Kesenjangan di Indonesia: Tren, penyebab, kebijakan. World Bank September 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kesenjangan di Indonesia: Tren, penyebab, kebijakan. World Bank September 2014"

Transkripsi

1 Kesenjangan di Indonesia: Tren, penyebab, kebijakan World Bank September 2014

2 Indonesia tumbuh dengan kuat sejak krisis keuangan Asia, dan kelas menengahnya terus bertambah Pertumbuhan PDB Riil (%) Juta Jiwa Pertumbuhan ekonomi kuat kelas menengah terus naik ,200 1, Triliun Rupiah -15 Populasi Konsumsi Sumber: BPS Sumber: BPS

3 namun tingkat kerentanan tinggi; peristiwa kecil bisa menyebabkan rumah tangga miskin bertambah Persen populasi Jumlah hampir miskin besar dan rentan menjadi miskin jt Rentan 30jt Miskin 55 persen keluarga miskin tahun ini belum tergolong miskin di tahun sebelumnya Miskin Miskin baru Antara 1.0x dan 1.5x di Garis Kemiskinan Dibawah Garis Kemiskinan Sumber: Susenas 2011 Sumber: Susenas Panel dan penghitungan World Bank

4 Pengentasan kemiskinan melambat dan pertumbuhan ekonomi tidak merata Percentage Point Change in National Poverty Rate Percent Pengentasan kemiskinan melambat Sumber: BPS Tingkat pengentasan kemiskinan melambat Pertumbuhan tidak merata Pertumbuhan Rata-rata konsumsi nasional Konsumsi Rumah Tangga per Kapita Decile Sumber: Susenas, World Bank calculations Catatan: Pertumbuhan konsumsi riil per tahun (disesuaikan untuk daya beli berdaarkan tempat dan waktu)

5 Agenda 1 Kesenjangan melebar 2 hal ini penting 3 Ada sejumlah hal yang mendorong peningkatan kesenjangan 4 tapi ada contoh yang bisa dipelajari dari negara lain

6 Banyak penduduk Indonesia merasa kesenjangan semakin tinggi Banyak orang percaya terjadi kesenjangan di Indonesia dan kesenjangan ini terus meningkat Hampir semua orang Indonesia merasa kesenjangan di Indonesia melebihi batas wajar menurut mereka Lebih dari 90% responden survey mengatakan Indonesia timpang Sebanyak 40 persen mengatakan Indonesia sangat timpang Sumber: Survei Persepsi kesenjangan (LSI) Mereka juga merasa kesenjangan meningkat dalam beberapa tahun terakhir Hampir separuh dari total responden menyatakan kesenjangan meningkat dalam lima tahun terakhir Hanya 15 persen yang menyatakan terjadi penurunan Rata-rata, mereka percaya pendapatan dari 20% kelompok terkaya tumbuh pesat Mereka percaya pendapatan kelompok 20% berikutnya tumbuh dalam tingkat sedang Mereka percaya pendapatan dari 60% kelompok terbawah tidak berubah

7 faktanya, kesenjangan memang meningkat Koefisien Gini, Kesenjangan secara umum stabil; mulai meningkat di akhir periode sampai terjadi krisis keuangan, yang dampaknya lebih besar terhadap kelompok kaya daripada miskin namun, setelah perekonomian pulih dan periode pertumbuhan terus berjalan, kesenjangan kembali meningkat Asian Financial Crisis Sumber: Catatan: Susenas Koefisien Gini untuk konsumsi nasional

8 Meski terjadi di negara lain, naiknya kesenjangan di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara Perubahan Rata-Rata Gini per Tahun, periode 1990 dan 2000 Catatan: Gini untuk konsumsi di semua negara kecuali Malaysia, yang menggunakan pendapatan. Periode waktu untuk tiap negara adalah: Indonesia ; Malaysia ; Lao PDR ; China ; Vietnam ; Thailand ; Filipina ; dan Kamboja Sumber: Kanbur, Rhee dan Zhuang (2014) Inequality in Asia and the Pacific, from PovCalNet; World Bank calculations.

9 Millions of People kesenjangan di Indonesia belum terdata penuh, banyak keluarga berpendapatan tinggi tidak tercakup Konsumsi Rumah Tangga: Distribusi Susenas (2011) Rumah Tangga lebih kaya dalam Susenas (2011) >$10 per hari (~Rp.2jt/bulan) Hanya 5 juta orang 2 persen dari populasi te <$1.25 $ $2-4 $4-10 $10-20 >$20 Source: Susenas and World Bank calculations >$20 per hari (~Rp.4jt/bulan) Hanya orang < 0,5 persen dari populasi Pendapatan Tinggi yang belum terdata belum tentu dari kelompok super kaya!

10 Agenda 1 Kesenjangan melebar 2 hal ini penting 3 Ada sejumlah hal yang mendorong peningkatan kesenjangan 4 tapi ada contoh yang bisa dipelajari dari negara lain

11 Kesenjangan bisa menghambat pertumbuhan ekonomi Kurang pekerjaan produktif merugikan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan Orang miskin tidak memiliki pekerjaan layak karena bekal pendidikan tidak memadai Banyak orang bukan miskin dengan pendidikan lebih baik sulit mendapatkan pekerjaan produktif Sebagian besar pekerjaan yang diciptakan sejak 2001, termasuk pekerjaan saat ini, ada di sektor dengan produktivitas rendah Pendapatan riil atas pekerjaan rendah Akses terhadap perlindungan resmi pekerja terbatas Pertumbuhan ekonomi terhambat; tidak memaksimalkan potensi produktivitas angkatan kerja saat ini, tepat ketika dividen demografi sedang memuncak Kesenjangan memengaruhi pertumbuhan dalam bentuk lain Sampai tahap tertentu, kesenjangan diperlukan untuk pertumbuhan. Diferensiasi imbalan menjadi insentif kerja keras dan inovasi Tapi, kesenjangan yang terlalu tinggi berdampak buruk Kelompok paling miskin sebesar 40 persen tidak mampu keluar dari kerentanannya dan naik menjadi kelas menengah. Hal ini dapat melemahkan pertumbuhan konsumsi ke depan yang diharapkan bertumpu pada kelas menengah Investasi kelompok miskin rendah, sumber daya manusia rentan, dan kegiatan kewirausahaan menurun

12 dan menghalangi pengentasan kemiskinan Persen Kemiskinan akan dapat dihilangkan jika pertumbuhan dinikmati secara merata poverty 2010 poverty if growth shared equally 2010 actual poverty Dekomposisi Datt-Ravallion memperkirakan perubahan kemiskinan karena pertumbuhan atau perubahan kesenjangan Komponen pertumbuhan mengindikasikan perubahan kemiskinan pada 2012, jika distribusi 2003 tumbuh rata-rata Komponen kesenjangan mengindikasikan perubahan kemiskinan pada 2012, jika distribusi 2003 tidak tumbuh tetapi mengikuti bentuk 2012 Komponen pertumbuhan sendiri cukup besar untuk menghilangkan kemiskinan dalam periode tersebut Pertumbuhan merata dan perlindungan sosial yang efektif bisa menghapuskan kemiskinan di Indonesia Pertumbuhan yang lebih setara akan menarik kelompok miskin saat ini keluar dari kemiskinan Perlindungan sosial yang efektif bisa mencegah kelompok nonmiskin agar tidak menjadi miskin Sumber: Susenas dan penghitungan World Bank Catatan: Menggunakan data 2003 sebagai tahun dasar dekomposisi. Residu yang besar bisa merumitkan interpretasi. Tapi, total residu secara konservatif dimasukkan dengan distribusi ulang, menunjukkan bahwa ada pertumbuhan yang cukup untuk mengangkat semua kelompok miskin keluar dari kemiskinan pada 2012, lepas dari efek residu.

13 Tingginya kesenjangan bisa berdampak negatif terhadap kohesi sosial di Indonesia Peristiwa konflik Gini Rata-rata Konflik di Kabupaten Gini 20 district Gini 30 district Gini 40 district Sumber: Pierskalla dan Sacks (2014) dari basis data konflik NVMS, mencakup 14 provinsi dari (tahun pengambilan data berbeda antarpropinsi) dan DAPOER.

14 Agenda 1 Kesenjangan melebar 2 hal ini penting 3 Ada sejumlah hal yang mendorong peningkatan kesenjangan 4 tapi ada contoh yang bisa dipelajari dari negara lain

15 Tingkat kesenjangan sebagian didorong oleh perbedaan antar kabupaten, pendidikan, dan pekerjaan 100% kesenjangan Konsumsi: Kontribusi Perbedaan Di Dalam dan Antarkelompok % 60% 40% 20% 0% Urban-rural Provincial District HOH Gender HOH Education HOH Sector HOH Formal Proportion in Agriculture Proportion Formal Ketimpangan dalam kelompok Ketimpangan antar kelompok Sumber: Susenas, penghitungan World Bank Catatan: Dekomposisi dari Theil L Index (GE(0))

16 Peningkatan kesenjangan ini dikendalikan oleh tingginya nilai keterampilan serta dampak guncangan yang lebih besar Uraian Perubahan di Gini Penjelasan Persentase Perubahan Total Perubahan Utama Yang Mengakibatkan Tingginya Kesenjangan Struktur Residual (guncangan dan varians) 133 Peningkatan Pengembalian ke Pendidikan 28 Peningkatan Pengembalian ke Sektor Pekerjaan 12 Perubahan Utama Yang Mengakibatkan kesenjangan lebih rendah Peningkatan Dukungan (mis. urbanisasi, pendidikan lebih tinggi, pertambahan pekerjaan formal) Penurunan Kesenjangan Urban-Rural -23 Penurunan Kesenjangan Kedaerahan -16 Penurunan Kesenjangan Jenis Pekerjaan -8 Sumber: Susenas, perhitungan Bank Dunia Catatan: Simulasi kontrafaktual distribusi konsumsi menggunakan metode Juhn-Murphy-Pierce dan model pilihan kerja. Hanya hasil utama yang ditunjukkan -28

17 Selain itu, hanya orang Indonesia yang lebih kaya yang memiliki akses pada pasaran perumahan dan saham yang mengalami booming Hanya orang Indonesia yang lebih kaya yang mendapat manfaat dari kuatnya pengembalian modal Hanya orang Indonesia yang lebih kaya yang memiliki akses terhadap aset-aset modal seperti investasi perumahan dan saham Sejak tahun 2002 hingga 2013, Indeks Gabungan Bursa Saham Indonesia mengalami peningkatan nilai hingga 11 kali, dengan rata-rata tingkat pengembalian sebesar 22 persen per tahun pada saat yang sama upah dan gaji mengalami penurunan sebagai bagian dari pendapatan nasional Bukan saja banyak orang Indonesia yang tersingkir dari booming pasar modal dan aset upah dan gaji yang mereka andalkan mengalami penurunan bagian dari pendapatan nasional Bagian pendapatan tenaga kerja industri mengalami penurunan di Indonesia Penurunan angka persentase 3-4 pesen antara awal tahun 2000an dan pertengahan tahun 2000an, mencerminkan pola Asia yang lebih luas Karena masyarakat miskin tidak memiliki modal, peningkatan pendapatan modal mengalir pada rumah tangga yang lebih kaya. Semakin memperburuk kesenjangan.

18 Agenda 1 Kesenjangan melebar 2 hal ini penting 3 Ada sejumlah hal yang mendorong peningkatan kesenjangan 4 tapi ada contoh yang bisa dipelajari dari negara lain

19 Apa yang diharapkan dapat dipelajari dari pengalaman internasional dalam menurunkan kesenjangan? Kebijakan makro dan keuangan yang masuk akal merupakan landasan masyarakat yang adil dan makmur Stabilitas makro Pengeluaran keuangan diarahkan pada penggunaan dalam masyarakat Memperluas akses dan kualitas kesempatan bagi pekerja miskin dan rentan Berinvestasi pada kesehatan dan pendidikan Bantuan sosial untuk melindungi rumah tangga dari guncangan dan memfasilitasi mobilitas ke atas Transfer tunai dapat menjadi penyeimbang Namun efektivitasnya dalam menurunkan kesenjangan tergantung baik pada ukuran dan seberapa tepat sasarannya

20 Brazil secara efektif menurunkan kesenjangan, walaupun berasal dari titik awal yang sangat tidak setara Koefisien Gini, Brazil dan Amerika Latin Brazil Amerika Latin* Sumber: Catatan: Bank Dunia (2012): Inequality in Focus Amerika Latin diperoleh dari angka rata-rata 17 negara

21 Hal ini tercapai melalui stabilitas makro-ekonomi dan penyebaran pendidikan Stabilitas makro-ekonomi dan pertumbuhan memberikan manfaat bagi orang miskin Orang miskin tidak memiliki akses pada alat-alat finansial yang melindungi mereka dari inflasi Penyebaran ekonomi mendukung penciptaan lapangan kerja Penyebaran pada tingkat primer dan sekunder telah merubah profil angkatan kerja kesenjangan pendapatan tenaga kerja di Brazil dikendalikan oleh kesenjangan dalam pendidikan Kebijakan yang konkrit dalam usaha memperluas pendidikan bagi rumah tangga yang lebih miskin Pada tahun 1993, seorang anak dari ayah yang tidak memiliki pendidikan formal akan menyelesaikan sekolah selama 4 tahun; kini pelajar menyelesaikan pendidikan 9-11 tahun, tanpa,emandang pendidikan orangtuanya Ketika lebih banyak tenaga kerja menjadi ahli, mereka memperoleh manfaat dari upah yang lebih tinggi Pada saat yang sama, hal ini berarti berkurangnya pekerja tanpa keahlian Pertumbuhan ekonomi turut meningkatkan kebutuhan pekerja tanpa keahlian, sehingga upah pekerja tanpa keahlian turut meningkat Perbedaan upah antara pekerja dengan keahlian dan tanpa keahlian telah berkurang Perubahan pendapatan pekerja mewakili 2/3 penurunan kesenjangan

22 selain karena penggunaan dana yang berpihak pada orang miskin serta kebijakan sosial yang lebih baik Lebih banyak kejadian penggunaan dana yang berpihak pada orang miskin Hampir setengah dari seluruh belanja pemerintahan merupakan penggunaan dana untuk sosial (transfer tunai, kesehatan dan pendidikan) Perluasan penggunaan dana untuk bantuan sosial Peningkatan transfer dana pemerintah baik secara konstribusi maupun nonkontribusi yang menurun sebesar 30 persen di Gini dari Bolsa Familia (CCT) Kini mencakup 25 persen dari rumah tangga Satu satunya kontribusi terbesar yang mencapai orang miskin serta menurunkan kesenjangan Beneficio de Prestacao Continuada (dana pensiun non-kontribusi) Tingkat manfaat yang lebih tinggi dibanding CCT, namun dengan kontribusi yang lebih rendah dalam menurunkan kesenjangan Namun, program keamanan sosial secara formal dan sektor publik yang tinggi belakangan ini sangat berkurang

23 Sebagai akibatnya, pertumbuhan pendapatan orang miskin jauh meningkat dibandingkan rata-rata rumah tangga Tingkat pertumbuhan tahunan (dalam %) Kurva Insidensi Pertumbuhan Pendapatan Rumah Tangga, Pendapatan per kapita rumah tangga untuk setiap desil Rata-rata tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita desil Sumber: Bank Dunia (2012): Inequality in Focus

24 Yang kedua, peranan kebijakan keuangan pajak dan belanja telah menyetarakan keadaan di LAC namun tidak demikian di Indonesia Perubahan Gini Perubahan Pendapatan Gini Akibat Kebijakan Pajak dan Belanja Argentina Bolivia Brazil Mexico Peru Uruguay Indonesia Sumber: Lustig et al. (2013): Impact of Taxes and Social Spending on Inequality and Poverty in Argentina, Bolivia, Brazil, Mexico, Peru and Uruguay

25 Transfer dana secara tidak langsung merupakan sarana yang utama dimana-mana, sementara transfer dana tunai dan pajak pendapatan memegang peranan Sarana Penyetara Utama (Perubahan Persentase Pada Pendapatan Pasaran Gini) Pajak Pendapatan Transfer Langsung Pajak Tidak Langsung + Subsidi Transfer Dana Tidak Langsung Argentina n/a -8,6 n/a -16,6 Bolivia 0,0-2,0 2,0-11,3 Brazil -2,4-3,6 0,3-18,4 Mexico -2,6-1,9-1,3-10,1 Peru -1,1-0,9-0,4-5,2 Uruguay -2,8-4,3 0,4-13,5 Sumber: Catatan: Lustig et al. (2013): Impact of Taxes and Social Spending on Inequality and Poverty in Argentina, Bolivia, Brazil, Mexico, Peru and Uruguay: An Overview Semua Negara untuk tahun 2009 kecuali Mexico Semua Gini berdasarkan pendapatan. Data untuk beberapa konsep pendapatan tidak tersedia untuk semua negara

26 Indonesia dapat mengatasi kesenjangan melalui pembelanjaan dana, kesempatan dan perlindungan 1. Indonesia memiliki kebijakan makro dan posisi keuangan yang relatif masuk akal namun kualitas pembelanjaan dana dapat ditingkatkan 2. Kesetaraan kesempatan perlu ditingkatkan 3. Rumah tangga dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dengan peningkatan produktivitas 4. Perluasan perlindungan sosial akan melindungi dari guncangan, meningkatkan pendapatan dan meningkatkan investasi pada modal manusia

27 Pada akhirnya, dibutuhkan kombinasi dari keseluruhan empat pilar Tema Agenda untuk Penyetaraan Pertumbuhan Kebijakan makro dan keuangan serta stabilitas Institusi & perlengkapan dan pelayanan publik Perbaikan pemungutan pajak, yang saat ini membatasi ruang pembelanjaan dana sosial Pengalihan pembelanjaan dana dari biaya tinggi dan subsidi regresif menjadi pembelanjaan infrastruktur dan sosial Memperbaiki sasaran dan efektivitas jaring-jaring pengaman Mendukung kebijakan makro untuk memperkuat ketahanan terhadap guncangan Memperkuat pelayanan dari pemerintah, khususnya untuk pelayanan yang membangun aset-aset produktif (pendidikan, kesehatan, makanan) Memperbaiki akuntabilitas pelayanan Pasar yang berfungsi baik Mempercepat pertumbuhan produktivitas melalui transformasi formal dan struktural Mendukung investasi dalam inovasi Menurunkan kekakuan struktur pasar Perlindungan sosial Melindungi orang miskin dan rentan dari guncangan sepanjang hayat mereka Membangun sistem bantuan sosial yang terintegrasi untuk memperbaiki efektivitas

28 Menghadapi kesenjangan di Indonesia sangat penting untuk perkembangan yang berkelanjutan Menurunkan kesenjangan akan menghasilkan tujuan perkembangan yang penting Menghilangkan kemiskinan Menurunkan konflik sosial Meningkatkan pertumbuhan ekonomi Lebih lanjut, kebijakan yang dibutuhkan untuk menghadapi kesenjangan juga turut mengatasi kebutuhan perkembangan lainnya di Indonesia Meningkatkan tingkat keahlian dan produktivitas angkatan kerja Meningkatkan infrastruktur dan konektivitas Mendukung investasi dan inovasi

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang menjadi perhatian utama para ekonom penentu kebijakan. Beberapa tahun terakhir, tingkat kemiskinan khususnya di Indonesia mengalami

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Prof. Dr. Sri Adiningsih Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia Pontianak, 26 Oktober 2016 RAKERNAS PERBARINDO

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui

Lebih terperinci

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN PERSIAPAN RPJMN 2015-2019 TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN Direktorat Penanggulangan Kemiskinan 29 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN 2004-2014 45 40 35 30 36.15 35.10 39.30 37.17

Lebih terperinci

Perlindungan Sosial, Kemiskinan dan Kesenjangan: Pengalaman di Amerika Latin

Perlindungan Sosial, Kemiskinan dan Kesenjangan: Pengalaman di Amerika Latin Forum Kebijakan Publik Asia: Kemiskinan, Kesenjangan dan PerlindunganSosial Jakarta, Indonesia, 29-30 Mei 2013 Perlindungan Sosial, Kemiskinan dan Kesenjangan: Pengalaman di Amerika Latin Simone Cecchini

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

Growth and poverty reduction in agriculture s three worlds. Disusun oleh: Restra Pindyawara Hanif Muslih Kahfi Maulana Hanung

Growth and poverty reduction in agriculture s three worlds. Disusun oleh: Restra Pindyawara Hanif Muslih Kahfi Maulana Hanung Growth and poverty reduction in agriculture s three worlds Disusun oleh: Restra Pindyawara Hanif Muslih Kahfi Maulana Hanung Outline 1. Growth and poverty reduction in agriculture s three worlds 2. The

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan juga didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 No. 50/07/71/Th. X, 18 Juli 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei Sosial

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 No. 89/01/71/Th. XI, 03 Januari 2017 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

Melebihi Batas Pertanian

Melebihi Batas Pertanian Presentasi Ekonomika Pertanian dan Perdesaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Yogyakarta, 14 Mei 2013 Melebihi Batas Pertanian Oleh: Ulfa Maulidya Adrian Nalendra Perwira Ade bayu Erlangga Vincentia Anggita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 05/01/34/Th.XVI, 02 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 No. 64/09/71/Th. IX, 15 September 2015 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro

Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro Pendahuluan Kemandirian ekonomi semestinya didefinisikan secara fleksibel dan bersifat dinamis. Kemandirian lebih dilihat dari kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2014 No. 05/01/72/Th. XVIII, 02 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER RINGKASAN Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah selama periode 2010 terus mengalami

Lebih terperinci

Investor Indonesia Sangat Mendukung Dinaikkannya Usia Pensiun Resmi dari 55 Tahun Survei Manulife

Investor Indonesia Sangat Mendukung Dinaikkannya Usia Pensiun Resmi dari 55 Tahun Survei Manulife TSX/NYSE/PSE: MFC SEHK:945 Untuk disiarkan segera Investor Indonesia Sangat Mendukung Dinaikkannya Usia Pensiun Resmi dari 55 Tahun Survei Manulife Hampir tiga perempat investor mendukung dinaikkannya

Lebih terperinci

AGENDA KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN, MENGATASI KETIMPANGAN & KEMISKINAN. Oleh : Setyo Budiantoro Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa

AGENDA KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN, MENGATASI KETIMPANGAN & KEMISKINAN. Oleh : Setyo Budiantoro Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa AGENDA KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN, MENGATASI KETIMPANGAN & KEMISKINAN Oleh : Setyo Budiantoro Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa KETIMPANGAN YANG KITA TAHU KOEFISIEN GINI KETIMPANGAN LEBIH BURUK? Koefisien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011 No. 05/01/33/Th. VI, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015 Nomor : 049/08/63/Th. XIX, 15 September 2015 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015 Persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan pada September 2014 tercatat 4,81 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi bervariasi, ada yang menguntungkan

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2015

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2015 Nomor : 04/01/63/Th. XX, 04 Januari 2016 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER Persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan pada Maret tercatat 4,99 persen dan pada September

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Tinjauan Pustaka Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah kopi. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 34/07/33/Th. IV, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 37/07/34/Th.XV, 1 Juli 2013 TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2016 No. 40/07/72/Th. XIX, 18 Juli 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2016 RINGKASAN Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah selama periode 2012 2016 cenderung mengalami

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Jakarta, 18 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI 2 Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN-RPJMN Rahma Iryanti DEPUTI KEMISKINAN, KETENAGAKERJAAN, DAN UKM

KEMISKINAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN-RPJMN Rahma Iryanti DEPUTI KEMISKINAN, KETENAGAKERJAAN, DAN UKM KEMISKINAN DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN-RPJMN 2015-2019 Rahma Iryanti DEPUTI KEMISKINAN, KETENAGAKERJAAN, DAN UKM 1 OUTLINE PENGANTAR PENGALAMAN BBERAPA NEGARA DALAM MENGATASI KETIMPANGAN IDENTIFIKASI PENYEBAB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. distribusi pendapatan di desa dan kota, di mana terjadi peningkatan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. distribusi pendapatan di desa dan kota, di mana terjadi peningkatan BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Ketimpangan distribusi pendapatan Provinsi Kalimantan Timur meningkat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN Sudarno Sumarto Policy Advisor - National Team for the Acceleration of Poverty Reduction Senior Research Fellow SMERU Research

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding

Lebih terperinci

Tinjauan Pasar Kerja Indonesia

Tinjauan Pasar Kerja Indonesia Agustus 2016 International Labour Organization Tabel 1: Indikator Perekonomian dan Tenaga Kerja 2013 2014 2015 PDB sesungguhnya (% perubahan tahun per tahun) 5.6 5.0 4.8 Investasi (% PDB) 32.0 32.6 33.2

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2015 No. 54/09/72/Th. XVIII, 15 September 2015 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2015 RINGKASAN Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah selama periode 2011 2015 terus

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2015 No. 05/01/72/Th. XIX, 04 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2015 RINGKASAN Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah selama periode 2011 2015 terus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakikatnya bertujuan untuk menghapus atau mengurangi kemiskinan, mengurangi ketimpangan pendapatan, dan menyediakan lapangan pekerjaan dalam konteks

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN BPS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA No. 38/07/34/Th.XVI,1 Juli 2014 TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan semakin liberal. Perjanjian perjanjian perdagangan internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan semakin liberal. Perjanjian perjanjian perdagangan internasional telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belakangan ini perekonomian internasional mengalami perkembangan yang pesat dan semakin liberal. Perjanjian perjanjian perdagangan internasional telah banyak dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabungan memiliki peranan penting dalam membentuk dan mendorong pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Tabungan merupakan indikator penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten. menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track

I. PENDAHULUAN. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten. menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini secara konsisten menetapkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan prinsip triple track strategy: pro-growth (pro pertumbuhan),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi global merujuk kepada ekonomi yang berdasarkan ekonomi nasional masing-masing negara yang ada di belahan dunia. Saat ini, fenomena krisis global menunjukkan

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2011 No. 05/01/72/Th. XV, 02 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER RINGKASAN Perkembangan selama lima tahun terakhir yaitu periode 2007- jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 No. 42/07/71/Th. VIII, 1 Juli 2014 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan lewat pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Indeks Pembangunan Manusia Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Pembangunan manusia menempatkan

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

Menghindari jebakan penghasilan menengah di Indonesia melalui pasar tenaga kerja yang lebih inklusif dan integrasi ASEAN yang lebih dalam

Menghindari jebakan penghasilan menengah di Indonesia melalui pasar tenaga kerja yang lebih inklusif dan integrasi ASEAN yang lebih dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Mengelola integrasi untuk pekerjaan yang lebih baik dan kesejahteraan bersama International Labour Organization Menghindari jebakan penghasilan menengah di Indonesia melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG. No. 04/01/91/Th. VII, 2 Januari 2013 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2012 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2012 SEBANYAK 223,24 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin berkurang 6,75 ribu

Lebih terperinci

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL

BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL KANTOR WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BERALIH DARI SUBSIDI UMUM MENJADI SUBSIDI TERARAH: PENGALAMAN INDONESIA DALAM BIDANG SUBSIDI BBM DAN REFORMASI PERLINDUNGAN SOSIAL Dr. Bambang Widianto Deputi Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Proses tersebut adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akandibahas mengenai teori yang menjadi dasar pokok permasalahan. Teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR No. 01/11/Th.I, 21 November 2016 PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 RINGKASAN Persentase penduduk miskin (P0) di Kabupaten Blitar pada tahun 2015

Lebih terperinci

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 No. 05/01/71/Th. X, 04 Januari 2016 KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui Survei

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 6/07/33/Th. III/1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Tengah pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 40/07/12/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017 PENDUDUK MISKIN SUMATERA UTARA MARET 2017 SEBANYAK 1.453.870 ORANG (10,22%) Jumlah penduduk miskin di

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 No. 38/07/13/Th. XX/17 Juli 2017 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017 Garis Kemiskinan (GK) selama - Maret 2017 mengalami peningkatan 3,55 persen, yaitu dari Rp.438.075 per kapita per bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak mengenal bank dan tidak berhubungan dengan bank. Perbankan sendiri memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG.

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG. No. 04/01/91/Th. VI, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 No. 04 / 01 /13/Th. XIX / 4 Januari 2016 PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada adalah 349.529 jiwa. Dibanding (379.609 jiwa) turun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2013 No. 05/01/72/Th. XVII, 02 Januari 2014 PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER RINGKASAN Perkembangan selama lima tahun terakhir yaitu periode 2009, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Melindungi

Lebih terperinci

PERUNDINGAN BERSAMA: BEBERAPA TREN, DAMPAK DAN PRAKTIK J O H N R I T C H O T T E I L O B A N G K O K

PERUNDINGAN BERSAMA: BEBERAPA TREN, DAMPAK DAN PRAKTIK J O H N R I T C H O T T E I L O B A N G K O K PERUNDINGAN BERSAMA: BEBERAPA TREN, DAMPAK DAN PRAKTIK J O H N R I T C H O T T E I L O B A N G K O K TOPIK BAHASAN Apa itu perundingan bersama? Mengapa berunding tentang upah dan kondisi kerja lainnya?

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014 BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 06/01/12/Th. XVIII, 2 Januari 2015 PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada September 2014 sebanyak 1.360.600

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci