BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem klasifikasi untuk masing-masing kingdom atau dunia. Solomon et al

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem klasifikasi untuk masing-masing kingdom atau dunia. Solomon et al"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kajian Keilmuan 1. Kingdom Animalia Keberagaman makhluk di bumi menuntut kita untuk memiliki pengelompokkan yang diharapkan dapat memudahkan kita dalam mempelajari dan mengenali masing-masing makhluk hidup. Kita mengenal sistem klasifikasi untuk masing-masing kingdom atau dunia. Solomon et al pada tahun 1999 menggolongkan organisme yang ada di bumi menjadi 6 dunia yaitu bakteria, arkaea, protista, plantae atau tumbuhan, animalia atau hewan, dan fungi. Kompetensi dasar 3.9 membahas salah satu dari keenam kingdom itu yaitu kingdom animalia. Berdasarkan KD 3.9 kingdom animalia dibedakan berdasarkan lapisan tubuh, rongga tubuh atau coelom, simetri tubuh, dan reproduksi. Kingdom animalia memiliki keragaman yang sangat tinggi. Sejauh ini para ahli biologi telah mengidentifikasi 1,3 juta spesies hewan yang masih ada atau belum punah (Campbell, 2008: 224). Organisme pada kingdom animalia telah mengalami evolusi yang panjang. Masing-masing organisme dalam kingdom animalia memiliki karakter yang berbeda-beda yang menjadi ciri-ciri dan dasar pengelompokkan. Sementara itu untuk karakteristik umum dari hewan diantaranya yaitu: hewan tergolong organisme eukariota dan bersifat multiseluler, hewan merupakan makhluk heterotrof yaitu makhluk yang menggunakan materi organik dalam proses

2 metabolisme, sel hewan tidak memiliki dinding sel tetapi hanya memiliki membran sel sehingga memungkinkan sel hewan untuk lebih fleksibel dan memungkainkan terjadinya pergerakan yang lebih bebas, organisme dalam kingdom animalia merupakan organisme yang dapat bergerak aktif. Sebagian besar organisme dalam kingdom animalia bereproduksi secara seksual, yaitu organisme yang menghasilkan zigot dari penggabungan sel gamet jantan dan sel gamet betina. Namun ada juga beberapa organisme yang mampu individu baru dari salah satu gamet atau yang dikenal dengan partenogenesis. Individu baru yang dihasilkan dari partenogenesis merupakan individu yang steril. Salah satu organisme yang mampu berreproduksi dengan partenogenesis adalah lebah madu (Apis sp). 2. Sistem Klasifikasi Kingdom Animalia Keberadaan hewan di muka bumi sangat beragam. Sistem klasifikasi hewan dipelajari di dalam cabang ilmu biologi yang khusus mempelajari tentang hewan (zoologi). Berbagai macam bagan klasifikasi dirancang untuk mencerminkan hubungan filogeni antar masing-masing kelompok hewan. Berdasarkan kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Permendikbud No. 24 Tahun 2016, pada kompetensi dasar 3.9 pengelompokkan hewan ke dalam filum berdasarkan pada lapisan tubuh, rongga tubuh (coelom), simetri tubuh, dan reproduksi. Pada pembahasan untuk kompetensi dasar 3.9, filum yang dibahas terbatas pada filum Porifera, Coelenterata, Plathyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda, Echinodermata, dan Chordata.

3 a. Simetri Tubuh Simetri tubuh merupakan cara yang digunakan untuk membagi tubuh hewan menjadi beberapa bagian yang sama. Berdasarkan simetri tubuhnya, hewan dapat dikelompokkan menjadi hewan dengan simetri tubuh radial dan hewan dengan simetri tubuh bilateral. Hewan dengann simetri tubuh radial memiliki sebuah mulut sentral yang dikelilingi oleh organ-organ lain secara radial (Fried, 2006: 345). Hewan dengan simetri tubuh radial, bagian tubuhnya tersusun melingkar atau bulat. Apabila diambil garis melewati axis tubuh akan didapatkan bagian-bagian yang sama. Hewan bersimetri radial hanya memiliki sisi oral dan sisi aboral. Anemon laut misalnya, memiliki sisi atas (lokasi mulutnya) dan sisi bawah, tetapi tidak memiliki ujung depan dan belakang serta tidak ada sisi kiri dan sisi kanan. Hewan yang memiliki tubuh dengan simetri bilateral, bagian tubuhnya dapat dibagi menjadi dua bagian tubuh yang sama besar antara kanan dan kiri (Guyer, 1964: 75). Salah satu hewan yang memiliki simetri bilateral adalah lobster yang memiliki sisi kiri dan sisi kanan. Hanya ada satu potongan imajiner yang membagi hewan menjadi setengah bayangan. Hewan bersimetri bilateral memiliki bagian sisi oral, sisi aboral, sisi dorsal, sisi ventral, sisi anterior, sisi posterior, dan juga sisi lateral.

4 Semua hewan bilateral bersifat triploblastik, yakni memiliki lapisan germinal (nutfah) primer ketiga yang dikenal sebagai mesoderm (Fried, 2005: 346). a) b) Gambar 1. Simetri tubuh pada kingdom animalia, a) Simetri radial, dan b) simetri bilateral. Sumber : (Campbell & Reece, 2008: 659) b. Lapisan Tubuh Struktur hewan terdiri dari jaringan yang bervariasi. Sebagian besar hewan memiliki jaringan sejati, yaitu kumpulan sel-sel terspesialisasi yang diisolasi dari jaringan-jaringan lain oleh lapisanlapisan bermembran. Namun hewan seperti spons dan beberapa kelompok hewan lain tidak memiliki jaringan sejati. Hewan dengan jaringan sejati memiliki embrio yang berlapis-lapis karena proses gastrulasi. Embrio tersebut terus berkembang dan menjadi lapisanlapisan konsentrik yang disebut dengan lapisan germinal. Lapisan germinal inilah yang membentuk berbagai macam jaringan dan organ tubuh. Lapisan germinal yang menutupi permukaan luar embrio disebut dengan ektoderm. Ektoderm ini kemudian tumbuh menjadi bagian

5 luar dari hewan, pada beberapa organisme tertentu tumbuh menjadi sistem saraf pusat. Endoderm yang merupakan lapisan germinal terdalam, melapisi saluran pencernaan yang sedang berkembang, atau arkaenteron, dan tumbuh menjadi lapisan saluran (rongga) pencernaan dan organ-organ seperti paru-paru vertebrata. Hewan dengan dua lapisan germinal (endoderm dan ektoderm) disebut dengan diploblastik. Ubur-ubur dan kolar serta hewan lain dalam filum Cnidaria tergolong hewan diploblastik. Sementara itu hewan dengan tiga lapisan germinal disebut dengan triploblastik. Pada hewan triploblastik, terdapat lapisan germinal ketiga yang disebut dengan mesoderm yang terletak diantara endoderm dan ektoderm. Sebagian besar hewan (kecuali filum Cnidaria) tergolong hewan triploblastik, mulai dari cacing pipih hingga arthropoda dan vertebrata. c. Rongga Tubuh Hewan triploblastik dikelompokkan lagi menjadi tiga, berdasarkan ada tidaknya rongga tubuh, yaitu aselomata, pseudoselomata, dan selomata. Rongga tubuh tersebut merupakan ruang yang terisi cairan atau udara yang memisahkan saluran pencernaan dari dinding tubuh bagian luar. Rongga tubuh ini biasa disebut dengan selom. Hewan yang tergolong aselomata tidak memiliki rongga tubuh di antara saluran pencernaan (usus) dan tubuh terluar.

6 Hewan yang termasuk aselomata yaitu cacing pipih Plathyhelminthes. Hewan yang tergolong pseudoselomata memiliki rongga tubuh namun rongga tersebut tidak seutuhnya dibatasi oleh mesoderm, tetapi oleh endoderm dan mesoderm, contoh nya yaitu Nematoda atau cacing gilik. Sementara hewan selomata adalah hewan yang memiliki rongga tubuh sejati yang berisi cairan dan dibatasi oleh jaringan yang berasal dari mesoderm. a) b) c) Gambar 2. Rongga tubuh pada filum animalia:, b) aselomata, c) pseudoselomata. Sumber : (Campbell & Reece, 2008: 660) Pengelompokkan berdasarkan lapisan tubuh, rongga tubuh (coelom), simetri tubuh, dan reproduksi sebenarnya tidak digunakan dalam sistem

7 taksonomi hewan. Pengelompokkan yang digunakan berdasarkan banyak karakter perbedaan dan persamaan yang terdapat pada masing-masing organisme. Lammarck ( ) pertama kali mengklasifikasikan hewan menjadi dua kelompok besar yaitu avertebrata (invertebrata) dan vertebrata. Pada KD 3.9 ini hanya sembilan filum diantaranya yang akan dipelajari. Kajian Kependidikan a. Proses Pembelajaran Biologi Proses pembelajaran sebagai interaksi dari kegiatan belajar mengajar baik yang terjadi antara guru dan peserta didik maupun antara peserta didik dan peserta didik memiliki tujuan utama yaitu menghasilkan perubahan pada diri peserta didik. Menurut Nana (2002: 28), perubahan pada peserta didik sebagai hasil dari proses belajar dapat dilihat dari perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, daya penerima, dan aspek- aspek lain yang terdapat dalam masing-masing individu. Keterpaduan proses mengajar guru dan proses belajar peserta didik sehingga terjadi interaksi belajar-mengajar (proses pembelajaran) dapat terwujud dengan adanya pengaturan dan perencanaan yang seksama. Kedua proses tersebut haruslah disadari baik oleh guru maupun oleh peserta didik, sehingga dapat saling menunjang satu sama lain agar hasil belajar dapat tercapai secara optimal melalui proses belajar mengajar yang dilakukan. Biologi merupakan keilmuan yang berkembang sebagai hasil pengamatan manusia terhadap gejala alam. Biologi dibedakan dari ilmu

8 fisika, kimia, IPBA dan keilmuan yang lain terutama karena perbedaan sifat objek yang dipelajarinya (Slamet, 2012: 1). Biologi berasal dari keingintahuan manusia tentang diri dan lingkungannya, serta keingintahuan manusia tentang kelangsungan jenisnya. Menurut Djohar (1984: 7), pendidikan biologi adalah suatu alat pendidikan, bukan sebagai tujuan pendidikan, sehingga dalam pembelajaran subyek belajar diharapkan dapat melakukan interaksi dengan obyek belajar secara mandiri sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep sendiri. Konsep belajar mengajar biologi memiliki tiga persoalan utama, yaitu hakikat mengajar, kedidikan materi meliputi arti dan peranannya serta kedudukan siswa. b. Pembelajaran Tuntas Pembelajaran tuntas merupakan suatu sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar peserta didik dapat menguasai tujuan instruksional umum (basic learning obyectives) dari suatu unit pelajaran secara tuntas (Ischak, 1987: 7). Dalam pembelajaran tuntas, peserta didik diberi kesempatan menggunakan waktu yang dibutuhkan untuk belajar dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai tingkatan hasil belajar seperti yang diharapkan. Pembelajaran tuntas menuntut adanya persiapan yang matang dari bahan pelajaran dan instrumen evaluasi. Pembelajaran tuntas menggunakan prinsip ketuntasan untuk setiap peserta didik secara individual (Ichsan, 2007:37). Menurut Iif (2011: 101), pelaksanaan kegiatan pengayaan dan program remedial dalam kurikulum 2013 tidak lepas dari konsep mastery

9 learning atau pembelajaran tuntas. Hakikat pembelajaran tuntas adalah setiap peserta didik dapat menguasai kompetensi yang ditetapkan apabila diberi waktu yang cukup dan pelayanan yang tepat. Meskipun pembelajaran yang diberikan ditujukan kepada sekelompok peserta didik namun pembelajaran tetap melayani adanya perbedaan setiap individu peserta didik. Menurut Permendikbud No.104 Tahun 2014, dalam pembelajaran terdapat tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang disebut dengan ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar meliputi ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar. Ketuntasan substansi yaitu ketuntasan belajar peserta didik untuk setiap kompetensi dasar yang ditetapkan. Sementara ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar terdiri atas ketuntasan belajar dalam setiap semester dan setiap tahun pelajaran. Menurut Asrori (2007:56), perbedaan individual dalam perkembangan kognitif menunjukkan perbedaan dalam kemampuan dan kecepatan belajar. Perbedaan-perbedaan individual peserta didik akan tercermin dalam sifat-sifat atau ciri-ciri mereka baik dalam kemampuan, keterampilan, maupun sikap dan kebiasaan belajar, hal ini dapat teramati pada saat proses belajar mengajar di dalam kelas. Sebagian peserta didik dapat dengan cepat menguasai materi yang diajarkan namun ada pula sebagian lainnya yang lambat.

10 c. Program remedial Remedial memiliki arti bersifat menyembuhkan atau membetulkan dapat diartikan pula sebagai membuat menjadi baik. Dengan demikian, pengajaran remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yang bersifat menyembuhkan atau membetulkan atau pengajaran yang menjadi baik. pengajaran remedi bertujuan agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang sebaik- baiknya (Moh. Surya, 1980: 5). Menurut Moh. Surya (1980: 5), proses pengajaran remedi disesuaikan dengan jenis dan sifat kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Proses bantuan lebih ditekankan pada usaha perbaikan cara belajar, cara mengajar, penyesuaian terhadap proses pelajaran, dan penyembuhan hambatan-hambatan yang dihadapi. Perbaikan dapat dilakukan pada keseluruhan proses belajar mengajar yang meliputi cara belajar, metode mengajar, materi pelajaran, alat belajar dan lingkungan yang turut serta mempengaruhi proses belajar mengajar (Prawoto, 1982: 2). Pembelajaran remedi (remedial teaching) merupakan kegiatan pembelajaran kembali yang diterapkan kembali pada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi peserta didik yang bersangkutan dengan menyelidiki terlebih dahulu penyebab kesulitan belajar yang dialami, apakah akibat faktor akademik atau non akademik (Bambang Subali, 2012: 160). Program remedial atau program perbaikan (remedial program) merupakan program pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik

11 yang belum mencapai batas ketuntasan kemampuan minimal atau kompetensi dasar yang ditargetkan disebabkan oleh faktor akademik (Bambang Subali, 2012:161). Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dapat didiagnosis untuk kemudian diberi latihan-latihan khusus secar temporer (Cece, 2010:48) Program remedial memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar di sekolah terutama dalam rangka mencapai hasil belajar yang lebih memadai. Program remedial merupakan pelengkap proses pengajaran secara keseluruhan. Menurut Moh.Surya (1980: 3-5), alasan perlunya program remedial untuk dilaksanakan dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya: 1. Dari segi peserta didik, dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa masih terdapat sebagian peserta didik yang belum dapat mencapai prestasi belajar yang diharapkan. Kenyataan menunjukkan pula bahwa setiap peserta didik mempunyai perbedaan kemampuan dalam proses belajarnya. 2. Dari segi guru, pada dasarnya guru bertanggung jawab atas keseluruhan proses pendidikan di sekolah. Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak hanya berperan sebagai penyampai pengetahuan kepada para peserta didik, namun juga berperan membimbing peserta didik untuk memahami diri dan mengatasi hambatan- hambatan belajar yang dimiliki masing-masing peserta didik.

12 3. Dari segi pengertian proses belajar, proses belajar yang sesungguhnya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Kesulitan belajar yang dialami merupakan salah satu gambaran belum tercapainya perubahan tingkah laku secara keseluruhan. 4. Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah pada dasarnya merupakan salah unsur dalam keseluruhan proses pendidikan. Program remedial merupakan salah satu bentuk pelayanan bimbingan melalui interaksi belajar mengajar. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, terdapat 6 fungsi program remedial, yaitu: 1. Fungsi korektif, yaitu fungsi perbaikan dalam pembelajaran terhadap kompetensi yang belum dicapai. 2. Fungsi pengayaan, yaitu program remedial memperkaya kegiatan belajar mengajar. 3. Fungsi terapeutik, yaitu program remedial yang dapat memperbaiki kondisi murid yang diperkirakan menunjukkan adanya penyimpangan. 4. Fungsi penyesuaian, yaitu program remedial dilasanakan disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. 5. Fungsi pemahaman, yaitu program remedial meningkatkan pemahaman guru dan peserta didik akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. 6. Fungsi akselerasi, program remedial mempercepat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran (Mulyadi, 2010: 49).

13 Perencanaan dan pelaksanaan program remedial berbeda dengan kegiatan pembelajaran biasa. Perencanaan dan pelaksanaan program remedial didasarkan pada kebutuhan individu dan kelompok peserta didik. Program remedial yang sering dilakukan selama ini yaitu pada saat setelah pembelajaran biasa yang bertujuan untuk membantu peserta didik mencapai taraf penguasaan minimal (pendekatan kuratif). Namun program remedial juga dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran biasa berlangsung dan bertujuan untuk membantu peserta didik yang diperkiranan memiliki kesulitaan belajar (pendekatan preventif) atau dilakukan selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran biasa (pendekatan pengembangan). Agar peserta didik dapat berkembang, menganalisa dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, proses pemberian bantuan atau bimbingan yang diberikan harus memperhatikan: 1. Peserta didik sebagai individu 2. Peserta didik sebagai makhluk sosial 3. Adanya perbedaan-perbedaan individu (Ischak, 1987: 2). Buku panduan tutor sebaya dalam program remedial yang peneliti kembangkan menggunakan pendekatan program remedial sebagai tindakan kuratif. Berkaitan dengan hal tersebut, program remedial diberikan setelah peserta didik mempelajari suatu KD tertentu yang telah diuji melalui ulangan harian, ulangan tengah semester, atau ulangan akhir semester. Kompetensi dasar atau indikator yang belum dikuasai oleh

14 sebagian atau seluruh peserta didik dipelajari kembali dalam program remedial. Program remedial yang dilaksanakan yaitu pembelajaran ulang dengan berbantuan tutor sebaya. Peserta didik dalam kelompok program remedial belajar dalam kelompok yang didampingi oleh seorang tutor. d. Buku Panduan 1) Pengertian Buku Panduan Upaya pemberian program remedial yang sesuai dengan hakikatnya dan dapat benar-benar memfasilitasi kesulitan siswa dalam mencapai kompetensi akan lebih terbantu dengan adanya media. Media tersebut dapat berupa media audio, visual maupun kombinasi antar keduanya yaitu audio-visual. Namun, berdasarkan analisis kebutuhan yang peneliti lakukan, dibutuhkan suatu media visual berupa buku panduan tutor sebaya dalam program remedial untuk materi sistem klasifikasi hewan di kelas X demi tercapainya upaya penanganan permasalahan yang bersumber dari tidak tersedianya waktu dan media yang dapat digunakan dalam pelakasanan program remedial. Menurut Ebta Setiawan ( yang dimaksud dengan buku adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong. Sementara yang dimaksud dengan buku panduan adalah buku petunjuk, khusus diterbitkan dengan bentuk dan teknik penyajian isi yang praktis. Jadi, buku panduan tutor sebaya dalam program remedial materi sistem klasifikasi hewan di kelas X merupakan buku yang memberikan petunjuk kepada

15 pembaca yaitu guru Biologi dalam melakukan praktik tutor sebaya dalam program remedial materi sistem klasifikasi hewan di kelas X sesuai dengan standar kelayakan. 2) Aspek dalam Buku Panduan Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan buku panduan. Menurut Mulyati (1995: 191), aspekaspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan buku panduan memiliki maksud agar buku panduan yang dihasilkan sesuai dengan kondisi dan keperluan sehingga buku ini dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Terdapat 11 aspek kriteria penilaian kualitas yang dapat diperhatikan dalam pengembangan buku panduan, yaitu: a) Aspek kebenaran konsep Buku panduan yang dibuat akan dibaca dan digunakan oleh pembaca sehingga konsep yang dituliskan dalam buku panduan harus dijamin kebenarannya. Hal ini untuk menghindari adanya kesalahan dalam penggunaan setiap informasi dalam buku panduan. b) Aspek keleluasaan konsep Konsep yang terdapat dalam buku panduan haruslah memiliki sifat leluasa untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pembaca, selama masih dalam batasan-batasan konsep yang diterapkan. c) Aspek kedalaman konsep

16 Untuk menghindari kebingungan yang dialami pembaca saat membaca buku panduan, maka konsep yang dijelaskan haruslah mendalam. Dalam buku panduan, hendaknya konsep dijelaskan secara mendalam untuk mengindari terjadinya kesalahpahaman penggunaan petunjuk yang tercantum dalam buku panduan. d) Aspek tampilan fisik Buku panduan dibuat dengan tampilan fisik semenarik mungkin agar menimbulkan minat pembaca untuk membacanya serta menghindarkan pembaca dari ras bosan. e) Aspek penulisan dan organisasi buku panduan Penulisan dan pengorganisasian buku panduan idealnya runtut dan mudah dimengerti. Hal ini bertujuan agar setiap tahap kegiatan tidak ada yang terlewatkan. f) Aspek kejelasan kalimat dan tingkat keterbacaan Untuk menghindari kesalahpahaman pengertian petunjuk dan mempermudah pembaca dalam memahami isi bukupanduan, maka kejelasan kalimat perlu diperhatikan dalam pembuatan buku panduan. Selain itu juga dapat memudahkan subjek untuk melakukan apa yang dituliskan dalam panduan tersebut. g) Aspek muatan kurikulum Apabila terdapat kurikulum yang harus diikuti dalam pembuatan buku panduan, maka petunjuk yang terdapat di dalam buku panduan itu haruslah sesuai dengan kurikulum yang diikuti.

17 h) Aspek kejelasan kegiatan Buku panduan harus jelas dalam menggambarkan kegiatan yang dijelaskan di dalamnya sehingga mempermudah pembaca mengetahui arahan dari tujuan panduan tersebut. i) Aspek evaluasi Evaluasi dimaksudkan agar pembaca bisa menilai seberapa jauh keterlaksanaan dan keberhasilan yang dicapai setelah melakukan kegiatan sesuai dengan yang dijelaskan dalam buku panduan. 3) Tujuan Buku Panduan Buku panduan disusun untuk memudahkan seseorang dalam belajar dan membantu menerpakan metode yang akan digunakan, sehingga apa pun yang dilakukan akan lebih terarah. Pokok bahasan atau isi dari buku panduan sebatas mengajarkan sebagian materi dari seluruh materi pokok yang bertujuan untuk mengajarkan sebuah konsep. Berdasarkan pemaparan tersebut yang disesuaikan dengan penelitian pengembangan ini, dapat disimpulakan bahwa buku panduan tutor sebaya dalam program remedial materi sistem klasifikasi hewan di kelas X adalah media yang dapat digunakan sebagai pemandu yang sistematis. Buku panduan ini memuat langkah-langkah pelaksanaan tutor sebaya dalam program remedial materi sistem klasifikasi hewan di kelas X.

18 e. Tutor Sebaya (Peer Tutoring) 1) Hakikat Interaksi Teman Sebaya Teman sebaya didefinisikan sebagai anak-anak yang memiliki kesamaan antara lain dalam hal usia, jenis kelamin, sekolah, aspirasi pendidikan yang sama, dan orientasi prestasi yang berdekatan (Santrock, 2011: 277). Kesamaan-kesamaan tersebut mendorong terjadinya interaksi sehingga membentuk kelompok sebaya dan anak cenderung merasa nyaman berada bersama teman-teman sebayanya dari pada bersama dengan orang-orang dewasa. Kelompok teman sebaya merupakan kelompok persahabatan yang mempunyai pola hidup dan nilai-nilai tersendiri. Kelompok anak sebaya bagi anak sendiri dapat merupakan kelompok anak-anak tertentu yang saling berinteraksi, dimana di dalam kelompok tersebut terdapat aturan-aturan tertentu baik tersirat maupun tersurat yang timbul karena interaksi yang terjadi. Monks (2006: 187), menyatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan dan hubungan dengan peer. Pada anak sekolah, persahabatan pada umumnya terjadi karena adanya kesamaan ketertarikan dan aktivitas bersama. Hubungan yang terjadi biasa disebut dengan hubungan peer atau persahabatan dan bersifat timbal balik, saling membantu saling percaya, dan saling menghargai serta menerima.

19 Interaksi yang terjadi di antara teman sebaya dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif. Woolfolk (2009: 130) mengemukakan bahwa hubungan sebaya selama masa sekolah memiliki peran yang signifikan di dalam konsep diri, kesuksesan di sekolah, dan kesuksesan di dalam kehidupan dewasa kelak. Hal ini sejalan dengan pendapat Wentzel dan Looney dalam Santrock (2011: 227) yang mengemukakan jika motivasi dan prestasi yang lebih baik di sekolah cenderung dimiliki oleh anak yang dapat diterima oleh teman sebayanya dan memiliki keterampilan sosial yang baik. Sementara itu, menurut Dodge dan Coie dalam Santrock (2011: 227), anak yang tidak diterima teman sebayanya terutama karena memiliki sifat agresif, berisiko memiliki masalah dalam prestasi termasuk nilai rendah dan putus sekolah. 2) Pengertian Tutor Sebaya Tutorial menurut Rijalullah (2013) dalam Irfan (2014: 5) adalah bimbingan, arahan, petunjuk dan motivasi yang diberikan kepada peserta didik agar belajar secara efisien dan efektif. Subyek atau tenaga yang memberikan bimbingan dalam kegiatan tutorial disebut dengan tutor. Tutor dapat berasal dari guru, pelatih, pejabat struktural, atau peserta didik yang dipilih dan ditugaskan guru untuk membantu teman-temannya dalam belajar di kelas. Rijalullah (2013) dalam Irfan (2014: 6) merumuskan tutor sebaya sebagai kegiatan memanfaatkan kemampuan peserta didik

20 yang berprestasi serta memiliki hubungan sosial yang tinggi untuk memberikan bimbingan yang berupa arahan, bantuan, petunjuk, serta motivasi kepada teman-teman yang berada di bawah kemampuannya. Peserta didik yang dibantu dapat mengatasi kesulitan belajar atas ketidakpahamannnya terhadap materi pelajaran yang dipelajari. Menurut Moh. Surya (1980: 51-52), yang dimaksud dengan metode tutor sebaya adalah seorang atau beberapa peserta didik yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Hubungan antar peserta didik umumnya lebih dekat daripada hubungan antara guru dan peserta didik. Peserta didik yang dipilih sebagai tutor sebaiknya merupakan peserta didik yang memiliki prestasi belajar yang baik dan mempunyai hubungan sosial yang baik dengan teman-temannya. Tutor dapat membantu teman yang lain baik secara individual secara kelompok berdasarkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh guru. Tutor dapat berperan sebagai pemimpin dalam kegiatan- kegiatan kelompok dan juga dapat berperan sebagai pengganti guru. Menurut Moh. Surya (1980: 51-52), metode tutor sebaya memiliki beberapa kelebihan diantaranya: a. Menciptakan hubungan yang lebih dekat dan akrab antar peserta didik yang dibantu dan peserta didik yang berperan sebagai tutor.

21 b. Bagi tutor, kegiatan remedial dapat berperan sebagai kegiatan pengayaan dan menambah motivasi belajar. c. Bersifat efisien, artinya bisa lebih banyak yang dibantu. d. Meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri. Tutor sebaya dilakukan dengan cara membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok. Menurut Martinis (2010: 97), belajar dalam kelompok dapat meningkatkan aktivitas peserta didik, melatih peserta didik untuk memecahkan masalah, membuat keputusa, dan melahirkan gagasan kreatif. Tutor sebaya menurut Sutamin (2013: 24) adalah pembelajaran yang dalam pelaksanaannya dengan membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil, yang sumber belajarnya bukan hanya guru melainkan juga teman sebaya yang pandai dan cepat dalam menguasai suatu materi tertentu. Menurut Cece (2010:120), pengajaran oleh seorang tutor, merupakan pembelajaran yang menjadikan peserta didik dengan kemampuan yang lebih tinggi dari dari teman sebayanya dan ditugasi untuk melatih peserta didik lainnya dalam topik-topik pelajaran tertentu. Adakalanya peserta didik lebih mudah memahami materi atau keterangan yang diberikan oleh teman sebangku atau teman-teman yang lain karena tidak adanya rasa enggan atau malu bertanya.

22 Pembelajaran tutor sebaya menuntut peserta didik untuk berinteraksi di dalam pengajaran kelompok kecil. Menurut Wardani (1983:6), pembelajaran dalam kelompok kecil memungkinkan peserta didik lebih terlibat aktif dalam pembelajaran dan memungkinkan berkembangnya daya kreatif pada peserta didik. Pembelajaran dalam kelompok kecil juga memfasilitasi peserta didik yang lebih mudah belajar dari temannya sendiri dalam hal ini peserta didik yang remedi, sementara untuk tutor dapat belajar lebih banyak karena harus mengajar temannya. Menurut Endang (2013: 250), kegiatan belajar dengan menggunakan tutor sebaaya merupakan kegiatan belajar yang berpusat pada peserta didik sebab anggota komunitas merencanakan dan memfasilitasi kesempatan belajar untuk dirinya sendiri dan orang lain. Dari hal tersebut diharapkan dapat terjadi timbal balik antara teman sebaya yang akan bertugas merencanakan dan memfasilitasi kegiatan belajar dan dapat belajar dari perencanaan dan fasilitas anggota kelompok lainnya. Pembelajaran di dalam kelas pada umumnya menjadikan guru sebagai model. Menurut Bandura dalam Martinis (2010: 232), belajar melalui fenomena Model atau yaang disebut dengan teori belajar sosial, di mana seseorang meniru perilaku orang lain yang disebut belajar, yaitu belajar atas kegagalan dan keberhasilan orang, dan pada akhirnya seseorang yang meniru dengan sendirinya

23 akan matang karena telah melihat pengalaman-pengalaman yang dicoba orang lain. Konsep belajar observasional memperlihatkan bahwa seseorang dapat belajar dengan mengamati orang lain melakukan sesuatu yang akan dipelajari. Dalam pembelajaran tutor sebaya, peran guru sebagai model digantikan oleh peserta didik yang berperan sebagai tutor. Belajar model dapat dilakukan melalui fase-fase yaitu, fase perhatian (attentional phase), fase retensi (retention phase), fase reproduksi (reproduction phase), dan fase motivasi ( motivation phase) ( Martinis, 2010: 233). Barr (1995) dalam Tessier (2004: 1) menyatakan bahwa aktivitas-aktivitas seperti tutor sebaya yang merupakan hands-on activities meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari. Secara umum teknik pembelajaran aktif mengalihkan fungsi guru sebagai pusat dan pemandu pembelajaran kepada peseta didik. Setiap komunitas atau kelompok memiliki seseorang yang dapat berkontribusi lebih atau apabila di dalam kelas dan proses belajar mengajar dapat berupa peserta didik yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan peserta didik yang lain. Menurut Tessier (2004: 3), metode tutor sebaya menimbulkan kontroversi di dalam kelas ketika digunakan untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan terbuka/ open-ended-question pada evaluasi tengah semester. Sebagian peserta didik merasa

24 senang dengan metode tutor sebaya yang digunakan dan sebagian yang lain merasa tidak belajar dan memahami materi sebagaimana ketika mereka belajar dari guru. Namun menurut Buseda dan Moore (2000) dalam Tessier (2004: 3), ketidakpastian yang dirasakan ketika mengaplikasikan metode pembelajaran nonkonvensional adalah hal yang umum terjadi pada peserta didik. Metode tutor sebaya yang diterapkan dalam program remedial tidak lepas dari peran guru yaitu sebagai fasilitator. Guru dituntut dapat memberikan petunjuk sejelas-jelasnya kepada peserta didik yang ditunjuk sebagai tutor mengenai apa yang harus dilakukan untuk membantu temannya. 3) Manfaat Tutor Sebaya Pembelajaran sains, termasuk salah satunya biologi yang menekankan pada gejala benda dan gejala peristiwa yang dapat diindera atau bila tidak langsung dapat diindera dapat diusahakan dimunculkan. Menurut Prawoto (1982: 3), kesulitan yang sering dihadapi dalam pembelajaran biologi berkaitan dengan ketrampilan melakukan penginderaan, termasuk kecepatan, ketepatan, dan kecermatan penginderaan. Sementara fenomena yang menyangkkut makhluk hidup, yang merupakan permasalahan utama dalam pembelajaran biologi, merupakan fenomena yang berbeda dibanding dengan yang ditunjukkna oleh benda-benda

25 alam yang lain. Fenomena makhluk hidup tidak dapat diramal, terutama yang berkaitan dengan tingkah laku yang kompleks. Guru sebagai faktor penting dalam pembelajaran perlu mengerti bagaimana mengantarkan konsep dari fenomena biologi yang terjadi dengan tetap memperhatikan situasi peserta didik dan mengupayakan pembelajaran dalam suasana menyenangkan dan tidak membosankan. Pembelajarn dengan melibatkan tutor sebaya dapat membantu guru dalam menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan tidak membosankan. Topping (1996: 324) menyatakan bahwa belajar dengan metode tutor sebaya dapat memberikan manfaat baik kepada peserta didik yang berperan sebagai tutor maupun peserta didik yang berperan sebagai peserta. Peserta didik yang berperan sebagai peserta dapat menjadi lebih aktif, interaktif dan partisipatif dalam pembelajaran. Sementara itu, bagi tutor, pembelajaran dengan tutor sebaya dapat menjadi media untuk melakukan kegiatan pengayaan dan pendalaman materi. Syaiful (2010: 26) menyatakan beberapa kelebihan dari metode tutor sebaya, yaitu: a. Metode tutor sebaya dapat membantu menyelesaikan permasalahan peserta didik yang merasa takut atau enggan terhadap gurunya dalam pembelajaran.

26 b. Metode tutor sebaya dapat memperkuat konsep yang sedang dibahas pada peserta didik yang berperan sebagai tutor. c. Kegiatan tutorial sebaya merupakan sebuah kesempatan bagi tutor untuk melatih diri memegang tanggung jawab dan melatih kesabaran. d. Memperat hubungan antar peserta didik sehingga mempertebal perasaan sosial. Selain memiliki kelebihan, metode tutor sebaya juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya: a. Peserta kegiatan tutorial atau peserta yang perlu dibantu sering kali kurang serius dalam kegiatan tutorial yang dilakukan karena hanya berhadapan dengan teman sebayanya sehingga hasilnya kurang memuaskan. b. Pada kelas-kelas tertentu metode ini sukar dilaksanakan karena perbedaan jenis kelamin antara tutor dengan peserta didik yang diberi materi pelajaran atau peserta. c. Bagi guru, sulit menentukan seorang tutor yang tepat bagi seseorang atau beberapa peserta didik yang harus dibimbing. d. Tidak semua peserta didik yang pandai atau memiliki kemampuan belajar lebih cepat dapat mengajarkan kembali kepada kawan-kawannya dan berperan sebagai tutor.

27 4) Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pelaksanaan Tutor Sebaya Beberapa hal perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tutor sebaya agar mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan. Miler dalam Aria Djalil (1997: 248), menuliskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran dengan menggunakan tutor sebaya, diantaranya: a. Mulailah dengan tujuan yang jelas dan mudah dicapai. b. Jelaskan tujuan itu kepada seluruh peserta didik (kelas). c. Siapkan bahan dan sumber belajar yang memadai. d. Gunakan cara yang praktis e. Hindari kegiatan pengulangan yang telah dilakukan guru. f. Pusatkan kegiatan tutorial pada keterampilan yang akan dilakukan tutor. g. Berikan latihan singkat mengenai yang akan dilakukan tutor. h. Lakukanlah pemantauan terhadap proses belajar yang terjadi melalui tutor sebaya. 5) Tahap-tahap Pemanfaatan Tutor Sebaya dalam Program Remedial Tutor sebaya merupakan strategi pendekatan pembelajaran kooperatif atau belajar bersama dalam kelompok kecil. Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok beranggotakan masing-masing 4-5 peserta didik dengan memperhatikan heterogenitas

28 (keragaman) kelas yang dapat dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras atau etnik (Rusman, 2012: 215). Pengembangan materi pembelajaran biologi tidak bisa lepas dari kompetensi yang bersifat praktis. Materi yang dijadikan permasalahan pada penelitian pengembangan yang dilakukan oleh peneliti yaitu materi KD 3.9 mengenai sistem klasifikasi hewan. Kompetensi dasar 3.9 mengandung capaian penguasaan materi yang bersifat praktis, guru dapat mengembangkan kemampuan peserta didik, dalam hal ini difokuskan pada peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal, dengan menggunakan metode tutor sebaya. Penerapan model tutor sebaya pada pembelajaran yang mengandung kompetensi praktis menurut Irfan (2014: 11), dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1. Membedah Kompetensi Dasar pada materi yang mengandung tuntutan kompetensi; 2. Penentuan pemilihan tutor sebaya; 3. Memilih peserta didik yang sudah mampu atau menguasai kompetensi dengan lebih baik; 4. Menyusun instrumen pengamatan pembelajaran tutor yaitu pengamatan aktivitas, target pembelajaran, dan evaluasi; 5. Mengelompokkan peserta didik dengan memasukkan peserta didik yang sudah dipilih menjadi tutor ;

29 6. Melakukan pengamatan pada pembelajaran; 7. Memberikan klarifikasi; 8. Penarikan kesimpulan hasil pembelajaran tutor sebaya.

Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata

Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata Ima Yudha Perwira, SPi, MP, MSc (Aquatic) Para saintis menempatkan hewan pada dua katergori utama, yaitu: invertebrata (in = tanpa, vertebrae

Lebih terperinci

LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA

LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA 39 LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA K.D 3.8 Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.5

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.5 1. Organisme yang termasuk organisme uniseluler... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.5 Jamur kancing Singa Amoeba Melinjo Kunci Jawaban : C Organisme uniseluler adalah organisme

Lebih terperinci

Metode Metode Instruksional Dina Amelia/

Metode Metode Instruksional Dina Amelia/ Metode Metode Instruksional Dina Amelia/ 702011094 1. Peer Tutoring Tutor sebaya adalah seorang/ beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu siswa-siswa tertentu yang mengalami kesulitan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3. igotik. Embrionik. Pasca lahir 1. Metamorfosis merupakan tahap pada fase... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.3 igotik Embrionik Pasca embrionik Pasca lahir Fase Pasca Embrionik Yaitu pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan berlangsung dalam suatu proses yang disebut dengan belajar. Menurut Syah (2010), belajar merupakan kegiatan yang berproses dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Ketercapaian tujuan pendidikan dapat diwujudkan melalui program

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Ketercapaian tujuan pendidikan dapat diwujudkan melalui program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar, sistematis, dan berkelanjutan untuk mengembangkan potensi yang dibawa manusia, menanamkan sifat dan memberikan kecakapan sesuai dengan

Lebih terperinci

ANIMALIA. STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati

ANIMALIA. STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati ANIMALIA STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan ciri-ciri Filum dalam Dunia Hewan dan peranannya bagi kehidupan. CIRI CIRI UMUM KINGDOM ANIMALia Eukariot,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Lampiran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMELAJARAN (RPP) Sekolah : SMA N Sanden Mata Pelajaran : iologi Kelas/Semester : X (Sepuluh)/ Materi : Keanekaragaman Hayati Sub Materi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 1. Bagian sel yang berfungsi untuk mengatur seluruh kegiatan sel adalah http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio-7-11a.png

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran di sekolah tidak mudah untuk diaplikasikan, guru sering dihadapkan dengan bermacam-macam masalah termasuk di dalamnya dalam menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Kompetensi Belajar Berdasarkan pendapat Yamin (2010) kompetensi adalah kemampuan dasar yang dapat dilakukan oleh para siswa pada tahap pengetahuan,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.1 1. Berikut ini yang termasuk fase-fase perkembangan manusia 1. Morula 2. Brastula 3. Grastula Dari pernyataan diatas yang menunjukkan

Lebih terperinci

KINGDOM ANIMALIA. Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai..

KINGDOM ANIMALIA. Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai.. KINGDOM ANIMALIA Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai.. CIRI-CIRI UMUM : Eukariotik, multiseluler tidak memiliki dinding sel Tidak berklorofil dan bersifat heterotrof Dapat bergerak

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS METODE TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SRAGEN TAHUN AJARAN 2006/2007

EFEKTIVITAS METODE TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SRAGEN TAHUN AJARAN 2006/2007 EFEKTIVITAS METODE TUTOR SEBAYA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SRAGEN TAHUN AJARAN 2006/2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan memilih menggunakan

Lebih terperinci

Filum Cnidaria dan Ctenophora

Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum CTENOPHORA dan CNIDARIA dikelompokkan dalam COELENTERATA (berasal dari kata coelos = rongga tubuh atau selom dan enteron = usus). Coelenterata hidupnya di perairan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Di antaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Dimyati dan Mudjiono (1996: 7) mengemukakan

Lebih terperinci

Adanya rangka dalam (endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Tubuh terdiri dari bagian oral (yang memiliki mulut) dan aboral (yang tidak memiliki mulut). Pada waktu masih larva tubuhnya berbentuk bilateral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang membanggakan, baik di darat, laut, maupun di udara. Hanya saja masyarakat dan generasinya belum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan diartikan sebagai suatu proses (perbuatan) yang bertujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan diartikan sebagai suatu proses (perbuatan) yang bertujuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Sistem Pembelajaran Pengembangan diartikan sebagai suatu proses (perbuatan) yang bertujuan untuk mengembangkan sesuatu. Pengembangan senantiasaa didasarkan kepada pengalaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan intervasi yang paling utama bagi setiap bangsa. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan

Lebih terperinci

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA (= CNIDARIA) Cnido = penyengat Multiseluler Tubuh bersimetri radial Diploblastik (ektoderm dan endoderm) Diantara

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Klasifikasi Makhluk Hidup dan Ciri-ciri Makhluk Hidup untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN

Lebih terperinci

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Biologi

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Biologi Nama : UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Biologi Kelas : 7 Waktu : 07.45-09.15 No.Induk : Hari/Tanggal : Jumat, 05 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA MELALUI METODE PEER TUTORING PADA SISWA KELAS V SDN 1 PANDOWAN, KULON PROGO

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA MELALUI METODE PEER TUTORING PADA SISWA KELAS V SDN 1 PANDOWAN, KULON PROGO PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA MELALUI METODE PEER TUTORING PADA SISWA KELAS V SDN 1 PANDOWAN, KULON PROGO Siti Sugiarti Guru di SDN 1 Pandowan, Galur, Kulon Progo Abstrak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Percaya Diri 1. Pengertian Percaya Diri Masalah dengan percaya diri hampir dialami oleh setiap individu dari usia remaja hingga dewasa. Percaya diri merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN UJI COBA

BAB IV HASIL DAN UJI COBA BAB IV HASIL DAN UJI COBA IV.1. Tampilan Hasil Tahap menggunakan aplikasi : 1. Untuk menjalankan program, klik run kemudian akan muncul tampilan awal program sebagai tampilan pembuka. 2. Kemudian klik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif. 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal Singa. Jamur kancing. Amoeba. Melinjo

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal Singa. Jamur kancing. Amoeba. Melinjo 1. Organisme yang termasuk organisme uniseluler... SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 10. SISTEM ORGANISASI KEHIDUPANLatihan Soal 10.6 Singa Jamur kancing Amoeba Melinjo Kunci Jawaban : C Organisme uniseluler adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala isinya termasuk gejala-gejala alam yang ada. Ruang lingkup

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala isinya termasuk gejala-gejala alam yang ada. Ruang lingkup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya termasuk gejala-gejala alam yang ada. Ruang lingkup pembelajarannya

Lebih terperinci

RPP MATERI INDIKATOR Pengertian klasifikasi

RPP MATERI INDIKATOR Pengertian klasifikasi Analisis Materi Pembelajaran (AMP). RPP MATERI INDIKATOR Untuk mempermudah dalam mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, manusia melakukan pengelompokkan makhluk hidup. Pengelompokan makhluk hidup itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan ujung tombak suatu negara yang menginginkan sebuah masyarakat yang memiliki pemikiran, sikap serta tindakan yang mampu mendukung gerak negara

Lebih terperinci

BAB II PENGAJARAN REMEDIAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Islam, Ciri-Ciri Pembelajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, Tujuan dan

BAB II PENGAJARAN REMEDIAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. Islam, Ciri-Ciri Pembelajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, Tujuan dan BAB II PENGAJARAN REMEDIAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Pada bab II akan membahas tentang Pengajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, meliputi: Pengertian Pengajaran Remedial Pendidikan Agama Islam, Ciri-Ciri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan dippaparkan hal-hal sebagai berikut ; Pembelajaran matematika di SD, belajar dan hasil belajar, tutor teman sebaya, kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tipe-tipe kesalahan Penyebab kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal matematika menurut Suhertin (dalam Lisca, 2012) dikarenakan siswa tidak menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari hari. Pencapaian tujuan pendidikan ini bisa ditempuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama yang wajib dipenuhi dalam upaya peningkatan taraf hidup bermasyarakat. Dari pendidikan inilah diperoleh perubahan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses belajar mengajar pembentukan konsep materi ajar sangatlah penting, karena dapat berpengaruh terhadap pemahaman peserta didik terhadap suatu materi pelajaran.

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) SMP : SMP Negeri 1 Berbah Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) Kelas/Semester : VII/1 Materi Pokok : Makhluk Hidup Submateri : Klasifiasi Makhluk Hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan abad 21 menuntut siswa untuk memiliki kecakapan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan yaitu: (1) belajar untuk menguasai ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa peserta didik harus

Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa peserta didik harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, yaitu saling pengaruh antara pendidik dan peserta didik. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, yaitu saling pengaruh antara pendidik dan peserta didik. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik, untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan tertentu,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Menurut Darwyn Syah (2007:133), bahwa metode pembelajaran merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Menurut Darwyn Syah (2007:133), bahwa metode pembelajaran merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Pembelajaran Terprogram 1.1 Pengertian Metode Pembelajaran Menurut Darwyn Syah (2007:133), bahwa metode pembelajaran merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan, yaitu lingkungan pendidikan. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politis, keagamaan, intelektual,

Lebih terperinci

Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai berikut ini.

Kompetensi Pengetahuan dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan sebagai berikut ini. 7. KOMPETENSI INTI DAN KOMPTENSI DASAR BIOLOGI SMA/MA KELAS: X Tujuan kurikulum mencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan.

Lebih terperinci

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR

PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PENERAPAN TEORI BELAJAR VYGOTSKY DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR Pendahuluan Perkembangan manusia adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatankegiatan sosial dan budaya, yang merupakan suatu proses-proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, yaitu manusia Indonesia yang beriman, mandiri, maju, cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah melalui proses pembelajaran. Guru sangat berperan penting dalam peningkatan mutu pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu perlu dilakukan peningkatan mutu pendidikan. Negara Kesatuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan syarat mutlak bagi pengembangan sumber daya manusia dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan dapat dibentuk

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS 1 LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS Penggunaan media gambar guna meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV SDN 2 Mojo Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2009/2010 Oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hasil Belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV ini akan dibahas tentang hasil penelitian meliputi deskripsi kondisi awal, deskripsi hasil siklus I, deskripsi hasil perbaikan pada siklus II, pembahasan

Lebih terperinci

CACING TANAH (Lumbricus terrestris)

CACING TANAH (Lumbricus terrestris) CACING TANAH (Lumbricus terrestris) Kode MPB2b Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metode pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar, karena dengan metode yang tepat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai pendidikan yang. diselenggarakan sebelum pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai pendidikan yang. diselenggarakan sebelum pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak usia 0 6 tahun yang sering

Lebih terperinci

Dimas Dwi Kurniawan KELAS X SMA NEGERI 1 CIBEBER

Dimas Dwi Kurniawan KELAS X SMA NEGERI 1 CIBEBER Dimas Dwi Kurniawan KELAS X SMA NEGERI 1 CIBEBER Saat ini diketahui ada sekitar 9.812.298 jenis hewan dan baru 1.326.239 jenis yang telah diberi nama Dorsal punggung Ventral perut Anterior kepala Posterior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang

Lebih terperinci

9/28/2016 BIOSISTEMATIKA HEWAN. Simetri. Kingdom animalia (Dunia hewan)

9/28/2016 BIOSISTEMATIKA HEWAN. Simetri. Kingdom animalia (Dunia hewan) U1 Kingdom animalia (Dunia hewan) Ilmuwan telah mengidentifikasi lebih dari 1,3 juta spesies hewan. BIOSISTEMATIKA HEWAN Hewan merupakan organisme multiselular dan heterotrof Reproduksi umumnya secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan,

BAB I PENDAHULUAN. yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa. Interaksi yang bernilai edukatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan diharapkan dapat membekali seseorang dengan pengetahuan yang memungkinkan baginya untuk mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Defenisi Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk

BAB I PENDAHULUAN. wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna. diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia dan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, ketrampilan dan keahlian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 7 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) a. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Ibrahim dan Nur (Rusman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peny Husna Handayani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran biologi dirancang dan dilakukan semata-mata untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sisdiknas Pasal 20 ayat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi 7 BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika membutuhkan proses bernalar yang tinggi dalam mengaitkan simbol-simbol dan mengaplikasikan konsep matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA. Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1

MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA. Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1 MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA MADRASAH ALIYAH NEGERI SURADE 2016 KATA PENGANTAR Assallamu alaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pengajar merupakan pencipta kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Metode Peer Tutoring ( Tutor Sebaya )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Metode Peer Tutoring ( Tutor Sebaya ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode Peer Tutoring ( Tutor Sebaya ) Menurut Ischak dan Warji dalam Suherman (2003:276) berpendapat bahwa tutor sebaya adalah sekelompok siswa yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata persepsi berasal dari kata perception yang berarti pengalaman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata persepsi berasal dari kata perception yang berarti pengalaman, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persepsi Kata persepsi berasal dari kata perception yang berarti pengalaman, pengamatan, rangsangan, dan penginderaan. Persepsi adalah pengalaman tentang objek,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : Petumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan dan Hewan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) : Petumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan dan Hewan RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/Semester Materi Pokok Alokasi Waktu : SMP N 1 Berbah : IPA : VIII/1 : Petumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan dan Hewan : 1 Pertemuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau dalam bahasa Inggris disebut Classroom Action Research terdiri dari tiga kata, yaitu penelitian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula

BAB II KAJIAN TEORI. Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Matematika Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematica, yang mulamula berasal dari kata Yunani mathematike, dari akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau

Lebih terperinci

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat:

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus digestorius

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. siswa adalah penentu terjadinya atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Keterampilan Proses Sains Siswa pada Pembelajaran Sistem Pernapasan Hewan Sebelum Diterapkannya Tutor Sebaya pada Inkuiri Terbimbing Dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi Pengertian prestasi yang disampaikan oleh para ahli sangatlah bermacammacam dan bervariasi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan kondisi belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang dalam penguasaannya memerlukan tingkat kecermatan, ketelitian, dan ingatan yang baik. Materi yang ada pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK A. Analisis Aspek-Aspek yang Diteliti Antara Pembelajaran Tutor Sebaya dan Pembelajaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered), menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan melibatkan aktivitas fisik dan mental siswa. Keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara konstruktif. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik secara konstruktif. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan proses berkelanjutan untuk mengubah tingkah laku peserta didik secara konstruktif. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

Farid K. Muzaki, S.Si., M.Si. Jurusan BIOLOGI FMIPA ITS Surabaya ANIMAL CHARACTERS. Taxonomy of Animalia SB091321

Farid K. Muzaki, S.Si., M.Si. Jurusan BIOLOGI FMIPA ITS Surabaya ANIMAL CHARACTERS. Taxonomy of Animalia SB091321 Farid K. Muzaki, S.Si., M.Si Jurusan BIOLOGI FMIPA ITS Surabaya ANIMAL CHARACTERS Taxonomy of Animalia SB091321 Animal Characters Karakter Tingkat Filum: Pola simetri tubuh Struktur lapisan tubuh Struktur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Tuntas Tujuan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dapat dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Suryobroto (2002: 96) Belajar tuntas adalah

Lebih terperinci

2015 ANALISIS TEKNIK MENCATAT DALAM JURNAL BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATERI ANIMALIA

2015 ANALISIS TEKNIK MENCATAT DALAM JURNAL BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATERI ANIMALIA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Biologi merupakan salah satu bidang studi pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Selain merupakan ilmu yang cukup berperan penting dalam bidang studi IPA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membuka Dan Menutup Pelajaran Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Biologi merupakan ilmu tentang makhluk hidup beserta lingkungannya. Objek yang dipelajari dalam Biologi adalah makhluk hidup dan makhluk tak hidup. Makhluk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Belajar bukan hanya sekedar mengetahui, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mengembangkan dan membina potensi. sumberdaya manusia melalui berbagai kegiatan belajar mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mengembangkan dan membina potensi. sumberdaya manusia melalui berbagai kegiatan belajar mengajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha mengembangkan dan membina potensi sumberdaya manusia melalui berbagai kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan

Lebih terperinci

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING

PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING PROFIL KETUNTASAN BELAJAR DITINJAU DARI PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP PENCAPAIAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM) BIOLOGI SISWA KELAS VIIA DI SMP NEGERI 2 KARTASURA TAHUN AJARAN 2008/2009

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG)

KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG) KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI GURU SD/SMP/SMA/SMK (KI) KOMPETENSI GURU MAPEL/PAKET KEAHLIAN (KG) INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI (IPK) PEDAGOGIK Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara

BAB I PENDAHULUAN. IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia hidup tidak lepas dari pendidikan. Untuk menghadapi tantangan IPTEK, dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu bersaing secara global. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas menjadi satu antara materi kimia, fisika dan biologi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemetaan Konsep Konsep merupakan suatu pengetahuan terhadap sesuatu. Menurut Rosser (dalam Dahar, 1996: 80) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas, objek-objek,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 11 BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Remedial Teaching a. Pengertian Remedial Teaching Dilihat dari arti katanya remedial berarti bersifat menyembuhkan, membetulkan atau

Lebih terperinci