BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara semantis, setiap satuan lingual memiliki hubungan dengan satuan lingual lain. Hubungan tersebut berupa hubungan makna atau disebut juga relasi makna. Relasi makna merupakan hubungan antarsatuan leksikal secara paradigmatik yang berdasarkan identitasnya dapat berbentuk sinonimi, hiponimi, atau antonimi. Cruse (1997:86) menguraikan bahwa relasi makna dapat berupa identity, inclusion, overlap, and disjunction. Identity identitas merupakan relasi antara satuan leksikal A dan B yang memiliki identitas atau keanggotaan yang sama, misalnya leksem burung dan ayam, yang keduanya merupakan anggota dari leksem unggas. Relasi tersebut berupa relasi yang menyamping di dalam hiponimi, misalnya A memiliki hiponim B dan C, B dan C itu terletak sejajar di bawah A. Inclusion penyertaan merupakan relasi ketika satuan leksikal B termasuk anggota dari satuan leksikal A. Relasi ini dapat berwujud hiponimi. Overlap tumpang tindih merupakan relasi ketika satuan leksikal A dan B memiliki keanggotaan bersama, tetapi ada beberapa yang salah satu satuan leksikalnya tidak dapat ditemukan dalam satuan yang lain. Overlap tumpang tindih dapat berbentuk relasi sinonimi. Disjunction pemisahan, yaitu hubungan kedua satuan leksikal, baik A maupun B tidak memiliki kenggotaan bersama. Disjunction pemisahan dapat berbentuk antonimi. Jadi, menurutnya relasi makna 1

2 2 antarsatuan leksikal dikelompokkan berdasarkan kebersamaan keanggotaan salah satu satuan leksikal dengan satuan leksikal lain. Berbeda dari pernyataan Cruse di atas, relasi makna dapat berbentuk sinonimi, antonimi, meronimi, dan sebagainya. Hal itu, seperti yang dinyatakan oleh Riemer (2010: 136) bahwa relationships like synonymy, antonymy, meronymy, and so on all concern the paradigmatic relations of an expression: the relations which determine the choice of one lexical item over another hubungan seperti sinonimi, antonimi, meronimi, dan seterusnya yang semuanya mengenai relasi paradigmatik dari leksem: hubungan yang menentukan pilihan dari satuan leksikal dengan yang lain. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat ditentukan bahwa relasi makna merupakan hubungan antarleksem secara paradigmatik atau berhubungan dengan unsur bahasa tingkat tertentu dengan unsur bahasa tingkat lain yang dapat dipertukarkan. Salah satu bentuk relasi makna yang memiliki kedudukan sentral di dalam semantik adalah relasi sinonimi. Menurut Cruse (1997: 267), synonyms, are lexical items whose senses are identical in respect of central semantic traits, but differ, if at all, only in respect of what we may provisionally describe as minor or peripheral traits sinonim, merupakan satuan leksikal yang identik di dalam hal makna sentral, tetapi berbeda mengenai apa yang sementara kita dapat deskripsikan sebagai makna tambahan atau periferal. Kesentralan makna dalam sinonimi mengacu pada pembedaan komponen makna antarsatuan leksikal berdasarkan persamaan maknanya. Hal itu tercermin pada satuan leksikal yang memiliki kesamaan makna di dalam suatu konteks kalimat, tetapi berbeda maknanya di dalam konteks kalimat yang lain. Sentral atau periferalnya makna

3 3 dalam sinonimi menentukan dapat atau tidaknya satuan leksikal yang bersinonim untuk saling menggantikan di dalam suatu konteks kalimat. Makna yang sentral dapat saling menggantikan dalam semua konteks kalimat. Sebaliknya, makna yang periferal tidak dapat saling menggantikan di dalam setiap konteks kalimat. Saeed (2003:65) menyatakan bahwa synonyms are different phonological words which have the same or very similar meanings sinonim merupakan katakata yang secara fonologis berbeda yang memiliki arti yang sama atau sangat mirip. Dengan kata lain, sinonimi merupakan relasi antara kata-kata yang berbeda fonem pembentuknya, tetapi memiliki arti yang sama atau sangat mirip, contohnya couch/sofa sofa/sofa, boy/lad anak laki-laki/anak laki-laki, lawyer/attorney pengacara/pengacara, toilet/lavatory WC/WC, large/big besar/besar. Bentuk leksem-leksem tersebut berbeda secara fonologis, tetapi maknanya sama atau sangat mirip. Berbeda dari pendefinisian sinonimi di atas, sinonimi didefinisikan oleh Subroto (2011: 62) sebagai dua leksem atau dua satuan lingual lain itu dapat saling menggantikan dengan isi/informasi yang sama. Artinya, dua leksem dapat disebut sebagai sinonimi jika dua leksem tersebut dapat dipertukarkan dalam kalimat yang sama tanpa mengubah maknanya. Menurut Subroto (2002: 120), dalam lingkup semantik leksikal, kesinoniman dapat terdapat dalam lingkup: nomina, verba, adjektiva, pronomina persona, numeralia, adverbia, dan preposisi. Dari pandangan di atas, sinonim dapat diuraikan sebagai dua leksem atau lebih yang memiliki kesamaan makna dan dapat menggantikan satu sama lain di dalam kalimat yang sama, serta tidak mengubah maknanya.

4 4 Relasi sinonimi antarsatuan leksikal tidak muncul begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Subroto (2002: ) menyatakan bahwa motivasi yang mendorong timbulnya gejala sinonimi itu ternyata berbagai macam, antara lain: (1) diadopsinya butir leksikal dari bahasa daerah tertentu atau dari dialek tertentu (halus, mulus, daripada, ketimbang); (2) adanya kata serapan dari bahasa asing (iklan, adpertensi, reklame, karangan, artikel, paper, makalah); (3) untuk memenuhi kebutuhan akan laras atau gaya bahasa tertentu (rumah, wisma, istana, gubuk, tempat tinggal); (4) adanya kadar afektif tertentu (bodoh, tolol, goblok); dan (5) faktor kolokatif (gagah, tampan, cantik, molek, ayu). Berdasarkan hal di atas, permasalahan kesinoniman kiranya layak untuk diulas. Dikatakan layak karena di balik kesamaan makna antarleksem di dalam pasangan sinonim, tersimpan perbedaan komponen makna. Komponen makna mengacu pada komponen pembentuk makna suatu leksem yang dapat membedakan makna antarleksem. Salah satu komponen makna, yakni perasaan intens, yang mengacu pada tingkat kedalaman perasaan saat leksem tersebut digunakan dalam kalimat. Sebagai contoh, leksem terka, sangka, tebak, dan duga yang memiliki kesamaan makna, yaitu mengira-ngira, tetapi terdapat perbedaan komponen makna, yakni komponen perasaan intens sehingga dapat diketahui berdasarkan komponen makna perasaan intens, dari yang terdalam hingga yang kurang dalam adalah duga, tebak, sangka, dan terka. Contoh substitusinya di dalam kalimat sebagai berikut. (1) *Duga/Tebak/*Sangka/Terka yang dia bawa! (2) Permainan *duga/tebak/*sangka/*terka gambar di telepon genggam android merupakan permainan yang unik.

5 5 (3) Pertengkaran sepasang kekasih itu disebabkan oleh salah *duga/*tebak/sangka/*terka yang laki-laki terhadap kekasihnya. (4) Berbagai pertanyaan kuajukan untuk duga/tebak/*sangka/*terka isi hatinya. Relasi sinonimi banyak terdapat pada satuan leksikal yang berupa leksem (Subroto, 2011: 62). Leksem yang diteliti adalah verba karena kelas kata ini paling banyak digunakan dalam pemakaian bahasa. Hal ini bertolok dari pandangan Chafe (1970: 96) yang menyatakan that in every language a verb is present semantically in all but a few marginal utterances bahwa pada setiap bahasa, verba hadir secara semantik dalam semuanya, tetapi hanya beberapa pada tuturan kecil. Artinya, verba secara semantik wajib hadir, tetapi dalam tuturan hanya sebagian kecil yang hadir. Chafe (1970: 96) juga menyatakan bahwa verba banyak digunakan oleh penutur bahasa karena memiliki sifat kesentralan dalam bahasa dibandingkan dengan nomina dan adjektiva yang bersifat periferal. Menurut Chafe, kesentralan V (verba) itu di antaranya dapat ditunjukkan dengan kita dapat menentukan jenis N (nomina) atau FN (frasa nomina) sebagai konstituen dari V dan kita dapat menentukan sifat relasi antara V dengan N atau FN jika ciri-ciri semantik V itu telah dapat ditentukan. Selain itu, V harus selalu muncul kecuali dalam beberapa kasus pelesapan di mana V itu tak perlu disebutkan di permukaan (Chafe, 1970: 97). Kesentralan verba memiliki arti bahwa verba dapat menentukan jumlah argumen yang mendampinginya di dalam kalimat. Sebagai contoh, verba beli berargumen dua dan verba pergi berargumen satu di dalam kalimat. Selain itu, nomina dan adjektiva merupakan unsur yang bukan inti atau tidak wajib hadir di dalam klausa karena klausa dapat hanya

6 6 berupa verba jika nominanya dihilangkan, misalnya pada klausa sedang berenang yang merupakan jawaban dari pertanyaan Adikmu sedang apa?. Tambahan lagi, setiap klausa harus mengandung subjek dan predikat. Predikat sebagian besar berupa verba dan sebagian kecil berupa adjektiva yang bersifat periferal, sedangkan subjeknya berupa nomina yang juga bersifat periferal atau tidak inti menurut pandangan di atas. Jika dilihat dari perilaku semantisnya, verba dapat dikelompokkan menjadi verba insani dan verba noninsani. Verba insani merupakan salah satu kesiapan pengelompokkan verba menurut perilaku semantisnya, seperti kelompok nomina noninsani yang penelitiannya telah dilakukan oleh Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih (2007). Verba insani merupakan verba yang secara semantis pelaku atau pengalamnya adalah insan. Dengan kata lain, verba insani mengacu pada verba yang berciri +INSAN. Hal itu diungkapkan oleh Leech (2003: 123) bahwa berdasarkan komponen makna terbesarnya, verba dapat dibedakan menjadi +HUMAN MANUSIA/INSAN dan -HUMAN MANUSIA/INSAN. Artinya, komponen makna INSAN dapat menjadi dasar untuk mengelompokkan verba. Salah satu contoh verba insani adalah gugat, yang dapat dilihat penggunaannya pada kalimat berikut. (5) Paman gugat orang yang telah mencuri di kantornya. (6) *Burung gugat orang yang telah mencuri di kantornya. (7) *Padi gugat orang yang telah mencuri di kantornya. Kalimat (6) dan (7) di atas tidak berterima secara semantis karena gugat merupakan verba yang hanya dilakukan oleh insan, seperti dalam kalimat (1) di atas. Dengan kata lain, verba gugat tidak dilakukan oleh hewan dan tumbuhan.

7 7 Di satu sisi, secara semantis verba insani merupakan verba yang pelaku atau pengalamnya adalah insan. Di sisi lain, verba noninsani merupakan verba yang pelaku atau pengalamnya bukan insan. Salah satu contoh verba noninsani adalah hinggap, yang dapat dilihat penggunaannya pada kalimat berikut. (8) Kupu-kupu itu hinggap di atas bunga mawar. (9) *Adik hinggap di atas bunga mawar. (10) *Rumput hinggap di atas bunga mawar. Kalimat (9) dan (10) di atas tidak berterima karena hinggap merupakan verba noninsani, yang hanya dilakukan atau dialami oleh hewan khususnya hewan yang bisa terbang, seperti pada kalimat (8) di atas. Oleh karena itu, verba noninsani tidak dapat dilakukan atau dialami oleh insan dan tidak dapat dilakukan atau dialami oleh tumbuhan untuk sementara. Untuk mengetahui verba noninsani dapat dilakukan atau dialami oleh tumbuhan atau tidak, dapat dilihat pada contoh penggunaan verba tumbang dalam kalimat berikut. (11) Pohon jati itu tumbang karena angin ribut. (12) *Anak itu tumbang karena angin ribut. (13) *Kucing itu tumbang karena angin ribut. Berdasarkan contoh kalimat di atas, tampak bahwa verba tumbang tidak dapat dilakukan atau dialami oleh insan dan hewan seperti pada kalimat (12) dan (13). Dengan kata lain, verba tumbang hanya dapat dilakukan atau dialami oleh tumbuhan. Jadi, ada verba noninsani yang tidak hanya dilakukan atau dialami oleh hewan, tetapi dapat dilakukan atau dialami oleh tumbuhan.

8 8 Selain pelaku dan pengalamnya benda bernyawa, seperti hewan dan tumbuhan yang terlihat pada contoh di atas, verba noninsani juga dialami oleh benda tak bernyawa, seperti verba roboh dan karam, yang terlihat pada kalimat berikut. (14) Bangunan itu roboh karena gempa bumi. (15) Kapal itu karam akibat badai besar. Dari beberapa contoh di atas, dapat ditentukan bahwa verba insani merupakan verba yang pelaku atau pengalamnya adalah insan. Di sisi lain, verba noninsani merupakan verba yang pelaku atau pengalamnya bukan insan. Tambahan lagi, selain hewan dan tumbuhan, verba noninsani juga mencakupi verba yang pengalamnya benda tak bernyawa. Dijatuhkannya pilihan pada verba insani dalam penelitian ini didasarkan pada permasalahan yang terdapat di dalamnya, seperti yang akan diungkapkan di bawah ini, serta ketersediaan dana dan ketersediaan waktu yang terbatas. Pemilihan verba insani dalam penelitian ini bertolok dari berbagai permasalahan yang muncul pada verba insani, seperti penggunaan verba insani yang dianggap bersinonim mutlak dengan verba insani lain sehingga penggunaan verba tersebut tidak tepat. Dalam hal ini, ada dua atau lebih verba yang bersinonim, tetapi kurang tepat untuk dipertukarkan dalam kalimat yang sama. Artinya, verba-verba yang dianggap bersinonim tersebut memiliki makna yang berbeda. Contoh verba minta dan mohon pada kalimat berikut. (16) Saya minta maaf tidak bisa menghadiri rapat. (17) Saya mohon maaf tidak bisa menghadiri rapat.

9 9 Penggunaan leksem minta dan mohon di atas jika disubstitusikan ke dalam konteks kalimat lain, ada yang kurang berterima, seperti berikut. (16a) Dia minta minum kepada temannya. (17a) *Dia mohon minum kepada temannya. Pada kalimat (16), (17), dan (16a), leksem mohon dan minta dapat berterima ketika dipertukarkan. Akan tetapi, penggunaan leksem mohon pada kalimat (17a) kurang berterima. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan keemotifan pengguna bahasa ketika menggunakannya di dalam kalimat. Leksem mohon digunakan untuk menyatakan permintaan yang sangat dan meminta hal besar sehingga tidak tepat untuk digunakan dalam kalimat (17a). Perbedaan keberterimaan leksem untuk dimasukkan dalam kalimat yang sama menunjukkan bahwa kedua leksem tersebut mungkin tidak bersinonim mutlak. Untuk membuktikan bahwa leksem verba di atas berbeda maknanya, dapat dilihat komponen maknanya. Menurut Lyons, komponen makna dianalogikan seperti halnya dalam Matematika. Ia mengemukakan bahwa sense relation have deliberately used the multiplication-sign to emphasize the fact that are intended to be taken as mathematically precise equations, to which the term product and factor (Lyons, 1996: 108) komponen makna dinyatakannya dengan hati-hati menggunakan tanda perkalian untuk menekankan kenyataan bahwa hal itu dimaksudkan akan diambil sebagai persamaan matematis yang tepat yang disebut produk dan faktor. Hal itu menunjukkan bahwa komponen makna membangun atau menjadi faktor pembentuk makna leksemnya. Menurut Nida (1975: 32 67), komponen makna dibedakan menjadi komponen makna bersama, komponen makna diagnostik, dan komponen makna suplemen.

10 INSAN SEDANG BERLANGSUNG TERKABUL ORANG LAIN ABSTRAK KONKRET EKSPRESIF PELAKU ASPEK SITUASI TUJUAN SASARAN OBJEK NADA 10 Berdasarkan komponen maknanya, dapat ditentukan bahwa ada leksem verba insani yang tidak bersinonim mutlak, misalnya leksem minta dan mohon di atas, yang tercermin pada tabel analisis komponen makna berikut. Tabel 1 Komponen Makna Pasangan Sinonimi Leksem mohon dan minta Dimensi Komponen Leksem minta mohon Dari tabel analisis komponen makna di atas, dapat diketahui bahwa leksem verba minta dan mohon memiliki kesamaan komponen yaitu +INSAN, +SEDANG BERLANGSUNG, +TERKABUL, +ORANG LAIN, +ABSTRAK dan memiliki perbedaan komponen makna yaitu minta berkomponen +KONKRET, -EKSPRESIF, sedangkan mohon berkomponen -KONKRET, +EKSPRESIF. Jadi, kedua leksem tidak bersinonim mutlak karena terdapat perbedaan komponen makna, yakni komponen KONKRET dan EKSPRESIF. Pada kenyataannya, penutur bahasa sering menganggap bahwa verba, khususnya verba insani, bersinonim mutlak sehingga memperlakukan sama antara leksem-leksem yang bersinonim tersebut. Verba yang dianggap oleh pemakai

11 11 bahasa bersinonim mutlak disebabkan oleh kekurangtahuan mereka terhadap komponen makna suatu verba, misalnya komponen sasaran. Komponen sasaran mengacu pada objek yang menjadi target atau sasaran dari verba. Berkaitan dengan hal itu, seringkali bentuk verba yang berbeda-beda begitu saja dianggap bersinonim khususnya verba insani, seperti penggunaan dalam kalimat berikut. (18) Cuci mukamu dengan air! (19) Ibu baru saja membeli mesin cuci. Penggunaan leksem cuci di atas jika disubstitusikan dengan leksem basuh menghasilkan kalimat seperti di bawah ini. (18a) Basuh mukamu dengan air! (19a) *Ibu baru saja membeli mesin basuh. Penggunaan leksem yang bercetak miring di atas dianggap sama dalam kalimat, padahal masing-masing leksem memiliki makna yang berbeda. Hal ini tampak dari kedua leksem yang dapat dipertukarkan satu sama lain dalam suatu konteks kalimat, seperti pada kalimat (18), (18a), dan (19), tetapi dalam konteks kalimat lain tidak dapat dipertukarkan, seperti pada kalimat (19a). Oleh karena itu, meskipun memiliki makna yang sama, yaitu membersihkan sesuatu dengan air, kedua leksem tidak bersinonim mutlak. Leksem verba insani yang dianggap bersinonim mutlak juga disebabkan oleh pendefinisiannya di dalam kamus yang masih berputar-putar. Dengan kata lain, pendefinisiannya belum mengarah ke hal yang jelas, seperti berikut. a. basuh v cuci (dengan air); kumbah (KBBI, 2013: 144) b. cuci v membersihkan sesuatu dengan air dan sebagainya (KBBI, 2013: 277)

12 12 Pendefinisian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) leksem yang dianggap bersinonim di atas dapat dikatakan masih berputar pada leksem-leksem yang dianggap bersinonim. Leksem basuh didefinisikan sebagai cuci (dengan air); kumbah, padahal definisi itu merupakan leksem yang bersinonim dengan verba yang didefinisikan, yaitu basuh dan cuci. Selain itu, di dalam definisi terdapat kosakata cuci dalam bahasa Jawa, yakni kumbah yang tidak setiap pengguna bahasa mengetahui kosakata tersebut. Terakhir, leksem cuci didefinisikan sebagai membersihkan dengan air dan sebagainya. Pendefinisian leksem di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seperti di atas menunjukkan bahwa definisi leksem verba di dalam KBBI kurang memperhatikan komponen maknanya. Penelitian tentang kesinoniman nomina noninsani dalam bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih (2007) dalam buku yang berjudul Kesinoniman Nomina Noninsani dalam Bahasa Indonesia dengan dua simpulan. Pertama, pendefinisian leksem di dalam KBBI belum layak. Kedua, leksem yang tidak dapat disubstitusi bukan merupakan leksem sinonim, jika dapat disubstitusi itu merupakan leksem sinonim. Selain itu, Utami (2010) telah melakukan penelitian tentang kajian sinonim nomina dalam bahasa Indonesia dalam tesisnya dengan dua simpulan. Pertama, kebanyakan nomina dalam bahasa Indonesia bersinonim dekat disebabkan adanya beberapa ciri pembeda. Kedua, beberapa kata yang selama ini dikelompokkan ke dalam sinonim, sebenarnya merupakan anggota dari kehiponiman. Beberapa penelitian tersebut akan digunakan sebagai pijakan dalam melakukan penelitian ini, yang akan diuraikan pada bagian tinjauan pustaka pada bab dua.

13 13 Berpijak dari berbagai hal di atas, permasalahan tentang bentuk kesinoniman dan komponen makna verba insani dalam bahasa Indonesia layak untuk diulas. Melalui penelitian ini, bentuk kesinoniman dan komponen makna verba insani dalam bahasa Indonesia akan dikupas. B. Pembatasan Masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada bidang semantik, khususnya kesinoniman verba insani yang berupa verba dasar dalam bahasa Indonesia. Penelitan ini merupakan penelitian tataran verba dengan melihat aspek semantis verba insani bahasa Indonesia yang bersinonim. Selanjutnya, pasangan sinonim verba insani yang dianalisis disempitkan lagi pada leksem-leksem yang bersinonim paling dekat dan bermakna denotatif yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. C. Perumusan Masalah Masalah dalam penelitian terhadap semantik yang memfokuskan pada kajian kesinoniman verba insani ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimana bentuk kesinoniman verba insani dalam bahasa Indonesia? 2. Bagaimana komponen makna verba insani yang bersinonim dalam bahasa Indonesia?

14 14 D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini meliputi dua hal sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan bentuk kesinoniman verba insani dalam bahasa Indonesia. 2. Mendeskripsikan komponen makna verba insani yang bersinonim dalam bahasa Indonesia. E. Manfaat Penelitian Hasil temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pengembang ilmu bahasa tentang verba insani yang bersinonim, khususnya pembedaan sinonim berdasarkan bentuk dan komponen maknanya. Selain itu, penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih mendalam tentang verba insani yang bersinonim dalam bahasa Indonesia, khususnya pada bentuk dan komponen maknanya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh penyusun kamus untuk memperbaiki pendefinisian leksem di dalam kamus yang belum jelas. Hal ini dimaksudkan agar pendefinisian leksem di dalam kamus dapat sesuai dengan makna dalam penggunaannya sehingga pendefinisiannya lebih jelas dan tidak lagi menyulitkan pengguna kamus. Selain itu, hasil penelitian dapat bermanfaat

15 bagi peneliti agar lebih cermat dalam menggunakan verba yang bersinonim ketika berkomunikasi. 15 F. Sistematika Penulisan Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan bentuk kesinoniman verba insani dalam bahasa Indonesia beserta komponen maknanya. Agar tujuan tersebut tercapai, sistematika penulisan laporan hasil penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yaitu Bab I berisi pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah kajian pustaka dan kerangka pikir. Bab ini berisi uraian tinjauan studi terdahulu, landasan teori, dan kerangka pikir. Bab III, yakni uraian mengenai metode penelitian yang melingkupi jenis penelitian, data dan sumber data, bentuk penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, klasifikasi data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil analisis data. Bab IV berisi analisis data yang memuat pembahasan bentuk verba insani yang bersinonim dalam bahasa Indonesia dan komponen makna verba insani dalam bahasa Indonesia. Bab V merupakan penutup yang berisi simpulan dan saran penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hurford dan Hearsly menyatakan bahwa semantik merupakan cabang dari linguistik yang mengkaji arti di dalam bahasa (Hurford dan Hearsly, 1983:1). Saat seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinonimi adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun, memiliki arti yang sama atau mirip. Sinonimi juga dapat disebut persamaan kata atau padanan kata.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Kajian Pustaka ini dilakukan dengan penelusuran atas penelitian sebelumnya, mengenai relasi makna yang membahas relasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim

BAB II KAJIAN PUSTAKA. onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Sinonim Secara etimologi kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma yang berarti nama dan syn yang berarti dengan. Secara harfiah sinonim berarti nama lain

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN)

ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) ANALISIS KOMPONENSIAL DAN STRUKTUR MEDAN LEKSIKAL VERBA BAHASA INDONESIA YANG BERKOMPONEN MAKNA (+TINDAKAN +KEPALA +MANUSIA +SENGAJA*MITRA +SASARAN) Bakdal Ginanjar Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian dalam bidang linguistik berkaitan dengan bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis memiliki hubungan dengan tataran gramatikal. Tataran gramatikal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak. pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kategori kata dalam kajian gramatik bahasa Indonesia tidak pernah lepas dari pembicaraan. Begitu kompleks dan pentingnya permasalahan kategori ini sehingga tidak

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena bersifat deskriptif dan analisis, yaitu mendeskripsikan dan menganalisis verba berprefiks ber- dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang terus meninggi, ragam inovasi media terus bermunculan. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, lalu lintas informasi berada pada tingkat kecepatan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Demi memenuhi hasrat masyarakat akan informasi yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan

BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU. meronim, member-collection, dan portion-mass (Saeed, 2009:63). Sehubungan BAB II KAJIAN TEORETIS, KONSEP DAN PENELITIAN TERDAHULU 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Relasi Makna Relasi makna meliputi sinonim, antonim, polisemi, homonim, hiponim, meronim, member-collection, dan portion-mass

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan

Lebih terperinci

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK USIA 7 TAHUN DI SD NEGERI 067690 MEDAN TESIS OLEH NOVITA SARI NIM: 127009023/LNG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 PEMEROLEHAN LEKSIKON ANAK-ANAK

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran mental diri objek, proses, atau BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan sistematis untuk menemukan jawaban suatu permasalahan. Atau konsep adalah gambaran

Lebih terperinci

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015

Alat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015 SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, baik dalam bidang pendidikan, pemerintahan, maupun dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan leksikon sangat penting dalam perkembangan bahasa seorang anak. Untuk berbahasa, anak-anak harus menghubungkan leksikon yang satu dengan yang lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar

BAB I PENDAHULUAN. dari lapisan atas sampai lapisan bawah. Bahasa surat kabar harus lancar agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang kita dapat dengan mudah memperoleh informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam atau luar negeri melalui media elektronik atau cetak. Setiap

Lebih terperinci

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA

KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA HUMANIORA Suhandano VOLUME 14 No. 1 Februari 2002 Halaman 70-76 KONSTRUKSI OBJEK GANDA DALAM BAHASA INDONESIA Suhandano* 1. Pengantar ahasa terdiri dari dua unsur utama, yaitu bentuk dan arti. Kedua unsur

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara lisan adalah hubungan langsung. Dalam hubungan langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memerlukan komunikasi untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat sekitar. Ada dua cara

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,

BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, 654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode penelitian deskriptif analitik. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan

Lebih terperinci

BENTUK KATA DAN MAKNA

BENTUK KATA DAN MAKNA BENTUK DAN MAKNA BENTUK KATA DAN MAKNA 1. FONEM bunyi bahasa yang membedakan arti/ makna Contoh : /apēl/ dan /apəl/ /mental/ dan /məntal/ /s/ayur - /m/ayur /s/ : /m/ Fonem ada dua : Konsonan dan Vokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa

Lebih terperinci

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK

7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK 7. TATARAN LINGUISTIK (4) SEMANTIK Hocket, seorang tokoh strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima sub sistem,

Lebih terperinci

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Abstrak Bahasa adalah sarana paling penting dalam masyarakat, karena bahasa adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wacana sekarang ini berkembang sangat pesat. Berbagai kajian wacana sangat dibutuhkan untuk mengimbangi perkembangan tersebut. Wacana berkembang di berbagai

Lebih terperinci

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat

KALIMAT. Menu SK DAN KD. Pengantar: Bahasa bersifat Hierarki 01/08/2017. Oleh: Kompetensi Dasar: 3. Mahasiwa dapat menjelaskan kalimat KELOMPOK 5 MATA KULIAH: BAHASA INDONESIA Menu KALIMAT Oleh: A. SK dan KD B. Pengantar C. Satuan Pembentuk Bahasa D. Pengertian E. Karakteristik F. Unsur G. 5 Pola Dasar H. Ditinjau Dari Segi I. Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 57 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data yang berwujud katakata,

Lebih terperinci

Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya

Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya Relasi Makna (Sinonimi, Antonimi, dan Hiponimi) dan Seluk Beluknya Oleh Masduki (dosen sastra Inggris Universitas Trunojoyo, e-mail: masdukiunijoyo@yahoo.com) Abstract Relation of meaning constitutes as

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. pada teks berita utama olahraga surat kabar Tribun Lampung edisi April 2010.

III. METODE PENELITIAN. pada teks berita utama olahraga surat kabar Tribun Lampung edisi April 2010. III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan relasi leksikal pada teks berita utama olahraga surat kabar Tribun Lampung edisi April 2010. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Pengkajian teori tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka karena teori secara nyata dapat dipeoleh melalui studi atau kajian kepustakaan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, penelitian mengenai sinonimi dalam bahasa Indonesia sudah pernah dilakukan.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini

BAB IV PENUTUP. untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan KVA/KAV dalam kalimat bahasa Indonesia. Deskripsi ini diwujudkan dalam tipe-tipe

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Unsur sintaksis yang terkecil adalah frasa. Menurut pandangan seorang BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka. Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah mempelajari kembali temuan penelitian terdahulu atau yang sudah ada dengan menyebutkan dan membahas seperlunya hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia sebagai alat komunikasi karena dengan bahasa kita dapat bertukar pendapat, gagasan dan ide yang kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama.

TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK. meskipun sifat kehadirannya pada tiap tataran itu tidak sama. Nama : Setyaningyan NIM : 1402408232 BAB 7 TATARAN LINGUISTIK (4) : SEMANTIK Makna bahasa juga merupakan satu tataran linguistik. Semantik, dengan objeknya yakni makna, berada di seluruh atau di semua

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Pada bab ini akan dijabarkan pendapat para ahli sehubungan dengan topik penelitian. Mengenai alat-alat kohesi, penulis menggunakan pendapat M.A.K. Halliday dan Ruqaiya

Lebih terperinci

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)

BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND

Lebih terperinci

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT

KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) Doretha Amaya Dhori 1, Wahyudi Rahmat², Ria Satini² 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan oleh pihak sekolah untuk menyambut kedatangan siswa baru. Kegiatan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

PELANGI NUSANTARA Kajian Berbagai Variasi Bahasa

PELANGI NUSANTARA Kajian Berbagai Variasi Bahasa PELANGI NUSANTARA Kajian Berbagai Variasi Bahasa Editor: : Prof. Dr. Sumarlam, MS Asih Anggarani Tri Wuryan Taruni Priyanto Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat

BAB V P E N U T U P. Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Ketika kita membaca semua tulisan dalam tesis yang berjudul Kalimat tunggal bahasa Sula yang dipaparkan bahasan masaalahnya mulai dari bab II hingga bab IV dalam upaya

Lebih terperinci

MEANING DALAM PENERJEMAHAN OLEH MOH. FATAH YASIN

MEANING DALAM PENERJEMAHAN OLEH MOH. FATAH YASIN MEANING DALAM PENERJEMAHAN OLEH MOH. FATAH YASIN Mencermati masalah makna dalam studi bahasa adalah kegiatan yang sangat penting karena makna tidak dapat dilepaskan dari kegiatan berbahasa sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk sosial yang senantiasa harus berkomunikasi dengan sesamanya memerlukan sarana untuk menyampaikan kehendaknya. Salah satu sarana komunikasi

Lebih terperinci

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE

BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE BAB 4 UNSUR-UNSUR BAHASA INGGRIS YANG MUNCUL DALAM CAMPUR KODE 4.1 Pengantar Bagian ini akan membicarakan analisis unsur-unsur bahasa Inggris yang masuk ke dalam campur kode dan membahas hasilnya. Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam

Lebih terperinci

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA Munirah Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unismuh Makassar munirah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Banyak sekali cara untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Banyak sekali cara untuk berkomunikasi. Bentuk komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah alat komunikasi yang vital. Bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi, mengajak, menciptakan dan memelihara suatu hubungan dengan orang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan

BAB I PENDAHULUAN. benar. Ini ditujukan agar pembaca dapat memahami dan menyerap isi tulisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia mencakup komponenkomponen kemampuan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek berbicara, menyimak, menulis, dan

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia

BAB 2 KERANGKA TEORI. Universitas Indonesia BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1 Pengantar Di dalam bab ini akan disajikan mengenai teori medan makna oleh Leech (1983), pengertian kehiponiman yang dikemukakan oleh Lyons (1977), Verhaar (1978) dan teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu kalimat. Untuk membuat kalimat yang baik sehingga tuturan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan kata yang tepat di dalam sebuah tuturan diperlukan guna terciptanya saling kesepahaman diantara penutur seperti yang diungkapkan oleh Leech, (2003: 16),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia sosial, manusia tidak lepas dari interaksi dengan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia sosial, manusia tidak lepas dari interaksi dengan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia sosial, manusia tidak lepas dari interaksi dengan manusia lain. Interaksi tersebut dikemas dalam suatu wadah yang disebut komunikasi. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Klausa merupakan satuan sintaksis yang memiliki ciri seperti kalimat, tapi klausa bukanlah kalimat karena klausa harus tergabung dengan klausa lainnya agar dapat membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana komunikasi dan juga digunakan sebagai alat untuk menyampaikan. pesan atau maksud pembicara kepada pendengar.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana komunikasi dan juga digunakan sebagai alat untuk menyampaikan. pesan atau maksud pembicara kepada pendengar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia dalam menyampaikan dan menerima informasi yang dapat mempengaruhi hidup setiap manusia. Bahasa memegang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan suatu informasi yang bermutu atau berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan suatu informasi yang bermutu atau berinteraksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia untuk menyampaikan suatu informasi yang bermutu atau berinteraksi dengan sesamanya. Dengan bahasa,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tagline iklan yang inovatif sekaligus menarik. Pada awalnya iklan hanya terbatas

BAB I PENDAHULUAN. tagline iklan yang inovatif sekaligus menarik. Pada awalnya iklan hanya terbatas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklan adalah salah satu media promosi yang sangat efektif untuk menancapkan brand image suatu merk. Para pelaku usaha pun berlomba-lomba dalam menciptakan tagline iklan

Lebih terperinci

KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU BETAWI

KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU BETAWI RIRIEN EKOYANANTIASIH: KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN... KEHIPONIMAN VERBA YANG MENYATAKAN MAKNA MEMBAWA DALAM BAHASA MELAYU BETAWI (VERB HYPONYMY CONTAINING THE MEANING OF 'TO TAKE' IN BETAWI MALAY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. novel. Novel menggunakan beragam jenis kata dengan kategori dan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. novel. Novel menggunakan beragam jenis kata dengan kategori dan fungsinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana penyampaian informasi sangat beragam, salah satunya adalah novel. Novel menggunakan beragam jenis kata dengan kategori dan fungsinya yang berbeda. Pada novel

Lebih terperinci

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK

BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Nama : Hasan Triyakfi NIM : 1402408287 BAB VII TATARAN LINGUISTIK(4) SEMANTIK Dalam berbagai kepustakaan linguistik disebutkan bidang studi linguistik yang objek penelitiannya makna bahasa juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting agar suatu maksud dari pembicara dapat sampai dengan baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala hal yang dilakukan seseorang tak terlepas dari bagaimana ia memaknai tindakannya, begitu pula dalam berkomunikasi yang menjadikan bahasa sebagai kunci pokoknya.

Lebih terperinci

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia

KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU. Makalah Bahasa Indonesia KELOMPOK 1 Teknik Mesin UB DIKSI DAN KATA BAKU Makalah Bahasa Indonesia KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat yang telah di limpahkannya. Sehingga penyusunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun

Lebih terperinci

KORELASI PENGUASAAN KOSAKATA BIDANG LINGKUNGAN DENGAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI

KORELASI PENGUASAAN KOSAKATA BIDANG LINGKUNGAN DENGAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI KORELASI PENGUASAAN KOSAKATA BIDANG LINGKUNGAN DENGAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI Oleh: Lisa Purnama Sari 1, Yasur Asri 2, Ellya Ratna 3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan

BAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara

Lebih terperinci

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi)

Jenis Verba Jenis Verba ada tiga, yaitu: Indikatif (kalimat berita) Imperatif (kalimat perintah) Interogatif (kalimat tanya) Slot (fungsi) Lecture: Kapita Selekta Linguistik Date/Month/Year: 25 April 2016 Semester: 104 (6) / Third Year Method: Ceramah Credits: 2 SKS Lecturer: Prof. Dr. Dendy Sugono, PU Clues: Notes: Kapita Selekta Linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah ciri utama manusia dan merupakan alat komunikasi paling penting dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengungkapkan buah pikirannya, perasaannya,

Lebih terperinci

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA

BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA MODUL BAHASA INDONESIA KELAS XI SEMESTER 2 BAB V TEKS ULASAN FILM/DRAMA OLEH NI KADEK SRI WEDARI, S.Pd. A. Pengertian Teks Ulasan Film/Drama Teks ulasan yaitu teks yang berisi ulasan atau penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyampaikan suatu ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1. Latar Belakang Bahasa adalah suatu simbol bunyi yang dihasilkan oleh indera pengucapan manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi sangat berperan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa concord adalah aturan gramatikal yang wajib diketahui dan dipenuhi yang terdapat pada bahasa Arab dan bahasa Inggris atau bahasa-bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak

BAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak 1 BAHASA PEREMPUAN PADA MAJALAH FEMINA DAN SEKAR Azizah Kurnia Dewi Sastra Indonesia Abstrak Women's language is closely related to gender. Spoken word (language) used by the women are more subtle than

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah struktur frasa. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu frasa, FP, kategori leksikal, komplemen, keterangan, spesifier, dan kaidah

Lebih terperinci

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI

RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI RELASI SUBJEK DAN PREDIKAT DALAM KLAUSA BAHASA GORONTALO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Wisuda Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Oleh NURMA

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TATARAN SINTAKSIS PADA PIDATO SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TIGANDERKET TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TATARAN SINTAKSIS PADA PIDATO SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TIGANDERKET TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA DALAM TATARAN SINTAKSIS PADA PIDATO SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TIGANDERKET TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Perlinda Br Bangun (perlinda.bangun94@gmail.com) Dr. Malan Lubis,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang

BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang BAB II KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial perlu untuk berinteraksi untuk bisa hidup berdampingan dan saling membantu. Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iklan (Advertisement) merupakan fenomena pemakaian bahasa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Iklan (Advertisement) merupakan fenomena pemakaian bahasa yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Iklan (Advertisement) merupakan fenomena pemakaian bahasa yang tidak terpisahkan dengan kehidupan kita. Setiap hari ketika kita mendengarkan radio, menonton televisi,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci