Gambar 4.12 Alternatif Alternatif rute evakuasi kelurahan Purus, Ujung Gurun dan Padang Pasir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 4.12 Alternatif Alternatif rute evakuasi kelurahan Purus, Ujung Gurun dan Padang Pasir"

Transkripsi

1 Arah rute evakuasi Waktu Evakuasi Kel. Purus: t min = 22 menit t max = 27 menit Kel. Ujung Gurun: t min = 20 menit t max = 23 menit Kel. Padang Pasir: t min = 21 menit t max = 22 menit Gambar 4.12 Alternatif Alternatif rute evakuasi kelurahan Purus, Ujung Gurun dan Padang Pasir 71

2 Arah rute evakuasi Kel. Olo: t min = 24 menit t max = 26 menit Waktu Evakuasi Kel. Kampung Jao: t min = 21 menit t max = 23 menit Gambar 4.13 Alternatif Alternatif rute evakuasi kelurahan Olo dan Kampung Jao 72

3 Arah rute evakuasi Kel. Belakang Tangsi: t min = 26 menit t max = 35 menit Waktu Evakuasi Kel. Berok Nipah: Kel. Kampung Pondok: t min = 33 menit t min = 28 menit t max = 43 menit t max = 29 menit Gambar 4.14 Alternatif Alternatif rute evakuasi kelurahan Belakang Tangsi, Kampung Pondok, dan Berok Nipah 73

4 4.3 Daerah dan analisis kebutuhan evakuasi untuk masing masing kelurahan Hasil kajian dari daerah evakuasi dan analisis kebutuhannya sebagaimana telah dijelaskan dalam sub bab 3.3 adalah sebagai berikut Jika berdasarkan pada hasil simulasi Pusat Penelitian Kelautan ITB serta hasil analisis dari Alternatif rute evakuasi yang dapat dilewati ketika gempabumi yang berpotensi tsunami terjadi, maka diperoleh empat daerah pengungsian bagi penduduk kecamatan Padang Barat yakni sebagaimana tersebut di bawah ini dengan kebutuhan sarana pengungsian seperti yang tertera pada tabel 4.13 s/d 4.17 serta tergambar pada gambar Kelurahan Alai Timur yang diperuntukkan bagi kelurahan Flamboyan Baru dan Rimbo Kaluang dengan kebutuhan : Tabel 4.13 Kebutuhan di daerah Alai Timur Jumlah Penduduk : Jumlah Rumah Tangga 2382 No. Kebutuhan Kebutuhan satuan 1 Air Bersih 151 kl/hari 2 Gizi kkal 3 Jamban Ideal 505 jamban 4 Jamban Awal Bencana 202 jamban 5 Tempat sampah 24 kiloliter 6 Tempat naungan tertutup m 2 2. Kelurahan Jati yang diperuntukkan bagi penduduk kelurahan Ujung Gurun, sebagian penduduk kelurahan Purus dan sebagian penduduk kelurahan Padang Pasir dengan kebutuhan : 74

5 Tabel 4.14 Kebutuhan di Kelurahan Jati Jumlah Penduduk : Jumlah Rumah Tangga 2821 No. Kebutuhan Kebutuhan satuan 1 Air Bersih 177 kl/hari 2 Gizi kkal 3 Jamban Ideal 589 jamban 4 Jamban Awal Bencana 236 jamban 5 Tempat sampah 28 kiloliter 6 Tempat naungan tertutup m 2 3. Komplek PJKA Simpang Haru yang disediakan bagi penduduk kelurahan Olo, Kampung Jao, sebagian penduduk kelurahan Purus dan sebagian penduduk kelurahan Padang Pasir dengan kebutuhan : Tabel 4.15 Kebutuhan di Komplek PJKA Jumlah Penduduk : Jumlah Rumah Tangga 5685 No. Kebutuhan Kebutuhan satuan 1 Air Bersih 335 kl/hari 2 Gizi kkal 3 Jamban Ideal 1118 jamban 4 Jamban Awal Bencana 447 jamban 5 Tempat sampah 57 kiloliter 6 Tempat naungan tertutup m 2 4. Daerah Parak Gadang yang diperuntukkan bagi penduduk kelurahan Belakang Tangsi dengan kebutuhan : Tabel 4.16 Kebutuhan di Daerah Parak Gadang Jumlah Penduduk : 3966 Jumlah Rumah Tangga 1029 No. Kebutuhan Kebutuhan satuan 1 Air Bersih 59 kl/hari 2 Gizi 8329 kkal 3 Jamban Ideal 198 jamban 4 Jamban Awal Bencana 79 jamban 5 Tempat sampah 10 kiloliter 6 Tempat naungan tertutup m 2 75

6 5. Sedangkan untuk kelurahan Berok Nipah dan Kelurahan Belakang Pondok untuk sementara diarahkan menuju daerah Ganting dan sekitarnya dengan kebutuhan Tabel 4.17 Kebutuhan untuk kelurahan Berok Nipah dan Kampung Pondok Jumlah Penduduk : Jumlah Rumah Tangga 2771 No. Kebutuhan Kebutuhan satuan 1 Air Bersih 179 kl/hari 2 Gizi kkal 3 Jamban Ideal 596 jamban 4 Jamban Awal Bencana 238 jamban 5 Tempat sampah 28 kiloliter 6 Tempat naungan tertutup m 2 76

7 Kec. Padang Timur Kec. Padang Barat Gambar 4.15 Daerah Penampungan dan Kebutuhannya Pie Chart yang tertera pada gambar di atas menunjukkan kebutuhan sarana dan prasarana untuk setiap daerah penampungan. 77

8 Sedangkan jika ternyata tsunami yang terjadi diperkirakan mencapai ketinggian 9 meter, maka upaya evakuasi dapat dilakukan dengan melakukan evakuasi vertikal yakni dengan mempergunakan fasilitas-fasilitas yang memiliki elevasi yang lebih tinggi dari 9 meter seperti gedung yang lebih dari tiga lantai atau melakukan evakuasi horizontal dengan melewati sungai Bandar Bakali. Jika dilihat dari ketersediaan jembatan saat ini maka kapasitas jembatan untuk melewatkan penduduk dari kecamatan Padang Barat akan sangat terbatas. Oleh karena itu maka diperlukan penambahan jembatan dengan perencanaan konstruksi dapat bertahan pada gempabumi 9 SR. Adapun perencanaan lokasi jembatan harus disesuaikan dengan Alternatif rute evakuasi yang telah ditetapkan yakni: 1. 2 buah jembatan di kelurahan Jati yang dapat menghubungkan antara daerah pengungsian Jati dan Komplek PJKA dengan perumahan Cendana Parak Kopi yang untuk selanjutnya kegiatan evakuasi dapat dilakukan menuju daerah Andalas buah jembatan di kelurahan Simpang Haru 3. Jembatan di kelurahan Kampung Pondok yang dapat digunakan sebagai Alternatif rute evakuasi menuju bukit Gado-gado. Rekomendasi letak pembangunan jembatan baru dapat dilihat pada gabar

9 Kec. Padang Timur Kec. Padang Barat Gambar 4.16 Rekomendasi pembangunan Jembatan di Sungai Batang Arau dan Bandar Bakali 79

10 4.4 Analisis Kerentanan Jika dilihat dari waktu yang dibutuhkan untuk mencapai daerah evakuasi melalui rute yang telah ditetapkan, maka penduduk kelurahan Berok Nipah dan sebagian penduduk kelurahan Belakang Tangsi yang berada di pesisir pantai tidak dapat mencapai daerah evakuasi pada batas waktu yang tersedia. Kondisi ini akan lebih berbahaya jika gempabumi yang berpotensi tsunami terjadi pada siang hari. Hal ini dikarenakan kelurahan Berok Nipah yang merupakan salah satu sentral kegiatan perekonomian dan pelabuhan. Dengan melihat kenyataan ini maka diperlukan upaya-upaya untuk mengantisipasi hal tersebut. Dengan mengambil skenario terburuk dari sejarah kejadian tsunami yang pernah terjadi di Kota Padang yakni tsunami yang mencapai ketinggian 9 meter, jelas terlihat bahwa kelurahan Flamboyan Baru dan Rimbo Kaluang dapat mencari daerah evakuasi dengan melanjutkan Alternatif rute evakuasi menuju kelurahan Ampang dan sekitarnya, sedangkan delapan kelurahan lainnya harus melewati sungai Bandar Bakali terlebih dahulu sebelum bisa mencapai daerah dengan elevasi yang lebih dari 9 meter. Dengan melihat ketersediaan jembatan saat ini yang masih minim sangat dikhawatirkan tidak akan mampu menyeberangkan penduduk dari delapan kelurahan di Kecamatan Padang Barat ditambah dengan sebagian penduduk kecamatan Padang Timur. 4.5 Ketahanan Terhadap Bencana Berbagai upaya untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana gempabumi dan tsunami sudah mulai dilakukan di kota Padang. Upaya tersebut dilakukan dan diberikan pada elemen-elemen yang ada. Upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan komunitas sekolah meliputi kegiatan edukasi sekolah dan masyarakat terkait dengan upaya mitigasi bencana gempabumi dan tsunami serta simulasi evakuasi yang telah dilakukan sejak tahun 2005 pada beberapa daerah. Simulasi evakuasi yang melibatkan kelompok masyarakat pernah dilakukan di dua kelurahan yakni kelurahan Rimbo Kaluang dan kelurahan Purus sedangkan di kelurahan Berok Nipah kegiatan 80

11 simulasi evakuasi hanya dilakukan oleh anak-anak sekolah saja. Kegiatan simulasi ini dilakukan mulai dari tempat tinggal masing-masing menuju tempat yang menjauhi garis pantai. Sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas sekolah maka Dinas Pendidikan Kota Padang bekerjasama dengan Kogami dan pihak lain yang terkait melakukan serangkaian kegiatan edukasi dan simulasi evakuasi sekolah. Sampai dengan bulan Maret 2009 sejumlah 39 (36,45%) dari 107 sekolah mulai dari TK sampai SMA di kecamatan Padang Barat telah memperoleh edukasi tentang gempabumi dan tsunami serta simulasi evakuasi terhadap gempabumi. Sekolah-sekolah tersebut dapat dilihat pada tabel 4.17 di bawah ini 81

12 Tabel 4.18 Daftar Sekolah teredukasi di kecamatan Padang Barat No Nama Sekolah Alamat Kelurahan 1 TK. Adzkia I Jl. Batang Anai no. 9 Rimbo Kaluang 2 SD Agnes Jl. Bandar Gereja Kampung Pondok 3 SD Murni Jl. Nipah no. 33 Berok Nipah 4 SDN 05 Padang Pasir Jl. Padang Pasir VI/4 Padang Pasir 5 SDN 23 Ujung Gurun Jl. Veteran no. 82 Ujung Gurun 6 SDN 25 Purus Jl. Sawo Purus V Purus 7 SDN 28 Purus Jl. Sawo Purus V Purus 8 SDN 29 Purus Jl. Purus V Purus 9 SDN 03 Purus Jl. Veteran no 31 Purus 10 SDN 04 Purus Jl. Veteran no 31 Purus 11 SDN 09 Berok Nipah Jl. Batang Arau Berok Nipah 12 SDN 10 Berok Nipah Jl. Batang Arau Berok Nipah 13 SDN 22 Ujung Gurun Jl. Ujung Gurun no 62 Ujung Gurun 14 SDN Percobaan Jl. Ujung Gurun Ujung Gurun 15 SDN 21 Purus Jl. Veteran no 31 Purus 16 SDN 02 Kampung Pondok Jl. Pulau Karam Kampung Pondok 17 SDN 16 Kampung Pondok Jl. Pulau Karam Kampung Pondok 18 SDN 08 Kampung Pondok Jl. Pulau Karam Kampung Pondok 19 SDN 26 Rimbo Kaluang Rimbo Kaluang 20 SMPN 1 Padang Jl. Jenderal Sudirman no 3 Kampung Jao 21 SMPN 2 Padang Jl. Bundo Kanduang 27 Kampung Pondok 22 SMPN 3 Padang Jl. Pulau Karam no. 98 Kampung Pondok 23 SMPN 4 Padang Jl. Pulau Karam no. 98 Kampung Pondok 24 SMP YAPI Padang Jl. Purus IV no. 8 Purus 25 SMP Murni Jl. Nipah No. 33 Berok Nipah 26 SMP Sahara Jl. Padang Pasir no. 30 Padang Pasir 27 SMP Baiuturrahmah Jl. Damar I no. 5 Purus 28 SMP Pertiwi I Jl. Bandar Belakang Tangsi no. 18 Belakang Tangsi 29 SMAN 1 Padang Jl. Jenderal Sudirman no. 1 Kampung Jao 30 SMAN 2 Padang Jl. Batang Musi Rimbo Kaluang 31 SMA Don Bosco Jl. Khairil Anwar no 8 Belakang Tangsi 32 SMA Murni Jl. Nipah no. 33 Berok Nipah 33 SMA YAPI Jl. Purus IV/8 Purus 34 SMK N 9 Jl. Bundo Kanduang Kampung Pondok 35 SMTI Jl. Batang Musi Rimbo Kaluang 36 SMK N 3 Jl. Jenderal Sudirman no. 11 Kampung Jao 37 SMK Pelayaran Jl. Bandar Purus Padang Pasir 38 SMU Baiturrahmah Jl. Damar I no. 5 Purus 39 SMA Muhammadiyah 2 Jl. Ujung Belakang Olo Olo 82

13 Gambar 4.17 Distribusi sekolah yang pernah diedukasi di Kelurahan Padang Barat 83

14 Salah satu hasil yang telah dicapai dari kegiatan edukasi sekolah adalah adanya 12 sekolah siaga bencana di kota Padang yang diharapkan dapat menjadi model bagi sekolah lainnya. Empat sekolah diantaranya berada di kecamatan Padang Barat yakni: 1. SMPN 1 Padang 2. SMPN 2 Padang 3. SMAN 1 Padang 4. SMK Pelayaran Selain pernah mendapatkan edukasi gempabumi dan tsunami, keempat sekolah tersebut telah melakukan simulasi evakuasi keluar dari lingkungan sekolah dan menjauhi garis pantai. Selain itu sekolah juga telah memiliki peta evakuasi untuk masing-masing kelas untuk bencana gempabumi. Perancangan dan implementasi kurikulum muatan lokal siaga bencana juga mulai dilakukan. SMAN 1 dan SMKN 9 Padang merupakan sekolah percontohan bagi upaya tersebut. Sampai saat ini kegiatan edukasi sekolah masih terus dilakukan. Selain bertujuan untuk mendiseminasikan pengetahuan tentang gempabumi dan tsunami serta tindakan yang harus dilakukan ketika gempabumi terjadi juga diharapkan terciptanya suatu kebijakan lokal mengenai peringatan alami yang dapat dijadikan sebagai acuan gempabumi yang berpotensi tsunami. Peringatan alami tersebut dapat dilihat dari: 1. Gempa berlangsung lama lebih kurang selama 1 menit 2. Kita tidak dapat berdiri dengan seimbang 3. Struktur utama bangunan (tiang utama dan balok bangunan) banyak mengalami kerusakan. Pada level pemerintahan ada berbagai upaya yang telah dilakukan meliputi pembentukan Pusat Pengendali Operasi Penanggulangan Bencana (PUSDALOPS-PB) yang merupakan sebuah organisasi yang bertanggung jawab sebagai Pengelola Informasi Bencana( Disaster Information Manager) sekaligus berfungsi sebagai Pengendali Koordinasiantar instansi dan lembaga baik pemerintah maupun masyarakat, untuk penangangan bencana dan tsunami di 84

15 Kota Padang. Pusat Pengendali Operasi juga mempunyai peranan yang sangat penting ketika gempa berpotensi tsunami terjadi karena memiliki kewenangan untuk memberikan peringatan dini (early warning system) kepada pemerintah melalui jaringan sistem peringatan dini yang telah ada. Upaya perancangan dan pembuatan dokumen yang berfungsi sebagai acuan umum (disaster mitigation planning) atau bersifat teknis meliputi pembuatan Rencana Aksi Daerah (RAD) yang berfungsi sebagai acuan perencanaan penanggulangan bencana bagi instansi dan institusi. Selain itu adanya Perda Provinsi no 5 tahun 2007 dan Perda Kota Padang no. 3 tahun 2008 tentang Penanggulangan Bencana memberikan andil yang cukup besar dalam upaya mitigasi bencana di Kota Padang. Dalam upaya untuk dapat memberikan peringatan dini kepada masyarakat, pemerintah pusat dan daerah yang bekerjasama dengan US-IOTWS memasang DART (Deep-Ocean Assessment and Reporting of Tsunami) Bouy di Samudera Hindia. Selain itu untuk mendiseminasikan peringatan dini kepada masyarakat maka sistem tersebut diintegrasikan dengan FM-RDS serta pemasangan sirine yang salah satunya berada di kecamatan Padang Barat. Langkah konkrit untuk memberikan peringatan dini terhadap masyarakat jika terjadi gempabumi yang berpotensi tsunami dilakukan dengan membuat jejaring peringatan dini antara PUSDALOPS-PB dengan mesjid-mesjid yang tersebar di setiap kelurahan. Upaya lain yang dilakukan untuk mengurangi resiko tsunami, Pemerintah kota Padang membangun jalan samudera yang membentang sepanjang pantai Padang. Upaya ini dilakukan untuk mempertinggi permukaan tanah di daerah tepi pantai. Berkaitan dengan upaya mitigasi bencana tsunami di kota Padang, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah kota Padang membuat perencanaan untuk pembukaan dan peningkatan jalan jalur evakuasi. Jaringan jalan rencana tersebut yang berada di Padang Barat dapat dilihat pada tabel 4.19 dan gambar 4.18 di bawah ini 85

16 Tabel 4.19 Rencana pengembangan jalur evakuasi [Dinas Kimpraswil Kota Padang, 2007] No. Nama Jalan Panjang Lebar (m) (m) 1 Jl. Kampung Jawa Dalam dan Sekitarnya 1, Jl. Purus I, II, III dan V 1, Jl. Pemuda Jl. Harapan Jl. Koto Marapak Jl. Karet Jl. Damar II Jl. Gurun Dalam dan Tanah Baroyo 1, Jl. Dobi

17 Gambar 4.18 Rencana Pengembangan Jalan sebagai Jalur Evakuasi 87

18 4.6 Analisis Resiko Bencana Tsunami untuk Masing-masing Kelurahan Berdasarkan hasil kajian mengenai kerentanan daerah studi serta melakukan pembobotan berdasarkan kelas dan kriteria pada tabel 3.2 sampai 3.6 maka diperoleh bobot untuk masing-masing kelurahan seperti tergambar pada tabel 4.20 di bawah ini Tabel 4.20 Bobot kriteria kerentanan masing-masing kelurahan No. Kelurahan Jarak dari Pantai Ketinggian Tempat Waktu untuk evakuasi Penduduk Rentan Siswa Rentan 1 Berok Nipah Kampung Pondok Belakang Tangsi Kampung Jao Olo Purus Padang Pasir Ujung Gurun Rimbo Kaluang Flamboyan Baru Sedangkan dengan menggunakan metoda AHP (Analytical Hierarchy Process), maka diperoleh bobot masing-masing kelas seperti pada tabel 4.21 di bawah ini Tabel 4.21 Bobot kerentanan masing-masing kelas No Kelas Bobot 1 Kebutuhan Waktu untuk evakuasi (T) Ketinggian Tempat (E) Jarak dari Pantai (L) Kerentanan Penduduk (PR) Kerentanan Siswa (SR) Dengan perhitungan konsistensi rasionya adalah: a. λ = 5,353 b. CI (consistency index) = 0,0882 c. RI (Random Concictency Indices) = 1,12 d. CR (consistency ratio) = 0,0788 e. CR < 0,1 artinya pembobotan konsisten 88

19 Dengan melakukan perhitungan numerik terhadap bobot masing-masing kelas dengan bobot kriteria untuk masing-masing kelurahan, maka diperoleh bobot kerentanan untuk masing-masing kelurahan sebagaimana tabel 4.22 di bawah ini No. Kelas Tabel 4.22 Bobot kerentanan masing-masing kelurahan Jarak dari Pantai Ketinggian Tempat Waktu untuk evakuasi Penduduk Rentan Siswa Rentan Jumlah Kelurahan Berok Nipah Kampung Pondok Belakang Tangsi Kampung Jao Olo Purus Padang Pasir Ujung Gurun Rimbo Kaluang Flamboyan Baru Berdasarkan jumlah bobot kerentanan masing-masing kelurahan, maka urutan kelurahan berdasarkan kerentanan tertinggi sampai terendah adalah sebagai berikut: 1. Berok Nipah 2. Rimbo Kaluang 3. Flamboyan Baru 4. Purus 5. Kampung Pondok 6. Padang Pasir 7. Kampung Jao 8. Belakang Tangsi 9. Olo 10. Ujung Gurun Sedangkan berdasarkan pada status ketahanan dan pembobotan sebagaimana telah dijelaskan pada tabel 3.7 sampai 3.9 maka boot kriteria untuk masingmasing kelas di daerah studi adalah sebagaimana terdapat pada tabel 4.23 di bawah ini 89

20 No. Tabel 4.23 Bobot kriteria ketahanan pada daerah studi Kelurahan Simulasi Evakuasi Edukasi Sekolah Sekolah Siaga Bencana 1 Berok Nipah Kampung Pondok Belakang Tangsi Kampung Jao Olo Purus Padang Pasir Ujung Gurun Rimbo Kaluang Flamboyan Baru Sedangkan dengan menggunakan metoda AHP (Analytical Hierarchy Process), maka diperoleh bobot masing-masing kelas ketahanan seperti pada tabel 4.24 di bawah ini Tabel 4.24 Bobot ketahanan untuk masing-masing kelas No Kelas Bobot 1 Simulasi Evakuasi (SE) Sekolah telah diedukasi (ES) Sekolah siaga bencana (SSB) Dengan perhitungan konsistensi rasionya adalah: a. λ = 3,054 b. CI (consistency index) = 0,027 c. RI (Random Concictency Indices) = 0,58 d. CR (consistency ratio) = 0,0465 e. CR < 0,1 artinya pembobotan konsisten Berdasarkan dua tabel di atas maka bobot ketahanan untuk masing-masing kelurahan adalah sereti pada tabel 4.25 berikut ini 90

21 Tabel 4.25 Bobot ketahanan masing-masing kelurahan No. Kelas Simulasi Edukasi Sekolah Siaga Evakuasi Sekolah Bencana Jumlah Kelurahan Berok Nipah Kampung Pondok Belakang Tangsi Kampung Jao Olo Purus Padang Pasir Ujung Gurun Rimbo Kaluang Flamboyan Baru Dengan merujuk kepada nilai bobot kerentanan dan ketahanan untuk masingmasing kelurahan, maka tingkat resiko bencana tsunami di kecamatan Padang Barat sangat ditentukan oleh besarnya nilai bobot tersebut. Hal ini dikarenakan dengan mengacu kepada potensi bencana tsunami, seluruh kelurahan di Kecamatan Padang Barat memiliki nilai potensi bencana yang sama. Dengan melakukan perhitungan numerik terhadap nilai bobot kerentanan dan ketahanan, maka urutan kelurahan yang memiliki resiko tertinggi sampai dengan resiko terendah dapat dilihat pada tabel 4.26 dan gambar 4.19 di bawah ini Tabel 4.26 Bobot Resiko bencana tsunami di kecamatan Padang Barat No. Kelurahan Bobot Resiko 1 Belakang Tangsi Olo Flamboyan Baru Ujung Gurun Padang Pasir Kampung Jao Berok Nipah Kampung Pondok Purus Rimbo Kaluang

22 Kelurahan Belakang Tangsi menempati urutan pertama dalam hal bobot resiko bencana tsunami dikarenakan beberapa hal yakni penduduk di kelurahan ini memerlukan waktu untuk melakukan evakuasi yang melebihi batas waktu evakuasi yang tersedia, selain itu kapasitas yang dimiliki oleh kelurahan ini masih rendah. Hal ini dikarenakan penduduk kelurahan Belakang Tangsi belum pernah melakukan simulasi evakuasi serta sekolah yang telah mendapatkan edukasi mengenai gempabumi dan tsunami hanya 10% saja dari total sekolah yang ada. Kelurahan Olo yang memiliki tingkat kerentanan di bawah kelurahan Belakang Tangsi, ternyata menempati urutan kedua daerah yang memiliki resiko bencana tsunami di kecamatan Padang Barat. Hal ini dikarenakan tingkat ketahanan yang dimilikinya masih rendah. Terbukti dengan hanya 6% sekolah yang pernah mendapatkan edukasi kebencanaan serta penduduk kelurahan juga belum pernah melakukan simulasi evakuasi. Walaupun memiliki kerentanan yang rendah terhadap bencana tsunami, tetapi kelurahan Flamboyan Baru juga memiliki ketahanan yang rendah juga. Hal ini dikarenakan penduduk di kelurahan ini belum pernah melaksanakan simulasi evakuasi. Selain daripada itu tingkat ketahanan juga tidak didukung oleh ketahanan sekolah karena hanya ada satu Taman Kanak-Kanak yang ada di kelurahan ini. Dengan jumlah Sekolah Dasar sebanyak 51,4%, kerentanan kelurahan Ujung Gurun disumbang oleh siswa yang rentan. Selain itu hanya sekitar 38% sekolah yang pernah mendapatkan edukasi serta penduduk kelurahan tersebut belum pernah melakukan simulasi evakuasi mengakibatkan kelurahan Ujung Gurun menempati urutan keempat jika ditinjau dari resiko terhadap bencana tsunami. Kelurahan Padang Pasir memiliki kerentanan penduduk dan kerentanan siswa yang berada pada urutan sedang jika dibandingkan dengan kelurahan lainnya. Walaupun hanya sekitar 19% sekolah yang pernah mendapatkan edukasi sekolah, 92

23 tetapi penyumbang bobot ketahanan diberikan dengan adanya Sekolah Siaga Bencana. Penduduk kelurahan Kampung Jao belum pernah melakukan simulasi evakuasi terhadap bencana tsunami. Kelurahan ini memperoleh resiko bencana yang menengah dikarenakan rendahnya tingkat kerentanan siswa karena di kelurahan ini tidak terdapat Sekolah Dasar. Selain daripada itu, dengan adanya 3 sekolah siaga bencana memberikan bobot ketahanan yang tinggi sehingga resiko bencana dapat tereduksi dengan sendirinya. Dari sisi spasial, kelurahan Berok Nipah memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap bencana tsunami, hal ini dikarenakan letak geografisnya yang berbatasan langsung dengan pantai serta waktu yang dibutuhkan untuk mencapai daerah evakuasi melebihi waktu yang tersedia untuk evakuasi. Tetapi pada kenyataannya, tingkat kerentanan tersebut dapat direduksi dengan kegiatan edukasi sekolah yang telah dilaksanakan di sekitar 83% sekolah yang ada di kelurahan tersebut. Selain itu kegiatan simulasi evakuasi yang dilakukan oleh sebagian siswa sekolah juga mampu menambahkan bobot ketahanan di kelurahan Berok Nipah. Sama halnya dengan kelurahan Berok Nipah, kelurahan Pondok juga memiliki tingkat ketahanan yang tinggi yang disumbang oleh kegiatan simulasi evakuasi yang diikuti oleh sebagian besar siswa serta dengan adanya kegiatan edukasi sekolah yang mampu mereduksi kerentanan wilayah yang berada sedikit di bawah kerentanan kelurahan Berok Nipah. Kelurahan Purus yang memanjang di daerah pesisir pantai memiliki karakteristik kerentanan yang hampir sama dengan kelurahan Berok Nipah. Salah satu penyumbang bobot ketahanan terbesar diberikan oleh kegiatan simulasi evakuasi yang pernah diikuti oleh penduduk di kelurahan ini serta hampir 67% sekolah yang ada telah mendapatkan edukasi sekolah. 93

24 Untuk kelurahan Rimbo Kaluang, walaupun memiliki kerentanan yang tinggi terhadap tsunami tetapi dapat direduksi dengan bobot ketahanan yang tinggi juga sehingga resiko terhadap tsunami menjadi rendah. Gambar 4.19 Tingkat Resiko Bencana Tsunami di Kecamatan Padang Barat 94

25 4.7 Rekomendasi 1 Karena keterbatasan daerah dan waktu untuk melakukan evakuasi maka alternatif yang dapat dilakukan meliputi: a. Pembuatan dinding penahan gelombang (sea wall), hal ini diharapkan dapat mereduksi energi akibat hempasan gelombang tsunami sehingga ketinggian dan jangkauan gelombang ke daratan dapat berkurang. Tetapi dalam pembuatannya, dinding penahan gelombang memerlukan biaya yang sangat besar. b. Mempertinggi bantaran sungai untuk mengurangi luapan air sungai sehingga daerah di sekitar sungai pun dapat digunakan sebagai daerah evakuasi. c. Pembuatan fasilitas yang dapat digunakan sebagai tempat evakuasi vertikal seperti taman kota yang elevasinya ditingkatkan beberapa meter, pembuatan fasilitas umum seperti gelanggang olah raga, fasilitas rekreasi, museum atau fasilitas komersil serta pembuatan fasilitas sekolah. Selain pembuatan tempat elevasi vertikal juga dapat memanfaatkan gedung-gedung tinggi yang sudah ada. d. Pembuatan jembatan di kelurahan Berok Nipah dan Kampung Pondok. Pembuatan jembatan ini dimaksudkan untuk memperpendek Alternatif rute evakuasi dari masing-masing kelurahan menuju Bukit Gado-Gado yang berada di seberang Sungai Batang Arau. Untuk memperkecil resiko keruntuhan jembatan ketika gempabumi terjadi, maka perencanaan jembatan juga harus mempertimbangkan Peraturan Bangunan (Building Codes) yang telah ditetapkan. 2 Untuk mengurangi kerusakan struktur pada saat terjadinya gempabumi, maka dalam perencanaan struktur bangunan harus sesuai dengan Building Codes yang telah ditetapkan. 95

26 3 Tidak menjadikan kecamatan Padang Barat sebagai sentral pelayanan utama, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kepadatan penduduk pada siang hari. 4 Memindahkan fasilitas fasilitas vital ke daerah yang lebih aman. 5 Menyediakan kendaraan evakuasi untuk membantu kelompok penduduk yang membutuhkan bantuan ketika akan evakuasi. 96

BAB IV HASIL DAN KAJIAN

BAB IV HASIL DAN KAJIAN BAB IV HASIL DAN KAJIAN 4.1 Analisis Kerentanan 4.1.1 Kerentanan Wilayah Kecamatan Padang Barat yang terletak pada 0 o 58 LS dan 100 o 21 11 BT merupakan daerah yang relatif landai dengan ketinggian wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Analisis Kerentanan 3.1.1 Kerentanan wilayah Secara keseluruhan, diagram alir pada analisis kerantanan wilayah dilakukan berdasarkan diagram alir pada gambar 3.1 Peta

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG BAB 4 ANALISIS RISIKO BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat risiko bencana tsunami di Kota Padang berdasarkan atas faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bencana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG

PEMERINTAH KOTA PADANG 409 PEMERINTAH KOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KELURAHAN KOTA PADANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS RESIKO BENCANA TSUNAMI UNTUK KAWASAN PESISIR KOTA PADANG (Studi kasus: Kecamatan Padang Barat) TESIS

ANALISIS RESIKO BENCANA TSUNAMI UNTUK KAWASAN PESISIR KOTA PADANG (Studi kasus: Kecamatan Padang Barat) TESIS ANALISIS RESIKO BENCANA TSUNAMI UNTUK KAWASAN PESISIR KOTA PADANG (Studi kasus: Kecamatan Padang Barat) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

DAFTAR RAYONISASI SMP KOTA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 NO RAYON SEKOLAH ASAL 1 SMP NEGERI 1 PADANG BEBAS RAYON (PSB ONLINE 30%)

DAFTAR RAYONISASI SMP KOTA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 NO RAYON SEKOLAH ASAL 1 SMP NEGERI 1 PADANG BEBAS RAYON (PSB ONLINE 30%) DAFTAR ISASI SMP KOTA PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 1 SMP NEGERI 1 PADANG BEBAS (PSB ONLINE 30%) 2 SMP NEGERI 2 PADANG 01-180 SD NEGERI 01 BELAKANG TANGSI 01-186 SD NEGERI 07 BELAKANG TANGSI 01-190

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai karakteristik alam yang beragam. Indonesia memiliki karakteristik geografis sebagai Negara maritim,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di sepanjang pesisir barat pulau Sumatera bagian tengah. Provinsi ini memiliki dataran seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bantul merupakan salah satu wilayah yang memiliki ancaman bahaya gempabumi cukup tinggi. Tingginya ancaman gempabumi di Kabupaten Bantul telah dibuktikan

Lebih terperinci

UNTUK TINGKAT SEKOLAH DASAR / SLB

UNTUK TINGKAT SEKOLAH DASAR / SLB DAFTAR PENERIMA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH PERIODE : JULI - DESEMBER 2008 UNTUK TINGKAT SEKOLAH DASAR / SLB No Nama Sekolah Kecamatan Jumlah Alokasi Dana BOS 1 SDN 01 Pasar Laban Bungus Teluk Kabung 211

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Barat memiliki garis pantai sepanjang lebih kurang 375 km, berupa dataran rendah sebagai bagian dari gugus kepulauan busur muka. Perairan barat Sumatera memiliki

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH KOTA PADANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang

Lebih terperinci

EVALUASI EXISTING BUILDING DAN PEMBUATAN PETA EVAKUASI VERTIKAL TERHADAP TSUNAMI DI KOTA PADANG. Fauzan 1 ABSTRAK

EVALUASI EXISTING BUILDING DAN PEMBUATAN PETA EVAKUASI VERTIKAL TERHADAP TSUNAMI DI KOTA PADANG. Fauzan 1 ABSTRAK VOLUME 7 NO. 2, OKTOBER 2011 EVALUASI EXISTING BUILDING DAN PEMBUATAN PETA EVAKUASI VERTIKAL TERHADAP TSUNAMI DI KOTA PADANG Fauzan 1 ABSTRAK Kota Padang adalahdaerah yang rawangempadan tsunami.selaindaerahrawan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak diantara tiga lempeng utama dunia, yaitu Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10 cm per tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota padang adalah Kota terbesar dipantai barat Pulau Sumatera sekaligus Ibukota dari Provinsi Sumatera Barat. Kota ini memiliki luas wilayah 694,96 km 2 dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai lahan di Kota Padang menarik untuk dikaji. Beberapa hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai lahan di Kota Padang menarik untuk dikaji. Beberapa hal yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilai lahan di Kota Padang menarik untuk dikaji. Beberapa hal yang meyebabkannya demikian adalah pertama karena fungsinya Kota Padang memiliki pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 186 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdaasarkan hasil analisis dari tingkat risiko bencana dapat disimpulkan bahaya faktor utama dalam menentukan risiko bahaya gempa bumi di kota bengkulu

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gempa bumi sebagai suatu kekuatan alam terbukti telah menimbulkan bencana yang sangat besar dan merugikan. Gempa bumi pada skala kekuatan yang sangat kuat dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar ACE 22-23

Prosiding Seminar ACE 22-23 ACE 3-001 Pemodelan Optimasi Evakuasi Tsunami di Kota Padang Siska Anggria 1, Mahdhivan Syafwan 1, Efendi 1 1 Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO Oleh: Yusman Wiyatmo Jurdik Fisika FMIPA UNY, yusmanwiyatmo@yahoo.com, HP: 08122778263 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengetahui

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT AKSESIBILITAS MASYARAKAT MENUJU BANGUNAN PENYELAMATAN (SHELTER) PADA DAERAH RAWAN TSUNAMI (STUDI KASUS: KOTA PAINAN, SUMATERA BARAT)

STUDI TINGKAT AKSESIBILITAS MASYARAKAT MENUJU BANGUNAN PENYELAMATAN (SHELTER) PADA DAERAH RAWAN TSUNAMI (STUDI KASUS: KOTA PAINAN, SUMATERA BARAT) STUDI TINGKAT AKSESIBILITAS MASYARAKAT MENUJU BANGUNAN PENYELAMATAN (SHELTER) PADA DAERAH RAWAN TSUNAMI (STUDI KASUS: KOTA PAINAN, SUMATERA BARAT) Titi Kurniati *, Nicko Pratama *Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA

PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA PENENTUAN URUTAN PRIORITAS USULAN PENANGANAN RUAS-RUAS JALAN DI KOTA SAMARINDA Desy Damayanti Mahasiswa Magister Manajemen Aset FTSP ITS Ria Asih Aryani Soemitro Dosen Pembina Magister Manajemen Aset FTSP

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERKOTAAN DI KOTA PADANG, STUDI KASUS KECAMATAN PADANG BARAT

STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERKOTAAN DI KOTA PADANG, STUDI KASUS KECAMATAN PADANG BARAT STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH PERKOTAAN DI KOTA PADANG, STUDI KASUS KECAMATAN PADANG BARAT Wiwi Nelza 1) dan Eddy Setiadi Soedjono 2) 1 Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sarat akan potensi bencana gempa bumi dan tsunami yang disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik. Ini merupakan dampak dari wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pengurangan resiko bencana sebagaimana yang telah tercantum di dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana harus dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring of Fire), merupakan daerah berbentuk seperti tapal kuda yang mengelilingi Samudera Pasifik sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ). 1 BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam yang terjadi tidak bisa diprediksi dengan pasti. Diperlukan perencanaan tanggap darurat untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana yang muncul.

Lebih terperinci

6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI

6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI 6 STRATEGI MITIGASI TSUNAMI 6.1 Kerusakan Ekosistem Mangrove Akibat Tsunami Tsunami yang menerjang pesisir Kecamatan Sukakarya dengan tinggi gelombang datang (run up) antara 2-5 m mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL

PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL PELATIHAN TEKNIK MITIGASI BENCANA GEMPABUMI BAGI KOMUNITAS SMPN 2 BANTUL Oleh: Rahayu Dwisiwi SR, M.Pd, Yusman Wiyatmo, M.Si, Joko Sudomo, M.A, Surachman, M.S ABSTRAK Pengabdian Pada Masyarakat ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dibentuk oleh tiga lempeng utama dunia, yakni Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, serta Lempeng Eurasia. Konvergensi antara ketiga lempeng ini membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia dibagian utara, lempeng Indo-Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Tsunami 26 Desember 2004 yang disebabkan oleh gempa 9.1 SR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Tsunami 26 Desember 2004 yang disebabkan oleh gempa 9.1 SR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tsunami 26 Desember 2004 yang disebabkan oleh gempa 9.1 SR di dasar laut Samudera Hindia (sebelah barat Aceh) telah 10 tahun berlalu. Bencana tsunami itu mengakibatkan

Lebih terperinci

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN

Penyebab Tsunami BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor

Lebih terperinci

L/O/G/O.

L/O/G/O. L/O/G/O www.themegallery.com Latar Belakang Sebagai Ibukota Negara, Provinsi DKI Jakarta memiliki permasalahan kebencanaan yang komplek. Terumata masalah banjir mengingat kota Jakarta dilalui oleh 13 sungai

Lebih terperinci

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V : KETENTUAN UMUM : PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI Bagian Kesatu Indeks Ancaman dan Indeks Kerentanan

Lebih terperinci

BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG

BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG BAB 3 PERUMUSAN INDIKATOR - INDIKATOR BENCANA TSUNAMI DI KOTA PADANG Pada bahagian ini akan dilakukan perumusan indikator indikator dari setiap faktor faktor dan sub faktor risiko bencana yang sudah dirumuskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK)

PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) PENGGUNAAN METODE PROSES HIRARKI ANALITIK DALAM PENENTUAN LOKASI DERMAGA BONGKAR MUAT ANGKUTAN SUNGAI (STUDI KASUS: KOTA PONTIANAK) Rudi S. Suyono 1) Abstrak Sungai merupakan salah satu prasarana yang

Lebih terperinci

PERANAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI DALAM MEMAHAMI WILAYAH BENCANA DI KOTA BENGKULU

PERANAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI DALAM MEMAHAMI WILAYAH BENCANA DI KOTA BENGKULU 20 Gea, Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 12, Nomor 2, Oktober 2012, halaman 61-70 JURNAL PENDIDIKAN GEOGRAFI PERANAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI DALAM MEMAHAMI WILAYAH BENCANA DI KOTA BENGKULU Fevi Wira Citra

Lebih terperinci

Peningkatan Kesiap siagaan Bencana Tsunami berbasis Budaya IPTEK

Peningkatan Kesiap siagaan Bencana Tsunami berbasis Budaya IPTEK BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI dan GEOFISIKA Peningkatan Kesiap siagaan Bencana Tsunami berbasis Budaya IPTEK Dipaparkan pada: Press Conference Gempa dan Tsunami Mentawai, 26 Oktober 2010 28 Oktober 2010

Lebih terperinci

Perencanaan Evakuasi

Perencanaan Evakuasi Perencanaan Evakuasi Menyelamatkan diri dari tsunami adalah persoalan keluar dari jangkauan gelombang tsunami dan air genangan tepat pada waktunya. Apakah Perencanaan Evakuasi itu? Prinsip-prinsip dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI Pengenalan Tsunami APAKAH TSUNAMI ITU? Tsunami adalah rangkaian gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan hingga lebih 900 km per jam, terutama diakibatkan oleh gempabumi yang terjadi di dasar

Lebih terperinci

BERSAMA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA CABANG ACEH BESAR

BERSAMA RELAWAN PALANG MERAH INDONESIA CABANG ACEH BESAR PENGALAMAN LAPANGAN Kajian kesiapsiagaan masyarakat desa dalam mengantisipasi bencana di Kabupaten Aceh Besar Nanggroe Aceh Darussalam Oleh Aji Khairuddin PMI Aceh Besar 1 BERSAMA RELAWAN PALANG MERAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah penduduk lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam menurut undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan : (a) latar belakang, (b) perumusan masalah, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, (e) ruang lingkup penelitian dan (f) sistematika penulisan. 1.1. Latar

Lebih terperinci

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5

C I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5 C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Amien Widodo 1, Dwa Desa Warnana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana dapat datang secara tiba-tiba, dan mengakibatkan kerugian materiil dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan menanggulangi dan memulihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara

Lebih terperinci

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP

PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP PRIORITAS PENANGANAN PENINGKATAN JALAN PADA RUAS-RUAS JALAN DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN METODE AHP Junaidi, Retno Indryani, Syaiful Bahri Laboratorium Manajemen Konstruksi Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi. Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai telah menetapkan visi Terwujudnya Masyarakat Kepulauan Mentawai yang maju, sejahtera dan berkualitas. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, berawal dari tsunami yang melanda Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 yang telah menelan korban ratusan ribu jiwa. Dan tsunami yang melanda

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tergolong rawan terhadap kejadian bencana alam, hal tersebut berhubungan dengan letak geografis Indonesia yang terletak di antara

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

BAB V. RENCANA PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V. RENCANA PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V. RENCANA PROGRAM, KEGIATAN DAN INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF 5.1. Rencana Program, Kegiatan dan Indikator Kinerja a. Program : Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Lebih terperinci

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI PERKUAT MITIGASI, SADAR EVAKUASI MANDIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI Oleh : Rahmat Triyono, ST, MSc Kepala Stasiun Geofisika Klas I Padang Panjang Email : rahmat.triyono@bmkg.go.id (Hasil Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BAB IV. Kajian Analisis

BAB IV. Kajian Analisis 97 BAB IV KAJIAN BAB IV ANALISIS Kajian Analisis 4.1 Analisis Karakteristik Kawasan Pesisir 4.1.1 Karakteristik Kebijakan Kawasan Pesisir 4.1.1.1 Keterkaitan Kebijakan Pemanfaatan Ruang/Peraturan Zonasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Pengertian Dan Proses Terjadi Tsunami Tsunami adalah sederetan gelombang laut yang menjalar dengan panjang gelombang sampai 100 km dengan ketinggian beberapa

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG ABSTRAK

IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG ABSTRAK VOLUME 7 NO.1, FEBRUARI 2011 IDENTIFIKASI KEGAGALAN, ALTERNATIF PERBAIKAN DAN PERKUATAN PADA STRUKTUR GEDUNG POLTEKES SITEBA PADANG Febrin Anas Ismail 1 ABSTRAK Pasca gempa 30 September 2009 Gedung Poltekes

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan yang dibahas terletak di Desa Lebih Kecamatan Gianyar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jembatan yang dibahas terletak di Desa Lebih Kecamatan Gianyar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jembatan yang dibahas terletak di Desa Lebih Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar Propinsi Bali, dan terletak kurang lebih 400 meter dari pantai lebih. Jembatan ini

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISIS AKSES TERDEKAT DAN JUMLAH PERGERAKAN PENDUDUK MELEWATI JALUR EVAKUASI DI KOTA PADANG

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISIS AKSES TERDEKAT DAN JUMLAH PERGERAKAN PENDUDUK MELEWATI JALUR EVAKUASI DI KOTA PADANG APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISIS AKSES TERDEKAT DAN JUMLAH PERGERAKAN PENDUDUK MELEWATI JALUR EVAKUASI DI KOTA PADANG Afrital Rezki Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah lama diakui bahwa Negara Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia serta diantara

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Hasil identifikasi kerentanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerusakan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan bumi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia disebut sebagai Negara kaya bencana gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi (Prasetya dkk., 2006). Di antara semua bencana alam, gempa bumi biasanya

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG - 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS-DINAS DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI

JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI JURNAL ILMIAH TEKNIK INDUSTRI ANALISIS RISIKO PELAKSANAAN PEKERJAAN MENGGUNAKAN KONTRAK UNIT PRICE (Studi Kasus: Peningkatan dan Pelebaran Aset Infrastruktur Jalan Alai-By Pass Kota Padang Sebagai Jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di

BAB I PENDAHULUAN. letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang rawan bencana, karena letaknya berada pada pertemuan lempeng Indo Australia dan Euro Asia di Samudra Hindia sebelah barat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana dan keadaan gawat darurat telah mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat secara signifikan, terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Berdasarkan data dunia

Lebih terperinci

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) INFOMATEK Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG) Furi Sari Nurwulandari *) Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam merupakan suatu fenomena alam yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung mengganggu kehidupan manusia. Dalam hal ini, bencana alam dapat menyebabkan

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu 1. Penelitian ini menghasilkan peta rencana jalur evakuasi yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap bencana alam. Salah satu bencana paling fenomenal adalah terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004 yang melanda

Lebih terperinci

Berikut kerangka konsep kegiatan pembelajaran geografi kelas VI SD semester II pada KD mengenal cara cara menghadapi bencana alam.

Berikut kerangka konsep kegiatan pembelajaran geografi kelas VI SD semester II pada KD mengenal cara cara menghadapi bencana alam. Materi Ajar Mitigasi Bencana Tsunami Di Kawasan Pesisir Parangtritis ( K.D Mengenal Cara Cara Menghadapi Bencana Alam Kelas VI SD ) Oleh : Bhian Rangga J.R Prodi Geografi FKIP UNS Berikut kerangka konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki potensi bencana alam yang tinggi. Jika dilihat secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang berada pada pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dinamika bentuk dan struktur bumi dijabarkan dalam berbagai teori oleh para ilmuwan, salah satu teori yang berkembang yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017 WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN DEM (Digital Elevation Model) Wilayah Penelitian Proses interpolasi beberapa data titik tinggi yang diekstraksi dari berbagai sumber dengan menggunakan metode semivariogram tipe ordinary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 141 BT merupakan zona pertemuan empat lempeng tektonik aktif dunia, yaitu:

Lebih terperinci

BENCANA ALAM GEMPA DAN TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI PROVINSI SUMATERA BARAT 25 OKTOBER 2010

BENCANA ALAM GEMPA DAN TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI PROVINSI SUMATERA BARAT 25 OKTOBER 2010 BENCANA ALAM GEMPA DAN TSUNAMI KEPULAUAN MENTAWAI PROVINSI SUMATERA BARAT 25 OKTOBER 2010 GAMBARAN UMUM Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan kabupaten kepulauan yang terletak memanjang dibagian paling

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci