PEMANFAATAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN NASIONAL LAIWANGI - WANGGAMETI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN NASIONAL LAIWANGI - WANGGAMETI"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN NASIONAL LAIWANGI - WANGGAMETI (Studi Kasus di Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur) SITI RAYHANI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PEMANFAATAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN NASIONAL LAIWANGI WANGGAMETI (Studi Kasus di Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur) SITI RAYHANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 RINGKASAN SITI RAYHANI. Pemanfaatan Tumbuhan Pangan dan Obat oleh Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (Studi Kasus di Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur). Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT. Masyarakat Desa Katikuwai banyak memanfaatkan spesies tumbuhan yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Namun demikian, data dan informasi tentang spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan dan obat belum terdokumentasikan dengan baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi dan keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan obat di Desa Katikuwai serta kearifan lokal masyarakat yang berperan dalam upaya konservasi keanekaragaman tumbuhan. Penelitian dilakukan di Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, pada bulan Maret - April Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan cara studi pustaka, wawancara, observasi lapang, identifikasi tumbuhan melalui cross check dengan buku identifikasi tumbuhan dan dokumen lain yang terkait, serta pembuatan sampel herbarium. Pemilihan responden dengan kombinasi metode purposive sampling dan snow ball dan didapatkan jumlah responden sebanyak 30. Hasil penelitian teridentifikasi bahwa jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan sebanyak 92 spesies tumbuhan yang terdiri dari 45 famili, 8 habitus, dan 14 bagian tumbuhan yang digunakan, didalamnya termasuk 39 spesies tumbuhan pangan,, 19 spesies tumbuhan pangan fungsional dan 34 spesies tumbuhan obat. Keanekaragaman spesies tumbuhan yang ada, berada pada berbagai macam tipe habitat seperti pekarangan, kebun, ladang, sawah dan sekitar jalan yang merupakan hasil dari budidaya (46%), liar (27%) dan gabungan antara budidaya dan liar (20%). Keanekaragaman tumbuhan pangan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah famili Fabaceae, contoh spesiesnya yaitu karabengok (Mucuna pruriens). Terdapat 19 spesies tumbuhan yang memiliki manfaat sebagai pangan dan obat sekaligus, atau yang disebut pangan fungsional. Berdasarkan keanekaragaman spesies, yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah famili Zingiberaceae contoh spesiesnya yaitu alia/jahe (Zingiber officinale), Sedangkan pada keanekaragaman tumbuhan obat, yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah Famili Euphorbiaceae contoh spesies yaitu damar merah (Ricinus communis) dan Asteraceae contoh spesiesnya yaitu kondu (Erigeron sumatrensis) Kesimpulan dari penelitian ini adalah masyarakat Desa Katikuwai banyak memanfaatkan tumbuhan pangan dan obat serta mempunyai kearifan lokal dari pemanfaatan sumberdaya alam. Kata kunci: Tumbuhan,pangan, obat, Desa Katikuwai, kearifan lokal.

4 SUMMARY SITI RAYHANI. The Utilization of Food and Medicinal Plants by Community of around Laiwangi-Wanggameti National Park (Case Study at Katikuwai Village, Matawai Lapau Sub-District, East sumba District, East Nusa Tenggara). Under Supervision of ERVIZAL A.M. ZUHUD and AGUS HIKMAT. Katikuwai Village society is predicted to utilize plant species located around their residence. However, data and information about plant species that were utilized as food and medicine by community has not been well documented. The aim of this study is to identify potential and variety food and medicinal plant species and the daily utilization by community, also to identify the community local wisdom that has a role on plant conservation. This research was conducted at Katikuwai Village, Matawai Lapau Sub- District, East sumba district, East nusa tenggara on March April Method was utilized in gather data that were by studi library, interview, roomy observation, botanical identification via cross check with book identifies plant and bound up other document, and maked herbarium sample. Respondent elect by combine methodics purposive sampling and snow ball and total respondent gotten as much 30. This study was able to identify totally 92 plant species consisting of 45 family, 7 habitus and 14 plant parts which is being utilized. Based on the total plant species, 39 species were identified as food plants, 34 species as medicinal plants and 19 species as functional food plants. The diversity of species plants, there are kind sort habitat as yard, garden, farm, field and about road which constitute result of conducting (46%), wild (27%) and affiliate among conducting and wild (20%). The diversity of food plants that was mostly utilized by the community is Fabaceae family, the example species is karabengok (Mucuna pruriens). There are 19 plant species that have the benefit both as food and medicinal plants or often called functional food. Based on the diversity, species that is mostly utilized by community is Zingiberaceae family and the example species is alia/jahe (Zingiber officinale), Meanwhile, the diversity of medicinal plants that was mostly utilized by community are Euphorbiaceae the example species is damar merah (Ricinus communis and Asteraceae family, the example species is kondu (Erigeron sumatrensis). The conclusion of this research is Katikuwai village society was many utilize food and medicine plant also has traditional wisdom of utilization nature resourches. Keywords: Food plants, medicinal plants, Katikuwai Village, local wisdom.

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Tumbuhan Pangan dan Obat oleh Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (Studi Kasus di Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur) adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan dibimbing oleh dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2012 Siti Rayhani E

6 Judul Skripsi Nama NIM : Pemanfaatan Tumbuhan Pangan dan Obat oleh Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (Studi Kasus di Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur) : Siti Rayhani : E Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M Zuhud, MS. Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil alamin puji syukur kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Tumbuhan Pangan dan Obat oleh Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (Studi Kasus di di Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur) sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan maret hingga april Skripsi ini merupakan syarat dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dalam program studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakannya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini. Semoga skripsi ini bermanfaat, terutama dalam pengelolaan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Bogor, November 2012 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 31 Januari 1990 sebagai anak pertama dari enam bersaudara pasangan Muhammad Nuh Pulungan dan Faridah Matondang. Riwayat pendidikan penulis adalah TK Purnama, SDN Kota Batu I, SMP Negeri 7 Bogor, dan SMA Negeri 3 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan Sarjana pada tahun 2008 dan memilih mayor Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Selama menuntut ilmu di IPB, penulis mengikuti sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni anggota Gentra Kaheman tahun , anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) "Rafflesia" Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) tahun , sekretaris Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSB MR) Fakultas Kehutanan IPB tahun Pada saat aktif di HIMAKOVA, penulis mengikuti beberapa rangkaian kegiatan seperti Gebyar Himakova 2009, Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata (Rafflesia) di CA Gunung Burangrang (2010). Penulis juga pernah menjadi pemandu forest outbond-agroedutourism IPB dan asisten praktikum Konservasi Tumbuhan Obat Tropika pada tahun Penulis melakukan kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Sancang - Kamojang pada tahun 2010, Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2011 dan Praktik Kerja Lapang Profesi di TN Laiwangi Wanggameti, Nusa Tenggara Timur pada tahun Skripsi yang berjudul "Pemanfaatan Tumbuhan Pangan dan Obat oleh Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (Studi Kasus di Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur" diselesaikan penulis untuk memperoleh gelar sarjana dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M Zuhud, MS dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Allah SWT dan Nabi besar Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan dengan tulus kepada: 1. Prof. Dr. Ir. H. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F selaku dosen pembimbing atas segala arahan, masukan, dan nasihat dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. Edhi Sandra, M.Si yang telah menjadi moderator pada seminar skripsi penulis, Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc sebagai ketua sidang dan Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., M. Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan. 3. Balai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, khususnya Bapak Yudi Aries, bapak Fredinan, Rambu Ana, Om Melki, Pak Beni, Mbak Silvy, pak Agus, Mas Onggo, serta keluarga besar TNLW lainnya atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan. 4. Bapak Yusuf yang telah banyak membantu sebagai guide dalam pengambilan data saat penelitian berlangsung. 5. Bapak Ruspandi (LIPI Herbarium Bogoriense) yang telah membantu dalam mengidentifikasi spesimen tumbuhan. 6. Seluruh Dosen, Staff dan Pegawai Fakultas Kehutanan, khususnya Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah membimbing dan membantu selama penulis berkuliah di IPB. 7. Teristimewa Ayahku Muhamad Nuh Pulungan, Ibuku Farida Matondang dan adik-adikku Ida Fitriyani, Kamal Nasir, Nasma Mardiah, Muhamad Rizky Ramadhan, Dani Abdullah serta keluarga besar yang menjadi penyemangat dan senantiasa mendoakan serta mencurahkan dukungan dan kasih sayang dalam setiap proses kehidupanku. 8. Tim E-Xpeditition (Nurika, Ucok, Intan, Rifki, Teko dan Agus) atas segala dukungan, canda dan semangat yang diberikan. 9. Rekan-rekan seperjuangan: Dina, Kiki, Awang, Tantri, Lucia, Ela, Trisma, atas dukungan dari awal masuk IPB.

10 10. Housmate Wisma Rahayu :Duma, Arni, Davi, Ka Runi, Chii, Rika, Ka Tanti, Elok, Winda atas kebersamaan dan dukungan yang diberikan. 11. Antari, Rizka, Muum, Septi, Rafika, Ina, Uun, Babel, Ajeng, Lintang, Soraya, Arismaya, Meyla, Riri, Febbi, Ike, Ayu, Erlinda, Tri, serta temanteman asisten KTO lainnya atas semangat dan bantuan yang diberikan. 12. Keluarga besar KSHE 45 Edelweis, Fahutan 45, Keluarga besar DKSHE, KSB MR atas dukungan, curahan doa, serta canda tawa. 13. Karya Salemba Empat (KSE) IPB, atas bantuan yang diberikan. 14. Segenap pihak yang tak bisa saya sebutkan satu per satu dan turut membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga amal kebaikan yang diberikan dibalas dan diberkahi oleh Allah SWT. Amin yarobbal alamin. Bogor, November 2012 Penulis

11 v DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Tradisional Kearifan Tradisional Tumbuhan Pangan Tumbuhan Obat Tri-Stimulus Amar Pro-Konservasi... 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Tahapan Penelitian dan Jenis Data Metode Pengumpulan Data Analisis Data BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Desa Katikuwai Karakteristik masyarakat Kepercayaan Kondisi budaya Aksesibilitas... 27

12 vi 4.2 Taman Nasional Laiwangi Wanggameti Topografi Geologi dan tanah Iklim Hidrologi Ekosistem Flora Potensi tumbuhan di dalam kawasan Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti Fauna BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Keanekaragaman Tumbuhan Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Pangan Fungsional Keanekaragaman spesies Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus Keanekaragaman bagian yang digunakan Keanekaragaman tipe habitat Keanekaragaman Tumbuhan Obat Keanekaragaman spesies Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus Keanekaragaman bagian yang digunakan Keanekaragaman tipe habitat Kearifan Masyarakat Lokal Karakteristik responden Aksi konservasi masyarakat Sikap masyarakat untuk pro-konservasi Peran Perguruan Tinggi BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 vii No. DAFTAR TABEL Halaman 1. Tahapan kegiatan dan jenis data yang dikumpulkan Klasifikasi kelompok dan macam penyakit/penggunaan Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan famili Spesies tanaman palawija Spesies tanaman perkebunan Spesies tanaman buah-buahan Spesies tanaman kehutanan Keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan pangan fungsional di Desa Katikuwai Spesies tumbuhan pangan dan pangan fungsional berdasarkan kandungan nutrisi Kandungan zat gizi bahan pangan (per 100 gram) Persentase tumbuhan pangan di Desa Katikuwai berdasarkan habitus Persentase tumbuhan pangan fungsional di Desa Katikuwai berdasarkan habitus Persentase bagian tumbuhan pangan yang digunakan Persentase tumbuhan pangan fungsional berdasarkan bagian yang Digunakan Persentase tipe habitat tumbuhan pangan Persentase tipe habitat tumbuhan pangan fungsional Keanekaragaman spesies tumbuhan obat berdasarkan klasifikasi kelompok penyakit/ penggunaan Persentase pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan habitus Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan Persentase tipe habitat tumbuhan obat Mata pencaharian responden Luas lahan responden Tingkat pendidikan responden Kondisi kesehatan responden Pola pangan masyarakat Jumlah spesies tumbuhan pangan dan obat di kawasan hutan dan kampung masyarakat... 83

14 viii DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Letak Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau Wawancara responden Transportasi bis kayu (truk) Makam raja Jumlah spesies tumbuhan pangan, pangan fungsional, dan obat Jagung setelah dipanen Ubi hutan/iwi (Dioscorea hispida) Labu kuning (Cucurbita moschata) Kopi (Coffea sp.) Pengolahan biji kopi Tipe habitat tumbuhan pangan Kesambi (Schleichera oleosa) Tumbuhan obat habitus pohon Daun haki sebagai obat kanker Habitat tumbuhan obat Klasifikasi umur responden (interval 10 tahun) Perempuan yang mengambil hasil panen Pasar mingguan Kampung Lama Anakan pohon dalam polybag Suguhan Pahappa untuk tamu Pembuatan anyaman... 80

15 ix DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Data karakteristik responden Desa Katikuwai Dusun Matawai Pataku Keanekaragaman spesies tumbuhan pangan yang digunakan masyarakat Desa Katikuwai Potensi lain tumbuhan pangan yang digunakan masyarakat Desa Katikuwai berdasarkan literatur Keanekaragaman spesies tumbuhan obat yang digunakan masyarakat Desa Katikuwai Potensi tumbuhan obat yang digunakan masyarakat Desa Katikuwai berdasarkan literatur Keanekaragaman spesies tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit/ penggunaan Ramuan obat yang digunakan masyarakat Desa Katikuwai Kandungan senyawa kimia dalam tumbuhan yang berkhasiat obat Keanekaragaman spesies tumbuhan pangan fungsional yang digunakan masyarakat Desa Katikuwai Potensi spesies tumbuhan pangan fungsional yang digunakan masyarakat berdasarkan literatur Potensi tumbuhan pangan di dalam kawasan TNLW (BTNLW 2010) berdasarkan literatur Potensi tumbuhan obat di dalam kawasan TNLW (BTNLW 2010) berdasarkan literatur Potensi tumbuhan pangan fungsional di dalam kawasan TNLW (BTNLW 2010) berdasarkan literatur

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (TNLW) memiliki areal seluas Ha, dengan kondisi ekosistem yang beragam yaitu ekosistem hutan hujan, savanna dan ekosistem hutan musim, yang mewakili tipe-tipe ekosistem utama Pulau Sumba (BTNLW 2010). Keberadaan desa-desa didalam dan sekitar TNLW, menyebabkan interaksi antara manusia dan hutan merupakan keniscayaan, Terutama untuk pemenuhan berbagai macam kebutuhan hidup sehari-hari. Keberadaan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan memiliki pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan yang diwariskan secara turun temurun. Pemanfaatan tumbuhan yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari adalah pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat. Aspek pangan dan kesehatan memiliki peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari karena menyangkut keberlangsungan dan kemandirian hidup di suatu masyarakat. Kebutuhan pangan manusia hampir sepenuhnya bergantung pada tumbuhan, baik yang dapat dimakan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Moeljopawiro (1992), sejak zaman prasejarah orang telah melakukan seleksi tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman pangan. Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil tumbuhan di Mesopotamia 5 hingga 6 ribu tahun silam. Tumbuhan yang berkhasiat obat, lazimnya diolah menjadi obat tradisional. Obat tradisional berperan sejak dahulu berdasarkan pengalaman orang tua terdahulu. Terlebih lagi jika kondisinya mengalami kesulitan dalam menjangkau fasilitas kesehatan modern, terutama desa yang terpencil, atau masih banyaknya masyarakat yang mencari pertolongan pengobatan kepada tenaga-tenaga pengobat tradisional seperti tabib atau dukun, bahkan banyak pula anggota masyarakat yang mencari tumbuhan obat untuk menyembuhkan penyakit hanya berdasarkan informasi dari keluarga atau tetangga saja (Zein 2005). Masyarakat Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau Kabupaten Sumba Timur, merupakan salah satu desa enclave di kawasan Taman Nasional Laiwangi

17 2 Wanggameti (TNLW) yang terisolasi dan terdiri dari daerah yang berbukit-bukit, kondisi jalan yang beraspal hingga berbatu dan berlumpur serta terbatasnya kendaraan umum untuk mencapai lokasi pasar, dan pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau apotik. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terutama pangan dan obat masyarakat Desa Katikuwai banyak memanfaatkan spesies tumbuhan yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Potensi tumbuhan pangan dan obat lokal yang tersedia di Desa Katikuwai dapat dijadikan sebagai tolak ukur kemandirian masyarakat setempat dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan dan obat sehari-hari sehingga ketergantungan terhadap produk-produk pemenuhan kebutuhan pangan dan obat yang letaknya berada di luar wilayah desa dapat dikurangi. Ketersediaan data dan informasi tentang spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan dan obat oleh masyarakat belum terdokumentasikan dengan baik. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan penelitian untuk mengetahui spesies tumbuhan pangan dan obat yang berpotensi dan dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Katikuwai. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi potensi dan pemanfaatan keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan obat oleh masyarakat Desa Katikuwai 2. Mengidentifikasi kearifan lokal masyarakat yang berperan dalam upaya konservasi keanekaragaman tumbuhan 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa : 1. Informasi tentang data tumbuhan pangan dan tumbuhan obat lokal yang diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau, dalam mengetahui kemandirian masyarakat di dalam kawasan Taman Nasional Laiwangi Wanggameti 2. Memberikan masukan bagi pengelola untuk kegiatan pengelolaan di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti, khususnya dalam kegiatan pendampingan masyarakat Desa Katikuwai

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Tradisional Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasikan baik hasil pengamatan maupun pengalaman, sehingga bisa digunakan untuk meramalkan ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Kartikawati 2004). Tradisional memiliki makna yaitu sikap dan cara berpikir serta tindak yang selalu berpegang teguh pada nama dan adat kebiasaan yang ada secara turun (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut Soekarman & Riswan (1992) Pengetahuan tradisional adalah pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat lokal secara turun temurun. 2.2 Kearifan Tradisional Kearifan lokal/tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kearifan lokal/tradisional juga merupakan bagian dari etika dan moralitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus dilakukan, bagaimana harus bertindak khususnya di bidang pengelolaan dan sumberdaya alam (Keraf 2002). Nopandry (2007) mengemukakan bahwa secara tradisional, masyarakat memiliki kearifan lokal yang merupakan potensi dan kekuatan dalam pengelolaan suatu kawasan hutan. Keberadaan mereka yang diiringi dengan eksistensi hutan selama beratus-ratus tahun yang merupakan suatu bukti peradaban dan potensi pelestarian hutan. Sistem kearifan tradisional didasarkan atas beberapa karakter penggunaan sumberdaya yaitu: 1) sepenuhnya pedesaan; 2) sepenuhnya didasarkan atas produksi lingkungan fisik setempat; 3) Integrasi nilai ekonomi, sosial, budaya serta institusi dengan hubungan keluarga sebagai kunci sistem distribusi dan keluarga sebagai dasar pembagian kerja; 4) sistem distribusi yang mendorong adanya kerjasama; 5) sistem pemilikan sumberdaya yang beragam, tetapi selalu terdapat sistem pemilikan bersama; dan 6) sepenuhnya tergantung pada

19 4 pengetahuan dan pengalaman lokal (Matowanyika 1991 diacu dalam Biasane 2004). Pengetahuan dan kearifan tradisional ikut berperan dalam upaya konservasi tumbuhan dan satwa. Menurut Zuhud (2007), konservasi hutan yang dikenal hari ini sepatutnyalah tak lain dari estafet tradisional and local knowledge, yang merupakan proses evolusi tumbuhan dalam ekosistem atau habitat yang ditunjukkan oleh interaksi masyarakat dengan tumbuhan. Kearifan lokal dapat diartikan sebagai perilaku bijak yang selalu menggunakan akal budi, pengalaman, dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam suatu wilayah geografis tertentu. Dalam kearifan lokal ada karya atau tindakan manusia yang sifatnya menyejarah (menjadi sejarah) yang masih diwarisi masyarakat setempat. Perilaku bijak ini pada umumnya adalah tindakan, kebiasaan, atau tradisi, dan cara-cara masyarakat setempat yang menuntun untuk hidup tenteram, damai dan sejahtera (Ardhana 2005). Memahami kearifan lokal dapat dilakukan melalui pendekatan: struktural, kultural dan fungsional. Menurut Ardhana (2005), perspektif struktural, kearifan lokal dapat dipahami dari keunikan struktur sosial yang berkembang di lingkungan masyarakat, yang dapat menjelaskan tentang institusi atau organisasi sosial serta kelompok sosial yang ada. Menurut perspektif kultural, kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan, dan dipertahankan masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka termasuk berbagai mekanisme dan cara untuk bersikap, bertingkah laku, dan bertindak yang dituangkan dalam suatu tatanan sosial. Ada lima dimensi kultural tentang kearifan lokal yaitu: 1. Pengetahuan lokal, yaitu informasi dan data tentang karakter keunikan lokal serta pengetahuan dan pengalaman masyarakat untuk menghadapi masalah serta solusinya. Pengetahuan lokal penting untuk diketahui sebagai dimensi kearifan lokal sehingga diketahui derajat keunikan pengetahuan yang dikuasai oleh masyarakat untuk menghasilkan inisiasi lokal. 2. Budaya lokal, yaitu yang berkaitan dengan unsur-unsur kebudayaan yang telah terpola sebagai tradisi lokal, yang meliputi sistem nilai, bahasa, tradisi, teknologi. 3. Keterampilan lokal, yaitu keahlian dan kemampuan masyarakat setempat untuk menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki.

20 5 4. Sumber lokal, yaitu sumber yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan melaksanakan fungsi-fungsi utamanya. 5. Proses sosial lokal, berkaitan dengan bagaimana suatu masyarakat menjalankan fungsi-fungsinya, sistem tindakan sosial yang dilakukan, tata hubungan sosial serta kontrol sosial yang ada. Menurut perspektif fungsional, kearifan lokal dapat dipahami bagaimana masyarakat melaksanakan fungsi-fungsinya, yaitu fungsi adaptasi, integrasi, pencapaian tujuan dan pemeliharaan pola. Contoh dalam hal adaptasi menghadapai era globalisasi (televisi, akulturasi, dan lain-lain). 2.3 Tumbuhan Pangan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 Departemen Kesehatan, Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Menurut Sastapradja et al. (1977), menggolongkan tumbuhan pangan berdasarkan kandungannya, menjadi: 1) Tumbuhan yang mengandung karbohidrat; 2) Tumbuhan yang mengandung protein; 3) Tumbuhan yang mengandung vitamin dan 4) Tumbuhan yang mengandung lemak. Pengertian tanaman pangan menurut Depkes RI (1983) yaitu, kelompok tanaman yang biasa dikonsumsi sehari-hari oleh manusia, berupa sayuran dan buah-buahan memiliki kandungan nutrien, vitamin, dan mineral yang berguna bagi kesehatan manusia serta merupakan komponen penting untuk diet sehat. Tumbuhan pangan di Indonesia ada yang memiliki daerah penyebaran khusus hanya terdapat di daerah tertentu karena perbedaan iklim dan ada yang menyeluruh demikian pula dengan penggunaanya, selain memenuhi kebutuhan pangan dengan berbagai bentuk, digunakan pula untuk kepentingan lain (Moeljopawiro & Manwan 1992 ). Tumbuhan penghasil pangan dikelompokkan menjadi 3 yaitu: 1. Komoditas utama, seperti padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max), kacang tanah (Arachis hypogaea), jagung (Zea mays) dan sebagainya.

21 6 2. Komoditas potensial, seperti sorgum (Andropogon sorgum), sagu (Metroxylon sp.) dan sebagainya. 3. Komoditas introduksi, seperti ganyong (Canna edulis), jawawut (Panicum viridae), kara (Dolichos lablab) dan sebagainya. Pengaruh faktor sosial ekonomi cukup menonjol dalam peningkatan produksi tanaman pangan meliputi sumberdaya lahan, tenaga kerja dan modal. Pemilikan lahan di Indonesia umumnya sangat sempit, dan pada lahan yang tersedia ditanam berbagai jenis tanaman untuk memenuhi kebutuhan mereka (Moeljopawiro & Ibrahim 1992) Jenis pangan Jenis pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi, dan pendidikan (Riyadi 2001). Berikut ini beberapa jenis pangan yang disukai masyarakat diantaranya: a. Kacang-kacangan Kacang-kacangan merupakan biji-bijian yang dapat dimakan dari polongpolongan. Polong-polongan adalah anggota suku Leguminoceae yang memiliki polong/ legum. Kacang-kacangan utama yang dapat dimakan termasuk ke dalam anak suku papilionoidae (anak suku terbesar dari leguminosae) yang masih memiliki 450 marga dan jenis. Kacang-kacangan bermanfaat sebagai bahan pangan yang kaya protein (Maesen dan Somaatmadja 1993 diacu dalam Kartikawati 2004). b. Buah-buahan Buah-buahan merupakan komoditas yang besar dan beraneka ragam.buah dapat dimakan dalam keadaan segar, maupun yang telah dikeringkan atau yang telah diolah. Buah-buahan umumnya dikonsumsi dalam keadaan mentah (tidak dimasak, matang dari pohonnya). Buah-buahan mengandung vitamin dan mineral yang baik bagi tubuh, menyeimbangkan menu makanan, kaya protein, energi dan ada yang mengandung lemak (Kartikawati 2004).

22 7 c. Sayuran Sayuran merupakan komoditas tumbuhan yang mengandung air. Sayuran biasanya dikonsumsi sebagai bahan makanan yang mengandung zat tepung dan kadang-kadang digunakan sedikit pada makanan untuk menambah rasa juga kelezatan makanan (Siemonsma & Piluek 1994 diacu dalam Kartikawati 2004). Jenis-jenis sayuran diantaranya: selada (Lactuca sativa), katuk (Sauropus androgynus), berbagai jenis kobis, kol (Brassica oleraceae), kangkung (Ipomea aqutica), dan jenis lainnya. Adapun jenis sayuran yang digunakan sebagai bumbu, yaitu bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum), daun bawang (Allium ampeloprasum), seledri (Apium graveolens). Jenis tumbuhan yang fungsi sekundernya sebagai sayuran adalah daun pepaya (Carica papaya), daun ubi jalar (Ipomea batatas), jagung muda (Zea mays) dan daun singkong (Manihot utillisima). Jenis-jenis sayuran di atas merupakan jenis tumbuhan yang biasanya ditanam di kebun dan merupakan jenis tumbuhan hortikultura (Kartikawati 2004). d. Palem-paleman dan Umbi-umbian Jenis palem-paleman dan umbi-umbian biasanya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Flach dan Rumawas (1996) diacu dalam Kartikawati (2004) menyebutkan bahwa jenis tumbuhan pangan sebagai sumber karbohidrat merupakan jenis tumbuhan yang mengandung zat tepung atau zat gula yang digunakan sebagai cadangan makanan. Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam makanan untuk manusia. Beberapa jenis tumbuhan yang merupakan sumber karbohidrat diantaranya adalah sagu (metroxylon sp.), aren (Arenga pinnata) dan lain-lain yang merupakan jenis palem berkarbohidrat, kemudian ubi jalar (Ipomea batatas), singkong (Manihot utillisima) dan sebagainya yang merupakan umbi berkarbohidrat Kebiasaan konsumsi pangan Kebiasaan konsumsi pangan merupakan suatu pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh karena terjadi berulang-ulang. Menurut Almatsier (2004), kebiasaan makan suatu masyarakat salah satunya tergantung dari ketersediaan pangan di daerah tersebut yang pada umumnya berasal dari usaha tani. Selain

23 8 faktor ketersediaan pangan faktor sosial ekonomi dari masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kebiasaan makan mereka. Faktor sosial yang mempengaruhi antara lain: 1) keadaan penduduk suatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi jenis kelamin, dan geografis); 2) keadaan rumah tangga (besar rumah tangga, hubungan, jarak kelahiran); 3) pendidikan (tingkat pendidikan ibu/ayah). Faktor ekonomi yang mempengaruhi antara lain: 1) pekerjaan (pekerjaan utama, pekerjaan tambahan); 2) pendapatan rumah tangga; 3) pengeluaran; 4) harga pangan yang tergantung pada pasar dan variasi musim (Supriasa et al. 2002) Ketahanan pangan Ketahanan pangan dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensional, yaitu adanya hubungan keterkaitan antara mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi. Maxwell dan Frenkenberger (1992) diacu dalam Widiyanti (2007) menyatakan bahwa untuk mengukur ketahanan pangan dapat dilakukan dengan beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menjelaskan situasi pangan yang ditunjukkan dengan ketersediaan dan akses pangan, sedangkan indikator dampak meliputi indikator langsung (konsumsi dan frekuensi pangan) dan indikator tak langsung (penyimpangan pangan dan status gizi). Diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan (Ariani 2005). 2.4 Tumbuhan Obat Pemanfaatan tumbuhan hutan sebagai tumbuhan obat yang sebagian besar digunakan untuk obat tradisional saat ini sudah sedemikian banyaknya (lebih dari 1000 spesies yang dipakai, 74% diantaranya tumbuh liar di hutan (Zuhud dan Haryanto 1991). Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian tumbuhannya (akar, batang, daun, umbi, buah, biji dan getah) mempunyai khasiat sebagai obat

24 9 dan digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional (Suhirman 1990). Menurut Zuhud et al. (1994), tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok obat, yaitu: 1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai obat tradisional; 2. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat, dan penggunaanya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; dan 3. Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Peraturan Menkes RI 2010). Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat, saat ini dikenal dengan sebut Herbal Medicine atau Fitofarmaka yang perlu diteliti dan dikembangkan (Zein 2005). Menurut Keputusan Menkes RI No. 761 tahun Fitofarmaka adalah sediaan obat yang dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang memenuhi persyaratan yang berlaku. Pemilihan ini berdasarkan atas, bahan bakunya relatif mudah diperoleh, didasarkan pada pola penyakit di Indonesia, perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar, memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita, dan satu-satunya alternatif pengobatan. Keuntungan obat tradisional yang dirasakan langsung oleh masyarakat adalah kemudahan untuk memperolehnya dan bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri, murah dan dapat diramu sendiri dirumah. 2.5 Tri-Stimulus Amar Pro-Konservasi

25 10 Stimulus menurut Zuhud (2007), dapat diartikan sebagai fenomena, sinyal dan informasi yang didapatkan dari suatu benda, orang, tumbuhan, kebesaran Tuhan dan lain-lain, yang dapat menjadi pendorong atau rangsangan masyarakat agar berperilaku konservasi. Konsep Tri-stimulus amar pro-konservasi dapat digunakan sebagai alternatif pengelolaan lingkungan hidup yang efektif demi terwujudnya keberlanjutan sumberdaya alam hayati dan kesejahteraan masyarakat (Zuhud 2007). Tiga komponen stimulus yang mendorong wujud nyata konservasi yaitu stimulus alamiah, manfaat, dan religius yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai: kebenaran, kepentingan, dan kebaikan. Stimulus alamiah dapat diartikan sebagai nilai-nilai kebenaran dari alam, kebutuhan keberlanjutan sumberdaya alam hayati sesuai dengan karakter bioekologinya. Stimulus manfaat mengandung nilai-nilai kepentingan untuk manusia didalamnya, seperti memperoleh manfaat ekonomi, manfaat obat, manfaat biologis atau ekologis dan manfaat lainnya. Stimulus religius mengandung nilai-nilai kebaikan, yang mengharap ganjaran dari Sang Pencipta Alam, nilai spiritual, nilai agama yang universal, pahala, kebahagiaan, kearifan budaya/tradisional, kepuasan batin dan lainnya. Tri-Stimulus Amar Konservasi pada awalnya diharapkan menimbulkan 3 sikap konservasi yakni: 1. Cognitive (persepsi, pengetahuan, pengalaman, pandangan, dan keyakinan), 2. Affective (emosi, senang, benci, dendam, sayang, cinta, dll.), 3. Overt actions (Kecenderungan bertindak). Ketiga sikap konservasi yang ada, masing-masing diharapkan mengarah pada sikap yang positif dan akhirnya menuju perilaku pro konservasi, hingga pada akhirnya konservasi dapat terwujud di dunia nyata karena banyaknya partisipasi dan sikap pro konservasi dari masyarakat ataupun instansi yang terkait dengan pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam hayati.

26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa enclave Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (TNLW), yaitu di Pulau Sumba, Barat Daya Nusa Tenggara Timur, Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur pada bulan Maret April Gambar 1 Letak Desa Katikuwai, Kecamatan Matawai Lapau. 3.2 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengambilan data: kamera, alat tulis, kuisioner, tally sheet

27 12 2. Pembuatan herbarium: alkohol 70 %, label nama, benang, pisau, sampel herbarium dan kertas koran. 3. Identifikasi tumbuhan: buku identifikasi tumbuhan Objek dan subyek penelitian Objek penelitian adalah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan pangan dan obat. Subyek penelitian adalah masyarakat Desa Katikuwai. 3.3 Tahapan Penelitian dan Jenis Data Tahapan kegiatan penelitian yang meliputi jenis data dan informasi yang dikumpulkan pada penelitian ini, tersaji pada Tabel 1 berikut ini: Tabel 1 Tahapan kegiatan dan jenis data yang dikumpulkan No. Tahapan Kegiatan Jenis Data Sumber Data Metode I. Pengumpulan data beserta informasi penunjang II. III. Kajian potensi tumbuhan pangan dan tumbuhan obat di desa Katikuwai Kajian Karakteristik Masyarakat IV. Kajian kearifan tradisional masyarakat dalam pemanfaatan tumbuhan Pangan dan tumbuhan Obat lokal V. Pengolahan dan analisis data 1. Kondisi umum TNLW dan Desa Katikuwai berupa letak, luas dan status kawasan 2. Topografi dan Geologi 3. Iklim dan hidrologi 4. Kondisi umum Flora dan fauna 5. Kondisi sosial-budaya masyarakat, dll. Jenis tumbuhan pangan dan obat yang tumbuh di sekitar desa: jenis spesies, nama ilmiah, famili, habitus,tipe habitat, status budidaya/liar 1. Karakteristik umur (anak, remaja, dewasa, tua) 2. Karakteristik jenis kelamin 3. Karakteristik mata pencaharian 4. Luas kepemilikan lahan 5. Karakteristik pendidikan 6. Kondisi Kesehatan 7. Kepercayaan jenis spesies, bagian tumbuhan yang digunakan, takaran dan formula pemakaian, tata cara penggunaan, macam pemanfaatan, cara pengolahan 1. Pengolahan data 2. Analisis data Balai TNLW, masyarakat desa, dokumen terkait yang mendukung pengumpulan data Desa Katikuwai Masyarakat Desa Katikuwai Masyarakat Desa Katikuwai Data hasil survei lapangan, studi pustaka beserta sejumlah dokumen penting lainnya Studi Pustaka, Survei/obser vasi lapang Survei/ observasi lapang, pengambilan sampel dan Studi Pustaka Wawancara Wawancara, dokumentasi, pengambila n sampel. 1. Pengolahan data secara manual dan komputer 2. Pengolahan secara kuantitatif dan analisis kualitatif

28 Metode Pengambilan Data Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan sebelum pergi ke lokasi penelitian, dan sesudah dilakukan penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dasar mengenai kondisi umum lokasi penelitian berupa letak, luas dan status kawasan, kondisi Topografi dan Geologi, kondisi Iklim dan hidrologi, potensi flora dan fauna, serta kondisi sosial-budaya masyarakat Wawancara Wawancara merupakan suatu hal yang lazim dilakukan sebelum melakukan survey lapang, dan fungsinya sebagai bahan cross check keberadaan tumbuhan yang ada di lapang (Togola et al. 2005). Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan cara mengombinasikan metode purposive sampling dengan snow ball. Wawancara pertama kali dilakukan dengan cara menentukan responden kunci (key person) dengan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian atau yang disebut dengan metode purposive sampling. Kriteria-kriteria penentuan responden pada penelitian ini adalah: 1. Masyarakat yang memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan pangan dan obat serta mengetahui cara pemanfaatannya 2. Masyarakat yang mengoleksi dan menjual berbagai jenis tumbuhan pangan dan obat, beserta produk-produknya 3. Masyarakat yang memahami dan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan berbagai spesies tumbuhan untuk pangan dan obat termasuk didalamnya tabib atau pengobat tradisional. Menurut Togola et al. (2005), orang-orang yang memanfaatkan tumbuhan terutama penyembuh atau dukun, harus digali informasinya mengenai penggunaan tumbuhan obat sebagai obat tradisional yang telah terbukti manfaatnya pada masyarakat, sehingga dapat membatasi penggunaan obat medis. Sesuai kriteria responden yang dibutuhkan, selanjutnya didapatkan responden kunci (key person) berdasarkan hasil rekomendasi pihak Taman Nasional Laiwangi Wanggameti. Penentuan responden selanjutnya, dilakukan dengan metode snow ball yaitu responden kunci (key person) merekomendasikan responden selanjutnya dan responden yang telah diwawancarai

29 14 merekomendasikan responden selanjutnya sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Wawancara dihentikan apabila data dan informasi yang didapatkan sudah jenuh atau tidak mengalami penambahan informasi. Jumlah responden yang telah diwawancarai pada penelitian ini sebanyak 30 orang. Gambar 2 Wawancara responden Observasi lapang Observasi dilakukan untuk memperoleh sumber data dan informasi faktual melalui pengamatan di lokasi penelitian. Menurut Kala (2005), observasi lapang perlu dilakukan untuk memahami cara dan ilmu pengetahuan yang diadopsi masyarakat dalam potensi dan pemanfaatanya. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui potensi tumbuhan pangan dan obat di lingkungan sekitar seperti di pekarangan, sawah, kebun, dan sekitar jalan sehingga diketahui asal tempat tumbuhan yang dimanfaatkan Pembuatan dan identifikasi sampel herbarium Pembuatan herbarium dilakukan untuk mempermudah proses identifikasi spesies tumbuhan yang belum diketahui jenisnya. Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun dan kuncup yang utuh, serta lebih baik jika ada bunga dan buahnya). Tahapan dalam pembuatan herbarium antara lain : 1. Pengambilan sampel herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, serta bunga dan buahnya jika ada. 2. Sampel herbarium dipotong dengan panjang sekitar 40 cm.

30 15 3. Sampel herbarium diberi label gantung berukuran 3x5 cm. label gantung berisi keterangan nomor koleksi, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal dan lokasi spesimen, serta nama pengumpul/kolektor. 4. Sampel herbarium yang telah diberi label gantung kemudian dirapikan dan dimasukkan kedalam lipatan kertas koran yang dilipat dua. satu lipatan kertas koran, untuk satu spesimen. 5. Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dalam kantong plastik bening berukuran 40x60 cm. 6. Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian tumpukan tersiram rata, selanjutnya kantong plastik ditutup rata agar cairan alkohol tidak menguap. 7. Tumpukan contoh herbarium dipress dalam sasak, kemudian dikeringkan dalam oven. 8. Setelah kering, sampel herbarium diidentifikasi nama ilmiahnya Identifikasi spesies tumbuhan obat dan tumbuhan pangan Identifikasi data dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah jenis tumbuhan hasil pengamatan lapang.identifikasi dilakukan dengan Fieldguide tumbuhan dan dilakukan di Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 3.5 Analisis Data Analisis data tumbuhan pangan dan obat Data potensi tumbuhan pangan dan obat keluarga disusun dan dikelompokkan berdasarkan : (1) kegunaan, (2) jumlah spesies masing-masing per kegunaan, (3) famili, (4) klasifikasi berdasarkan khasiat tumbuhan obat, (5) klasifikasi berdasarkan bagian yang digunakan, (6) klasifikasi berdasarkan habitus.

31 Persentase famili Tumbuhan pangan dan obat dikelompokkan berdasarkan famili, kemudian dihitung presentasinya menggunakan rumus : Persentase famili tertentu spesies dari famili tumbuhan tertentu yang dimanfaatkan = total spesies seluruh famili yang dimanfaatkan 100% Persentase habitus Persentase habitus merupakan besarnya suatu jenis habitus tumbuhan pangan dan obat yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada.habitus tersebut meliputi pohon, semak, perdu liana, rumpun, terna, palem dan herba. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase habitus, yaitu sebagai berikut : Persentase habitus tertentu spesies habitus tertentu yang dimanfaatkan = 100% total spesies yang dimanfaatkan Persentase bagian yang dimanfaatkan Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling atas/ daun sampai ke bagian bawah/ akar. Untuk menghitung persentase bagian yang digunakan, digunakan rumus: Persentase bagian yang dimanfaatkan bagian tertentu yang dimanfaatkan = total bagian yang dimanfaatkan 100%

32 Persentase tumbuhan budidaya/ liar Tumbuhan pangan dan obat hasil wawancara dan observasi lapang dikelompokkan berdasarkan status keberadaannya yang tergolong dalam tumbuhan yang sudah dibudidaya atau masih tumbuh liar, kemudian dihitung persentasenya menggunakan rumus : Persentase tumbuhan yang dibudidaya/liar spesies tumbuhan yang dibudidaya/liar = 100% total spesies yang ditemukan Analisis data masyarakat Data hasil wawancara dengan masyarakat diolah dan dikelompokkan : (1) karakteristik masyarakat, (2) jenis penyakit yang pernah diderita oleh masyarakat, (3) spesies tumbuhan obat yang diketahui dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit, (4) bagian tumbuhan yang digunakan untuk mengobati penyakit, (5) cara penggunaan tumbuhan obat, (6) spesies tumbuhan pangan yang diketahui dan pernah digunakan oleh masyarakat, (7) hubungan masyarakat dengan taman nasional, (8) bentuk-bentuk kearifan tradisional masyarakat. Data tersebut kemudian dianalisis secara tabulatif dan deskriptif kualitatif Klasifikasi khasiat tumbuhan obat Khusus untuk tumbuhan obat, dilakukan pengklasifikasian lebih lanjut berdasarkan kelompok penyakit/kegunaannya, seperti tersaji pada Tabel 2. Tabel.2 Klasifikasi.kelompok dan macam penyakit/penggunaan No. Kelompok Penyakit/ Penggunaan Macam Penyakit/ Penggunaan 1 Gangguan Peredaran Darah Darah kotor, kanker darah, kurang darah, pembersih darah, penasak, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan darah. 2 Keluarga Berencana (KB) Keluarga berencana (KB), membatasi kelahiran, menjarangi kehamilan, pencegah kehamilan, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan KB. 3 Penawar Racun Digigit lipan, digigit serangga, keracunan jengkol, keracunan makanan, penawar racun, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan keracunan. 4 Pengobatan Luka Luka, luka bakar, luka baru, luka memar, luka bernanah, infeksi luka, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan luka. 5 Penyakit Diabetes Kencing manis (diabetes), menurunkan kadar gula darah, sakit gula, dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit diabetes.

33 18 Tabel.2 Klasifikasi.kelompok dan macam penyakit/penggunaan (lanjutan) No. Kelompok Penyakit/ Penggunaan Macam Penyakit/ Penggunaan 6 Penyakit Gangguan urat syaraf Lemah urat syaraf, susah tidur (insomnia), dan penggunaan lainnya yang berhubungan. 7 Penyakit Gigi Gigi rusak, penguat gigi, sakit gigi, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan gigi. 8 Penyakit Ginjal Ginjal, sakit ginjal, gagal ginjal, batu ginjal, kencing batu, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan ginjal. 9 Penyakit Jantung Sakit jantung, stroke, jantung berdebar-debar, tekanan darah tinggi (hipertensi), tekanan darah tinggi, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan jantung. 10 Penyakit kanker/tumor Kanker rahim, kanker payudara, tumor rahim, tumor payudara, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan tumor dan kanker. 11 Penyakit Kelamin Beser mani (spermatorea), gatal di sekitar alat kelamin, impoten, infeksi kelamin, kencing nanah, lemah syahwat (psikoneurosis), rajasinga/sifilis, sakit kelamin, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan kelamin 12 Penyakit Khusus Wanita Keputihan, terlambat haid, haid terlalu banyak, tidak datang haid, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit khusus wanita. 13 Penyakit Kulit Koreng, bisul, panu, kadas, kurap, eksim, cacar, campak, borok, gatal, bengkak, luka bernanah, kudis, kutu air, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan kulit. 14 Penyakit Kuning Liver, sakit kuning,, hati, hati bengkak, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit kuning. 15 Penyakit Malaria Malaria, demam malaria, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit malaria. 16 Penyakit Mata Radang mata, sakit mata, trakoma, rabun senja, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit mata. 17 Penyakit Mulut Gusi bengkak, gusi berdarah, mulut bau dan mengelupas, sariawan, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit mulut 18 Penyakit Otot dan Persendian Asam urat, bengkak kelenjar, kejang perut, kejangkejang, keseleo, nyeri otot, rematik dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan otot dan persendian. 19 Penyakit telinga Congek, radang anak telinga, radang telinga, radang telinga, sakit telinga, telinga berair dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan telinga. 20 Penyakit Tulang Patah tulang, sakit tulang, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan tulang. 21 Penyakit Saluran Pembuangan Ambeien, gangguan prostat, kencing darah, keringat malam, peluruh kencing, peluruh keringat, sakit saluran kemih, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit pada saluran pembuangan. 22 Penyakit Saluran Pencernaan Maag, kembung, masuk angin, sakit perut dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit saluran pencernaan. 23 Penyakit Saluran Pernafasan/THT Asma, batuk, flu, pilek, sesak nafas, Sakit tenggorokan, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan penyakit saluran pernafasan.

34 19 Tabel.2 Klasifikasi.kelompok dan macam penyakit/penggunaan (lanjutan) No. Kelompok Penyakit/ Penggunaan 24 Perawatan Kehamilan dan Persalinan 25 Perawatan Organ Tubuh Wanita 26 Perawatan Rambut, Muka, Kulit Sumber: Zuhud (2009) Macam Penyakit/ Penggunaan Keguguran, perawatan sebelum/sesudah melahirkan/penyubur kandungan dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan perawatan kehamilan dan persalinan. Kegemukan, memperbesar payudara, mengencangkan vagina, pelangsing, peluruh lemak, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan perawatan organ tubuh wanita. Penyubur rambut, penghalus kulit, menghilangkan ketombe, perawatan muka, dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan rambut, muka dan kulit. 27 Sakit Kepala dan Demam Sakit kepala, pusing, pening, demam, demam pada anak-anak, demam pada orang dewasa dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan sakit kepala dan demam. 28 Tonikum Obat kuat, tonik, tonikum, penambah nafsu makan, kurang nafsu makan, meningkatkan enzim pencernaan dan penggunaan lainnya yang berhubungan dengan tonikum. 29 Lain-lain Limpa bengkak, beri-beri, sakit kuku, sakit sabun, obat tidur, obat gosok, penenang, dan penggunaan lainnya yang tidak tercantum di atas.

35 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Desa Katikuwai Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau Kabupaten Sumba Timur, merupakan salah satu desa yang ada di dalam kawasan TNLW, dengan ketinggian meter diatas permukaan laut. Luas wilayah desa Katikuwai sebesar Ha. Desa Katikuwai berbatasan dengan Resort Katikutana. Desa Katikuwai terdiri dari 4 dusun, yaitu dusun Matawai Watu, Pingi Ai Luri, Matawai Pataku, dan Laimbonah. Keadaan topografi Desa Katikuwai terdiri dari daerah pegunungan dan berbukit-bukit. Orbitasi jarak dari ibukota kabupaten, sejauh 96,5 km dan jarak dari ibu kota kecamatan sejauh 35 km. Kondisi sarana perhubungan masih sulit, dengan kondisi transportasi angkutan pedesaan yang berupa truk atau yang sering disebut bis kayu, yang didalamnya dicampur antara manusia dan hewan yang hendak diangkut (Gambar 3 ). Bis kayu yang ada hanya 2x seminggu datang ke Desa Katikuwai. Gambar 3 Transportasi bis kayu (truk) Karakteristik masyarakat Berdasarkan hasil data kependudukan di Desa Katikuwai pada tahun 2010, diketahui bahwa penduduknya berjumlah 1342 orang yang terdiri dari 269 kepala keluarga, dengan rincian: a. Laki-laki : 665 orang b. Perempuan : 677 orang

36 21 Berdasarkan klasifikasi umurnya terbagi dalam 4 klasifikasi umur, yaitu: a. 0 5 tahun : 262 orang b tahun : 331orang c tahun : 637 orang d. > 60 tahun : 112 orang Data penduduk menurut mata pencahariannya terdiri dari: a. Petani pemilik tanah : 344 orang b. Petani penggarap tanah : 344 orang c. Pengusaha : 10 orang d. Buruh bangunan : 25 orang e. Pegawai Negeri Sipil : 9 orang Menurut data terbaru yang terdapat pada laporan tahunan Desa Katikuwai pada tahun 2011, diketahui bahwa terdapat peningkatan jumlah penduduk Desa Katikuwai menjadi jiwa, yang terdiri dari 291 kepala keluarga, dengan pembagian jenis kelamin yaitu sebanyak 747 laki-laki dan 785 perempuan yang tersebar dalam 4 dusun, 8 RW, dan 16 RT. Masyarakat Desa Katikuwai termasuk dalam etnis Sumba, yang terletak Di Sumba Timur. Desa Katikuwai yang terdiri dari 4 dusun (Matawai Watu, Pingi Ai Luri, Matawai Pataku, Laimbonah), 16 RT, dan 18 RW, berbaur menjadi satu meskipun mereka memiliki nama keluarga atau yang biasa disebut marga yang berbeda-beda. Nama keluarga yang ada yaitu: Tawiri, Anakariung, Anawaru, Lenggit, Nipa, Watu, Ngguada, Ana Ma Eri, Ana Mburung, dan Ana Purak. Kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Katikuwai berjalan tentram, damai, dan tanpa membeda-bedakan antara marga yang satu dan lainnya. Pola kehidupan gotong-royong telah mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya adalah kebiasaan ketika akan memulai menggarap sawah, kebun ataupun ladang. Orang terdekat seperti saudara atau tetangga akan datang untuk sekedar membantu membersihkan lahan yang akan digarap sebelum ditanami, dan yang memiliki lahan biasanya menyediakan suguhan berupa makanan dan minuman yang tersedia seperti jenis umbi-umbian dan minuman berupa kopi hitam, bahkan tidak jarang pemilik lahan juga menyediakan makan siang untuk orang-orang yang telah membantunya. Pada saat panen, biasanya sang pemilik lahan akan

37 22 membagi sedikit hasil panennya untuk keluarga dekat ataupun tetangga jika hasil panen berlebih. Jarak antara rumah masyarakat relatif jarang. Biasanya jarak rumah berjarak kurang lebih 10 m antara penduduk yang satu dengan yang lainnya. Namun tidak jarang ada rumah penduduk yang jaraknya hingga ratusan meter. Hal ini tergantung dari seberapa luas pekarangan, ladang, sawah, dan kebun yang dimiliki masyarakat yang letaknya berdekatan dengan rumah. Semakin luas lahan yang dimiliki masyarakat, semakin jauh pula jarak antar rumah. Sumba Timur termasuk Desa Katikuwai masih menganut sistem kerajaan. Masih banyak bangsawan berdarah biru yang juga keturunan raja. Namun, sistem kerajaannya tidak mempengaruhi terhadap kebijakan di suatu wilayah ataupun pada semua golongan masyarakat, tetapi mereka sangat dihargai karena keturunan darah biru. Sesuai perkembangan zaman, setiap keturunan raja yang memiliki panggilan nama Rambu yang ada pada nama depan. Setiap keturunan raja juga menjalani kehidupan masyarakat pada umumnya seperti sekolah dan bekerja di tempat yang mereka inginkan. Perbedaannya, mereka memiliki pesuruh yang disebut hamba. Hamba juga dipilih berdasarkan keturunan terdahulu yang juga merupakan seorang hamba. Pada kehidupan sehari-hari hamba memiliki tugas untuk melayani keturunan raja dalam kehidupannya, akan tetapi hamba tetap disekolahkan oleh keturunan raja dan dibebaskan untuk bekerja sesuai bidang yang diminati. Kedudukan seorang hamba seumur hidup dan berlaku kepada keturunan-keturunan selanjutnya. Contohnya, meskipun dalam kehidupan sehari-hari seorang hamba memiliki jabatan seorang dokter, tetapi dalam silsilah keluarganya, hamba tetap harus siap melayani seorang keturunan raja apabila sedang dibutuhkan. Pola hidup keseharian masyarakat Desa Katikuwai diawali dengan meminum kopi hitam dan mengonsumsi jagung atau umbi-umbian seperti singkong, ubi jalar, dan keladi untuk sarapan sebelum mereka pergi ke kebun, sawah, atau ladang bagi para petani. Pukul pagi para petani biasanya baru pergi menggarap lahan mereka dan istirahat makan siang di sawah, kebun, atau ladang mereka. pada saat makan siang, para petani membawa bekal lauk-pauk dari rumah. Para petani yang kebanyakan laki-laki, biasanya pulang dari sawah, kebun,

38 23 dan ladang hingga paling lama pukul sore hari. Setelah itu, para petani biasanya beristirahat sejenak dan pergi berkumpul ke rumah tetangga, saudara ataupun rumah yang sedang dikunjungi tamu dari luar, untuk sekedar berbincangbincang mulai pukul malam hari hingga tengah malam, lalu mereka pulang ke rumah masing-masing untuk istirahat, namun banyak juga yang menginap di rumah yang mereka kunjungi, kemudian esok harinya melanjutkan pekerjaannya masing-masing seperti bertani ataupun beternak. Para ibu rumah tangga, dimulai pukul dini hari, mereka telah memulai aktivitas menyiapkan kayu bakar untuk memasak air panas, menyiapkan sarapan, dan memasak makanan untuk makan siang yang bahan-bahannya diambil dari sekitar pekarangan atau kebun yang tersedia bahan pangan seperti bunga pepaya, daun singkong dan jenis tumbuhan lainnya yang dapat dimakan. Aktivitas selanjutnya, para ibu rumah tangga akan mengasuh anaknya di rumah jika memiliki anak yang masih kecil, akan tetapi jika memungkinkan, mereka akan membantu suaminya menggarap lahan di sawah, kebun, dan ladang. Makanan yang diberikan kepada anak balita berupa makanan yang juga biasa dikonsumsi oleh orang dewasa seperti nasi dan sayuran. Kebiasaan mengonsumsi buah-buahan pada pagi hari, ataupun buah dijadikan sebagai sarapan telah terbiasa sejak dini. Kebiasaan ini dikarenakan kondisi persediaan makanan yang banyak tersedia berupa buah-buahan, baik yang sudah dipetik maupun mengambil langsung dari pohon yang ada di sekitar lingkungan rumah, contohnya adalah buah jeruk besar (Citrus maxima), mangga (Mangifera indica), pisang (Musa paradisiaca) dan kedondong (Spondias dulcis). Kebiasaan sarapan berupa buah-buahan telah menjadikan kondisi mereka tahan terhadap sakit perut Kepercayaan Masyarakat sekitar kawasan TNLW merupakan masyarakat etnis Sumba yang dahulu menganut kepercayaan Marapu. Sekarang, kepercayaan Marapu tidak lagi dijalankan sebagai kepercayaan melainkan hanya sebagai adat istiadat. Kampung Lama dipercaya sebagai kampung nenek moyang mereka. Tradisi dan adat istiadat yang masih kuat dengan upacara adat seperti Belis untuk perkawinan, upacara penyembelihan untuk kematian, dan upacara adat lainnya. Belis merupakan unsur perkawinan berupa mas kawin.

39 24 Belis dianggap sebagai na buah ma an mone, simbol yang menyatukan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan mereka sebagai suami istri. Apabila seorang laki-laki telah menyerahkan sejumlah belis yang telah ditentukan dan disepakati bersama kepada pihak keluarga gadis, berarti keanggotaan perempuan itu telah berpindah dari kelompok kekerabatan orang tuanya ke kelompok kekerabatan suaminya. Wujud atau jenis belis yang harus diserahkan berupa emas, perak, uang, binatang ternak (kerbau, kuda, babi), serta benda lain berupa bahan makanan (beras atau jagung). Besar kecilnya belis yang diserahkan dipengaruhi oleh status sosial keluarga pihak perempuan. Siapa yang akan menerima bagian belis pun ditentukan dalam musyawarah keluarga, biasanya orang tua si gadis, paman, saudara tua, dan ketua adat. Menurut Tunggul (2005), kepercayaan Marapu atau roh leluhur adalah wujud kepercayaan etnik/suku Sumba, di daratan Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur. Budaya dan religi sulit untuk dipisahkan dalam budaya Marapu. Dalam budaya spiritual marapu, terdapat nilai norma atau kaidah kemasyarakatan yang disebut: Lii Ndai, atau institusi sosial dalam keesaan Marapu di Sumba, yakni seperangkat norma atau aturan-aturan resmi dalam kepercayaan marapu yang mengatur tentang tata krama, adat, sopan santun, tata susila aturan-aturan yang dikeluarkan para pimpinan, penguasa, pemerintah tradisional yang sedang berkuasa pada suatu tata ruang tertentu yang disebut nuku hara (hukuman aturan/ peraturan). Jika ditaati dikatakan baik, terpuji, membanggakan dan merasa puas. Sebaliknya, jika dilanggar mendapat sanksi sosial, dikatakan buruk, dicela, dicemooh dan menimbulkan konflik serta benturan sosial (Tunggul 2005) Kondisi budaya Menurut Gennep (1965) diacu dalam Kartiwa (1992) upacara-upacara adat yang dilaksanakan oleh masyarakat dibedakan atas tiga tujuan pokok: 1. Memisahkan (separation), misalnya dalam upacara kematian. Dalam upacara tersebut untuk memisahkan orang yang sudah meninggal dari orang-orang yang masih hidup. 2. Menyatukan (incorporated), misalnya dalam upacara perkawinan. Menyatukan antara pasangan pengantin laki-laki dengan pengantin

40 25 perempuan, maupun menyatukan keluarga pihak laki-laki dengan pihak perempuan. 3. Tradisi atau peralihan (transition). Misalnya dalam upacara asah gigi, khitanan yaitu upacara peralihan dari masa sebelum mempunyai anak, mengandung hingga kelahiran bayi. Menurut Tunggul (2005), terdapat beberapa upacara adat yang masih dijalankan oleh masyarakat di Sumba Timur, antara lain : 1. Upacara 4 Bulan Kehamilan Dilaksanakan Hamayang (sembahyang) di pohon kesambi di depan rumah Umbu, seseorang yang dipandang atau dipercaya dalam pelaksanaan kegiatan adat seperti upacara adat. Upacara ini dilakukan untuk mendoakan janin yang ada di rahim agar diberi kekuatan. 2. Upacara Pemberian Nama Dilaksanakan pada hari ke-4, 8, 16 sejak kelahiran bayi. Upacara ini dilakukan dengan membersihkan bale-bale dan memberikan nama kepada bayi yang baru lahir. Selain itu, dilakukan juga pemotongan seekor babi dan 20 ekor ayam. 3. Upacara Perkawinan Upacara perkawinan merupakan suatu rangkaian tahapan menuju perkawinan. Tahapan tersebut antara lain: a. Lihat Padang Tahapan ini disebut juga tahap perkenalan. Tahapan ini dilakukan calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita untuk meminta izin kepada keluarga pihak wanita untuk melakukan pendekatan kepada calon mempelai wanita. Pada tahapan ini calon mempelai pria membawa 2 ekor kuda (jantan dan betina). b. Mei Pakarai (lamaran) Tahapan ini merupakan tahapan calon mempelai pria sudah meminta izin untuk menikahi calon mempelai wanita. Pada tahapan ini, calon mempelai pria membawakan sejumlah 5 ekor kuda dan ekor babi.

41 26 c. Upacara Perkawinan Pada upacara adat perkawinan, calon mempelai pria memberikan sejumlah hewan ternak kepada calon mempelai wanita sebagai mas kawin. Jumlah hewan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan/ musyawarah keluarga. 2. Upacara Kematian Upacara ini dilakukan sejak seseorang tersebut meninggal sampai waktu menguburkan tiba. Sejak hari kematian hingga upacara kematiannya (setahun setelah kematian), setiap harinya dilakukan upacara pukul gong. Ritual tersebut dilakukan setiap hari untuk memberitahukan bahwa ada kematian di keluarga yang melakukan ritual pukul gong.ritual pukul gong dilakukan selama 3-6 bulan. Upacara tarik batu dilakukan sebagai upacara penguburan kalangan raja Sumba. Persiapan yang dilakukan antara lain pemilihan batu untuk kubur batu, persiapan hewan ternak untuk diberikan kepada sanak saudara, serta persiapan lainnya. Hewan ternak yang diberikan antara lain kuda, kerbau, dan babi. Hewan ternak tersebut diberikan kepada keluarga perempuan dari pihak raja maupun Mama. Penguburan raja dilakukan di halaman depan rumah. Terdapat beberapa simbol di atas makam raja, diantaranya buaya, penyu, ayam dan bebek merupakan simbol raja.simbol lainnya disesuaikan dengan karakter raja yang dimakamkan (Gambar 4). Gambar 4 Makam raja. Selain upacara-upacara adat tersebut adapula upacara adat lain yang ada di masyarakat Sumba Timur khususnya Desa Wahang, yaitu karaki. Karaki merupakan suatu rangkaian upacara adat sebagai ucapan rasa syukur kepada pencipta atas hasil panen yang didapat pada musim sebelumnya. Disamping

42 27 upacara-upacara adat yang menjadi budaya khas Sumba, bangunan seperti rumah adat dan kubur batu merupakan daya tarik tersendiri yang dimiliki masyarakat Sumba. Selain itu, hasil kerajinan seperi kain tenun serta beragam aksesoris juga menjadi daya tarik tambahan bagi kebudayaan Sumba khususnya Sumba Timur. Hasil kerajinan masyarakat juga dapat menjadi salah satu upaya pemberdayaan masyarakat dan akan menghasilkan penghasilan tambahan bagi masyarakat Aksesibilitas Desa Katikuwai yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Laiwangi- Wanggameti dapat ditempuh melalui 3 jalur yaitu: 1. Jalur Udara Pesawat Merpati F- 100 atau Pesawat Trigana setiap hari dengan jarak tempuh selama 1 1,5 jam, dapat melalui Kupang maupun Denpasar. 2. Jalur Laut a. KM Fery ASDP : Kupang- Ende- Waingapu dengan waktu tempuh selama ± 36 jam Kupang- Aimere- Waingapu dengan waktu tempuh selama ± 32 jam b. K AWU PT.PELNI: Kupang - Ende - Waingapu dengan waktu tempuh selama ±22 jam Benoa - Waingapu dengan waktu tempuh selama ±36 jam 3. Jalur Darat Waingapu Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti dapat di tempuh dengan kendaraan dengan waktu tempuh ±1-1,5 jam Kantor Balai Taman Nasional Laiwangi Wanggameti terletak di Waingapu, untuk mencapai Desa Katikuwai diperlukan waktu 4-5 jam dari Waingapu dengan menggunakan kendaraan roda empat dan kondisi jalan yang berliku dan berlumpur apabila musim hujan.

43 Taman Nasional Laiwangi Wanggameti Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (TNLW) terletak di Pulau Sumba yaitu di barat daya Propinsi NTT, tepatnya sekitar 96 km di sebelah selatan P. Flores, 295 km di sebelah barat daya P. Timor dan km di sebelah barat laut Darwin Australia; dan secara geografis terletak diantara BT dan LS (BTNLW 2010). Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.576/Kpts- II/1998 tanggal 3 Agustus 1998, luas kawasan TNLW adalah ,00 ha. Secara administratif kawasan ini terletak di 4 (empat) wilayah kecamatan, yakni: Kecamatan Tabundung, Pinu Pahar, Karera, dan Matawai Lapau. Kawasan TNLW berbatasan langsung dengan wilayah pemukiman dan budidaya dari 16 (enam belas) desa pada empat wilayah kecamatan tersebut. Berdasarkan 16 desa yang berada di sekitar kawasan TNLW, di dalamnya termasuk dua desa di dalam kawasan, yakni adalah Desa Ramuk, Kecamatan Pinu Pahar dan Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau. Kedua wilayah desa tersebut berstatus enclave pada kawasan TNLW (BTNLW 2010) Topografi Pada umumnya keadaan topografi di TNLW berbukit, sampai dengan keadaan bergunung dengan memiliki lereng-lereng agak curam sampai sangat curam. Topografi yang agak datar sampai bergelombang terdapat di bagian tenggara dan selatan dari TNLW, sedangkan yang lainnya memiliki topografi berbukit sampai bergunung dengan memiliki lereng-lereng agak curam sampai dengan lereng yang curam. Sedangkan untuk kelompok hutan, TNLW termasuk dalam kelas lereng 3 yaitu agak curam (15%-25%), kelas lereng 4 yaitu curam (25%-45%) dan kelas lereng 5 yaitu sangat curam ( 45%) (BTNLW 2010) Geologi dan Tanah Sumba adalah pulau karang terangkat yang datarannya rendah seluas km 2. Bagian utaranya berupa dataran tinggi yang relatif rata, diselingi oleh jurang sempit yang curam. Dataran pesisir dipenuhi oleh cekungan-cekungan dangkal berupa rawa-rawa yang hanya berair sementara. Profil pulau Sumba yang merupakan pulau karang ini mengakibatkan wilayah ini relatif kurang subur

44 29 dibandingkan pulau-pulau lain seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulaupulau lainnya. Hal ini dikarenakan proses pelapukan bebatuan karang yang belum sampai menjadi tanah mengakibatkan kesuburan rendah yang hanya bisa ditumbuhi oleh rerumputan. Proses tersebut yang membuat sebagian besar kawasan TNLW didominasi oleh padang rumput yang rawan kebakaran saat musim kemarau (BTNLW 2010). Kawasan TNLW memiliki formasi geologi terdiri dari endapan permukaan aluvium, batuan sedimen (Formasi Kananggar, Formasi Paumbapa dan Formasi Tanahroong), batuan gunung api (Formasi Masu dan Formasi Jawila) serta batuan terobosan granit (Balai TNLW 2010) Iklim Menurut peta curah hujan Pulau Sumba Skala 1: (Verhandelingen No.42 Map.II Tahun 1951), tipe iklim di Pulau Sumba bervariasi dari C sampai dengan F. Untuk kawasan TNLW keadaan curah hujan berkisar antara mm. Berdasarkan sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson kawasan hutan Wanggameti termasuk daerah beriklim kering dengan kelembaban 71% (BTNLW 2010) Hidrologi Di Pulau Sumba terdapat 7 (tujuh) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang enam diantaranya berada di dalam kawasan TNLW, yaitu: DAS Nggongi, DAS Lailunggi, DAS Linggit, DAS Kambaniru, DAS Tondu dan DAS Wahang. Sungai sungai ini tidak pernah kering sepanjang tahun, hanya debitnya yang berkurang pada musim kemarau (BTNLW 2010) Ekosistem Tipe ekosistem kawasan TNLW cukup beragam yakni: ekosistem hutan hujan, ekosistem savana dan ekosistem hutan musim, yang mewakili tipe-tipe ekosistem utama pulau Sumba, kecuali ekosistem mangrove. Tipe-tipe ekosistem kawasan TNLW tersebut dicirikan oleh perbedaan kondisi vegetasi penyusunnya (BTNLW 2010).

45 Flora Hasil penelitian Darma dan Peneng (2007) dalam BTNLW (2010) mencatat berbagai spesies pohon antara lain jambu hutan (Eugenia jamboloides), pulai (Alstonia scholaris), taduk (Sterculia foetida), beringin (Ficus benjamina), kenari (Canarium asperum), pandan (Pandanus sp.). johar (Glochidion rubrum), kayarak (Magnolia sp.), watangga (Elaeocarpus shaericus), takumaka aweata (Nauclea spp.), wangga (Ficus spp.), aik papa (Harmsiopanax aculeatus), aik tibu (Lindera polyantha), Labung (jambu-jambuan) (Syzygium spp.), Laru (Garcinia celebica). kalauki (Calophyllum sulattri), bakuhan (Podocarpus imbricarus), Podocarpus neriifolius), wata kamambi (Rauvolfia sp.) yang merupakan salah satu jenis tumbuhan langka, kanduru ara kayu putih (Palaquium foetida) atau merah (Palaquium ferox), lebung (Syzygium anticepticum), suria (Dysoxylum sp.), tada malara (Euodia latifolia), Bischofia javanica, Engelhardia spicata, Weinmannia blumei, Polyosma integrifolia, pandan (Pandanus tectorius), aik uwu (Trema orientalis), maka wada (Ehretia javanica), enau (Arenga pinnata).tumbuhan pemanjat antara lain rotan (Calamus ciliaris), oru bata (Daemonorop sp), Raphidopora sp., Pandanus linearis, Ficus spp., Piper spp., Rubus muluccanum, Rubus resifolius, Dinochloa sp. dan Passiflora sp (BTNLW 2010) Potensi tumbuhan di dalam kawasan Taman Nasional Laiwangi- Wanggameti (TNLW) Berdasarkan data potensi tumbuhan yang berada dalam kawasan TNLW (BTNLW 2010), sebagian besar pemanfaatan tumbuhan yang diketahui hanya sebagai kayu bangunan saja, namun menurut beberapa literatur, Terdiri dari 102 spesies tumbuhan di dalam kawasan TNLW yang memiliki 3 potensi, yaitu sebagai tumbuhan pangan, obat, juga sebagai tumbuhan pangan fungsional. Namun demikian, hanya 8 spesies tumbuhan yang juga dimanfaatkan masyarakat Desa Katikuwai sebagai tumbuhan pangan, obat dan pangan fungsional (Lampiran 14). Spesies tumbuhan yang sudah dimanfaatkan yaitu kalumbang (Ceiba pentandra), kayu manis (Cinnamomum burmanii), kanjilu (Ficus variegata), pisang (Musa paradisiaca), pandan (Pandanus tectorius), sirih (Piper betle), kesambi (Schleichera oleosa), dan gaharu (Aquilaria malaccensis). Kalumbang (Ceiba pentandra) yang bagian kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat cacing.

46 31 Menurut Orwa (2009), kulit kayu tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit kepala, dan diabetes, sedangkan bagian daunnya untuk mengobati batuk, penguat rambut, menghilangkan panas dalam, dan penyubur rambut. Beberapa tumbuhan juga memiliki potensi sebagai obat yang tidak banyak diketahui masyarakat Potensi tumbuhan pangan di dalam kawasan TNLW Berdasarkan potensinya, terdapat 89 pesies tumbuhan di dalam kawasan TNLW yang termasuk tumbuhan pangan. Spesies tumbuhan pangan di dalam kawasan TNLW yang buahnya dapat dimakan diantaranya: Pau omang (Mangifera laurina), Kahi omang (Canarium denticulatum) Wai rara (Bischofia javanica) dan lainnya (Lampiran 11). Wai rara merupakan tumbuhan yang memiliki rasa asam dan masih berasal dari hutan. Spesies tumbuhan pangan ini dapat menambah keanekaragaman pangan bagi masyarakat sekitar hutan Potensi tumbuhan obat di dalam kawasan TNLW Potensi tumbuhan yang dapat dijadikan obat di dalam kawasan TNLW terdiri dari 70 spesies tumbuhan (Lampiran 12), diantaranya: Muruwu (Pseuderanthemum acuminatum) yang bagian daunnya dapat dmengobati luka, borok, bisul, peluruh air seni, setelah melahirkan, demam, diare, gangguan usus (Lemmens 2003). Selain itu, jamur (Ganoderma sp.) ternyata memiliki potensi yang besar sebagai obat, yaitu dapat memperbaiki kembali sistem kekebalan tubuh, menormalkan tekanan darah tinggi maupun rendah, mencegah stroke, antioksidan, anti nyeri, anti radang, anti alergi, menurunkan kadar lemak, kolesterol dan gula darah, menyembuhkan bronchitis dan hepatitis, menekan efek samping kemoterapi/radiasi (Pearson 2010) Potensi tumbuhan pangan fungsional di dalam kawasan TNLW Teridentifikasi 23 spesies tumbuhan yang berada di kawasan TNLW berpotensi sebagai pangan fungsional (Lampiran 13). Wihi kalauki (Calophyllum soulatrri) merupakan salah satu spesies tumbuhan yang buahnya dapat dimakan, selain itu Daun, bunga dan biji dapat dijadikan sebagai treatment AIDS,

47 32 mengobati sakit mata, sakit kulit, dan rematik. Bagian kulit kayu dan getahnya juga dapat mengobati diare dan digunakan setelah melahirkan (Lemmens 2003). Spesies tumbuhan tada muru (Terminalia supitiana) bagian bijinya dapat dimakan seperti buah kenari, selain itu, air rebusan akarnya digunakan untuk mengobati beser, radang selaput lendir usus dan mejen (KLH Sulut 2011). Tumbuhan Yerik Rundu (Citrus hystrix), buahnya bisa digunakan sebagai bumbu masak, bahan kue, manisan, sedangkan kulit buah dan daun dapat dijadikan sebagai penyedap masakan, dan air daging buah dapat mengobati batuk dan juga sebagai antiseptik Fauna Potensi fauna yang terdapat di Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti yaitu 182 jenis burung, 22 jenis mamalia, tujuh jenis amfibi dan 29 jenis reptil. Tercatat juga 115 jenis kupu-kupu termasuk 3 jenis kupu-kupu endemik Nusa Tenggara. Burung endemik TNLW yaitu burung julang sumba (Aceros everetti), pungguk wengi (Ninox rudolfi), punai sumba (Treron tyesmannii) dan walik rawa manu (Pthilinopus roherty). Selain itu juga terdapat elang (Haliastur indus), ayam hutan (Gallus varius), burung dara (Columba vitiensis), perkici dada kuning (Trichoglossus haematodus), kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata), gemak sumba (Turnix everetti), nuri (Lorius domicella), sikatan sumba (Ficedula harterti), kepodang sungu sumba (Coracina dohertyi) dan madu sumba (Nectarinia buettikoferi). Taman nasional ini juga merupakan habitat dari hewan liar seperti kera ekor panjang (Macaca fascicularis), babi hutan (Sus sp.), biawak (Varanus salvator) dan ular sanca timor (Phyton timorensis) (BTNLW 2010).

48 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Keanekaragaman Tumbuhan Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapang yang dilakukan, teridentifikasi bahwa total spesies tumbuhan pangan dan obat yang diketahui dan dimanfaatkan oleh penduduk yaitu sebanyak 92 spesies yang terdiri dari 45 famili (Tabel 3), 7 habitus, dan 14 bagian yang digunakan. Tabel 3 Keanekaragaman spesies tumbuhan bermanfaat pangan dan obat berdasarkan famili di Desa Katikuwai No. Famili Jumlah spesies No. Famili Jumlah spesies 1 Amaranthaceae 1 14 Liliaceae 2 2 Amaryllidaceae 1 15 Loganiaceae 1 3 Anacardiaceae 3 16 Malvaceae 2 4 Annonaceae 2 17 Maranthaceae 1 5 Apocynaceae 1 18 Moraceae 3 6 Araceae 3 19 Musaceae 1 7 Arecaceae 4 20 Myrtaceae 2 8 Asteraceae 3 21 Pandanaceae 1 9 Athyriaceae 1 22 Passifloraceae 1 10 Bombacaceae 1 23 Piperaceae 2 11 Brassicaceae 2 24 Poaceae 6 12 Bromeliaceae 1 25 Rubiaceae 2 13 Caricaceae 1 26 Rutaceae 2 27 Convolvulaceae 2 37 Santalaceae 1 28 Crassulaceae 1 38 Sapindaceae 2 29 Cucurbitaceae 3 39 Sapotaceae 1 30 Datiscaceae 1 40 Solanaceae 5 31 Dilleniaceae 1 41 Sterculiaceae 1 32 Dioscoreaceae 1 42 Thymelaeaceae 1 33 Euphorbiaceae 5 43 Tiliaceae 1 34 Fabaceae 7 44 Verbenaceae 1 35 Lauraceae 2 45 Zingiberaceae 5 36 Leeaceae 1 Famili tumbuhan yang paling banyak terdapat pada famili Fabaceae dengan jumlah yaitu 7 spesies tumbuhan. Sedangkan famili yang paling sedikit yaitu dengan jumlah hanya 1 spesies terdapat pada 23 famili diantaranya terdapat pada famili Amaranthaceae, Amarilidaceae, Apocynaceae, dan famili lainnya. Pada Gambar 5 merupakan diagram venh jumlah keseluruhan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan dan teridentifikasi 39 spesies merupakan tumbuhan pangan, 34 spesies tumbuhan obat dan 19 spesies tumbuhan pangan fungsional, tumbuhan pangan fungsional yaitu tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan

49 34 sekaligus obat. Pangan fungsional sudah turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional (Zuhud 2011), namun seringkali kita tidak menyadari bahwa itu berasal dari keanekaragaman hayati pangan lokal yang sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, yang penggunaanya sekaligus dapat dijadikan obat. Tumbuhan pangan Tumbuhan pangan fungsional Tumbuhan obat Gambar 5 Jumlah spesies tumbuhan pangan, pangan fungsional, dan obat. Penduduk desa telah terbiasa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dari hasil tumbuhan yang ditanami di pekarangan, sawah, kebun, maupun lingkungan sekitar rumah. Pemanfaatan tumbuhan penduduk yang telah diketahui dan direkapitulasi dalam laporan tahunan Desa Katikuwai, berupa tumbuhan palawija, perkebunan, buah-buahan, dan kehutanan. Pada Tabel 4 berikut ini merupakan daftar spesies tumbuhan yang banyak ditanam sebagai palawija. Tumbuhan palawija merupakan tumbuhan yang biasa ditanam di pekarangan mereka untuk mempermudah dalam mengambil hasilnya untuk kebutuhan sehari-hari. Selain digunakan sendiri, masyarakat juga menjual hasil panen jika hasilnya melebihi kebutuhan sehari-hari. Tabel 4 Spesies tumbuhan palawija di Desa Katikuwai No. Nama lokal Nama ilmiah Jumlah /tahun 1 Padi Oryza sativa Mok 2 Jagung Zea mays Mok 3 Ubi kayu Manihot utilisima Umbi 4 Kacang-kacangan Suku: Fabaceae 64 Kg 5 Keladi Caladium sp Umbi 6 Ubi jalar Ipomoea batatas Umbi 7 Ganyo Belum teridentifikasi Umbi 8 Ubi hutan/iwi Dioscorea hispida Umbi 9 Litang Belum teridentifikasi Umbi Sumber: Laporan Tahunan Desa Katikuwai Tahun 2011

50 35 Masyarakat biasa menjual tumbuhan palawija dalam satuan mok. Mok merupakan ukuran penjualan sebesar mangkuk berukuran sedang, sedangkan pada Tabel 5 menyajikan berbagai spesies tumbuhan yang biasa ditanam di perkebunan. Tabel 5 Spesies tumbuhan perkebunan di Desa Katikuwai No. Nama lokal Nama ilmiah Jumlah (Pohon) /tahun 1 Kelapa Cocos nucifera Kopi Coffea sp Kemiri Aleurites moluccana Sirih Piper betle Pinang Areca catechu Jambu Mete Anacardium occidentale Sawo Chrysophyllum cainito Coklat Theobroma cacao 54 9 Cengkeh Syzygium aromaticum 95 Sumber: Laporan Tahunan Desa Katikuwai Tahun 2011 Jambu mete (Anacardium occidentale) banyak terdapat di daerah Sumba Timur. Tumbuhan ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, namun penduduk masih kesulitan untuk menjual ataupun memasarkan buahnya karena akses ke kota Waingapu yang jauh dan angkutan umum yang hanya ada setiap dua kali seminggu, sehingga penduduk mengonsumsi buah ini sendiri meskipun tidak terlalu menyukainya. Hasil olahan jambu mete menjadi kacang mete memiliki kandungan protein yang tinggi dan dapat digunakan sebagai makanan tambahan yang berguna sebagai asupan gizi yang baik untuk tubuh. Pada Tabel 6 berikut ini menyajikan spesies pohon buah-buahan yang dihasilkan dari lingkungan sekitar Desa Katikuwai. Tabel 6 Spesies pohon buah-buahan di Desa Katikuwai No. Spesies Tumbuhan Nama ilmiah Jumlah (Pohon) /tahun 1 Nangka Artocarpus heterophyllus Pisang Musa paradisiacal Mangga Mangifera indica Alpukat Persea Americana Sirsak Annona muricata Kedondong Spondias dulcis Salak Salacca zalacca Durian Durio zibethinus 10 9 Jambu Bangkok Psidium guajava Jeruk Citrus maxima Klengkeng Euphoria longana 82 Sumber: Laporan Tahunan Desa Katikuwai Tahun 2011

51 36 Pada Tabel 7 berikut ini merupakan spesies pohon kehutanan yang berada di Desa Katikuwai. Tabel 7 Spesies pohon kehutanan No. Nama lokal Nama ilmiah Jumlah (Pohon)/ tahun 1 Cendana Santalum album Mahoni Swietenia macrophylla Gmelina Gmelina arborea Johar Cassia siamea Jati Tectona grandis Injuwatu Spondias pinnata Kayu manis Cinnamomum burmanii Cemara Lantana camara Walangaha Heracleum sp Bambu Bambusa sp Langira Nauclea orientalis Ampupu Eucalyptus alba Sengon Paraserianthes falcataria Lobung Syzygium acuminatissimum Nimba Azadirachta indica Kaduru Palaquium sp. 851 Sumber : Laporan Tahunan Desa Katikuwai Tahun 2011 Mahoni (Swietenia macrophylla) merupakan jenis tumbuhan yang diwajibkan untuk ditanam untuk setiap keluarga. Bibit mahoni yang ada merupakan hasil bantuan dari Departemen Kehutanan. Selain bibit mahoni, pada tahun 2010 terdapat sejumlah bibit yang diberikan kepada penduduk Desa Katikuwai diantaranya: bibit sengon, ampupu, mahoni, injuwatu, dan lobung dengan jumlah total bibit sebanyak bibit (Tabel 7). Namun tidak semua masyarakat desa mendapatkan bantuan berupa bibit. Terdapat beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi sebelum masyarakat mendapatkan bantuan bibit seperti keterangan surat miskin dari desa. 5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Pangan Fungsional Keanekaragaman spesies Berdasarkan hasil wawancara dan hasil observasi lapang yang dilakukan, teridentifikasi sedikitnya 39 spesies tumbuhan pangan, didalamnya terdiri dari 26 famili, 6 habitus, dan 5 bagian tumbuhan yang diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat kebanyakan berasal dari hasil budidaya masyarakat (65%) yang dilakukan di pekarangan rumah, kebun, dan ladang. Tidak hanya itu, masyarakat

52 37 juga memanfaatkan tumbuhan yang ada di sekitar jalan yang tumbuh liar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keanekaragaman 34 spesies tumbuhan pangan fungsional terdiri dari 13 famili yang didominasi oleh famili Zingiberaceae, 7 habitus tumbuhan, dan didominasi oleh habitus pohon dan herba, 7 bagian tumbuhan yang pemanfaatannya didominasi pada bagian buah. Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat kebanyakan berasal dari hasil budidaya masyarakat (53%) dan banyak dibudidayakan di pekarangan. Pada Tabel 8 berikut ini, menunjukkan keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan pangan fungsional yang digunakan oleh masyarakat Desa Katikuwai. Tabel 8 Keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan pangan fungsional di Desa Katikuwai No. Nama Lokal Nama Ilmiah 1 Alia/jahe Zingiber officinale 2 Alpukat Persea americana 3 Bayam Amaranthus spinosus 4 Bengkuang Pachyrhizus erosus 5 Buah nona Annona reticulate 6 Bunga tompu daun Kalanchoe pinnata 7 Cabe rawit Capsium frutescens 8 Daun Terigu Maranta arundinacea 9 Enau Arenga pinnata 10 Jagung Zea mays 11 Jambu biji Psidium guajava 12 Jambu mete Anacardium occidentale 13 Jeruk bali Citrus maxima 14 Jeruk nipis Citrus aurantifolia 15 Kacang hijau Phaseolus radiatus 16 Kacang panjang Vigna sinensis 17 Kacang tanah Arachis hypogaea 18 Kakao Theobroma cacao 19 Kangkung Ipomea aquatica 20 Karabengok Mucuna pruriens 21 Kedondong Spondias dulcis 22 Keladi Xanthosoma sagittifolium 23 Kelapa Cocos nucifera 24 Kelengkeng Euphoria longana 25 Kemiri Aleurites moluccana 26 Kencur Kaempferia galanga 27 Kopi Arabica Coffea arabica

53 38 No. Nama Lokal Nama Ilmiah 28 Kopi Robusta Coffea robusta 29 Kunyit Curcuma domestica 30 Labu jepang Sechium edule 31 Labu kuning Cucurbita moschata 32 Lemon Citrus x limon 33 Lontar Borassus flabellifer 34 Mangga Mangifera indica 35 Markisa Passiflora edulis 36 Mentimun Cucumis sativus 37 Merica Piper nigrum 38 Nanas Ananas comosus 39 Nangka Artocarpus heterophyllus 40 Padi Oryza sativa 41 Padi pulut Oryza sativa glotinosa 42 Pakis Diplazium esculentum 43 Pepaya Carica papaya 44 Pinang Areca catechu 45 Pisang Musa paradisia 46 Rebung Gigantolochloa apus 47 Sawi putih Brassica chinensis 48 Sawo durian Chrysophyllum cainito 49 Selada air Nasturtium officinale 50 Sirih Piper betle 51 Sirsak Annona muricata 52 Talas Colocasia esculenta 53 Terung hijau Solanum melongenae 54 Terung ungu Solanum verbacifolium 55 Tomat apel Lycopersicum pyriforme 56 Ubi hutan Dioscorea hispida 57 Ubi jalar Ipomoea batatas 58 Ubi kayu Manihot utilisima Berdasarkan total 39 spesies tumbuhan pangan yang terdiri dari 26 famili, diketahui bahwa famili yang paling banyak digunakan adalah famili Fabaceae (5 spesies). Sedangkan untuk famili yang paling sedikit digunakan diantaranya: Amaranthaceae, Annonaceae, Bromeliaceae, dan famili lainnya. Keberadaan famili Fabaceae seperti kacang hijau (Phaseolus radiatus), kacang panjang (Vigna sinensis), kacang tanah (Arachis hypogaea), karabengok (Mucuna pruriens) dan bengkuang (Pachyrhizus erosus) yang mendominasi dan merupakan suku polongpolongan, tentunya sangat berperan dalam penyediaan pakan bagi burung-burung

54 39 yang berada di pulau Sumba. Menurut Heyne (1987), famili Fabaceae dapat hidup pada berbagai macam tipe habitat, termasuk di tanah yang relatif kering seperti di Sumba Timur. Banyaknya famili Fabaceae, dibantu oleh keberadaan berbagai spesies burung dalam membantu menyebarkan biji-bijian yang menjadi pakannya pada saat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pemanfaatan tumbuhan sebagai pangan sekaligus sebagai obat dapat dikategorikan sebagai tumbuhan pangan fungsional. Peranan pangan fungsional juga dapat dikategorikan dengan adanya kandungan serat, antioksidan, dan zat lainnya (Ariani 2005). Terdapat 19 spesies tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Katikuwai, diantaranya: alia/jahe (Zingiber officinale), cabe rawit (Capsium frutescens), jagung (Zea mays), iwi/ ubi hutan (Dioscorea hispida), jambu biji (Psidium guajava), jambu mete (Anacardium occidentale), jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan spesies lainnya yang terlampir pada Lampiran 9. Famili Zingiberaceae merupakan famili yang paling banyak digunakan sebagai tumbuhan pangan fungsional. Alia/jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), dan kencur (Kaempferia galanga) merupakan contoh spesies tumbuhan pangan fungsional yang pemanfaatanya sebagai bumbu atau penyedap makanan sekaligus memiliki fungsi obat. Pemanfaatan tumbuhan pangan dan pangan fungsional dapat diklasifikasikan menurut kandungan nutrisinya. Menurut Sastapradja et al. (1983), penggolongan tumbuhan berdasarkan kandungan nutrisinya terbagi menjadi 4 yaitu: 1. Sumber karbohidrat, 2. Sumber protein, 3. Sumber vitamin, dan 4. Sumber lemak. Pada tabel 9 berikut ini, terdapat contoh spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Katikuwai berdasarkan kandungan nutrisinya, dengan tambahan spesies tumbuhan yang merupakan sumber mineral, penyedap rasa, dan bahan minuman.

55 40 Tabel 9 Spesies tumbuhan pangan dan pangan fungsional berdasarkan kandungan nutrisi No. Kandungan Nutrisi Spesies Tumbuhan 1 Sumber Karbohidrat ubi hutan (Dioscorea hispida), padi pulut (Oryza sativa glotinosa), daun terigu (Maranta arundinacea) 2 Sumber Protein jambu mete (Anacardium occidentale), kacang hijau (Phaseolus radiatus), karabengok (Mucuna pruriens) 3 Sumber Vitamin dan mineral Buah-buahan: jeruk bali (Citrus maxima), kelengkeng (Euphoria longana); Sayuran: labu jepang (Sechium edule), labu kuning (Cucurbita moschata) 4 Sumber Lemak nabati alpukat (Persea americana), kakao (Theobroma cacao), kelapa (Cocos nucifera) 5 Sumber Penyedap rasa kencur (Kaempferia galanga), kemiri (Aleurites moluccana), 6 Sumber Bahan minuman Kopi (Coffea sp.), markisa (Passiflora edulis) Keanekaragaman spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Katikuwai berdasarkan kandungan nutrisinya, memiliki peranan penting untuk tubuh agar seluruh organ pada tubuh dapat berjalan sesuai fungsinya masing-masing. Berikut ini akan diuraikan mengenai fungsi dan contoh spesies tumbuhan berdasarkan kandungan nutrisinya. a. Sumber karbohidrat Tumbuhan merupakan sumber utama penghasil karbohidrat. Fungsi karbohidrat dalam tumbuhan adalah sebagai simpanan energi dan penguat struktur tumbuhan tersebut. Bentuk simpanan energi yang utama terdapat pada zat tepung (biji, akar, batang), dan zat gula (buah), sedangkan selulosa yang terdapat dalam dinding sel berperan sebagai penguat struktur tumbuhan (Sediaoetama 2006). Tumbuhan yang dapat dijadikan sumber karbohidrat tidak hanya padi, tetapi beberapa komoditas lainnya seperti jagung, ubi jalar, ubi kayu dan masih ada lainnya yang dapat dan sudah dimanfaatkan di beberapa daerah. Hasil wawancara dan observasi lapang yang dilakukan membuktikan bahwa beberapa spesies tumbuhan yang banyak mengandung karbohidrat yang dijadikan pangan seharihari oleh masyarakat diantaranya: padi (Oryza sativa), padi pulut (Oryza sativa glotinosa), daun terigu (Maranta arundinacea), enau (Arenga pinnata), jagung (Zea mays), keladi (Caladium sp.), ubi hutan (Dioscorea hispida), ubi kayu (Manihot utilisima), ubi jalar (Ipomoea batatas), dan pisang (Musa paradisiaca). Padi (Oryza sativa) merupakan sumber karbohidrat utama dan makanan pokok dari sebagian besar penduduk Indonesia. bulir padi setelah ditumbuk, kemudian dimasak menjadi nasi, meskipun bukan makanan utama, masyarakat

56 41 Desa Katikuwai telah terbiasa mencampur padi dan jagung sebagai makanan pokok mereka karena dianggap lebih banyak menghasilkan energi dibandingkan dengan hanya mengonsumsi satu jenis makanan saja. Umbi-umbian juga dapat menjadi campuran padi apabila persediaan jagung sudah habis dan diolah dengan cara ditanak pada umumnya. Jagung (Zea mays) merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian tempat di Indonesia Timur yang memiliki daerah kering (Gambar 6). Jagung merupakan tumbuhan yang sudah dapat menyesuaikan diri untuk dapat tumbuh di daerah kering (Moeljopawiro dan Ibrahim 1992). Menurut kegunaanya, ada yang dijadikan makanan pokok, yang diolah seperti memasak nasi biasa, dan dapat dijadikan makanan tambahan yang pengolahannya dengan cara digoreng dan direbus. Gambar 6 Jagung setelah dipanen. Varietas jagung yang biasa ditanam dan dikonsumsi oleh masyarakat Desa Katikuwai adalah jenis jagung hibrida dan jagung harapan. Jenis jagung hibrida memiliki masa tanam hingga panen selama 90 hari. Jagung hibrida akan dipanen biasanya pada akhir bulan maret hingga bulan april. Sedangkan masa tanam jagung harapan lebih lama dari jagung hibrida, yaitu selama 110 hari. Ubi kayu (Manihot utilisima) merupakan sumber karbohidrat penting. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang dapat ditanam dimana saja. Masyarakat biasa mengolah ubi kayu dengan cara direbus atau digoreng. Selain ubi kayu, ubi jalar (Ipomoea batatas) juga banyak ditanam di Indonesia bagian timur. Daun ubi jalar yang masih muda dapat juga digunakan sebagai sayuran. Seperti ubi kayu, ubi jalar juga biasa diolah dengan cara direbus atau digoreng. Komoditas potensial yang juga dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan ialah, talas (Colocasia esculenta), dan keladi (Caladium sp.) tumbuhan

57 42 tersebut merupakan tumbuhan yang biasa tumbuh di hutan, tetapi keberadaanya sekarang sudah banyak dibudidayakan di pekarangan rumah maupun di kebunkebun. Ubi hutan yang dikenal dengan sebutan iwi (Dioscorea hispida) merupakan tumbuhan sumber karbohidrat penting di Indonesia bagian timur (Gambar 7). Iwi memiliki cita rasa yang enak dan gurih, namun dalam pengolahannya cukup rumit dan tidak dapat langsung dikonsumsi karena iwi dapat memabukkan jika diolah langsung dengan cara direbus, dikukus, ataupun digoreng. Cara pengolahan iwi yaitu dengan cara iwi dikupas kemudian dipotong tipistipis, selanjutnya iwi direndam dalam air dingin selama 2-3 malam. Setelah direndam, iwi dijemur hingga kering. Setelah kering iwi direndam lagi dalam air dingin agar zat-zat beracun yang masih menempel dapat hilang, lalu dijemur lagi hingga kering, kemudian iwi dapat langsung diolah dengan cara digoreng, ataupun dapat ditumbuk untuk kemudian dijadikan tepung. Gambar 7 Ubi hutan/ Iwi (Dioscorea hispida). Pemanfaatan iwi di daerah Sumba Timur sejauh ini merupakan cadangan makanan pada saat musim kemarau atau pada saat bahan pangan lain sulit didapat. Masyarakat akan mencari iwi di sekitar hutan untuk dimakan. Meskipun cara pengolahannya rumit, masyarakat dapat mengandalkan iwi sebagai pengganti persediaan makanan pokok yang telah habis. Sebagian besar spesies tumbuhan tersebut merupakan makanan pokok bagi masyarakat. Menurut Sediaoetama (2006), bahan makanan pokok biasanya merupakan sumber utama karbohidrat, karena selain tinggi kadar amilumnya, juga dapat dimakan oleh seseorang dalam jumlah besar tanpa menimbulkan rasa mual.

58 43 b. Sumber protein Jenis tumbuhan yang mengandung protein biasanya adalah jenis tumbuhan berbiji dan jenis polong-polongan (Fabaceae). Beberapa spesies tumbuhan yang memiliki kandungan utama protein yang dimanfaatkan masyarakat Desa Katikuwai antara lain: jambu mete (Anacardium occidentale), kacang hijau (Phaseolus radiatus), kacang panjang (Vigna sinensis), kacang tanah (Arachis hypogaea), dan karabengok (Mucuna pruriens). Kacang tanah (Arachis hypogaea) adalah tumbuhan yang membentuk polong di dalam tanah, sehingga kacang tanah akan tumbuh lebih baik apabila ditanam di tanah yang berpasir. Kacang tanah merupakan tumbuhan penghasil minyak, dengan kadar minyak sebesar 42 46%. Kacang tanah dapat direbus bersama polongnya atau digoreng untuk dimakan sebagai makanan ringan. Kacang hijau (Phaseolus radiatus) biasanya ditanam oleh penduduk di kebun yang letaknya hanya beberapa meter dari pekarangan rumah. Masyarakat biasanya mengolah kacang hijau dengan cara memasaknya sebagai bubur. Kacang hijau merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting bagi tubuh. Selain itu, kacang hijau mengandung berbagai zat gizi seperti kalori, lemak, vitamin A, vitamin B1, B3, B5, B6, B12, C, E, F, K, fosfor, zat besi, dan mangan (Soehardi 2004). Pemanfaatan kacang hijau selain dijadikan bubur, juga dijadikan tepung oleh masyarakat dengan cara dikeringkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk hingga halus. Protein memiliki peranan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Kelebihan protein merupakan sumber energi yang sekaligus berfungsi sebagai pembentukan dan perbaikan sel dan jaringan. c. Sumber vitamin dan mineral Tumbuhan buah-buahan banyak terdapat di sekitar pekarangan, dan kebun, spesies tumbuhan tersebut antara lain: jambu biji (Psidium guajava), jambu mete (Anacardium occidentale), jeruk bali (Citrus maxima), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), kakao (Theobroma cacao), kedondong (Spondias dulcis ), kelengkeng (Euphoria longana), markisa (Passiflora edulis). Semua spesies tumbuhan ini kaya akan vitamin. Vitamin memberikan spesifik dalam tubuh. Meskipun tubuh hanya memerlukan vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi bila

59 44 diabaikan asupannya, maka metabolisme tubuh akan terganggu jika kekurangan vitamin dan akibatnya manusia tidak dapat produktif untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Kandungan senyawa mineral merupakan senyawa essensial untuk berbagai proses selular tubuh (Alfiansyah 2011). Secara garis besar, fungsi mineral diantaranya berperan dalam pembentukan struktural dan jaringan lunak, kerja sistem enzim, kontraksi otot dan respon saraf, serta pembekuan darah. Mineral banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Spesies tumbuhan yang ada di Desa Katikuwai dan mengandung senyawa mineral antara lain: bayam (Amaranthus spinosus), cabe rawit (Capsium frutescens), kangkung (Ipomea aquatic), kencur (Kaempferia galanga), kunyit (Curcuma domestica ), labu jepang (Sechium edule) dan labu kuning (Cucurbita moschata) (Gambar 8). Gambar 8 Labu kuning (Cucurbita moschata). Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan salah satu tumbuhan sumber vitamin dan mineral yang terdapat di hampir semua kebun dan pekarangan rumah. Tumbuhan merambat ini mudah tumbuh dan biasanya juga dijadikan tanaman tumpang sari di sekitar ladang mereka. d. Sumber lemak nabati Spesies tumbuhan seperti alpukat (Persea americana), jambu mete (Anacardium occidentale), kakao (Theobroma cacao), kelapa (Cocos nucifera), dan kemiri (Aleurites moluccana), merupakan spesies tumbuhan yang memiliki kandungan lemak. Fungsi lemak bagi tubuh selain sebagai cadangan energi, juga berfungsi sebagai suspensi bagi vitamin A, D, E, dan K yang berguna untuk proses biologis, juga sebagai penahan goncangan untuk melindungi organ vital dan melindungi tubuh dari suhu luar yang kurang bersahabat.

60 45 e. Sumber penyedap rasa Tumbuhan yang dijadikan pangan pelengkap, merupakan spesies tumbuhan yang dijadikan sebagai bumbu atau penyedap masakan dari rempah-rempah. Rempah-rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai sumber citarasa dan aroma. Rempah-rempah mengandung oleorisin sehingga cita rasa dan aromanya tajam dan spesifik. Rempah-rempah yang biasa digunakan penduduk seperti kemiri (Aleurites moluccana) dan kencur (Kaempferia galanga), dan spesies tumbuhan yang dapat dijadikan bentuk makanan lain seperti gula merah yang terbuat dari enau (Arenga pinnata), dan jenis penganan kue dari padi pulut (Oryza sativa glotinosa). f. Sumber bahan minuman Kopi (Coffea sp.) merupakan minuman yang wajib ada setiap harinya pada masyarakat (Gambar 9). Kopi khas Sumba memiliki aroma yang harum dan kuat. Kopi merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang menguntungkan untuk dijual di pasar mingguan yang ada di desa, maupun di pasar yang berada di luar desa. Gambar 9 Kopi (Coffea sp.). Penduduk biasa mengolah kopi sendiri hingga bisa menjadi minuman, antara lain dimulai dengan cara memanen buah kopi, menjemur biji kopi, menyangrai atau menggoreng tanpa minyak, menumbuk biji kopi, menyaring bubuk kopi dari yang halus dan kasar, menumbuk kembali bubuk kopi yang kasar hingga halus, hingga dapat disajikan sebagai minuman.

61 46 Pada Gambar 10 menunjukkan salah seorang warga yang sedang mengolah biji kopi untuk dijadikan minuman. (a) (b) (c) Gambar 10 Pengolahan biji kopi: (a) biji kopi disangrai/digoreng tanpa minyak, (b) Penumbukkan biji kopi hingga bubuk, (c) Penyaringan bubuk kopi. Pengolahan biji kopi dilakukan hampir setiap hari agar bubuk kopi yang dihasilkan dan diminum setiap harinya, memiliki aroma yang wangi dan kuat. Tumbuhan pangan yang baik dan dapat diunggulkan, sebaiknya memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan cukup komposisinya. Pada Tabel 10 menunjukkan komposisi kandungan zat gizi pada tumbuhan pangan utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Tabel 10 Kandungan zat gizi bahan pangan (per 100 gram) Komoditas Air (g) Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Serat (g) Padi 12 7,5 77,4 1,9 0,9 Jagung ,5 2 Talas 70 1,1 26-1,5 Ubi kayu 62 1,8 92,5 0,3 2,5 Ubi jalar ,8 1 3,3 Kacang tanah 5,4 30,4 11,7 47,7 2,5 Kacang hijau Sumber: Prosea (1996) diacu dalam Purwono (2007) Berdasarkan kandungan zat gizi yang ada pada tabel diatas, kandungan air tertinggi terdapat pada talas dan ubi jalar, sedangkan kandungan air terendah pada kacang tanah. Kandungan protein yang paling tinggi terdapat pada kacang tanah, dan kandungan terendahnya terdapat pada talas. Pada kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada ubi kayu, sedangkan kacang tanah memiliki kandungan karbohidrat yang paling rendah. Meskipun demikian, kandungan lemak pada

62 47 kacang tanah memiliki kandungan yang paling tinggi sedangkan ubi kayu rendah kandungan lemaknya hanya 0,3 gram. Pada kandungan serat, semua bahan pangan memiliki komposisi yang tidak berbeda jauh. Padi memiliki serat yang paling rendah dan kacang hijau memiliki serat yang paling tinggi. Pola konsumsi pangan yang seimbang dan terpenuhi zat gizinya sangat diperlukan oleh tubuh agar fungsi organ-organ dan metabolisme tubuh dapat berjalan dengan baik sesuai fungsinya Keanekaragaman habitus Berdasarkan keanekaragaman habitus tumbuhan pangan, tumbuhan dengan habitus herba merupakan habitus yang paling banyak digunakan dalam pemanfaatan tumbuhan pangan yaitu dengan jumlah 13 dari 39 spesies tumbuhan dengan nilai persentase sebesar 33% (Tabel 11). Tabel 11 Persentase tumbuhan pangan di Desa Katikuwai berdasarkan habitus No. Habitus Jumlah Spesies Persentase (%) 1 Herba Pohon Perdu Semak Liana Palem 2 5 Total Habitus palem merupakan habitus yang paling sedikit dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan contohnya pada spesies lontar (Borassus flabellifer) dan enau (Arenga pinnata). Namun demikian, kedua spesies ini memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat di Desa Katikuwai. lontar (Borassus flabellifer) yang tempat tumbuhnya banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur, merupakan salah satu spesies tumbuhan yang daunnya banyak digunakan sebagai anyaman. Enau (Arenga pinnata) dan dapat diolah menjadi gula. Hasil penjualannya dapat membantu meningkatkan nilai ekonomi masyarakat. Spesies tumbuhan pangan dengan habitus herba merupakan habitus yang paling banyak dimanfaatkan contoh spesies tumbuhan herba diantaranya: talas (Colocasia esculenta) yang merupakan makanan tambahan dan sumber karbohidrat, pakis (Diplazium esculentum) yang biasa dikonsumsi sebagai sayuran dan bunga tompu daun (Kalanchoe pinnata) yang biasa digunakan sebagai bumbu karena memiliki rasa yang asam.

63 48 Habitus pohon merupakan habitus tumbuhan pangan kedua yang banyak digunakan oleh masyarakat. Salah satu tumbuhan pangan dengan habitus pohon yang banyak digunakan dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, yaitu kemiri (Aleurites moluccana). Nilai jual kemiri yang cangkangnya sudah dibuang dapat mencapai harga Rp untuk penjualan sebanyak satu kilogram. Harga penjualan bersifat fluktuatif tergantung dari banyaknya persediaan dan pesanan buah kemiri yang datangnya dari dalam maupun luar Desa Katikuwai. Pada Tabel 12 merupakan persentase pemanfaatan tumbuhan pangan dan pangan fungsional berdasarkan habitusnya dan menunjukkan bahwa pohon dan herba memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 26.3% dari total keseluruhan pemanfaatan tumbuhan pangan fungsional (Tabel 12). Tabel 12 Persentase tumbuhan pangan fungsional di Desa Katikuwai berdasarkan habitus No. Habitus Jumlah spesies Persentase (%) 1 Pohon Herba Perdu Palem Liana Rumpun Semak Total Contoh spesies tumbuhan dengan habitus pohon yaitu jambu mete (Anacardium occidentale), mangga (Mangifera indica), sirsak (Annona muricata),jambu biji (Psidium guajava) dan pinang (Areca catechu) Keanekaragaman bagian yang digunakan Bagian tumbuhan yang digunakan dalam pemanfaatan tumbuhan pangan terdapat 5 bagian yaitu buah, daun, umbi, biji dan batang. Bagian yang paling banyak digunakan terdapat pada bagian buah (49%). Buah merupakan salah satu bagian tumbuhan yang biasa dimakan oleh manusia setelah makanan utama seperti nasi, jagung, umbi-umbian dan lainnya. Namun kebiasaan masyarakat mengonsumsi buah tidak hanya setelah makanan utama, tetapi juga mereka biasa mengonsumsi buah untuk sarapan maupun pada waktu-waktu lainnya. Pada Tabel 13, menunjukkan besar persentase bagian-bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan di Desa Katikuwai.

64 49 Tabel 13 Persentase bagian tumbuhan pangan yang digunakan No. Bagian tumbuhan Persentase (%) 1 Buah 49 2 Daun 25 3 Umbi 13 4 Biji 11 5 Batang 2 Total 100 Pemanfaatan bagian tumbuhan pada tumbuhan pangan dan pangan fungsional didominasi oleh buah. Buah yang banyak dikonsumsi sebagai tumbuhan pangan dan dibudidayakan oleh masyarakat antara lain: jeruk bali (Citrus maxima), labu jepang (Sechium edule), labu kuning (Cucurbita moschata), sawo durian (Chrysophyllum cainito), dan spesies lainnya yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Jeruk bali banyak terdapat di sekitar desa dan sering dijadikan pengganti sarapan oleh anak anak sekolah di Desa Katikuwai. Kesibukan orangtua yang harus pergi ke ladang dan anak-anak yang harus pergi ke sekolah pagi-pagi menjadikan buah sebagai sarapan mereka. Hasil adaptasi pola konsumsi ini justru membuat anak-anak sekolah tidak rentan terkena sakit perut. Pada Tabel 14 berikut ini, menunjukkan besarnya persentase masing-masing bagian tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan di Desa Katikuwai. Tabel 14 Persentase tumbuhan pangan fungsional berdasarkan bagian yang digunakan No. Bagian Tumbuhan Persentase(%) 1 Buah 50 2 Daun 14 3 Rimpang 9 4 Biji 9 5 Umbi 9 6 Tunas 5 7 Pucuk Daun 4 Total 100 Spesies tumbuhan seperti pinang (Areca catechu) dan sirih (Piper betle) merupakan tumbuhan yang paling sering dikonsumsi sebagai keperluan adat istiadat sekaligus bermanfaat mengobati sakit pinggang, masuk angin, sesak napas, dan mata rabun.

65 Keanekaragaman tipe habitat Responden mengambil dan menggunakan tumbuhan pangan untuk kebutuhan hidup mereka yang berasal dari pekarangan, kebun, sawah dan ladang pada Tabel 15 menunjukkan besarnya persentase masing-masing tipe habitat dalam pemanfaatan tumbuhan pangan di Desa Katikuwai. Tabel 15 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan di Desa Katikuwai No. Tipe Habitat Jumlah Persentase (%) 1 Pekarangan Kebun Ladang Pekarangan & Kebun Ladang & Pekarangan Sawah Kebun & Ladang Pekarangan & Ladang Pekarangan, ladang & Kebun 1 2 Total Pekarangan merupakan habitat yang paling banyak ditumbuhi tumbuhan pangan, terlihat dari jumlah persentase pengambilan tumbuhan pangan yang berasal dari pekarangan yang paling mendominasi, yaitu sebanyak 49% dari keseluruhan habitat. Namun, tumbuhan pangan tidak hanya ditanam pada satu habitat saja, adapula yang habitatnya terdapat di dua sampai tiga habitat sekaligus. Pada Gambar 11, menunjukkan kondisi habitat tempat tumbuhnya tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat. (a) (b) Gambar 11 Tipe habitat tumbuhan pangan: (a) Ladang, (b) sawah.

66 51 Kondisi sawah yang tidak banyak dialiri air seperti kondisi pesawahan di pulau jawa, merupakan hasil adaptasi dari keadaan lingkungan yang curah hujannya tidak terlalu tinggi dan sering sehingga masyarakat secara turun temurun telah terbiasa menanam padi di sawah yang kering. Hasil panen yang berasal dari sawah tersebut tidak akan mengalami gagal panen jika tidak terkena hama dan angin besar yang dapat merusak sawah. Sebanyak 67% spesies tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan hasil budidaya, sedangkan sebesar 15 % merupakan tumbuhan liar, dan sebesar 18% tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan tumbuhan liar yang juga dibudidayakan di lahan milik. Beberapa spesies tumbuhan yang tumbuh di pekarangan yaitu enau (Arenga pinnata), nanas (Ananas comosus), dan kedondong (Spondias dulcis). Menurut Solahuddin (2009), potensi lahan pekarangan yang ada, selain dapat berfungsi sebagai lahan cadangan pangan keluarga, juga dapat dimanfaatkan untuk membangun ketahanan pangan melalui peningkatan penyediaan pangan yang beranekaragam bagi keluarga, terutama bagi keluarga terpencil di daerah rawan pangan. Pekarangan juga merupakan lahan utama tempat dibudidayakannya tumbuhan pangan fungsional, yaitu dengan persentase sebesar 78%, sedangkan sisanya terdapat di pekarangan, kebun, dan ladang (Tabel 16). Tabel 16 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan fungsional No. Tipe Habitat Jumlah Persentase (%) 1 Pekarangan Kebun Pekarangan & Kebun Ladang 1 5 Total Pemanfaatan tumbuhan pangan fungsional kebanyakan merupakan hasil dari Budidaya (53%) dan liar (16%). Namun demikian, terdapat tumbuhan pangan fungsional yang didapat secara budidaya sekaligus liar (31%). Cakupan kegiatan pemberdayaan lahan pekarangan tidak hanya terbatas pada pekarangan di sekitar rumah, tetapi meliputi kebun dan tegalan yang dapat dijangkau oleh anggota rumah tangga. Pemberdayaan pekarangan diarahkan untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga, melalui peningkatan penyediaan pangan dengan mengembangkan usaha diversifikasi pangan dari

67 52 komoditi jagung, kedelai, ketela, sayuran, buah-buahan, dan usaha peternakan serta perikanan. Sasaran pemberdayaan diarahkan untuk masyarakat yang kurang mampu di pedesaan (Solahuddin 2009). 5.3 Keanekaragaman Tumbuhan Obat Keanekaragaman spesies Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapang yang dilakukan, diketahui bahwa pemanfaatan tumbuhan obat di Desa Katikuwai terdapat 34 spesies tumbuhan sebagai obat, yang terdiri dari 26 famili, 5 habitus dan 8 bagian tumbuhan yang digunakan yang tumbuh di 4 tipe habitat yaitu pekarangan, kebun, ladang, dan di sekitar jalan. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat diklasifikasikan berdasarkan kelompok penyakit/ penggunaan yang masing-masing jumlahnya tercantum pada Tabel 17 berikut ini, dan keterangan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 17 Keanekaragaman spesies tumbuhan obat berdasarkan klasifikasi kelompok penyakit/ penggunaan No. Kelompok Penyakit/ Penggunaan Jumlah Spesies 1 Penyakit saluran pencernaan 15 2 Penyakit malaria 12 3 Penyakit otot dan persendian 12 4 Penyakit saluran pernafasan 9 5 Sakit kepala dan demam 9 6 Pengobatan luka 8 7 Tetanus 6 8 Penyakit kulit 4 9 Perawatan kehamilan dan persalinan 2 10 Penyakit gigi 2 11 Perawatan rambut 2 12 Luka dalam 2 13 Penyakit gangguan urat syaraf 1 14 Penyakit kanker atau tumor 1 15 Penyakit tulang 1 16 Penyakit diabetes 1 17 Penyakit kuning 1 18 Penyakit mata 1 19 Penawar racun 1 Berikut ini diuraikan beberapa contoh spesies tumbuhan obat yang digunakan berdasarkan pengklasifikasian kelompok penyakit/ penggunaanya, yang terdiri dari 19 macam kelompok penyakit yang diurutkan berdasarkan jumlah tumbuhan obat yang paling banyak dimanfaatkan.

68 53 1. Penyakit saluran pencernaan Jenis penyakit yang paling banyak memiliki alternatif spesies tumbuhan untuk pengobatan, yaitu penyakit saluran pencernaan. Sebanyak 15 spesies tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati penyakit tersebut, contohnya s kapuk (Ceiba pentandra), kayu manis (Cinnamomum burmanii), Iwi (Dioscorea hispida), rita (Rauvolfia javanica) dan spesies lainnya (Lampiran 6). 2. Penyakit malaria Malaria merupakan penyakit endemik di Nusa Tenggara Timur. Terdapat 12 spesies tumbuhan yang dapat dijadikan obat malaria, diantaranya: kayu ular (Strychnos lucida), kesambi (Schleichera oleosa), uhu (Panicum verticillatum), dan lainnya (Lampiran 6). Kesambi merupakan spesies tumbuhan yang banyak ditemukan di sumba timur, serta tahan terhadap kondisi lingkungan di Sumba Timur yang kering. Pemanfaatan kesambi untuk malaria yaitu, dengan cara menumbuk kulit kayunya kira-kira sebesar telapak tangan, lalu langsung dikonsumsi. Daun, akar dan batang kesambi mengandung saponin dan tanin, di samping itu daunnya juga mengandung alkaloida. 3. Penyakit otot dan persendian Terdapat 12 spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit otot dan persendian, diantaranya cendana (Santalum album), kayu manis (Cinnamomum burmanii), mosa (Tetrameles nudiflora) dan lainnya (Lampiran 6). Cendana merupakan tumbuhan khas Nusa Tenggara Timur yang juga memiliki nilai ekonomi yang bernilai bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Seluruh bagian tumbuhan cendana paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat bengkak, tertikam, dan luka dalam. Kandungan minyak atsiri yang terkandung pada cendana membuat harga kayu cendana menjadi lebih bernilai karena selain penggunaanya dapat digunakan sebagai obat, juga dapat digunakan sebagai pengharum dan industri lainnya. 4. Penyakit saluran pernafasan Terdapat 9 spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit saluran pernafasan, diantaranya: bunga desember (Haemanthus multiflorus), jambu mete (Anacardium occidentale), cendana (Santalum album), dan spesies lainnya. Daun bunga desember dapat digunakan sebagai obat flu

69 54 burung. Daun jambu mete dan cendana dapat digunakan sebagai obat flu. Penggunaan daun untuk flu, biasanya berjumlah ganjil antara 5 lembar, 7 lembar, dan seterusnya. 5. Sakit kepala dan demam Terdapat 9 spesies tumbuhan yang dapat dijadikan obat untuk sakit kepala dan demam. Spesies tumbuhan seperti damar putih (Jatropha curcas),kulit kayunya digunakan untuk mengobati sakit kepala dengan cara menumbuknya hingga halus lalu dimakan sedikit demi sedikit. Spesies tumbuhan lain yang digunakan untuk mengobati sakit kepala dan demam yaitu daun kondu (Erigeron sumatrensis) dan uhu (Panicum verticillatum). Cara penggunaanya dengan cara merebus 5-7 lembar daun dan menambahkan dua gelas air, setelah mendidih, air hasil rebusan dapat diminum. 6. Pengobatan luka Terdapat 8 spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk pengobatan luka, diantaranya: gaharu (Aquilaria moluccensis), lino (Grewia koordesiana) dan kapohak (Urena lobata). Ketiga spesies tumbuhan ini, memiliki cara penggunaan yang sama yaitu, dengn cara menumbuk bagian kulit kayunya (gaharu dan lino) dan daunnya (kapohak) untuk kemudian ditempelkan pada bagian yang luka. 7. Tetanus Terdapat 6 spesies tumbuhan untuk mengobati tetanus, antara lain: cendana (Santalum album), kayu manis (Cinnamomum burmanii), alia/jahe (Zingiber officinale), bawang merah (Allium ascalonicum), bawang putih (Allium sativum) dan kencur (Kaempferia galanga). Cara penggunaanya, semua bahan dapat dihancurkan lalu ditempelkan pada tempat yang terkena tetanus (Lampiran 7). 8. Penyakit kulit Terdapat 4 spesies tumbuhan yang dapat dijadikan obat penyakit kulit, yaitu: kanjilu (Ficus variegata), manairi (Desmodium pulchellium), Wanggakuli (Ficus sp.), dan ubi kayu (Manihot utilisima). Getah kanjilu dan wanggakuli dapat digunakan untuk mengobati bisul, sedangkan kulit kayu manairi digunakan untuk mengobati panu, dan daun ubi kayu yang telah dipanaskan hingga layu dapat digunakan sebagai obat bisul.

70 55 9. Perawatan kehamilan dan persalinan Rebung (Gigantolochloa apus) dan cabe rawit (Capsicum frutescens) merupakan dua spesies tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat Desa Katikuwai untuk membantu proses sebelum maupun setelah melahirkan. Daun cabe rawit sebanyak 3-7 lembar digunakan untuk mempermudah proses kelahiran dengan cara dikunyah lalu diusapkan di punggung, perut dan kepala. Sedangkan tunas bambu biasa dikonsumsi dijadikan sayuran untuk membantu dalam proses penyembuhan sehabis melahirkan. 10. Penyakit gigi Hawindu (Sida retusa) dan rumput hitam (Diodia ocymifolia) digunakan bagian akarnya untuk mengobati sekaligus menguatkan gigi. Akar kedua spesies tumbuhan ini dapat digigit secara langsung lalu dikunyah, ataupun ditumbuk terlebih dahulu, lalu selanjutnya ditempelkan dibagian yang sakit. Kedua spesies ini juga mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai anti radang. 11. Perawatan rambut Pandan (Pandanus tectorius) dan rumbalunggi (Sonchus arvensis) merupakan dua spesies tumbuhan yang daunnya masing-masing memiliki fungsi sebagai penyubur rambut dan pencegah uban. Kandungan saponin yang terdapat pada kedua spesies tumbuhan tersebut mempengaruhi kolagen, yaitu memperbaiki struktur jaringan, sehingga perkembangan rambut lebih baik. 12. Luka dalam Bagian daun tumbuhan Hanjokorteki (Leea sambucina) dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) dapat digunakan untuk mengobati luka dalam. Daun hanjokorteki direbus dengan jumlah ganjil yaitu sebanyak 5 lembar, 7 lembar, dan seterusnya. Air ditambahkan sebanyak 2 gelas. Air hasil rebusan ini dapat diminum hingga sembuh. Pada penggunaan rimpang temulawak, rimpang sebesar telapak tangan dapat diparut ataupun dipotong menjadi bagian-bagian kecil, lalu ditambahkan air sebanyak 2-3 gelas. Air hasil rebusan ini dapat langsung diminum dengan pemakaian 2x sehari hingga penyakitnya sembuh. 13. Penyakit gangguan urat syaraf Meniran (Phyllantus niruri) merupakan spesies tumbuhan yang bagian daunnya dapat dimanfaatkan untuk mengobati rematik dan tidak bisa tidur.

71 56 Penggunaanya dengan cara dapat dimakan langsung ataupun direbus sebanyak satu genggam dan ditambahkan air sebanyak 2 gelas, lalu air hasil rebusan diminum untuk mengobati penyakit tersebut. 14. Penyakit kanker atau tumor Daun haki (Dillenia pentagyna) dapat dijadikan sebagai obat kanker. Menurut Wulandari (2010), senyawa flavonoid pada famili Dilleniaceae memiliki kandungan antioksidan yang baik dan dapat menjaga daya tahan tubuh. Penggunaan daun haki dengan cara merebus minimal 5 lembar daunnya ditambah 3 gelas air untuk kemudian diminum air rebusannya. 15. Penyakit tulang Kalika rataka (Erythrina sp.) merupakan spesies tumbuhan yang bagian batangnya digunakan sebagai sakit tulang. Cara penggunaanya yaitu dengan cara menumbuk bagian batangnya, dan ditempelkan pada bagian tulang yang sakit. 16. Penyakit diabetes Bagian daun kapohambakung (Stachytarpheta indica) dimanfaatkan untuk mengobati penyakit diabetes. Kandungan alkaloidnya mengurangi racun-raun didalam tubuh, membantu dalam proses detoksifikasi, serta kandungan flavonoidnya berfungsi mengurangi kolesterol dalam tubuh dan melancarkan peredaran darah. 17. Penyakit kuning Rimpang kunyit (Curcuma domestica) dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kuning. Cara penggunaanya yaitu: rimpang kunyit sebesar 3 jari tangan kemudian dihancurkan dengan cara ditumbuk maupun diserut lalu ditambahkan air sebanyak 2-3 gelas. Setelah mendidih, air rebusan disaring lalu diminum 2x sehari hingga sembuh. 18. Penyakit mata Air embun yang berasal dari daun Sirih (Piper betle), dapat digunakan untuk mengobati sakit mata. Air embun yang paling baik digunakan untuk mengobati sekaligus membersihkan mata, yaitu ketika pagi hari. Namun tidak jarang pula masyarakat akan merendam daun sirih dan kemudian air pada hasil rendaman digunakan untuk mengobati mata setiap pagi hari.

72 Penawar racun Daun bau (Ageratum conyzoides) digunakan sebagai obat luka juga penawar racun jika terkena bisa. Penggunaan daunnya dengan cara digosokkan pada anggota tubuh yang terkena luka ataupun bisa. Berdasarkan pemanfaatan tumbuhan obat, diketahui bahwa terdapat tumbuhan obat yang dapat mengobati lebih dari satu penyakit, seperti sirih (Piper betle), alia/jahe (Zingiber officinale), pinang (Areca catechu) dan lainnya. Tumbuhan obat tersebut paling banyak digunakan dengan cara dikunyah, ditumbuk atau dititi. Masyarakat percaya, dengan memakan sirih dan pinang kondisi kesehatan mereka dapat terus terjaga. Alia/Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tumbuhan yang paling banyak digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit seperti dalam pengobatan luka, penyakit otot dan persendian, penyakit saluran pencernaan, dan sakit kepala serta demam. Menurut Koswara (2012), jahe (Zingiber officinale) memang memiliki banyak manfaat diantaranya dapat menurunkan tekanan darah (hipertensi). Hal ini karena jahe merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan kerja jantung memompa darah. Jahe juga membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan yaitu protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan lemak, mencegah tersumbatnya pembuluh darah. Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah, menetralkan radikal bebas karena jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh dan fungsi lainnya. Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan memiliki peranan yang penting dalam proses pengobatan. Beberapa senyawa kimia yang banyak terdapat pada tumbuhan diantaranya senyawa kimia seperti polifenol, alkaloid, saponin, minyak atsiri, flavonoid,dan senyawa kimia lainnya yang berperan dalam upaya penyembuhan. Kandungan senyawa kimia pada tumbuhan yang berkhasiat obat berdasarkan hasil literature, dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 8. Polifenol merupakan senyawa kimia yang berfungsi sebagai anti-histamin (anti-alergi). Alkaloid berfungsi sebagai detoksifikasi yang dapat meminimalisir

73 58 racun-racun di dalam tubuh. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik alkaloid sering kali beracun pada manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Saponin merupakan kandungan zat kimia yang bermanfaat dalam mempengaruhi kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) yaitu dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan. Selain itu, saponin juga merupakan sumber anti-bakteri dan anti-virus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah. Peranan dari flavonoid yaitu melancarkan peredaran darah seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengandung anti inflamasi (anti radang), mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, berfungsi sebagai antioksidan dan membantu mengurangi rasa sakit analgesik (Hustiantama 2002). Pada kegiatan Pahappa, tidak hanya kandungan buah saja yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan penyakit. Air ludah ternyata juga memiliki peranan yang penting dalam mempercepat proses penyembuhan. Kandungan lainnya yang terdapat pada air liur diantaranya: elektrolit, bakteri, virus, jamur, sekresi dari hidung dan paru-paru, sel-sel dari mulut dan sekitar 500 protein. Tim peneliti dari belanda telah membuktikan bahwa terdapat protein kecil yang terdapat di air ludah, yaitu histanin. Protein ini sebelumnya diketahui hanya berperan sebagai pembunuh bakteri, tetapi berdasarkan hasil penelitian ternyata histanin berperan juga dalam penyembuhan luka. Selain itu, zat tersebut dapat diproduksi secara massal dan memiliki potensi sebagai antibiotik (Winardi 2009). Suatu tumbuhan memiliki aktivitas biologi dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang ada pada tumbuhan tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Suganda 2010). Berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa kimia suatu tumbuhan adalah: 1. keanekaragaman genetik; 2. lingkungan tempat tumbuh, yang meliputi faktor biotik, tanah dan nutrisi, air,

74 59 temperatur, cahaya (kualitas, intensitas, dan lama pencahayaan), ketinggian tempat tumbuh, panen dan pascapanen. Pengetahuan masyarakat Desa Katikuwai diketahui dari hasil turun-temurun maupun dari tetangga. Masyarakat yang sakit biasanya juga meminta ramuan obat pada orang yang biasa meramu obat, kemudian peramu atau dukun akan mencari obat sesuai permintaan ke pekarangan, sekitar jalan, maupun kebun-kebun sekitar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, tidak semua peramu mau memberi informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Hal ini diutarakan karena jika dukun atau peramu memberitahukan suatu jenis tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan, dipercaya bahwa khasiat untuk mengobati suatu jenis penyakit akan berkurang dan tidak ampuh. Tumbuhan obat merupakan salah satu alternatif dalam pengobatan tradisional. Melalui pengobatan tradisional, masyarakat diharapkan mampu menolong dirinya dan keluarganya dengan pengobatan tradisional melalui pemanfaatan berbagai tumbuhan berkhasiat obat (tumbuhan obat) sebelum memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas ataupun rumah sakit (Aliadi & Roemantyo 1994). Pengobatan tradisional juga merupakan sumber informasi bagi spesiesspesies tumbuhan obat yang telah digunakan berdasarkan pengalaman turun temurun (Aliadi & Roemantyo. 1994). Pengobatan tradisional dapat diperoleh dengan meramu satu spesies atau berbagai spesies tumbuhan obat menjadi suatu ramuan obat. Ramuan obat tradisional merupakan media pengobatan dengan menggunakan tumbuhan dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya. Pada Tabel 18 berikut ini terdapat contoh ramuan pengobatan tradisional yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Informasi selengkapnya mengenai ramuan obat di Desa Katikuwai dapat dilihat pada Lampiran 7.

75 60 Tabel 18 Ramuan obat tradisional untuk berbagai penyakit di Desa Katikuwai No. Jenis Penyakit Cara Meramu 1 Sakit perut Buah kelapa yang dibakar, dikunyah sedikit demi sedikit lalu ditelan bersamaan dengan jahe kira-kira 1 ruas jari, dan kulit kayu manis secukupnya. 2 Masuk angin Bawang merah dan alia dikunyah atau digerus, ditambahkan dengan kulit kayu manis yang digerus, selanjutnya di balur ke seluruh tubuh yang sakit dan diurut. 3 Maag Kulit kayu lino dan rita direbus, airnya diminum 3x sehari. 4 Malaria Kulit kayu kesambi di tumbuk, lalu dimakan sedikit demi sedikit. 5 Obat Pemijatan Alia/Jahe dan bawang dihancurkan, lalu ditambahkan dengan air sabun mandi, selanjutnya digunakan untuk memijat. 6 Sakit pinggang Kulit kayu manis, sirih, pinang, bawang putih, bawang merah dihancurkan dengan cara digerus, lalu ditempelkan di sekitar pinggang. 7 Batuk Kulit kayu dan daun damar merah direbus, lalu diminum 1x sehari. 8 Sakit kepala Daun jeruk, papaya, genoak dan kulit kayu manis direbus, lalu diminum. 9 Tetanus Bawang merah, bawang putih, kencur, jahe, cendana, kulit kayu manis dihancurkan, lalu ditempelkan ke anggota badan yang terkena tetanus. 10 Bisul Kulit batang pohon kanjilu dikikis, hingga getahnya terlihat, kemudian getahnya ditampung hingga terkumpul secukupnya. Kemudian, getah kulit kanjilu dicampur dengan kapur secukupnya lalu ditempelkan ditempat yang terkena bisul. 11 Obat mata Daun sirih direndam dalam air, lalu diteteskan ke mata setiap pagi hari. Daun cabe rawit dikunyah, lalu diusapkan di perut, kepala dan punggung. 12 Mempermudah melahirkan 13 Luka dalam 7 pucuk daun hanjokorteki diambil setiap hari, lalu direbus, kemudian airnya diminum, pengobatan ini dilakukan selama 7 hari berturut-turut. 14 Sakit gigi Akar Hawindu direbus, lalu airnya dikumur-kumur. 15 Kencing manis Daun kapohambakung dicuci, lalu dimakan langsung. 16 Tertikam Akar alang-alang, alia/jahe dan bawang merah dikunyah, lalu ditempelkan ditempat yang sakit Terdapat hal yang unik dalam pembuatan ramuan untuk pengobatan tradisional yaitu, jumlah daun yang digunakan selalu ganjil, dengan jumlah daun 3 lembar, 5 lembar, 7 lembar, dan seterusnya. Pada pembuatan ramuan juga dianjurkan untuk membuat atau mengambil bahan-bahan ramuan secukupnya dan dapat diambil lagi apabila diperlukan lagi dalam pengobatan. Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan obat (Aliadi & Roemantyo. 1994). Kaitan tersebut dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam pengobatan tradisional, serta aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati (Aliadi & Roemantyo. 1994).

76 61 Pada penggunaan ramuan obat tradisional, tidak semua orang dapat cocok menggunakan ramuan obat tertentu untuk mengobati suatu jenis penyakit. Pada umumnya,spesies tumbuhan seperti sirih, pinang, dan alia/jahe merupakan spesies tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai salah satu campuran dalam suatu ramuan penyakit pada masyarakat desa Katikuwai. Kebiasaan sehari-hari Pahappa atau mengunyah dan memakan buah sirih dan pinang dengan campuran kapur, merupakan kebiasaan sehari-hari masyarakat yang bisa mencapai kali mengonsumsi dalam sehari. Kebiasaan ini dirasakan memberi manfaat bagi kesehatan dan menjaga stamina masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Menurut Salan (2009), beberapa keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan obat tradisional adalah: 1. Pada umumnya, harga ramuan tradisional lebih murah jika dibandingkan dengan obat obatan buatan pabrik, karena bahan baku obat obatan buatan pabrik sangat mahal dan harganya sangat tergantung pada banyak komponen. 2. Bahan ramuan tradisional sangat mudah didapatkan di sekitar lingkungan, bahkan dapat ditanam sendiri untuk persediaan keluarga. 3. Pengolahan ramuannya juga tidak rumit, sehingga dapat dibuat di dapur sendiri tanpa memerlukan peralatan khusus dan biaya yang besar. Hal tersebut sangat berbeda dengan obat-obatan medis yang telah dipatenkan, yang membutuhkan peralatan canggih dalam prose pembuatannya dan butuh waktu sekitar 25 tahun agar diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Menurut Aliadi & Roemantyo (1994), ada 3 kelompok masyarakat yang dapat dibedakan berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat. Pertama, kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional. Kedua, kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, dan ketiga industri obat. Masyarakat Desa Katikuwai termasuk kedalam kelompok kedua, yaitu kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, karena Desa Katikuwai memiliki sarana dan prasarana kesehatan terbatas. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sudah ada, tetapi tenaga medis, peralatan serta obat-obatan terbatas

77 62 ketersediaanya. selain itu, adanya kendala ekonomi juga menjadi alasan bagi penggunaan obat tradisional. Berbagai keterbatasan tersebut mengakibatkan pengobatan tradisional menjadi pilihan masyarakat yang cukup penting. Menurut Aliadi & Roemantyo (1994), Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional tidak terlalu mengkhawatirkan karena hanya untuk kepentingan sendiri (keluarga) sehingga jumlah yang diambil tidak terlalu banyak. Kelebihan obat tradisional diantaranya juga memiliki efek samping relatif rendah, komponen yang berbeda dalam suatu ramuan memiliki efek yang saling mendukung, dan pada satu tumbuhan memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Penggunaan obat tradisional berkembang sesuai dengan pengalaman empiris yang teruji melalui trial and error secara turun temurun atau disebut dengan etno-wanafarma (ethno-forest pharmacy) (Zuhud 2009). Pengalaman empiris telah banyak menunjukkan bahwa penggunaan obat tradisional secara konvensional banyak bermanfaat dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat di desa terpencil sekitar kawasan hutan. Tumbuhan obat yang ada kebanyakan merupakan hasil budidaya yang sebelumnya diambil anakannya dari hutan. Kesambi (Schleichera oleosa) merupakan salah satu spesies tumbuhan dari hutan yang keberadaanya terdapat di daerah Indonesia yang memiliki daerah kering dan musim kemarau yang kuat. Adaptasi kesambi pada musim kemarau sama seperti jati, meskipun hanya sebentar, kesambi akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau agar mengurangi kebutuhan hidupnya terhadap air. Kesambi banyak tumbuh liar di daerah savana yang banyak terdapat di daerah Nusa Tenggara (Gambar 12). Pemanfaatan kesambi dengan berbagai fungsi, sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan bagian kulit kayu kesambi oleh masyarakat Desa Katikuwai sebagai obat malaria, menjadi salah satu alternatif pengobatan malaria yang kayunya merupakan endemik di wilayah Nusa Tenggara, selain itu, sifat kayu kesambi yang keras, padat, dan berat serta tahan terhadap perubahan cuaca yang berganti-ganti, membuat kayu kesambi banyak dimanfaatkan sebagai perkakas rumah tangga, kayu bakar, dan bahan pembuatan arang (Heyne 1987).

78 63 Teridentifikasi Gambar 12 Kesambi (Schleichera oleosa). 26 famili yang termasuk spesies tumbuhan obat. Berdasarkan jumlah famili yang ada, famili yang paling banyak digunakan sebagai tumbuhan obat adalah famili Euphorbiaceae dan Asteraceae yang masingmasing terdiri dari 3 spesies. Famili yang paling sedikit digunakan sebagai tumbuhan obat diantaranya Verbenaceae, Tiliaceae dan famili lainnya yang hanya terdiri 1 spesies tumbuhan, keterangan selengkapnya mengenai spesies tumbuhan obat dapat dilihat pada Lampiran 4. Spesies-spesies tumbuhan yang termasuk dalam famili yang paling banyak digunakan dalam pemanfaatan tumbuhan obat kebanyakan merupakan spesies tumbuhan yang hidup liar seperti meniran (Phyllanthus niruri), damar merah (Ricinus communis), damar putih (Jatropha curcas), daun bau (Ageratum conyzoides), dan rumbalunggi (Sonchus arvensis) Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus Habitus tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat adalah habitus pohon dengan persentase sebesar 41% atau 14 spesies tumbuhan dari total 34 spesies. Jumlah persentase masing-masing habitus tumbuhan obat tersaji pada Tabel 18 berikut ini. Tabel 18 Persentase pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan habitus No. Habitus Jumlah Spesies Persentase (%) 1 Pohon Herba Perdu Semak Liana 1 3 Total

79 64 Habitus pohon, mendominasi dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat. Kulit kayu dan batang pohon dianggap ampuh dalam upaya pengobatan, sehinggga habitus pohon menjadi alternatif tumbuhan obat yang paling banyak. Kanjilu (Ficus variegata) merupakan salah satu spesies tumbuhan obat yang berhabitus pohon yang dimanfaatkan getahnya sebagai obat bisul. Pohon kanjilu memiliki keunikan ketika berbuah. Pada saat berbuah, buahbuahnya menempel pada batang pohon secara berkelompok pada ranting-ranting yang berukuran lebih pendek dibanding ranting pohon pada umumnya, panjang ranting berkisar cm. Buah kanjilu yang matang berwarna merah hingga ungu kehitaman yang oleh masyarakat desa biasa dijadikan sebagai makanan babi (Gambar 13). (a) (b) Gambar 13 Tumbuhan obat habitus pohon: (a) kanjilu (Ficus variegata), (b) getah kulit. Spesies tumbuhan obat dengan habitus pohon perlu diperhatikan ketersediaanya. Pemanfaatan yang berlebihan, dengan sedikitnya upaya pembudidayaan dapat menyebabkan ketersediaannya semakin sedikit karena tumbuhan obat yang dimanfaatkan dengan habitus pohon memerlukan waktu yang lama untuk tumbuh dari anakan hingga menjadi pohon. Habitus herba juga banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat, dengan jumlah persentase sebesar 38% atau dengan jumlah spesies tumbuhan sebanyak 13 spesies, Sedangkan tumbuhan dengan habitus liana merupakan habitus tumbuhan yang paling sedikit digunakan, yaitu hanya terdapat pada 1 spesies tumbuhan dengan persentase sebesar 3%.

80 Keanekaragaman bagian yang digunakan Tidak semua bagian tumbuhan dapat digunakan sebagai obat. Berdasarkan pengalaman empiris, bagian-bagian tertentu saja pada tumbuhan yang memiliki khasiat dalam mengobati suatu penyakit. Pada Tabel 19, merupakan persentase masing-masing bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat. Terdapat 8 bagian yang digunakan, yaitu: daun, kulit kayu, akar, batang, getah, tunas, rimpang, dan banir. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 19 Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan No. Bagian yang digunakan Persentase (%) 1 Daun 44 2 Kulit kayu 23 3 Akar 8 4 Batang 8 5 Getah 8 6 Tunas 5 7 Rimpang 2 8 Banir 2 Total 100 Haki (Dillenia pentagyna) merupakan salah satu spesies tumbuhan obat yang bagian daunnya dimanfaatkan sebagai obat kanker (Gambar 14). Gambar 14 Daun haki (Dillenia pentagyna) sebagai obat kanker. Daun haki memiliki ukuran yang relatif besar dengan panjang daun dapat mencapai cm. Menurut sebuah penelitian, famili yang termasuk Dilleniaceae mengandung golongan senyawa flavonoid yang fungsinya sebagai antioksidan alami (Wulandari et al. 2010). Cendana (Santalum album) merupakan spesies tumbuhan penting yang digunakan oleh masyarakat Desa Katikuwai, karena selain seluruh bagian tumbuhannya dapat dijadikan obat juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

81 66 Menurut Depkes (2009), potensi yang didapat pada tumbuhan cendana selain digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, dan bahan parfum, juga dapat digunakan sebagai obat pereda kejang, patah tulang, demam, pencegah mual, peluruh keringat dan penghalus kulit Keanekaragaman tipe habitat Berdasarkan Tabel 20, habitat pekarangan merupakan habitat tumbuhan yang paling banyak ditemukan. Sebanyak 47% tumbuhan yang berasal dari kebun digunakan sebagai tumbuhan obat. Selanjutnya berada di pekarangan, sekitar jalan, dan ladang merupakan habitat lainnya yang menjadi tempat hidup tumbuhan obat. Sebanyak 53% spesies tumbuhan yang digunakan merupakan spesies liar, sedangkan 29% merupakan tumbuhan hasil budidaya, dan sebesar 18% merupakan spesies tumbuhan yang didapatkan secara budidayakan sekaligus liar. Tabel 20 Persentase tipe habitat tumbuhan obat No. Tipe Habitat Jumlah Persentase (%) 1 Kebun Pekarangan Jalan Ladang Jalan & Ladang Jalan & Pekarangan Jalan & Kebun 1 3 Total Pada umumnya, kebun merupakan habitat yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan budidaya tumbuhan, beberapa contoh spesiesnya seperti cendana (Santalum album), damar merah (Ricinus communis), damar putih (Jatropha curcas) dan spesies lainnya (Lampiran 4). Spesies tumbuhan obat tidak jarang pula ditemukan spesies tumbuhan obat liar yang berada di tanah hak milik pekarangan, dan ladang, serta yang ada di sekitar jalan. Menurut Roslinda (2008), kebun adalah sistem bercocok-tanam berbasis pohon yang paling terkenal di Indonesia selama berabad-abad. Gambar 15 berikut ini menggambarkan habitat tempat tumbuhnya tumbuhan obat.

82 67 (a) (b) Gambar 15 Habitat tumbuhan obat: (a) sekitar jalan, (b) sekitar kebun. Menurut Roslinda (2008), pembentukan kebun diawali dengan penebangan dan pembakaran hutan atau semak belukar yang kemudian ditanami dengan tanaman semusim selama beberapa tahun, kemudian membentuk fase pertama yang disebut fase kebun. Pada fase kedua, ditanami dengan pohon buah-buahan ditanam secara tumpangsari dengan tanaman semusim (fase kebun campuran). Pada fase ketiga,beberapa tanaman asal hutan yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola kombinasi tanaman asli setempat misalnya bambu, pepohonan penghasil kayu lainnya dengan pohon buah-buahan (fase talun). 5.4 Kearifan Masyarakat Lokal Karakteristik Responden a. Umur Berdasarkan 30 responden yang diwawancarai, diketahui bahwa umur responden dimulai umur 25 tahun hingga umur 76 tahun. Pada Gambar 16 menunjukkan pengklasifikasian umur responden dengan interval umur 10 tahun. Jumlah Responden Interval Umur Gambar 16 Klasifikasi umur responden (interval 10 tahun).

83 68 Mayoritas responden adalah responden dengan klasifikasi umur tahun. Kisaran umur tahun yang masih termasuk dalam umur produktif diperkirakan telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai tumbuhan obat maupun pangan. Berdasarkan jumlahnya, Umur produktif yang berkisar antara memiliki jumlah yang paling banyak jika diakumulasikan, yaitu dengan jumlah 22 orang (73%) dan selebihnya umur tidak produktif sebanyak 8 orang (27%), yaitu dengan kisaran umur lebih dari 54 tahun. Menurut Syaruddin (2003) umur produktif berpotensi dalam pengembangan usaha pertanian karena kondisi fisik dan kemampuan berpikir yang dinamis, sehingga ada upaya untuk melakukan inovasi dalam mengelola usaha taninya, termasuk didalamnya inovasi terhadap tumbuhan pangan dan obat. b. Jenis kelamin Pengetahuan tumbuhan pada responden di Desa Katikuwai, didominasi oleh laki-laki, yaitu dengan nilai persentase sebanyak 87% (26 orang), sedangkan persentase perempuan hanya 13% (4 orang). Namun hal ini tidak mempengaruhi sistem pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, diantara laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama dalam mengolah ataupun mengelola pertanian. Perempuan dan laki-laki melakukan kegiatan seperti membersihkan lahan, menanam bibit hingga memanen (Gambar 17). Namun, karena peran perempuan lebih diutamakan pada urusan mengurus anak dan kegiatan rumah tangga lainnya, sehingga curahan waktu kerja, pengambilan keputusan dan pengambilan hasil pertanian cenderung lebih besar laki-laki dibanding perempuan. Gambar 17 Perempuan yang mengambil hasil panen.

84 69 Berdasarkan klasifikasi peran perempuan menurut Listiani (2002) diacu dalam Tobing (2009), peran perempuan di Desa Katikuwai memiliki 3 peranan sekaligus, yaitu: 1. Peran produktif, ikut berperan dalam kegiatan yang menghasilkan pendapatan contohnya adalah ikut menjual hasil produk pertanian di pasar mingguan desa, 2. Peran reproduktif, kegiatan kerja yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti mengasuh anak, memasak dan lainnya, 3. Peran domestik, kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat seperti kader Taman Nasional. c. Mata pencaharian Mata pencaharian responden memiliki mata pencaharian utama sebagai petani yaitu dengan nilai persentase sebesar (64% (19 responden), namun ada responden yang memiliki dua mata pencaharian sekaligus, pada Tabel 21 berikut ini tercantum persentase masing-masing mata pencaharian responden. Tabel 21 Mata pencaharian responden No. Mata Pencaharian Jumlah responden Persentase (%) 1 Petani Petani & Peramu Perangkat Desa Petani & Buruh Penenun Ibu Rumah Tangga 1 3 Total Sebanyak 17 % (5 responden) memiliki mata pencaharian sebagai petani sekaligus sebagai peramu obat, selain itu, sebanyak 3% (1 responden) memiliki mata pencaharian sebagai petani sekaligus buruh. Responden lainnya memiliki mata pencaharian sebagai penenun (3%), ibu rumah tangga (3%), dan 10 % responden merupakan perangkat desa yang terdiri dari: Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Ketua BPD. Keberadaan Desa Katikuwai yang berada dalam kawasan TNLW, mendukung masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Ketersediaan lahan berupa padang rumput atau savana yang luas mendukung dalam mengembangkan usaha peternakan yang merupakan usaha turun-temurun dan juga dapat menambah penghasilan masyarakat. Masyarakat membiarkan ternaknya mencari makan sendiri di padang rumput yang luas, tanpa khawatir

85 70 ternaknya akan hilang karena ternak yang terdiri dari kuda, sapi, dan kerbau biasanya telah ditandai dengan cara pemberian nomor atau tanda di kulit satwa tersebut. Keberadaan ternak membantu dalam penyediaan pupuk organik dan menciptakan lingkungan hidup yang lebih ramah lingkungan. Kotoran ternak merupakan sumber pupuk organik yang mengandung unsur-unsur lain yang diperlukan tumbuhan seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) (Pakpahan 2006). Keberadaan peternakan diharapkan lebih menguntungkan usaha pertanian karena dapat menaikkan kesuburan tanah dan pemakaian pupuk organik, menaikkan produksi tumbuhan pertanian berupa tumbuhan pangan, obat, pakan ternak dan spesies tumbuhan lain yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Mata pencaharian utama penduduk sebagai petani didukung oleh ketersediaan lahan yang cukup luas yang dapat digarap oleh penduduk sebagai lahan pertanian. Penduduk diwajibkan memiliki lahan yang dapat digarap sebagai lahan pertanian. Setiap satu kepala keluarga minimal memiliki tanah sebesar 0.5 hektar yang kemudian dikelola dan ditanami dengan tanaman pertanian, perkebunan maupun kehutanan. Desa Katikuwai membuat kelembagaan yang mengatur kelompokkelompok tani pada setiap wilayah. Pembagian kelompok tani dibagi berdasarkan jumlah anggota masyarakat pada setiap rukun tetangga (RT). Kelompok tani setiap RT biasanya terdiri dari 5 sampai 7 orang, pembagian kerja selama 5 hari, yaitu dari hari senin sampai jumat, dengan sistem kerja secara bergiliran sesuai waktu yang telah disepakati. Hasil panen digunakan sehari-hari oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, jika hasil panen berlebih, masyarakat juga menjual hasil panen di pasar Pakamang yaitu pasar mingguan yang diadakan setiap hari selasa di depan kantor desa. Selain itu, pembeli yang membeli hasil produk pertanian tidak hanya berasal dari Desa Katikuwai saja, tetapi bisa juga pembeli dari desa sekitarnya seperti Desa Ramuk atau Tanarara, bahkan dari daerah Waingapu yang tujuannya untuk dijual lagi ataupun dikonsumsi sendiri. Pada Gambar 18 berikut ini menunjukkan kondisi pasar mingguan yang berada di Desa Katikuwai.

86 71 (a) (b) (c) (d) Gambar 18 Pasar mingguan: (a) kondisi pasar, (b) pedagang yang menjajakan dagangannya, (c) hasil panen kopi, (d) hasil panen alia/jahe. Kisaran harga jual tumbuhan pangan yang dijual dari hasil panen memiliki kisaran harga rata-rata Rp Rp tergantung spesies tumbuhannya. Namun, pedagang banyak menjual barang dagangannya dengan harga seribu rupiah agar mudah laku dan cepat habis. Contoh jenis tumbuhan yang dijual dengan harga seribu rupiah: ubi jalar (Ipomoea batatas): 2-4 buah, jeruk nipis (Citrus aurantifolia): 4 buah, kacang panjang (Vigna sinensis): 1 ikat, buah sirih (Piper betle): 6-10 buah), pisang (Musa paradisiaca): 2 buah, kangkung (Ipomea aquatic): 1 ikat, tomat (Lycopersicum pyriforme): 1 mangkuk kecil. Jenis tumbuhan yang paling sering dijual antara lain:, jagung (Zea mays: Rp /4 buah, kemiri (Aleurites moluccana): Rp /kg, alia/jahe (Zingiber officinale): Rp /kg, Kopi (Coffea sp.): Rp /mangkuk sedang. Spesies tumbuhan diatas merupakan spesies tumbuhan yang biasa diperdagangkan di pasar pakamang. Berdagang hasil usaha tani merupakan cara masyarakat yang biasa dilakukan dalam menambah penghasilan. Menurut Roslinda (2008), meskipun sebagian besar kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat dapat terpenuhi dari hasil usaha tani, tetapi petani masih memerlukan penghasilan tunai untuk memenuhi kesenjangan penghasilan usaha tani dengan kebutuhan hidupnya.

87 72 d. Luas kepemilikan lahan Masyarakat Desa Katikuwai, rata-rata memiliki lahan milik minimal 0.5 ha tiap kepala keluarga. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat desa memiliki lahan berupa pekarangan, ladang, maupun kebun dengan luas 0.5 ha hingga 12 ha. Pada Tabel 22 berikut ini, menunjukkan luas lahan yang dimiliki responden. Tabel 22 Luas lahan responden No. Luas Lahan (ha) Jumlah responden Lahan-lahan tersebut terutama lahan pekarangan sering dimanfaatkan masyarakat dengan ditanami berbagai macam tumbuhan pangan seperti tumbuhan palawija, perkebunan, pertanian, hingga kehutanan. Lahan berupa kebun ditanami dengan tumbuhan yang berumur panjang dan yang memiliki nilai ekonomi seperti pohon cendana (Santalum album) dan kopi (Coffea sp.). Sedangkan lahan yang berupa pekarangan, sawah atupun kebun biasanya ditanami dengan jenis tumbuhan untuk keperluan hidup sehari-hari seperti padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), sayur-sayuran seperti: bayam(amaranthus spinosus), pakis (Diplazium esculentum), labu kuning, (Cucurbita moschata), serta buah-buahan seperti: papaya (Carica papaya), nanas (Ananas comosus), pisang (Musa paradisiaca) dengan skala kecil, atau skala rumah tangga. Lahan masyarakat yang berupa ladang, sawah ataupun kebun lazimnya berdekatan dengan pekarangan, sehingga masyarakat sangat mudah mengambil hasil panen untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari hal ini dikarenakan hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik pekarangan dengan tanaman yang tumbuh dan ditumbuhkannya terintegrasi dengan baik (Arifin 2010). Pekarangan sebagai lahan utama yang berada di sekitar rumah sekaligus pemanfaatanya paling banyak dan mudah, merupakan lahan yang potensial untuk memproduksi pertanian (Arifin 2010).

88 73 Keterkaitan luas lahan yang dimiliki reponden berpengaruh terhadap seberapa banyak jumlah dan spesies tumbuhan yang dapat ditanam, baik di sekitar pekarangan, kebun, sawah, dan ladang. Semakin besar luas lahan yang dimiliki, semakin banyak pula spesies tumbuhan yang dapat ditanam jika masyarakat dapat memanfaatkan lahan dengan sebaik-baiknya, sehingga interaksi terhadap kawasan hutan lebih kecil dan dapat meminimalisir segala bentuk eksploitasi secara berlebihan di kawasan hutan. Menurut Arifin (2010), penggunaan lahan pekarangan yang optimal dan berkelanjutan dapat menghasilkan produktivitas yang relatif tinggi di wilayah tropis, karena keberadaan pekarangan yang multifungsi, antara lain sebagai tempat dipraktikannya sistem agroforestri, konservasi sumberdaya genetik, konservasi tanah dan air, produksi bahan pangan dari tumbuhan dan hewan, dan sebagai tempat terselenggaranya aktivitas yang berhubungan dengan sosial-budaya. e. Tingkat pendidikan Komposisi tingkat pendidikan masyarakat terbanyak hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar saja. Sebanyak 80% (24 responden) hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar (SD). Pada Tabel 23 berikut ini menunjukkan jumlah dan persentase tingkat pendidikan pada responden. Tabel 23 Tingkat pendidikan responden No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%) 1 Sekolah Dasar (SD) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) Sarjana 1 3 Total Kemampuan responden untuk melanjutkan pada tingkat pendidikan selanjutnya, hanya sedikit saja yang bisa melanjutkan. Hal ini disebabkan karena akses menuju sekolah sangat jauh dengan kondisi jalan yang cukup terjal. Selain itu, tingkat pendidikan SMA hanya terdapat di Waingapu yang jaraknya sekitar ±71 km dari desa, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan perjalanan pergi - pulang setiap harinya dari rumah ke sekolah. Selain kondisi aksesibilitas yang kurang memungkinkan, pola pikir masyarakat yang masih kurang peduli terhadap pentingnya pendidikan juga

89 74 menjadi salah satu faktor penghambat. Selain karena faktor biaya, masyarakat masih berfikir lebih baik menjadi petani dibanding mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, karena menjadi petani bisa mendapatkan pendapatan. Namun korelasi antara pendidikan dengan pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat tidak berbanding lurus dengan semakin tingginya pendidikan mereka. Diketahui justru masyarakat yang mengetahui pemanfaatan tumbuhan pangan dan obat justru paling banyak diketahui dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Pengalaman dan pengaruh lingkungan sekitar lebih berperan dibandingkan tingginya tingkat pendidikan dalam mendapatkan pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan yang didapat secara turun temurun. f. Kondisi kesehatan responden Kondisi kesehatan pada responden umumnya memiliki kondisi kesehatan yang baik, namun ada beberapa penyakit yang sering dialami responden dan dapat mengakibatkan aktivitas sehari-hari masyarakat seperi berladang, berkebun, mengembalakan ternak dan aktivitas lainnya menjadi terganggu. Beberapa penyakit yang dapat datang dan kambuh sewaktu-waktu seperti penyakit malaria, sakit perut, kepala, masuk angin, bisul, dan maag, yang tercantum pada Tabel 24. Tabel 24 Penyakit yang dialami responden No. Jenis Penyakit Persentase (%) 1 Malaria 34 2 Sakit Kepala 22 3 Sakit Perut 11 4 Maag 11 5 Masuk angin 11 6 Bisul 11 Total 100 Berdasarkan klasifikasi penyakitnya, penyakit yang dialami masyarakat termasuk kedalam penyakit malaria (34%), sakit kepala (22%), saluran pencernaan: maag, masuk angin, sakit perut (33%), dan penyakit kulit (11%). Penyakit malaria merupakan penyakit yang paling banyak dialami masyarakat, dengan jumlah persentase sebesar 34%. Hal ini disebabkan karena di daerah Nusa Tenggara Timur, merupakan salah satu daerah yang rentan dan banyak

90 75 berkembang biak endemik nyamuk malaria, yang salah satunya dipengaruhi oleh suhu udara yang relatif hangat. Frekuensi kambuhnya suatu penyakit sangat beragam, namun frekuensinya tidak terjadi dalam waktu yang sering. Pada masyarakat yang terjangkit penyakit malaria. Penyakit ini dapat kambuh rata-rata sekali dalam satu tahun dan paling banyak dapat kambuh hingga 3 kali dalam waktu satu tahun, karena diakibatkan kondisi tubuh yang kurang sehat dan kelelahan, sehingga potensi kambuhnya penyakit malaria dapat lebih sering. Gejala yang dialami ketika penyakit malaria kambuh adalah demam tinggi yang disertai kaki dan tangan menggigil. Masyarakat yang telah terjangkit malaria biasanya mengkonsumsi spesies tumbuhan yang dipercaya dapat mengatasi dan mengantisipasi penyakit malaria ketika kambuh. Spesies tumbuhan yang diketahui dapat mengantisipasi penyakit malaria diantaranya adalah spesies alia/jahe (Zingiber officinale), sirih (Piper betle), pinang (Areca catechu), genoak (Acorus calamus), jagung (Zea mays), kayu ular (Strychnos lucida), kesambi (Schleichera oleosa), pepaya (Carica papaya), uhu (Panicum verticillatum) dan spesies tumbuhan lainnya yang dapat mengobati suatu jenis penyakit yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 6. Genoak (Acorus calamus) yang juga dikenal dengan nama lokal lain yaitu dringo dan jeringau, merupakan herba menahun yang dapat hidup pada tempat lembab. Kandungan minyak atsiri, flavonoid dan saponin yang ada didalamnya biasa digunakan untuk membasmi serangga pengganggu (repellent) salah satunya nyamuk. Potensi genoak (Acorus calamus) yang dapat dijadikan insektisida nabati karena berasal dari bahan yang alami, dan mengurangi residu dibandingkan pemakaian insektisida kimia yang dapat mencemari lingkungan. Pola hidup masyarakat dalam menjaga kebersihan juga berpengaruh dalam datangya suatu penyakit. Masyarakat pun menyadari bila mereka kurang menjaga kebersihan seperti mencuci tangan sebelum makan dan tidak memakai alas kaki. Terlebih lagi, di sekitar pekarangan dan tempat tinggal mereka banyak hewan ternak yang berkeliaran, sehingga kotoran-kotoran hewan seperti feses, air liur dan urin dapat menjadi sumber penyakit. Saat ini, pelayanan kesehatan yang ada di Desa Katikuwai hanya tersedia pelayanan posyandu untuk ibu hamil, bayi, dan balita. Pelayanan kesehatan ini

91 76 rutin diadakan setiap bulannya. Posyandu Luri Lanyap merupakan rumah penduduk yang dijadikan posyandu untuk melayani pasien posyandu yang biasanya terdiri dari 25 hingga 30 orang. Posyandu biasanya diadakan pada tanggal 16 setiap bulannya. Tenaga kesehatan yang ada, merupakan bidan dan perawat yang berasal dari Tanarara yang letaknya kira-kira 18 km dari Desa Katikuwai. Angka kelahiran cukup tinggi. Setiap keluarga rata-rata memiliki anak lebih dari lima, dikarenakan usia menikah yang masih relatif muda. Usia produktif melahirkan pada perempuan di Desa Katikuwai yaitu pada rentang usia 17 tahun hingga usia 40 tahunan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di posyandu yaitu pelayanan imunisasi yang terdiri dari imunisasi hepatitis, BPT, polio, dan campak. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan kesehatan seperti pemeriksaan penyakit malaria, glukoprotein, dan pemeriksaan pada ibu hamil, bayi, dan balita. Fasilitas yang diberikan oleh posyandu berupa pemberian panduan buku kesehatan ibu dan anak, stiker ibu hamil, serta obat-obatan secara gratis. Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Generasi Cerdas (PNPM GSC) Mandiri yang merupakan program dari provinsi, penyuluhan kesehatan untuk masyarakat terutama kaum ibu-ibu hamil, bayi, dan balita kurang gizi mendapatkan perhatian lebih demi meningkatkan kesehatan mereka. Selain itu, PNPM GSC juga memberikan bantuan gizi berupa pemberian susu bayi, kacang hijau dan makanan bergizi lainnya. g. Agama dan kepercayaan Sumba Timur identik dengan adat istiadat dan kepercayaan yang kuat terhadap nenek moyang, meskipun begitu sebanyak 80% responden telah beragama protestan, namun masih ada responden yang menganut agama tradisional yaitu marapu (20%) di Desa Katikuwai khususnya di Kampung Lama yang letaknya dari ke arah barat dari kantor Desa Katikuwai dengan waktu tempuh jam untuk penduduk setempat, namun bisa mencapai waktu 3-4 jam bagi pendatang. Terdapat adat istiadat yang harus dilaksanakan bagi orang yang belum pernah datang ke Kampung Lama (Gambar 19). Pada saat pertama kali datang ke kampung lama harus melepas alas kaki yang merupakan simbol menyatu, dan

92 77 juga menggunakan pakaian adat. Namun saat ini, dengan melepas alas kaki saja yang dimulai dari sepasang pohon besar yang menjadi tanda selamat datang bahwa kita telah memasuki Kampung Lama. Namun, saat ini pohon yang digunakan sebagai tanda selamat datang hanya ada satu pohon saja dikarenakan satu pohon lainnya telah terbakar. Gambar 19 Kampung Lama Aksi konservasi masyarakat a. Kegiatan budidaya tumbuhan Pada dasarnya, masyarakat memiliki cara pandang tentang hidup bersama dan berdampingan dengan alam. Masyarakat menyadari bahwa pentingnya keberadaan pepohonan dalam fungsi ekologi. Menurut mereka, dengan banyaknya keberadaan pohon, secara langsung atau tidak langsung dapat memperlancar keberlangsungan hidup, terutama dengan kesediaan air dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, upaya untuk terus melestarikan keberadaan pepohonan secara turun temurun telah dilakukan cara membudidayakannya. Cara membudidayakan tumbuhan yang biasa masyarakat lakukan adalah dengan mencari anakan pohon atau semai di sekitar lingkungan mereka (jalan, kebun, ladang, sawah, sungai), untuk selanjutnya ditanam di pekarangan, kebun, ataupun ladang mereka, bahkan untuk dijual dengan cara anakan yang ditemukan, ditanam ke polybag terlebih dahulu (Gambar 20).

93 78 Gambar 20 Anakan pohon dalam polybag. Jenis tumbuhan yang paling sering diambil anakannya antara lain jenis cendana (Santalum album), gaharu (Aquilaria moluccensis), gmelina (Gmelina arborea), kayu manis (Cinnamomum burmanii), dan rimpang-rimpangan seperti jahe (Zingiber officinale), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), dan kencur (Kaempferia galanga). Masyarakat juga biasa mengumpulkan buah-buah cendana yang matang dengan cara memunguti buah-buah yang jatuh dari pohon atau mengambilnya langsung dari pohon untuk kemudian dikeringkan dan dijadikan bibit Tumbuhan cendana lebih diperhatikan dalam budidaya, karena dirasa memiliki nilai ekonomi yang lebih dibandingkan jenis tumbuhan lainnya. b. Kegiatan gotong royong Kebiasaan masyarakat yang kekeluargaannya masih kental, tercermin dalam kegiatan gotong royong pada beberapa kegiatan seperti kegiatan keagamaan, hari libur nasional, dan terutama pada kegiatan pertanian atau mengolah lahan. Pada masa awal akan bercocok tanam, tetangga ataupun kerabat dekat akan membantu dalam pembersihan lahan, penggemburan tanah, hingga menanam. Tidak ada imbalan khusus yang diberikan kepada tetangga atau kerabat yang membantu, tetapi biasanya pemilik lahan memberikan penghargaan berupa pemberian makanan ketika proses pengerjaan, dan pemberian sedikit hasil panen kepada yang telah membantu ketika musim panen telah tiba.

94 79 c. Pahappa Sirih dan pinang adalah dua spesies tumbuhan yang selalu ada setiap harinya di rumah. Kebiasaan masyarakat Sumba yang selalu mengunyah buah sirih dan pinang disebut Pahappa. Pahappa merupakan kebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dalam keseharian mereka (Gambar 24). Ketersediaan bahan-bahan untuk Pahappa juga dipengaruhi oleh adat istiadat masyarakat sumba yang harus memberikan suguhan berupa Pahappa jika ada tamu yang berkunjung. Tuan rumah dianggap tidak tahu adat istiadat, apabila tamu tidak diberikan Pahappa. Pahappa disajikan dalam wadah yang terbuat dari anyaman bambu ataupun anyaman daun lontar dengan bentuk yang berbeda-beda (a) (b) (c) Gambar 25 Suguhan Pahappa untuk tamu: (a) buah sirih (Piper betle), (b) buah pinang (Areca catechu), (c) tempat untuk menyuguhkan Pahappa. Frekuensi setiap orang dewasa untuk Pahappa dengan cara mengunyah buah sirih dan buah pinang yang dicampur dengan kapur bisa mencapai kali dalam satu hari. Apabila seseorang yang terbiasa melakukan Pahappa terlalu

95 80 sedikit melakukannya, biasanya mulut mereka akan terasa masam. Oleh sebab itu, sirih dan pinang merupakan tumbuhan wajib yang harus ada di sekitar pekarangan ataupun kebun mereka. Kebiasaan menyirih ini berbeda dengan kebiasaan menyirih di tempat lain yang biasanya mengunyah daun sirih, sedangkan pada masyarakat Sumba Timur, yang dikunyah adalah bagian buahnya. Kegunaan dari Pahappa (menyirih) antara lain dapat meningkatkan kapasitas bekerja, menimbulkan sensasi panas dalam tubuh, dan meningkatkan kewaspadaan. Selain itu, Pahappa dapat menekan rasa lapar dan diyakini oleh masyarakat di Asia Selatan dalam menjaga kesehatan (Susilo 2010). Namun, tidak semua masyarakat yang sudah dewasa memiliki kebiasaan Pahappa. Sebagian kecil dari mereka ada yang merasa pusing jika memakan buah pinang dan buah sirih dengan campuran kapur. d. Pembuatan anyaman Peran aktif perempuan-perempuan sumba timur tidak hanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan pertanian, tetapi dalam kesehariannya mereka suka membuat anyaman-anyaman yang terbuat dari daun pandan, daun lontar, bahkan dari bambu. Kegiatan pembuatan anyaman tidak hanya dilakukan oleh perempuan-perempuan Sumba yang masih muda, tetapi perempuan yang sudah lanjut usia biasanya lebih terampil dalam pembuatan anyaman (Gambar 22). (a) (b) (c)

96 81 (d) (e) (f) Gambar 22 Proses pembuatan anyaman: (a) daun lontar yang sudah kering, (b) pemotongan daun dengan ukuran sama, (c) pemisahan daun sesuai ukuran, (d) pembuatan anyaman, (e) anyaman yang hampir jadi, (f) anyaman sebagai tempat menyimpan makanan. Pembuatan anyaman ini untuk mengisi waktu luang mereka sekaligus menambah penghasilan karena hasil anyaman yang dibuat dapat dijual kepada penduduk setempat ataupun tamu yang datang di pasar mingguan. Anyaman yang mereka buat berupa tempat untuk menyuguhkan Pahappa, tempat penyimpan makanan (beras, jagung, dan buah-buahan), hingga hiasan rumah. e. Pola konsumsi pangan Masyarakat Desa Katikuwai telah terbiasa mencampur nasi dan jagung sebagai makanan pokok mereka. Pangan pokok adalah pangan yang dikonsumsi secara sehari-hari dalam jumlah besar sebagai sumber energi. Pada Tabel 25 terlampir spesies tumbuhan yang biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok dan pangan yang selalu tersedia disetiap rumah masyarakat Desa Katikuwai. Tabel 25 Pola pangan masyarakat No. Jenis Pangan Spesies Tumbuhan Keterangan 1 Pangan pokok Jagung (Zea mays) Padi (Oryza sativa) Dikonsumsi secara tunggal (hanya jagung atau padi saja), atau dikombinasikan (mencampur jagung dan beras menjadi makanan pokok). Dimasak dengan cara 2 Pangan pokok alternatif Ubi kayu (Manihot utilisima) Ubi jalar (Ipomoea batatas) Keladi (Caladium sp.) ditanak. Dikonsumsi dengan mencampur beras/jagung dengan umbi-umbian yang ada. Biasanya beras/jagung dikombinasikan dengan umbi apabila persediaan makanan sudah habis atau mulai menipis. Umbi-umbian juga biasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Tradisional Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan menginterpretasikan baik hasil pengamatan maupun pengalaman, sehingga bisa digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2017.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2017. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2017. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Andongrejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Dusun Margadalom, Desa Gebang, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dan Taman Hutan Raya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jeruk Manis, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Desa ini berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian kajian potensi tumbuhan obat untuk pengayaan materi pembelajaran di sekolah dilakukan di wilayah Kabupaten Cianjur. Waktu penelitian selama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di tiga kecamatan di Kabupaten Subang, yaitu Kecamatan Jalancagak, Kecamatan Dawuan dan Kecamatan Tambakdahan. Pada masing-masing

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tapin, Propinsi Kalimantan Selatan selama selama 6 (enam) bulan, yaitu pada Bulan Juli Desember 2005. Adapun identifikasi jenis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kampung Adat Dukuh Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Waktu penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani Etnobotani berasal dari Bahasa Yunani yang tersusun atas kata ethnos dan botany. Ethnos berarti bangsa dan botany yang berarti tumbuh-tumbuhan, sehingga etnobotani

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI DUSUN PALUTUNGAN, DESA CISANTANA, SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI

PEMANFAATAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI DUSUN PALUTUNGAN, DESA CISANTANA, SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI Media Konservasi Vol. 19, No. 1 Desember 2014: 146 153 PEMANFAATAN TUMBUHAN PANGAN DAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI DUSUN PALUTUNGAN, DESA CISANTANA, SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI The Utilization of

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara megabiodiversitas, karena memiliki kekayaan flora, fauna dan mikroorganisme yang sangat banyak. Ada Sekitar 30.000 spesies tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Sandra dan Kemala (1994) mengartikan tumbuhan obat sebagai semua tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, SPTN Wilayah II Taman Nasional Kayan Mentarang, Kabupaten Malinau, Kalimantan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si

Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pengetahuan Dasar Gizi Cica Yulia, S.Pd, M.Si Pelatihan dan Pendidikan Baby Sitter Rabu 4 November 2009 Pengertian Gizi Kata gizi berasal dari bahasa Arab Ghidza yang berarti makanan Ilmu gizi adalah ilmu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai 11 TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan menjadi: (1) tumbuhan obat tradisional, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Etnobotani Etnobotani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam keperluan kehidupan sehari-hari dan adat

Lebih terperinci

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN

PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN PERLAKUAN STERILISASI EKSPLAN ANGGREK KUPING GAJAH (Bulbophyllum beccarii Rchb.f) DALAM KULTUR IN VITRO IWAN GUNAWAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, dan lebih dari 60% dari jumlah ini merupakan tumbuhan tropika.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, dan lebih dari 60% dari jumlah ini merupakan tumbuhan tropika. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk salah satu negara megadiversity yang kaya keanekaragaman hayati. Di dunia terdapat kurang lebih 250.000 jenis tumbuhan tinggi, dan lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap orang akan makanan tidak sama, karena kebutuhan akan berbagai zat gizi juga berbeda. Umur, Jenis kelamin, macam pekerjaan dan faktorfaktor lain menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Pangan dan Obat 2.1.1 Tumbuhan pangan Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan TINJAUAN PUSTAKA 1. Kondisi Umum Hutan Batang Toru Kawasan hutan alam Batang Toru termasuk tipe hutan pegunungan rendah, hutan gambut pada ketinggian 900-1000 mdpl, hutan batu kapur, hutan berlumut (seperti

Lebih terperinci

Tabel 1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat No Nama Tumbuhan. Bagian yang Dimanfaatkan

Tabel 1. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat No Nama Tumbuhan. Bagian yang Dimanfaatkan 78 Lampiran 1. Lembar Wawancara I. IDENTITAS ANGGOTA RUMAH TANGGA 1. Nama Responden : 2. Umur : thn 3. Jenis Kelamin : 4. Tempat Lahir : di desa ini / di luar desa ini 5. Status : belum kawin/kawin/cerai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara untuk mengumpulkan data atau informasi secara sistematis yang diperlukan dalam mencapai tujuan atau memecahkan masalah dalam

Lebih terperinci

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT

PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT Oleh : ENDANG SUPRIYATI, SE KETUA KWT MURAKABI ALAMAT: Dusun Kenteng, Desa Puntukrejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar. APA YANG ADA dibenak dan PIKIRAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai spesies flora. Dari jenis flora yang tumbuh di dunia diantaranya tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. berbagai spesies flora. Dari jenis flora yang tumbuh di dunia diantaranya tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan obat tradisional di Indonesia sekarang ini memiliki prospek yang baik, oleh karena besarnya potensi kekayaan sumber daya alam Indonesia. Indonesia sangat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Aroretum PT Arara Aadi Propinsi Riau selama dua ulan, yaitu pada ulan Oktoer Novemer 2009. 3.2 Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1).

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan tropis terkaya di dunia setelah Brazil dan masih menyimpan banyak potensi sumber daya alam hayati sebagai

Lebih terperinci

7 Manfaat Daun Singkong

7 Manfaat Daun Singkong 7 Manfaat Daun Singkong Manfaat Daun Singkong Penduduk asli negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan pohon singkong. Pohon singkong merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak ditanam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami. penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit banyak muncul pada lansia. Selain itu masalah degeneratif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman industri,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman industri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan mega-center keragaman hayati dunia, dan menduduki urutan terkaya kedua di dunia setelah Brazilia. Indonesia memiliki sekitar 17.000 pulau dengan

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN

BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB I KLARIFIKASI HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari,

TINJAUAN PUSTAKA. Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, TINJAUAN PUSTAKA Eksplorasi adalah kegiatan pelacakan atau penjelajahan guna mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan. Langkah pertama pengeksplorasian

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4.

Lampiran 1 Kuesioner. Nama sheet : Coverld. 1. Tanggal wawancara : MK1. 2. Nama responden : MK2. 3. Nama balita : MK3. 4. LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN PERILAKU GIZI SEIMBANG IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI KABUPATEN BOJONEGORO Nama sheet

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller)

PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) PENGARUH PEMUASAAN TERHADAP KONSUMSI, BOBOT TUBUH, DAN LAMA HIDUP TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN TIKUS POHON (Rattus tiomanicus Miller) NUR RACHMAN A44104056 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT

Lebih terperinci

Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi

Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi Obat Herbal Diabetes dan Diet Makanan, Pasangan Serasi Untuk Diabetesi Banyak yang bilang bahwa penggunaan obat herbal diabetes jauh lebih aman daripada penggunaan obat kimia Menanggapi kutipan yang tertera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan

BAB I PENDAHULUAN. satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dan hewani Indonesia sangat berlimpah. Salah satu keanekaragaman tersebut adalah bunga Tasbih (Canna edulis Ker.) dan ikan Patin (Pangansius hypopthalmus).

Lebih terperinci

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap bermacam-macam bahan pangan. TUJUAN PEMANFAATAN PEKARANGAN 10.3

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR LATAR BELAKANG Lebih dari 50 % dari total penduduk indonesia adalah wanita (BPS,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Tradisional Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pengobatan tradisional

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pangan telah menjadi aspek yang penting karena berkaitan erat dengan kebutuhan pokok masyarakat. Pada umumnya, masalah yang berkaitan dengan pangan dapat menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E

STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN. Oleh : RINI NOVI MARLIANI E STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BALURAN Oleh : RINI NOVI MARLIANI E34101037 DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Hayati Indonesia Keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang terdapat di kawasan hutan Indonesia sangat tinggi. Saat ini tercatat kurang lebih 1.260 jenis tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ubi jalar adalah tanaman yang tumbuh menjalar di dalam tanah dan menghasilkan umbi. Ubi jalar dapat di tanam pada lahan yang kurang subur, dengan catatan tanah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan-

BAB I PENDAHULUAN. dengan hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuhan dengan hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan- Nya. Manusia diberi kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Hal tersebut tentunya membuka peluang bagi Indonesia untuk

Lebih terperinci

REKAYASA PROSES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp.) DAN BEBERAPA KARAKTERNYA

REKAYASA PROSES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp.) DAN BEBERAPA KARAKTERNYA SKRIPSI REKAYASA PROSES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp.) DAN BEBERAPA KARAKTERNYA Oleh: UDIN SARIPUDIN F24101051 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Udin Saripudin. F24101051.

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan di Indonesia Tumbuhan Obat

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan di Indonesia Tumbuhan Obat TINJAUAN PUSTAKA Potensi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan di Indonesia Hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi di dunia. Indonesia termasuk dalam daftar negara megabiodiversiti,

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR.

PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR. PENYELENGGARAAN MAKANAN, TINGKAT KECUKUPAN DAN STATUS GIZI PENDERITA SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR Temu Salmawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan sebagai obat tradisional. Obat tradisional merupakan obat yang berasal dari tumbuhan,

Lebih terperinci

POTENSI DAN PEMANFAATAN AREN (Arenga pinnata) di DESA KUTAMBARU, KECAMATAN MUNTHE, KABUPATEN KARO

POTENSI DAN PEMANFAATAN AREN (Arenga pinnata) di DESA KUTAMBARU, KECAMATAN MUNTHE, KABUPATEN KARO POTENSI DAN PEMANFAATAN AREN (Arenga pinnata) di DESA KUTAMBARU, KECAMATAN MUNTHE, KABUPATEN KARO SKRIPSI NURHASANAH BR GINTING 101201091 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoae batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato atau dalam bahasa lokal disebut Erom berasal dari Benua Amerika. Para akhli botani dan pertanian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN OBAT YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN MINYAK KARO SKRIPSI. Oleh :

IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN OBAT YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN MINYAK KARO SKRIPSI. Oleh : IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN OBAT YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN MINYAK KARO SKRIPSI Oleh : IRMA SARI AMAROS SIREGAR 131201051 TEKNOLOGI HASIL HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat. Baru sekitar 1200 species tumbuhan obat yang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat. Baru sekitar 1200 species tumbuhan obat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai gudangnya tumbuhan obat sehingga mendapat julukan live laboratory. Sekitar 30.000 jenis tumbuhan obat dimiliki Indonesia. Dengan kekayaan flora

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekuator, memiliki iklim tropis dan curah hujan yang tinggi mendukung berbagai

BAB I PENDAHULUAN. ekuator, memiliki iklim tropis dan curah hujan yang tinggi mendukung berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang sangat kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam non

Lebih terperinci

Aneka tanaman obat dari Ujung Kulon dapat menopang ekonomi bangsa. Bukan tak mungkin mengalahkan obat tradisional impor.

Aneka tanaman obat dari Ujung Kulon dapat menopang ekonomi bangsa. Bukan tak mungkin mengalahkan obat tradisional impor. Aneka tanaman obat dari Ujung Kulon dapat menopang ekonomi bangsa. Bukan tak mungkin mengalahkan obat tradisional impor. Para Pemburu Tangguh 1 / 12 Matahari telah terbenam di ufuk barat. Sinarnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dua pertiga merupakan luas lautan. Sedangakan diantara negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. dan dua pertiga merupakan luas lautan. Sedangakan diantara negara-negara di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara terluas ke 7 di dunia dengan luas wilayah mencapai 5.193.250 km², luas tersebut sudah mencakup satu pertiga luas daratan dan dua pertiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memanfaatkan hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Manfaat hutan bagi manusia diantaranya menghasilkan kayu bangunan, hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TRADISIONAL TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG TILU, JAWA BARAT LINDA MARISA OKTAVIANA

PEMANFAATAN TRADISIONAL TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG TILU, JAWA BARAT LINDA MARISA OKTAVIANA PEMANFAATAN TRADISIONAL TUMBUHAN OBAT OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG TILU, JAWA BARAT LINDA MARISA OKTAVIANA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

UJI PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DENGAN BAHAN DASAR JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata)

UJI PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DENGAN BAHAN DASAR JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) UJI PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DENGAN BAHAN DASAR JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Disusun Oleh

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA

STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA STUDI PEMANFAATAN HASIL HUTAN OLEH MASYARAKAT SEKITAR TAMAN NASIONAL MANUSELA (Studi Kasus : Desa Horale, Desa Masihulan, Desa Air Besar, Desa Solea dan Desa Pasahari) WISYE SOUHUWAT DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

SCHOOL GARDEN AJARKAN ANAK CINTA MAKAN SAYUR

SCHOOL GARDEN AJARKAN ANAK CINTA MAKAN SAYUR AgroinovasI SCHOOL GARDEN AJARKAN ANAK CINTA MAKAN SAYUR Sayuran dan buah merupakan satu dari empat pilar pangan berimbang selain biji-bijian, protein dan sedikit susu yang dianjurkan dalam pemenuhan gizi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Maksud dari Negara kepulauan adalah Indonesia terdiri dari banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kaya akan sumber daya alam yang melimpah dan salah satunya ditandai dengan banyaknya ketersediaanya pangan lokal asli yang ketersediannya sangat melimpah

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A PENGARUH MEDIA TANAM DAN PUPUK N TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk.) Oleh Jippi Andalusia A34101039 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Lebih terperinci