BAB III LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Ergonomi Peranan ergonomi sebagai disiplin ilmu tidak lepas dari aspek - aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, engineering, manajemen dan desain (perancangan). Ergonomi adalah suatu studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya berinteraksi untuk saling menyesuaikan dengan tujuan mencapai optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan ketika bekerja. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang desain (re-desain). Perancangan tersebut meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja, patform, kursi, pegangan alat keja dan lain sebagainya. Penerapan ergonomi dalam meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja dalam hal perancangan

2 fasilitas kerja adalah syarat utama dalam menciptakan keserasian sistem kerja dengan manusia sebagai pengendalinya (man-machine system). Perancangan fasilitas yang ideal harus menyesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponen komponen yang terlibat dalam sistem kerja tersebut. Salah satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian desain terhadap manusia didasarkan pada kemampuan dan keterbatasan manusia dengan pekerjaannya terutama yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik maupun psikologisnya (Nurmianto, 2008) Keluhan Musculoskeletal Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan Musculoskeletal disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien. Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

3 1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan. 2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut. Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain = LBP). Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20%. Peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Bila suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot. Faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut. 1. Peregangan otot yang berlebihan

4 Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhakan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. 2. Aktivitas berulang Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. 3. Sikap kerja tidak alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. 4. Faktor penyebab sekunder Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekuensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah (Peter Vi, 2000).

5 Keterangan No Jenis Keluhan 0 Sakit kaku di bagian leher bagian atas 1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri 3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan

6 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan 24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan Sumber : Buku Ergonomi Manusia, Peralataan dan Lingkungan (Santoso, 2004) 3.4. Postur Kerja Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain: 1. Pembebanan pada kaki 2. Pemakaian energi dapat dikurangi 3. Keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi (Grandjean, 1993) Namun demikian kerja dengan sikap duduk terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung

7 sehingga cepat lelah. Mengingat posisi duduk mempunyai keuntungan dan kerugian, maka untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih baik tanpa pengaruh buruk pada tubuh, perlu dipertimbangkan pada jenis pekerjaan apa saja sesuai diterapkan posisi duduk. Pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi duduk antara lain: 1. Pekerjaan yang memerlukan kontrol dengan teliti pada kaki 2. Pekerjaan utama adalah menulis atau memerlukan ketelitian pada tangan 3. Tidak diperlukan tenaga dorong yang besar 4. Objek yang dipegang tidak memerlukan tangan bekerja pada ketinggian lebih dari 15 cm dari landasan kerja 5. Diperlukan tingkat kestabilan tubuh yang tinggi 6. Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama 7. Seluruh objek yang dikerjakan atau disuplai masih dalam jangkauan dengan posisi duduk (Pulat, 1992) Selain posisi kerja duduk, posisi berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Seperti halnya posisi duduk, posisi kerja berdiri juga mempunyai keuntungan maupun kerugian. Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti (Sutalaksana, 2000). Pada dasarnya, berdiri lebih lelah dari pada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk. Untuk meminimalkan pengaruh kelelahan dan keluhan subjektif maka pekerjaan harus didesain agar tidak terlalu banyak menjangkau, membungkuk, atau

8 melakukan gerakan dengan posisi kepala yang tidak alamiah. Pertimbangan tentang pekerjaan yang paling baik dilakukan dengan posisi berdiri antara lain: 1. Tidak tersedia tempat untuk kaki dan lutut 2. Harus memegang objek yang berat (lebih dari 4,5 kg) 3. Sering menjangkau ke atas, ke bawah dan ke samping. 4. Sering melakukan pekerjaan dengan menekan ke bawah 5. Memerlukan mobilitas tinggi (Pulat, 1992) 3.5. ManTRA (Manual Task Risk Assessment) Tool ManTRA (Manual Task Risk Assessment) tool merupakan alat penilaian postur kerja yang dirancang oleh Burgess-Limerick et al, pada tahun Metode ini secara konseptual digunakan untuk menilai postur tubuh saat bekerja berdasarkan indeks anggota tubuh bagian atas. Peneliti menggunakan alat ini sebagai bagian dari objek permasalahan yang dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi mengenai total waktu untuk suatu tugas yang sedang dilakukan dan menentukan penilaian menggunakan 5 skala poin dari lima karakteristik suatu pekerjaan yakni waktu siklus (pengulangan), gaya yang dibutuhkan, kecepatan, kekakuan postur, dan getaran. Aplikasi mantra mampu mengevaluasi resiko cedera (baik yang bersifat mendadak maupun kumulatif) yang dialami oleh pekerja saat melakukan pekerjaannya. Kesimpulan dari penilaian ini hanya dapat diterapkan pada individu yang diteliti, bukan pada populasinya.

9 Penerapan metode ManTRA dilakukan dengan mengikuti prosedur penilaian berdasarkan pengukuran total waktu (durasi) kerja, pengukuran faktor resiko yang berulang, pengukuran faktor resiko akibat pengerahan tenaga, pengukuran faktor resiko kekakuan, pengukuran faktor resiko getaran. Setelah mendapatkan nilai-nilai penilaian dari setiap kriteria faktor resiko lalu dilakukan interpretasi penilaian untuk menentukan tindakan lebih lanjut yang akan dilakukan. 1. Pengukuran Total Waktu Total waktu merupakan rata-rata dari total waktu suatu pekerjaan dilakukan dalam suatu hari tertentu. Penilaian rata-rata total waktu dapat dilihat dalam Tabel 3.1 Tabel 3.1. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus Jam/hari > 8 Skor Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000) 2. Pengukuran Resiko Waktu Siklus Berulang Pengulangan dinilai dengan mengevaluasi waktu siklus dan durasi suatu tugas pada setiap bagian tubuh. Waktu siklus merupakan durasi waktu dari suatu tugas yang dikerjakan lebih dari satu kalitan tanpa adanya gangguan. Penilaian resiko waktu siklus berulang dapat dilihat dalam Tabel 3.2. Tabel 3.2. Tabel Penilaian Resiko Waktu Siklus Berulang Waktu > dtk 10 dtk < 10 dtk Siklus menit menit 1min 30dtk Skor Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

10 Durasi adalah waktu dimana tugas yang memilki siklus berulang dilakukan tanpa satu atau banyak gangguan. Kode durasi akan selalu sama untuk setiap bagian dari tugas tertentu. Waktu siklus dan kode durasi dicantumkan dalam tabel untuk menentukan nilai dari resiko yang berulang. Penilaian resiko durasi kerja dapat dilihat dalam Tabel 3.3 Wakt u Dura si Tabel 3.3. Tabel Penilaian Resiko Durasi Kerja mi mi < n n 10mi 30 1 n mi ja n m 1 jam -2 Ja m Skor Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000) > 2 h r Faktor resiko yang berulang ditentukan dengan mencantumkan skor dari waktu siklus dan durasi pada tabel resiko yang berulang. Penilaian resiko durasi waktu dan waktu siklus dapat dilihat dalam Tabel 3.4. Tabel 3.4. Tabel Penilaian Resiko Durasi Waktu dan Waktu Siklus Skor Skor Durasi Waktu Waktu Siklus Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

11 3. Pengukuran Resiko Akibat Pengerahan Tenaga Resiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya akibat adanya kecepatan setiap bagian tubuh. Sama halnya dengan resiko berulang dengan durasi waktu dan waktu siklus, nilai dari resiko akibat pengerahan tenaga ditentukan dari skor gaya dan kecepatan yang dicantumkan dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5. Tabel Penilaian Faktor Resiko Gaya (Force) Kategori Gaya Minimal Sedang Maksimal Skor Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000) Gaya merupakan penilaian dari usaha penggunaan otot pada suatu bagian tubuh selama pekerjaan dilakukan dengan gaya maksimum yang dapat digunakan oleh seseorang saat bekerja. Pekerjaan yang dilakukan dalam waktu yang singkat dengan gaya yang sedang dinilai sama dengan pekerjaan yang dilakukan dalam durasi yang lama dengan gaya yang sedang, karena pengukuran durasi dilakukan secara terpisah. Kecepatan dinilai dari rata-rata keseluruhan gerakan saat melakukan suatu pekerjaan. Contohnya, bila suatu tugas kebanyakan membutuhkan gerakan yang lambat dengan beberapa elemen cepat, itu akan dinilai sebagai langkah sedang dan akan mendapatkan skor 2. Skor 3 akan diberikan hanya pada pekerjaan statis utama. Penilaian resiko kecepatan dapat dilihat dalam Tabel 3.6. Katergori Kecepatan Tabel 3.6. Tabel Penilaian Resiko Kecepatan (Speed) Sedikit Cepat Pergerakan Cukup atau dan Lambat Cepat Statis Lancar Cepat dan Tersentaksentak Skor Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

12 Resiko akibat pengerahan tenaga (resiko gabungan) ditentukan dengan mencantumkan skor-skor dari gaya dan kecepatan dalam tabel resiko akibat pengerahan tenaga. Penilaian resiko gabungan dapat dilihat dalam Tabel 3.7. Tabel 3.7. Tabel Penilaian Resiko Gabungan (Gaya dan Kecepatan) Skor Skor Kecepatan Gaya Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000) 4. Pengukuran Resiko Kekakuan Kekakuan didefinisikan sebagai derajat deviasi dari tulang sendi. Semakin besar deviasi, semakin besar pula tingkat bahayanya. Penilaian dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus menampilkan rata-rata dari berbagai posisi tubuh untuk setiap bagian tubuh ketika melakukan pekerjaan. Penilaian resiko kekakuan dapat dilihat dalam Tabel 3.8. Tabel 3.8. Tabel Penilaian Faktor Resiko Kekakuan Amount of A B C D E Awardness Skor Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000) Keterangan: A = Postur tubuh mendekati netral B = Penyimpangan kecil dari kondisi netral ke satu arah C = Penyimpangan kecil dari kondisi netral lebihdari satu arah D = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral ke satu arah E = Penyimpangan melebihi dari jarak normal dari kondisi netral lebih dari satu arah 5. Pengukuran Resiko Getaran

13 Pekerjaan yang menimbulkan resiko getaran harus mempertimbangkan kedua faktor berikut: keseluruhan tubuh dan getaran bagian tubuh. Getaran pada keseluruhan tubuh akan berdampak pada lengan bawah dan tulang belakang ketika getaran pada bagian tubuh menyerang kaki dan tangan bagian atas. Penilaian dilakukan untuk keseluruhan tugas, oleh karena itu harus ditampilkan durasi ratarata dan tugas tersebut. Penilaian resiko getaran dapat dilihat dalam Tabel 3.9. Tabel 3.9. Tabel Penilaian Resiko Getaran Moderate Amplitude Amount of Vibration None Minimal Large Amplitude Severe amplitude Skor Sumber : Manual Tasks Risk Assessment (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000) Setelah mendapatkan semua penilaian untuk setiap karakteristik penilaian selanjutnya dilakukan interpretasi nilai. Untuk setiap bagian tubuh, skor untuk total waktu, pengulangan, pengerahan tenaga, kekakuan dan getaran dijumlahkan. Jumlah dari skor untuk setiap bagian tubuh disebut resiko kumulatif, dan memiliki rentang antara Tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian tubuh memiliki : 1. Nilai faktor resiko untuk pengerahan tenaga sebesar 5 2. Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan sebesar 8 atau lebih 3. Nilai kumulatif resiko dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih. Nilai tersebut dapat membantu memprioritaskan tugas untuk penilaian/ pengontrolan yang dianjurkan. Demikian juga, skor merefleksikan resiko terbesar sehingga dapat memperhatikan bagian tubuh yang harus diperhatikan dan dikontrol (Burgess, 2000).

14 3.6. Antropometri Definisi Antropometri Istilah antropometri berasal dari anthro yang berarti manusia dan metri yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain (Nurmianto,1991) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah: a. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar, seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita) Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cenderung berubah

15 menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan. b. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya. c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya. d. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam seleksi karyawan/stafnya. Misalnya buruh dermaga/pelabuhan adalah harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer. e. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain). f. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orang akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain. g. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini (Sritomo, 1995).

16 Tahapan perancangan sistem kerja work space design dengan memperhatikan faktor antropometri secara umum adalah sebagai berikut (Roevuck, 1995) : 1. Menentukan kebutuhan perancangan (establish requirement) 2. Mendefinisikan dan mendeskripsikan populasi pemakai 3. Pemilihan sampel yang akan diambil datanya 4. Penentuan sumber data (dimensi tubuh yang akan diambil) 5. Penyiapan alat ukur yang akan dipakai 6. Pengambilan data 7. Pengolahan data a. Uji kecukupan data b. Uji normalitas data c. Uji keseragaman data d. Penentuan persentil Dimensi Antropometri Dimensi antropometri merupakan ukuran tubuh pada posisi tertentu. Data ini dapat dimanfaatkan guna menetapkan dimensi ukuran produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakannya. Data antropometri tubuh yang diukur dalam panduan survei data antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.10 (Hartono, 2004). Tabel Pengukuran Dimensi Tubuh No Data yang Diukur Cara Pengukuran 1 Tinggi tubuh Jarak vertikal dari lantai ke bagian paling atas kepala. 2 Tinggi mata Jarak vertikal dari lantai ke bagian luar sudut mata kanan.

17 3 Tinggi bahu Jarak vertikal dari lantai ke bagian atas bahu kanan (acromion) atau ujung tulang bahu kanan 4 Tinggi siku Jarak vertikal dari lantai ke titik terbawah di sudut siku bagian kanan. 5 Tinggi pinggul Jarak vertikal dari lantai ke bagian pinggul kanan. 6 Tinggi tulang ruas Jarak vertikal dari lantai ke bagian tulang ruas/buku jari tangan kanan 7 Tinggi ujung jari Jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tengah tangan kanan (dactylion). 8 Tinggi dalam posisi duduk Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas kepala. 9 Tinggi mata dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian duduk luar sudut mata kanan. 10 Tinggi bahu dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian duduk atas bahu kanan 11 Tinggi siku dalam posisi Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian duduk bawah lengan bawah tangan kanan. 12 Tebal paha Jarak vertikal dari alas duduk ke bagian paling atas dari paha kanan. 13 Panjang lutut Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) kebagian depan lulut kaki kanan. 14 Panjang popliteal Jarak horizontal dari bagian belakang pantat (pinggul) kebagian belakang lutut kanan. 15 Tinggi lutut Jarak vertikal dari lantai ke tempurung lutut kanan. 16 Tinggi popliteal Jarak vertikal dari lantai ke sudut popliteal yang terletak di bawah paha, tepat di bagian belakang lutut kaki kanan. Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004) Tabel Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan) No Data yang Diukur Cara Pengukuran 17 Lebar sisi bahu Jarak horizontal antara sisi paling luar bahu kiri dan sisi paling luar bahu kanan. 18 Lebar bahu bagian atas Jarak horizontal antara bahu atas kanan dan bahu atas kiri. 19 Lebar pinggul Jarak horizontal antara sisi luar pinggul kiri dan sisi luar pinggul kanan. 20 Tebal dada Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian dada

18 21 Tebal perut Jarak horizontal dari bagian belakang tubuh ke bagian yang paling menonjol di bagian perut. 22 Panjang lengan atas Jarak vertikal dari bagian bawah lengan bawah kanan ke bagian atas bahu kanan. 23 Panjang lengan bawah Jarak horizontal dari lengan bawah diukur dari bagian belakang siku kanan ke bagian ujung dari jari tengah. 24 Panjang rentang tangan ke depan 25 Panjang bahu - genggaman tangan ke depan Jarak dari bagian atas bahu kanan (acromion) ke ujung jari tengah tangan kanan dengan siku pergelangan tangan kanan lurus. Jarak dari bagian atas bahu kanan (acromion) ke pusat batang silinder yang digenggam oleh tangan kanan, dengan siku dan pergelangan tangan lurus. 26 Panjang kepala Jarak horizontal dari bagian paling depan dahi (bagian tengah antara dua alis) ke bagian tengah kepala. 27 Lebar kepala Jarak horizontal dari sisi kepala bagian kiri ke sisi kepala bagian kanan, tepat di atas telinga. 28 Panjang tangan Jarak dari lipatan pergelangan tangan ke ujung jari tengah tangan kanan dengan posisi tangan dan seluruh jari lurus dan terbuka. 29 Lebar tangan Jarak antara kedua sisi luar empat buku jari tangan kanan yang diposisikan lurus dan rapat. 30 Panjang kaki Jarak horizontal dari bagian belakang kaki (tumit) ke bagian paling ujung dari jari kaki kanan. 31 Lebar kaki Jarak antara kedua sisi paling luar kaki. Sumber: Panduan Survei Data Antropometri (Hartono, 2004) Tabel Pengukuran Dimensi Tubuh (Lanjutan) No Data yang Diukur Cara Pengukuran 32 Panjang rentangan tangan ke samping Jarak maksimum ujung jari tengah tangan kanan ke ujung jari tengah tangan kiri. 33 Panjang rentangan siku Jarak yang diukur dari ujung siku tangan kanan ke ujung siku tangan kiri. 34 Tinggi genggaman tangan ke Jarak vertikal dari lantai ke pusat batang atas dalam posisi berdiri silinder (centre of acylindrical rod) digenggam oleh telapak tangan kanan

19 35 Tinggi genggaman ke atas dalam posisi duduk 36 Panjang genggaman tangan ke Depan Jarak vertikal dari alas duduk ke pusat batang silinder. Jarak yang diukur dari bagian belakang bahu kanan (tulang belikat) ke genggaman telapak tangan kanan.

20

21 3. Skala Pengukur (Kurva) Alat ini juga dirakit dengan meter pengukur tinggi. Untuk mengukur lebar tubuh dan bagian yang relatif pendek seperti leher, diameter kepala dan panjang kaki. 4. Martin goniometer Dua kurva yang disambung pada satu ujung yang dapat dibuka dan ditutup, dilengkapi dengan skala yang digunakan untuk mengukur dari 1 mm 450 mm. Alat ini digunakan untuk mengukur kepala, lipatan lemak atau bagian kecil tubuh. 5. Metal Penggaris Metal penggaris berukuran 150 mm dengan minimum skala 1 mm untuk mengukur bagian kecil secara linier. 6. Martin Caliper Untuk mengukur bagian kecil dari telinga, wajah, jari kaki atau sudutsudutnya. Skala samping adalah tetap pada satu sisi dengan ukuran 200 mm x 1 mm dan pada sisi lain skala dapat digeser. Caliper mempunyai skala 250 mm didepaknn dan dibelakang. Panjang sisi lengan adalah tetap pada sudut kanan ke titik nol dan panjangnya 120 mm. Satu ujung dari sisi lengan adalah tajam di sisi lain tumpul dan datar. Skala pada sisi juga sama seperti diatas, namun dapat digeser sepanjang caliper. Gabungkan kedua ujung lengan dan baca langsung skala. Ujung yang tajam biasanya digunakan untuk kerangka sedang yang tumpul dan datar untuk tubuh hidup.

22 7. Kantong Kapas Alkohol Letakkan kapas penyerap dan alkohol ke dalam kantong untuk mensterilkan ujung alat sebelum pengukuran dilakukan. 8. Pita Pengukur Alat ini digunakan untuk mengukur keliling dada atau kepala. Terbuat dari metal, pemutaran otomatis. Panjang adalah 2 meter dengan skala pertambahan 1 mm (Poerwanto, dkk. 2008) Aplikasi Distribusi Normal dalam Data Antropometri Pemakaian distribusi normal dalam penetapan data antropometri sangat umum diterapkan. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga ratarata (mean, X) dan simpangan standarnya (standard deviation, X) dari data yang ada. Dari nilai yang ada maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Sebagai contoh 95-th persentil akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan 5-th persentil akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu. Data antropometri ukuran 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang terbesar dan 5-th persentil sebaliknya akan menunjukkan ukuran terkecil. Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antopometri dapat dijelaskan dalam Gambar 3.4. dan Tabel 3 (Sritomo, 1995).

23 Persentil Perhitungan 1 - St Χ - 2,325 x 2,5 th Χ - 1,96 δ x 5 th Χ - 1,645 δ x 10 th Χ - 1,28 δ x 50 th Χ 90 th Χ + 1,28 δ x 95 th Χ + 1,645 δ x 97,5 th Χ + 1,96 δ x 99 - th Χ + 2,325 x

24 sering muncul diperoleh tanpa perhatian suatu langkah yang terlibat dalam suatu proses (Hyman, 1998). Teknik perancangan berkenaan antara apa yang diinginkan dengan bagaimana memperolehnya (Suh, 1990). Teknik perancangan adalah proses untuk mengenal suatu kebutuhan dan membuat sebuah sistem untuk mencapai kebutuhan tersebut (Hales, 1993). SEED (Sharing Experience in Engineering Design) mendefinisikan teknik perancangan adalah total aktivitas yang dibutuhkan untuk menetapkan dan menentukan solusi untuk suatu masalah yang belum diselesaikan sebelumnya, atau membuat solusi baru untuk suatu masalah yang sama yang mana telah diselesaikan sebelumnya dengan cara yang berbeda. Perancang menggunakan kemampuan intelektual dan kreatifitasnya untuk menggunakan pengetahuan umum dan memastikan spesifikasi produk dapat memenuhi kebutuhan pasar dan kepuasan pelanggan agar dapat dihasilkan dengan metode yang optimum. Suatu perancangan adalah suatu proses kreatifitas tetapi jika tidak diarahkan secara sistematis maka kemungkinan untuk mengeluarkan hasil rancangan melalui proses kreatifitas tersebut akan terbatas (Pahl and Beitz, 1996). Metode yang digunakan menggunakan pendekatan sistematis yang direkomendasikan untuk memperoleh proses perancangan dengan tahapantahapan aktivitas yang diperlukan pada setiap tingkatan perancangan (Nigel, 1994) Empat Tahapan Perancangan Model Pahl dan Beitz

25 Perancangan dengan pendekatan sistematis dapat dikelompokan menjadi dua yaitu perancangan deskriptif dan preskriptif. Model deskriptif sebagai penyelesaian masalah berdasarkan penekanan dalam menghasilkan solusi lebih awal dari proses (Nigel, 1994). Salah satu kelemahan yang ditemukan pada perancangan deskriptif, jika solusi yang diterapkan lebih awal tidak dapat diwujudkan secara fisik maka konsep rancangan yang baru akan dihasilkan untuk mengulang siklus rancangan. Proses ini biasanya disajikan dalam bentuk aliran diagram yang menunjukan proses secara berulang. Sebaliknya, model perancangan preskriptif mencoba untuk mendorong perancang untuk bekerja pada suatu metodologi perancangan yang lebih sistematis. Model ini lebih berfokus dalam menghasilkan kemampuan spesifikasi sehingga permasalahan rancangan dapat ditentukan tanpa adanya elemen-elemen lain yang perlu diabaikan. Pembangkitan beberapa konsep alternatif didorong dengan pilihan akhir yang dibuat dengan seleksi alternatif perancangan yang rasional. Salah satu sistem yang sangat direkomendasikan untuk model perancangan preskriptif adalah metode Pahl dan Beitz yang telah berhasil dan banyak digunakan para perancang dalam aspek rekayasa. Pahl dan Beitz (1996) mengusulkan cara merancang produk yang terdiri dari 4 kegiatan atau tahapan, masing-masing tahapan terdiri dari beberapa langkah. Keempat tahapan tersebut adalah : 1. Perencanaan dan penjelasan Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengumpulkan informasi dari kebutuhan perancangan yang harus dipenuhi oleh produk. Beragam teknik

26 digunakan untuk menentukan fungsi dari produk dan batasan sistem dari rancangan yang baru. Aktifitas ini mengacu kepada penyusunan daftar kebutuhan part dari produk rancangan dan spesifikasi rancangan produk (berdasarkan demand dan wish). 2. Rancangan Konseptual Produk Setelah spesifikasi rancangan telah dikembangkan, perancang dapat menuangkan ide-ide kreatifnya terhadap produk. Pemikiran konvergen (tradisional) yang mengedepankan keterampilan dari klarifikasi tugas berubah menjadi divergen (modern) yang mengedepankan analisis dan evaluasi melalui tahap konseptual, yang melibatkan perluasan lingkup untuk mengumpulkan ide sebanyak mungkin. Tahap rancangan konseptual terdiri atas dua komponen utama yakni sintesa terhadap solusi untuk menemukan kebutuhan (need) dan evaluasi solusi untuk menentukan salah satu yang paling layak untuk menyelesaikan masalah melalui spesifikasi rancangan. 3. Rancangan Fisik (Secara Visual) Perwujudan rancangan (rancangan fisik) dtentukan dan dirancang berdasarkan solusi utama yang dipilih pada tahap konseptual. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengembangkan kriteria fisik rancangan menjadi lebih detail dari pada konseptualnya dan untuk menyempurnakan bentuk secara geometris, dinamis dan dilakukan proses yang berulang-ulang secara alami sehingga analisis dan sintesis yang digunakan saling melengkapi selama langkah-langkah perbaikan banyak dilakukan. Tahap rancangan fisik diibaratkan sebagai jembatan antara tahap rancangan konseptual dengan tahap rancangan detail. Input dari tahapan ini

27 biasanya tidak lebih dari sebuah sketsa dan dokumen spesifikasi rancangan produk. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memperhalus informasi awal dan mengembangkannya kepada titik dimana rancangan detail dan perencanaan produksi dapat dimulai. Jadi tahap ini meliputi pemodelan secara defenitif yang diikuti dengan kalkulasi dimensi, batas toleransi, material yang diharapkan dan proses perakitannya. 4. Rancangan Detail Tahap akhir dari proses perancangan Pahl dan Beitz adalah rancangan detail, dimana keputusan yang paling penting telah ditentukan. Rancangan dari setiap kompoen harus diverifikasi dan informasi yang berhubungan dengan proses pembuatan harus diselesaikan. Rancangan detail secara umum berhubungan dengan rancangan dari subsistem dan komponen-komponen yang membuat rancangan akhir. Setiap tahapan proses perancangan berakhir pada hasil tahapan, seperti tahapan pertama menghasilkan daftar persyaratan dan spesifikasi perancangan. Hasil setiap tahapan tersebut kemudian menjadi masukan untuk tahapan berikutnya dan menjadi umpan balik untuk tahapan yang mendahului. Perlu dicatat pula bahwa hasil tahapan itu sendiri setiap saat dapat berubah oleh umpan balik yang diterima dari hasil tahapan-tahapan berikutnya seperti pada Gambar 3.5.

28 Tugas Penjelasan tugas Menentukan spesifikasi Spesifikasi Perencanaan dan penjelasan produk Informasi : Adaptasi dari spesifikasi Identifikasi masalah utama Mengembangkan struktur fungsi Mencari prinsip-prinsip solusi Evaluasi terhadap kriteria teknis dan ekonomis Konsep Mengembangkan layout awal dan bentuk desain Memilih layout terbaik Memperbaiki dan mengevaluasi kriteria teknis dan ekonomi Layout Awal Optimalisasi dan Melengkapi bentuk desain Cek kesalahan dan harga yang efektif Persiapkan komponen awal dan dokumen produksi Perancangan konsep produk Perancangan bentuk Penyempurnaan Layout dan Bentuk Penyempurnaan Prinsip Produk Layout Akhir Gambar detail Melengkapi gambar detail dan dokumen produksi Cek semua dokumen Perancangan detail Dokumentasi Solusi Sumber: Engineering Design, Systematic Approach (Gerhard, Pahl dkk, 1998) Gambar 3.5. Proses Perancangan Pahl dan Beitz

29 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di UKM Cahaya Bakery Jl. Pelita VI No. 44, Medan Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 sampai Juli Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek tertentu (Sukaria, 2011). Penelitian deskriptif ini berbentuk survey reasearch yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan fakta-fakta dari gejala yang ada secara langsung dari orang-orang tertentu yang dijadikan objek penelitian dan mencari suatu solusi yang akan diaplikasikan pada UKM Cahaya Bakery untuk dapat merancang fasilitas kerja pada stasiun pemanggangan guna menghindari resiko cedera kerja Objek Penelitian Objek yang diamati adalah operator yang bekerja pada bagian tungku pemanggangan di UKM Cahaya Bakery dimana proses pemanggangan yang

30 dilakukan operator masih secara manual, untuk itu perlu dirancang suatu fasilitas kerja yang baru Kerangka Berfikir Keluhan musculoskeletal operator stasiun pemanggangan di pengaruhi oleh postur kerja dan prosedur kerja pemanggangan. Keluhan musculoskeletal disebabkan oleh fasilitas kerja tidak ergonomis. Fasilitas kerja usulan dirancang untuk mendapatkan fasilitas kerja ergonomis untuk mengurangi resiko cidera saat bekerja. Kerangka berfikir dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1. Kerangka Berfikir Penelitian 4.5. Variabel Penelitian Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah: a. Keluhan musculoskeletal: Keluhan rasa nyeri pada bagian tubuh operator b. Deskripsi kerja : Tata urutan kerja pemanggangan c. Postur kerja : Sikap tubuh saat bekerja d. Dimensi antropometri : Ukuran bagian tubuh operator e. Dimensi fasilitas kerja : Area stasiun kerja dan ukuran peralatan kerja

31 f. Waktu siklus : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu-satuan produksi 4.6. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam pengumpulan data, seperti : 1. Standard Nordic Qustionare (SNQ) yang diberikan kepada operator pemanggangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas dengan tujuan untuk mengidentifikasi keluhan pada saaat bekerja. 2. ManTRA checklist merupakan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai nilai level faktor resiko postur kerja operator pemanggangan. 3. Human Body Martin Model YM-17 merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mendapatkan dimensi antropometri pada posisi berdiri. 4. Meteran merupakan instrumen untuk mengukur dimensi stasiun kerja aktual 5. Kamera atau vidio recorder merupakan instrumen untuk mengambil gambar dan merekam kegiatan operator pemanggangan. 6. Stopwatch merupakan instrumen pengukuran waktu yang digunakan untuk mendapatkan waktu total dan waktu siklus pemanggangan 4.7. Metode Pengumpulan Data Data penelitian ini diperoleh dengan cara : a. Data musculoskeletal : Menggunakan kuisioner SNQ sebelum dan sesudah bekerja.

32 b. Data mantra : Menggunakan kuisioner mantra checklist. c. Data antropometri: Pengukuran antropometri operator menggunakan alat human body martin. d. Dimensi fasilitas kerja : Pengukuran luas area kerja aktual dan peralatan kerja menggunakan meteran. e. Waktu siklus : Pengukuran waktu menggunakan stopwatch 4.8. Pengolahan Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah untuk mendapatkan suatu gambaran mengenai perancangan standar prosedur kerja dan fasilitas kerja berdasarkan permasalahan yang ada. Tahapan pengolahan data penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2. Penentuan Modus Keluhan Operator Berdasarkan SNQ Penilaian Postur Kerja dengan Mantra Checklist Penentuan Data Antropometri Operator Perancangan Fasilitas Kerja dengan Prinsip-Prinsip Pahl dan Beitz Gambar 4.2. Tahapan Pengolahan Data

33 Setiap tahapan-tahapan pengolahan data tersebut akan dikaji berdasarkan langkah-langkah pengolahan data. Adapun tahapan pengolahan data tersebut dapat dilihat pada blok diagram pengolahan data Tahapan Pengolahan Data ManTRA Tahapan pengolahan data mantra dapat dilihat pada Gambar 4.3. Penentuan Skor Resiko Berulang Penentuan Skor Resiko Pengerahan Tenaga Menghitung Skor Resiko Berulang Menghitung Skor Resiko Pengerahan Tenaga Menghitung Skor Resiko Kumulatif Gambar 4.3. Blok Diagram Pengolahan Data ManTRA Tahapan Pengolahan Data Antropometri Tahapan pegolahan data antropometri dapat dilihat pada Gambar 4.4 Penentuan Rata-Rata, Xmin dan Xmaks Uji Keseragaman Data Antropometri Uji Kecukupan Data Antropometri Uji Kenormalan Data Penentuan Persentil Gambar 4.4. Blok Diagram Pengolahan Data Antropometri

34 Tahapan Perancangan Pahl dan Beitz Tahapan perancangan pahl dan beitz dapat dilihat pada Gambar 4.5. Perencanaan dan Penjelasan Tugas Perancangan Konsep Produk Perancangan Bentuk Produk Perancangan Detail Gambar 4.5. Blok Diagram Pengolahan Data Pahl dan Beitz 4.9. Analisis dan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan melalui rancangan fasilitas kerja untuk meningkatkan kenyamanan operator di bagian pemanggangan roti di UKM Cahaya Bakery. Analisis akan dilakukan untuk melihat sejauh mana pemecahan masalah yang diusulkan dapat mengatasi permasalahan yang dikaji. Langkah-langkah proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.6.

35

36 Mulai Studi Pendahuluan Studi Literatur Identifikasi Masalah Awal Postur Kerja Operator dalam Proses Produksi yang tidak baik Pengumpulan Data 1. Data primer - Kuesioner SNQ - Data postur kerja operator menggunakan ManTRA checklist - Data dimensi tubuh dengan antropometri - Data dimensi stasiun kerja aktual - Data dimensi fasilitas kerja 2. Data sekunder - Gambaran umum perusahaan - Sejarah Usaha - Pengelolaan Usaha Pengolahan Data 1. Penentuan modus keluhan operator berdasarkan SNQ 2. Pengolahan data Mantra - Penentuan skor resiko berulang - Penentuan skor resiko pengerahan tenaga - Menghitung skor resiko berulang - Menghitung skor resiko pengerahan tenaga - Menghitung skor kumulatif 3. Pengolahan data Antropometri - Menenentukan rata-rata,standar deviasi, Xmin dan Xmak - Uji keseragaman data - Uji kecukupan data - Uji kenormalan data - Penentuan persentil 4. Perancangan fasilitas kerja dengan prinsip-prinsip Pahl dan Beitz - Perencanaan dan penjelasan tugas - Perancangan konsep produk - Perancangan bentuk produk - Perancangan detail Analisis Pemecahan Masalah Rancangan Fasilitas Kerja pada Stasiun Pemanggangan Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 4.6. Langkah-Langkah Proses Penelitian

37 BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1. Pengumpulann Data Deskripsi Kerja Operator Deskripsi kerja yang diakukan oleh operator stasiun pemanggangan ditunjukkan pada Tabel 5.1. No. 1 Tabel 5.1. Elemen Kegiatan Operator Uraian Deskripsi Kerja Operator mengambil loyang dengan tangan kanan dengan sikap tubuh membungkuk ke kanan lalu meletakkannya ke dalam pallet besi yang berputar didalam tungku satupersatu untuk dipanggang kemudian tungku ditutup. Kapasitas 1 loyang berisi 12 roti. Kapasitas tungku 10 loyang. Proses pemanggangan berlangsung selama ±10 menit. Gambar

38 2 Operator mengambil koran dengan sikap tubuh membungkuk, membawanya dan kemudian meletakkan koran didalam loyang yang lebih besar sebagai alas roti yang telah jadi dengan sikap tubuh kembali membungkuk No 3 Tabel 5.1. Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan) Uraian Deskripsi Kerja Gambar Operator mengisi loyang lebih besar dengan roti yang telah matang dengan sikap tubuh berjongkok dan menjangkau loyangloyang disekitar loyang yang lebih besar. Kapasitas 1 loyang besar berisi 70 roti. 4 Operator memindahkan loyang besar berisi 70 roti dengan kedua tangan ke tempat penumpukan dengan sikap tubuh membungkuk. Berat

39 loyang mencapai 35 kg. 5 Operator memindahkan loyang-loyang yang telah kosong yang berjumlah 10 loyang dengan sikap tubuh membungkuk ke stasiun pemotongan. Berat loyang mencapai 11 kg untuk 7 loyang. No Tabel 5.1. Elemen Kegiatan Operator (Lanjutan) Uraian Deskripsi Kerja Gambar

40 6 Setelah roti matang, operatormembuka tungku lalu mengeluarkan loyang dengan tangan kanan lalu meletakkan loyang dengan sikap tubuh membungkuk. Sumber : Hasil Pengamatan Fasilitas Kerja Stasiun Pemanggangan Fasilitas kerja stasiun pemanggangan menggunakan 2 jenis loyang sebagai tempat adonan yang akan dipanggang dan tempat roti, yang masing-masing memiliki dimensi yang berbeda. Loyang yang kecil (tempat adonan) berukuran 86 x 36 x 6 cm, sedangkan loyang besar berukuran 62 x 51 x 18 cm. Ilustrasi masingmasing loyang dapat dilihat seperti pada Gambar 5.1. Sumber: Hasil Pengamatan

41 Sketsa Stasiun Pemanggangan Gambar 5.1. Loyang Roti Sketsa stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Gambar 5.2 Sumber: Hasil Pengamatan Gambar 5.2. Sketsa Stasiun Pemanggangan Data Standard Nordic Questionnaire (SNQ) Standard Nordic Questionnaire (SNQ) dibuat untuk mengetahui keluhan yang dialami oleh operator selama melaksanakan proses pemanggangan roti. Kuesioner diberikan sebelum dan sesudah bekerja untuk melihat pengaruh aktifitas pemanggangan terhadap keluhan operator. Kuesioner SNQ operator stasiun pemanggangan dapat dilihat dalam Lampiran 1. Hasil rekapituasi data SNQ dapat dilihat dalam Tabel 5.2. dan Tabel 5.3. No. Dimensi Tabel 5.2. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan (Sebelum) Tingkat Keluhan No. Tingkat Keluhan Operator Operator Dimensi Operator Operator

42 Sumber : Kuesioner SNQ Tabel 5.3. Rekapitulasi Data SNQ Operator Stasiun Pemanggangan (Sesudah) Tingkat Keluhan No. Tingkat Keluhan Operator Operator Operator Dimensi Sumber : Kuesioner SNQ No. Dimensi Tingkat keluhan 0, 1, 2, 3 menunjukkan kondisi tidak sakit, agak sakit, sakit dan sangat sakit. Operator Data Postur Kerja ManTRA Checklist

43 Postur kerja dalam hal ini adalah sikap tubuh operator ketika melakukan aktifitas pemanggangan. Kuisioner mantra checklist dapat dilihat dalam Lampiran 2. Prosedur kerja yang dinilai menggunakan mantra checklist dibagi menjadi 3 elemen kerja yaitu: 1. Elemen kerja mengambil dan meletakkan loyang 2. Elemen kerja mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar 3. Memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong Deskripsi kerja masing-masing adalah sebagai berikut: a. Pekerjaan yang dilakukan operator adalah pekerjaan repetitif (berulang) dan berlangsung mulai jam WIB atau ±7jam. Waktu pengambilan dan peletakan loyang untuk 10 loyang adalah 2,15 menit. Durasi mengambil dan meletakkan 1 loyang 7 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Pada elemen kerja ini operator membungkuk saat mengambil loyang, dengan berat loyang 4-4,5 kg lalu membawa loyang untuk di letakkan ke dalam tungku dengan jarak ±2-5 meter (semua loyang tidak tersusun dengan rapi). Sikap tubuh yang membungkuk dan posisi tangan saat menjangkau yang disebabkkan kegiatan secara manual dan tidak menggunakan alat yang mendukung menyebabkan penyimpangan postur tubuh melebihi jarak normal. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang. b. Waktu mengambil dan mengisi 70 roti ke loyang adalah ±45 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Durasi mengambil dan mengisi 1 roti

44 dalam loyang besar ±2 detik untuk semua bagian tubuh yang dinilai. Pada elemen kerja ini operator membungkuk selama proses kegiatan, tungkai bawah menahan seluruh berat badan, dan lengan beberapa kali berusaha menjangkau loyang-loyang yang berada diluar jangkauan operator. Bagian leher/bahu berada posisi statis sedangkan tangan mengisi roti dengan sangat cepat. Penyimpangan postur tubuh bagian tungkai bawah dan punggung melebihi jarak normal, sikap menjangkau menyebabkan salah tungkai bawah mendapat beban maksimal dari berat tubuh, sedangkan pada bahu dan tangan mendapat penyimpangan kecil namun lebih dari satu arah karena letak loyang-loyang tidak tepat. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang. c. Waktu memindahkan loyang besar berisi 70 roti ±5 detik dan memindahkan loyang kosong adalah ±30 detik ke stasiun pemotongan, sehingga durasi pemindahkan loyang ±35 detik. Pada elemen kerja ini operator membungkuk 40 untuk mengangkat loyang seberat 35 kg dengan jarak 4-3 meter, tungkai bawah menahan tubuh agar stabil, punggung menahan beban dan selama proses berada dalam sikap membungkuk, bahu/leher menahan berat kepala, sedangkan tangan menahan berat beban. Kegiatan pemindahan dilakukan dengan cepat namun bahu/leher berada pada sikap statis. Sikap tubuh tungkai bawah dan punggung selama proses melebihi jarak sikap normal ke satu arah sedangkan leher/bahu dan tangan penyimpangan dikategorikan kecil karena bahu statis dan letak

45 penumpukan loyang berada dalam jangkauan tangan. Tidak ada getaran yang disebabkan oleh mesin maupun peralatan saat mengambil dan meletakkan loyang Data Antropometri Operator Data antropometri operator yang diukur dalam penelitian ini berupa tinggi mata tegak (TMT), jangkauan tangan (JT), tinggi siku berdiri (TSB), dan diameter genggam (DG). Data antropometri operator dapat dilihat dalam Tabel 5.4. Tabel 5.4. Dimensi Tubuh Operator No Nama Dimensi Tubuh TMT JT TSB DG 1 Sutrisno Arianto Rahmat Daeli Rizki Sumber: Pengukuran Antropometri Tubuh Dengan Human Body Martin 17 Data dimensi tubuh operator pada UKM Cahaya Bakery tidak cukup untuk digunakan sebagai acuan dalam perancangan fasilitas kerja, sehingga dilakukan penambahan data dimensi tubuh dari laboratorium E dan APK untuk praktikan laki-laki dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Data Dimensi Tubuh No Dimensi Tubuh TMT JT TSB DG

46 Sumber: Laboratorium E & APK dan Pengukuran Antropometri 5.2. Pengolahan Data Pengolahan Data Hasil Checklist Standard Nordic Questionnaire Data hasil standard nordic questionnaire ditunjukkan dalam Tabel 5.6. Adapun histogram dan grafik batang standard nordic questionnaire dapat dilihat pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4. Tabel 5.6. Pengolahan Data Standard Nordic Questionnaire Nomor Keluhan

47 Nomor Keluhan Operator 1 Operator Tidak sakit Agak sakit Sakit Sangat sakit

48 leher leher Data Musculoskeletal Operator 1 bahu bahu lenga pungg lenga pingg bokong pantat siku kiri siku lenga lenga pergel pergel tanga tanga paha paha lutut kiri lutut betis betis pergel pergel kaki kiri kaki Sumber: Pengolahan Dataa Wa ktu Tot al (Ja m/ hari Karakteristik Pekerjaan >8 Gambar 5.4. Histogram Keluhan Musculoskeletal Operator Pengolahann Mantra Checklist Data penilaian postur mengunakan Mantra checklist ditunjukkan pada masing-masing elemen kerja dalam bentuk tabel dengan resiko penilaian masing- masing bagian tubuh dapat dilihat dalam Tabel 5.7. Tabel 5.7. Mantra Checklist Bagian Tubuh T u n g k a i B a w a h Pu ng gu ng L e h e r / B a h u Lengan /Pergelangan Tangan/Tang an

49 ) Wa ktu Sik lus >5 mn t 1-5 mn t 0,5-1 mn t sec <1 0 sec Dur asi <1 0 mn t 10-3 mn t 0,5-1 ja m 1-2 ja m >2 ja m Ga ya Mi ni ma l Se da ng Ma ksi

50 Ke cep ata n ma l La mb at Se da ng Sta tis Ce pat Sa ng at Ce pat Amou nt of Awkw ardne ss Karakteristik Pekerjaan Tabel 5.7. Mantra Checklist (Lanjutan) Bagian Tubuh T L u e n h g Pu e k ng r ai gu / B ng B a a w h a u h All pos tur e clo se to ne Lengan /Pergela ngan Tangan/ Tangan

51 utr al Mo der ate dev iati ons fro m ne utr al in on e dir ect ion onl y Mo der ate dev iati ons in mo re tha n on e dir ect ion Ne ar en d ran ge of mo tio

52 Getar an n pos tur e in on e dir ect ion Ne ar en d ran ge of mo tio n in tha n on e dir ect ion Tid ak ada Ke cil Se da ng Be sar Sa ng at bes ar Sumber: Jurnal Manual Tasks Risk Assessment tool (ManTRA) V 2.0 (Burgess, 2000)

53 Hasil Rekapitulasi mantra checklist dapat dilihat pada Tabel 5.8, Tabel 5.9 dan Tabel Karak teristik Pekerj aan Tabel 5.8. Mengambil dan Meletakkan Loyang Skor Bagian Tubuh Tu ng Pun kai Leher ggu Ba /Bahu ng wa h Lengan/Per gelangan Tangan/Ta ngan Waktu Total Waktu Siklus Durasi Gaya Kecep atan Kekak uan Getara n Tabel 5.9. Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar Skor Bagian Tubuh Tu Karak ng Lengan/Per teristik Pun kai Leher gelangan Pekerj ggu Ba /Bahu Tangan/Ta aan ng wa ngan h Waktu Total Waktu Siklus Durasi Gaya Kecep atan

54 Kekak uan Getara n Tabel Memindahkan Loyang Besar dan Memindahkan Loyang Kosong Skor Bagian Tubuh Tu Karak ng Lengan/Per teristik Pun kai Leher gelangan Pekerj ggu Ba /Bahu Tangan/Ta aan ng wa ngan h Waktu Total Waktu Siklus Durasi Gaya Kecep atan Kekak uan Getara n Sumber : Kuisioner Mantra Checklist Penentuan Skor Resiko Berulang (Repetitif Task) Pengulangan dalam hal ini dinilai dengan mengevaluasi skor waktu siklus dan durasi waktu yang diperoleh melalui mantra checklist pada suatu tugas yang dikerjakan lebih dari satu kali tanpa adanya ganguan. Di bawah ini merupakan Tabel skor penilaian resiko berulang pada stasiun kerja pemanggangan pada elemen kegiatan mengambil dan meletakkan loyang ditunjukkan pada Tabel 5.11,

55 mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar tertera pada Tabel 5.12, memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong ditunjukkan pada Tabel Tabel Skor Resiko Berulang Mengambil dan Meletakkan Loyang Skor Waktu Siklus 1 2 Tungkai Bawah Pun Tabel Skor Berulang Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar Skor Waktu Siklus 1 2 Tungkai Bawah Pun Tabel Skor Berulang Memindahkan Loyang Besar dan Memindahan Loyang Kosong Skor Waktu Siklus 1 2 Tungkai Bawah Sumber: Pengolahan Data Pun Penentuan Skor Resiko Pengerahan Tenaga (Extertion Risk)

56 Resiko pengerahan tenaga dapat dinilai dengan mengevaluasi gaya dan kecepatan untuk setiap bagian tubuh. Pengerahan tenaga ditentukan dari skor gaya dan kecepatan. Penentuan resiko pengerahan tenaga pada stasiun kerja pemanggangan pada elemen kegiatan mengambil dan meletakkan loyang ditunjukkan pada Tabel 5.14, mengambil dan mengisi roti ke loyang yang lebih besar tertera pada Tabel 5.15, memindahkan loyang besar dan memindahkan loyang kosong ditunjukkan pada Tabel Tabel Skor Resiko Pengerahan Tenaga Mengambil dan Meletakkan Loyang Skor Tungkai Bawah Pung Gaya Tabel Skor Pengerahan Tenaga Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar Skor Tungkai Bawah Pung Gaya Tabel Skor Pengerahan Tenaga Memindahkan Loyang Besar dan Memindahan Loyang Kosong Skor

57 Gaya Tungkai Bawah Pung Sumber: Pengolahan Data Penentuan Skor Resiko Kerja Total (Kumulatif) Skor total didapatkan dari penjumlahan seluruh faktor resiko kerja di antaranya, waktu total, resiko kerja berulang, resiko pengerahan tenaga, kekakuan postur tubuh dan getaran. Tabel 5.17, Tabel 5.18 dan Tabel 5.19 menunjukkan skor resiko total dari elemen pekerjaan ini. Tabel Skor Resiko Total Mengambil dan Meletakkan Loyang Karakt eristik Penilai an Pung gung Skor Bagian Tubuh Leher/ Bahu Tu ngk ai Ba wa h Lengan/Perg elangan Tangan/Tan gan Waktu Total Resiko Berula ng Penger ahan Tenaga Resiko

58 Kekak uan Getara n Total Tabel Skor Resiko Total Mengambil dan Mengisi Roti ke Loyang yang Lebih Besar Karakt eristik Penilai an Pung gung Skor Bagian Tubuh Leher/ Bahu Tu ngk ai Ba wa h Lengan/Perg elangan Tangan/Tan gan Waktu Total Resiko Berula ng Penger ahan Tenaga Resiko Kekak uan Getara n Total Tabel Skor Resiko Total Memindahkan Loyang Besar dan Memindahan Loyang Kosong Karakteristik Skor Bagian Tubuh Penilaian Tungkai Bawah Punggung Leher/Bahu Lengan/Per Tangan/T Waktu Total Resiko Berulang Pengerahan Tenaga Resiko Kekakuan Getaran Total Sumber: Pengolahan Data

59 Jumlah dari skor total untuk setiap bagian tubuh di sebut resiko kumulatif, dan memiliki rentang antara 5-25 tindakan lebih lanjut perlu dilakukan bila salah satu bagian tubuh memiliki : 1. Nilai faktor resiko untuk pengerahan tenaga sebesar Jumlah dari nilai pengerahan tenaga dan kekakuan/postur tubuh sebesar 8 atau lebih. 3. Nilai kumulatif resiko dari keseluruhan tubuh sebesar 15 atau lebih Antropometri Tubuh Setelah dilakukan perhitungan data antropometri tubuh, selanjutnya akan ditentukan nilai persentil. Nilai persentil yang dicari adalah nilai persentil 5 th, 50 th, 95 th. Pengolahan data antropometri Operator dapat dilihat dalam Lampiran 3. Hasil perhitungan nilai persentil antropoometri tubuh dapat dilihat dalam Tabel Tabel 5.20 Perhitungan Persentil 5, 50 dan 95 untuk Seluruh Dimensi Antropometri No Dimensi Antropometri P5 (cm) P50 (cm) P95 (cm) 1 Tinggi Mata Tegak (TMT) `143, ,03 2 Jangkauan Tangan (JT) 64,66 72,96 81,26 3 Tinggi Siku Berdiri (TSB) 97,42 104,01 110,61 4 Diameter Genggam (DG) 3,54 4,12 4,71 Sumber: Pengolahan Data Data dimensi antopometri diatas digunakan sebagai dasar perancangan disesuaikan dengan nilai persentil yang akan digunakan.

60 Perancangan Rak Ergonomis Cara merancang menurut Pahl dan Beitz terdiri dari 4 kegiatan atau fase, yang masing-masing terdiri dari beberapa langkah. Keempat fase tersebut adalah: 1. Perencanaan dan penjelasan Fase ini adalah tahap untuk menentukan spesifikasi produk yang mempunyai fungsi khusus dan karakteristik tertentu yang memenuhi kebutuhan. Pada fase ini dikumpulkan semua informasi tentang semua persyaratan atau requirement yang harus dipenuhi oleh produk dan kendala-kendala yang merupakan batasan untuk produk. Hasil fase ini adalah spesifikasi produk yang dimuat dalam suatu daftar persyaratan teknis. Perancang melakukan klarifikasi tugas dan dihadapkan kepada beberapa pertanyaan kritis yang mendasar sehingga apa yang dirancang menjadi jelas. Selanjutnya dikumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang kebutuhan (demand) yang harus dipenuhi oleh produk dan keinginan (wishes) dari pengguna. Informasi tersebut disusun dalam bentuk daftar spesifikasi produk. Pertanyaan mendasar berkenaan dengan fungsi umum dan tujuan umum perancangan. Produk rancangan yang akan dihasilkan adalah rak ergonomis yang berfungsi sebagai tempat loyang dan meja kerja. Fungsi umum dan tujuan umum dari perancangan tersebut lalu dikembangkan menjadi daftar persyaratan teknis berupa spesifikasi untuk merancang rak ergonomis yang meliputi panjang rak, lebar rak, tinggi rak, jarak antar rak, lebar sisi penyangga loyang, panjang meja, lebar meja, tinggi meja.

61 Spesifikasi dan karakteristik produk yang dirancang harus sesuai dengan antropometri tubuh operator. Atribut-atribut teknis atau komponen yang diperlukan dalam merancang rakergonomis disusun secara sistematis meliputi fungsi, keamanan, estetika, ergonomi dan material. Setiap spesifikasi dikelompokkan sesuai dengan kebutuhannya yang meliputi kelompok demand (D) yaitu persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk dan kelompok wishes (W) yaitu persyaratan tambahan berupa keinginan dari perancang ataupun pengguna. Persyaratan ini diurut menurut derajat prioritas dan sedapat mungkin disajikan secara kuantitatif. Dengan demikian ada kejelasan tentang spesifikasi produk yang akan dibuat. Spesifikasi lengkap produk yang dirancang ditunjukkan pada Tabel 5.21 Tabel Spesifikasi Rak Ergonomis No Persyaratan Daftar D/W 1 Fungsi Tempat peletakan loyang D Meja kerja D Menahan berat beban loyang besar yang berisi roti D 2 Ergonomi Memberikan kenyamanan pada saat mengisi roti D Memberikan kenyamanan pada saat meletakkan loyang D Memberikan kenyamanan pada saat mengambil loyang D Dimensi panjang rak loyang kecil D Dimensi lebar rak loyang kecil D Dimensi tinggi rak loyang kecil D Dimensi jarak antar rak loyang D Dimensi panjang rak loyang besar D Dimensi lebar rak loyang besar D Dimensi tinggi rak loyang besar D Dimensi panjang meja kerja D Dimensi lebar meja kerja D Dimensi tinggi meja kerja D Bentuk rak W Bentuk meja kerja W Memakai pengunci untuk meja kerja W Memiliki tempat untuk peletakan bahan pendukung W Rak memakai roda D

62 Tabel Spesifikasi Rak Ergonomis (Lanjutan) No Persyaratan Daftar D/W Rak memakai pengunci roda W 3 Keamanan Tidak ada sisi yang tajam W Tidak ada sudut pada produk W Pengoperasiannya tidak rumit D Mudah dalam hal penyimpanan W 4 Estetika Variasi warna W Desain produk menarik W 5 Material Rangka rak terbuat dari stainless stell W Meja kerja terbuat dari kayu W Umur pakai panjang W Mudah diperoleh W Sesuai dengan standar umum W Sumber: Pengolahan Data Ket : D = Demands W = Wishes Dari Tabel dapat diketahui bahwa keharusan (demands) disingkat D, yaitu syarat mutlak yang harus dimiliki produk, jika tidak terpenuhi maka produk tidak diterima. Sedangkan keinginan (wishes) disingkat W, yaitu syarat yang masih dapat dipertimbangkan keberadaannya, dan jika memungkinkan dapat dimiliki oleh produk yang dibuat. Berdasarkan spesifikasi rak ergonomis, dilakukan analisa untuk memperoleh gambaran umum dari spesifikasi yang diberikan maka daftar spesifikasi rak ergnomis yaitu: a. Berfungsi tempat peletakan loyang b. Berfungsi tempat meja kerja c. Menahan berat beban loyang besar yang berisi roti d. Dimensi panjang rak loyang kecil e. Dimensi lebar rak loyang kecil

63 f. Dimensi tinggi rak loyang kecil g. Dimensi jarak antar rak loyang h. Dimensi panjang rak loyang besar i. Dimensi lebar rak loyang besar j. Dimensi tinggi rak loyang besar k. Dimensi panjang meja kerja l. Dimensi tinggi meja kerja m. Rak memakai roda 2. Perancangan Konsep Produk Berdasarkan spesifikasi produk hasil fase pertama, dicarilah beberapa konsep produk yang dapat memenuhi persyaratan-persyaratan dalam spesifikasi tersebut. Konsep produk tersebut merupakan solusi dari masalah perancangan yang harus dipecahkan. Beberapa alternatif konsep produk kemudian dikembangkan lebih lanjut dan setelah itu dievaluasi. Evaluasi tersebut haruslah dilakukan berdasarkan kriteria khusus seperti kriteria teknis, kriteria ekonomis dan lain-lain. Konsep produk yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan dalam spesifikasi produk, tidak diproses lagi dalam fase-fase berikutnya, sedangkan dari beberapa konsep produk yang memenuhi kriteria dapat dipilih solusi yang terbaik. Dari struktur fungsi rak ergonomis, maka dapat dibuat prinsip pemecahan masalah dengan menggunakan konsep perancangan yang memungkinkan seperti pada Tabel 5.22.

64 N o Tabel Prinsip Pemecahan Masalah Konsep Konsep Solusi Keteranga n Sumber: Pengolahan Data 1 Portable Varian 1 Rak 2 Two Peace Varian 2 Ergonomi Combinatio 3 s Varian 3 n Adapun pengembangan dari masing-masing objek dapat dilihat pada Tabel

65 Alt er nat if Ko nse p Tabel Tahap Pengembangan Konsep Gambar Rak Ergonomis Keterangan Gambar Desain Kerja Konsep Kerja V-99

66 1 Por tabl e a. Rak loyang adonan b. Rak loyang besar c. Meja kerja d. Laci kertas roti e. Handle f. Roda. 1. Operator menggese r rak lalu meletakk an loyang adonan ke tungku. 2. Operator menggese r rak lalu meletakk an kertas roti di dalam loyang besar. 3. Operator meminda hkan roti ke loyang besar dan menyusu n loyang kosong. 4.

67 Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan Sumber: Pengolahan Data Tabel Tahap Pengembangan Konsep (Lanjutan) Alt Ko Gambar Rak Ergonomis Keterangan Desain Konsep

68 er nat if 2 nse p Tw o Pea ce Gambar Kerja Kerja a. Rak loyang adonan b. Rak loyang roti c. Rak loyang besar d. Meja kerja e. Laci kertas roti f. Handle g. Roda Operator menggese r rak lalu meletakk an loyang adonan ke tungku. 2. Operator menggese r rak lalu meletakk an kertas roti di dalam loyang besar. 3. Operator meminda hkan roti ke loyang besar dan menyusu

69 n loyang kosong. 4. Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan Sumber: Pengolahan Data Alt ern Konse p Tabel Tahap Pengembangan Konsep (Lanjutan) Gambar Rak Ergonomis Keterangan Gambar Desain Kerja Konsep Kerja

70 atif 3 Combi nation a. Rak loyang adonan b. Rak loyang roti c. Rak loyang besar d. Meja kerja e. Laci kertas roti f. Handle g. Roda 1. Operator menggese r rak lalu meletakk an loyang adonan ke tungku. 2. Operator menggese r rak lalu meletakk an kertas roti di dalam loyang besar. 3. Operator meminda hkan roti ke loyang besar dan menyusu n loyang

71 kosong. 4. Operator meminda hkan loyang kosong ke stasiun pemoton gan Sumber: Pengolahan Data

72 Langkah selanjutnya adalah menyeleksi penggabungan kombinasi prinsip solusi yang dilihat berdasarkan kriteria : 1. Memenuhi fungsi secara keseluruhan 2. Dapat memenuhi yang disyaratkan 3. Mudah dibuat 4. Keamanan terjamin 5. Informasi memadai 6. Stabilitas produk 7. Fleksibelitas produk. Selanjutnya diisi dengan menggunakan formulir pengisian dengan memberikan bobot nilai 1 jika varian yang tersedia sesuai dengan kriteria perancangan dan bobot nilai 0 jika varian yang tersedia tidak sesuai dengan kriteria perancangan. Formuir pengisian kritera dapat dilihat pada Tabel Sumber: Pengolahan Data Tabel Formulir Pengisian Kriteria 1 Altern atif 2 3 Memenuhi fungsi secara keseluruhan Dapat memenuhi yang disyaratkan Mudah dibuat Keamanan terjamin Informasi memadai Stabilitas produk Fleksibelitas produk Total 7 5 5

73

74 4. Perancangan Detail Pada fase perancangan detail, maka susunan komponen produk, bentuk dan dimensi dari setiap komponen produk ditetapkan. Hasil akhir fase ini adalah gambar rancangan lengkap dan spesifikasi produk untuk pembuatan. Adapun variabel desain rak secara ergonomis berdasarkan dimensi antropometri yang digunakan perancang adalah sebagai berikut: a. Tinggi Rak Tinggi rak ditentukan oleh tinggi badan tegak. Pemilihan dimensi antropometri yang akan dirancang menggunakan nilai persentil 50 th. Tujuan pemilihan dimensi dengan persentil 50 th adalah agar semua operator dapat menjangkau rak: Dimensi Tinggi maksimum Rak (50th) = Tinggi Mata Tegak (TMT) = 154 cm. b. Tinggi Meja Kerja Tinggi meja kerja disesuaikan dengan tinggi siku berdiri. Dalam hal ini tinggi meja kerja ditentukan dengan data antropometri operator yang menengah yaitu operator dengan persentil 50 th Dimensi Tinggi maksimum meja kerja (50th) = Tinggi Siku Berdiri (TSB) = 104,01 cm c. Lebar Meja Kerja Lebar meja kerja disesuaikan dengan jangkauan tangan. Dalam hal ini Lebar meja kerja ditentukan dengan data antropometri operator yang terbesar yaitu operator dengan persentil 95 th

75 Dimensi Lebar maksimum meja kerja (95th) = Jangkauan Tangan (JT) = 81,26 cm d. Diameter Handle Diameter handle disesuaikan dengan diameter genggam. Dalam hal ini diameter handle ditentukan dengan data antropometri operator menengah yaitu operator dengan persentil 50 th Dimensi = Diameter Genggem (DG) Diameter handle maksimum rak (50th) = 4,12cm e. Lebar Rak Lebar rak disesuaikan dengan lebar loyang. Dalam hal ini Lebar rak ditentukan dengan data fasilitas kerja. Alllowance pada lebar rak ergonomis yaitu 1 cm. Dimensi Lebar rak = Lebar Loyang = 36 cm dan 51 cm f. Panjang Rak Panjang rak disesuaikan dengan panjang loyang. Dalam hal ini Panjang rak ditentukan dengan data fasilitas kerja. Alllowance pada panjang rak ergonomis yaitu 2 cm. Dimensi Panjang rak = Panjang Loyang = 86 cm dan 64 cm

76

77

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluhan Muskuloskeletal Menurut Tarwaka (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari keluhan sangat ringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I-20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi dan Produktivitas 2.1.1 Ergonomi Ergonomi atau ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak

BAB I PENDAHULUAN. jasa produksi (Eko Nurmianto, 2008). Fasilitas kerja yang dirancang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan jasa produksi (Eko

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan, keterbatasan, dan karakteristik manusia untuk perancangan mesin, peralatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang merupakan hasil budi daya manusia (made-man). Hal ini. menaklukkan alam lingkungannya. Tujuan pokok manusia

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang merupakan hasil budi daya manusia (made-man). Hal ini. menaklukkan alam lingkungannya. Tujuan pokok manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang penting yang menunjukkan karakteristik masyarakat industri yang hidup di negara maju ialah banyaknya orang yang hidup dalam lingkungan fisik

Lebih terperinci

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR

ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR ERGONOMI DESAIN MEJA DAN KURSI SISWA SEKOLAH DASAR Abstrak. Meja dan kursi adalah fasilitas sekolah yang berpengaruh terhadap postur tubuh siswa. Postur tubuh akan bekerja secara alami jika menggunakan

Lebih terperinci

RANCANGAN FASILITAS KERJA ERGONOMIS PADA STASIUN PENCETAKAN DENGAN METODE PAHL DAN BEITZ BERDASARKAN ANALISA POSTUR KERJA METODE MANTRA

RANCANGAN FASILITAS KERJA ERGONOMIS PADA STASIUN PENCETAKAN DENGAN METODE PAHL DAN BEITZ BERDASARKAN ANALISA POSTUR KERJA METODE MANTRA RANCANGAN FASILITAS KERJA ERGONOMIS PADA STASIUN PENCETAKAN DENGAN METODE PAHL DAN BEITZ BERDASARKAN ANALISA POSTUR KERJA METODE MANTRA TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN IMPLEMENTASI KONSEP ERGONOMI PADA PEMBUATAN ALAT TENUN TRADISIONAL MENGGUNAKAN PRINSIP PERANCANGAN YANG DAPAT DISESUAIKAN (Studi Kasus Industri Tenun Pandai Sikek Sumatera Barat) Nilda Tri Putri, Ichwan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Ergonomi Kata Ergonomi berasal dari dua kata Latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ergonomi Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Ergonomi adalah penerapan ilmu ilmu biologis tentang manusia bersama

Lebih terperinci

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc

MUSCULOSKELETAL DISORDERS. dr.fauziah Elytha,MSc MUSCULOSKELETAL DISORDERS dr.fauziah Elytha,MSc Muskuloskeletal disorder gangguan pada bagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ

USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN UNTUK MENGURANGI KELUHAN MUSCULOSKELETAL DI CV. XYZ Tengku Fuad Maulana 1, Sugiharto 2, Anizar 2 Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.

BAB 2 LANDASAN TEORI. tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah. BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut

Lebih terperinci

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA

METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT TAUFIQUR RACHMAN ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA METHOD ENGINEERING & ANTROPOMETRI PERTEMUAN #10 TKT207 ERGONOMI DAN PERANCANGAN SISTEM KERJA 6623 TAUFIQUR RACHMAN PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL KEMAMPUAN AKHIR YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini terfokus pada lingkungan kerja saat ini dan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH 2.1 Sejarah Sekolah Sekolah Dasar Negeri (SDN) 060798 merupakan salah satu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah. SDN 060798 beralamat di Jalan Medan Area Selatan. Kel.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Ergonomi 2.1.1 Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah suatu ilmu yang dapat digunakan untuk menggunakan informasi/data sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan untuk menjelaskan hasil dari

Lebih terperinci

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA

ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA ANTROPOMETRI TEKNIK TATA CARA KERJA PROGRAM KEAHLIAN PERENCANAAN PRODUKSI MANUFAKTUR DAN JASA Definisi Antropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia Antropometri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Review PT. Union Jaya Pratama PT Union Jaya Pratama merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan kasur busa. Hasil produksi dikelompokkan menjadi 3 jenis berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan stress pada bagian tubuh tertentu, yang biasa disebut dengan postural

Lebih terperinci

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS

ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS ANALISA POSTUR KERJA TERHADAP AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING MENGGUNAKAN METODE OWAS Dian Palupi Restuputri *1, Erry Septya Primadi 2, M. Lukman 3 1,2,3 Universitas Muhammadiyah Malang Kontak person:

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC

BAB V ANALISA HASIL. 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, REBA, OWAS & QEC BAB V ANALISA HASIL 5.1 Hasil Perhitungan Seluruh Tahapan Menggunakan Metode REBA, OWAS & QEC Berdasarkan bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dilakukan analisis hasil pengolahan data terhadap pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia industri saat ini sangat berkembang pesat di Indonesia. Akan tetapi kepedulian para pengusaha baik perusahaan besar maupun kecil terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pentingnya Konsep Ergonomi untuk Kenyamanan Kerja Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan antara alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini akan dibahas analisis dan interpretasi hasil yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan pengolahan data. Analisis dan interpretasi hasil bertujuan

Lebih terperinci

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe

Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Analisis Postur Kerja dengan Rapid Entire Body Assesment (REBA) di Industri Pengolahan Tempe Farida Ariani 1), Ikhsan Siregar 2), Indah Rizkya Tarigan 3), dan Anizar 4) 1) Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI

METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI METODE PENGUKURAN DATA ANTROPOMETRI Jenis Data 1. Dimensi Linier (jarak) Jarak antara dua titik pada tubuh manusia yang mencakup: panjang, tinggi, dan lebar segmen tubuh, seperti panjang jari, tinggi lutut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri yang semakin pesat saat ini memunculkan berbagai jenis usaha. Semua kegiatan perindustrian tersebut tidak terlepas dari peran manusia, mesin dan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 1 2017 ISSN 1412-7350 PERANCANGAN ALAT ANGKUT TABUNG LPG 3 KG YANG ERGONOMIS (STUDI KASUS DI UD. X) Ronal Natalianto Purnomo, Julius Mulyono *, Hadi Santosa Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam beraktifitas membutuhkan suatu alat yang dirancang atau didesain khusus untuk membantu pekerjaan manusia agar menjadi lebih mudah. Desain yang tepat

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA 4.1 Analisis Postur Tubuh Dan Pengukuran Skor REBA Sebelum melakukan perancangan perbaikan fasilitas kerja terlebih dahulu menganalisa postur tubuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan dunia modern, mesin, peralatan dan segala produk sudah dipasarkan kepada seluruh masyarakat agar mereka merasa lebih mudah dan diuntungkan. Pada awalnya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Anthropometri Menurut Sritomo (1989), salah satu bidang keilmuan ergonomis adalah istilah anthropometri yang berasal dari anthro yang berarti manusia dan metron yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kursi Kerja a. Pengertian Kursi Kerja Kursi kerja merupakan perlengkapan dari meja kerja atau mesin, sehingga kursi akan dapat dijumpai dalam jumlah yang lebih

Lebih terperinci

MODUL I DESAIN ERGONOMI

MODUL I DESAIN ERGONOMI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu sistem kerja, pada dasarnya terdiri dari empat komponen utama, yaitu: manusia, bahan, mesin dan lingkungan kerja. Dari keempat komponen tersebut, komponen manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang. memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Masalah Unit kerja menengah CV. Raya Sport merupakan usaha yang memproduksi pakaian (konveksi). Pada kegiatan proses produksi ditemukan adanya aktivitas manual yaitu

Lebih terperinci

B A B III METODOLOGI PENELITIAN

B A B III METODOLOGI PENELITIAN B A B III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penulisan laporan ini, penulis membagi metodologi pemecahan masalah dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap Indentifikasi Masalah 2. Tahap Pengumpulan Data dan Pengolahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Egonomi Ergonomi atau ergonomis berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Ergonomi dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek

Lebih terperinci

Bab 3. Metodologi Penelitian

Bab 3. Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Penelitian dimulai dengan melakukan studi pendahuluan untuk dapat merumuskan permasalahan berdasarkan pengamatan terhadap kondisi obyek yang diamati. Berdasarkan permasalahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id

DAFTAR ISI. vii. Unisba.Repository.ac.id DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii AYAT AL-QURAN... iii PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR... iv KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara barat misalnya Inggris dan Amerika Serikat kejadian nyeri punggung (terutama nyeri pada punggung bagian bawah) telah mencapai proporsi epidemik. Satu survei

Lebih terperinci

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN PERANCANGAN GERGAJI LOGAM UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN Daryono Mahasiswa (S1) Jurusan Teknik Industri Universitas Gunadarma Scochuu_kuro@yahoo.co.id ABSTRAKSI

Lebih terperinci

Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina

Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina Industrial Engineering Journal Vol.5 No.2 (2016) 17-22 ISSN 2302 934X Ergonomic and Work System Usulan Fasilitas Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Perebusan Tahu di UD. Geubrina Amri 1*, Syarifuddin, As

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN STANDARD NORDIC QUESTIONNAIRE I. IDENTITAS PRIBADI (Tulislah identitas saudara dan coret yang tidak perlu) 1. Nama :... 2. Umur/Tgl. Lahir :.../... 3. Stasiun Kerja :... 4. Status : Kawin/Belum

Lebih terperinci

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN PERANCANGAN GERGAJI LOGAM DAN PETA KERJA UNTUK PENGURANGAN KELUHAN FISIK DI BENGKEL LAS SEJATI MULIA JAKARTA SELATAN Disusun oleh: Daryono (344169) Jurusan : Teknik Industri Fakultas : Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerja merupakan salah satu komponen yang perlu mendapatkan perhatian dari suatu industri. Hal tersebut merupakan input perusahaan yang penting karena tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan produksi tidak terlepas dari peran manusia, salah satu hal penting yang masih dilakukan pada industri kecil sampai menengah bahkan industri besar sekalipun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Perancangan atau redesain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stasiun kerja merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan berkenaan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja. Kondisi kerja yang tidak memperhatikan kenyamanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan. hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dituntut untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan hampir sebagian besar dari waktunya dihabiskan di tempat kerja. Lingkungan tempat kerja merupakan

Lebih terperinci

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Umur/Tanggal Lahir : Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden penelitian.

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG KURSI ANTROPOMETRI UNTUK MEMENUHI STANDAR PENGUKURAN

PERANCANGAN ULANG KURSI ANTROPOMETRI UNTUK MEMENUHI STANDAR PENGUKURAN PERANCANGAN ULANG KURSI ANTROPOMETRI UNTUK MEMENUHI STANDAR PENGUKURAN Agung Santoso 1, Benedikta Anna 2,Annisa Purbasari 3 1 Program Studi Teknik Industri, Universitas Riau Kepulauan Batam 2,3 Staf Pengajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.. Ergonomi 2... Definisi Ergonomi Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon (kerja) dan nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek - aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : diusahakan atas dasar hitungan harian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Sektor Informal Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pola kegiatannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, beregrak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sales Promotion Girl 2.1.1. Definisi Sales promotion Girl (SPG) merupakan suatu profesi yang bergerak dalam pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini biasanya menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN STAGEN PADA AKTIVITAS ANGKAT-ANGKUT DI PASAR LEGI SURAKARTA Muchlison Anis Jurusan Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 30 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1. Pengumpulan data 4.1.1 Layout Lini Produksi Sekarang Gambar 4.1 Layout Assembly Line Gambar di atas menunjukkan denah lini produksi PT. Federal Karyatama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angkatan kerja tahun 2009 di Indonesia diperkirakan berjumlah 95,7 juta orang terdiri dari 58,8 juta tenaga kerja laki-laki dan 36,9 juta tenaga kerja perempuan. Sekitar

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN LAMPIRAN 1. SURAT IJIN PENELITIAN LAMPIRAN 2. SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PETANI PEMETIK KOPI DI DUSUN BANUA TAHUN 2015 Karakteristik

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT.

Disusun Oleh: Roni Kurniawan ( ) Pembimbing: Dr. Ina Siti Hasanah, ST., MT. ANALISIS POSTUR KERJA MENGGUNAKAN METODE RAPID ENTIRE BODY ASSESMENT PADA OPERATOR DALAM PEMBUATAN PEMBERSIH AIR LIMBAH DI PT. KAMIADA LESTARI INDONESIA Disusun Oleh: Roni Kurniawan (36411450) Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifat manual. Salah satu bentuk peranan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator

BAB I PENDAHULUAN. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Postur kerja adalah sikap tubuh pekerja saat melaksanakan aktivitas kerja. Postur kerja kurang ergonomis saat bekerja bersumber pada posisi kerja operator yang kurang

Lebih terperinci

PENILAIAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO PADA SAAT MELAKAKUKAN PEKERJAAN DENGAN METODE MANUAL TASKS RISK ASSESSMENT

PENILAIAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO PADA SAAT MELAKAKUKAN PEKERJAAN DENGAN METODE MANUAL TASKS RISK ASSESSMENT PENILAIAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO PADA SAAT MELAKAKUKAN PEKERJAAN DENGAN METODE MANUAL TASKS RISK ASSESSMENT Risma Adelina Simanjuntak 1 1 Teknik Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta risma_stak@yahoo.com

Lebih terperinci

Oleh: DWI APRILIYANI ( )

Oleh: DWI APRILIYANI ( ) ANALISIS POSISI KERJA DAN TINGKAT KELELAHAN PADA PEKERJA PENGANGKATAN PRODUK JADI DI PT JAYA FOOD INDONESIA MENGGUNAKAN METODE NIOSH Oleh: DWI APRILIYANI (32412271) LATAR BELAKANG Pekerjaan fisik adalah

Lebih terperinci

BAB 7. MANTRA TAMPILAN

BAB 7. MANTRA TAMPILAN BAB 7. MANTRA MANTRA merupakan metode yang berguna untuk menilai faktor-faktor risiko yang terjadi pada pekerja saat melakukan pekerjaan. Waktu relatif penggunaan emapt bagian tubuh (lengan bawah, punggung,

Lebih terperinci

RANCANGAN USULAN STASIUN KERJA ERGONOMIS PADA BAGIAN PENCETAKAN MENGGUNAKAN METODE PAHL DAN BEITZ GUNA MEMPERBAIKI POSTUR KERJA OPERATOR

RANCANGAN USULAN STASIUN KERJA ERGONOMIS PADA BAGIAN PENCETAKAN MENGGUNAKAN METODE PAHL DAN BEITZ GUNA MEMPERBAIKI POSTUR KERJA OPERATOR e-jurnal Teknik Industri FT USU Vol, No.1, Mei 014 pp. 9-17 RANCANGAN USULAN STASIUN KERJA ERGONOMIS PADA BAGIAN PENCETAKAN MENGGUNAKAN METODE PAHL DAN BEITZ GUNA MEMPERBAIKI POSTUR KERJA OPERATOR M. Fadhil

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Ergonomi Nurmianto (2003 : 1) mengatakan istilah ergonomic berasal dari bahasa latin yaitu ergon yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam dan juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk mendapatkan gambaran tentang langkah-langkah pendekatan yang dilakukan untuk memcahkan masalah dalam penelitian ini, maka dalam bab ini akan dijelaskan secara terperinci

Lebih terperinci

USULAN RANCANGAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN DAUN PANDAN UNTUK MENGURANGI RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS DI CV XYZ

USULAN RANCANGAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN DAUN PANDAN UNTUK MENGURANGI RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS DI CV XYZ USULAN RANCANGAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN PEMOTONGAN DAUN PANDAN UNTUK MENGURANGI RESIKO MUSCULOSKELETAL DISORDERS DI CV XYZ Muhammad Zein Anwar 1, Abdul Rahim Matondang 2, Anizar 3 Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Penelitian merupakan serangkaian aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menarik suatu kesimpulan dari suatu permasalahan yang dijadikan objek

Lebih terperinci

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN

PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN PERANCANGAN DESAIN KURSI DAN MEJA KOMPUTER YANG SESUAI UNTUK KENYAMANAN KARYAWAN DI PT. BUMI FLORA MEDAN TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 1 Standard Nordic Questionnaire (SNQ) Nama Umur Jenis kelamin Tugas :.. :.. tahun : Pria / Wanita :.... Berilah tanda ( ) pada kolom yang tersedia berikut ini : NO JENIS KELUHAN 0 Sakit kaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami gangguan musculoskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan

Lebih terperinci

Rancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Di Stasiun Penguapan Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus Pada CV. Arba Jaya) Chandra S.

Rancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Di Stasiun Penguapan Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus Pada CV. Arba Jaya) Chandra S. Rancangan Fasilitas Kerja Yang Ergonomis Di Stasiun Penguapan Untuk Meningkatkan Produktivitas (Studi Kasus Pada CV. Arba Jaya) TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia kerja, seorang atau sekelompok pekerja dapat berisiko mengalami kecelakaan, penyakit dan keluhan-keluhan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan. Salah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN 2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Tugas dan tanggung jawab antara atasan dan bawahan, dapat diketahui dari struktur organisasi. Dimana dalam struktur digambarkan hubungan antara atasan dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI

PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI PERANCANGAN STASIUN KERJA PEMBUATAN KULIT MOCHI DENGAN PENDEKATAN ERGONOMI Silvi Ariyanti 1 1 Program Studi Teknik Industri Universitas Mercubuana Email: ariyantisilvi41@gmail.com ABSTRAK Pada industri

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA 138 BAB V HASIL DAN ANALISA 5.2. Hasil PT. Intan Pertiwi Industri merupakan perusahaan industri yang bergerak dalam pembuatan elektroda untuk pengelasan. Untuk menemukan permasalahan yang terdapat pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ergonomi Menurut Adnyana Manuaba (2000) Ergonomi didefinisikan sebagai suatu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan peralatan, mesin,

Lebih terperinci

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X.

ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X. ASPEK ERGONOMI DALAM PERBAIKAN RANCANGAN FASILITAS PEMBUAT CETAKAN PASIR DI PT X. ABSTRAK PT. X adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur pengolahan logam spesialis pembuatan cetakan

Lebih terperinci

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N USULAN PERBAIKAN FASILITAS KERJA PADA PENGGILINGAN BATU UNTUK MENGURANGI MUSCULOSCELETAL DISORDER PADA PABRIK PT.MASYARAKAT PRATAMA ANINDITA TUGAS SARJANA Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan)

USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan) USULAN PERBAIKA STASIUN KERJA MENCANTING DENGAN ANALISIS KELUHAN MUSKULOSCELETAL (Studi Kasus: Industri Batik Gress Tenan) Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALSIN YANG ERGONOMIS

PERANCANGAN ALSIN YANG ERGONOMIS PERANCANGAN ALSIN YANG ERGONOMIS Rini Yulianingsih Bagaimanakah perancangan yang baik? Aktivitas yang dilakukan oleh perancang adalah untuk menciptakan alat/mesin/sturktur/proses yang memenuhi kebutuhan:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai model dan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian mengenai desain perbaikan kursi untuk karyawan pada bagian kerja penyetelan dan pelapisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas teori-teori yang digunakan sebagai landasan dan dasar pemikiran yang mendukung analisis dan pemecahan permasalahan dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Ergonomi

Lebih terperinci

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS

RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS PKMT-2-1-1 RANCANG ULANG WHEELBARROW YANG ERGONOMIS DAN EKONOMIS Mirta Widia, Mia Monasari, Vera Methalina Afma, Taufik Azali Jurusan Teknik Industri, Universitas Andalas, Padang ABSTRAK Perancangan wheelbarrow

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X

PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X PERANCANGAN ULANG STASIUN KERJA UNTUK MENGURANGI KELUHAN BIOMEKANIK PADA AKTIFITAS LOUNDRY DI PT X I Wayan Sukania, Lamto Widodo, David Gunawan Program Studi Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

Metode dan Pengukuran Kerja

Metode dan Pengukuran Kerja Metode dan Pengukuran Kerja Mengadaptasi pekerjaan, stasiun kerja, peralatan dan mesin agar cocok dengan pekerja mengurangi stress fisik pada badan pekerja dan mengurangi resiko cacat kerja yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data penelitian untuk perencanaan atau perancangan arsitektur atau kota dibagi dalam tiga kelompok yaitu survei, observasi dan arsip.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK..

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK.. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK.. i ii iii v vii ix x BAB I PENDAHULUAN...... I-1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan dengan cara melihat langsung pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja pada perusahaan yang diteliti. Data yang diambil

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK TUGAS AKHIR ANALISA POSTUR KERJA DAN PERANCANGAN ALAT BANTU UNTUK AKTIVITAS MANUAL MATERIAL HANDLING INDUSTRI KECIL (Studi kasus: Industri Kecil Pembuatan Tahu di Kartasuro) Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang akan di lewati dalam melakukan penelitian. Metodologi penelitian ini akan membantu menyelesaikan penelitian

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI

HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI Hubungan Sikap Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal... (Amelinda dan Iftadi) HUBUNGAN SIKAP KERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA UNIT WEAVING DI PT DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV BOYOLALI Bela

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik

BAB I PENDAHULUAN. proses produksi. Jika manusia bekerja dalam kondisi yang nyaman baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perusahaan dituntut untuk memperhatikan kinerja pekerjanya, karena pekerja merupakan salah satu aset perusahaan yang sangat vital dalam kegiatan proses

Lebih terperinci