BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Gatot (1999), ekowisata mulai menjadi isu nasional di Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Gatot (1999), ekowisata mulai menjadi isu nasional di Indonesia"

Transkripsi

1 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekwisata Perkembangan Ekwisata di Indnesia Menurut Gatt (1999), ekwisata mulai menjadi isu nasinal di Indnesia semenjak Seminar dan Lkakarya (Semilka) Nasinal yang diselenggarakan leh Pact-Indnesia dan WALHI, bulan April Acara tersebut menghasilkan suatu rumusan dalam kegiatan ekwisata, masyarakat setempat harus dilibatkan dalam pengellaan ekwisata secara prprsinal. Sejak saat itu, ekwisata mulai menjadi perhatian beberapa kalangan seperti LSM, Instansi Pemerintah, Lembaga Usaha Pariwisata, Lembaga Penelitian, dan Perguruan Tinggi. Sudah banyak pertemuan seperti seminar, lkakarya, dan frum diskusi dilakukan, dan sudah banyak pula kajian dan kebijakan yang dihasilkan. Akan tetapi prduk ekwisata yang ada di Indnesia masih terbatas. Perkembangan ekwisata semenjak mulai dikenal pada awal tahun 1990-an, hingga akhir tahun 1999 masih sangat lambat. Padahal bila melihat dari ptensinya seharusnya jumlah prduk ekwisata sudah cukup banyak. Banyak hal yang menyebabkan lambatnya perkembangan ekwisata di Indnesia, antara lain: 1. Belum adanya pedman yang dapat mendrng ekwisata menjadi kegiatan pelestarian alam dan eknmi berkelanjutan 2. Masih rendahnya pemahaman ekwisata leh berbagai stakehlder terutama dari kaum birkrat yang dapat dianggap sebagai pendrng maupun pelaksana kegiatan ekwisata

2 6 3. Masih adanya keraguan terhadap kebenaran knsep ekwisata yang dapat dijadikan sebagai kegiatan eknmi berkelanjutan yang sekaligus mampu memberdayakan masyarakat setempat. Untuk mempercepat perkembangan ekwisata harus dilakukan suatu kajian yang mendalam, karena metda dan pendekatan ekwisata di setiap daerah akan berbeda-beda; prses ssialisasi ekwisata kepada kalangan pemerintah daerah, pengusaha swasta bidang perjalanan wisata, lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat untuk meningkatkan persepsi dan pemahaman yang benar terhadap bidang ekwisata ini; serta penyebarluasan kisah keberhasilan (succes stries) berbagai lembaga yang berada di dalam dan di luar negeri dalam mengembangkan ekwisata yang berdampak langsung terhadap pelestarian alam serta meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar daerah tujuan ekwisata Pengertian Ekwisata Beberapa istilah yang muncul dan berkaitan dengan usaha pembaharuan bidang usaha pariwisata, seperti alternative turism, nature turism, respnsible turism, spesial interest, dll. Ecturism merupakan istilah yang dianggap tepat, karena arti dan kmitmen yang sangat jelas terhadap kelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat (Gatt, 1999). Istilah ecturism, berasal dari kata : 1. Eclgical 2. Ecnmical 3. Evaluating cmmunity pinin

3 7 bila diterjemahkan kedalam bahasa Indnesia, ekwisata berasal dari kata : 1. Eklgi, artinya eklgi sebagai sumberdaya dan daya tarik ekwisata, dan ekwisata memberikan kntribusi psitif terhadap upaya pelestarian alam dan lingkungan 2. Eknmi, artinya bahwa ekwisata merupakan kegiatan eknmi yang berkelanjutan 3. Evaluasi Kepentingan dan Opini masyarakat, artinya ekwisata mempunyai kepedulian terhadap peningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan tersebut, serta ekwisata merupakan suatu upaya peningkatan dan pemberdayaan eknmi masyarakat, yang diharapkan masyarakat yang diberdayakan eknminya tersebut dapat memberikan kntribusinya pula terhadap pelestarian alam dan lingkungan. Menurut Gatt (1999), belum ada istilah yang tepat dalam menerjemahkan istilah ecturism ke dalam bahasa Indnesia, ada yang menerjemahkan ekwisata dengan istilah wisata eklgis dan ada pula yang menterjemahkan sebagai ekwisata walaupun ekwisata sebagai istilah yang paling enak didengar dan ringkas, istilah ini sebenarnya tidak memenuhi kaidah bahasa indnesia yang benar yaitu wisata eklgi. Kesepakatan yang disepakati dalam simpsium dan semilka ecturism pada April 1995 yang diselenggarakan PACT/WALHI dan Januari serta Juli 1996 yang diselenggarakan kembali leh INDECON, dihasilkan rumusan yang merupakan hasil pengembangan dari defenisi yang dikeluarkan leh The Ecturism Sciety yaitu : Ekwisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikella dengan kaidah alam dimana

4 8 tujuannya selain untuk menikmati keindahan juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha knservasi alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat sekitar Daerah Tujuan Ekwisata Definisi diatas menjelaskan, ada lima hal yang mendasari kegiatan ekwisata yaitu : 1. Perjalanan wisata yang bertanggung jawab, 2. Di daerah-daerah yang masih alami (nature mde) atau di daerah yang dikella secara kaidah alam, 3. Tujuannya selain untuk menikmati pesna alam, juga untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan pemahaman mengenai berbagai fenmena alam dan budaya, 4. Memberikan dukungan terhadap upaya-upaya knservasi alam, dan 5. Meningkatkan pendapatan masayarakat setempat Daya tarik bjek dan kegiatan ekwisata Unsur yang paling penting yang menjadi daya tarik dari sebuah daerah tujuan ekwisata adalah: 1. Kndisi alamnya, cnth : hutan trpis dan terumbu karang 2. Kndisi flra dan fauna yang unik, langka, dan endemik, seperti raflesia, badak jawa, kmd dan rang utan 3. Kndisi fenmena alamnya, seperti : Gunung Krakatau dan Danau Kelimutu 4. Kndisi adat dan budaya, seperti Baduy dan Sumba Kegiatan (activity) ekwisata juga merupakan daya tarik dalam sebuah prduk ekwisata. Atraksi dan kegiatan ekwisata dapat berbentuk antara lain :

5 9 Diving Bird watching Game fishing Wild life viewing Mengemas Prduk Ekwisata Sesuai dengan definisi ekwisata, maka sebuah prduk ekwisata dapat dikategrikan sebagai prduk ekwisata jika memenuhi kriteria sebagai berikut : Bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan alam dan budaya yang ditimbulkannya, Dilakukan di daerah alami atau yang dikella sesuai dengan kaidah alam, Melibatkan unsur-unsur pendidikan dan pemahaman terhadap lingkungan dan budaya daerah tujuan ekwisata, serta Mendukung upaya knservasi dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Berdasarkan kategri di atas maka tentunya sebuah prduk ekwisata harus direncanakan dengan baik dan sebuah prduk ekwisata harus bermuatan pendidikan dengan infrmasi yang relevan berdasarkan hasil interpretasi para pelaksana kegiatan ekwisata, dan mampu mendukung upaya knservasi kawasan tersebut (Gatt, 1999). 2.2 Perkembangan Ekwisata Ekwisata merupakan suatu knsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan ekwisata harus dapat meningkatkan

6 10 kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan Unsur-unsur Pengembangan Ekwisata Pengembangan ekwisata sangat dipengaruhi leh keberadaan unsur-unsur yang harus ada dalam pengembangan itu sendiri, yaitu: 1. Sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya Kekayaan keanekaragaman hayati merupakan daya tarik utama bagi pangsa pasar ekwisata sehingga kualitas, keberlanjutan dan pelestarian sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya menjadi sangat penting untuk pengembangan ekwisata. Ekwisata juga memberikan peluang yang sangat besar untuk memprmsikan pelestarian keanekaragaman hayati Indnesia di tingkat internasinal, nasinal maupun lkal. 2. Masyarakat Pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata kawasan, pada dasarnya dimiliki leh masyarakat setempat. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan hingga pada tingkat pengellaan. 3. Pendidikan Ekwisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. Ekwisata memberikan nilai tambah kepada pengunjung dan masyarakat dalam bentuk pengetahuan dan pengalaman. Nilai tambah ini mempengaruhi perubahan perilaku dari pengunjung, masyarakat 1 diakses tanggal 6 april 2009 jam WIB

7 11 dan pengembang pariwisata agar sadar dan lebih menghargai alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya. 4. Pasar Kenyataan memperlihatkan kecendrungan meningkatnya permintaan terhadap prduk ekwisata baik di tingkat internasinal dan nasinal. Hal ini disebabkan meningkatnya prmsi yang mendrng rang untuk berperilaku psitif terhadap alam dan berkeinginan untuk mengunjungi kawasan-kawasan yang masih alami agar dapat meningkatkan kesadaran, penghargaan dan kepeduliannya terhadap alam, nilai-nilai sejarah dan budaya setempat. 5. Eknmi Ekwisata memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan bagi penyelenggara, pemerintah dan masyarakat setempat, melalui kegiatankegiatan yang nn ekstraktif, sehingga meningkatkan pereknmian daerah setempat. Penyelenggaraan yang memperhatikan kaidah-kaidah ekwisata mewujudkan eknmi berkelanjutan. 6. Kelembagaan Pengembangan ekwisata pada mulanya lebih banyak dimtri leh Lembaga Swadaya Masyarakat, pengabdi masyarakat dan lingkungan. Hal ini lebih banyak didasarkan pada kmitmen terhadap upaya pelestarian lingkungan, pengembangan eknmi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan namun kadang kala kmitmen tersebut tidak disertai dengan pengellaan yang baik dan prfesinal, sehingga tidak sedikit kawasan ekwisata yang hanya bertahan sesaat. Sementara pengusaha swasta belum banyak yang tertarik menggarap bidang ini, karena usaha seperti ini dapat dikatakan masih relatif

8 12 baru dan kurang diminati karena harus memperhitungkan scial cst dan eclgical-cst dalam pengembangannya. Masalah yang mendasar adalah bagaimana membangun pengusaha yang berjiwa pengabdi masyarakat dan lingkungan atau lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha yang berwawasan lingkungan. Pilihan kedua, yaitu mengembangkan lembaga pengabdi masyarakat yang berjiwa pengusaha berwawasan lingkungan dilihat lebih memungkinkan, dengan cara memberikan pelatihan manajemen dan prfesinalisme usaha. Untuk hal ini diperlukan bentuk kerja sama dan kemitraan yang nyata yang bersifat lintas sektr, baik ditingkat lkal, nasinal, bahkan jika memungkinkan tingkat internasinal, secara sinergis saling menguntungkan, tidak bersifat eksplitatif, adil dan transparan dengan pembagian tugas yang jelas. Aktualisasi dari kerja sama ini, juga dimungkinkan bagi daerah yang akan mengembangkan Daerah Tujuan Ekwisata dengan memanfaatkan ptensi Taman Wisata Alam dan Taman Nasinal yang ada di wilayahnya. Pemerintah daerah setempat dapat memprakarsai pembentukan suata Badan ( bard ) yang akan mengella ekwisata secara prfesinal Prinsip-Prinsip Pengembangan Ekwisata Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekwisata adalah sebagai berikut: 1. Knservasi Pemanfaatan keanekaragaman hayati tidak merusak sumber daya alam itu sendiri.

9 13 Relatif tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kegiatannya bersifat ramah lingkungan. Dapat dijadikan sumber dana yang besar untuk membiayai pembangunan knservasi. Dapat memanfaatkan sumber daya lkal secara lestari. Meningkatkan daya drng yang sangat besar bagi pihak swasta untuk berperan serta dalam prgram knservasi. Mendukung upaya pengawetan jenis. 2. Pendidikan Meningkatkan kesadaran masyarakat dan merubah perilaku masyarakat tentang perlunya upaya knservasi sumber daya alam hayati dan eksistemnya. 3. Eknmi Dapat memberikan keuntungan eknmi bagi pengella kawasan, penyelenggara ekwisata dan masyarakat setempat. Dapat memacu pembangunan wilayah, baik di tingkat lkal, reginal mapun nasinal. Dapat menjamin kesinambungan usaha. Dampak eknmi secara luas juga harus dirasakan leh kabupaten/kta, prpinsi bahkan nasinal. 4. Peran Aktif Masyarakat Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat Pelibatan masyarakat sekitar kawasan sejak prses perencanaan hingga tahap pelaksanaan serta mnitring dan evaluasi.

10 14 Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan ekwisata. Memperhatikan kearifan tradisinal dan kekhasan daerah setempat agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan kndisi ssial budaya setempat. Menyediakan peluang usaha dan kesempatan kerja semaksimal mungkin 5. Wisata bagi masyarakat sekitar kawasan. Menyediakan infrmasi yang akurat tentang ptensi kawasan bagi pengunjung. Kesempatan menikmati pengalaman wisata dalam lkasi yang mempunyai fungsi knservasi. Memahami etika berwisata dan ikut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan. Memberikan kenyamanan dan keamanan kepada pengunjung Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan, dalam rangka pengendalian kerusakan keanekaragaman hayati, antara lain: 1. Aspek Pencegahan Menguragi dampak negatif dari kegiatan ekwisata dengan cara: Pemilihan lkasi yang tepat (menggunakan pendekatan tata ruang) Rancangan pengembangan lkasi yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung.

11 15 Rancangan atraksi/kegiatan yang sesuai denan daya dukung kawasan dan kerentanan. Merubah sikap dan perilaku stakehlder, mulai dari pengella kawasan, penyelenggara ekturisme (tur peratr) serta wisatawan itu sendiri. Memilih segmen pasar yang sesuai. 2. Aspek Penanggulangan Menyeleksi pengunjung termasuk jumlah pengunjung yang diperkenankan dan minat kegiatan yang diperkenankan (cntrl f visitr). Menentukan waktu kunjungan Mengembangkan pengellaan kawasan (rancangan, peruntukan, penyediaan fasilitas) melalui pengembangan sumber daya manusia, peningkatan nilai estitika serta kemudahan akses kepada fasilitas. 3. Aspek Pemulihan Menjamin mekanisme pengembalian keuntungan ekwisata untuk pemeliharaan fasilitas dan rehabilitasi kerusakan lingkungan. Peningkatan kesadaran pengunjung, pengella dan penyedia jasa ekwisata. 2.3 Hubungan antara Eknmi dan Knservasi dalam Ekwisata Masyarakat setempat atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah tujuan ekwisata mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang keberhasilan perkembangan ekwisata. Peran serta masyarakat di dalam memelihara lingkungan yang menjadi daya tarik utama ekwisata tidak dapat diabaikan (Sugiarti, 2000). Adapun keuntungan eknmi yang diperleh dari

12 16 ekwisata harus dimanfaatkan untuk melestarikan lingkungan, misalnya digunakan untuk mengadakan sarana yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan. Kegiatan pariwisata yang dapat mendatangkan keuntungan eknmi dipergunakan untuk menunjang usaha knservasi kekayaan alam dan budaya. Perkembangan ekwisata yang mendasarkan pada lingkungan alam dan budaya sebagai daya tarik utamanya akan berimplikasi pada pelestarian lingkungan. Semua bentuk pariwisata pada prinsipnya, perlu dikella berdasarkan asas kesinambungan baik secara eklgis, ssial, kultural, maupun finansial. Ekwisata berbeda dengan bentuk pariwisata lainnya dalam hal ketergantungannya kepada perlindungan eksistem dan unsur budaya yang terkandung didalamnya. Alam dan budaya adalah aset mutlak ekwisata. Keuntungan eknmi yang diperleh dari ekwisata harus dimanfaatkan untuk melestarikan lingkungan, misalnya digunakan untuk mengadakan sarana yang dapat mengurangi kerusakan lingkungan. Sarana tersebut antara lain dapat berupa lkasi perkemahan, kamar kecil, pusat interpretasi. Prgram knservasi murni yang tidak dikaitkan dengan kegiatan lain seperti rekreasi adalah knsep masa lalu yang kurang efektif sehingga perlu direvisi. Kegiatan pariwisata yang dapat mendatangkan keuntungan eknmi dipergunakan untuk menunjang usaha knservasi kekayaan alam dan budaya. Manfaat dari pengembangan ekwisata ini dengan demikian adalah semakin terpeliharanya kelestarian lingkungan, karena tanpa lingkungan yang berkualitas ekwisata tidak akan dapat dikembangkan. Ekwisata dan knservasi adalah kegiatan yang saling melengkapi. Di satu sisi ekwisata tergantung pada kelestarian lingkungan alam yang menarik para wisatawan untuk datang dan

13 17 sebaliknya keuntungan yang didapatkan dari kegiatan ekwisata akan dimanfaatkan bagi knservasi lingkungan disekitarnya. Tentu saja untuk mencapai hal ini diperlukan pengellaan aset ekwisata secara baik dan prfesinal. Para pengella pariwisata dihadapkan pada tugas berat untuk menjaga keseimbangan antara tetap lestarinya daya tarik wisata alam dan meningkatkan pendapatan eknmi dari kegiatan ekwisata tersebut. Manfaat lainnya dari perkembangan ekwisata berhubungan dengan pendapatan eknmi yang diberikan leh pengembang ekwisata, penduduk setempat akan tergerak untuk ikut menjaga kelangsungan daya tarik ekwisata. 2.4 Keterlibatan Masyarakat dalam Ekwisata Masyarakat setempat atau mereka yang bertempat tinggal di sekitar daerah tujuan ekwisata mempunyai peran yang amat penting dalam menunjang keberhasilan perkembangan ekwisata. Peran serta masyarakat di dalam memelihara lingkungan yang menjadi daya tarik utama ekwisata tidak dapat diabaikan. Hal yang terpenting adalah upaya memberdayakan masyarakat setempat dengan mengikutsertakan mereka dalam berbagai kegiatan ekwisata. Pengella harus dapat menghimbau masyarakat agar bersedia berpartisipasi aktif secara psitif dalam perkembangan ekwisata dengan memelihara lingkungan di sekitar mereka. Agar perkembangan ekwisata dapat berkelanjutan dan efektif, pandangan dan harapan masyarakat setempat memiliki hak mutlak, perkembangan ekwisata lestari tidak akan terwujud apabila penduduk setempat merasa diabaikan, dan hanya dimanfaatkan serta merasa terancam leh kegiatan ekwisata.

14 18 Masyarakat yang merasakan hasil dari ekwisata akan merasa tergerak untuk ikut melindungi alam yang menjadi daya tarik ekwisata tersebut dan menjaga lingkungan dari kerusakan. Hal yang paling penting adalah meyakinkan dan membuktikan kepada penduduk setempat bahwa ekwisata memang dapat memberikan keuntungan kepada penduduk setempat (Pans, 1995 seperti dikutip leh Sugiarti, 2000), sebab tanpa bukti nyata mereka tidak akan termtivasi untuk mendukung dan terlibat didalamnya (Harrisn, 1995 seperti dikutip leh Sugiarti, 2000). Keterlibatan masyarakat dalam usaha ekwisata pada penelitian ini akan ditinjau berdasarkan knsep partisipasi Knsepsi Partisipasi Masyarakat Secara umum partisipasi masyarakat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam prses pengambilan keputusan, yang dimulai dari perencanaan, implementasi, mnitring, dan evaluasi. Ada pula yang mengartikan partisipasi atau peran serta masyarakat sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelmpk, kelmpk yang selama ini tidak diikutsertakan dalam prses pengambilan keputusan (nn elit) dan yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elit) (Santsa, 1990 seperti dikutip leh Afif, 1992). Adapun tentang partisipasi masyarakat ini ada yang beranggapan bahwa tidak diperlukan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat secara langsung karena masyarakat telah terwakili leh wakil mereka di lembaga perwakilan (legislatif) yang dipilih melalui pemilihan umum. Namun melihat kenyataan bahwa para wakil rakyat tersebut sering kali tidak lagi menyuarakan kepentingan knstituennya. Hampir semua keputusan yang menyangkut hajat hidup rang

15 19 banyak dilakukan leh eksekutif maka partisipasi masyarakat diperlukan untuk prses pendemkratisasian dalam pengambilan keputusan di tingkat legislatif dan eksekutif (Santsa, 1990 seperti dikutip leh Afif, 1992). Melibatkan masyarakat dalam usaha ekwisata juga dapat menimbulkan perasaan memiliki dan keinginan untuk berkntribusi dari masyarakat terhadap penerapan prgram ekwisata di daerah tersebut. Untuk melakukan hal ini, diperlukan pendekatan partisipatif yang akan memakan waktu yang lama, tetapi dengan pendekatan ini ternyata akan dapat mengurangi atau menghindari terjadinya knflik antar pihak yang terlibat. Lebih jauh lagi, dengan partisipasi akan terjadi peningkatan harapan masyarakat luas terhadap pemenuhan kebutuhan mereka. Masyarakat akan bersedia untuk menerima tanggung jawab, peran dan resik ketika bekerjasama dengan pihak pemerintah, swasta maupun mitra dalam prses pengembangan prgram ekwisata. Ketika kndisi eknmi menjadi semakin sulit, serta lebih sedikit dana masyarakat yang tersedia untuk melaksanakan prgram pengembangan ekwisata ini maka mitra di luar lembaga pemerintah dapat selalu berperan, baik dalam hal uang ataupun hal lain. Kemitraan dapat membantu memelihara atau meningkatkan pelayanan kepada publik. Tingkat keterlibatan masyarakat melalui kemitraan terhadap usaha ekwisata diharapkan tinggi. Pengella kawasan ekwisata biasanya selalu enggan untuk melibatkan masyarakat, dengan alasan bahwa masyarakat biasanya apatis dan membuang-buang waktu. Dampaknya, masyarakat juga tidak merasa memiliki dan tidak ingin berkntribusi pada prgram ekwisata tersebut.

16 20 Kemitraan yang dibina dalam usaha ekwisata lebih diarahkan bagi para pihak yang telibat di dalamnya untuk saling bertukar infrmasi, dana dan tenaga sehingga terdapat pembagian kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang nantinya diterima leh semua pihak yang terlibat. Pengella memiliki tanggung jawab untuk melakukan pendekatan partisipasi terhadap masyarakat. Hal inilah yang cba diterapkan dalam ekwisata berbasis masyarakat dimana terdapat distribusi sebagian kekuasaan dari pengella kepada masyarakat agar mereka juga dapat mengella kawasan sesuai dengan kebutuhan dan pengetahuan lkal masyarakat. Sebagaimana pengamatan Arnstein (1969) seperti dikutip leh Mitchell (1997), sebuah pendekatan partisipasi menunjukkan distribusi kekuasaan dari pengella ke masyarakat. Berdasarkan hal ini, Arnstein berpendapat bahwa berbagai tingkatan pelibatan dapat diindentifikasikan, mulai dari tanpa partisipasi sampai dengan pelimpahan kekuasaan seperti yang dipaparkan pada Tabel 1. Critical review terhadap kelemahan teri Arnstein ini adalah bahwa knsep partisipasi yang didefinisikan ternyata diukur dari delapan variabel yang ditinjau dari sudut pandang pihak yang mendrng partisipasi (dalam hal ini adalah Balai Taman Nasinal Kepulauan Seribu).

17 21 Tabel 1. Delapan Tingkatan Partisipasi Masyarakat menurut Arnstein (1969) Tingkatan Partisipasi Hakekat Kesertaan Tingkatan Pembagian Kekuasaan 1. Manipulasi Kmitmen resmi Tidak ada partisipasi 2. Terapi Pemegang kekuasaan mendidik masyarakat 3. Pemberitahuan 4. Knsultasi 5. Placatin Hak-hak masyarakat dan pilihan-pilihannya diidentifikasikan Masyarakat didengar, tetapi tidak dipakai sarannya Saran masyarakat diterima tetapi tidak selalu dilaksanakan Tkenism 6. Kemitraan 7. Pendelegasian kekuasaan 8. Kntrl Masyarakat Timbal balik dinegsiasikan Masyarakat diberikan kekuasaan untuk sebagian atau seluruh prgram Tingkatan kekuasaan masyarakat Tingkatan 1 dan 2 yaitu manipulasi dan terapi merupakan partisipasi yang bersifat mendidik dan mengbati. Dalam tangga pertama dan kedua ini Arnstein menganggap itu bukan bentuk partisipasi. Tingkatan 3 sampai dengan 5 yaitu pemberitahuan, knsultasi dan placatin termasuk dalam tingkatan kekuasaan dimana rakyat/masyarakat diperblehkan mengeluarkan pendapat, tkenism dan pendapat mereka didengarkan namun masyarkat tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pendapat tersebut akan dipertimbangkan leh pihak pengambil keputusan. Pemegang kekuasaan lebih menentukan semua keputusan. Sedangkan pada tingkatan 6 sampai dengan 8 yaitu kemitraan, pendelagasian kekuasaan dan kntrl masyarakat, rakyat mempunyai pengaruh didalam prses pengambilan keputusan, pada tingkatan ini masyarakat dan pemerintah melakukan prses tawar menawar. Dalan studi ini, tingkatan

18 22 partisipasi Arnstein akan diaplikasikan dari sudut pandang warga masyarakat yang memanfaatkan usaha ekwisata yang terdapat di Kepulauan Seribu. Tingkatan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Manipulasi (manipulatin). Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada kmunikasi apalagi dialg; tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan prgram tapi untuk mendidik atau menyembuhkan partisipan (masyarakat tidak tahu sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam frum). 2. Terapi (therapy). Pada level ini telah ada kmunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategrikan sebagai derajat tkenisme dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan leh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. 3. Infrmasi (infrmatin). Pada jenjang ini kmunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Infrmasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tangapan balik (feed back). 4. Knsultasi (cnsultatin). Pada tangga partisipasi ini kmunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan

19 23 bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penentraman (placatin). Pada level ini kmunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negsiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Tiga tangga teratas dikategrikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam prses pengambilan keputusan. 6. Kemitraan (partnership). Pada tangga partisipasi ini, pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negsiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun mnitring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk prses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegsiasiai dan melakukan kesepakatan. 7. Pendelegasian kekuasaan (delegated pwer). Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari prses perencanaan, pelaksanaan, mnitring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan prgram.

20 24 8. Pengendalian warga (citizen cntrl). Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengella berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah Manfaat Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat diperlukan dalam knteks ekwisata dan kaitannya untuk menunjang knservasi sumberdaya alam (Mitchell, 1997) agar: 1. Dapat menampung reaksi dan mendapatkan umpan balik terhadap keputusan yang akan diambil sehingga dengan demikian dapat mengeliminir dampak, meningkatkan kualitas dari keputusan yang diambil, dan menghindari knflik yang berkepanjangan 2. Dapat mengakmdasi aspirasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya yang pada akhirnya akan lebih menjamin dukungan masyarakat terhadap knservasi sumberdaya alam. 3. Prses penyampaian infrmasi dan pendidikan kepada masyarakat dapat berlangsung lebih efektif. 4. Dapat menjamin adanya prses pengidentifikasian permasalahan yang sesungguhnya terjadi dan kebutuhan-kebutuhan bagi alternatif penanggulangannya yang pada akhirnya akan menjamin adanya penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pengellaan sumberdaya alam. 5. Dapat menggali ide dan menumbuhkan kreatifitas masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dari pengellaan sumberdaya hutan

21 25 6. Terjaminnya prses demkratisasi sehingga jaminan untuk pencapaian yang nyata dari tujuan dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Untuk menentukan bentuk partisipasi masyarakat itu, maka perlu ditentukan masyarakat mana yang dimaksud. Kelmpk masyarakat yang terkait atau berkepentingan terhadap sumberdaya hutan tidak selalu berarti masyarakat yang secara fisik berada dekat dengan sumberdaya tersebut namun bisa termasuk juga kelmpk masyarakat kta misalnya yang menikmati atau mengknsumsi sumberdaya tersebut. Tidak semua kelmpk masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap sumberdaya hutan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan yang berdampak pada kehidupannya, maka masyarakat yang dimaksudkan khususnya adalah masyarakat yang paling besar terkena dampak dari kebijaksanaan alkasi sumberdaya hutan yang saat ini berlangsung yaitu masyarakat yang hidupnya didalam atau diperbatasan kawasan sumberdaya hutan.. Ciri-ciri kelmpk masyarakat ini umumnya mempunyai yang sangat lemah, tidak punya sarana dan kemampuan bargaining pwer untuk memperjuangkan kepentingannya, karena sering menjadi kambing hitam dari kerusakan hutan (Afif, 1992) Bentuk-bentuk Partisipasi Adapun bentuk-bentuk partisipasi itu sendiri sangat luas. Umumnya bentuk partisipasi yang muncul dan berkembang di Indnesia adalah bentuk supprt participatin dimana partisipasi yang diarahkan pada mbilisasi dukungan prgram-prgram (Santsa, 1990 seperti dikutip leh Afif, 1992).

22 26 Partisipasi masyarakat sering pula diterjemahkan sebagai kerelaan masyarakat untuk menerima ganti rugi meskipun dalam musyawarah tidak terjadi kesepakatan, kerelaan berkrban untuk rang banyak, kesediaan untuk menerima kehadiran sebuah pryek. namun jarang sekali yang mempermasalahankan partisipasi masyarakat dari sudut kepentingan masyarakat itu sendiri. Bentuk-bentuk partisipasi yang selain mbilisasi hampir kurang dikembangkan (Santsa, 1990 dalam Afif, 1992), seperti misalnya: 1. Peluang untuk turut serta dalam merencanakan pemanfaatan, 2. Peluang untuk turut serta dalam investasi yang disesuaikan dengan kemampuan yang mereka miliki, 3. Peluang untuk memberikan saran dan umpan balik terhadap suatu kebijaksanaan dan atau rencana pengellaan, 4. Peluang untuk mengambil inisiatif dan memutuskan bentuk-bentuk pengellaan, 5. Peluang untuk merumuskan permasalahan dan merencanakan alternative, 6. Peluang untuk terlibat dalam mnitring, 7. Peluang untuk turut serta melakukan pengellaan lingkungan Ssialisasi Kegiatan Ekwisata pada Masyarakat Ketika menjalankan kegiatan ekwisata salah satu persyaratan utamanya adalah mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat. Prses ssialisasi ekwisata biasanya dilakukan pada saat pengurusan perijinan sedang berlangsung. Mekanisme ssialisasi terhadap kegiatan ekwisata ini dapat dilakukan melalui saresehan, lkakarya tingkat desa, maupun melalui pertemuan dan pendekatan

23 27 yang bersifat dr t dr (Sudart, 1999). Menurut Kelsey dan Hearne (1955) seperti dikutip leh Mugniesyah (2006) setiap tipe pendekatan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perubahan perilaku subyek penyuluhan. Adapun jenis-jenis metde yang ada dalam kategri pendekatan kepada masyarakat adalah: 1. Pendekatan individual mencakup: demnstarasi, kunjungan rumah, panggilan kantr, krespndensi dan telepn, 2. Pendekatan kelmpk mencakup: pertemuan umum, metde demnstrasi, pelatihan, kursus, 3. Pendekatan massal mencakup: berita/kisah keberhasilan, surat edaran, pameran, buletin, dan pster, 4. Pengaruh tidak langsung, seperti dari tetangga ke tetangga, ngbrl dan kunjungan, pengamatan sepanjang jalan. Media penyampaian prgram menurut Mugniesyah (2006) terdiri dari beberapa teknik yaitu: 1. Dari luar sistem yaitu dengan menggunakan publikasi lewat mass media (TV, radi, surat kabar, majalah), ceramah dan dialg terpimpin, 2. Dari dalam sistem yaitu dengan diskusi kempk dan dialg nn terpimpin, 3. Latihan keterampilan yaitu dengan demnstrasi cara dan hasil. Secara perlahan-lahan, akan timbul perasaan cinta dan memiliki terhadap sumberdaya alam yang ada di sekitar mereka. Jika perasaan ini telah tercipta pada masyarakat setempat, maka kelanggengan dan pelestarian sumberdaya alam yang ada di Taman Nasinal maupun di daerah knservasi akan terjaga dengan sendirinya.

24 Akses Masyarakat terhadap Kawasan Ekwisata Undang-undang N.5 Tahun 1990 tentang Knservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Eksistemnya menekankan perlu adanya partisipasi masyarakat, tetapi partisipasi itu akan diatur kembali dengan peraturan perudangan-undangan. Partisipasi yang diatur berlebihan justru akan menghambat kerelaan, keinginan sendiri dan kreatifitas dalam upaya melibatkan diri dalam prses pengambilan keputusan untuk suatu perubahan yang dikehendaki, dalam hal ini partisipasi masyarakat partisipasi yang dimaksud adalah partisipasi masyarakat dalam pengellaan kawasan wisata. Jaminan bahwa masyarakat mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam pengellaan sumberdaya alam hayati sebetulnya sangat psitif dalam hal kntrl akses ke sumberdaya alam hayati dan pengetahuan tradisinalnya, termasuk hak menyangkut pemberian izin akses ke pihak lain. peluang kntrl masyarakat yang mestinya cukup efektif terhadap praktek-praktek pencurian sumberdaya genetika jadi mandul karena prses izin eksplitasi/penelitian sepenuhnya ada di tangan pemerintah (LIPI atau Departemen terkait). Masyarakat tidak mempunyai wewenang dan tidak terlibat dalam prses pemberian izin tersebut. Di sisi lain, jaminan dan peluang keikutsertaan masyarakat dalam prses pengntrlan kemungkinan pengambilan illegal sumberdaya hayati tidak secara eksplisit dinyatakan (LATIN, 1997).

25 Kerangka Pemikiran Daerah Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah kunjungan wisata alam. Salah satu tempat tujuan wisata alam yang diminati wisatawan adalah Pulau Pramuka yang berada dalam wilayah Taman Nasinal Kepulauan Seribu. Taman Nasinal ini dikella leh pemerintah dalam rangka melaksanakan kegiatan knservasi. Kawasan pariwisata dipandang memiliki keunggulan dalam hal peningkatan nilai tambah bagi masyarakat sekitar maupun pemerintah sehingga mampu merangsang pertumbuhan kesempatan kerja secara langsung dan tidak langsung, baik di sektr frmal maupun infrmal. Untuk mempersiapkan masyarakat agar mampu berkntribusi mengella kawasan secara lebih baik di masa yang akan datang, maka pemerintah melalui Balai Taman Nasinal menyusun prgram-prgram yang melibatkan masyarakat secara langsung diantaranya pemberdayaan masyarakat dan pendidikan lingkungan. Peluang masyarakat dalam mengakses kawasan tergantung pada sejauhmana struktur akses dan kntrl dari Taman Nasinal dapat membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengella kawasan ekwisata. Terkait dengan pla akses dan kntrl terhadap kawasan tersebut, perlu dikaji tentang tingkat dan bentuk partisipasi masyarakat yang diukur pada kelmpk/glngan tertentu dilkasi tertentu yang menerima atau memperleh prgram tertentu dari ekwisata di Taman Nasinal Kepulauan Seribu. Menurut Arnstein, 1969 tingkatan partisipasi terdiri dari: manipulasi (kmitmen resmi), terapi (pemegang kekuasaan mendidik rakyat), pemberitahuan (hak-hak masyarakat dan pilihan-pilihannya mulai diidentifikasikan), knsultasi

26 30 (masyarakat didengar tetapi tidak dipakai sarannya), placatin (saran masyarakat diterima tetapi tidak selalu dilaksanakan), kemitraan (timbal balik dinegsiasikan), pendelegasian kekuasaan (masyarakat diberikan kekuasaan untuk sebagian atau seluruh prgram), dan kntrl leh masyarakat. Tingkat partisipasi juga dipengaruhi leh karakteristik prgram ekwisata yang dissialisasikan di dalam masyarakat. Adapun ssialisasi kegiatan diukur dari tipe pendekatan dan media penyampaian pesan yang dilakukan eh pihak pengembang ekwisata. Kerangka pemikiran ini diknstruksikan seperti yang terlihat pada gambar 1. Struktur akses dan kntrl TNLKpS Karakteristik alam kepulauan seribu Peluang eknmi ekwisata Peran para pihak dalam kegiatan ekwisata Kelmpk usaha ekwisata Keterlibatan/partisipasi warga Manfaat: Eknmi Eklgi Keterangan: = mempengaruhi = saling mempengaruhi Gambar 1. Kerangka pemikiran Keterlibatan Masyarakat dalam Usaha Ekwisata

27 Hiptesis Penelitian Untuk mengarahkan penelitian ini, dirumuskan hiptesis berikut: Keterlibatan warga Pulau Pramuka dalam usaha ekwisata di Kepulauan Seribu mampu menimbulkan manfaat eknmi dan eklgi masyarakat. Atas dasar hiptesis tersebut, dikembangkanlah hiptesis uji sebagai berikut: H : Keterlibatan warga Pulau Pramuka dalam usaha ekwisata tidak mampu membangkitkan manfaat eknmi dan eklgi H1 : tlak H 2.9 Definisi Operasinal Definisi perasinal merupakan knsep-knsep yang dibuat untuk membantu dalam pengumpulan data di lapangan, yang selanjutnya membentu dalam menglah serta menganalisis data. Sejumlah knsep perasinal yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Struktur akses dan kntrl adalah jenis kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan di setiap zna yang ada di Taman Nasinal Laut Kepulauan Seribu berdasarkan menurut SK Dirjen PHKA nmr SK 05/IV-KK/ Karateristik alam Kepulauan Seribu adalah ptensi alam yang ada di Kepulauan Seribu yang dimanfaatkan menjadi bjek wisata. 3. Peluang eknmi adalah jenis kegiatan eknmi yang tumbuh di masyarakat Pulau Pramuka akibat adanya keterlibatan masyarakat dalam usaha ekwisata. 4. Peran para pihak dalam kegiatan ekwisata adalah kegiatan ssialisasi dari pihak-pihak yang berperan dalam ekwisata. Ukurannya terdiri dari pendekatan individu, kelmpk, massal, dan pengaruh tidak langsung.

28 32 5. Tingkatan keterlibatan warga masyarakat diukur berdasarkan knsep partisipasi yang dikembangkan leh Arnstein (1969) yang terdiri dari manipulasi (kmitmen resmi), terapi (pemegang kekuasaan mendidik rakyat), pemberitahuan (hak-hak masyarakat dan pilihan-pilihannya mulai diidentifikasikan), knsultasi (masyarakat didengar tetapi tidak dipakai sarannya), placatin (saran masyarakat diterima tetapi tidak selalu dilaksanakan), kemitraan (timbal balik dinegsiasikan), pendelegasian kekuasaan (masyarkat diberikan kekuasaan untuk sebagian atau seluruh prgram), dan kntrl leh masyarakat 6. Kelmpk usaha ekwisata adalah kelmpk swadaya masyarakat yang berkembang di Pulau Pramuka yang bergerak di bidang usaha ekwisata khususnya pemandu wisata. 7. Manfaat ekwisata adalah keuntungan yang diterima dan dirasakan leh masyarakat berkaitan dengan pengembangan kegiatan ekwisata di sekitar tempat tinggal mereka. manfaat ekwisata akan dibagi menjadi manfaat eknmi yaitu peningkatan pendapatan dan peluang kerja, serta manfaat eklgi yaitu adanya rehabilitasi terumbu karang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagai negara agraris, Indnesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang jika dikella dengan tepat, kekayaan tersebut mampu diandalkan menjadi andalan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Knsep ekwisata pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable develpment). Pembangunan berkelanjutan merupakan aktivitas

Lebih terperinci

NILAI-NILAI BERSAMA KEMITRAAN PLATFORM PANTAU GAMBUT

NILAI-NILAI BERSAMA KEMITRAAN PLATFORM PANTAU GAMBUT NILAI-NILAI BERSAMA KEMITRAAN PLATFORM PANTAU GAMBUT Dkumen ini mendefinisikan misi, tujuan, tata kella, dan prinsip-prinsip perasinal Pantau Gambut yang perlu disepakati bersama leh para rganisasi mitra.

Lebih terperinci

KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU

KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU Oleh : HESTI WORO TRIUTAMI I34051032 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

Pedoman Perlidungan Kawasan Ekosistem Esensial

Pedoman Perlidungan Kawasan Ekosistem Esensial Rancangan Peraturan Menteri LHK tentang Pedman Perlidungan Kawasan Eksistem Esensial Bgr 7 Mei 2018 Direktrat Jenderal Knservasi Sumber Daya Alam dan Eksistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA BPK 1. PENDAHULUAN a) LATAR BELAKANG DAN DASAR HUKUM BPK mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan,kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jakarta dengan luas 661,52 km 2 dan jumlah populasi jiwa serta kepadatan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jakarta dengan luas 661,52 km 2 dan jumlah populasi jiwa serta kepadatan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Jakarta dengan luas 661,52 km 2 dan jumlah ppulasi 8.389.443 jiwa serta kepadatan penduduk sebesar 12.682,1/ 2 km, diperkirakan akan terus bertambah. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 009-013 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 009-013 A. VISI DAN MISI DAERAH V isi merupakan gambaran bersama mengenai masa depan, berupa kmitmen murni,

Lebih terperinci

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003

BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 BUKU INDIKASI KAWASAN HUTAN & LAHAN YANG PERLU DILAKUKAN REHABILITASI TAHUN 2003 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai eknmi, eklgi dan ssial

Lebih terperinci

Kabupaten :. Kelompok Hutan :.

Kabupaten :. Kelompok Hutan :. Lampiran : Peraturan Direktur Jenderal Bina Prduksi Kehutanan Nmr : P.05/VI-SET/2005 Tanggal : 3 Agustus 2005 FORMAT PROPOSAL TEKNIS PENAWARAN DALAM PELELANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013 Lampiran 1 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2013 PENDAHULUAN Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) merupakan dkumen pembangunan yang disusun untuk kurun waktu

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman Isu-isu strategis

1.1. Latar Belakang. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman Isu-isu strategis pada desain terpadu antara tata guna lahan, berbagai elemen rancang lingkungan serta sarana dan prasarana lingkungan. Oleh karena itu, melalui prgram Penataan Lingkungan Berbasis Kmunitas (PLP-BK) maka

Lebih terperinci

Octavery Kamil, Irwanto, Ignatius Praptoraharjo, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitorus, Sari Lenggogeni

Octavery Kamil, Irwanto, Ignatius Praptoraharjo, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitorus, Sari Lenggogeni Octavery Kamil, Irwant, Ignatius Praptraharj, Anindita Gabriella, Emmy, Siska Natalia Gracia Simanullang, Natasya Evalyne Sitrus, Sari Lengggeni Jumlah kasus AIDS yang tercatat adalah sebesar 33.364 rang

Lebih terperinci

TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT KALIWUNGU KENDAL TAHUN 2028 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT KALIWUNGU KENDAL TAHUN 2028 JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Issue yang sedang hangat menjadi pembicaraan adalah rencana pemindahan aktivitas pelabuhan laut khusus penumpang lintas Semarang - Kumai pada Pelabuhan Tanjung Emas.Tanjung

Lebih terperinci

W.10 PEMANFAATAN PELAKU PARIWISATA DI PROPINSI NTB SEBAGAI SUMBER DAYA CYBER DEFENCE GUNA MENGHADAPI PERANG ASIMETRI

W.10 PEMANFAATAN PELAKU PARIWISATA DI PROPINSI NTB SEBAGAI SUMBER DAYA CYBER DEFENCE GUNA MENGHADAPI PERANG ASIMETRI W.10 PEMANFAATAN PELAKU PARIWISATA DI PROPINSI NTB SEBAGAI SUMBER DAYA CYBER DEFENCE GUNA MENGHADAPI PERANG ASIMETRI Nama Peneliti : Ir. Achmad Farid Wadjdi, MM Dra. Aries Setyani, M.Si Santi Andriany,

Lebih terperinci

Jenis Informasi yang Terbuka dan Dikecualikan

Jenis Informasi yang Terbuka dan Dikecualikan Jenis Infrmasi yang Terbuka dan Dikecualikan Kelmpk Infrmasi Publik yang diatur dalam UU KIP mencakup Infrmasi Publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala; Infrmasi Publik yang wajib diumumkan

Lebih terperinci

Taman edukasi profesi dan Rekreasi anak medan

Taman edukasi profesi dan Rekreasi anak medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sewaktu kita anak-anak, kita memiliki cita-cita yang kita impikan. Kita sering membayangkan bagaimana kalau ketika sudah dewasa nanti kita akan bekerja ataupun menekunin

Lebih terperinci

by : Andika Putra Utami; Yunike Rahmi; Dewi Permata Sari; Bismatullah; Ismadi

by : Andika Putra Utami; Yunike Rahmi; Dewi Permata Sari; Bismatullah; Ismadi Manajemen Risik K3 di Perusahaan Pertambangan Psted n 21 Januari 2011 by Aria Gusti by : Andika Putra Utami; Yunike Rahmi; Dewi Permata Sari; Bismatullah; Ismadi Pendahuluan Pertambangan memiliki peran

Lebih terperinci

PANDUAN PERENCANAAN KOLABORATIF PSABM

PANDUAN PERENCANAAN KOLABORATIF PSABM PANDUAN PERENCANAAN KOLABORATIF PSABM Perencanaan secara klabratif Pengellaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat (PSABM) dilakukan untuk menyusun acuan dan prgram bersama di antara pemangku kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 64 BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Kriteria ptimasi yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha adalah dengan studi kelayakan bisnis yang berdasarkan beberapa aspek,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nmr: P.52/Menhut-II/2006 TENTANG PERAGAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI MENTERI KEHUTANAN, 1. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nmr 8 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

Heru Frianto Simanjuntak 1, Siti Latifah 2, Muhdi 2

Heru Frianto Simanjuntak 1, Siti Latifah 2, Muhdi 2 Analisis Pengembangan Objek Wisata Pemandian Manigm di Kabupaten Simalungun (Analysis f the Develpment f Pemandian Manigm Ecturism in Simalungun) Heru Friant Simanjuntak, Siti Latifah, Muhdi Mahasiswa

Lebih terperinci

Profil DAS Bengawan Solo

Profil DAS Bengawan Solo D E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M D I R E K T O R A T J E N D E R A L S U M B E R D A Y A A I R S A T K E R B A L A I B E S A R W I L A Y A H S U N G A I B E N G A W A N S O L O Jl. SOLO-Kartsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Data Perusahaan 2.1.1. Identitas Perusahaan Televisi Republik Indnesia (TVRI) merupakan lembaga penyiaran pertama di Indnesia. Berdiri pada tanggal 24 Agustus 1962,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 20, 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II PETUGAS HUMAS DAN WARTAWAN DI KABUPATEN BREBES. Tanpa komunikasi, masyarakat akan mengalami ketertinggalan informasi,

BAB II PETUGAS HUMAS DAN WARTAWAN DI KABUPATEN BREBES. Tanpa komunikasi, masyarakat akan mengalami ketertinggalan informasi, 1 BAB II PETUGAS HUMAS DAN WARTAWAN DI KABUPATEN BREBES 2.1 Petugas Humas Kmunikasi dan infrmasi telah menjadi salah satu kebutuhan dasar mausia. Tanpa kmunikasi, masyarakat akan mengalami ketertinggalan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2007 Ketua Program Studi Teknik Elektro, Busono Soerowirdjo, Ph.D

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2007 Ketua Program Studi Teknik Elektro, Busono Soerowirdjo, Ph.D KATA PENGANTAR Dalam era infrmasi ini, tantangan yang dihadapi Prgram Studi Teknik Elektr Fakultas Teknlgi Industri Universitas Gunadarma dirasakan semakin menuntut langkah-langkah strategis agar Studi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan 33 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan metode dengan informan, dan observasi. Data tentang karakteristik masyarakat lokal, tingkat,

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

Lahan 3.1. Kondisi Peruntukan. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman. Tabel 3.1. Kondisi Peruntukan Lahan Kawasan Prioritas Kelurahan Tenilo

Lahan 3.1. Kondisi Peruntukan. Rencana Tindak Penataan Lingkungan Permukiman. Tabel 3.1. Kondisi Peruntukan Lahan Kawasan Prioritas Kelurahan Tenilo Tabel 3.1. Kndisi Peruntukan Lahan Kawasan Priritas Kelurahan Tenil 3.1. Kndisi Peruntukan Lahan Peruntukan lahan di Kelurahan Tenil sebagian besar masih di dminasi leh semak/belukar yaitu sekitar 136,91

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN POTENSI PENDAPATAN ASLI DESA. Pembangunan desa sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada

STUDI PENGEMBANGAN POTENSI PENDAPATAN ASLI DESA. Pembangunan desa sebagai bagian integral dari pembangunan nasional pada I. PENDAHULUAN STUDI PENGEMBANGAN POTENSI PENDAPATAN ASLI DESA Pembangunan desa sebagai bagian integral dari pembangunan nasinal pada umumnya dan pembangunan daerah tidak bisa dilepaskan dari prinsip tnmi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2006 Dekan Fakultas Sastra, Prof. Dr. Indiyah Imran. Renstra Fakultas Sastra Universitas Gunadarma

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2006 Dekan Fakultas Sastra, Prof. Dr. Indiyah Imran. Renstra Fakultas Sastra Universitas Gunadarma KATA PENGANTAR Dalam era infrmasi ini, tantangan yang dihadapi Fakultas Sastra Universitas Gunadarma dirasakan semakin menuntut langkah-langkah strategis agar Fakultas Sastra tetap mampu memberikan sumbangan

Lebih terperinci

PROGRES PEMBANGUNAN SUMBER BENIH

PROGRES PEMBANGUNAN SUMBER BENIH PROGRES PEMBAGUA SUMBER BEIH 2010-2013 PROGRAM Prgram Kementerian Kehutanan: Penanaman Satu Milyar Phn Prgram Badan Litbang Kehutanan: Pembangunan Sumber Benih Jenis Unggulan Lkal di Setiap UPT Balitbanghut

Lebih terperinci

- Perencanaan dan Penyusunan Program

- Perencanaan dan Penyusunan Program Manajemen Prgram Kegiatan manajemen pryek meliputi kegiatan untuk mendukung persiapan pelaksanaan pryek, penyediaan fasilitas dalam perasinal, krdinasi kegiatan pryek di pusat maupun daerah, dan pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

DANA BANTUAN LANGSUNG - DBL

DANA BANTUAN LANGSUNG - DBL DANA BANTUAN LANGSUNG - DBL Sebagai alternatif pengellaan subsidi bantuan untuk peningkatan mutu pendidikan Oleh : Danny Meirawan Bahan News Letter Kantr Dinas Pendidikan Jawa Barat A. LATAR BELAKANG Wajib

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Donggala merupakan salahsatu wilayah yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah 10.472 km² yang terdiri atas 16 wilayah kecamatan. Daerah

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN LATAR BELAKANG LAPORAN AKHIR

BAB PENDAHULUAN LATAR BELAKANG LAPORAN AKHIR BAB 1 PENDAHULUAN Bab iniberisilatarbelakang, maksudtujuandansasaran, ruanglingkuppekerjaan, landasanhukum, pendekatan dan metdlgi sertasistematikapenulisanlapran Akhirkegiatan penyusunanpersiapanpeninjauankembali

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Penerimaan Peserta Didik Baru

Penerimaan Peserta Didik Baru Penerimaan Peserta Didik Baru 2017 2018 SMKN 1 Dlanggu adalah Seklah Menengah Kejuruan Negeri yang berbasis Teknlgi dan Pariwisata untuk mencetak lulusan yang siap menjadi prfessinal muda di bidang teknlgi

Lebih terperinci

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati dan dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas terbesar

Lebih terperinci

Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara 2

Mahasiswa Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara 2 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEGEMBAGA EKOWISATA DI DESA HUTA GIJAG, KECAMATA SIAJUR MULA-MULA, KABUPATE SAMOSIR, PROVISI SUMATERA UTARA (PUBLIC PERCEPTIO OF ECOTOURISM DEVELOPMET I HUTA GIJAG VILLAGE,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maka penduduk setempat dapat menggagalkan upaya pelestarian. Sebaliknya bila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari pengelolaan taman nasional adalah untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan menyediakan jasa ekosistem. Sebuah taman nasional memegang peranan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

Kebijakan tentang Benturan Kepentingan dan Benturan Komitmen

Kebijakan tentang Benturan Kepentingan dan Benturan Komitmen Kebijakan tentang Benturan Kepentingan dan Benturan Kmitmen Versi 29 Juni 2009 I. Pendahuluan Partisipasi aktif atau kegiatan staf akademik SBM dalam berbagai kegiatan yang berperan dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB 3 GAMBARAN UMUM RESPONDEN 3.1 Prfile Respnden 3.1.1 Sejarah Singkat Banyaknya anak-anak usia seklah dan anak-anak putus seklah pada awal pemerintahan Orde Baru pada tahun 1966, dan pengalaman selama

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Emile Durkheim (dalam Salim, 2002:54-57) perubahan struktur masyarakat terbagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Emile Durkheim (dalam Salim, 2002:54-57) perubahan struktur masyarakat terbagi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Scial Budaya Menurut Emile Durkheim (dalam Salim, 2002:54-57) perubahan struktur masyarakat terbagi menjadi dua slidaritas, yaitu masyarakat dari berslidaritas mekanik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Bab I. project sinopsis. JudulProyek. Media Penelitian dan Pengembangan Potensi Air ( Preseden Air+Arsitektur) Lokasi. Timur. Peta Lokasi. gambar 1.

Bab I. project sinopsis. JudulProyek. Media Penelitian dan Pengembangan Potensi Air ( Preseden Air+Arsitektur) Lokasi. Timur. Peta Lokasi. gambar 1. Bab I prject sinpsis JudulPryek Media Penelitian dan Pengembangan Ptensi Air ( Preseden Air+Arsitektur) Lkasi Kawasan Waduk Selrej, Ngantang, Pujn, Batu, Kabupaten Malang Jawa Timur. Peta Lkasi gambar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metde Penilaian Investasi Metde Penilaian Investasi yang digunakan untuk menganalisis kelayakan penambahan gudang pada PT. Prima Lintas Express dapat dikatakan layak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN KOPERASI BAGI KELOMPOK TANI WANITA PANEN RAYA DI KANAGARIAN PADANG TAROK KEC. BASO KAB.

PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN KOPERASI BAGI KELOMPOK TANI WANITA PANEN RAYA DI KANAGARIAN PADANG TAROK KEC. BASO KAB. Prgram PPM PROGRAM STUDI Sumber Dana DIPA Universitas Andalas Besar Anggaran Rp 4.000.000,- Tim Pelaksana Riza Reni Yenti, Raudhatul Hidayah dan Wiladatika Fakultas Eknmi Lkasi Kab. 50 Kta, Sumatera Barat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (DPRD) KABUPATEN GROBOGAN TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

RENCANA KERJA (DPRD) KABUPATEN GROBOGAN TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH RENCANA KERJA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KABUPATEN GROBOGAN TAHUN ANGGARAN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TAHUN 2014 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Manajemen Proyek. Manajemen

Manajemen Proyek. Manajemen Manajemen Pryek Manajemen Aktivitas yang meliputi perencanaan, pengrganisasian, pelaksanaan dan kepemimpinan, serta pengawasan terhadap pengellaan sumber daya yang dimiliki suatu rganisasi untuk mencapai

Lebih terperinci

Komentar dan Rekomendasi

Komentar dan Rekomendasi Kmentar dan Rekmendasi Nama Perguruan Tinggi Skema Reviewer : Fakultas Kedkteran Universitas Brawijaya : A : 1. Siti Aminah TSE 2. Segiant Ali 1. Kmentar Umum Pelaksanaan PHK-PKPD leh Fakultas Kedkteran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2007 Ketua Program Studi Teknik Sipil, Andi Tenrisukki Tenriajeng, ST, MT

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2007 Ketua Program Studi Teknik Sipil, Andi Tenrisukki Tenriajeng, ST, MT KATA PENGANTAR Dalam era infrmasi ini, tantangan yang dihadapi Prgram Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma dirasakan semakin menuntut langkah-langkah strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

MEMBANGUN E-GOVERNMENT

MEMBANGUN E-GOVERNMENT 1 MEMBANGUN E-GOVERNMENT 1. Pendahuluan Di era refrmasi ini, kebutuhan masyarakat akan transparansi pelayanan pemerintah sangatlah penting diperhatikan. Perkembangan teknlgi infrmasi menghasilkan titik

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE-I PENGENALAN STUDIO PROSES PERENCANAAN

PERTEMUAN KE-I PENGENALAN STUDIO PROSES PERENCANAAN PERTEMUAN KE-I PENGENALAN STUDIO PROSES PERENCANAAN Pengertian Studi Studi erupakan pengenalan lapangan atas bagian kegiatan prses perencanaan yang akan diajarkan akan dipraktekan leh mahasiswa. Studi

Lebih terperinci

MEMAHAMI KOMUNIKASI BISNIS

MEMAHAMI KOMUNIKASI BISNIS MEMAHAMI KOMUNIKASI BISNIS Tujuan Pembelajaran: Mampu membedakan kmunikasi verbal & nn verbal Mampu menjelaskan terjadinya prses kmunikasi Mampu mengidentifikasikan sebab-sebab munculnya kesalahpahaman

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pasar merupakan bagian terpenting dalam kegiatan eknmi dan kesejahteraan masyarakat. Pasar adalah wadah dimana penjual atau pembeli dapat langsung bertemu secara fisik.

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGEMBANGAN BERBAGAI PROGRAM IMC

KONSEP DASAR PENGEMBANGAN BERBAGAI PROGRAM IMC Perspektif Pemasaran Untuk mengerti IMC, kita harus memahami pengertian dasar dari pemasaran, karena fungsifungsi IMC sendiri berada dibawah payung pemasaran. Seperti halnya pemasaran, IMC sendiri merupakan

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

Keselamatan kerja dan Kesehatan lingkungan 1

Keselamatan kerja dan Kesehatan lingkungan 1 MENGASOSIASI : Prinsip K-3 & Penerapan di Bengkel Kerja Anda diharuskan juga untuk mengassiasi atau menerjemahkan kedalam pikiran anda sendiri dan selanjutnya diwujudkan dalam bentuk tulisan atau gambaran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA MAROBO, SALASSA, SUKAMAJU DAN BONE-BONE MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

Dalam Mengembangkan Infrastruktur dan Menyediakan Pelayanan Sumber Daya Air

Dalam Mengembangkan Infrastruktur dan Menyediakan Pelayanan Sumber Daya Air Lisensi/izin untuk BUMN dan Swasta Dalam Mengembangkan Infrastruktur dan Menyediakan Pelayanan Sumber Daya Air IWLW 2014 Jakarta, 24-26 Nvember 2014 Disajikan leh: Tjek Waluj Subijant Frmer President Directr,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN MODEL KOMPETENSI

BAB V PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN MODEL KOMPETENSI BAB V PERANCANGAN DAN PEMBANGUNAN MODEL KOMPETENSI 5.1 Kerangka Identitas MEDIOR 1. Dasar Pemikiran Kelmpk Media Olahraga (MEDIOR) merupakan anggta KKG (Kelmpk Kmpas Gramedia) yang bertujuan untuk ikut

Lebih terperinci

DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DUKUNGAN OJK ATAS PROGRAM INVESTASI DI LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA Disampaikan leh Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Pada acara Indnesia Eximbank Investr Gathering 2017 Jakarta, 7 Februari 2017

Lebih terperinci