BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam"

Transkripsi

1 BAB III METODOLOGI 3.1 Perencanaan Cetakan Bahan pola Pembuatan pola merupakan langkah awal untuk membuat cetakan yang digunakan untuk menuang cairan logam. Pola yang digunakan adalah pola kayu. Pola kayu dipilih karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam kayu yang dipakai untuk pola ialah kayu seru, kayu aras, kayu pinus, kayu jelutung, kayu mahoni, kayu jati dan lain-lain. Pemilihan kayu sebagai bahan pola dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : Ringan Mudah dibentuk Tidak keras Tidak bengkok apabila kering Mudah didapat Harga beli terjangkau Dari faktor diatas diambil kesimpulan bahan pola diambil dari kayu jelutung dikarenakan karakteristik kayu jelutung memenuhi faktor-faktor diatas dapat dilihat pada tabel 3.1

2 Tabel 3.1 Karakteristik kayu jelutung Karakteristik Kayu jelutung Berat jenis kering udara Keteguhan lentur mutlak 2 (kg/cm ) Keteguhan tekan mutlak 2 (kg/cm) Pori-pori (diameter) Serat Kadar air < 0,30 < 360 < 215 < 0,1mm Lurus 25%-30% (Sumber : data survey) Jenis pola Jenis pola yang dipilih dalam pembuatan worm screw ini adalah pola belah. Pola belah ini terdiri dari dua bagian yakni bagian atas yang disebut dengan kup dan bagian bawah disebut dengan drag. Gambar 3.1 Pola kup (bagian atas) dan drag (bagian bawah) Bahan tambahan Pola yang telah dibentuk biasanya difinishing dengan menggunakan kertas pasir no agar permukaannya lebih halus. Hal ini untuk mencegah agar serat kayu tidak lengket dengan pasir yang dapat merusak cetakan. Dan untuk menutupi pori-pori dari kayu maka pola diolesi dengan cat dempul jenis epoxy. 3.2 Penentuan Tambahan Penyusutan Karena coran menyusut pada saat pembekuan dan pendinginan maka perlu dipersiapkan penambahan untuk penyusutan. Besarnya penyusutan sering tidak isotropis sesuai dengan bahan coran, bentuk tempat, tebal atau ukuran coran dan kekutatan inti. Tabel 3.2 di bawah ini menunjukkan harga-harga angka penambahan penyusutan.

3 Tabel 3.2 Tambahan penyusutan yang disarankan Tambahan Bahan Penyusutan 8/1000 Besi cor, baja cor tipis 9/1000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut 10/1000 Sama dengan yang diatas dan alumunium 12/1000 Paduan alumunium, brons, baja cor, (tebal 5-7 mm) 14/1000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor 16/1000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm) 20/1000 Coran baja yang besar 25/1000 Coran baja besar dan tebal (Sumber : Tata Surdia M.S, Kenji Chijiiwa, 1986, hal 52) Tambahan penyusutan pada perancangan pola worm screw ini berdasarkan table 3.2 di atas. Maka pada perancangan pola worm screw ini diambil bahan baja coran yang besar denga bahan tambahan penyusutan 20/ Penentuan Penambahan Penyelesaian Mesin Bagian dimana diperlakukan penyelesaian mesin setelah pengecoran harus dibuat dengan kelebihan tebal seperlunya. Kelebihan tebal (penambahan) ini berbeda menurut bahan, ukuran arah kup dan drag serta keadaan pekerjaan mekanik seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Gambar 3.2 Tambahan penyelesaian mesin untuk coran baja (Sumber : Tata Surdia M.S, Kenji Chijiiwa, 1986, hal 53) Dengan mempertimbangkan ukuran coran maksimal pada pola worm screw yakni 280 mm maka tambahan untuk permukaan kup 7 mm, tambahan untuk drag dan permukaan samping 5 mm dan untuk tambahan pengerjaan mesin kasar 2 mm.

4 3.3 Ukuran Pola Setelah penentuan tambahan tersebut maka hal yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah menentukan ukuran pola melalui perhitungan dengan memperhitungkan ukuran gambar rancangan dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan. Berikut merupakan perhitungan ukuran pola dari Worm Screw dengan nilai penyusutan dan tambahan permesinan. Gambar 3.3 menunjukkan ukuran Worm Screw. Gambar 3.3 Ukuran worm screw Ulir yang terdapat pada worm screw ini termasuk jenis ulir trapesium. Gambar detail ulir worm screw dapat dilihat pada gambar 3.4 Gambar 3.4 detail dari ulir worm screw Dimana : D 0 = diameter luar D p = diameter pitch D i = diameter dalam h t = tinggi ulir Dari gambar diatas dapat kita peroleh diameter pitch rata-rata

5 D p = D 0 0,5p 0,1 (literatur 2 hal 671) Rumus berlaku bila D 0 dan P dalam satuan inchi Dimana : P = jarak antara ulir pada titik atau bagian yang sama P rata-rata = 205 mm = 8,070 inchi D 0 = diameter worm screw 305 mm = 12,01 inchi Maka : D p = 12,01 0,5 (8,070) 0,1 D p = 7,875 inchi = 200 mm = 20 cm Diameter poros ulir (root) ulir = 110 mm Maka tinggi ulir : h t = Do D i 2 h t = h t = 97,5 mm untuk sudut kemiringan ulir (α) α = tan 1 π. L D p (literatur 2 hal 672) L = m x p Ulir ini termasuk ulir L alur, maka m = 1 Sehingga: L = 1 x 205 = 205 mm

6 α = 205 tan 1 π.200 = 18,08 0 sudut kemiringan alur (θ n ) θ n = tan -1 (cos α tan (β/2)) (literatur 2 hal 674) dan untuk ulir berpuncak β = 29 0 (literatur 2 hal 669) Maka : θ n = tan -1 (cos α tan (β/2)) θ n = tan -1 (cos 18,08 0. tan 29 0 ) θ n = 13,81 0 Dan untuk menghitung ukuran pola maka poros dibedakan menjadi 4 bagian utama. Gambar 3.5 Pembagian poros untuk perhitungan ukuran pola Dimensi pola poros dari kup adalah : Panjang pola untuk poros : Lp = (L + (TPs. L) + TPm + TPk ) Diameter pola untuk poros : Dp = (D + (TPs. D) + TPm + TPk ) Dimana : Lp= Panjang pola untuk poros Dp= Diameter pola untuk poros L = Panjang poros yang dirancang

7 D= Diameter poros yang dirancang TPs = Tambahan penyusutan yang disarankan TPm = Tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar TPk = Tambahan untuk permukaan kup Poros 1 Panjang = Diameter = Poros 2 Panjang = Poros 3 Panjang = Diameter = Poros 4 Panjang = Diameter = = 126,3 mm = = 91,62 mm 65,1mm 392, , = = 37,5 +.37, = = 65,1mm 409,35 mm 47,25 mm 49,80 mm Dimensi pola daun untuk kup adalah : Tinggi pola untuk daun : tp = (t + (TPs. t ) + TPm + TPk ) Lebar pola untuk daun : lp = (l + (TPs. t ) + TPm + TPk )

8 Dimana : tp= Tinggi Pola untuk daun lp= Lebar Pola untuk daun t= Tinggi daun yang dirancang l= Lebar daun yang dirancang TPs = Tambahan penyusutan yang disarankan TPm = Tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar TPd = Tambahan untuk permukaan drag Daun 1 Tinggi = Lebar = Daun 2 Tinggi = Lebar = 152, , = 162,55 mm = 37,56 mm 153, , = 165,57 mm = 37,56 mm 20 37, ,56 28 Jarak 1-2 = = 235,24 mm 2 2 Daun 3 Tinggi = Lebar = 153, , = 165,57 mm = 45,72 mm 20 37, ,72 28 Jarak 2-3 = = 204,56 mm 2 2

9 Daun 4 Tinggi = Lebar = 153, , = 165,57 mm = 51,84 mm 20 45, ,84 42 Jarak 3-4 = = 189,12 mm 2 2 Daun 5 Tinggi = Lebar = 153, , = 165,57 mm = 60 mm 20 51, Jarak 4-5 = = 188,98 mm 2 2 Dimensi pola poros dari drag adalah : Panjang pola untuk poros : Lp = (L + (TPs. L) + TPm + TPd ) Diameter pola untuk poros : Dp = (D + (TPs. D) + TPm + TPd ) Dimana : Lp = Panjang pola untuk poros Dp= Diameter pola untuk poros L = Panjang poros yang dirancang D= Diameter poros yang dirancang TPs = Tambahan penyusutan yang disarankan TPm = Tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar

10 TPd = Tambahan untuk permukaan drag Poros 1 Panjang = Diameter = Poros 2 Panjang = Poros 3 Panjang = Diameter = Poros 4 Panjang = Diameter = = 124,3 mm = = 89,62 mm 63,1mm 392, , = = 37,5 +.37, = = 63,1mm 407,35 mm 45,25 mm 47,80 mm Dimensi pola daun dari drag adalah : Tinggi pola untuk daun : tp = (t + (TPs. t ) + TPm + TPd ) Lebar pola untuk daun : lp = (l + (TPs. l ) + TPm + TPd ) Dimana : tp= Tinggi Pola untuk daun lp= Lebar Pola untuk daun

11 t = Tinggi daun yang dirancang l = Lebar daun yang dirancang TPs = Tambahan penyusutan yang disarankan TPm = Tambahan untuk pengerjaan mesin yang kasar TPd = Tambahan untuk permukaan drag Daun 1 Tinggi = Lebar = 152, , = 162,55 mm = 11,08 mm Daun 2 Tinggi = Lebar = 153, , = 163,57 mm = 35,56 mm 20 11, ,56 28 Jarak 1-2 = = 223,2 mm 2 2 Daun 3 Tinggi = Lebar = 153, , = 163,57 mm = 35,56 mm 20 35, ,56 28 Jarak 2-3 = = 237,24 mm 2 2 Daun 4 Tinggi = 153, , = 163,57 mm

12 Lebar = = 43,72 mm 20 35, ,72 36 Jarak 3-4 = = 206,56 mm 2 2 Daun 5 Tinggi = Lebar = 153, , = 163,57 mm = 49,84 mm 20 43, ,84 42 Jarak 4-5 = = 191,12 mm 2 2 Maka dimensi total dari pola poros pada kup dan drag adalah : Panjang total pola poros : PT = Pk + Pd Diameter total pola poros : DT = Dk + Dd Dimana : PT = Panjang total poros DT= Diameter total poros Pk= Panjang poros untuk kup Pd= Panjang poros untuk drag Dk= Diameter poros untuk kup Dd= Diameter poros untuk drag Poros 1 Panjang = 126,3 mm + 124,3 mm = 250,6 mm Diameter = 91,62 mm + 89,62 = 181,24 mm Poros 2 Panjang = 65,1 mm + 63,1 mm = 128,2 mm

13 Poros 3 Panjang = 409,35 mm + 407,35 mm = 816,7 mm Diameter = 65,1 mm + 63,1 mm = 128,2 mm Poros 4 Panjang = 47,25 mm + 45,25 mm = 92,5 mm Diameter = 49,8 mm + 47,8 mm = 97,6 mm Dari perhitungan keseluruhan maka diperoleh ukuran untuk pola worm screw pada gambar di bawah ini: Gambar 3.6 Ukuran pola worm screw 3.4 Sistem Saluran Saluran turun Saluran turun adalah saluran yang pertama membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Dalam menentukan saluran turun kita harus terlebih dahulu menentukan berat dari benda coran yang akan kita buat karena penentuan saluran didasarkan pada berat dari coran tersebut. volume coran = volume coran poros + volume coran daun volume inti berat coran = volume coran x berat jenis baja cor dimana : ρ = massa jenis (7800 kg/m 3 )

14 γ = berat jenis = ρ. g = N/m 3 Maka volume poros pada coran adalah : Poros 1 V p 1= 4 π.d 2.1 V p 1= 4 π.(0,18124) 2. 0,2506 Vp1 = 0, m 3 Poros 2 π.l V p 2= 4.(R 2 +r 2 +Rr) π.l V p 2=.(0, , ,09062 x 0,0641) 4 Vp2 = 0,00476 m 3 Poros 3 V p 3 = 4 π.d 2.1 V p 3 = 4 π.(0,1282) 2. 0,8167 Vp3 = 0, m 3 Poros 4 V p 4= 4 π.d 2.1 V p 4= 4 π.(0,0976) 2. 0,0925 Vp4 = 0, m 3

15 Sehingga volume total poros adalah : V tot = V p1 + V p2 + V p3 + V p4 V tot = 0, m 3 + 0,00476 m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 V tot = 0, m 3 Untuk menghitung berat daun maka dibagi menjadi beberapa bagian untuk memudahkan perhitungan. Gambar 3.7 Pembagian daun untuk perhitungan daun X Volume Daun : 1 + X 2.L.t 2 Dimana : X 1 = lebar pola daun kup X 2 = lebar pola daun drag L = Panjang daun t = Tinggi daun Daun 1 Bagian 1 Vd1 = 0, , , Vd1 = 0, m 3

16 Bagian 2 Vd2 = 0, , , , Vd2 = 0, m 3 Daun 2 Bagian 1 Vd3 = 0, , , , Vd3 = 0, m 3 Bagian 2 Vd4 = 0, , , ,32914 Vd4 = 0, m 3 Daun 3 Bagian 1 Vd5 = 0, , , ,32914 Vd5 = 0, m 3 Bagian 2 Vd6 = 0, , , , Vd6 = 0, m 3

17 Daun 4 Bagian 1 Vd7 = 0, , , , Vd7 = 0, m 3 Bagian 2 Vd8 = 0, , , ,32914 Vd8 = 0, m 3 Daun 5 Bagian 1 Vd9 = 0, , , ,32914 Vd9 = 0, m 3 Sehingga volume daun total adalah : Vtot = Vdl + Vd2 + Vd3 + Vd5 + Vd6 + Vd7 + Vd8 + Vd9 Vtot = 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 + 0, m 3 Vtot = 0, m 3 Dimana volume pasak (Vpasak ) = Untuk volume dari inti coran adalah : = mm 3 Vinti = 4 π (( ) + ( ) + (1/ ) + 2.Vpasak

18 Vinti = , = ,05 x 10-9 mm 3 = 0, m 3 Maka volume coran keseluruhan adalah : Vtot = Vtot poros + Vtot daun - Vtot inti Vtot = 0, m 3 + 0, m 3-0, m 3 Vtot = 0, m 3 Maka berat coran adalah : berat coran = volume coran x berat jenis baja cor berat coran = 0, m 3 x N/ m 3 = 10648,37504 N Berat coran = 10648, N = 1085, kgf 9,81 Berdasarkan berat dari coran di atas dapat diperoleh ukuran dari saluran turun pada tabel 3.3 dibawah ini : Tabel 3.3 Contoh ukuran dari saluran turun, pengalir dan saluran masuk untuk coran besi cor. Berat coran Diameter Ukuran pengalir Ukuran saluran masuk Berat coran Diameter Pengalir Pengalir Saluran Saluran (kg) saluran tunggal berganda masuk masuk Saluran masuk tiga Saluran masuk empat turun (mm) tunggal berganda x x x 6 45 x 6 30 x 6 25 x x x x 7 50 x 7 35 x 7 25 x x x x 8 40 x 8 30 x x x x x x x x x x x x x x x 15 (Sumber : Tata Surdia M.S, Kenji Chijiiwa, 1986, hal 72) Berat coran Worm Screw yaitu 1085, kgf. Maka dari tabel didapat diameter saluran turun yaitu 75 mm. Tinggi saluran turun adalah 10d = 750 mm

19 Gambar 3.8 Saluran Turun Pada coran logam penentuan luas saluran masuk dan turun berdasarkan pada perbandingan yakni : Luas saluran turun : luas pengalir : luas saluran masuk = 1 : (1,5-2) : (2-4). Pada perencanaan sistem saluran ini diambil perbandingan untuk ketiganya yaitu sebesar 1 : 2 : 4, sehingga didapat : Luas saluran turun = π/4 dst 2 = π/4 (75) 2 = 4415,625 mm 2 Luas pengalir = 2 x Luas saluran turun = 2 x 4415,625 mm 2 = 8831,25 mm 2 Luas saluran masuk = 4 x Luas saluran turun = 4 x 4415,625 mm 2 = 17662,5 mm 2 Dalam hal ini luas saluran turun harus lebih besar dari luas nozel dari ladel untuk mencegah meluapnya logam cair, dan luas pengalir dibuat lebih besar dari pada luas saluran turun dan saluran masuk lebih besar dari luas saluran pengalir. Hal ini untuk memudahkan aliran logam cair masuk kedalam cetakan Cawan tuang Cawan tuang biasanya cawan tuang atau corong dengan saluran tuang dibawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang dapat menyaring kotoran atau trak yang terdapat dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak

20 boleh terlalu dangkal. Ukuran cawan tuang yang biasanya dipergunakan dapat dilihat dari gambar dibawah ini. Gambar 3.9 Ukuran cawan tuang (Sumber : Tata Surdia M.S, Kenji Chijiiwa, 1986, hal 66) Sebaliknya kalau terlalu dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis. Panjang = 6d + 0,5d + d + d + 1,5. d Dimana : d adalah diameter saluran turun = 75 mm dari tabel 3.2 Panjang = ( , ,5. 75) mm Panjang = 487,5 mm Lebar = 4. d Lebar = (4. 75)mm Lebar = 300 mm Kedalaman : - yang terdalam = 5. d = (5. 75) mm = 375 mm Sistem pengalir - yang terdangkal = 4,5. d = (4,5. 75)mm = 337,5 mm Sistem pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair, akan tetapi jika terlalu besar akan tidak ekonomis. Pada perencanaan ini pengalir dibuat berbentuk trapesium dengan perbandingan ukuran seperti pada gambar berikut,

21 Luas pengalir = 8831,25 mm 2. Gambar 3.10 Sistem pengalir Dari gambar dapat dihitung ukuran penampang pengalir yaitu : Ap = A. (A 3) (A + 3) = 8831,25 mm 2 A2 = 8831,25 mm 2 A = 8831,25 = 93,9 m Saluran masuk Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk dalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berbentuk bujur sangkar, travesium atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Luas saluran masuk = 17662,5 mm 2. Jumlah saluran masuk yang direncanakan empat buah, maka masing-masing saluran masuk mempunyai luas : Asm Asm = 4 Asm = 17662,5 4 Asm = 4415,625 mm 2

22 Gambar 3.11 Saluran masuk Saluran masuk direncanakan berbentuk bujur sangkar, maka ukuran sisi-sisi dari saluran masuk adalah : Asm = s.s s = A s = 4415,625 s = 66,4 mm Saluran penambah Penambah berfungsi memberikan tambahan logam cair untuk mengimbangi penyusutan dalam pembekuan dari coran. Penambah ini digolongkan menjadi dua macam yakni penambah samping dan penambah atas. Penambah yang dipakai dalam pengecoran Worm screw ini adalah jenis penambah atas karena penambah jenis ini lebih efektif dipakai untuk coran yang berbentuk silinder atau mempunyai ketebalan yang lebih besar yakni pada ketebalan 181,24 mm, 128,2 mm, dan 97,6 mm. Untuk coran dengan ketebalan 181,24 mm diperoleh jarak pengisian 400 mm, jarak pengisian untuk bagian dengan ketebalan 128,2 mm diperoleh 330 mm, dan jarak ketebalan untuk bagian dengan ketebalan 97,6 mm diperoleh 285 mm. Baja cor yang mempunyai titik cair yang lebih tinggi dan koefisien penyusutan yang sangat besar dan waktu pembekuan yang lebih cepat sehingga irisan penambah

23 untuk baja cor harus lebih besar dari pada untuk besi cor. Bentuk yang biasanya dipakai yakni silinder. Gambar 3.12 Hubungan antara tebal coran (T) dan jarak isi dari penambah (Jp) (Sumber : Tata Surdia M.S, Kenji Chijiiwa, 1986, hal 81) Bentuk yang biasanya dipakai yakni silinder. Banyak penambah ditentukan menurut rumus berikut ini : BanyakPenambah = Jumlah panjang dari bagian mana penambah harus disediakan (L) 2 X jarak pengisian penambah ( Jp) (mm) Sehingga banyaknya penambah untuk masing-masing tingkat coran adalah : Poros 1 Lp1 n = 2 x Jp 250,6 mm n = 2 x 400 mm n = 0,313 mm (tidak memerlukan penambah) Poros 2 dan poros 3 Lp 2 + Lp 3 n = 2 x Jp n = 128, ,7 mm 2 x 330 mm n = 1,43 diambil 2 penambah (literatur 3 hal. 81)

24 Poros 4 Lp 4 n = 2 x Jp 92,5 n = 2 x 285 mm n = 0,16 mm (tidak memerlukan penambah) Ukuran penambah Bentuk penambah yang digunakan untuk coran baja ini berbentuk silinder. Karena tempat jumlah dan bentuk dari penambah telah ditentukan maka ukuran dari tiap bagian dapat diperoleh dari gambar 3.11 Gambar 3.13 Kurva Pellini (Sumber : Tata Surdia M.S, Kenji Chijiiwa, 1986, hal 82) Volume penambah/volume coran ditentukan dari gambar, namun harus terlebih dahulu dihitung faktor bentuk Dimana : P + L T (literatur 3 hal. 81) P = Panjang coran L = Lebar coran T = Tebal coran

25 P + L 128, , , ,2 Pada poros 2 dan 3 bentuknya = = 4,05 T 181, ,2 Dari kurva Pellini didapat volume penambah/volume coran ditentukan dengan melakukan interpolasi pada 0,9<Vp/Vc<1,0 dan 2 < Volume Penambah Maka = = 0, 78 Volume Coran P + L T < 4, Volune Penambah = 0,78 x volume coran Volume Penambah = 0,78. 0, m 3 Volume Penambah = 0, m 3 π Volume silinder penambah ditentukan dari rumusan V =. Dp 2. H 4 Dimana : Dp = diameter penambah H = tinggi penambah Dan tinggi penambah (H) yang berbentuk silinder ukurannya mengikuti ketentuan berikut ini : tinggi penambah H = (1,5 2) x Dp (literatur 3 hal. 82) diambil tinggi penambah H = 1,75.Dp maka : Volume penambah = 4 π. Dp.1,75 Dp Volume penambah = 1,3737 Dp 2 Maka : Dp = V p 1,375

26 Dp = 0,3668 m = 366,8 mm Maka diameter penambah = 366,8 mm Tinggi saluran penambah H = 1,75 Dp = 1,75.366,8 mm = 641,9 mm 3.5 Pembuatan Inti Inti merupakan bentuk dari pasir yang dipasang pada rongga cetakan untuk mencegah pengisian logam cair pada bagian yang seharusnya berbentuk lubang atau berbentuk rongga dalam coran. Sifat yang harus dimiliki inti yaitu : Mempunyai permeabilitas yang baik agar gas yang terdapat pada inti dapat keluar. Mempunyai kekerasan yang cukup Inti harus dapat bertahan pada temperatur yang tinggi Menghasilkan gas yang minim Harus dapat dihancurkan/ambruk Dan inti yang dipakai terbuat dari pasir yang dicampur dengan bahan pengikat yakni tanah liat. Dimana tanah liat akan meningkatkan permeabilitas dan mampu ambruk. Inti dicetak menurut bentuk dari lubang inti yang diinginkan. Dan untuk pengerasan maka inti ini dipanaskan pada oven hingga pada suhu 150 o -400 o C. Adapun ukuran dari inti adalah sebagai berikut : Gambar 3.14 Bentuk Inti

27 3.6 Pemberat Pemberat diletakkan diatas cetakan (kup) untuk menghindari terangkatnya kup akibat tekanan yang timbul dari cairan logam. Berat dari pemberat dapat dihitung dengan persamaan : Wpmbrt = k x A x γ x h (literatur 3 hal. 109) Dimana : k = faktor keamanan dari pemberat (1,5 2), dipilih 2 A = Luas irisan dari rongga cetakan γ = Berat jenis logam = 0, N/cm 3 h = tinggi saluran turun = 75 cm A= Luas irisan poros 1 + luas irisan poros 2 + luas irisan poros 3 + luas irisan poros 4 + lebar daun = (250 x 18) + (128 x 189) + (816 x 128) + (92 x 97) + (11 x 162,55) + ( ,55) + (35,36 x 163,57) + (38, x 165,57) + (50 x 163,57) + (60 x 165,57) = ,3192 mm 3 Maka berat pemberat adalah : Wpmbrt = 2 x 2096, x 0, x 75 = 2375,30 N = 242,13 kgf Gambar 3.15 Bentuk pemberat

28 3.7 Waktu Tuang Waktu tuang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan T = (literatur 3 hal. 71) Harga V di cari dengan menggunakan persamaan : V = C. 2. g. h (literatur 3 hal. 71) Dimana : C = Koefisien aliran dan untuk saluran rumit 0,5-0,6 dan untuk saluran sederhana 0,9 1,0 diambil 0,9 W = Berat coran = 1085, (kgf) V = Kecepatan rata-rata logam cair g = Percepatan gravitasi bumi (9,81 m/s 2 ) h = Tinggi saluran turun = 0,75 m Maka : V = 0,5. 2 x 9,81 x 0,75 = 1,91 m/s = 191 cm/s 1085, x 9,81 Waktu tuang (T) = 1,91 x 2096, x 0, = 194 s 3.8 Pembuatan Cetakan Pasir Adapun pasir yang digunakan adalah pasir silika (SiO2), dipadatkan dengan menggunakan air kaca (water glass). Biasanya air kaca yang digunakan berkisar antara 3-7 % (diambil 6 %). Untuk perancangan ini digunakan 6 % air kaca dan ditambah pada pasir silika, yang mempunyai kadar lempung sedikit mungkin dan dicampur dengan

29 menggunakan pengaduk. Pada proses ini butir pasir yang digunakan diusahakan agak bundar. Pasir silika digunakan karena tahan terhadap temperatur pengecoran (1550 o o C). Adapun tahapan dalam pembuatan cetakan pasir ini yakni : Papan cetakan diletakkan diatas lantai yang rata pasir tersebar mendatar. Pola, inti dan rangka cetakan untuk drag diletakkan diatas papan cetakan. Rangka harus mempunyai ketebalan antara (30 50) mm. Letakkan saluran turun ditentukan terlebih dahulu. Pasir cetakan ditimbun diatasnya dan dipadatkan dengan menumbuk. Dalam penumbukan ini harus dilakukan hati-hati agar pola tidak terdorong langsung oleh penumbuk. Kemudian pasir tertumpuk melewati tepi atas dari rangka digaruk dan cetakan diangkat bersama pola drag dari papan. Cetakan dibalik dan diletakkan pada papan cetakan dan setengah lainnya bersama-sama dengan kup dipasang diatasnya. Pola dan inti kup, pola penambah, batang saluran turun dipasang, kemudian pasir cetak dimasukkan dalam rangka cetakan dan dipadatkan. Selanjutnya kup dan drag dipisahkan dan diletakkan mendatar pada papan cetakan. Setelah pola diangkat dari kup dan drag pada rongga cetakan ditambahkan tepung grafit. Dan untuk melepaskan uap air yang terdapat dalam pasir cetak maka digunakan gas CO2 yang ditiupkan kedalam pasir cetakan selama 2 menit. Setelah itu cetakan kup dipasang diatas drag dengan terlebih dahulu memasang inti pada telapak inti. Pemasangan ini membutuhkan ketelitian agar tidak terjadi selisih antara keduanya. Dan inti tetap pada posisinya. Kemudian pengikat diikat supaya kup tidak terangkat akibat tekanan pada saat penuangan. Juga dapat

30 dilakukan dengan memberikan pemberatan diatas cetakan yang sekaligus berfungsi untuk mencegah pergeseran antara bagian kup dan drag. Untuk memanfaatkan pasir atau cetakan digunakan gas CO2 yag ditiupkan kedalam cetakan pada tekanan 1,0 2,0 kg/cm 2, maka cetakan akan mengeras. Gambar 3.16 Tahapan Pembuatan Cetakan

31 BAB IV PELEBURAN DAN PENUANGAN 4.1 Peleburan Logam Coran Mutu dari suatu produk pengecoran tergantung dari keadaan (kondisi) logam cair yang digunakan dalam proses pencetakan, karena semakin baik komposisi dari logam cair, semakin baik mutu dari hasil corannya. Semakin homogen logam cair, semakin baik hasil corannya. Logam coran dalam proses pengecoran ini di lebur dalam tanur listrik jenis krus frekuensi rendah (frekuensi 60 Hz). Menurut konstruksinya tanur induksi mempunyai satu krus yang dikelilingi oleh lilitan-lilitan (kumparan) yang terdiri dari pelat berlapis banyak yang berfungsi untuk memusatkan fluks magnet, sehingga arus induksi yang melalui kumparan menyebabkan timbulnya medan elektro magnetik yang merata ke segala arah. Tanur ini hanya mempunyai satu ruangan yaitu daerah kruss untuk tempat mencairkan logam dan sekaligus menjadi tempat logam yang akan dicairkan atau dengan kata lain logam cair dan logam yang akan dicairkan terdapat dalam ruangan yang sama. Bagian atas dari tanur ini terbuka lebar, sehingga memudahkan pengisian logam yang akan dilebur. Proses peleburan dimulai dengan memasukkan sekrap baja. Setelah sekrap baja mencair, kemudian dimasukkan potongan-potongan baja. Setelah seluruh potongan baja ini mencair secara homogen diperiksa komposisinya, bila komposisi dari logam cair telah sesuai dengan yang diharapkan dan temperaturnya telah mencapai temperatur yang diharapkan (1500 o C) maka logam cair telah dapat dituang.

32 4.2 Bahan Baku Bahan baku untuk logam cair yang digunakan adalah balok baja dan baja skrap. Pada waktu melakukan proses peleburan yang pertama dimasukkan adalah balok baja dan baja sekrap. Setelah balok baja dan baja sekrap mencair seluruhnya, komposisi logam cair diperiksa dengan menggunakan spectrometer. Komposisi logam cair dalam tanur harus diketahui sebelum dilakukan penuangan, sehingga diketahui apakah komposisi logam cair sudah sesuai dengan yang diinginkan. Komposisi logam cair dalam tanur dan yang diinginkan diberikan pada tabel berikut : 1. Balok baja Bahan baku poros digester ialah billet yang berbentuk balok baja yang berukuran 100x100, 120x120 dengan panjang 170 mm. Balok baja dengan berat total 400 kg. Adapun komposisi cairan di dapur adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Komposisi bahan balok baja Keterangan Komposisi Bahan Mangan Silikon Phospor Sulfur Karbon (Mn) (Si) (P) (S) (C) % 0,60 0,15 0,03 0,035 0,27 kg 2,4 0,6 0,12 0,14 1,08 (sumber : Data Survey) Adapun komposisi diatas selebihnya terdiri dari unsur Fe yang jumlahnya sebesar: % Fe adalah: 100% - (%Mn + %Si + %P + %S + %C) = 98,915% Jadi berat Fe adalah: % Fe x berat total balok baja = 98,915 % x 400 kg = 395,66 kg

33 2. Baja sekrap Baja skrap merupakan baja yang berasal dari besi tua dan sisa produk setelah pengerjaan permesinan. Baja sekrap dengan berat total 250 kg. Adapun komposisi cairan di dapur adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Komposisi baja sekrap Keterangan Komposisi Bahan (%) Mangan Silikon Phospor Sulfur Karbon Krom Molibdenum (Mn) (Si) (P) (S) (C) (Cr) (Mo) % 0,90 0,35 0,030 0,035 0,33 0,8 0,2 kg 19,8 7,7 0,66 0,77 7,26 17,6 4,4 (sumber : Data Survey) Adapun komposisi diatas selebihnya terdiri dari unsur Fe yang jumlahnya sebesar: % Fe adalah: 100% - (%Mn + %Si + %P + %S + %C) = 98,57% Jadi berat Fe adalah: % Fe x berat total baja sekrap = 98,57 % x 250 kg = 246,425 kg Komposisi metal cair Komposisi metal cair di dalam dapur ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 4.3 Komposisi metal cair Komposisi Bahan Keterangan Mangan Silikon Phospor Sulfur Karbon (Mn) (Si) (P) (S) (C) % 0,5 0,27 0,03 0,03 0,6 kg 1,25 0,675 0,075 0,075 1,5 (sumber : Data Survey)

34 4.2.2 Komposisi bahan worm screw yang diinginkan Adapun komposisi dari worm screw yang akan dibuat dengan proses pengecoran ini adalah seperti ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 4.4 Komposisi worm screw yang diinginkan Komposisi Bahan (%) Keterangan Mangan Silikon Phospor Sulfur Karbon (Mn) (Si) (P) (S) (C) Minimum 0,6 0,15 0,00 0,00 0,27 Maksimum 0,90 0,35 0,030 0,035 0,33 (sumber : Data Survey) Maka penambahan unsur-unsur logam lain supaya sesuai dengan yang diinginkan adalah seperti penjabaran berikut : 1. Penambahan unsur karbon Unsur karbon diperoleh dengan memasukkan arang kemiri yang mengandung kadar karbon 60 % (massa). Kadar Karbon yang diinginkan : 0,33 % Kadar karbon dalam tanur : 0,11 % Arang kemiri yang dibutuhkan : Kadar Karbon yang diinginkan - Kadar karbon dalam tanur x Kapasitas dapur marang = 0,33-0, Jadi, m c = m arang x 60% x 2200 = 4,84 kg mc = 4,84 60 = 2, 904 kg 100

35 2. Penambahan unsur silikon 70% Unsur silikon diperoleh dengan menambahkan Fe-Si, dengan kadar Si Kadar Silikon yang diinginkan : 0,35 % Kadar silikon dalam Tanur : 0,05 % Kekurangan Si : 0,35-0,05 % = 0,3 % 0, 3 Si yang ditambahkan ke Tanur = x 2200 kg 100 = 6,6 kg 100 Fe-Si yang dibutuhkan/ditambahkan ke Tanur = x 6,6 kg Penambahan unsur mangan (Mn) Mn 76 %. = 9,42 kg Unsur Mn ditambahkan dengan jalan menambahkan Fe-Mn, dengan kadar Kadar Mn yang diinginkan : 0,90 % Kadar Mn dalam Tanur : 0,16 % Fe-Mn yang dibutuhkan : m Fe-Mn = 0,90-0,16 x 2200 kg = 16,28 kg m Mn = 16,28 x = 12,37 kg Penuangan Cairan Logam Logam cair yang temperaturnya telah mencapai C dikeluarkan dari tanur dan ditampung dengan ladel untuk selanjutnya dituang kerongga cetakan.

36 Sebelum dituang cairan logam kedalam ladel diberikan bahan pengikat terak (slag coagulant) untuk mengikat terak yang terkandung dalam cairan logam tersebut sehingga tidak ikut masuk ke cawan tuang. Bahan coagulant ini akan mengikat (mengumpulkan) kotoran-kotoran (impurities) yang terdapat dalam cairan logam seperti sisa karat dari logam dasar. 4.4 Penyelesaian Hasil Cetakan Setelah seluruh logam cair yang terdapat dalam cetakan membeku, kemudian hasil coran didinginkan dalam ruangan terbuka selama 12 jam. Setelah itu cetakan dibongkar, pasir disingkirkan dari coran, kup, dan drag juga kemudian didinginkan. Logam hasil coran yang telah dingin kemudian dikerjakan dengan mesin untuk memperoleh ukuran sesuai dengan yang telah direncanakan. Permesinan yang dilakukan adalah menggunakan mesin bubut dan mesin gerinda. Proses ini bertujuan untuk memotong kelebihan ukuran (ukuran pola) sampai diperoleh ukuran yang direncanakan (ukuran worm screw). Apabila semua ukuran yang telah direncanakan diperoleh maka pekerjaan terakhir adalah proses perlakuan panas (Heat Treatment) yang bertujuan untuk mengeraskan permukaan dari worm screw tersebut dengan cara memanaskan sampai temperatur 500 o -600 o C, kemudian didinginkan secara cepat dengan cara mencelupkannya dalam media pendingin yaitu oli.

37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan perhitungan dari bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Bahan yang digunakan untuk pengecoran worm screw ini adalah baja cor S30C dengan kekuatan tarik 48 kg/mm Bahan yang digunakan dalam pembuatan pola adalah kayu jelutung. Bahan ini dipilih karena lunak sehingga mudah untuk dibentuk. Sedangkan jenis pola yang digunakan yaitu pola belahan yang terdiri dari kup dan drag. 3. Dimensi worm screw adalah sebagai berikut : Poros 1 Diameter : 162 mm Panjang : 230 mm Poros 2 Panjang : 110 mm Poros 3 Diameter : 110 mm Panjang : 785 mm Poros 4 Diameter : 80 mm Panjang : 75 mm Diameter daun 1 : 305 mm Diameter daun 2,3,4 dan 5 : 307 mm 4. Dimensi untuk ukuran pola worm screw adalah sebagai berikut : Poros 1 Diameter : 181,24 mm Panjang : 250,6 mm

38 Poros 2 Panjang : 128,2 mm Poros 3 Diameter : 128,2 mm Panjang : 816,7 mm Poros 4 Diameter : 97,6 mm Panjang : 92,5 mm 5. Untuk proses pembuatan cetakan harus dibuat bentuk dan dimensi dari saluransaluran pengecoran (gating system) dan hasil yang diperoleh dari perhitungan adalah sebagai berikut : Cawan tuang Panjang Lebar : 487, 5 mm : 300 mm Kedalaman yang terdangkal : 337,5 mm Kedalaman yang terdalam : 375 mm Saluran turun Diameter Tinggi : 75 mm : 750 mm Saluran pengalir Panjang sisi : 93,9 mm Luas : 8831,25 mm 2 Jumlah : 1 buah Saluran masuk Jumlah 4 buah berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sisi dari saluran masuk = 66,4 mm

39 Saluran penambah Terletak pada poros 2 Diameter Tinggi : 366,8 mm : 641,9 mm Temperatur likuid : 1580 o C Temperatur tuang : 1550 o C Dalam perencanaan pengecoran ini digunakan tanur induksi jenis krus frekuensi rendah (60 Hz) untuk mencairkan bahan mentah dengan kapasitas 2200 kg. 6. Berat pemberat adalah : 242,13 kgf 7. Proses penuangan logam cair dilakukan dengan kecepatan penuangan sebesar 191 cm/s dengan waktu tuang 194 s. 8. Proses pembongkaran cetakan dilakukan 12 jam setelah proses penuangan. Setelah Itu dilakukan proses permesinan yang bertujuan untuk mendapatkan ukuran yang diinginkan. Proses permesinan yang dilakukan adalah menggunakan jenis mesin gerinda dan mesin bubut. Apabila semua ukuran yang telah direncanakan diperoleh maka pekerjaan terakhir adalah proses perlakuan panas (Heat Treatment). 5.2 SARAN 1. Untuk meningkatkan hasil coran yang baik dan maksimal dalam pengecoran logam, sebaiknya digunakan alat-alat yang masih baik dan memenuhi standar yang diperbolehkan. 2. Perlu dilakukan pengujian laboratorium terhadap bahan yang digunakan dan hasil coran. 3. Perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pola adalah kemudahan saat

40 dikeluarkan dari cetakan supaya tidak merusak cetakan yang dapat menghasilkan produk yang cacat

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR OLEH : HENDRA

Lebih terperinci

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM 1 PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POLA WORM SCREW DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM

SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SPROKET CONVEYOR YANG MEMPUNYAI DAYA 11 KW DAN PUTARAN 32 RPM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG

TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG SKRIPSI TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PULI UNTUK DIGUNAKAN PADA KOMPRESOR AC KENDARAAN PENUMPANG BERKAPASITAS 5 ORANG Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

BAB 3. PENGECORAN LOGAM BAB 3. PENGECORAN LOGAM Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai ketrampilan pembentukan material melalui proses pengecoran : Menguasai pembentukan komponen dari aluminiun melalui pengecoran langsung DASAR

Lebih terperinci

Merencanakan Pembuatan Pola

Merencanakan Pembuatan Pola SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Merencanakan Pembuatan Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MILL SHAFT ROLL SHELL UNTUK 4000 TCD (TON CANE PER DAY) PADA PABRIK GULA SEI SEMAYANG DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam

Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam Perancangan Dan Pembuatan Batang Torak Dengan Daya 100 PS Dan Putaran 3500 RPM Dengan Proses Pengecoran Logam SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ARIMAN

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Membuat Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN POROS TURBIN AIR YANG DAPAT MENERUSKAN DAYA 710 KW PADA PUTARAN 330 RPM DAN PERENCANAAN PENGECORAN SERTA SIMULASINYA OLEH : FRANSISKUS PURBA NIM : 040401005 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan September

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

Gambar 1 Sistem Saluran

Gambar 1 Sistem Saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen gating system! Sistem saluran (gating system) didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing.

PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA. Idris Prasojo Teknik Mesin Dr.-Ing. PROSES PEMBUATAN BANTALAN LUNCUR AXLE LINING di UPT. BALAI YASA YOGYAKARTA Idris Prasojo 23411466 Teknik Mesin Dr.-Ing. Mohamad Yamin Latar Belakang Berkembangnya teknologi pada industri kereta api. Beragam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Mulai Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% Pengecoran suhu cetakan 250 C Pengecoran

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) F-266 JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (4) ISSN: 7-59 (-97 Print) F-66 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu dengan Pengikat Semen pada Pasir Cetak terhadap Cacat Porositas dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM SUHADA AMIR MUKMININ 123030037 Pembimbing : IR. BUKTI TARIGAN.MT IR. ENDANG ACHDI.MT Latar Belakang CACAT CACAT PENGECORAN Mempelajari

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 2111106036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai Studi Pustaka Identifikasi masalah Rencana Kerja dan Desain

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN OLEH : MARTUA S.M SITORUS NIM. 060421001 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03 PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER NAMA : BUDI RIYONO NPM : 21410473 KELAS : 4ic03 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan dunia otomotif sangat berkembang dengan pesat, begitu juga halnya dengan

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN MATERIAL KUNINGAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN MATERIAL KUNINGAN ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL KUNINGAN Bravian Alifin Rezanto 123030041 Pembimbing : IR. BUKTI TARIGAN, MT IR. ENDANG ACHDI, MT Latar Belakang Tujuan 1. Untuk mempelajari

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Berat Jenis dan Kerapatan Kayu Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara 0.2-1.28 kg/cm 3. Berat jenis kayu merupakan suatu petunjuk dalam menentukan kekuatan

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Flowchart Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dijelaskan pada flowchart Gambar III.1. Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras

Lebih terperinci

BAB 2 PROSES PENGECORAN

BAB 2 PROSES PENGECORAN BAB 2 PROSES PENGECORAN 2.1. Pendahuluan Proses pengecoran melalui beberapa tahap : pembutan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan 2.1.1 Worm screw Worm screw adalah salah satu peralatan yang terdapat pada pabrik kelapa sawit. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan bagian dari industri hulu dalam bidang manufaktur, terdiri dari proses mencairkan logam yang kemudian cairan logam tersebut dicorkan ke dalam

Lebih terperinci

Membuat Cetakan Pasir dan Inti

Membuat Cetakan Pasir dan Inti SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Membuat Cetakan Pasir dan Inti Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) *Yusuf Umardani a, Yurianto a, Rezka

Lebih terperinci

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN PADA PROSES PENGECORAN LOGAM Al-Si DENGAN PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi seperti sekarang ini banyak kita jumpai berbagai macam industri yang berkembang, baik industri kecil, besar, atau menengah. Diantara bermacam-macam

Lebih terperinci

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan Seperti halnya pada baja, bahwa besi cor adalah paduan antara besi dengan kandungan karbon (C), Silisium (Si), Mangan (Mn), phosfor (P), dan Belerang (S), termasuk kandungan lain yang terdapat didalamnya.

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan manusia dalam bidang industri semakin besar. kebutuhan akan material besi dalam bentuk baja dan besi cor juga

Lebih terperinci

ANALISIS CACAT CORAN LOGAM BESI PADA PRODUK SCREW DI INDUSTRI PENGECORAN LOGAM

ANALISIS CACAT CORAN LOGAM BESI PADA PRODUK SCREW DI INDUSTRI PENGECORAN LOGAM ANALISIS CACAT CORAN LOGAM BESI PADA PRODUK SCREW DI INDUSTRI PENGECORAN LOGAM Ramadhan Syahputra Harahap Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan Jl.Brigjend Katamso Gang.Sempurna No.63 Bangmadhan@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014 1 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari, Tuwoso, Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 1, APRIL 2015 21 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari 1), Tuwoso 2), Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan. Proses Pengecoran. Hasil Coran. Analisis. Pembahasan Hasil Pengujian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan. Proses Pengecoran. Hasil Coran. Analisis. Pembahasan Hasil Pengujian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Proses Pengecoran Hasil Coran Tidak Ya Pengujian Komposisi kimia Pengujian Strukturmikro Pengujian

Lebih terperinci

Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : KELAS : 4IC04

Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : KELAS : 4IC04 Proses Pengecoran Hingga Proses Heat Treatment Piston Di PT. Federal Izumi Manufacturing NAMA : MUHAMMAD FAISAL NPM : 24410682 KELAS : 4IC04 ABSTRAKSI Muhammad Faisal. 24410682 PROSES PELEBURAN HINGGA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini penulis meneliti tentang pengaruh penahanan waktu pemanasan (holding time) terhadap kekerasan baja karbon rendah pada proses karburasi dengan menggunakan media

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL Disusun untuk memenuhi dan syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi STUDI PEMBUATAN BALL MILL DARI SCRAP BAJA KARBON RENDAH METODE GRAVITY CASTING CETAKAN PASIR DAN PENGARUH TEMPERATUR QUENCHING TERHADAP KEKERASAN, KEAUSAN DAN STRUKTUR MIKRO Sumpena (1), Wartono (2) (1)

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan Maret 2013 di 22 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2012, dan 20 22 Maret 2013 di Laboratorium dan Perbengkelan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Iham Nurdiansyah 1), Suriansyah 2), Naif Fuhaid 3) ABSTRAK

Iham Nurdiansyah 1), Suriansyah 2), Naif Fuhaid 3) ABSTRAK ANALISIS TEKUK PADA AKAR LAS (ROOT BEND) DAN TEKUK PADA PERMUKAAN LAS (FACE BEND) LONGITUDINAL BESI TUANG KELABU PADA PROSES PENGELASAN TERHADAP PENGUJIAN TEKUK (BENDING) Iham Nurdiansyah 1), Suriansyah

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., () ISSN: -97 Pengaruh Variasi Komposisi Serbuk Kayu Dengan Pengikat Semen Pada Pasir Cetak Terhadap Cacat Porositas Dan Kekasaran Permukaan Hasil Pengecoran Aluminium Alloy

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

ANALISA PEMILIHAN GFN PASIR SILIKA SEBAGAI BAHAN CETAKAN PASIR TERHADAP JENIS BAHAN LOGAM YANG DICETAK. Abstrak

ANALISA PEMILIHAN GFN PASIR SILIKA SEBAGAI BAHAN CETAKAN PASIR TERHADAP JENIS BAHAN LOGAM YANG DICETAK. Abstrak Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 21 ISSN : 1979-5858 ANALISA PEMILIHAN GFN PASIR SILIKA SEBAGAI BAHAN CETAKAN PASIR TERHADAP JENIS BAHAN LOGAM YANG DICETAK Eko Edy Susanto Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING Oleh: Agung Tri Hatmoko 2111 105 017 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II LABORATORIUM PENGECORAN LOGAM

MODUL PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II LABORATORIUM PENGECORAN LOGAM MODUL PRAKTIKUM PROSES MANUFAKTUR II LABORATORIUM PENGECORAN LOGAM KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN MALANG 2017 PL I PENGUJIAN

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan dalam komponen

I. PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan dalam komponen 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan dalam komponen otomotif, kemasan makanan, minuman, pesawat, dll. Sifat tahan korosi dari Aluminium diperoleh karena terbentuknya

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Minggu Pokok Bahasan 1 I. Pendahuluan sejarah dari teknologi pengecoran, teknik pembuatan coran, bahanbahan yang biasa digunakan untuk produk coran di tiap industri, serta mengetahui pentingnya teknologi

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR POLA DAN PENGECORAN BODY RUBBER ROLL UNTUK SELEP PADI

TUGAS AKHIR POLA DAN PENGECORAN BODY RUBBER ROLL UNTUK SELEP PADI TUGAS AKHIR POLA DAN PENGECORAN BODY RUBBER ROLL UNTUK SELEP PADI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Spesifikasi Mesin Cetak Bakso Dibutuhkan mesin cetak bakso dengan kapasitas produksi 250 buah bakso per menit daya listriknya tidak lebih dari 3/4 HP dan ukuran baksonya

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING

STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING STUDI KEKUATAN IMPAK DAN STRUKTUR MIKRO BALL MILL DENGAN PERLAKUAN PANAS QUENCHING Sumpena Program Studi Teknik Mesin Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta Email: sumpenast@yahoo.co.id Abstrak Proses akhir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Material Rockwool. Dalam studi kali ini, material rockwool sebelum digunakan sebagai bahan isolasi termal dalam tungku peleburan logam ialah dengan cara membakar

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING TUGAS AKHIR PENGARUH CARBURIZING ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING PADA MILD STEEL (BAJA LUNAK) PRODUK PENGECORAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Diajukan untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn Teguh Raharjo, Wayan Sujana Jutusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi dustri Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg Rusnoto Program Studi Teknik Mesin Unversitas Pancasakti Tegal E-mail: rusnoto74@gmail.com Abstrak Piston merupakan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Proses pembuatan rangka pada mesin pemipih dan pemotong adonan mie harus mempunyai sebuah perencanaan yang matang. Perencanaan tersebut meliputi gambar kerja, bahan,

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

1. Fabrikasi Struktur Baja

1. Fabrikasi Struktur Baja 1. Fabrikasi Struktur Baja Pengertian proses fabrikasi komponen struktur baja secara umum adalahsuatu proses pembuatan komponen-komponen struktur baja dari bahanprofil baja dan atau plat baja. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Menyiapkan Pasir Cetak

Menyiapkan Pasir Cetak SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Menyiapkan Pasir Cetak Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API TUGAS AKHIR PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API Disusun : Adi Pria Yuana NIM : D 200.04.0003 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Pembuatan peralatan transportasi air berupa propeller (baling-baling) dan pengolahan aluminium menjadi batang aluminium merupakan usaha pertama kali

Lebih terperinci

Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran Aluminium 6061

Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran Aluminium 6061 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2301-9271 1 Analisa Pengaruh Penambahan Abu Serbuk Kayu Meranti Terhadap Karakteristik Pasir Cetak dan Cacat Porositas Hasil Pengecoran Aluminium 6061 Arfiansyah

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM

MODUL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM MODUL PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM I. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Memahami pembuatan benda coran dengan menggunakan jenis pengecoran sand casting (pengecoran pasir). 2. Memahami perancangan pola dan gatting sistem

Lebih terperinci