BAB II LANDASAN TEORI
|
|
- Fanny Tedjo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Akne Vulgaris a. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang dapat sembuh sendiri berupa peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab multifaktor dan manifestasi klinis berupa komedo, papul, pustul, nodul serta kista (Sitohang et al., 2015). Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat dari induksi hormon androgen yang menyebabkan peningkatan produksi sebum, perubahan keratinisasi, inflamasi, dan kolonisasi bakteri pada folikel rambut di wajah, leher, dada, dan punggung oleh Propionibacterium acnes (Williams et al., 2012). b. Epidemiologi Akne vulgaris diperkirakan mengenai 9,4% populasi dunia yang membuatnya meraih peringkat delapan penyakit dengan prevalensi tertinggi di dunia (Tan et al., 2015). Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevalensi akne tinggi, yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%, Kaukasia 24%, dan India 23%. Pada ras Asia, lesi inflamasi lebih sering dibandingkan dengan lesi komedonal, yaitu 20% lesi inflamasi dan 10% lesi komedonal. 4
2 digilib.uns.ac.id 5 Tetapi pada ras Kaukasia, akne komedonal lebih sering dibandingkan dengan akne inflamasi, yaitu 14% akne komedonal, 10% akne inflamasi (Ramdani et al., 2015). Shen et al (2012) melaporkan dari responden di China, sebanyak responden menderita akne vulgaris. Akne merupakan penyakit yang sering dijumpai dan sebagian besar merupakan kelainan fisiologis. Akne ringan dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dan dapat berlanjut sampai neonatus (Pindha, 2007). Dari survei di kawasan Asia Tenggara terdapat 40-80% kasus akne, sedangkan di Indonesia catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia menunjukkan 60% penderita akne vulgaris pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007 (Afriyanti, 2015). Akne vulgaris umumnya muncul ketika masa remaja dan berkurang setelah pertengahan usia 20 tahun. Puncak prevalensi terjadi sebesar 40% pada wanita usia tahun dan 35% pada pria usia tahun. Hal ini membuktikan bahwa akne berkembang lebih awal pada wanita dibandingkan dengan pria (Archer et al., 2012). Studi populasi di Jerman melaporkan bahwa sebanyak 64% usia tahun dan 43% usia tahun masih terlihat memiliki akne. Sedangkan studi lain melaporkan bahwa dari populasi orang dewasa, 3% laki-laki dan 5% wanita masih memiliki akne di usia tahun (Williams et al., 2012).
3 digilib.uns.ac.id 6 c. Etiologi Terdapat faktor-faktor yang dapat memengaruhi terjadinya akne vulgaris, antara lain: 1) Faktor genetik : keturunan memegang peranan penting terhadap kemungkinan seseorang menderita akne. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa akne terdapat pada 45% remaja yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita akne, dan hanya 8% bila ke dua orang tuanya tidak menderita akne. 2) Faktor ras : warga Amerika berkulit putih lebih banyak menderita akne dibandingkan dengan yang berkulit hitam dan akne yang diderita lebih berat dibandingkan dengan orang Jepang. 3) Hormonal : beberapa faktor fisiologis seperti menstruasi dapat memengaruhi akne. Pada wanita, 60-70% akne yang diderita menjadi lebih parah beberapa hari sebelum menstruasi dan menetap sampai seminggu setelah menstruasi. 4) Iklim : cuaca yang panas dan lembab memperburuk akne. Hidrasi pada stratum korneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne. Sebagai contoh, pekerjaan di tempat yang lembab dan panas. Pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat memperburuk akne. 5) Lingkungan : akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan. Berbagai faktor mungkin berperan antara lain: genetik, iklim, polusi, dan lain-lain.
4 digilib.uns.ac.id 7 6) Stres : akne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita dengan stres emosional. 7) Kosmetik : pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus-menerus dalam waktu lama, dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dengan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu. Bahan yang sering menyebabkan akne ini terdapat pada berbagai krim muka seperti alas bedak (foundation), pelembab (moisturizer), krim penahan sinar matahari (sunscreen) dan krim malam (night cream) yang mengandung bahan-bahan, seperti lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni, seperti butil stearat, lauril alkohol, bahan-bahan pewarna merah D&C dan asam oleat. 8) Bahan-bahan kimia : beberapa macam bahan kimia dapat menyebabkan erupsi yang mirip dengan akne (acneiformeruption), seperti iodida, kortikosteroid, isoniazid, obat anti konvulsan (difenilhidantoin, fenobarbital dan trimetandion), tetrasiklin, dan vitamin B12 (Widjaja, 2015). 9) Diet : asupan makanan dapat meningkatkan Insulin like Growth Factor (IGF)-1 yang akan memicu timbulnya akne vulgaris melalui peningkatan aktivitas hormon androgen (Zaenglein et al., 2012).
5 digilib.uns.ac.id 8 d. Patogenesis Terdapat empat proses yang berperan sangat penting dalam pembentukan lesi pada akne, yaitu peningkatan produksi sebum, keratinisasi abnormal duktus pilosebasea, kolonisasi Propionibacterium acnes, dan proses inflamasi. Androgen berperan penting pada patogenesis akne vulgaris. Akne mulai terjadi saat adrenarke, yaitu saat kelenjar adrenal aktif menghasilkan dehidroepiandrosteron sulfat, prekursor testosteron. Penderita akne memiliki kadar androgen serum dan kadar sebum lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, meskipun kadar androgen serum penderita akne masih dalam batas normal. Androgen akan meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan merangsang produksi sebum, selain itu juga merangsang proliferasi keratinosit pada duktus seboglandularis dan akroinfundibulum (Zouboulis et al., 2005). Kelenjar sebasea mulai berkembang pada usia individu 7-8 tahun akibat rangsangan hormon androgen. Hormon androgen berperan dalam perubahan sel-sel sebosit demikian pula sel-sel keratinosit folikular sehingga menyebabkan terjadinya mikrokomedo dan komedo yang akan berkembang menjadi lesi inflamasi. Sel-sel sebosit dan keratinosit folikel pilosebasea memiliki mekanisme selular yang digunakan untuk mencerna hormon androgen, yaitu enzimenzim 5-α-reduktase (tipe 1) serta 3β dan 7β hidroksisteroid dehidrogenase yang terdapat pada sel sebosit basal yang belum
6 digilib.uns.ac.id 9 mengalami diferensiasi. Setelah sel-sel sebosit berdiferensiasi kemudian terjadi ruptur dengan melepaskan sebum ke dalam duktus pilosebasea. Proses diferensiasi sel-sel sebosit tersebut dipicu oleh hormon androgen yang akan berikatan dengan reseptornya pada inti sel sebosit, selanjutnya terjadi rangsangan transkripsi gen dan diferensiasi sebosit (Sitohang et al., 2015). Pada penderita akne terjadi hiperkeratosis duktus pilosebasea yang secara klinis tampak sebagai komedo tertutup (whitehead comedones) dan komedo terbuka (blackhead comedones) yang didahului oleh mikrokomedo. Mikrokomedo merupakan lesi inisial akne dengan inflamasi dan non inflamasi. Komedo tertutup mengandung keratin dan debris lemak, sedangkan komedo terbuka berasal dari oksidasi tirosin menjadi melanin melalui pori-pori yang terbuka. Penyebab terjadinya hiperkeratosis, yaitu androgen selain merangsang kelenjar sebasea juga berpengaruh pada hiperkeratosis saluran kelenjar dan pada penderita akne komposisi sebum menunjukkan penurunan konsentrasi asam linoleat yang signifikan serta terdapat hubungan terbalik antara produksi sebum dan konsentrasi asam linoleat. Hal ini dapat menginduksi hiperkeratosis folikel dan penurunan fungsi barier epitel. Organisme yang dominan sebagai flora di folikel pilosebasea adalah Propionibacterium acnes (P. acnes), yaitu difteroid pleomorfik yang bersifat anaerob. Bakteri ini juga terdapat pada kulit normal.
7 digilib.uns.ac.id 10 Remaja dengan kulit berminyak mengandung P.acnes yang lebih tinggi, tetapi sedikit hubungannya antara jumlah bakteri dengan beratnya gejala klinis akne. Lingkungan bakteri lebih berpengaruh dibandingkan dengan jumlah bakteri dalam pembentukan lesi akne. Pada studi in-vitro ditunjukkan bahwa tekanan oksigen, ph, dan asupan nutrisi, memengaruhi pertumbuhan P.acnes dan produksi substansi aktif, seperti lipase, protease, hyaluronate lyase, fosfatase, dan smooth muscle contracting substance. Propionibacterium acnes menghasilkan enzim lipase yang dapat mengubah trigliserid dalam sebum menjadi asam lemak bebas. Fraksi asam lemak ini dapat menginduksi inflamasi dan memengaruhi kekentalan sebum. Apabila kadar oksigen dalam folikel berkurang, akan terjadi kolonisasi P.acnes. Hal ini dapat menerangkan mengapa akne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel, sedangkan folikel lainnya normal. Proses inflamasi diakibatkan oleh mediator aktif yang dihasilkan oleh P.acnes yang terdapat di dalam folikel. Propionibacterium acnes dapat memicu reaksi radang imun dan non imun (Pindha, 2007). e. Gejala Klinis Bentuk lesi akne vulgaris adalah polimorf. Lesi yang khas ialah komedo. Bila terjadi peradangan akan terbentuk papul, pustul, nodul, dan kista. Bila sembuh, lesi dapat meninggalkan eritema dan hiperpigmentasi setelah inflamasi, bahkan dapat terbentuk sikatrik
8 digilib.uns.ac.id 11 seperti cetakan es yang atrofik (ice pick lilac atrophic scar) dan keloid. Lesi terutama timbul di daerah yang banyak mempunyai kelenjar sebasea, seperti muka, punggung, dan dada (Widjaja, 2015). Sebesar 99% predileksi akne vulgaris mengenai bagian wajah (Archer et al., 2012). Selain wajah, daerah yang paling umum terkena akne vulgaris antara lain punggung bagian atas (52%), dada (30%), punggung bagian bawah (22%), bahu atau lengan (16%), dan leher (8%) (Tan et al., 2015). f. Gradasi Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan derajat akne vulgaris, yaitu ringan, sedang dan berat, adalah klasifikasi menurut Lehmann et al (2002) (Tabel 2.1). Tabel 2.1. Gradasi Akne Derajat Lesi Akne ringan Komedo < 20, atau lesi inflamasi < 15, atau total lesi < 30 Akne sedang Komedo , atau lesi inflamasi 15-50, atau total lesi Akne berat Kista > 5 atau komedo < 100, atau lesi inflamasi > 50, atau total lesi > 125
9 digilib.uns.ac.id 12 g. Diagnosis Diagnosis akne vulgaris pada umumnya mudah ditegakkan. Penderita biasanya mengeluh adanya ruam kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, atau kista dan dapat disertai rasa gatal (Afriyanti, 2015). Lesi non inflamasi (komedonal) berkembang lebih awal dibandingkan lesi inflamasi pada penderita yang lebih muda. Lesi inflamasi bisa merupakan lanjutan dari lesi non inflamasi, terdiri dari lesi superfisial dan lesi dalam. Lesi superfisial biasanya merupakan papul dan pustul, sedangkan lesi dalam umumnya merupakan pustula yang dalam dan nodul. Lesi yang dalam sering dikaitkan dengan bekas luka (scar). Namun lesi yang superfisial bahkan lesi non inflamasi dapat menimbulkan scar (Archer et al., 2012). Ada empat tipe bekas luka (scar) karena akne, yaitu: icepick, rolling, boxcar, dan hipertropik (Zaenglein et al., 2012). h. Diagnosis Banding Diagnosis banding akne vulgaris meliputi: 1) Erupsi akneiformis; 2) Folikulitis; 3) Folikulitis pitirosporum; 4) Dermatitis perioral; 5) Rosasea; 6) Dermatitis seboroik; 7) Akne agminata; 8) Adenoma sebasea (Sitohang et al., 2015) i. Penatalaksanaan Penatalaksanaan akne vulgaris bertujuan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah pembentukan akne baru, dan mencegah
10 digilib.uns.ac.id 13 jaringan parut yang permanen. Sedangkan secara garis besar, penatalaksanaan akne vulgaris dibagi atas: 1) Prinsip umum : diperlukan kerjasama antara dokter dan pasien, harus berdasarkan penyebab atau faktor-faktor pencetus, patogenesis, keadaan klinis atau gradasi akne, dan aspek psikologis. 2) Diagnosis klinis dan gradasi serta aspek psikologis : sebagian pasien akne vulgaris memiliki rasa malu yang berlebihan, rendah diri, perasaan cemas dan menyendiri, sehingga memerlukan terapi lebih efektif. 3) Tatalaksana umum : mencuci wajah minimal 2 kali sehari. 4) Tatalaksana medikamentosa : berdasarkan gradasi (ringan sampai berat) akne, diikuti dengan terapi pemeliharaan atau pencegahan. 5) Tindakan : kortikosteroid intralesi, ekstraksi komedo, laser (misalnya laser V-beam), electrosurgery, krioterapi, terapi ultraviolet, bluelight ( nm), red light (660 nm), chemical peeling dan lain-lain (Sitohang et al., 2015). Akne ringan hanya membutuhkan terapi topikal, sedangkan penderita akne sedang dan berat membutuhkan terapi oral dan topikal. Penderita mungkin membutuhkan antibiotik oral secara berkala selama 6 bulan, sedangkan terapi topikal diperlukan selama perjalanan penyakit.
11 digilib.uns.ac.id 14 1) Pengobatan topikal Yang paling banyak dipakai adalah benzoil peroksida, vitamin asam A, dan antibiotik topikal. a) Tretinoin (Vitamin Asam A) Cara kerja tretinoin salah satunya sebagai komedolitik, yaitu mencegah sel-sel tanduk melekat satu sama lain dengan menghambat pembentukan tonofilamen dan mengurangi ikatan antara sel-sel keratin baik pada akne inflamasi atau non inflamasi (Strauss et al., 2007). Pada permulaan, penderita dianjurkan untuk memakai obat sekali sehari pada malam hari. Bila tak terjadi eritema dan deskuamasi setelah lima hari, obat dapat dipakai dua kali sehari. Pada umumnya hasil terapi baru tampak setelah delapan minggu pengobatan. b) Benzoil Peroksida Zat ini tidak saja membunuh bakteri, melainkan juga menyebabkan deskuamasi dan mencegah timbulnya gumpalan di dalam folikel. Pada permulaan pengobatan, pasien merasa seperti terbakar. Gejala ini akan berkurang dalam beberapa minggu. Sebaiknya dimulai dari dosis yang rendah dahulu, kemudian lambat laun diganti dengan dosis tinggi. c) Antibiotik Topikal Pemakaian bahan antimikroba dibenarkan bila mengurangi populasi P.acnes atau hasil metabolismenya,
12 digilib.uns.ac.id 15 seperti lipase atau porfirin. Antibiotik yang sering dipakai, yaitu klindamisin 1%, eritromisin 2%, dan tetrasiklin ½%-5% (Strauss et al., 2007). d) Asam azeleat Berfungsi sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan bersifat bakterisida terhadap mikroorganisme gram negatif dan gram positif serta pada bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Antikeratinisasi pada asam azeleat berfungsi sebagai penghambat pembentukan komedo (Sieber dan Hegel, 2013). e) Asam-Asam Alfa Hidroksi (AAAH) Cara kerja dengan mengurangi kohesi korneosit berguna untuk lesi yang tidak mengalami peradangan pada konsentrasi rendah. Sedangkan pada konsentrasi tinggi, terjadi epidermolisis pada sub-korneal dan pada dermis terjadi sintesis kolagen baru (Widjaja, 2015). 2) Pengobatan Oral a) Antibiotik Oral Indikasi primer antibiotik oral adalah akne bentuk papulopustular sedang sampai berat dan akne konglobata. Antibiotik tak pernah dipakai sendiri tetapi bersama-sama dengan obat yang dapat menyebabkan pengelupasan kulit.
13 digilib.uns.ac.id 16 Antibiotik yang paling dikenal adalah tetrasiklin, eritromisin, linkomisin dan klindamisin, serta trimetropim. b) D.D.S (Diamino Difenil Sulfon) Seperti sulfonamida, DDS dapat menghambat pemakaian PABA (Para Amino Benzoic Acid) oleh bakteri. Obat ini hanya digunakan untuk akne dengan peradangan yang sangat hebat, seperti akne konglobata dan papulopustular yang sukar diobati. c) Hormon Hormon-hormon yang berpengaruh antara lain: kortikosteroid, estrogen dan pil anti hamil, anti-androgen, vitamin A, isotretinoin, seng (Zink), dan diuretika (Widjaja, 2015). 2. Tidur a. Definisi Tidur Tidur merupakan suatu periode istirahat untuk tubuh dan pikiran yang selama masa ini kemauan dan kesadaran ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dan fungsi-fungsi tubuh sebagian dihentikan. Tidur juga telah dideskripsikan sebagai status tingkah laku yang ditandai dengan posisi tak bergerak yang khas dan sensitivitas reversibel yang menurun, tapi siaga terhadap rangsangan dari luar (Dorland, 2010).
14 digilib.uns.ac.id 17 b. Fisiologi Tidur Terdapat berbagai tahap dalam tidur, dari tidur yang sangat ringan sampai tidur yang sangat dalam. Para peneliti tidur juga membagi tidur menjadi dua tipe yang secara keseluruhan berbeda, yang memiliki kualitas yang berbeda pula. Setiap malam, seseorang mengalami dua tipe tidur yang saling bergantian satu sama lain. 1) Tidur gelombang-lambat Pada tipe ini, gelombang otak sangat kuat dan frekuensinya sangat rendah. Setiap malamnya, sebagian besar masa tidur terdiri atas gelombang lambat yang bervariasi, yakni tidur yang nyenyak/dalam dan tenang yang dialami seseorang pada jam-jam pertama tidur sesudah terjaga selama beberapa jam sebelumnya. Tahap tidur ini begitu tenang dan dapat dihubungkan dengan penurunan tonus pembuluh darah perifer dan fungsi-fungsi vegetatif tubuh lain. Contohnya, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan kecepatan metabolisme basal akan berkurang 10-20%. 2) Rapid Eye Movement (REM) Sleep Pada tipe tidur ini, mata bergerak dengan cepat meskipun orang tetap tidur. Tidur REM timbul dalam episode-episode dan meliputi sekitar 25% dari seluruh masa tidur pada orang dewasa, dimana setiap episode normalnya terjadi kembali setiap 90 menit. Tipe tidur ini tak begitu tenang, dan biasanya berhubungan dengan
15 digilib.uns.ac.id 18 mimpi dan pergerakan otot tubuh yang aktif. Seseorang lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik selama tidur gelombang lambat, namun orang-orang terbangun spontan di pagi hari sewaktu episode tidur REM. Ringkasnya, tidur REM merupakan tipe tidur saat otak benar-benar dalam keadaan aktif. Namun, aktivitas otak tidak disalurkan ke arah yang sesuai agar orang itu siaga penuh terhadap keadaan sekelilingnya sehingga orang tersebut benar-benar tertidur (Guyton, 2007a). c. Kualitas Tidur Kualitas tidur mengacu pada keadaan tidur yang terus berlanjut tanpa adanya interupsi. Kualitas tidur dapat juga dinilai dari beberapa keadaan seperti onset awal tidur, sedikit interupsi, dan bangun tidak terlalu pagi (Mak et al., 2014). Menurut Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), kualitas tidur dibagi menjadi dua, yaitu good sleep dan bad sleep. Kualitas tidur yang baik atau good sleep adalah tidur yang memiliki skor kurang dari lima, sedangkan kualitas tidur yang buruk atau bad sleep memiliki skor lebih atau sama dengan lima. Kualitas tidur juga dapat dinilai dari durasi waktu tidur yang didapatkan setiap malam. Tidur yang cukup dapat meningkatkan kualitas tidur, sebaliknya kurang tidur dapat menurunkan kualitas tidur. Durasi waktu tidur yang
16 digilib.uns.ac.id 19 direkomendasikan untuk remaja adalah 8-10 jam (Tabel 2.2) (Hirshkowitz et al., 2015). Tabel 2.2. Durasi Waktu Tidur Umur Rekomendasi (jam) Tidak direkomendasikan (jam) 0-3 bulan Kurang dari 11 Lebih dari bulan Kurang dari 10 Lebih dari tahun Kurang dari 9 Lebih dari tahun Kurang dari 8 Lebih dari tahun 9 11 Kurang dari 7 Lebih dari tahun 8 10 Kurang dari 7 Lebih dari tahun 7 9 Kurang dari 6 Lebih dari tahun 7 9 Kurang dari 6 Lebih dari 10 >65 tahun 7 8 Kurang dari 5 Lebih dari 9
17 digilib.uns.ac.id Hubungan Kualitas Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris Pengurangan waktu tidur menyebabkan beberapa efek yang di antaranya kemungkinan berpengaruh terhadap patogenesis akne vulgaris. Hal-hal yang kemungkinan berpengaruh ini antara lain meningkatnya stres dan meningkatnya kadar ghrelin yang disertai penurunan leptin pada malam hari. Meningkatnya stres dapat disebabkan oleh kualitas tidur yang buruk. Penelitian ini didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh Benham (2010) dan Heiskanen et al (2013) yang menunjukkan bahwa kualitas tidur yang buruk dapat memicu timbulnya stres. Stres berhubungan dengan meningkatnya kerja kelenjar sebasea, baik secara langsung ataupun melalui rangsangan terhadap kelenjar hipofisis (Wasitaatmadja, 2011). Peningkatan produksi sebum berhubungan dengan peningkatan asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat memicu inflamasi yang merupakan salah satu dasar patogenesis akne (Pindha, 2007). Hormon ghrelin merupakan suatu hormon yang berperan untuk merangsang perilaku makan. Sedangkan hormon leptin berperan untuk menurunkan nafsu makan (Guyton, 2007b). Meningkatnya kadar ghrelin serta menurunnya kadar leptin pada malam hari yang diakibatkan oleh kualitas tidur yang buruk memiliki pengaruh untuk seseorang mengkonsumsi lebih banyak makanan (Heiskanen et al., 2013). Adanya makanan dalam usus akan meningkatkan kadar insulin terkait glukosa dan
18 digilib.uns.ac.id 21 sekresi dari pankreas (Guyton, 2007b). Asupan makanan juga meningkatkan sekresi dari Insulin like Growth Factor-1 (IGF-1) (Clemmons, 2004). Sedangkan IGF-1 merangsang hormon pertumbuhan di kelenjar hipofisis selama pubertas, yang merangsang produksi hormon androgen (Melnik et al., 2009).
19 digilib.uns.ac.id 22 B. Kerangka Konsep Kualitas Tidur yang buruk Stres meningkat 1. Kadar ghrelin meningkat 2. Kadar leptin menurun Asupan makanan bertambah Kadar IGF-1 meningkat Akne Vulgaris a. Faktor genetik b. Faktor ras c. Hormonal d. Iklim e. Lingkungan f. Stres g. Diet h. Kosmetik Gambar 2.1. Skema Kerangka Konsep Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel commit yang to tidak user diteliti
20 digilib.uns.ac.id 23 C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara kualitas tidur dengan kejadian akne vulgaris di SMAN 1 Surakarta. 2. Kualitas tidur yang buruk merupakan salah satu faktor risiko timbulnya akne vulgaris.
BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu peradangan kronik dari folikel pilosebasea yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas (Siregar, 2013). Gambaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat, atau dalam bahasa medisnya disebut akne, merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak dijumpai secara global pada remaja dan dewasa muda (Yuindartanto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat adalah kondisi yang paling umum dilakukan oleh dokter di seluruh dunia (Ghosh dkk, 2014). Penyakit akne ini merupakan penyakit peradangan pada unit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat (Akne Vulgaris) merupakan penyakit kulit peradangan kronik folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis berupa komedo, papul,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Akne Vulgaris merupakan permasalahan yang sangat akrab diperbincangkan baik di kalangan dewasa muda maupun remaja. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat tulisan
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Penelitian. atas. Akne biasanya timbul pada awal usia remaja.
1 BAB I A. Latar Belakang Penelitian Akne merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan kista pada wajah, leher,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah suatu penyakit peradangan menahun dari folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA AKNE VULGARIS 2.1 Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit dari unit pilosebasea yang dapat sembuh sendiri, terutama dijumpai pada anak remaja. Kebanyakan kasus akne vulgaris disertai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau jerawat adalah penyakit peradangan menahun folikel polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmadja, 2007).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, kista, dan pustula.(tahir, 2010). Penyakit
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronik dari folikel polisebasea yang menyebabkan deskuamasi abnormal epitel folikel dan sumbatan folikel sehingga
Lebih terperinciThe Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta
The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi
Lebih terperinciJerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.
Written by DR. Santi Hoesodo Merah dan ranum! Kalau untuk buah-buahan sih ok saja. Tapi untuk keadaan berjerawat. Aduh...siapa juga yang mau. Penulis ingat semasa SMA kalau ada teman yang berjerawat besar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Acne vulgaris adalah penyakit kulit kronis yang terjadi akibat peradangan menahun pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul dan kista di area
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit yang sering dijumpai pada remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu kelainan yang dapat sembuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengupayakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik
Jumlah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik Penelitian ini melibatkan 85 responden mahasiswi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Responden tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor penunjang, terutama wajah yang bersih tanpa akne merupakan modal penting dalam pergaulan dan karier.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri (Wasitaatmaja, 2015). Akne
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit. yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Akne vulgaris adalah salah satu penyakit kulit yang selalu menjadi masalah bagi remaja dan dewasa muda (Purdy dan DeBerker, 2007). Prevalensi yang mencapai 90 %
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kista. Tempat predileksinya antara lain pada daerah wajah, dada bagian atas, dan punggung.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan suatu penyakit kulit akibat peradangan menahun dari unit pilosebasea yang ditandai dengan gambaran lesi yang bervariasi, seperti komedo, papul,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris atau yang oleh masyarakat umum disebut jerawat merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai dengan adanya komedo terbuka
Lebih terperinciABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS
ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN PIL KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI PADA PENGOBATAN AKNE VULGARIS Regina, 2004. Pembimbing : Endang Evacuasiany,Dra.,MS.,AFK.,Apt dan Slamet Santosa, dr., M Kes. Akne vulgaris adalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kult Defenisi kulit
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kult 2.1.1. Defenisi kulit Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai,
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang sering dijumpai, dikarateristikkan dengan adanya papul folikular non inflamasi (komedo)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris 2.2.1. Defenisi Akne Vulgaris Acne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri
Lebih terperinciTEAM BASED LEARNING MODUL. Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH :
TEAM BASED LEARNING MODUL Diberikan pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas DISUSUN OLEH : Prof. DR. Dr. Anis Irawan, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV DR. dr. Farida Tabri, Sp.KK (K). FINSDV SISTEM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acne Vulgaris 2.1.1 Pengertian Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit pilosebaseus dan sering dijumpai pada usia remaja (Zaenglein dkk,
Lebih terperinciPERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI
PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Andriaz Kurniawan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengandung kelenjar sebasea seperti: muka, dada dan punggung ( kelenjar/cm). 1,2 Acne
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit kulit yang merisaukan remaja dan dewasa adalah jerawat, karena dapat mengurangi kepercayaan diri seseorang 1. Acne vulgaris atau lebih sering
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akne vulgaris 1. Pendahuluan Akne vulgaris merupakan kelainan dari struktur pilosebasea yang biasanya dapat sembuh sendiri dan sering dialami pada masa remaja. Kebanyakan akne
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jerawat atau akne adalah mesalah kulit berupa infeksi dan peradangan pada unit pilosebasea. Akne sering membuat resah dan menghilangkan rasa percaya diri, apalagi jika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit. peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris (jerawat) merupakan penyakit peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang sering dikeluhkan oleh banyak orang terutama remaja. Timbulnya akne vulgaris
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis seboroik merupakan suatu kelainan kulit papuloskuamosa kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang banyak mengandung kelenjar
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Responden. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2015 di SMA N 4 Purworejo dengan mendapatkan ijin dari kepala sekolah dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul,
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang
BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.1 mengenai distribusi responden berdasarkan kejadian jerawat, terdapat 25 orang (39.1%)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma adalah kelainan pigmentasi didapat dengan gambaran klinis berupa makula cokelat muda hingga cokelat tua pada daerah terpajan matahari, contohnya wajah dan leher
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris termasuk salah satu penyakit yang paling umum ditemui di praktek dermatologi (Simonart, 2012). Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi kronik unit pilosebaseus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan papula yang erimatus, serta pada kasus yang berat dapat disertai pustul yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne vulgaris (AV) merupakan kelainan kulit kronik pada unit pilosebasea yang ditandai dengan seborrhea, formasi komedo terbuka dan tertutup, pustula dan papula yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris 2.1.1 Definisi Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel sebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORISTIK 1. Akne Vulgaris a. Definisi Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh inflamasi kronik dari unit pilosebasea yang ditandai oleh pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi gangguan fungsi sawar kulit dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit di bidang Dermatologi. Salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh adanya disfungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan kronik unit pilosebasea (Zaenglein dkk., 2008). Penyakit ini dianggap sebagai kelainan kulit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis didapat, berupa bercak yang tidak teratur, berwarna coklat muda sampai coklat tua, dan mengenai daerah yang sering terpajan sinar ultraviolet.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris secara Umum 2.1.1.Definisi Akne Vulgaris Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Uta, 2003). Jerawat terjadi ketika pori-pori kulit dipenuhi oleh minyak, sel kulit
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acne vulgaris (jerawat) merupakan suatu penyakit kulit yang paling umum terjadi pada remaja, dalam beberapa kasus jerawat dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jerawat Secara Umum 2.1.1 Definisi jerawat Jerawat adalah reaksi dari penyumbatan pori-pori kulit disertai peradangan yang bermuara pada saluran kelenjar minyak kulit. Sekresi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Baumann Metode Baumann adalah sebuah metode untuk menentukan tipe wajah berdasarkan kadar kandungan minyak pada wajah. Beberapa studi telah menunjukkan jika banyak pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat, berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma (juga dikenal sebagai chloasma atau topeng kehamilan) berasal dari bahasa Yunani, melas yang berarti hitam. Melasma merupakan kelainan hiperpigmentasi didapat,
Lebih terperinciMODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS
MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS Modul Ilmu Kesehatan Kulit &Kelamin Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran UNHAS Disusun oleh dr. Asnawi Madjid, Sp.KK, MARS,
Lebih terperinciPerawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne)
Modul Hybrid Learning PPG Tata Rias Dalam Jabatan Perawatan Kulit Wajah Manual Pada Kulit Berjerawat (Acne) DISUSUN OLEH : Nurul Hidayah, M.Pd 1 A. PENDAHULUAN Modul ini akan menjelaskan suatu pengetahuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronis residif dengan lesi yang khas berupa plak eritema berbatas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea dengan gambaran klinis polimorfi, yang terdiri atas wujud kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Melasma adalah hipermelanosis yang didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 sampai 21 tahun (Siefan, 2008). Dalam proses mencapai dewasa, anak harus
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Acne Vulgaris 1. Definisi Acne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustula, nodus, dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akne vulgaris adalah peradangan kronis kelenjar pilosebasea. Banyak
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi Akne vulgaris adalah peradangan kronis kelenjar pilosebasea. Banyak kasus akne memberikan lesi pleomorfik yang terdiri dari komedo, papul, pustul
Lebih terperinciHUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015
HUBUNGAN TIDUR LARUT MALAM TERHADAP TIMBULNYA AKNE VULGARIS PADA MAHASANTRI PUTRA PESANTREN INTERNATIONAL K.H MAS MANSUR UMS 2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akne vulgaris Akne vulgaris merupakan suatu gangguan dari unit pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri dan terutama ditemukan pada remaja. Akne vulgaris ditandai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan proliferasi berlebihan di epidermis. Normalnya seseorang mengalami pergantian kulit setiap 3-4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel sebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan di daerah muka, leher serta badan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Acne Vulgaris 2.1.1 Definisi Acne vulgaris didefinisikan sebagai peradangan kronik dari folikel polisebasea yang disebabkan oleh beberapa faktor dengan gambaran klinis yang khas
Lebih terperinciBAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang
BAB II Penuaan Dini pada Wanita Jepang 2.1 Penuan Dini Banyak orang berfikir bahwa penuaan merupakan hal yang sangat biasa, bahkan bagi sebagian orang penuaan dianggap tidak terlalu penting untuk kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melasma merupakan kelainan yang ditandai lesi makula hiperpigmentasi pada kulit yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, leher, atau lengan. Melasma masih
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris Akne vulgaris merupakan gangguan dari unit pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri, dan terutama ditemukan pada remaja. Akne vulgaris ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. al, 2008). Tempat-tempat predileksi acne vulgaris adalah wajah, leher,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Acne vulgaris atau jerawat adalah penyakit kulit yang terjadi akibat inflamasi kronik pada folikel pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Akne vulgaris adalah suatu kelainan pada unit. pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja.
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Akne adalah suatu kelainan pada unit pilosebaseus yang banyak dijumpai pada remaja. Penyakit ini bermanifestasi sebagai lesi pleiomorfik yang terdiri atas komedo, papul,
Lebih terperinciDisusun Oleh : MELDA AGUSTIN NIM
HUBUNGAN ANTARA DERAJAT KEPARAHAN AKNE VULGARIS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP PADA SISWA KELAS VIII DAN IX MADRASAH TSANAWIYAH PEMBANGUNAN UIN JAKARTA TAHUN AJARAN 2016-2017 Laporan Penelitian ini ditulis
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak
12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan tingkat ekonomi di Indonesia menyebabkan banyak masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi menengah ke atas. Hingga nilai beli terhadap sesuatu yang sekunder
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi
Lebih terperinciOleh : A N D Y
PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN TERHADAP JERAWAT Oleh : A N D Y 060100134 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA SANTO THOMAS 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang membuat hidup seseorang menjadi sejahtera dan ekonomis. Masyarakat harus berperan aktif dalam
Lebih terperinciDiabetes tipe 2 Pelajari gejalanya
Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Fakultas
Lebih terperinciPERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI
PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN AKNE VULGARIS ANTARA SISWA PROGRAM AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA NEGERI 1 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Andriaz Kurniawan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA AKNE VULGARIS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
digilib.uns.ac.id HUBUNGAN ANTARA AKNE VULGARIS DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran YUANNISA PRATITA DEVI G0008040 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciKELAIANAN KELENJAR SEBASEA DAN KELENJAR EKRIN. Betty Ekawati Irianto Departement Dermato & venereology FK UII be Queen Skin & genital Care Centre
KELAIANAN KELENJAR SEBASEA DAN KELENJAR EKRIN Betty Ekawati Irianto Departement Dermato & venereology FK UII be Queen Skin & genital Care Centre INTRODUCTION Acne is an inflammatory disorder on pilosebaceous
Lebih terperinciPERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR
Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau yang biasa disebut jerawat adalah suatu penyakit pada folikel rambut dan jaringan sebasea yang pada umumnya dapat sembuh sendiri, biasanya
Lebih terperinciHUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI
HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi Disusun Oleh: YUSTINI MARIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis dengan karakteristik proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis berupa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan salah satu dari 5 komponen konsep diri tetapi dalam penelitian ini
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Citra Diri Remaja Merupakan salah satu dari 5 komponen konsep diri tetapi dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi komponen citra diri saja : Citra diri atau gambaran diri
Lebih terperinciObat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral
Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap
Lebih terperinciHidrokinon dalam Kosmetik
Hidrokinon dalam Kosmetik Kita ketahui bahwa kosmetik sangat beragam jenisnya, mulai dari kosmetik untuk wajah, kulit, rambut, hingga kuku. Namun diantara ragam jenis kosmetik tersebut, yang sering menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. vulgaris, merupakan penyakit peradangan kronis dari unit pilosebasea akibat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penyakit kulit yang menjadi perhatian bagi para remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau dalam istilah medisnya disebut acne vulgaris, merupakan penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jerawat adalah penyakit kulit yang biasa terjadi pada usia remaja. Penyakit ini terbatas pada folikel pilosebase dibagian kepala atau badan bagian atas karena kelenjar
Lebih terperinci