BAB V PENUTUP. oleh peneliti, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur terdiri dari duduk

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan oleh peneliti, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Wates dalam mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur terdiri dari duduk perkara dan tentang hukumnya. a. Pertimbangan mengenai duduk perkaranya terdiri atas: 1) Alasan pengajuan permohonan diterima Alasan pengajuan permohonan menjadi pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur karena hal ini menyangkut tentang akibat dari keputusan yang diberikan oleh hakim. Beberapa alasan yang menjadi penyebab pengajuan dispensasi perkawinan di bawah umur di Pengadilan Agama Wates adalah anak perempuan yang dimohonkan dispensasi sudah hamil di luar nikah, anak yang dimohonkan dispensasi sudah menjalin cinta sedemikian eratnya dan tidak dapat dipisahkan lagi, anak yang dimohonkan dispensasi sudah pernah digropyok massa ketika berbuat mesum, anak yang dimohonkan dispensasi sudah melahirkan anak karena hubungan diluar nikah. 144

2 145 2) Keterangan Para Pihak Sesuai Fakta Keterangan para pihak yang didengar oleh hakim Pengadilan Agama Wates dalam mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur harus mengenai peristiwa yang didengar, lihat dan alami sendiri dan disampaikan dalam persidangan oleh para pihak. Keterangan para pihak juga berupa kesaksian mengenai peristiwa yang sebenarnya. Keterangan para pihak menjadi pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur karena hakim dalam mengkonstatir perkara akan lebih pasti sehingga hakim tidak memberikan keputusan yang gegabah. Dalam perkara dispensasi perkawinan, pemohon biasanya adalah orang tua dari anak yang akan melaksanakan perkawinan. Keterangan para pihak meliputi keterangan pemohon, anak pemohon, calon istri/suami anak pemohon, calon besan pemohon. 3) Alat Bukti yang Diajukan Relevan Alat bukti menjadi pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi di bawah umur di Pengadilan Agama Wates karena hakim Pengadilan Agama Wates selain mendengar peristiwanya juga harus memastikannya lagi dengan alat bukti yang ada. Hal ini dimaksudkan agar kebenaran dari peristiwa yang disampaikan oleh pemohon dipersidangan dapat dibuktikan secara pasti dan sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Meskipun dalam

3 146 kenyataannya, ada sebagian besar permohonan yang alat buktinya tidak diperkuat dengan bukti yang relevan. b. Pertimbangan mengenai hukumnya adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menjadi dasar hakim Pengadilan Agama Wates dalam mengadili perkara dispensasi perkawinan di bawah umur. Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat (2) disebutkan bahwa dispensasi perawinan dapat dimintakan pada Pengadilan dalam hal ini Pengadilan Agama untuk masyarakat muslim. Undang-Undang inilah yang menjadi landasan dan pertimbangan hakim dalam mengadili perkara dispensasi perkawinan di bawah umur. 2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan sekarang Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua tentang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Dalam Pasal 49 Undang-Undang ini dijelaskan bahwa salah satu yang menjadi wewenang Pengadilan Agama adalah perkara dispensasi perkawinan. Undang-Undang ini menjadi salah satu pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur karena merupakan landasan kewenangan hakim dalam memeriksa perkara dispensasi perkawinan.

4 147 3) Qaidah Fiqhiyyah Qaidah fiqhiyyah merupakan kaidah dalam Hukum Islam yang berisi tentang asas yang digunakan hakim dalam mengabulkan perkara dispensasi perkawinan di bawah umur. Qaidah fiqhiyyah tersebut isinya adalah tentang menolak terjadinya hal-hal buruk terlebih dahulu. Yang dimaksud asas disini adalah menolak madlarat lebih baik daripada menarik maslahat. Artinya keputusan hakim pada akhirnya nanti haruslah dapat menolak hal-hal buruk akan terjadi sebelum pada akhirnya terjadi hal yang buruk lebih besar. Untuk pertimbangan hakim dalam menolak permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur yang diajukan kepadanya hakim Pengadilan Wates juga mempertimbangkan hal-hal lain yaitu apabila Pemohon bukanlah orang yang memiliki hubungan dengan calon mempelai, alasan yang diajukan oleh pemohon dinilai tidak mengkhawatirkan dan tidak mendesak keadaannya, Ketidakhadiran pemohon selama proses persidangan serta ketidak sesuaian keterangan pemohon dan pihak yang lain, dan ada atau tidaknya alat bukti yang relevan. B. Saran 1. Hakim dalam proses pemeriksaan di persidangan harus memeriksa alat-alat bukti yang relevan dengan permohonan pemohon agar kebenaran yang terungkap dari keterangan para pihak di persidangan dapat dibuktikan secara pasti.

5 Hakim dalam memutuskan suatu perkara dispensasi perkawinan di bawah umur yang diajukan kepadanya harus mencantumkan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan perkara dispensasi perkawinan yang digunakan sebagai dasar putusan agar putusannya tidak cacat.

6 149 DAFTAR PUSTAKA Antara. (2011). Krisis Moral Sebabkan Pernikahan Dini. ( html). Diakses pada tanggal 26 Oktober Anwar Sitompul. (1984). Kewenangan Dan Tata Cara Berperkara Di Peradilan Agama. Bandung: Cv.Armico. Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama Republik Indonesia. (2012). Perkawinan di Bawah Umur Masih Tinggi.( Diakses pada tanggal 21 Mei Burhan Bungin. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. EB. Surbakti. (2008). Sudah Siapkah Menikah. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hilman Hadikusumo. (1990). Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditya Bakti. Instruksi Presiden Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Kamal Mukhtar. (1993). Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang. Keputusan Menteri Agama Nomor 477 Tahun 2004 tentang Pencatatan Nikah

7 150 Kompas.com. (2011). 3 Dampak Buruk Pernikahan Dini. ( uruk.pernikahan.dini). Diakses pada tanggal 22 Oktober (2009). Kasus Syekh Puji Bukan Semata Nikah Siri. ( Puji.Bukan.Semata.Nikah.Siri). Diakses pada tanggal 26 Oktober Kompilasi Hukum Islam Krisman purwoko. (2010). Pernikahan Dini di Kulon Progo Meningkat Drastis.( /11/24/ pernikahan-dini-di-kulon-progo-meningkat-drastis). Diakses pada tanggal 26 Oktober 2013 Lexy J. Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. M. Yahya Harahap. (2008). Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.. (2009). Kedudukan Kewenangan dan Acara Perailan Agama. Jakarta: Sinar Grafika. Mukti Arto. (2011). Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Pengadilan Agama Wates.(2013). Grafik Perkara Masuk di Pengadilan Agama Wates. ( Diakses pada tanggal 29 Juli 2013.

8 151.(2013). Job Description Pengadilan Agama Wates. Yogyakarta: Pengadilan Agama Wates..(2013). Laporan Tahunan 2012 Pengadilan Agama Wates. ( pa-wates.net). Diakses pada tanggal 30 Oktober (2013). Profil Pengadilan Agama Wates. ( pawates.net). Diakses pada tanggal 30 Oktober (2013). Prosedur Berperkara di Pengadilan Agama Wates. ( pa-wates.net). Diakses pada tanggal 20 November (2013). Struktur Organisasi Pengadilan Agama Wates. ( pa-wates.net). Diakses pada tanggal 30 Oktober (2013). Visi dan Misi Pengadilan Agama Wates. ( pawates.net). Diakses pada tanggal 30 Oktober (2013). Wilayah Yurisdiksi Pengadilan Agama Wates. ( pa-wates.net). Diakses pada tanggal 30 Oktober Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 tentang Kewajiban Pegawai- Pegawai Nikah dan Tata Kerja Pengadilan Agama dalam Melaksanakan

9 152 Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan bagi yang Beragama Islam. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. (1996). Kamus Hukum. Jakarta: Pradnya Paramitha. Rachmadi Usman. (2006). Aspek-Aspek Hukum Perorangan & Kekeluargaan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Sanapiah Faisal. (2007). Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Radja Grafindo Persada. Sarwono. (2011). Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika. Sayuti Thalib. (1986). Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: UI Press. Soemiyati. (2000). Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang,Perkawinan (Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1974).Yogyakarta: Liberty Sri Esti Wuryani D. (2008). Pendidikan Seks Keluarga. Jakarta: Indeks. Sudikno Mertokusumo. (2002). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

10 153 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Zahri, Hamid. (1976). Pokok-Pokok Hukum Perkawinan Islam dan Undang- Undang Perkawinan di Indonesia. Yogyakarta :Bina Cipta.

11 154