PERILAKU PEMILIH PEREMPUAN DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI KOTA MALANG TAHUN 2014 Vindi Hanindya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU PEMILIH PEREMPUAN DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI KOTA MALANG TAHUN 2014 Vindi Hanindya"

Transkripsi

1 PERILAKU PEMILIH PEREMPUAN DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI KOTA MALANG TAHUN 2014 Vindi Hanindya ABSTRAK Penelitian ini berawal dari ketertarikan peneliti mengenai fenomena gender terkait politik, baik partisipasi maupun perilaku pemilih. Isu mengenai Pemilu menjadi hal penting untuk mengetahui bagaimana kondisi keikutsertaan pemilih perempuan dalam memilih. Kecamatan Klojen Kota Malang menjadi lokasi penelitian karena tingkat partisipasi perempuan dalam Pemilihan Umum tinggi dengan jumlah penduduk lebih rendah dari kecamatan-kecamatan lain di Kota Malang. Oleh karena itu penelitian ini mencoba menggambarkan perilaku pemilih perempuan dalam Pemilihan Umum Presiden dan wakil Presiden di Kecamatan Klojen Kota Malang tahun 2014 dan mengidentifikasi aspek-aspek yang berdampak bagi perilaku pemilih perempuan tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian adalah Teori Perilaku Pemilih dimana teori ini relevan untuk menjadi dasar analisis karena didalam teori ini menyebutkan beberapa pendekatan yang dapat dijadikan dasar untuk mengetaui kondisi perilaku pemilih perempuan, antara lain pendekatan sosiologis, psikologis, dan rational choice. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam atau depth interview dengan informan sehingga diperoleh informasi secara mendalam terkait fokus penelitian. Sehingga peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode pengambilan sampel purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi sumber data primer (wawancara) dan sumber data sekunder (dokumentasi). Hasil analisis menunjukkan bahwa dari ketiga pendekatan tersebut (sosiologis, psikologis, dan rational choice) menunjukkan bahwa aspek yang paling dominan sebagai pendorong perempuan di Kecamatan Klojen Kota Malang dalam menggunakan hak pilihnya pada Pilpres 2014 adalah pendekatan psikologi dimana mayoritas perempuan yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini melihat sosok dari kandidat capres sebagai pertimbangan. Kualitas dan visi misi dari kandidat juga menjadi pertimbangan bagi informan, namun pertimbangan lebih dititikberatkan pada sosok kandidat tersebut. Mengingat pemilih perempuan berasal dari kondisi sosial yang berbeda-beda dan tingkat pendidikan yang tidak sama, hal ini sangat berkorelasi dengan akses informasi terhadap proses politik, sehingga diharapkan pemerintah, LSM, maupun pihakpihak terkait lainnya dapat memberikan bentuk pendidikan politik yang bersifat menyeluruh dan persuasif, sehingga pemilih perempuan dapat mengetahui proses politik dengan lebih jelas. Kata kunci : Perilaku Pemilih, Pemilih Perempuan, Pilpres 2014

2 Pendahuluan Demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan yang dijalankan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi dikembangkan dengan tujuan untuk menampung aspirasi masyarakat. Berdasarkan asas-asas demokrasi, pemilihan umum merupakan perwujudan dari kebebasan berbicara dan berpendapat, serta berserikat (Puspasari, 2012:1). Melalui pemilihan umum atau pemilu, rakyat dapat menggunakan hak pilihnya sebagai warga Negara untuk ikut serta dalam proses penentuan seorang pemimpin bangsa maupun siapa yang mewakili rakyat. Dengan demikian, maka suara yang diberikan oleh rakyat dalam proses pemilu sangatlah menentukan siapa pemimpin bangsa, sehingga dapat menjadi penentu masa depan bangsa yang lebih baik. Demokrasi sebagai suatu sistem politik, telah menanamkan semangat persamaan dan kebersamaan demi pencapaian kebaikan bersama. Dalam suatu kehidupan bernegara dan juga bermasyarakat, dibutuhkan suatu bentuk partisipasi sebagai wujud dari kebersamaan dan keikutsertaan dalam proses politik tersebut. Partisipasi politik pada dasarnya adalah aspek penting dalam negara demokrasi. Dalam suatu kehidupan bermasyarakat dan juga bernegara, dibutuhkan suatu bentuk partisipasi sebagai wujud dari kebersamaan dan keikutsertaan dalam proses politik tersebut. Partisipasi politik pada dasarnya juga menjadi penanda adanya modernisasi politik. Bentuk keikutsertaan, merupakan proses yang melibatkan seluruh warga negara baik laki-laki maupun perempuan termasuk melibatkan pihak-pihak dari kelompok sosial manapun. Dalam kelompok-kelompok sosial tersebut terdapat seperangkat norma, nilai dan gagasan yang berlaku dan tersosialisasikan melalui proses yang panjang. Hal inilah yang nantinya berpengaruh terhadap preferensi dan perilaku politik. Pemilihan umum (PEMILU) sendiri merupakan salah satu instrumen penting dalam sistem politik demokratik modern dimana seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali memiliki hak untuk memilih secara langsung siapa pemimpin yang akan memimpin bangsa. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter utama oleh masyarakat untuk melihat demokratis atau tidaknya suatu negara. Karena dalam kenyataannya, masyarakat internasional kini hampir menyepakati bahwa tidak ada satu pun negara yang dapat dikategorikan sebagai negara yang demokratis apabila tidak menyelenggarakan pemilu, terlepas dari bagaimana kualitas pelaksanaannya (Puspasari, 2012:1). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemilihan umum Presiden dan

3 Wakil Presiden juga diselenggarakan secara demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat seluasluasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Terkait dengan proses penyelenggaraan pemilu, terdapat beberapa temuan di lapangan mengenai kasus kecurangan seperti money politic, hingga sosialisasisosialisasi yang diadakan oleh beberapa partai politik kepada masyarakat dan khususnya perempuan, seperti halnya yang terjadi di Jatinegara, Jakarta timur, dimana terdapat seorang calon legislatif (caleg) DPR RI yang membagikan sembako kepada warga khususnya perempuan menjelang pemilu berlangsung (Anonim, suaranews.com). Terjadi pula di Kediri, Jawa Timur, dimana kegiatan perkumpulan warga, seperti arisan atau pengajian menjadi ajang kampanye terselubung para caleg. Di wilayah Kecamatan Pesantren Kota Kediri, terdapat beberapa caleg yang menggalang suara dengan melakukan politik uang atau memberi barang. Sejumlah warga yang menjadi sasaran money politic tersebut mengatakan, selain uang, para caleg atau tim sukses sudah membagikan sembako (Andik Kartika, lensaindonesia.com). Kemudian terjadi pula di Semarang, Jawa Tengah, dimana ditemukan seorang ketua RT yang sedang membagikan sembako dan kartu sehat dari salah satu kubu pasangan capres kepada warga ketika menjelang pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014 (Eds/Nvl, jaringnews.com). Dari beberapa temuan di lapangan mengenai tindak kecurangan seperti money politic yang terjadi menjelang pemilu, mayoritas target atau sasaran dari kegiatan tersebut ialah perempuan. Sehubungan dengan hal tersebut, Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dipandang perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. Tidak terkecuali pula pada proses pemilihan umum, yaitu bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama sebagai warga Negara yang wajib menggunakan hak pilihnya demi masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa dalam pemilu perempuan juga memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan lakilaki, maka dapat diuraikan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi pembeda antara laki-laki dengan perempuan yang kemudian dapat juga berpengaruh terhadap perilaku memilih pada perempuan. Tedapat perbedaan mendasar tentang gender yang meliputi kapasitas biologis, lingkungan sosial perempuan dan laki-laki tinggal, serta interaksi antara biologi dan budaya. Tiga perspektif umum tentang asal-usul pola gender didasarkan pada faktor biologis, sosialisasi, dan peran sosial. Terkait dengan nilai dan perilaku memilih perempuan,

4 menarik untuk dilihat pertimbangan voter khususnya perempuan dalam sebuah pemilihan seorang pemimpin. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk menelusuri faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku memilih seseorang khususnya perempuan untuk menentukan pilihannya pada pemilihan umum. Secara umum perilaku pemilih dipengaruhi oleh beberapa aspek yang diuraikan dari tiga pendekatan, yaitu pendekatan sosiologis, psikologis, dan pilihan rasional (Rational choice). Ketiga aspek tersebut menurut ilmuwan politik cukup memberikan dampak kepada pemilih dalam menjatuhkan pilihannya, namun aspek mana yang paling dominan dalam memberikan dampak bagi perilaku pemilih, khususnya pada perempuan dalam sebuah pemilu masih menjadi perdebatan. Dari beberapa uraian mengenai perilaku pemilih dan perempuan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian yang mengkaji tentang bagaimana perilaku pemilih perempuan dan aspek-aspek apa saja yang kemudian dapat memberikan dampak bagi perilaku pemilih perempuan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di Kecamatan klojen Kota Malang tahun Melihat bahwa Kecamatan Klojen adalah salah satu kecamatan dengan tingkat partisipasi perempuan paling tinggi jika dibandingkan dengan beberapa kecamatan lain di Kota Malang. Selain itu, Kecamatan klojen adalah salah satu kecamatan di Kota Malang yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit jika dibandingkan dengan empat kecamatan lain yang ada di Kota Malang. Dan hal tersebut yang kemudian membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian di Kecamatan Klojen Kota Malang. Perilaku Pemilih Perilaku politik adalah perilaku yang dilakukan oleh individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Seorang individu atau kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik. Sedangkan partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satu wujud dari partisipasi politik ialah kegiatan pemilihan yang mencakup suara, sumbangansumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seseorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan (Samuel P. Huntington dan Joan Nelson dalam Puspasari, 2012:11). Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik (Ramlan Surbakti dalam Sastroatmodjo, 1995:2). Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan

5 penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik merupakan salah satu aspek dari perilaku secara umum karena di samping perilaku politik masih ada perilaku yang lain seperti perilaku ekonomi, perilaku budaya, perilaku keagamaan dan sebagainya. Perilaku politik merupakan perilaku yang menyangkut persoalan politik (Sastroatmodjo dalam Puspasari, 2012: 12). Perilaku politik merupakan produk sosial sehingga untuk memahaminya diperlakukan dukungan konsep dari beberapa disiplin ilmu. Konsep sosiologi, psikologi, sosial, antropologi sosial, geopolitik, ekonomi, dan konsep sejarah digunakan secara integral. Dengan demikian, memahami perilaku politik tidak hanya menggunakan konsep politik saja, tetapi juga didukung konsep ilmuilmu sosial lain. (Surbakti, 1999: 5) Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, di antara lembagalembaga pemerintah dan di antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Di tengah masyarakat, individu berperilaku dan berinteraksi. Sebagian dari perilaku dan interaksi dapat ditandai akan berupa perilaku politik, yaitu perilaku yang bersangkutpaut dengan proses politik. Sebagian lainnya berupa perilaku ekonomi, keluarga, agama, dan budaya. Termasuk ke dalam kategori kegiatan ekonomi, yakni kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa, menukar, menanam, dan menspekulasikan modal. Namun, hendaklah diketahui pula tidak semua individu ataupun kelompok masyarakat mengerjakan kegiatan politik (Surbakti, 1999: 5). Ada beberapa pendekatan untuk melihat perilaku pemilih (Adman Nursal, 2004:54-73), yaitu : 1. Pendekatan Sosiologis Pendekatan ini biasa juga disebut dengan mazhab Columbia, berasal dari Eropa dan model ini kemudian dikembangkan oleh para sosiolog Amerika Serikat yang mempunyai latar belakang Eropa, khususnya di Universitas Columbia. Menurut mazhab Columbia, pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial seperti usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kelompok formal dan informal dan lainnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan pilihan-pilihan politik. Kemudian interaksi yang terjadi didalam kelompok-kelompok sosial seperti usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan dan sebagainya akan menjadi susunan bangunan pengetahuan yang akan mempengaruhi preferensi politik dan perilaku pemilih seseorang hingga kemudian akan mempengaruhi bentukbentuk pilihan politiknya. Setiap orang akan mengindentifikasi diri

6 sebagai anggota dari kelompok sosial dimana dia berada. Hal itu akan membuat seseorang menjatuhkan pilihannya berdasarkan orientasi berdasarkan konteks kelompok sosialnya. (Adman Nursal, 2004:54-73) 2. Pendekatan Psikologis (Mahzab Michigan) Pendekatan ini biasa juga disebut sebagai mazhab Michigan dan pelopor utama mazhab ini adalah August Campbell. Munculnya pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan terhadap pendekatan sosiolgis. Teori ini dilandasi oleh konsep sikap dan sosialisasi. Dalam pendekatan ini, sikaplah yang paling menentukan dan hal itu berawal dari informasiinformasi yang diterima seseorang. Sikap tidaklah terjadi secara begitu saja, melainkan melalui proses yang panjang, yang dimulai dari kanak-kanak saat seseorang pertama kali mendapat pengaruh politik dari orang tua atau kerabat dekat. (Aswar dalam Adman Nursal, 2004:54-73) 3. Pendekatan Rasional Pemilih rasional dapat diartikan sebagai pemilih yang melakukan penilaian secara valid atas tawaran yang disampaikan oleh kandidat. Selain itu, pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip, pengetahuan, dan mendapatkan informasi yang cukup. Tindakan dalam pengambilan keputusan memilih bukan berdasarkan pada faktor kebetulan dan kebiasaan, bukan pula untuk kepentingan sendiri, namun untuk kepentingan umum, menurut pikiran dan pertimbangan logis. (Adman Nursal, 2004:54-73) 4. Pendekatan Marketing Newman dan Sheth (1985) mengembangkan model perilaku pemilih berdasarkan beberapa domain yang terkait dengan marketing. Menurut model ini, perilaku pemilih ditentukan oleh tujuh domain kognitif yang berbeda dan terpisah, sebagai berikut : 1. Isu dan Kebijakan Politik Isu dan kebijakan politik mempresentasikan kebijakan atau program yang diperjuangkan dan dijanjikan oleh partai atau kandidat politik jika kelak menang pemilu. 2. Citra Sosial Citra sosial adalah citra kandidat dalam pikiran pemilih mengenai berada di dalam kelompok sosial mana atau tergolong sebagai apa seorang kandidat politik. 3. Perasaan Emosional Perasaan emosional adalah dimensi yang terpancar dari sebuah kontestan yang ditunjukkan oleh kebijakan politik yang ditawarkan. 4. Citra Kandidat

7 Mengacu pada sifat-sifat pribadi yang penting yang dianggap sebagai karakter dari kandidat. 5. Peristiwa Mutakhir Mengacu pada himpunan peristiwa, isu, dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama kampanye. 6. Peristiwa Personal Mengacu pada kehidupan pribadi dan peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh seseorang kandidat. 7. Faktor-faktor Epistemik Adalah isu-isu pemilihan spesifik yang terdapat memicu keingintahuan para pemilih mengenai hal-hal baru. Keempat pendekatan perilaku pemilih saling menguatkan atau saling melengkapi satu sama lainnya. Untuk memudahkan kepentingan praktis, kita dapat menyederhanakan keempat pendekatan itu menjadi sebuah rangkuman faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih : 1. Social Imagery atau citra sosial (pengelompokan sosial) 2. Identifikasi partai 3. Kandidat 4. Isu dan kebijakan politik (Issues and Politicies) 5. Peristiwa-peristiwa tertentu 6. Faktor-faktor epistemik (Epistemic Issues) Dalam penelitian ini untuk menganalisis perilaku pemilih, digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan sosiologis (dikenal dengan Mahzab Colombia), pendekatan psikologis (dikenal dengan mahzab Michigan), dan pedekatan rasional atau rational choice. Pendekatan sosiologis biasa juga disebut dengan mazhab Columbia, karena Cikal bakal tercetusnya jenis pendekatan tersebut berasal dari Eropa. Model ini kemudian dikembangkan oleh para sosiolog Amerika Serikat yang mempunyai latar belakang Eropa, khususnya di Universitas Columbia. Hal tersebut yang kemudian membuat jenis pendekatan sosiologis dikenal dengan sebutan Mahzab Columbia. (Adman Nursal, 2004:54-73). Pendekatan sosiologis menyatakan bahwa preferensi politik termasuk di dalamnya preferensi pemberian suara di kota pemilihan merupakan produk dari karakteristik sosial ekonomi seperti profesi, kelas sosial, agama, dan yang lainnya. Dengan kata lain, latar belakang seseorang atau kelompok orang seperti jenis kelamin, ras, etnik, agama, ideologi, dan daerah asal merupakan variable independen yang mempengaruhi keputusan untuk memilih. Pendekatan sosiologis melihat bahwa dalam kelompokkelompok sosial, terdapat kognisi sosial tertentu yang pada akhirnya bermuara pada perilaku dan pilihan tertentu. Dalam kelompok-kelompok sosial, berlangsung proses sosialisasi. Lingkungan sosial memberikan bentuk-bentuk sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai dan norma dalam masyarakat, serta memberikan pengalaman hidup. Proses ini berlansung dalam waktu yang lama. (Sudijono dalam Verawati, 2011:18)

8 Selanjutnya untuk pendekatan psikologis, menjelaskan bahwa keputusan memilih terhadap partai politik atau kandidat didasarkan pada respons psikologis seperti kualitas personal kandidat, performa pemerintah yang saat itu berkuasa, isu-isu yang dikembangkan kandidat, dan loyalitas terhadap partai. (Affan Gaffar dalam Puspasari, 2012:14) Pendekatan sosiologis dianggap sulit diukur, tidak jelasnya indikator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama dan sebagainya merupakan suatu hal yang sulit diukur. Disamping itu secara materi, diungkapkan bahwa aspek-aspek sosiologis seperti kelompok primer dan sekunder, memberi pengaruh pada perilaku memilih dan pilihan politik. Yang kemudian aspek-aspek itu dapat dihubungkan dengan perilaku memilih dan pilihan politik jika ada proses sosialisasi. Oleh sebab itu, dalam pendekatan ini, sosialisasilah yang menentukan perilaku memilih dan orientasi pada pilihan-pilihan politik seseorang. (Ibid dalam Verawati 2011:19) Kemudian pendekatan rasional atau rational choice. Pilihan rasional pemilih bisa didasarkan pada informasi yang diterima dan dijadikan sebagai preferensi. Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilih adalah sebagai individu yang memiliki pilihan yang didasarkan pada rasionalitas dalam memilih. Rasionalitas dalam menjatuhkan pilihannya didasarkan pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh pemilih perempuan dan dikaitkan dengan informasi dan preferensi yang dimilikinya. (James S. Coleman dalam Verawati, 2011:22) Model Perilaku Politik Kajian terhadap perilaku politik sering kali dijelaskan dari sudut psikologis di samping pendekatan struktural fungsional dan struktur konflik. Berikut ini akan diuraikan mengenai aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku politik individu aktor politik yang merupakan kombinasi ketiga pendekatan tersebut. Menurut model ini, terdapat empat aspek yang mempengaruhi perilaku politik seorang aktor politik. (Surbakti dalam Zakiyah, 2013: 13-15) Pertama, lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya, dan media massa. Kedua, lingkungan sosial politik langsung yang membentuk kepribadian aktor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan. Dari lingkungan sosial politik langsung seorang aktor mengalami sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat termasuk nilai dan norma kehidupan bernegara, dan pengalaman-pengalaman hidup pada umumnya. Lingkungan langsung ini dipengaruhi dengan lingkungan tak langsung. Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Untuk memahami struktur kepribadian perlu dicatat bahwa terdapat tiga basis fungsional sikap, yaitu kepentingan, penyesuaian diri, eksternalisasi dan pertahanan diri. Basis yang pertama merupakan sikap yang menjadi fungsi kepentingan. Artinya, penilaian terhadap seseorang terhadap suatu objek ditentukan oleh

9 minat dan kebutuhan atas objek tersebut. Basis yang kedua merupakan sikap yang menjadi fungsi penyesuaian diri. Artinya, penilaian terhadap suatu objek dipengaruhi oleh keinginan untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan diri dan eksternalisasi diri, seperti proyeksi, idealisasi, rasionalisasi dan identifikasi. (Surbakti dalam Zakiyah, 2013: 13-15) Keempat, lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan, seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala bentuknya. (Surbakti dalam Zakiyah, 2013: 13-15) Aspek lingkungan sosial politik tak langsung mempengaruhi lingkungan sosial politik langsung yang berupa sosialisasi, internalisasi dan politisasi. Selain itu, mempengaruhi juga lingkungan sosial politik langsung berupa situasi. Aspek lingkungan sosial politik langsung berupa sosialisasi, internalisasi, dan politisasi akan mempengaruhi struktur kepribadian atau sikapnya terhadap objek kegiatan itu, dan situasi ketika kegiatan itu hendak dilakukan. Hubungan kedua aspek ini terhadap perilaku akan menimbulkan keadaan yang apabila aspek sikap yang menonjol maka aspek situasi kurang mengedepankan, sebaliknya apabila situasi yang mengedepan maka faktor sikap kurang menonjol (Surbakti dalam Zakiyah, 2013: 13-15). Keempat aspek ini saling mempengaruhi aktor politik dalam kegiatan dan perilaku politiknya, baik langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian, perilaku politik seseorang tidak hanya didasarkan pada pertimbangan politik saja, tetapi juga disebabkan banyak aspek yang mempengaruhinya. (Sastroatmodjo dalam Zakiyah, 2013: 13-15). Definisi Sikap Definisi sikap menurut (Edwards dalam Anwar, 2011:5) merupakan derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek psikologis. Sedangkan menurut (Secord dan Becman dalam Anwar, 2011:5), sikap juga didefinisikan sebagai keturunan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pikiran (kognisi), predisposing tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitar. Psikologi berusaha membuat berbagai model yang mencakup berbagai dimensi yang mendasari sikap tertentu. Upaya ini dimaksudkan untuk menentukan komposisi sikap agar dapat menjelaskan atau meramalkan perilaku dengan lebih baik. Sikap atau attitude adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial. Berdasarkan teori rangsangbalas (stimulus-response theory) menerangkan bahwa sikap adalah kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu kalau ia menghadapi suatu rangsang tertentu. Misalnya seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap masakan pedas akan selalu makan setiap kali ia menemukan makanan pedas. Model psikologis juga menyatakan bahwa

10 perilaku politik para pemilih merupakan cerminan dari tanggapan mereka terhadap berbagai rangsangan ataupun tekanan psikologis pada saat tertentu dalam jangka dekat. Dengan demikian, pendekatan psikologis ini melihat bahwa pada dasarnya pilihan politik seseorang bisa mengalami pergeseran yang mendasar dari waktu ke waktu, bergantung pada stimulan apa yang merangsang atau menekan dia dalam jangka dekat. (Edwards dalam Anwar, 2011:5) Definisi Pemilih Pemilih adalah semua pihak sebagai tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mereka mendukung dan kemudian dapat memberikan suaranya pada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi tertentu yang kemudian termanifestasi dalam institusi politik seperti partai politik. (Joko J. Prihatmoko dalam Puspasari, 2012:16). Pemilih merupakan bagian masyarakat luas yang bisa saja tidak menjadi konstituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok, dan terdapat kelompok masyarakat yang memang non-partisan dimana ideologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan pada suatu partai politik tertentu. Mereka menunggu sampai ada suatu partai politik yang bisa menawarkan suatu program politik yang dapat menawarkan program kerja terbaik menurut mereka, sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih. (Joko J. Prihatmoko dalam Puspasari, 2012:16) Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 2008, pemilih adalah warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 tahun atau sudah pernah kawin. Tetapi dalam pelaksanaan pemilu, yang berhak memberikan hak pilihnya adalah pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan oleh komisi pemilihan umum (KPU) dan pemilih. Akan tetapi karena alasan tertentu, pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS) tempat ia terdaftar. Dalam peraturan KPU/No. 35 tahun 2008 tentang pemungutan dan perhitungan suara, untuk dapat menggunakan hak pilihnya, pemilih tersebut harus mendaftarkan diri pada TPS yang baru paling lambat 3 hari sebelum pemungutan suara. Jadi secara garis besar, pemilih dapat diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mereka mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. (kpu.go.id) Tipologi Pemilih Pemilih memiliki perilaku dalam mengambil keputusan untuk menentukan pilihan politiknya. Perilaku ini berasal dari persepsi pemilih dalam melihat profil maupun trade record dari kandidat Calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan dipilihnya. Terkadang perilaku pemilih ini rasional dan terkadang

11 non-rasional dalam menentukan keputusannya. Penting untuk mempelajari aspek-aspek yang melatarbelakangi bagaimana dan mengapa pemilih menyuarakan pendapatnya. (Quist dan Crano dalam Puspasari, 2012:17). Secara psikologis, untuk menganalisa rasionalitas pemilih dalam menentukan pilihannya dapat digunakan model kesamaan (similiarity) dan ketertarikan (attraction). Dasar penggunaan model tersebut karena setiap individu akan tertarik pada suatu hal atau seseorang bila memiliki system nilai dan keyakinan yang sama (Byrne dalam Puspasari, 2012:17). Maksudnya adalah bila dua pihak memiliki karakteristik yang sama (similiarity) maka akan semakin meningkatkan ketertarikan (attraction) antara satu dengan yang lain. Demikian halnya di dalam dunia politik, dikenal dengan model kedekatan (proximity) atau model patial (Downs dalam Puspasari, 2012:17). Model ini menjelaskan bahwa pemilih yang memiliki kedekatan dan kesamaan system nilai dan keyakinan dengan salah satu kandidat atau partai maka akan mengelompok pada kadidat maupun partai tersebut. Terdapat dua jenis kesamaan yang digunakan dalam menilai kedekatan dengan seorang kontestan politik (Firmanzah, 2008:99-109), yaitu : (1) Kesamaan akan hasil akhir yang ingin dicapai (Policy-Problem- Solving), dan (2) kesamaan akan faham dan nilai dasar ideologi (ideology) dengan salah satu kontestan politik tersebut. Kesamaan pertama berkaitan dengan kemampuan kontestan dalam menawarkan solusi masalah. Perspektif akan menjadi sangat penting di saat kampanye pemilu, karena kontestan dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan pemilih akan program kerja partai politik dan kontestan melalui penyediaan informasi dan komunikasi yang efektif. (Pattie dan Johnston dalam Puspasari, 2012:17). Selanjutnya adalah kesamaan ideologi. Mengacu pada pengertian ideologi, terdapat batasan tentang ideologi sebagai sebuah sistem nilai atau kepercayaan yang diterima sebagai suatu fakta atau kebenaran oleh suatu kelompok. (Sargent dalam Puspasari, 2012:18). Karakteristik pemilih yang didasarkan pada kesamaan ideologi lebih menekankan pada aspek-aspek subjektifitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi, dan psikografis. Maksudnya adalah pemilih cenderung berkelompok kepada kontestan yang memiliki kedekatan ideologi yang sama dengan pemilihnya. (Firmanzah, 2008:99-109). Kedua model tersebut dapat memudahkan kontestan dan pemilih dalam memetakan kategori pemilih dan kontestan berdasarkan karakteristik kesamaan atau kedekatan. Sehingga bagi kontestan dapat menjadi dasar dan pemberi arah bagi para pemilihnya. Selain itu, di dalam keputusan untuk memilih, pemilih memiliki judgement yang mendasari pemilihan suatu kontestan. Atas dasar model kesamaan dan kedekatan ideology dan Policy- Problem-Solving, terdapat empat jenis tipologi pemilih (Firmanzah,

12 2008:99-109). Empat tipologi tersebut terdiri atas : 1. Pemilih Rasional Pemilih memiliki orientasi tinggi pada Policy-Problem- Solving dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan kontestan dalam program kerjanya. Pemilih jenis ini memiliki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada salah seorang kontestan maupun partai. Faktor seperti paham, asal-usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang dipertimbangkan juga tetapi bukan merupakan suatu hal signifikan. Hal yang terpenting bagi pemilih jenis ini adalah apa yang bisa dan yang telah dilakukan oleh seorang kontestan atau sebuah partai, dari pada paham dan nilai kontestan atau partai. (Firmanzah, 2008:99-109) 2. Pemilih Kritis Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih terhadap seorang kontestan atau sebuah partai politik cukup tinggi dan tidak semudah rational voter untuk berpaling ke partai lain. Pemilih jenis ini adalah pemilih yang kritis. Artinya mereka akan selalu menganalisis kaitan antara sistem nilai partai (ideology) dengan kebijakan yang dibuat. Pemilih jenis ini harus di manage sebaik mungkin oleh seorang kontestan maupun partai politik. Pemilih memiliki keinginan dan kemampuan untuk terus memperbaiki kinerja partai, sementara kekecewaan yang bisa berakhir ke frustasi dan pembuatan partai politik tandingan juga besar. (Firmanzah, 2008:99-109) 3. Pemilih Tradisional Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi ideologi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat pada kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan

13 sosial budaya, nilai asalusul, paham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figure dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis dari sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan konservatif dalam memegang nilai serta paham yang dianut. Pemilih tradisional adalah jenis pemilih yang bisa dimobilisasi selama periode kampanye. (Rohrcheneider dalam Puspasari, 2012:21). Loyalitas tinggi merupakan salah satu cirri khas yang paling terlihat bagi pemilih tradisional. 4. Pemilih Skeptis Pemilih skeptis adalah pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan seorang kontestan atau sebuah partai politik, juga sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memperdulikan program kerja atau platform dan kebijakan sebuah partai politik. (Firmanzah, 2008:99-109) Perempuan dan Gender Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dipandang perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. Tidak terkecuali pula pada proses pemilihan umum, yaitu bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama sebagai warga Negara yang wajib menggunakan hak pilihnya demi masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Tedapat perbedaan mendasar tentang gender yang meliputi kapasitas biologis, lingkungan sosial perempuan dan laki-laki tinggal, serta interaksi antara biologi dan budaya. Menurut beberapa ahli, tiga perspektif umum tentang asal-usul pola gender didasarkan pada faktorfaktor berikut : Pertama, Faktor Biologi. Perbedaan gender yang paling mendasar adalah dipengaruhi oleh faktor biologis. Secara biologis jelas ada perbedaan fisik yang mencolok, seperti dalam perkembangan otot dan tinggi badan, dalam hal kemampuan mengasuh anak dan memberi ASI, dan perempuan memiliki kemampuan untuk mengandung dan melahirkan. Sejak awal perempuan secara alamiah dianggap memilki peranan dan tugas sebagai pengatur rumah tangga. Sementara laki-laki karena memiliki otot yang lebih besar maka mereka mempunyai tugas untuk berburu dan mencari

14 nafkah untuk keluarga (Budiman, 1985:73). Pembagian semacam ini sudah berkembang sejak berabadabad yang lalu kerena memang pada dasarnya itu berasal dari organisasi kemasyarakatan di setiap budaya manusia. (Bem dalam Rahmaturrizqi, 2012:52-53) Kedua, Faktor Sosialisasi. Perspektif sosialisasi menekankan pada banyaknya cara orang mempelajari tentang gender dan mendapatkan perilaku sesuai jenis kelamin sejak awal masa anak-anak (Eckes & Trautner dalam Rahmaturrizqi, 2012:52-53) Gagasan yang penting disini adalah masyarakat mempunyai ekspektasi dan standar yang berbeda-beda untuk perilaku laki-laki dan perempuan. Menurut perspektif sosialisasi, beragam pengalaman sosial yang dialami anak perempuan dan anak laki-laki akan menguatkan adanya perbedaan gender dalam sikap, minat, keahlian, dan personalitas, bahkan hingga terbawa ke masa dewasa. (Eckes & Trautner dalam Rahmaturrizqi, 2012:52-53) Ketiga, Faktor Peran Sosial. Kehidupan orang dewasa ditata berdasarkan berbagai peran, seperti anggota keluarga, pekerja, dan anggota komunitas atau masyarakat. Ide utamanya adalah bahwa banyak peran sosial yang penting yang didefinisikan secara berbeda untuk perempuan dan laki-laki. Dalam keluarga misalnya, orang biasanya punya ekspektasi berbeda untuk ibu dan ayah, untuk suami dan istri, serta anak perempuan dan anak laki-laki. Dalam dunia kerja, peran okupasional sering didasarkan pada jenis kelamin. Seperti perawat, juru ketik, dan guru TK atau SD biasanya adalah wilayah perempuan dan guru olah raga, pengobatan, konstruksi adalah wilayah laki-laki. Dalam organisasi bisnis, pekerjaan perempuan sering berada pada status rendah (Taylor, E., S., dkk. Dalam Rahmaturrizqi, 2012:52-53). Secara tradisi, perbedaan peran sosial mempengaruhi perilaku perempuan dan laki-laki dalam beberapa hal. Perbedaan peran ini semakin melanggengkan pembagian kerja berdasarkan gender; perempuan bekerja di rumah mengasuh anak sedangkan laki-laki bekerja untuk mencari nafkah di luar rumah. Peran juga dapat mempengaruhi keahlian dan minat seseorang yang muncul sejak masa kecil kemudian dikembangkan di masa dewasa. Efek peran berbasis gender ini mungkin pada akhirnya akan melebar ke situasi lain. (Eagly dalam Rahmaturrizqi, 2012:52-53) Perbedaan pembagian peran gender sejak awal dipelajari dari lingkungan keluarga, ajaran agama, atau dari pengalaman kerja yang menekankan bahwa laki-laki lebih memiliki status lebih tinggi dan otoritatif daripada perempuan. Ketika bertemu orang baru, seseorang akan menggunakan jenis kelaminnya sebagai petunjuk awal, misalnya dengan mengasumsikan bahwa laki-laki adalah pemimpin yang percaya diri dan perempuan adalah pengikut (Eagly dalam Rahmaturrizqi, 2012:52-53). Perilaku politik dan juga pilihan politik pemilih perempuan dipengaruhi oleh banyak faktor, struktur sosial budaya dan juga sistem politik yang ada. Seperti halnya perempuan, terdapat konteks yang melatar belakanginya. Menurut

15 beberapa ahli, terdapat pelabelan terhadap perempuan, bahwa perempuan lebih bersifat irasional, emosional sehingga tidak bisa menjadi pemimpin. Hal ini yang membuat perempuan menjadi makhluk nomor dua dalam masyarakat. Lebih lanjut disebutkan bahwa marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga, marginalisasi juga diperkuat oleh adat istiadat maupun tafsir keagamaan. (Rahmaturrizqi, 2012:52-53) Berdasarkan uraian mengenai perbedaan peran jenis perempuan dan laki-laki di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa aspek yang dinilai sebagai pembeda peran jenis perempuan dan laki-laki, yaitu aspek perilaku dan aspek sifat. Aspek sifat dibagi ke dalam sifat feminin pada perempuan dan maskulin pada laki-laki. Perempuan memiliki sifat hangat, emosional, lemah lembut dan pasif sebagai sifat feminin. Sedangkan laki-laki memiliki sifat rasional, kompetitif, dominan, tidak bergantung dan penuh percaya diri sebagai sifat maskulin (Rahmaturrizqi, 2012:52-53). Dari adanya perbedaan-perbedaan mengenai perilaku dan sifat antara laki-laki dan perempuan tersebut, maka akan berdampak pula pada perilaku pemilih antara keduanya. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatian prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial (Bambang Rudito & Melia Famiola, 2008 : 78). Menurut moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, motivasi, tindakan, dan lain-lain yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2007 : 6). Penelitian ini memilih lokasi di Kecamatan Klojen Kota Malang. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas beberapa pertimbangan yang diambil oleh peneliti diantaranya : 1. Kecamatan Klojen merupakan salah satu kecamatan di Kota malang dengan jumlah penduduk paling sedikit dibandingkan empat kecamatan lain di Kota Malang, yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa berdasarkan data kependudukan Dinas kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Malang tahun 2013, namun memiliki tingkat partisipasi perempuan paling tinggi jika dibandingkan dengan beberapa kecamatan lain yang ada di kota Malang. Kemudian tingkat partisipasi perempuan pada kecamatan Klojen tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi pada penduduk laki-laki,

16 dengan selisih angka sebesar penduduk. Denga perbandingan persentase perempuan 53,9% dan laki-laki 46,1%. Informan adalah orang yang berperan sebagai sumber informasi. Pengambilan informan dalam penelitian ini adalah dengan teknik purposive, yakni prosedur yang dilakukan dengan memilih informan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Informan yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah orang yang sekiranya memiliki wawasan mengenai politik dan pendapatnya dapat mewakili beberapa perempuan dari lokasi penelitian. Selain itu, juga menggunakan teknik snowball dimana jumlah informan dapat bertambah pada saat penelitian berlangsung, hingga memperoleh data jenuh. Pertimbangan tersebut digunakan karena disesuaikan dengan rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yakni mengenai bagaimana perilaku pemilih perempuan, serta aspekaspek apa saja yang kemudian dapat menjadi pendorong bagi pemilih perempuan dalam pemilu presiden dan wakil presiden di Kecamatan Klojen Kota Malang tahun Teknik pemilihan informan dalam penelitian skripsi ini yaitu menggunakan teknik purposive sampling dan snowball, dimana pemilihan informan sudah ditentukan sebelumnya dan jumlahnya dapat bertambah. Dalam hal ini penentuan informan mencakup hampir seluruh unsur atau kalangan masyarakat mulai dari wanita karir hingga ibu rumah tangga biasa yang menggunakan hak pilihnya pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun Hal tersebut dilakukan agar penelitian ini dapat mewakili opini dari beberapa unsur yang sudah ditentukan tersebut. Beberapa kriteria yang digunakan untuk pemilihan informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Perempuan di Kecamatan Klojen Kota Malang dengan usia memilih dan menggunakan hak pilihnya pada pemilu presiden Kemudian dapat memberikan informasi dan data seakurat mungkin. Dalam hal ini, dibuat sebuah polarisasi penentuan informan yang terdiri dari beberapa kalangan seperti ibu rumah tangga, pengusaha, PNS, LSM, mahasiswa, hingga seorang mantan anggota TNI (Veteran). 2. Pejabat atau tokoh masyarakat (Ketua maupun anggota pengurus RT/RW) di Kecamatan Klojen Kota Malang, yang kemudian dapat memberikan informasi mengenai bagaimana perilaku pemilih perempuan di Kecamatan Klojen Kota Malang dalam pemilu presiden dan wakil presiden tahun Pada proses penelitian ini terdapat sebanyak 12 (dua belas) orang informan perempuan yang kesemuanya bertempat tinggal di Kecamatan Klojen Kota Malang. Polarisasi dari informan ini dimaksudkan agar informasi atau data yang didapatkan lebih kaya dan

17 lebih variatif. Dari beberapa responden yang ditemui tersebut, masing-masing berasal dari kalangan dan profesi yang berbeda. Informan yang ditemui diantaranya berasal dari kalangan ibu rumah tangga, LSM, mahasiswa, PNS, ketua PKK, hingga veteran. Dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : 1. Interview (wawancara) Peneliti melakukan wawancara dengan teknik wawancara secara terstruktur untuk memudahkan mendapatkan data secara maksimal berdasarkan masalah yang sedang diteliti dan ingin diketahui jawabannya oleh sumber informasi, dalam hal ini adalah warga masyarakat khususnya perempuan di Kecamatan Klojen yang telah menggunakan hak pilihnya dalam pemilu Namun peneliti juga mencoba untuk lebih fleksibel bila arah wawancara mulai berubah dengan melakukan wawancara secara spontan dan mengalir secara mendalam. 2. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dalam penelitian untuk mengabadikan berbagai data yang didapat dari tempat penelitian, dokumentasi dalam penelitian ini meliputi data hasil observasi data wawancara yang telah diperoleh oleh peneliti. Pengambilan data dalam penelitian ini akan menggunakan kedua jenis data tersebut. Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan dan lain-lain. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman (audio tapes), pengambilan foto atau film (Moleong, 2007:157). Data yang dikumpulkan dari penelitian ini berasal dari hasil wawancara dengan informan, berbagai data yang didapat dari beberapa instansi, internet, dan juga tulisan-tulisan yang berhubungan dengan tema yang diteliti dan sangat membantu dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, wawancara merupakan cara yang akan dilakukan sebagai langkah penggalian data. Wawancara tersebut merupakan jenis data primer yang diperoleh langsung dari informan serta data primer lainnya adalah berupa foto-foto lapangan yang representatif dan menunjang penelitian ini. Sedangkan data sekunder dapat diperoleh melalui lembaga-lembaga masyarakat atau organisasi masyarakat, yakni berupa dokumen-dokumen dan catatancatatan penting yang mampu menunjang penelitian ini. Disamping itu, hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan juga akan dijadikan sebagai referensi dalam data sekundernya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif sehingga dalam pengolahan data akan dilakukan melalui pendeskripsian hasil wawancara yang telah dilakukan dilapangan. Dalam penelitian kualitatif ini menggunakan

18 analisis kualitatif yang dikemukakan yakni data yang dimunculkan adalah data yang berupa kata-kata bukan angka-angka, yang diperoleh melalui beberapa cara yakni observasi, wawancara serta dokumen-dokumen penunjang lainnya. Analisis data menurut Miles dan Huberman terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yakni reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles & Huberman, 1992:16). Tiga hal ini merupakan sesuatu yang saling menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data yang sejajar (Miles & Huberman, 1992:19). 1. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan. Reduksi data dilakukan dengan menganalisa dan memilih data yang telah diperoleh selama proses penelitian di lapangan yang selanjutnya akan dimasukkan dalam bagian analisa penelitian. Adapun data kasar yang diperoleh selama proses penelitian diantaranya adalah hasil wawancara dan data-data sekunder yang diperoleh baik dari lembaga pelaksana. Penyajian data bertujuan untuk mendeskripsikan kumpulan informasi yang selanjutnya akan mempermudah dalam penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles & Huberman, 1992:17). Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisa dan dinarasikan dalam bagian analisa dan fokus penelitian. 2. Penyajian data bertujuan untuk mendeskripsikan kumpulan informasi yang selanjutnya akan mempermudah dalam penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan (Miles & Huberman, 1992 : 17). Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisa dan dinarasikan dalam bagian analisa dan fokus penelitian. Penarikan kesimpulan dan verifikasi adalah menguji kebenaran, kekokohan dan kecocokannya yang merupakan validitas atas maknamakna yang muncul dari data (Miles & Huberman, 1992 : 19). Penarikan kesimpulan yang diperoleh dari analisis data yang disajikan dan teori yang digunakan. Penarikan kesimpulan merupakan proses akhir yang menjelaskan tentang jawaban atas rumusan masalah yang telah dibuat. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menguji kembali dengan data-data yang diperoleh selama kegiatan penelitian baik data primer maupun data sekunder. Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi dengan sumber, yaitu dengan membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas. Dengan

19 menggunakan teknik dasar tersebut, maka penulis dapat mengetahui apakah keadaan di lapangan dan perspektif dari salah seorang informan memang sesuai dengan pandangan masyarakat yang lain, ataukah terdapat ketidaksesuaian antara pernyataan-pernyataan dari satu pihak dengan pihak yang lainnya, yang kemudian akan dilakukan sebuah crosscheck untuk meninjau dan menyamakan masingmasing dari persepsi agar data yang dikelola menjadi valid. Temuan Peneliti Hasil penelitian terhadap beberapa informan masyarakat Kecamatan Klojen mengenai tingginya tingkat partisipasi pemilih perempuan pada pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2014 memunculkan berbagai aspek yang menjadi pendorong tingginya tingkat partisipasi pemilih perempuan maupun sebagai alasan dijatuhkannya pilihan politik perempuan pada pilpres 2014 dilihat dari aspek sosiologis, psikologis, dan rasional atau rational choice. Beberapa informan memberikan pernyataan mengenai alasan mereka untuk menggunakan hak pilihnya ialah karena adanya kesadaran dari dalam dirinya bahwa sebagai warga negara yang baik, maka alangkah baiknya jika terlibat dalam proses penentuan pemimpin bangsa demi masa depan Bangsa Indonesia yang lebih baik. Kemudian hampir seluruh informan perempuan di Kecamatan Klojen berpendapat bahwa hal yang menarik pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 terdapat pada sosok Calon Presiden (Capres). Selain itu informan perempuan di Kecamatan Klojen juga menentukan pilihan berdasarkan sosok dari Capres tersebut. Walaupun kualitas dan visi misi dari Capres juga dirasa penting sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pilihan, namun hal yang pertama dan utama untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan pilihan pada Pilpres 2014 ialah sosok. Mengenai pengetahuan akan kualitas dan kapabilitas serta visi dan misi dari calon kandidat, terdapat beberapa informan perempuan yang memilih pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 dengan beberapa pertimbangan seperti melihat bagaimana rekam jejak atau track record dari calon kandidat presiden maupun calon wakil presiden yang akan dipilih. Mengenai adanya kegiatan kampanye terselubung maupun money politic, beberapa informan menjelaskan bahwa memang terdapat beberapa kegiatan sosialisasi mengenai Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 yang diadakan di dalam beberapa kegiatan masyarakat seperti kegiatan rutin PKK maupun pengajian bagi perempuan. Sedangkan mengenai respon informan perempuan terhadap adanya beberapa praktik money politic, terdapat beberapa informan yang mengungkapkan bahwa mereka menolak adanya praktik money politic, kemudian ada yang hanya akan menerima jika itu dari salah satu pihak capres pilihannya, dan sebagian lagi merespon dengan menerima namun tetap akan memilih sesuai dengan hati nurani. Artinya

20 bahwa money politic tidak cukup mempengaruhi keputusan informan untuk memilih, karena pada akhirnya para informan tetap akan memilih sesuai dengan hati nurani. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan perempuan, menunjukkan bahwa alasan dijatuhkannya pilihan pada salah satu kandidat dalam pilpres 2014 berbeda-beda. Hal ini ditunjukkan dari beberapa pernyataan informan saat wawancara, seperti alasan menentukan pilihan politiknya karena melihat sosok, karena pengaruh dari lingkungan sekitar, hingga karena melihat kualitas dari kandidat capres yang akan dipilihnya. Hal ini pun terkait dengan aspek atau pendekatan yang digunakan dalam analisis penelitian ini, yaitu aspek sosiologis, psikologis, dan rasional atau rational choice. Berikut ini diuraikan tentang pilihan-pilihan politik perempuan pada pilpres 2014 di Kecamatan Klojen Kota Malang. 1. Sosiologis Seperti yang diungkapkan oleh Adman Nursal mengenai teori perilaku pemilih, pendekatan sosiologis merupakan pendekatan yang menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial seperti usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatankegiatan dalam kelompok formal dan informal dan lainnya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan pilihan-pilihan politik. Misalnya seperti alasan dijatuhkannya pilihan politik ialah karena adanya kesamaan agama, jenis kelamin, Maupun golongan antara pemilih dengan kandidat. Kemudian apabila dikorelasikan dengan hasil dari wawancara yang telah dilakukan, tidak ada satupun informan yang memberikan pernyataan bahwa alasan dijatuhkannya pilihan politik ialah karena adanya kesamaan latar belakang keluarga, kelompok sosial, hingga jenis kelamin dan agama. Pendekatan sosiologis juga melihat bahwa dalam kelompok-kelompok sosial, terdapat kognisi sosial tertentu yang pada akhirnya bermuara pada perilaku dan pilihan tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat seperti organisasi di masyarakat, yang itu diindikasikan memiliki dampak bagi perilaku pemilih khususnya perempuan. Namun hal tersebut tidak menjadi suatu temuan pada penelitian yang dilakukan penulis, dimana para informan tidak menyebutkan bahwa mereka menjatuhkan pilihannya berdasarkan orientasi berdasarkan konteks kelompok sosialnya. 2. Psikologis Aspek psikologis atau pendekatan psikologis dalam perilaku pemilih atau voting behavior menurut Adman Nursal ialah suatu pendekatan yang dilandasi oleh sikap, dan sikap tersebut sangat erat hubungannya dengan psikis atau psikologis seseorang, dimana psikologis seseorang dapat berpengaruh terhadap sikap yang dimunculkan oleh seseorang tersebut. Sikap juga terbentuk melalui sosialisasi yang berlangsung lama, baik melalui

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang

BAB II KAJIAN TEORETIK. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang BAB II KAJIAN TEORETIK Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian ang akan dilakukan, adalah teori mengenai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Pemilih 1. Definisi Pemilih Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilih diartikan sebagai Warga Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK Modul ke: 12 Dr. Fakultas PASCASARJANA Perilaku Pemilih Heri Budianto.M.Si Program Studi Magister Ilmu Komunikasi http://mercubuana.ac.id Konsep dan Definisi Perilaku Pemilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Voting Behavior. Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Voting Behavior 1. Definisi Voting Behavior Perilaku pemilih (voting behavior) merupakan tingkah laku seseorang dalam menentukan pilihannya yang dirasa paling disukai atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Perilaku Pemilih Sikap politik seseorang terhadap objek politik yang terwujud dalam tindakan atau aktivitas politik merupakan perilaku politik

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir 59 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Responden Responden dalam penelitian ini adalah para pemilih pemula yang tercatat dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir Tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan

Lebih terperinci

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang

PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang PERILAKU MEMILIH GENERASI MUDA KELUARGA ANGGOTA POLRI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA TENGAH 2013 Studi di Asrama Polisi Sendangmulyo Kota Semarang Oleh : Radityo Pambayun Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut Sudiono Sastroatmodjo (1995: 3) adalah :

II. TINJAUAN PUSTAKA. menurut Sudiono Sastroatmodjo (1995: 3) adalah : 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Pengertian Perilaku Pemilih Pada umumnya perilaku politik ditentukan oleh faktor internal dan individu itu sendiri seperti idealisme, tingkat

Lebih terperinci

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya

BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 A. Perilaku Pemilih Dan Pilpres 2014 Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi,

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Perilaku Pemilih 1. Perilaku Memilih Ramlan Surbakti (2010:185) memandang perilaku memilih sebagai keikutsertaan warga negara dalam pemilu yang juga menjadi serangkaian

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Tingkat Partisipasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Pada Pemilu Presiden 2014 Partisipasi merupakan salah satu aspek penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilih kelompok pemula di Indonesia dari pemilu ke pemilu terus bertambah. Dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU), total jumlah pemilih tetap yang terdaftar tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pemilihan umum. Perilaku memilih dapat ditujukan dalam memberikan suara. Kepala Daerah dalam Pemilukada secara langsung. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Pemilih Keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan umum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Definisi Perilaku Politik Sikap politik seseorang terhadap objek politik yang terwujud dalam tindakan atau aktivitas politik merupakan perilaku

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Kajian Teori 1. Prilaku Pemilih Para ahli ilmu politik menyebutkan bahwa tingkah laku individu dalam pemungutan suara pada kegiatan pemilu disebut dengan konsep

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon 95 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Jenis Iklan politik dalam Media Massa yang digunakan oleh pasangan calon Kepala Daerah dalam pilkada Sidoarjo 2010 Pemilihan kepala daerah secara langsung

Lebih terperinci

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014.

MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. MASYARAKAT MUSI BANYUASIN : KECENDERUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH PADA PEMILU PRESIDEN SERTA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014. HASIL RISET PARTISIPASI MASYARAKAT OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN MUSI

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tipologi pemilih dapat dikelompokkan kedalam empat golongan, yaitu pemilih rasional ( rational voter), pemilih kritis ( critical voter), pemilih tradisional ( traditional

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yaitu untuk mengetahui dampak kebijakan affirmative action kuota 30%

METODE PENELITIAN. ini yaitu untuk mengetahui dampak kebijakan affirmative action kuota 30% III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Data serta argumentasi yang dibangun dalam penelitian ini, menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Sesuai dengan tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung. Oleh karena itu, dalam pengertian modern, demokrasi dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang wilayahnya luas dan rakyatnya banyak. Sehingga, demokrasi tidak mungkin dilaksanakan secara langsung. Oleh karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL oleh : Timbul Hari Kencana NPM. 10144300021 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. belakang dan wawasan setiap individu berbeda-beda, sehingga. mengandung 3 komponen yang membentuk sikap, yaitu:

BAB II KAJIAN TEORI. belakang dan wawasan setiap individu berbeda-beda, sehingga. mengandung 3 komponen yang membentuk sikap, yaitu: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Mengenai Pandangan 1. Hakikat Pandangan Proses pengamatan individu terhadap objek akan melibatkan pengalaman dan perasaannya dalam memberikan pandangan. Latar belakang dan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN 83 BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Hasil Survei Tentang Elektabilitas Calon Presiden & Calon Wakil Presiden 2014 Di negara-negara demokrasi, ada berbagai cara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan 32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia setiap 5 tahun sekali mempunyai agenda besar dalam pesta demokrasinya dan agenda besar tersebut tak lain adalah Pemilu. Terhitung sejak tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa SPBU di atas adalah SPBU yang

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa SPBU di atas adalah SPBU yang BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di beberapa SPBU di Daerah Kabupaten Sleman tepatnya di SPBU Jl.Seturan, SPBU Kalasan, SPBU Jl. Magelang km 5, SPBU Jl. Monjali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman segala sesuatu aktifitas kerja dilakukan secara efektif dan efisien serta dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metodologi kualitatif merupakan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung

Lebih terperinci

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat

Muhamad Ramli Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat 320 Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013 PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DESA KADUNDUNG KECAMATAN LABUAN AMAS UTARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan disebagianbesar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Demokrasi dikembangkan bertujuan untuk menampung aspirasi yang terdapat dalam masyarakat. Demokrasi secara sederhana diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian campuran (mixed methods) yang mengkaji suatu permasalahan atau fenomena dengan dua perspektif. Yaitu perspektif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo. Peneliti memilih lokasi ini karena di daerah tersebut tradisi pemasangan tuwuhan sudah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan perilaku pemilih memiliki signifikansi yang kuat. Terdapat hubungan positif antara konsumsi

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Peneliti mengambil lokasi ini karena banyak penduduk tinggal di kecamatan Depok sehingga banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai

III. METODE PENELITIAN. Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana persepsi elit partai politik di Provinsi Lampung terhadap wacana pemilihan gubernur oleh DPRD Provinsi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar negara di dunia termasuk Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak reformasi telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu mengetahui perilaku konsumtif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman mendalam tentang strategi yang dirumuskan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Persepsi Masyarakat Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partisipasi politik adalah kegiatan sesorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2017 tentang PETUNJUK PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM RAYA

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2017 tentang PETUNJUK PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM RAYA PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA UNIVERSITAS JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2017 tentang PETUNJUK PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM MAHASISWA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kehidupan Partai Politik tidak akan lepas dari kesadaran politik masyarakat (anggota) yang menjadi cikal bakal dari partisipasi politik. Dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan

Lebih terperinci

Disusun dam Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun dam Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA (STUDI KASUS MANTAN TENAGA KERJA WANITA MALAYSIA DI DESA DONOHUDAN KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI) Disusun dam Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivistik, realitas sosial

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivistik, realitas sosial 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivistik. Paradigma konstruktivistik dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dieter, Roth.2008.Studi Pemilu Empiris, Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode. Jakarta: Friedrich-Nauman-Stiftung Die Freiheit.

DAFTAR PUSTAKA. Dieter, Roth.2008.Studi Pemilu Empiris, Sumber, Teori-teori, Instrumen dan Metode. Jakarta: Friedrich-Nauman-Stiftung Die Freiheit. DAFTAR PUSTAKA Abdul Munir Mulkhan, 2009. Politik Santri. Kanisius, Yogyakarta Almond. A Gabrriel dan Verba. 1990. Budaya Politik Tingkah laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta : Bumi Aksara.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. daerah ini masih banyak terdapat perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan

BAB III METODE PENELITIAN. daerah ini masih banyak terdapat perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Sikumpul, Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Peneliti memilih lokasi ini, karena di daerah ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Kulango Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013

TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013 TINGKAT PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PADANG TAHUN 2013 Yuliantika 1, Nurharmi 1, Hendrizal 1 1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Persepsi Masyarakat Pada Caleg Secara teoritis, pemilihan umum baik itu legislatif maupun eksekutif yang diselenggarakan secara langsung dapat berperan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam keluarga muslim serta implementasi nilai-nilai Islam dalam

BAB III METODE PENELITIAN. dalam keluarga muslim serta implementasi nilai-nilai Islam dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian Penelitian ini mengkaji mengenai tingkah laku perempuan karir di dalam keluarga muslim serta implementasi nilai-nilai Islam dalam kehidupannya. Berdasarkan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. proses pengambilan keputusan antara lain dengan melalui kampanye politik sebagai

Bab I. Pendahuluan. proses pengambilan keputusan antara lain dengan melalui kampanye politik sebagai Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi tahun 1998 merupakan langkah awal sistem demokrasi di indonesia yang membawa pada sistem politk yang sifatnya terbuka. Hal tersebut memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dituangkan dalam bentuk laporan atau uraian. Menurut Bogdan dan Taylor

BAB III METODE PENELITIAN. dituangkan dalam bentuk laporan atau uraian. Menurut Bogdan dan Taylor BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan berusaha melaksanakan pengkajian data deskriptif yang akan dituangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Disebut tahun politik antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang melibatkan setidaknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Kualitatif Memilih dan menggunakan metode yang tepat dalam sebuah penelitian adalah salah satu bagian penting dalam sebuah penelitian. Hal ini dilakukan agar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Perspektif Pendekatan Penelitian Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang kemampuan masyarakat pesisir memahami serta berpartisipasi terhadap

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kualitatif. Alasan penulis menggunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kualitatif. Alasan penulis menggunakan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Perumusan Kebijakan Pembangunan Patung Zainal Abidin Pagar Alam, maka peneliti menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Pageruyung Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Pageruyung Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Pageruyung Kabupaten Kendal. Penelitian ini dilakukan diwilayah tersebut karena wilayah tersebut merupakan basis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR MEMPENGARUHI PERILAKU MEMILIH DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN LABUHANBATU (Studi Kasus Kecamatan Rantau Selatan) Penelitian

FAKTOR FAKTOR MEMPENGARUHI PERILAKU MEMILIH DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN LABUHANBATU (Studi Kasus Kecamatan Rantau Selatan) Penelitian FAKTOR FAKTOR MEMPENGARUHI PERILAKU MEMILIH DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI KABUPATEN LABUHANBATU (Studi Kasus Kecamatan Rantau Selatan) Penelitian OLEH : ADI LABUHANBATU Tim : (1) Peneliti Utama : Khairul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif kualitatif, suatu penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif kualitatif, suatu penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, suatu penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau

Lebih terperinci

BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA. A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu

BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA. A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu 7 BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu Utara Untuk melaksanakan tuntutan agenda reformasi Tahun 1998 di bidang politik,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan jenis penelitian kualitatif deskriptif untuk mencari dan menemukan pengertian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan implikasi penelitian yang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan implikasi penelitian yang 259 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan implikasi penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Lokasi penelitian mudah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Definisi penelitian kualitatif menurut Bogdan and Taylor adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput. - Media Elektronik : Internet, tv, dan radio. - Survei

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merefleksikan penelitian-penelitan terdahulu. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merefleksikan penelitian-penelitan terdahulu. Dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini merefleksikan penelitian-penelitan terdahulu. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan rujukan hasil penelitian sebelumnya sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metodologi penelitian adalah serangkaian hukum, aturan dan tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran resiliensi pada istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dengan menggunakan kajian fenomenologi

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih, tapi terdapat pula sejumlah faktor penting lainnya. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. situasi kondisi yang tengah berlangsung sekarang ini, tujuannya mencoba

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. situasi kondisi yang tengah berlangsung sekarang ini, tujuannya mencoba 58 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian naturalistik kualitatif. Metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. mengenai Strategi Kampanye Politik dalam Pemilihan Kepala Kampung di

III. METODOLOGI PENELITIAN. mengenai Strategi Kampanye Politik dalam Pemilihan Kepala Kampung di 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena dianggap mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci berkaitan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Pola Asuh Orang Tua terhadap Anak dalam Keluarga pada Bidang Pendidikan, berlokasi di Dusun Pandanan Desa Pandanan Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci