BAB IV PENUTUP. bermedia saat ini agar tidak terombang-ambing dalam ketidakpastian

Transkripsi

1 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Menguasai kemampuan literasi media mutlak dibutuhkan dalam kegiatan bermedia saat ini agar tidak terombang-ambing dalam ketidakpastian berlimpahnya informasi. Penelitian kemampuan literasi media baru mahasiswa pascasarjana ini menghasilkan beberapa point kesimpulan. Pertama, Kemampuan literasi media mahasiswa pascasarjana penyebar informasi hoax dalam penelitian ini adalah sangat rendah bagi Informan penelitian 1 dan 2 dan tidak menguasai/ belum media literate sama sekali bagi Informan penelitian 3. Rendah atau belum melek medianya mahasiswa pascasarjana dalam penelitian ini meruntuhkan asumsi bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin kritis sehingga semakin melek terhadap media massa. Dari semua kemampuan literasi media, Informan penelitian 1 hanya menguasai kemampuan multitasking, meskipun baru terbukti pada satu kegiatan saja, artinya penguasaan Hanif terhadap kemampuan ini belum tinggi. Ia belum menguasai kemampuan yang membutuhkan pemikiran kritis dan kecakapan interaksi sosial seperti simulation, appropriation, collective intelligence, judgment, negotiation, dan visualization. Kemudian Informan 2 menguasai kemampuan collective intelligence dan visualization, terutama terhadap informasi 138

2 yang berkaitan langsung dengan dirinya. Ia menguasai kemampuan-kemampuan ini berdasarkan kecakapan interaksi sosial yang dimiliki. Akan tetapi Ia belum menguasai kemampuan simulation, appropriation, judgment dan negotiation yang membutuhkan pemikiran kritis. Sedangkan Informan 3 belum menguasai semua kemampuan literasi media. Ia tidak berpikir kritis saat menghadapi pesan dan tidak mau mengungkapkan pendapat untuk mencapai kesepakatan bersama di dalam grup Whatsapp. Dalam kemampuan simulation, ketiga Informan selalu mengulangi kesalahan yang sama dengan mengambil sikap lebih percaya kepada teman yang menyampaikan pesan, tidak pernah ada proses pembelajaran dari terterpa dan merespon pesan berkali-kali, sehingga selalu terjadi penilaian yang salah terhadap informasi dan kesulitan mengenali informasi hoax. Dalam kemampuan appropriation, ketiga Informan merasa terlalu repot jika harus membedah, meminta izin, dan mencantumkan sumber sebelum menyebarkan informasi, serta tidak mengetahui konsekuensi dari penyebaran pesan tak terbatas di Whatsapp. Dalam kemampuan multitasking, hanya Informan 1 yang dapat merespon pesan Whatsapp dengan tepat sambil mengerjakan pekerjaan lain, konteks dunia beralih cepat belum dipahami dua Informan lainnya. Dalam kemampuan collective intelligence, hanya Informan 2 yang dapat berpartisipasi aktif berdiskusi di grup Whatsapp dan menyatukan pendapat dari hasil diskusi tersebut, kemampuan interaksi sosial Informan sangat mempengaruhi dalam hal ini. Dalam kemampuan judgment, ketiga Informan tidak memiliki pandangan kritis sejak awal setiap kali bertemu informasi sehingga tidak pernah menganalisa sumber 139

3 informasi, mereka hanya berpikir barangkali informasi tersebut dapat bermanfaat untuk orang lain dan langsung menyebarkannya. Dalam kemampuan negotiation, ketiga Informan belum memiliki etika dalam bernegosiasi (yang terjadi malah menghindar berkomunikasi) dan merespon pesan dengan bijak seperti memberitahu grup ketika mengetahui ada informasi hoax di dalam grup, dan mengkonfirmasi setelah menyadari informasi yang disebar adalah hoax. Dalam kemampuan visualization, hanya Informan 2 yang dapat mengedit/mengkreasikan/membuat konten media berupa informasi untuk disebarkan di Whatsapp, dua Informan lainnya hanya menyebarkan informasi sama persis dengan yang didapat dari orang lain. Kesimpulan kedua, pengetahuan ketiga Informan akan informasi hoax juga masih rendah. Semua Informan mengetahui definisi informasi hoax, yaitu informasi yang tidak benar. Akan tetapi mereka hanya mengetahui satu dari empat ciri-ciri informasi hoax, yaitu memiliki sumber informasi yang tidak benar dan atau dapat ditelusuri kebenarannya. Ketiga ciri-ciri informai hoax yang tidak diketahui adalah karakteristik berantai dengan kalimat ajakan yang mengancam, tidak memiliki waktu penyebaran yang dapat di verifikasi, dan tidak memiiki tanggal kadaluarsa. Ketiga, motivasi mahasiswa pascasarjana dalam menyebarkan informasi hoax adalah untuk memenuhi kebutuhan sosial. Menyebar informasi hoax dilakukan ketiga Informan penelitian agar diterima sebagai anggota kelompok grup Whatsapp, saling memberi dan menerima cinta melalui berbagi informasi. 140

4 Keempat, proses komunikasi yang dapat disimpulkan dari berbagai pengalaman komunikasi ketiga Informan dalam mengkonsumsi informasi di Whatsaap adalah dimulai dengan memindai judul pesan, jika tertarik akan dilanjutkan dengan membaca pesan, menilai manfaat tanpa menganalisa, memilih penerima pesan, dan menyebarkan pesan. Terkadang Informan penelitian 2 melakukan pengeditan sebelum menyebarkan pesan. Kelima, faktor penyebab rendahnya kemampuan literasi media mahasiswa pascasarjana dalam penelitian ini adalah kurangnya pengetahuan tentang literasi media dan informasi hoax, tidak berpikir kritis saat menghadapi informasi di Whatsapp, kebutuhan yang lebih tinggi terhadap informasi, dan rendahnya tanggung jawab dalam interaksi sosial di Whatsapp. Keenam, rendah dan belum dikuasainya kemampuan literasi media oleh mahasiswa pascasarjana menggambarkan kegagalan fungsi pencerdasan teknologi informasi melalui perilaku bermedia yang dilakukan dalam menyebarkan informasi di aplikasi pesan instan Whatsapp. B. Saran Hasil penelitian di atas memunculkan beberapa saran. Pertama, metode fenomenologi yang beresensi pada kesadaran informan penelitian dalam berinformasi yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan faktor-faktor penyebab tingkat literasi media seseorang yang belum pernah ditemukan dalam 141

5 penelitian literasi media di Indonesia sebelumnya, seperti kebutuhan akan rasa aman dan tanggung jawab sosial dalam berinteraksi di Whatsapp. Kajian lebih lanjut untuk menguji kedua faktor ini dalam mempengaruhi kemampuan literasi media seseorang dibutuhkan untuk mempertegas keberadaannya. Kedua, penelitian ini berfokus pada makna kemampuan literasi media, pengetahuan informasi hoax, dan motivasi menyebar informasi hoax oleh mahasiswa pascasarjana melalui pengalaman komunikasi menyebar informasi hoax, belum sampai pada eksplorasi informasi terutama informasi hoax yang beredar di Whatsapp mahasiswa pascasarjana. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, hal tersebut akan sangat menarik bila dikaji lebih lanjut mengingat masih minimnya referensi mengenai informasi hoax yang dapat dijadikan rujukan dalam berbagai penelitian. Ketiga, hasil penelitian ini memberikan gambaran bagaimana proses mahasiswa pascasarjana menghadapi dan merespon informasi di Whatsapp. Hal ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam menyikapi sebuah informasi yang datang menerpa melalui media baru, sehingga tidak terombang-ambing dalam keresahan oleh ketidakpastian dan banjir informasi yang terjadi dewasa ini. Keempat, bagi gerakan literasi media yang sedang berkembang, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melek media tidak disebabkan oleh tingginya pendidikan dan intensitas bermedia, melainkan tanggung jawab sosial/ketidakpedulian, tidak adanya pandangan kritis dan kesadaran dalam 142

6 kegiatan bermedia. Hal ini dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut dalam merumuskan strategi menuju masyarakat melek media di Indonesia. 143