Merencanakan Pembuatan Pola

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Merencanakan Pembuatan Pola"

Transkripsi

1 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Merencanakan Pembuatan Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016

2 BAB 2 MERENCANAKAN PEMBUATAN POLA A. SUB KOMPETENSI Perencanaan pembuatan pola pada proses pengecoran logam dapat dipahami dan dijelaskan dengan benar. B. TUJUAN KEGIATAN PEMBELAJARAN Mahasiswa mampu menjelaskan perencanaan pembuatan pola pada proses pengecoran logam dengan benar. C. URAIAN MATERI 1. Pola Pola adalah model atau tiruan benda/komponen berukuran penuh yang akan dibuat dengan proses pengecoran. Pola digunakan untuk rongga membuat cetakan. Pola terutama digunakan unutk membuat cetakan pasir. Ukuran pola dibuat lebih besar dari ukuran benda/komponen yang akan dibuat untuk mengantisipasi penyusutan saat logam cair membeku dan penyelesaian akhir. Pola dapat dibuat logam, kayu, polistiren dan lilin (wax). 2. Perencanaan Pola Langkah awal yang harus dilakukan pada pembuatan pola adalah mengubah gambar perencanaan menjadi gambar kerja untuk pola. Gambar kerja pola secara prinsip sama dengan gambar perencanaan dengan penyesuaian pada beberapa bagian. Penyesuaian dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga dihasilkan produk yang baik, pembuatan pola dan cetakan mudah serta murah, penempatan inti mudah dan stabil, belahan dan permukaan pisah pola, perhitungan penyusutan coran, kemiringan pola, tambahan untuk pekerjaan pemesinan, arah kup dan drag, dan kemudahan pembongkaran cetakan. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut dibuat gambar kerja pola untuk pembuatan pola yang benar. 1

3 a. Kup, drag dan permukaan pisah Kup adalah cetakan bagian atas sedang drag adalah cetakan bagian bawah. Permukaan pisah adalah permukaan yang memisahkan kup dan drag. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kup, drag dan permukaan pisah adalah (Surdia & Chijiiwa, 1976): 1) Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah seyogyanya satu bidang dan kup lebih dangkal. 2) Inti harus mudah ditempatkan dalam cetakan utama dan penempatannya harus ditentukan dengan teliti. 3) Sistim saluran dibuat sedemikian rupa sehingga diperolh aliran logam cair yang baik dan hasilnya optimum. 4) Permukaan pisah didesain dan dibuat sesedikit mungkin. Permukaan pisah yang terlalu banyak menjadikan cetakan rumit, pembuatannya lama dan mahal. b. Penambahan ukuran untuk mengantisipasi penyusutan Volume coran menyusut saat proses pembekuan. Penyusutan ini sering tidak isotropis, sesuai dengan: bahan coran, bentuk, tempat, tebalnya coran, atau ukuran dan kekuatan inti. Penambahan ukuran pola dilakukan untuk mengantisipasi hal ini. Pada pembuatan pola diperlukan mistar susut yang telah diperpanjang sesuai tambahan penyusutan pada ukuran pola. Persyaratan yang terkait penambahan penyusutan harus dituliskan pada gambar untuk pengecoran. Penambahan ukuran pola untuk mengantisipasi penyusutan ditamppilkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Tambahan penyusutan yang disarankan untuk berbagai bahan coran (Surdia & Chijiiwa, 1976) Tambahan penyusutan 8/1.000 Besi cor, baja tipis Bahan 9/1.000 Besi cor, baja tipis yang banyak menyusut 10/1.000 Sama dengan atas dan aluminium 12/1.000 Paduan aluminium, Brons, baja cor (tebal 5-7mm) 14/1.000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor 16/1.000 Baja cor(tebal lebih dari 10mm) 20/1.000 Coran baja yang besar 25/1.000 Coran baja yang besar dan tebal 2

4 c. Penambahan ukuran pola untuk pengerjaan mesin Pada beberapa bagian coran terkadang mensyaratkan penyelesaian dengan pemesinan. Beberapa bagian permukaan coran mungkin saja disyaratkan memiliki kekasaran permukaan tertentu sehingga memerlukan proses penyelesaian mesin. Pada bagian yang memerlukan penyelesaian mesin tersebut, ukuran pola perlu ditambah. Penambahan ukuran pada bagian tersebut berbeda menurut bahan, ukuran dan arah kup dan drag serta keadaan pengerjaan mekanis. Penambahan ukuran pola untuk penyelesaian mesin tampak pada Gambar 2.1 untuk coran dari besi cor dan baja cor sedang Gambar 2.2 untuk coran dari paduan selain besi. Gambar 2.1. Tambahan pemesinan untuk coran besi cor dan coran baja (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar 2.2. Tambahan pemesinan untuk coran paduan selain besi (Surdia & Chijiiwa, 1976) 3

5 d. Kemiringan pola Sisi-sisi pada pola yang tegak terhadap arah penarikan perlu dibuat miring agar lebih mudah melepaskan pola dari cetakan. Kemiringan pola sesuai bahan pola. (Tabel 2.2). Beberapa contoh kemiringan pola tampak pada Gambar 2.3. Tabel 2.2. Kemiringan pola Kemiringan pola Bahan pola 1/200 Pola dari logam 1/30 1/100 Pola dari kayu Gambar 2.3. Kemiringan pola (Surdia & Chijiiwa, 1976) e. Tambahan pelenturan Penyusutan coran membeku terkadang juga mengakibatkan pelenturan jika ukuran coran cukup panjang. Tambahan pelenturan pada pola diberikan untuk antisipasi pelenturan. Tambahan pelenturan diberikan dengan arah berlawanan. (Gambar 2.4). Tambahan pelenturan ditentukan berdasarkan. Gambar 2.4. Tambahan pelenturan (Surdia & Chijiiwa, 1976). 4

6 Gambar 2.5. Pola tunggal, setengah, belahan dan belahan banyak (Surdia & Chijiiwa, 1976). Gambar 2.6. Pola penarikan terpisah dan sebagian (Surdia & Chijiiwa, 1976). 3. Jenis Pola Pola pada pengecoran banyak macam dan bentuknya sesuai bentuk dan ukuran coran yang akan dibuat. Pemilihan jenis pola yang akan digunakan harus memperhatikan produktivitas, kualitas coran, dan harga. a. Pola pejal Pola pejal bentuknya hampir serupa dengan bentuk coran. Macam pola pejal antara lain: pola tunggal, pola belahan, pola setengah, pola belahan banyak, pola penarikan terpisah dan pola penarikan sebagian (Gambar 2.5 dan 2.6). 5

7 b. Pola pelat pasangan Pola plat pasangan merupakan plat yang pada kedua sisinya ditempelkan pola dan sitem salurannya (Gambar 2.7). Pola ini cocok untuk produksi masal coran yang berukuran kecil. Gambar 2.7. Pola pelat pasangan (Surdia & Chijiiwa, 1976) c. Pola pelat kup dan drag Pola dilekatkan pada dua buah pelat, demikian juga sistem saluran yang meliputi saluran masuk, saluran turun, pengalir dan penambah (Gambar 2.8). Gambar 2.8. Pola pelat kup dan drag (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar 2.9. Pola cetakan sapuan (Surdia & Chijiiwa, 1976) d. Pola cetakan sapuan Pola untuk membuat benda coran bentuk silinder atau putar. Pola ini dibuat dari pelat dengan sebuah penggeret atau pemutar ditengahnya (Gambar 2.9). e. Pola penggeret dengan penuntun Pola ini dipergunakan untuk membuat cetakan pipa lurus atau lengkung yang penampangnya tidak berubah (Gambar 2.10). 6

8 Gambar Pola Pola penggeret dengan penuntun (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Pola penggeret berputar dengan rangka cetak (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Pola kerangka A (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Pola kerangka B (Surdia & Chijiiwa, 1976) f. Pola penggeret dengan rangka cetak Pola ini digunakan untuk suatu keadaan dimana pola bagian dapat ditukar secara konsentris (Gambar 2.11). g. Pola kerangka A Pola untuk membuat bentuk lengkungan yang berbeda-beda. Namun pola ini hanya dipakai untuk jumlah produki terbatas karena waktu pembuatan pola lama (Gambar 2.12). h. Pola kerangka B Pola ini digunakan untuk produksi komponen yang tidak lebih dari dua karena waktu pembuatan cetakannya tiga kali lipat dari cara biasa (Gambar 2.13). 7

9 4. Bahan Pembuat Pola Bahan-bahan yang umum digunakan untuk membuat pola adalah kayu, resin atau logam. Dalam kondisi tertentu atau pemakaian khusus bahan seperti lilin (wax), gips dan stryofoam juga bisa dipakai untuk membuat pola. a. Kayu Kayu yang dipakai untuk pola antara lain: kayu saru, kayu aras, kayu pinus, kayu mahoni, kayu jati dan sebagainya (Surdia & Chijiiwa, 1976). Pemilihan kayu dilakukan berdasar jenis dan ukuran pola, jumlah produksi, dan lamanya pemakaian. Kayu dengan kadar air lebih dari 14 % tidak dapat digunakan untuk membuat pola karena akan timbul pelentingan yang disebabkan perubahan kadar air dalam kayu. Suhu udara sekitar terkadang harus diperhitungkan terkait lokasi penggunaan tersebut. Kelebihan kayu untuk membuat pola adalah (Amshori, 2014): (1) Digunakan untuk pola yang bentuk dan ukurannya rumit; (2) Mudah didapat; (3) Harganya murah; (4) Mudah dikerjakan (proses pengerjaannya mudah). Sedang kekurangan kayu sebgai bahan untuk membuat pola adalah (Supendi, 2012): (1) Tidak bisa mengerjakan produksi massal; (2) Sering terjadi penyusutan. Persyaratan kayu untuk pembuatan pola : (1) Kering sekali (jangan melenting), kadar air 5-8%; (2) Mudah dikerjakan dengan mesin atau tangan; (3) Mempunyai serat-serat halus; (3) Tidak mudah retak atau pecah kerena proses pembuatan cetakan; (4) Dapat digunakan untuk proses cetakan dengan tangan atau mesin. b. Stryofoam Pola dari polisterin atau yang dikenal sebagai styrofoam merupakan pola sekali pakai. Pola polisterin tidak dikeluarkan dari cetakan, tapi akan menguap saat logam cair dituangkan. Pola polisterin digunakan untuk membuat benda atau komponen dalam jumlah sedikit atau bahkan terkadang hanya satu. Cetakan yang dipakai adalah semen, pasir atau chemical moulding yang tidak berpengaruh terhadap polisterin. Pola dibuat dengan menambahkan zat pembuat busa pada polistirena untuk membuat berbutir, mudah dikerjakan, tetapi tak dapat menahan penggunaan yang berulang-ulang. c. Pola Resin Resin epoksi merupakan jenis resin yang banyak digunakan secara luas dalam pencetakan cor atau benda-benca cetakan, industri teknik kimia, listrik mekanik, 8

10 perekat, cat pelapis, dan sebagainya. Resin ini termasuk jenis resin termoset yang dihasilkan dari polimerisasi adisi pada pemanasan dengan adanya katalis amino. Dalam setiap resin yang dipanas-awetkan, memiliki ikatan dengan struktur jaringan, sukar larut dalam pelarut dan tak dapat dilelehkan oleh panas. Polimer resin epoksi dibuat dengan cara mencampurkan resin dengan pengeras. Zat pemlastis dapat ditambahkan agar pola tidak getas, sehingga jika dipakai berulang kali untuk memuat cetakan tidak cepat rusak. Jumlah pengeras dalam campuran hrus sesuai dan tidak boleh terlalu banyakr, agar larutan tidak terlalu cepat mengeras dan getas. Pencampuran dilakukan dengan mangaduk-aduk resin, pengeras dan pemlastis. Pengadukan diusahakan tidak menimbulkan gelembung-gelembung udara. Kekuatan pola akan dipengaruhi oleh gelembung-gelembung udara yang terjebak. Pola dari resin epoksi unggul dalam kekuatan mekanik dan ketahanan kimia. Sifatnya bervariasi bergantung pada jenis, kondisi dan pencampuran pengerasnya. d. Logam Bahan pola logam yang umum digunakan adalah besi cor kelabu, karena tahan aus, tahan panas dan tidak mahal (Surdia & Chijiiwa, 1976). Selain itu logam alumunium dapat pula dipakai sebagai bahan pola karena ringan dan mudah dikerjakan. Kelebihan bahan pola dari logam yaitu: (1) Bisa digunakan untuk produksi massal; (2) Mudah didapat. Kekurangan dari bahan pola logam yaitu: (1) Tingkat kesulitan pengerjaannya; (2) Tidak bisa mengerjakan pola yang rumit bentuk maupun ukurannya (Supendi, 2012). e. Lilin Lilin umumnya dipakai untuk membuat pola dari benda coran berukuran kecil, produksi masal dan bahan paduan kelas tinggi semisal sudu-sudu turbin (Amshori, 2014). Pola dari lilin dibuat dengan cara dicetak agar pola yang dibuat seragam dalam bentuk dan ukuran. Jadi harus dibuat cetakan untuk membuat pola lilin. Gambar 2.14 memperlihatkan contoh pola dari lilin. Pola lilin dikeluarkan dari cetakan dengan cara dipanaskan sehingga lilin meleleh dan keluar dari dengan sendirinya dari dalam cetakan. Pemakaian cetakan dengan pola dari lilin akan lebih ekonomis digunakan untuk benda coran kurang dari 3 kg dan jumlahnya lebih dari seratus benda coran. Ketebalan minimum coran pada pengecoran dengan pola lilin adalah 1 mm. Pengecoran dangan pola lilin sangat sesuai untuk benda 9

11 tuang yang memiliki suhu tinggi, barang-barang ornamen seperti patung dan bagianbagian senjata. Gambar Pola lilin yang telah diassembly 5. Bentuk dan Unuran Coran Berbagai macam bentuk dan ukuran produk dapat dibuat dengan proses pengecoran. Bentuk yang sederhana hingga rumit dan ukuran kecil sampai besar dapat dibuat. Bagaimanapun bentuk yang rumit dan ukuran yang besar akan semakin sulit dibuat yang pada akhirnya terkait kosekuensi biaya produksi. Bentuk dan ukuran harus dipertimbangkan dengan cermat agar produk dapat dibuat secara optimal. Pertimbangan-pertimbangan terkait bentuk dan ukuran meliputi: a. Bentuk pola sebaiknya sederhana dan mudah dalam pembuatannya. b. Cetakan mudah dibuat. c. Bentuk cetakan tidak menimbulkan cacat pada hasil coran. a. Bentuk coran Beberapa perubahan sederhana pada pola dapat mengurangi resiko cacat pada coran serta menjadikan pembuatan cetakan lebih sederhana dan mudah. Contoh perubahan sederhana tersebut tampak pada Gambar 2.15 sampai Gambar Gambar 2.15 tampak perubahan pola untuk menghindari bentuk lengkung agar pembuatan pola lebih mudah, sedang Gambar 2.16 tampak perubahan pola untuk menghindari permukaan pisah banyak. Perubahan pada Gambar 2.15 dan 2.16 akan memudahkan pula dalam pembuatan cetakan. Perubahan yang dilakukan pada perubahan yang dilakukan pada Gambar 2.17 adalah untuk menghindari permukaan pisah yang tak sebidng. Permukaan pisah tak sebidang menyebabkan cetakan sering pecah. Sebuah bagian menonjol tampak pada pola (Gambar 2.18), sehingga satu set inti 10

12 dibutuhkan agar pola dapat ditarik ke atas. Perubahan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan inti sehingga pembuatan cetakan menjadi seerhana. Gambar Perubahan pola agar mudah dibuat (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Perubahan pola agar permukaan pisah lebih sedikit (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Perubahan pola agar permukaan pisah menjadi satu bidang datar (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Perubahan untuk menghindari bagian terpisah (Surdia & Chijiiwa, 1976) 11

13 Gambar Bagian tipis sebaiknya dihindari (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Bagian yang terlalu tebal dihindari (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Bagian yang tebal pada pertemuan dihindari (Surdia & Chijiiwa, 1976) Bagian yang tipis (Gambar 2.19) dapat menyebabkan cacat salah alir karena logam dapat berhenti mengalir akibat pembekuan pada bagian tersebut. Pada penuangan aluminium tebal 1 mm resiko terjadinya cacat adalah 80 %, sedang tebal 2 mm resiko cacatnya 0 %. Gambar 2.20 dan 2.21 memperlihatkan tebal coran yang tidak proporsional. Bagian yang terlalu tebal akan membeku lebih lambat sehingga beresiko terhadap cacat penyusutan dalam atau rongga dalam. Tebal yang proporsional memberikan laju pendinginan yang seragam. Bagian yang terlalu tebal pada pertemuan di ubah agar bagian tersebut tebalnya proporsional (Gambar 2.21). Bagian a pada 12

14 Gambar 2.22 dimiringkan untuk menghindari salah alir karena logam dapat mengisi rongga cetakan dengan baik. Lebih lanjut, bagian a yang dimiringkan tersebut juga akan memberi ruang agar kotoran seperti terak atau pasir terdorong keluar sehingga terhindar dari cacat inklusi pasir dan terak. Gambar Memiringkan bagian yang mendatar (Surdia & Chijiiwa, 1976) b. Ukuran coran Ukuran coran harus dengan jenis bahan yang akan dicor. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya cacat coran. 1) Tebal minimum Ukuran tebal coran harus dibuat sedemikian rupa agar coran mudah dibuat. Ketebalan yang sangat tipis dapat menyebabkan cacat salah alir. Tebal minimum harus ditentukan sesuai jenis bahan yang akan dicor. Tabel 2.2 meyajikan ketebalan minimum pada pengecoran dengan cetakan pasir. 2) Lubang berinti Ukuran dan bentuk lubang berinti harus diperhatikan. Pada lubang yang sempit dan panjang inti dapat mengalami panas lanjut sehingga dapat terjadi fusi. Gas dari pasir akan membentuk rongga-rongga udara. Ukuran lubang berinti ditunjukkan pada tabel ) Perubahan tebal Perubahan tebal pada coran disarankan membentuk gradien dengan sudut 15 0 untuk satu sisi dan 7,5 0 pada kemiringan dua sisi (Gambar 2.23). 13

15 Tabel 2.2. Ketebalan minimum pada pengecoran dengan cetakan pasir (Surdia & Chijiiwa, 1976) Tabel 2.3. Ukuran lubang berinti (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Gradien perubahan tebal (Surdia & Chijiiwa, 1976) 14

16 4) Sudut siku dan tajam Bagian coran yang bersudut siku dan tajam harus memiliki radius pada bagian dalamnya (Gambar 2.24). 5) Sambungan T dan Y Pada sambungan T dan Y cenderung menjadi tebal. Perencana pengecoran harus memperhatikan ini untuk menghindari perbedaan tebal dinding yang berlebihan (Gambar 2.25). R = T 3 L = A(T t) A = (T t) Gambar Pertemuan siku ( pertemuan L) (Surdia & Chijiiwa, 1976) Gambar Pertemuan sambungan T dan Y (Surdia & Chijiiwa, 1976) 6) Ketelitian ukuran coran a) Toleransi ukuran tebal dinding Penyimpangan ukuran coran dapat disebabkan oleh: penyimpangan pola saat membuat cetakan, kekurang telitian pemasangan inti, variasi penyusutan coran dan lainnya. Toleransi ukuran diberikan untuk meminimkan kesalahan sampai tingkat tertentu. Toleransi tebal dinding pada pengecoran dengan cetakan pasir tampak pada Tabel

17 b) Toleransi ukuran panjang Ukuran coran yang terkait kup dan drag atau cetakan utama dan inti seringkali cenderung mengalami penyimpangan. Toleransi ukuran panjang dibutuhkan untuk mengantisipasi penyimpangan yang mungkin terjadi. Toleransi ukuran panjang pada pengecoran dengan cetakan pasir tampak pada Tabel 2.5. Tabel 2.4. Toleransi ukuran ketebalan dinding Tabel 2.5. Toleransi ukuran panjang 16

18 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA Amshori, N. C. (2014). Metalurgi. Dipetik Juli 24, 2016, dari Pola Pengecoran: Supendi, V. (2012). Pola. Dipetik Juli 24, 2016, dari Jejak Metalurgis: Surdia, T., & Chijiiwa, K. (1976).. Jakarta: PT. PRADNYA PARAMITA. 17

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Membuat Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

Membuat Cetakan Pasir dan Inti

Membuat Cetakan Pasir dan Inti SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Membuat Cetakan Pasir dan Inti Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Menyiapkan Pasir Cetak

Menyiapkan Pasir Cetak SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Menyiapkan Pasir Cetak Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA

2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA 2 PROSES MANUFAKTUR I CASTING PROCESSES JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PANCASILA HASIL PEMBELAJARAN Umum: Memberikan pengetahuan yang komprehensif tentang dasardasar proses foundry, proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

BAB 3. PENGECORAN LOGAM BAB 3. PENGECORAN LOGAM Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai ketrampilan pembentukan material melalui proses pengecoran : Menguasai pembentukan komponen dari aluminiun melalui pengecoran langsung DASAR

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

BAB 2 PROSES PENGECORAN

BAB 2 PROSES PENGECORAN BAB 2 PROSES PENGECORAN 2.1. Pendahuluan Proses pengecoran melalui beberapa tahap : pembutan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

Bab 3 Perbaikan Proses Pembuatan Pola Volute Casing Pompa Sentrifugal

Bab 3 Perbaikan Proses Pembuatan Pola Volute Casing Pompa Sentrifugal Bab 3 Perbaikan Proses Pembuatan Pola Volute Casing Pompa Sentrifugal Proses yang lazim dilakukan dalam pembuatan pola volute casing pompa sentrifugal adalah proses dengan menggunakan metode rakitan. Pola

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENYUSUTAN DANAREA MACHINING PADA PROSES CASTING UNTUK POLA DIES (PATTERN) FENDER MINI TRUCK ESEMKA SANG SURYA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENYUSUTAN DANAREA MACHINING PADA PROSES CASTING UNTUK POLA DIES (PATTERN) FENDER MINI TRUCK ESEMKA SANG SURYA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH ANALISA PENYUSUTAN DANAREA MACHINING PADA PROSES CASTING UNTUK POLA DIES (PATTERN) FENDER MINI TRUCK ESEMKA SANG SURYA Disusun Sebagai Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Laju Perubahan 2.1.1 Laju Perubahan Rata-Rata Laju perubahan rata-rata fungsi dalam selang tertutup ialah : 2.1.2 Garis Singgung pada Sebuah Kurva Andaikan sebuah fungsi

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran.

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran. L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati ANALISIS PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN DENGAN POLA STYROFOAM TERHADAP SIFAT FISIS DAN KEKERASAN PRODUK PULI PADA PROSES PENGECORAN ALUMINIUM DAUR ULANG Jurusan Teknik

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

Gambar 1 Sistem Saluran

Gambar 1 Sistem Saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen gating system! Sistem saluran (gating system) didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel

Lebih terperinci

ASSEMBLING POLA PLAT

ASSEMBLING POLA PLAT KODE MODUL M4.12 A SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MESIN PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN ASSEMBLING POLA PLAT BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN

Lebih terperinci

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium

Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 6, No.1, November 2014 1 Pengaruh kadar air pasir cetak terhadap kualitas coran paduan Aluminium Widi Widayat 1, Aris Budiyono 2 1,2. Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan korosi dan mempunyai alir yang baik sehingga banyak digunakan dalam aplikasi alat-alat rumah tangga,

Lebih terperinci

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural

Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural SNI 03-3975-1995 Standar Nasional Indonesia Metode pengujian kuat lentur kayu konstruksi Berukuran struktural ICS Badan Standardisasi Nasional DAFTAR ISI Daftar Isi... Halaman i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1

Lebih terperinci

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM 1 PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA

MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA Proses Produksi I MATERIAL PLASTIK DAN PROSESNYA by Asyari Daryus Universitas Darma Persada OBJECTIVES Mahasiswa dapat menerangkan sifat dan jenis bahan plastik Mahasiswa dapat menerangkan cara pengolahan

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press). Pada mesin, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan 2.1.1 Worm screw Worm screw adalah salah satu peralatan yang terdapat pada pabrik kelapa sawit. Dimana worm screw ini terdapat pada mesin pengepress (screw press).

Lebih terperinci

Perancangan Pola Cetakan dan Penjadwalan Mesin pada Produk Iron Ductile

Perancangan Pola Cetakan dan Penjadwalan Mesin pada Produk Iron Ductile Performa (2003) Vol. 2, No.1: 6-14 Perancangan Pola Cetakan dan Penjadwalan Mesin pada Produk Iron Ductile Cucuk Nur Rosyidi, Lobes Herdiman Jurusan Teknik Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn Teguh Raharjo, Wayan Sujana Jutusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi dustri Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan Flame Hardening Flame hardening atau pengerasan dengan nyala api terbuka adalah pengerasan yang dilakukan dengan memanaskan benda kerja pada nyala api. Nyala api tersebut dapat menggunakan Elpiji + Udara

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING

RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING RANCANG BANGUN DAN ANALISA SISTEM SALURAN TERHADAP CACAT PENGECORAN PADA BLOK SILINDER (CYLINDER BLOCK) FCD 450 DENGAN MENGGUNAKAN PASIR CETAK KERING Oleh: Agung Tri Hatmoko 2111 105 017 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

REDESAIN DAPUR KRUSIBEL DAN PENGGUNAANNYA UNTUK MENGETAHUI PENGARUH PEMAKAIAN PASIR RESIN PADA CETAKAN CENTRIFUGAL CASTING

REDESAIN DAPUR KRUSIBEL DAN PENGGUNAANNYA UNTUK MENGETAHUI PENGARUH PEMAKAIAN PASIR RESIN PADA CETAKAN CENTRIFUGAL CASTING REDESAIN DAPUR KRUSIBEL DAN PENGGUNAANNYA UNTUK MENGETAHUI PENGARUH PEMAKAIAN PASIR RESIN PADA CETAKAN CENTRIFUGAL CASTING Eko Wahyono 1, Agus Yulianto 2, Agung Setyo Darmawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG BAB I 1.1 LATAR BELAKANG Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat (dan kadang-kadang bahan tambah,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam

BAB III METODOLOGI. karena cepat pembuatannya, pengolahannya mudah dan biayanya murah. Macammacam BAB III METODOLOGI 3.1 Perencanaan Cetakan 3.1.1 Bahan pola Pembuatan pola merupakan langkah awal untuk membuat cetakan yang digunakan untuk menuang cairan logam. Pola yang digunakan adalah pola kayu.

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai

BAB III METODELOGI PENELITIAN Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Alur Penelitian Secara garis besar metode penelitian dapat digambarkan pada diagram alir dibawah ini : Mulai Studi Pustaka Identifikasi masalah Rencana Kerja dan Desain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era modernisasi yang terjadi saat ini menuntut manusia untuk melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang

Lebih terperinci

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM PENGERTIAN Pengecoran (casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku di dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

PENENTUAN TEMPERATUR OPTIMUM PADA PENGECORAN INVESTMENT CASTING DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN TANAH LIAT

PENENTUAN TEMPERATUR OPTIMUM PADA PENGECORAN INVESTMENT CASTING DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN TANAH LIAT PENENTUAN TEMPERATUR OPTIMUM PADA PENGECORAN INVESTMENT CASTING DENGAN MENGGUNAKAN CETAKAN TANAH LIAT Prima Eko Susanto 1, Hendra Suherman 1, Iqbal 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu penanganan yang tepat sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014 1 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari, Tuwoso, Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN

PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN PENGERING UNTUK BAHAN BERBENTUK PADATAN PARTIKULAT DAN BUTIRAN Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan alat pengeringan yang digunakan untuk bahan

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pompa Pompa merupakan alat yang lazim digunakan untuk mengalirkan fluida dari satu unit operasi ke unit operasi lainnya. Pompa digunakan secara luas di berbagai bidang kegiatan:

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan bagian dari industri hulu dalam bidang manufaktur, terdiri dari proses mencairkan logam yang kemudian cairan logam tersebut dicorkan ke dalam

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum Beton merupakan campuran antara semen, agregat, air, dan kadangkadang memakai bahan tambah yang sangat bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat sampai bahan bangunan

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM UNTUK PKS DENGAN PROSES PENGECORAN OLEH : MARTUA S.M SITORUS NIM. 060421001 PROGRAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 1, APRIL 2015 21 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari 1), Tuwoso 2), Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM

TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM TUGAS SARJANA TEKNIK PENGECORAN LOGAM PERANCANGAN DAN PEMBUATAN WORM SCREW UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAHAN 10 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN MENGGUNAKAN CETAKAN PASIR OLEH : HENDRA

Lebih terperinci

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN PADA PROSES PENGECORAN LOGAM Al-Si DENGAN PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP

Lebih terperinci

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW) MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW) PROGRAM IbPE KELOMPOK USAHA KERAJINAN ENCENG GONDOK DI SENTOLO, KABUPATEN KULONPROGO Oleh : Aan Ardian ardian@uny.ac.id FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menunjukan bahwa material rockwool yang berbahan dasar batuan vulkanik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Material Rockwool. Dalam studi kali ini, material rockwool sebelum digunakan sebagai bahan isolasi termal dalam tungku peleburan logam ialah dengan cara membakar

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM PERENCANAAN DAN PEMBUATAN BANTALAN POROS LORI DENGAN KAPASITAS LORI 2,5 TON TBS DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik HIMAWAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Saat ini proses pengecoran sudah sangat luas aplikasinya di bidang industri, pengecoran adalah proses pembentukan logam dengan cara memasukan logam cair kedalam cetakan

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR Disusun : Arief Wahyu Budiono D 200 030 163 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUANb Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUANb A. Latar Belakang Permasalahan Dalam Perkembangan teknologi dan kemajuan industri saat ini yang sangat pesat memacu peningkatan pembangunan dari segala sektor kehidupan. Dan ini berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini di dunia industri pengecoran logam di Indonesia masih banyak menggunakan metode sand casting. Metode sand casting adalah sebuah metode yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam adalah salah satu teknik produksi manufaktur, teknologi pengecoran pun semakin menunjukan perkembangan sesuai dengan kebutuhan industri logam itu sendiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton merupakan bahan bangunan yang banyak dipilih oleh para ahli struktur. Banyaknya pemakaian beton disebabkan beton terbuat dari bahan-bahan yang mudah diperoleh,

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR Latar belakang Pengecoran logam Hasil pengecoran aluminium

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang sangat populer hingga saat ini, beton telah dipakai secara luas sebagai bahan konstruksi baik pada konstruki skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pengecoran casting adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEKNIK PENGECORAN KODE / SKS : KK / 2 SKS. Sub Pokok Bahasan dan Sasaran Belajar Minggu Pokok Bahasan 1 I. Pendahuluan sejarah dari teknologi pengecoran, teknik pembuatan coran, bahanbahan yang biasa digunakan untuk produk coran di tiap industri, serta mengetahui pentingnya teknologi

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro PENGARUH TEMPERATUR BAHAN TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PROSES SEMI SOLID CASTING PADUAN ALUMINIUM DAUR ULANG M. Chambali, H. Purwanto, S. M. B. Respati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran atas semen Portland, pasir, kerikil dan air. Beton ini biasanya di dalam praktek dipasang bersama-sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan suatu proses pembuatan benda yang dilakukan melalui beberapa tahapan mulai dari pembuatan pola, cetakan, proses peleburan, menuang, membongkar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan September

Lebih terperinci

PROSES PENGERJAAN PANAS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada)

PROSES PENGERJAAN PANAS. Yefri Chan,ST.MT (Universitas Darma Persada) PROSES PENGERJAAN PANAS PROSES PENGERJAAN PANAS Adalah proses merubah bentuk logam tanpa terjadi pencairan (T proses : T cair > 0,5), volume benda kerja tetap dan tak adanya geram (besi halus sisa proses).

Lebih terperinci

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03

PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER. NAMA : BUDI RIYONO NPM : KELAS : 4ic03 PEMBUATAN BRACKET PADA DUDUKAN CALIPER NAMA : BUDI RIYONO NPM : 21410473 KELAS : 4ic03 LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa ini perkembangan dunia otomotif sangat berkembang dengan pesat, begitu juga halnya dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu 3.1.1. TEMPAT Pengujian dilakukan di laboratorium Prestasi Mesin Universitas Medan Area terhadap hasil rancang bangun alat Uji Konduktivitas Thermal Material.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kehidupan manusia semakin maju sehingga menuntut manusia untuk berkembang. Karena kehidupan manusia yang bertambah maju maka berbagai bidang teknologi

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL

METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL METODE PENGUJIAN KUAT TEKAN CAMPURAN BERASPAL SNI 03-6758-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Metode pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kuat tekan campuran aspal panas yang digunakan untuk lapis

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan baku dicairkan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL Disusun untuk memenuhi dan syarat guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mulai tahap perencanaan hingga tahap analisis, penelitian dilaksanakan berdasarkan sumber yang berkaitan dengan topik yang dipilih, yaitu penelitian tentang agregat

Lebih terperinci

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong

Ditinjau dari macam pekerjan yang dilakukan, dapat disebut antara lain: 1. Memotong Pengertian bengkel Ialah tempat (bangunan atau ruangan) untuk perawatan / pemeliharaan, perbaikan, modifikasi alt dan mesin, tempat pembuatan bagian mesin dan perakitan alsin. Pentingnya bengkel pada suatu

Lebih terperinci