangan filter modern untuk logam cair. Pada paduan ringan (massa jenis ringan), terdapat penggunaan teknik penyaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Material Rockwool. Dalam studi kali ini, material rockwool sebelum digunakan sebagai bahan isolasi termal dalam tungku peleburan logam ialah dengan cara membakar

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK

BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK BAB II DASAR-DASAR MANUFAKTUR PRODUK II.1 Prinsip Dasar Manufaktur Produk Dalam prinsip dasar proses manufaktur suatu produk saya akan mengklasifikasikan untuk manufaktur produk prototype dan manufaktur

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN PADA PROSES PENGECORAN LOGAM Al-Si DENGAN PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP

Lebih terperinci

Diagram TEKNIK MESIN ITS

Diagram TEKNIK MESIN ITS Diagram MESIN 2009 TEKNIK ITS LOGO Add your company slogan Studi Kualitas Hasil Pengecoran Sentrifugal Perak (Ag) dengan Penambahan Seng (Zn) Rantau Wijaya 2104100051 Dosen Pembimbing: DR. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK KAYU MERANTI TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK KAYU MERANTI TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) 1-6 1 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH PENAMBAHAN BUBUK KAYU MERANTI TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Achmad Rifqi

Lebih terperinci

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran.

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran. L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati ANALISIS PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN DENGAN POLA STYROFOAM TERHADAP SIFAT FISIS DAN KEKERASAN PRODUK PULI PADA PROSES PENGECORAN ALUMINIUM DAUR ULANG Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03 PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER NAMA : BUDI RIYONO NPM : 21410473 KELAS : 4ic03 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan dunia otomotif sangat berkembang dengan pesat, begitu juga halnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini di dunia industri pengecoran logam di Indonesia masih banyak menggunakan metode sand casting. Metode sand casting adalah sebuah metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran Pencampuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Laju Perubahan 2.1.1 Laju Perubahan Rata-Rata Laju perubahan rata-rata fungsi dalam selang tertutup ialah : 2.1.2 Garis Singgung pada Sebuah Kurva Andaikan sebuah fungsi

Lebih terperinci

2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA

2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA 2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA HASIL PEMBELAJARAN Umum: Memberikan pengetahuan yang komprehensif tentang dasardasar proses foundry, proses

Lebih terperinci

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 1 Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Widi Widayat 1, Aris Budiyono 2 1,2. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

ANALISA PEMILIHAN GFN PASIR SILIKA SEBAGAI BAHAN CETAKAN PASIR TERHADAP JENIS BAHAN LOGAM YANG DICETAK. Abstrak

ANALISA PEMILIHAN GFN PASIR SILIKA SEBAGAI BAHAN CETAKAN PASIR TERHADAP JENIS BAHAN LOGAM YANG DICETAK. Abstrak Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 21 ISSN : 1979-5858 ANALISA PEMILIHAN GFN PASIR SILIKA SEBAGAI BAHAN CETAKAN PASIR TERHADAP JENIS BAHAN LOGAM YANG DICETAK Eko Edy Susanto Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Minggu Pokok Bahasan 1 I. Pendahuluan sejarah dari teknologi pengecoran, teknik pembuatan coran, bahanbahan yang biasa digunakan untuk produk coran di tiap industri, serta mengetahui pentingnya teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi parameter penelitian, alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, serta tahapan-tahapan proses penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aluminium Aluminium merupakan unsur kimia golongan IIIA dalam sistim periodik unsur, dengan nomor atom 13 dan berat atom 26,98 gram per mol. Aluminium memiliki struktur kristal

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiayah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Proses penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu; proses pengujian keadaan fisik bahan-bahan beton ( cth : specific gravity, absorpsi, dan kadar air ) serta preparasi benda

Lebih terperinci

V. KEGIATAN BELAJAR 5 PASIR CETAK. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan macam, sifat, dan pengujian pasir cetak.

V. KEGIATAN BELAJAR 5 PASIR CETAK. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan macam, sifat, dan pengujian pasir cetak. V. KEGIATAN BELAJAR 5 PASIR CETAK A. Sub Kompetensi Pasir cetak dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan macam, sifat, dan pengujian

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM SUHADA AMIR MUKMININ 123030037 Pembimbing : IR. BUKTI TARIGAN.MT IR. ENDANG ACHDI.MT Latar Belakang CACAT CACAT PENGECORAN Mempelajari

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SPROKET CONVEYOR YANG MEMPUNYAI DAYA 11 KW DAN PUTARAN 32 RPM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN BAB III METODOLOGI PERANCANGAN Sebelum melakukan perancangan mould untuk Tutup Botol ini, penulis menetapkan beberapa tahapan kerja sesuai dengan literatur yang ada dan berdasarkan pengalaman para pembuat

Lebih terperinci