RESPON PERTUMBUHAN ANAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RESPON PERTUMBUHAN ANAKAN"

Transkripsi

1 RESPON PERTUMBUHAN ANAKAN Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume DAN Shorea selanica (DC) Blume TERHADAP TINGKAT INTENSITAS CAHAYA MATAHARI ERI SUGIARTO DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RESPON PERTUMBUHAN ANAKAN Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume DAN Shorea selanica (DC) Blume TERHADAP TINGKAT INTENSITAS CAHAYA MATAHARI ERI SUGIARTO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 RINGKASAN ERI SUGIARTO. Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume dan Shorea selanica (Dc) Blume terhadap Tingkat Intensitas Cahaya Matahari. Dibimbing oleh ANDI SUKENDRO. Meranti merupakan salah satu kayu komersial yang sudah banyak dikenal oleh berbagai negara Asia Tenggara dengan berbagai nama perdagangan, terutama jenis meranti merah (Shorea spp.). Meranti merah termasuk jenis endemik di Indonesia diantaranya terancam punah yaitu S. leprosula (Kalimantan), S. ovalis (Kalimantan) dan S. selanica (Maluku) yang masuk ke dalam daftar merah IUCN (Ashton 2011). Pemberian naungan pada anakan meranti sangat penting baik di lapangan maupun di persemaian. Pemberian naungan dilakukan karena tanaman meranti adalah jenis gap opportunist dimana cahaya merupakan faktor pembatas bagi awal pertumbuhannya. Penelitian ini mengamati respon pertumbuhan anakan meranti merah dari jenis S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica terhadap perlakuan naungan 0% (intensitas cahaya 100%), naungan 20% (intensitas cahaya 80%), naungan 40% (intensitas cahaya 60%), naungan 60% (intensitas cahaya 40%). Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap dua faktorial. Hasil penelitian perlakuan naungan menunjukkan bahwa anakan meranti merah dari jenis S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis, dan S. selanica berpengaruh nyata. Perlakuan naungan 60% (intensitas cahaya 40%) memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis, dan S. selanica. Kata kunci : Shorea leprosula, Shorea mecistopteryx, Shorea ovalis, Shorea selanica, gap opportunist, intensitas cahaya.

4 SUMMARY ERI SUGIARTO. The Growth Response of Saplings Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume dan Shorea selanica (Dc) Blume toward Sunlight Intensity Level. The guided by ANDI SUKENDRO. Meranti is one of the commercial wood that has been recognized by many countries of Southeast Asia with a variety of trade names, especially the kind of red meranti (Shorea spp.). Red Meranti, including endemic species in Indonesian including threatened extinct namely Shorea leprosula (Kalimantan), Shorea ovalis (Kalimantan) and Shorea selanica (Maluku) are entered into the IUCN Red List (Ashton 2011). The giving of shade on meranti saplings is very important in both the field and in the nursery. The giving of shade plants performed as meranti is the kind of gap opportunist in where light is a limiting factor for early growth. This research observe the growth response of red meranti saplings of Shorea leprosula, Shorea mecistopteryx, Shorea ovalis and Shorea selanica with treatment shade 0% (light intensity 100%), 20% shade (light intensity 80%), 40% shade (light intensity 60 %), 60% shade (light intensity 40%). The experiments did with two factorial completely randomized design. The results of research treatment shade showed that red meranti saplings of Shorea leprosula, Shorea mecistopteryx, Shorea ovalis, and Shorea selanica real influential. The treatment shade 60% (light intensity 40%) give the best response to the growth of Shorea leprosula, Shorea mecistopteryx, Shorea ovalis, and Shorea selanica. Key words: Shorea leprosula, Shorea mecistopteryx, Shorea ovalis, Shorea selanica, gap opportunist, the light intensity.

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume, dan Shorea selanica (Dc) Blume terhadap Tingkat Intensitas Cahaya Matahari adalah benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari skripsi ini. Bogor, Februari 2012 Eri Sugiarto NIM. E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume, dan Shorea selanica (Dc) Blume terhadap Tingkat Intensitas Cahaya Matahari Nama : Eri Sugiarto NIM : E Menyetujui: Dosen Pembimbing Ir. Andi Sukendro, M.Si NIP Mengetahui: Ketua Departemen Silvikultur Prof.Dr.Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah atas segala rahmat dan ridho serta ilmu dari- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume dan Shorea selanica (Dc) Blume terhadap Tingkat Intensitas Cahaya Matahari dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan ummat-nya. Keberhasilan skripsi ini tidak lepas dari segala arahan, bimbingan, do a serta semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan memohon do a kepada Allah agar diberi balasan pahala berlipat ganda kepada Bapak Ir. Andi Sukendro, M.Si selaku pembimbing skripsi, kepada Bunda dan seluruh pihak serta rekan-rekan yang membantu dalam penyelesaian skripsi. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi perkembangan penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin. Bogor, Februari 2012 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Pekalongan pada tanggal 04 Desember 1988 dari pasangan suami istri Sugiyono dan Eriyah. Penulis memulai jenjang pendidikan formal pada tahun 1995 di SDN 1 Blacanan dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Siwalan dari tahun 2001 sampai dengan tahun Selanjutnya tahun 2004 melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Wiradesa dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih Program Studi Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di sejumlah organisasi, yakni sebagai staf Resimen Mahasiswa Mulawarman IPB dari tahun , Lembaga Studi Ular Jakarta Selain aktif dalam organisasi, penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Pemantauan Kesehatan Hutan. Penulis juga pernah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) tahun 2009 di Sancang Timur-Papandayan Garut, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) 2010 di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sinarmas Forestry Provinsi Kalimantan Timur. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume dan Shorea selanica (Dc) Blume terhadap Tingkat Intensitas Cahaya Matahari dibawah bimbingan Ir. Andi Sukendro, M.Si.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah atas segala rahmat dan ridho serta ilmu dari- Nya sehingga penulis dapat menghadirkan sebuah tulisan ilmiah yang semoga dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih banyak dan memohon do a kepada Allah agar diberi balasan pahala berlipat ganda kepada: 1. Bapak Ir. Andi Sukendro, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan sejak dimulainya penelitian sampai dengan penyelesaian skripsi. 2. Kepala Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor yang telah memberi izin dan memfasilitasi kegiatan penelitian ini. 3. Bunda yang selama ini tiada henti menyayangi, mengasihi, mendukung dan mendoakan penulis. 4. Viala, Budhi, Aan, M. Eko, Lilik, Lilis, Satriavi, beserta seluruh penghuni Wisma Alamanda IPB: Yuda, Eko S., Werdhi, Adi Yudha, Eno, Kris, Syaepul, Rifqi, Syarif, Bagus, Azis, Dani, Muhidin, August, Jhon, Welly, Pak Sardi, Ibu Sardi terima kasih atas kebersamaan dan kekeluargaannya. 5. Puspitasari, Andri, Rahmad, Ranny, Laswi, Eka, Ririn, Miftah, Rofan, Nunung, Mustofa Rimpala, Hendra, Yuniar S., Ucik, Rama, Alex, Rinal, Wiwit, Azizah, kang Ade, Dinda, Seluruh keluarga besar Silvikultur Angkatan 44 yang tiada pernah bosan menyemangati dan membesarkan hati. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dunia ilmu pengetahuan. Bogor, Februari 2012 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Shorea Leprosula Shorea mecistopteryx Shorea ovalis Shorea selanica Respon Pertumbuhan Terhadap Intensitas Cahaya... 4 BAB III METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Pengamatan dan Pengambilan Data Rancangan Penelitian Analisis Data... 9 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan anakan meranti merah Pengaruh intensitas cahaya terhadap tinggi tanaman Pengaruh intensitas cahaya terhadap diameter batang Pengaruh intensitas cahaya terhadap jumlah daun Pengaruh intensitas cahaya terhadap bobot kering total (BKT) Pengaruh intensitas cahaya terhadap nisbah pucuk akar (NPA) Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 27

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Rata-rata intensitas cahaya, suhu dan kelembaban relatif selama penelitian Rekapitulasi analisis ragam pengaruh jenis dan tingkat naungan terhadap parameter pertumbuhan Nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman (cm) Nilai rata-rata pertambahan diameter batang (mm) Nilai rata-rata jumlah daun (helai) Nilai Bobot kering total (gram) Nisbah pucuk akar... 18

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Rataan intensitas cahaya per dasarian pada berbagai tingkat naungan Rataan suhu udara per dasarian pada berbagai tingkat naungan Rataan kelembaban relatif per dasarian pada berbagai tingkat naungan... 11

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan diamter Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan jumlah daun Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot kering total Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan nisbah pucuk akar Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap pertumbuhan tinggi Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap pertambahan diameter Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap parameter jumlah daun Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap bobot kering total Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap nisbah pucuk akar Anakan Shorea leprosula (A), Shorea ovalis (B) Shorea mecistopteryx (C) dan Shorea selanica (D) pada berbagai tingkat naungan Lay out petak percobaan... 36

14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meranti merupakan salah satu kayu komersial yang sudah banyak dikenal oleh berbagai negara Asia Tenggara dengan berbagai nama perdagangan, terutama jenis meranti merah (Shorea spp). Meranti merah termasuk jenis endemik di Indonesia di antaranya yang terancam punah yaitu S. leprosula (Kalimantan), S. ovalis (Kalimantan) dan S. selanica (Maluku) yang masuk ke dalam daftar merah IUCN (Ashton 2011). Semakin cepat laju kerusakan hutan yang terjadi diperkirakan mencapai 1.08 juta hektar hutan per tahun (Dephut 2009), karena itu rehabilitasi diperlukan sebagai pemulihan sumberdaya hutan. Rehabilitasi dapat dilakukan dengan menanam jenis lokal yang tumbuh secara alami, seperti halnya S. mecistopteryx yang tumbuh sangat baik di Kalimantan sehingga dapat digunakan untuk upaya rehabilitasi hutan dan lahan di Kalimantan (Kobayashi 2001). Upaya mengembalikan jumlah meranti merah ke dalam status tetap lestari dilatar belakangi dengan permintaan hasil kayu maupun bukan kayu yang masih tinggi. Menurut Soerianegara dan Lemmens (1993) meranti merah memiliki permintaan sebesar 75% dalam perdagangan kayu komersial kelas awet sedang sampai kuat karena melihat sifat dari jenis meranti merah yaitu jenis yang cepat tumbuh pada tumbuhan lokal Kalimantan dan memiliki struktur batang pohon yang lurus dan silindris sehingga jenis ini banyak digunakan dalam produksi kayu lapis, penghasil damar kualitas bagus (S. mecistopteryx), kayu furnitur, maupun kayu pertukangan. Manfaat yang cukup tinggi dari meranti merah sehingga dalam penanaman perlu optimalisasi yang salah satunya intensitas cahaya matahari yang tepat karena tanaman meranti adalah jenis gap opportunist dimana cahaya merupakan faktor pembatas bagi awal pertumbuhannya. Pertumbuhan meranti merah dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya intesitas cahaya. Intesitas cahaya berperan penting dalam penerimaan energi bagi tanaman melalui fotosintesis dengan penyerapan langsung foton oleh molekulmolekul pigmen seperti klorofil. Foton tidak seluruhnya memiliki tingkat energi

15 2 yang cocok untuk mengeksitasi pigmen daun jika terlalu rendah di bawah 390 nm foton bila diserap akan menyebabkan daun menguning dan gugur, sedangkan intensitas cahaya yang terlalu tinggi di atas 760 nm foton tidak memiliki cukup energi akan menyebabkan daunnya terbakar akibat kerusakan pigmen. Hanya foton dengan panjang gelombang antara nm (Photosynthetically Active Radiation/ PAR) yang memiliki energi yang cocok untuk fotosintesis (Gardner et al. 1991). maka dalam penanaman perlu dilakukan kontrol intensitas cahaya yang sesuai sehingga pertumbuhan meranti merah dapat mencapai pertumbuhan yang optimal. Berdasarkan hal tersebut pemberian naungan pada anakan meranti merah sangat penting baik di persemaian maupun di lapangan. Maka penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kebutuhan intesitas cahaya bagi pertumbuhan anakan S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mempelajari pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan anakan S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica di lapangan 2. Mencari tingkat intensitas cahaya optimal bagi pertumbuhan anakan S. leprosul, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica di lapangan. 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pertumbuhan optimal bagi jenis S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica sehingga dapat dijadikan dasar di dalam menerapkan teknik-teknik silvikultur baik di persemaian maupun di lapangan.

16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Shorea Leprosula S. leprosula merupakan salah satu jenis pohon asli Kalimantan yang dikenal dengan nama meranti merah (red meranti) yang mempunyai nama Indonesia meranti tembaga. Masing-masing daerah mempunyai sebutan tersendiri, seperti kontoi bay (Kalimantan Barat) dan lempong kumbang (Kalimantan Timur). Penyebaran jenis ini meliputi semenanjung Thailand, semenanjung Malaysia, Sumatra dan Kalimantan. S. leprosula komoditi dalam kayu pertukangan kelas sedang dan menghasilkan resin yang disebut damar daging, resin tersebut dapat ditemukan di sekitar akar dan damar daging biasa digunakan untuk pengobatan tradisional sedangkan kulitnya untuk penyamakan (Soerianegara dan Lemmens 1993). S. leprosula mempunyai penampakan fisik pohonnya tinggi dapat mencapai 60 m dengan tinggi bebas cabang 35 m dan diameter 175 cm. Daun elliptical to ovate, 8 14 cm x 3 5 cm, dengan pasang urat daun. Permukaan daun bagian bawah bersisik seperti krim dengan domatia; stamens 15 dan sebagian anthers. S. leprosula biasanya dapat tumbuh pada drainase baik dan jenis tanah liat dengan ketinggian di bawah 700 m. Berat jenis kayu S. leprosula kg/m 3 pada kadar air 15% (Soerianegara dan Lemmens 1993). 2.2 Shorea mecistopteryx S. mecistopteryx mempunyai nama pada masing-masing daerah dengan nama yang berbeda, seperti abang alit (Kalimantan Timur), tengkawang layar (Kalimantan Barat). Penyebaranya hanya Kalimantan. S. mecistopteryx merupakan penghasil damar dengan kualitas bagus. S. mecistopteryx mempunyai ukuran sangat besar dengan tinggi dapat mencapai 60 m, tinggi dan diameter 160 cm. daun berbentuk oblong cm x 6 10 cm dengan pasang urat daun. Permukaan bawah daun berwarna keemasan. S. mecistopteryx biasa tumbuh pada hutan dipterokarpa dataran rendah dengan ketinggian 400 m. berat jenis S. mecistopteryx adalah kg/m 3 pada kadar air 15% (Soerianegara dan Lemmens 1993).

17 4 2.3 Shorea ovalis S. ovalis mempunyai nama Indonesia meranti kelungkung. Masing-masing daerah mempunyai nama yang berbeda, seperti abang gunung putih (Kalimantan Timur), meranti sepang (Sumatra Selatan). Penyebaranya meliputi semenanjung Malaysia, Sumatra dan Kalimantan. S. ovalis biasa digunakan penduduk lokal untuk membuat dinding rumah dan lantai. S. ovalis mempunyai ukuran sedang sampai sangat besar dengan tinggi dapat mencapai 60 m, tinggi bebas cabang m dan diameter 125 cm. Daun berbentuk oblong cm x cm dengan pasang urat daun. Permukaan bawah daun kasar seperti keropeng. S. ovalis mempunyai 3 subspesies dan biasa tumbuh pada hutan dipterokarpa dataran rendah dengan ketinggian 500 m. Berat jenis S. ovalis adalah kg/m 3 pada kadar air 15% (Soerianegara dan Lemmens 1993). 2.4 Shorea selanica S. selanica secara umum dikenal dengan nama meranti bapa atau kayu bapa. S. selanica merupakan jenis meranti merah dengan pertumbuhan cepat dan tumbuh dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan B dan kayunya biasa dimanfaatkan untuk pembuatan veneer, kayu lapis, konstruksi bahan bangunan dan kayu perkapalan (Al Rasyid et al. 1991). S. selanica tersebar di pulau buru Maluku bagian barat sampai selatan. S. selanica adalah spesies dominan pada hutan dataran rendah, tanah latosol, podsolik merah-kuning dan tanah drainase baik dengan ketinggian 150 m. S. selanica mempunyai berat jenis kayu kg/m 3 pada kadar air 15% (Soerianegara dan Lemmens 1993). 2.5 Respon Pertumbuhan Terhadap Intensitas Cahaya Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman (Sitompul 1995), dalam pertumbuhan dipengaruhi oleh cahaya matahari. Menurut Squire (1993) diacu dalam Ardie (2006) cahaya matahari merupakan unsur iklim yang sangat berperan bagi pertumbuhan tanaman melalui proses fotosintesis. Tiga faktor utama radiasi yang penting bagi tanaman yaitu kuantitas (intensitas), kualitas, dan periode lama penyinaran. Intensitas

18 5 adalah jumlah energi yang diterima tanaman pada luasan dan jangka waktu tertentu. Radiasi berpengaruh terhadap laju pertumbuhan, laju transpirasi dan periode kritis dalam pertumbuhan. Menurut Grant (1997) diacu dalam Ardie (2006) PAR dikelompokan menjadi dua bagian berdasarkan kisaran panjang gelombang yang diserap pigmen tanaman yaitu panjang gelombang aktivitas tinggi ( nm) kelompok cahaya biru, dan panjang gelombang aktif rendah ( nm) kelompok cahaya merah (respon fitokrom). Cahaya merah (respon fitokrom) aktif untuk induksi fotoperiodisitas pembungaan, perkembangan kloroplas (tidak termasuk sintesis klorofil), penuaan (senescence) daun dan absisi daun. Sedangkan PAR dari nm, kelompok cahaya hijau, tergolong tidak aktif untuk fotosintesis. Cahaya merah jauh (far-red) dengan panjang gelombang nm juga tidak aktif untuk fotosintesis tetapi banyak mempengaruhi fotomorfogenesis. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi proses metabolisme dalam tanaman. Intensitas cahaya rendah pada umumnya disebabkan oleh naungan. Spesies tanaman yang memiliki habitat ternaungi (shade plant) memiliki laju fotosintesis yang lebih rendah, titik kompensasi cahaya yang rendah, serta respon fotosintesisnya mencapai jenuh pada tingkat radiasi yang lebih rendah dibandingkan dengan spesies yang memiliki habitat di daerah terbuka (sun plant). Nilai kejenuhan cahaya tanaman shade plant lebih rendah karena laju respirasi pada shade plant sangat rendah, sehingga dengan sedikit saja fotosintesis netto yang dihasilkan sudah cukup membuat laju pertukaran netto CO 2 menjadi nol. Laju respirasi yang rendah menunjukkan bentuk adaptasi dasar yang memungkinkan tanaman shade plant mampu bertahan pada lingkungan cahaya terbatas (Salisbury dan Ross 1992). Menurut Sugito (1999) intesitas cahaya mempengaruhi morfologi, anatomi, pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun tanaman di tempat terbuka. Daun tanaman ternaungi menjadi lebih tipis karena penerimaan cahaya matahari agar merata sampai bagian bawah sedangkan permukaan daun lebih lebar dimaksudkan penerimaan energi cahaya matahari lebih banyak.

19 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus November 2011, bertempat di Persemaian Silvikultur, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: kaliper digital, kamera, mistar/penggaris, luxmeter, alat tulis, tally sheet, termometer basah kering, shading net (20%, 40% dan 60%), polybag dan kamera. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi: bibit S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica. 3.3 Metode Penelitian Persiapan Tanaman dibagi empat kelompok, berdasarkan pemberian naungan dengan intesitas cahaya matahari berbeda. Di dalam satu kelompok, terdapat empat jenis tanaman. Tiap jenis terdiri dari empat ulangan, dimana tiap ulangan terdiri dari 5 individu tanaman. Tahap selanjutnya membuat rumah naungan dengan intesitas cahaya matahari 100% (tanpa naungan), 80% (naungan 20%), 60% (naungan 40%) dan 40% ( naungan 60%) Pengamatan dan Pengambilan Data Parameter yang diukur adalah tinggi (cm), diameter (mm), jumlah daun, nisbah pucuk-akar, bobot kering total, intensitas cahaya serta suhu dan kelembaban. Tinggi anakan Pengukuran tinggi dilakukan setiap 10 hari selama pengamatan (mulai dari awal sampai akhir pengamatan). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar, mulai dari pangkal batang yang sudah ditandai sebelumnya (± 1 cm di atas media) hingga titik tumbuh pucuk apikal.

20 7 Diameter anakan Pengukuran diameter bibit dilakukan setiap 10 hari selama pengamatan (mulai dari awal sampai akhir pengamatan) dengan menggunakan kaliper, diukur pada pangkal batang yang telah ditandai sama seperti pada pengukuran tinggi. Jumlah Daun Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap 10 hari pada masing-masing tanaman sampai selesai pengamatan. Nisbah Pucuk-Akar (NPA) Nisbah pucuk-akar diperoleh dari hasil pengukuran terhadap bobot kering pucuk dan akar. Pengukuran bobot kering ini dilakukan pada akhir pengamatan. Setiap anakan dipotong menjadi dua bagian, bagian pucuk dan akar. Kedua bagian tersebut dimasukkan ke dalam wadah penyimpanan yang berbeda (terpisah) kemudian dioven pada suhu 105 C selama 24 jam. Selanjutnya, setelah tercapai bobot kering yang konstan dilakukan penimbangan berat kering pada masingmasing bagian tersebut dengan menggunakan timbangan elektrik Ohaus. Dari hasil penimbangan bobot kering dicari ratio pucuk-akar bibit dengan rumus: BK Pucuk Nisbah Pucuk-Akar = BK Akar Bobot Kering Total (BKT) Data bobot kering total (BKT) diperoleh dari hasil pengukuran berat kering bagian pucuk dan bagian akar. Pengukuran bobot kering total (BKT) ini dilakukan pada akhir pengamatan, yakni bersamaan dengan pengukuran nisbah pucuk-akar (NPA). Bobot kering total (BKT) diperoleh dengan menjumlahkan secara langsung bobot kering bagian pucuk dengan bobot kering bagian akar. Bobot Kering Total (BKT) = BK pucuk + BK akar Intensitas Cahaya Pengukuran intensitas cahaya diukur dengan menggunakan luxmeter dan pengukuranya dilakukan pagi hari pukul 07.30, siang hari pukul dan sore hari pukul 17.30, pengukuran tersebut dilakukan pada setiap perlakuan naungan 0%, 20%, 40% dan 60%.

21 8 Suhu dan kelembaban Pengukuran suhu dan kelembaban diukur dengan menggunakan termometer basah kering waktu pengukuran dan tempat pengukuran sama dengan intensitas cahaya Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dua faktor percobaan. Faktor pertama, yaitu empat taraf untuk jenis tanaman dan faktor kedua, yaitu empat taraf untuk perbedaan intensitas naungan. Jumlah ulangan adalah empat kali, tiap ulangan terdiri dari lima individu. Dengan demikian jumlah anakan per jenis untuk setiap naungan terdiri dari 20 individu anakan. Faktor percobaan tersebut sebagai berikut: Faktor A : Jenis tanaman, yaitu : a1 : S. leprosula a2 : S. mecistopteryx a3 : S. ovalis a4 : S. selanica Faktor B : Tingkat naungan, yaitu : b1 : Intensitas cahaya 100% (tanpa naungan) b2 : Intensitas cahaya 80% (naungan 20%) b3 : Intensitas cahaya 60% (naungan 40%) b4 : Intensitas cahaya 40% (naungan 60%) Menurut Matjik dan Sumertajaya 2006 model umum rancangan percobaan yang digunakan tiap-tiap jenis adalah: Y ijk = µ+α i +β j +(αβ) ij +ε ijk Ket: i = 1,2,3,4; j = 1,2,3,4 dan k = 1,2,3,4 Yijk = nilai pengamatan kombinasi perlakuan toleransi jenis terhadap naungan ke-i dan perlakuan tingkat naungan ke-j pada satuan percobaan ke-k µ = rataan umum αi = pengaruh perlakuan toleransi jenis terhadap naungan ke-i βj = pengaruh perlakuan tingkat naungan ke-j

22 9 (αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan toleransi jenis terhadap naungan ke-i dan perlakuan tingkat naungan ke-j εijk = pengaruh acak kombinasi perlakuan toleransi jenis terhadap naungan ke-i dan perlakuan tingkat naungan ke-j dari satuan percobaan ke-k 3.4 Analisis Data Data hasil pengukuran dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Data yang menunjukkan pengaruh nyata terhadap perlakuan naungan maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan Microsoft Excel dan software SAS.

23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur meliputi tinggi, diameter, jumlah daun, nisbah pucuk akar (NPA), bobot kering total (BKT), intensitas cahaya, suhu dan kelembaban relatif. intensitas cahaya, suhu dan kelembaban relatif pada berbagai naungan disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 2, 3,4. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya, suhu dan kelembaban relatif selama penelitian Parameter Tingkat Naungan 0% 20% 40% 60% Intesitas Cahaya (Lux 10 2 ) 246,55 187,19 146,47 119,34 Suhu ( C) 31,29 30,98 30,39 29,91 Kelembaban Relatif (%) 66,33 71,75 76,88 82,73 Gambar 1 Rataan intensitas cahaya per dasarian pada berbagai tingkat naungan

24 11 Gambar 2 Rataan suhu udara per dasarian pada berbagai tingkat naungan Gambar 3 Rataan kelembaban relatif per dasarian pada berbagai tingkat naungan Pada Tabel 1 dapat dilihat intensitas cahaya, suhu dan kelembaban pada berbagai tingkat naungan berbeda. Intensitas cahaya pada naungan 0% (intensitas cahaya 100%) memiliki persentase penerimaan cahaya yang masuk ke dalam naungan paling tinggi yaitu sebesar 246,55 lux (35,24%), sedangkan tingkat naungan 20% sebesar 187,19 lux (26,76%), 40% sebesar 146,47 lux (20,94%) dan 60% sebesar 119,34 lux (17,06%). Sedangkan nilai rataan suhu tertinggi pada tingkat naungan 0% yaitu 31,29 C, sementara pada tingkat naungan 20% sebesar 30,98 C, naungan 40% sebesar 30,39 C dan naungan 60% mempunyai rataan suhu sebesar 29,91 C. Nilai rataan kelembaban berbanding terbalik dengan nilai

25 12 rataan intensitas cahaya dan suhu, dimana nilai rataan tertinggi kelembaban pada tingkat naungan 60% sebesar 82,73%, sedangkan naungan 40% sebesar 76,88%, 20% dan 0% masing-masing sebesar 71,75% dan 66,33%. Intensitas cahaya, suhu dan kelembaban mempunyai nilai rataan per dasarian yang berfluktuatif. Nilai rataan intensitas cahaya tertinggi pada dasarian ke-5, ke-6 dan dasarian ke-3 ke-7, ke-8, ke-9 mempunyai nilai rataan per dasarian terendah (Gambar 1). Sedangkan nilai rataan suhu tertinggi pada dasarian ke-1, ke-5 dan ke-6, Sementara untuk dasarian ke-2, ke-3, ke-8 dan ke-9 adalah rataan dasarian suhu terendah (Gambar 2). Nilai rataan kelembaban relatif pada dasarian ke-7, ke-8 dan ke-9 dalah tertinggi, sedangkan terendah pada dasarian ke-1 dan ke-4 (Gambar 3) Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Anakan Meranti Merah Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan pada masing-masing jenis diukur dengan parameter tinggi, diameter, jumlah daun, bobot kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Berdasarkan analisis ragam (Tabel 2). Parameter yang diukur pada masing-masing jenis memberikan respon terhadap naungan dan interaksi yang berbeda-beda, pada pengamatan ke-1 sampai 9 pengaruh naungan dan jenis memberikan pengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman kecuali pada pengamatan ke-6 interaksi antara naungan dengan jenis tanaman tidak berpengaruh nyata. Parameter diameter batang terhadap pengaruh naungan memberikan pengaruh nyata kecuali pada pengamatan ke-1 dan 6 yang memberikan pengaruh tidak nyata pada parameter diameter batang sedangkan interaksi berpengaruh nyata kecuali pada pengamatan ke-1, 5 dan 7 yang berpengaruh tidak nyata. Pada hasil analisis ragam (Tabel 2) parameter jumlah daun, bobot kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA) tidak berbeda dengan hasil parameter tinggi dan diameter. Naungan memberikan pengaruh nyata terhadap Parameter jumlah daun kecuali pada pengamatan ke 1, 2, 6 dan 8 sedangkan untuk interaksi 2 faktor pada pengamatan ke 2, 3, 4, 6 dan 7 adalah pengamatan yang berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah daun. Bobot kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA) dilakukan pada akhir pengamatan,

26 13 berdasarkan analisis ragam naungan memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Tabel 2 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh jenis dan tingkat naungan terhadap parameter pertumbuhan Parameter Naungan Jenis Interaksi T 1 0,0001** 0,0001** 0,0152* T 2 0,0001** 0,0001** 0,0236* T 3 0,0001** 0,0001** 0,0170* T 4 0,0001** 0,0427* 0,0335* T 5 0,0001** 0,0001** 0,0217* T 6 0,0451* 0,0001** 0,1814tn T 7 0,0001** 0,0001** 0,0473* T 8 0,0442* 0,0001** 0,0361* T 9 0,0249* 0,0001** 0,0293* TT 0,0001** 0,0001** 0,0431* D 1 0,2204tn 0,0001** 0,3182tn D 2 0,0001** 0,0256* 0,0114* D 3 0,0001** 0,0001** 0,0266* D 4 0,0001** 0,0001** 0,0130* D 5 0,0001** 0,0001** 0,2197tn D 6 0,6953tn 0,0001** 0,0358* D 7 0,0410* 0,0001** 0,5246tn D 8 0,0213* 0,0001** 0,0377* D 9 0,0001** 0,0001** 0,0150* DT 0,0001** 0,0001** 0,0221* J 1 0,0544tn 0,0001** 0,0171* J 2 0,7261tn 0,0001** 0,9034tn J 3 0,0441* 0,0001** 0,1571tn J 4 0,0125* 0,0001** 0,2207tn J 5 0,0214* 0,0001** 0,0247* J 6 0,3353tn 0,0001** 0,4210tn J 7 0,0266* 0,6792tn 0,7511tn J 8 0,1491tn 0,0001** 0,0220* J 9 0,0001** 0,0001** 0,0380* JT 0,0001** 0,0001** 0,0361* BKT 0,0001** 0,0001** 0,0001** NPA 0,0001** 0,0016* 0,4328tn Keterangan : T = Tinggi;D = Diameter;J = Jumlah daun;1-9 = Pengamatan ke-n;bkt = Bobot Kering Total;NPA = Nisbah Pucuk Akar;* = Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%;** = Berbeda sangat nyata pada selang kepercayaan 99%;tn = tidak nyata

27 Pengaruh intensitas cahaya terhadap tinggi tanaman Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan dilakukan pada pertambahan nilai total dari rata-rata empat ulangan pada masing-masing perlakuan (Tabel 3) Faktor naungan memberikan pengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap pertambuhan tinggi tanaman pada ke-4 jenis tanaman meranti merah yaitu S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica sedangkan pada masingmasing naungan memberikan pengaruh yang berbeda antara jenis S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica. Tabel 3 Nilai rata-rata pertambahan tinggi tanaman (cm) Jenis Naungan 0% 20% 40% 60% S. leprosula 1,40 ef 2,04 b 2,34 a 2,39 a S. mecistopteryx 1,01 g 1,18 fg 1,69 bcd 1,84 bcd S. ovalis 1,38 ef 1,81 bcd 1,91 bc 2,26 a S. selanica 1,60 de 1,88 bcd 2,46 a 2,55 a Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan) Pertambahan tinggi tiap jenis tanaman pada tingkat naungan memiliki pertambahan yang berbeda, terlihat pada Tabel 3 bahwa rata-rata pertambahan tinggi tanaman berbeda pada tingkat naungan. Pertambahan rata-rata tinggi tanaman terbesar adalah pada S. selanica kemudian S. leprosula, S. ovalis dan S. mecistoteryx. Tingkat naungan yang berbeda memperlihatkan pengaruh yang berbeda pada pertambahan tinggi setiap perlakuan naungan. Pertambahan tinggi S. selanica terbesar pada naungan 60% (2,55 cm) namun tidak berbeda nyata terhadap naungan 40% (2,46 cm) dan naungan 0% (1,60 cm) terhadap naungan 20% (1,88 cm) berbeda nyata. S. ovalis pada naungan 60% (2,26 cm) terhadap naungan 0% (1,38 cm) berbeda nyata, sedangkan pada nanugan 40% (1,91 cm) berbeda nyata dari naungan 20% (1,81 cm). Pada S. leprosula pertambahan tinggi 60% (2,39 cm) dan 20% (2,04 cm) tidak berbeda nyata. Sedangkan pada naungan 40% (2,34 cm) dan 0% (1,40 cm) berbeda nyata, sementara S. mecistoteryx pada naungan 60% (1,84 cm) dan naungan 40% (1,69 cm) tidak berbeda nyata dan pada naungan 20% (1,18 cm) dan 0% (1,01 cm) berbeda nyata.

28 Pengaruh intensitas cahaya terhadap diameter batang Parameter diameter batang yang diukur memiliki hasil pengaruh berbeda terhadap masing-masing perlakuan naungan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan diameter batang (Tabel 4) yang dilakukan pada pertambahan nilai total dari ratarata empat ulangan pada masing-masing perlakuan, faktor naungan memberikan pengaruh nyata pada selang kepercayaan 95% terhadap pertambahan diameter ke- 4 jenis tanaman meranti merah yaitu S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica sedangkan pada masing-masing naungan memberikan pengaruh yang berbeda antara jenis S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica Tabel 4 Nilai rata-rata pertambahan diameter batang (mm) Jenis Naungan 0% 20% 40% 60% S. leprosula 0,64 f 0,88 def 0,93 def 1,22 bc S. mecistopteryx 0,65 ef 0,87 def 1,49 b 1,53 b S. ovalis 0,88 def 1,14 cd 1,48 b 1,87 a S. selanica 0,94 cde 1,16 dc 1,18 bcd 1,47 b Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan) Pengukuran parameter diameter batang diukur dengan pertambahan diameter batang tiap jenis tanaman memiliki hasil berbeda pada tingkat naungan. Hasil pengukuran yang kemudian dilakukan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa rata-rata pertambahan diameter batang berbeda pada berbagai tingkat naungan. Pertambahan rata-rata diameter batang terbesar adalah pada S. ovalis kemudian S. mecistoteryx, S. selanica dan S. leprosula. Hasil uji lanjut Duncan diameter batang tidak berbeda dengan hasil uji lanjut pada parameter sebelumnya bahwa tiap naungan memberikan pengaruh berbeda terhadap pertambahan diameter batang, pertambahan diameter batang S. ovalis adalah yang terbesar dari ketiga jenis lainnya. Rata-rata pertambahan diameter terbesar S. ovalis pada naungan 60% (1,87 mm) yang berbeda nyata terhadap ketiga naungan yaitu pada naungan 40% (1,48 mm), 0% (0,88 mm) dan 20% (1,14 mm). Pertambahan diameter batang terbesar kedua yaitu pada S. mecistopteryx pada naungan 60% (1,53 mm) dan naungan 40% (1,49 mm) tidak berbeda nyata, sedangkan pada naungan 20% (0,87 mm) berbeda nyata dari naungan 0% (0,65 mm). Kemudian pertambahan diameter batang pada S. selanica pada naungan 60 % (1,47 mm) berbeda nyata dari naungan 20% (1,16 mm),

29 16 naungan 40% (1,18 mm) dan 0% (0,94 mm). Pertambahan rata-rata total pertambahan diameter batang terendah pada S. leprosula pertambahan tinggi 60% (1,22 mm) berbeda nyata terhadap naungan 40% (0,93 mm), sementara antara naungan 20% (0,88 mm) dan 0% (0,64 mm) berbeda nyata Pengaruh intensitas cahaya terhadap jumlah daun Pengaruh naungan terhadap rata-rata total pertambahan jumlah daun berbeda antara setiap jenis tanaman (Tabel 5). Pertambahan jumlah daun tertinggi pada S. selanica pada naungan 60% (4,23 helai) berbeda nyata dari naungan 40% (3,50 helai), 20% ( 3,39 helai) dan pada naungan 0% (0,40 helai). Pertambahan jumlah daun pada S.ovalis yaitu pada naungan 60% (2,84 helai), naungan 40% (2,59 helai) tidak berbeda nyata dengan naungan 20% (2,32 helai), sedangkan naungan 0% (1,60 helai) berbeda nyata dari ketiga hasil perlakuan naungan lainnya. Pengaruh berbeda juga pada S. leprosula dimana hasil uji lanjut Duncan memberikan hasil tidak berbeda nyata terhadap pertambahan jumlah daun tiap naungan. Akan tetapi pada naungan 60% (1,76 helai) memiliki pertambahan jumlah daun lebih tinggi dari naungan 40% (1,71 helai), 20% (1,70 helai) dan 20% (1,68 helai). Pada S. mecistopteryx sedikit mengalami pertambahan jumlah daun. Pada naungan 60% (0,76 helai), 40% (-0,73 helai) dan 20% (-1,35 helai) tidak berbeda nyata tetapi pada naungan 0% (-4,15 helai) berbeda nyata. Tabel 5 Nilai rata-rata jumlah daun (helai) Jenis Naungan 0% 20% 40% 60% S. leprosula 1,68 bc 1,70 bc 1,71 bc 1,76 bc S. mecistopteryx -4,15 e -1,35 d -0,73 d 0,76 cd S. ovalis 1,60 cd 2,32 abc 2,59 abc 2,84 abc S. selanica 0,40 cd 3,39 ab 3,50 ab 4,23 a Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan) Pengaruh intensitas cahaya terhadap bobot kering total (BKT) Berdasarkan analisis ragam perlakuan naungan pada bobot kering total memberikan pengaruh nyata tetapi pada masing-masing perlakuan naungan memiliki bobot kering total berbeda (Tabel 6). Bobot kering total terbesar pada jenis tanaman S. selanica di naungan 60% (8,76 gram) berbeda nyata terhadap

30 17 hasil perlakuan naungan 40%, naungan 20% dan naungan 0%, rata-rata masingmasing sebesar 6,59 gram, 4,09 gram, dan 2,05 gram. Kemudian pada rata-rata bobot kering total jenis tanaman lainnya adalah pada S. ovalis memiliki bobot kering total tertinggi setelah S. selanica yaitu pada perlakuan naungan 60% (4,65 gram) berbeda nyata dari perlakuan naungan 40%, 20% dan 0% rata-rata bobot kering total masing-masing sebesar 3,32 gram, kemudian 2,71 gram dan 1,04 gram. Sedangkan bobot kering total S. leprosula pada masing-masing perlakuan naungan sebesar 3,56 gram pada naungan 60% sedangkan 3,54 gram dari hasil rata-rata perlakuan naungan 40% yang tidak berbeda nyata antara keduanya, sementara 2,82 gram pada perlakuan naungan 20% dan 2,70 gram pada perlakuan naungan 0%. Bobot kering total rata-rata terendah pada jenis tanaman S. mecistopteryx bobot kering total pada masing-masing perlakuan naungan yaitu 4,05 gram pada perlakuan naungan 60% berbeda nyata dari 2,38 gram perlakuan naungan 40% sedangkan 2,21 gram dan 0,81 gram pada perlakuan naungan 20% dan 0%. Tabel 6 Nilai Bobot kering total (gram) Jenis Naungan 0% 20% 40% 60% S. leprosula 2,70 efgh 2,82 efgh 3,54 def 3,56 de S. mecistopteryx 0,81 i 2,21 gh 2,38 fgh 4,05 dc S. ovalis 1,04 i 2,71 efgh 3,32 defg 4,65 c S. selanica 2,05 h 4,09 dc 6,59 b 8,76 a Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan) Pengaruh intensitas cahaya terhadap nisbah pucuk akar (NPA) Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 2 menyatakan bahwa nisbah pucuk akar (NPA) berpengaruh nyata pada tingkat naungan terlihat bahwa rata-rata nilai nisbah pucuk akar sedikit berbeda setiap perlakuan naungan berdasarkan uji lanjut Duncan (Tabel 7). S. selanica memiliki rata-rata nisbah pucuk akar tertinggi pada taraf naungan 60% yaitu 2,10 yang tidak berbeda nyata dari perlakuan naungan 40% sebesar 1,98, namun berbeda nyata pada perlakuan naungan 20% sebesar 1,23 dan 0% sebesar 0,97 sedangkan pada S. mecistopteryx antara perlakuan naungan 60% (1,92) dan naungan 40% (1,12) berbeda nyata. Sementara perlakuan

31 18 naungan 20% (1,02) dan naungan 0% (0,65) tidak berbeda nyata. Sementara S. ovalis memiliki NPA tertinggi pada taraf naungan 60% sebesar 1,59 yang berbeda nyata pada perlakuan naungan 40% yaitu sebesar 1,10 dan rata-rata taraf naungan 20% (1,09) tidak berbeda nyata dari naungan 0% (0,71). Pada S. leprosula memiliki rata-rata nilai NPA sedikit lebih kecil dari pada jenis yang lain, pada perlakuan naungan 60% memiliki NPA 1,02 tidak berbeda nyata dari nilai NPA naungan 40% yaitu sebesar 0,92, naungan 20% sebesar 0,76 dan dari naungan 0% yaitu 0,69. Tabel 7 Nisbah pucuk akar Jenis Naungan 0% 20% 40% 60% S. leprosula 0,69 d 0,76 d 0,92 d 1,02 d S. mecistopteryx 0,65 d 1,02 d 1,12 dc 1,92 abc S. ovalis 0,71 d 1,09 cd 1,10 cd 1,59 a S. selanica 0,97 d 1,23 bcd 1,98 ab 2,10 a Keterangan : Huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 95% (Uji Duncan) 4.2 Pembahasan Intensitas cahaya pada lokasi penelitian memiliki intensitas cahaya yang tinggi pada awal bulan penelitian (Agustus) sedangkan pada bulan September intensitas cahaya mengalami penurunan, penurunan intensitas cahaya pada bulan September disebabkan bulan September memasuki peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan sehingga penurunan dalam pengukuran intensitas cahaya. Sedangkan pada awal bulan Oktober intensitas cahaya mengalami peningkatan, akibat fluktuasi cuaca pada musim peralihan yang terkadang terjadi panas dan hujan akan tetapi pada akhir bulan Oktober memasuki musim penghujan sehingga intensitas cahaya mengalami penurunan sampai dengan akhir penelitian. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh cuaca sekitar, dengan cuaca cerah maka intensitas cahaya akan tinggi. Tingkat intensitas cahaya berbading terbalik dengan tingkat keawanan jika pada hari pengukuran tingkat keawanan tinggi maka pengukuran intensitas cahaya akan rendah. Intensitas cahaya terendah pada sore hari sedangkan rata-rata intensitas cahaya pada siang hari merupakan intensitas cahaya tertinggi. Intensitas cahaya berpengaruh dengan parameter suhu udara, sedangkan suhu udara akan mempengaruhi tingkat kelembaban relatif.

32 19 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan naungan (intensitas cahaya) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ke-4 anakan meranti merah yaitu S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica yang diukur dengan parameter pertumbuhan tinggi, diameter, pertambahan jumlah daun, bobot kering total dan nisbah pucuk akar. Intensitas cahaya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan melalui proses fotosintesis, mekanisme membuka dan menutup stomata, sintesis klorofil dan diferensiasi sel yang dinyatakan dengan pertambahan tinggi, diameter, ukuran daun, struktur daun dan batang (Kramer dan Kozlowski 1960). Intensitas cahaya berkaitan dengan suhu dan kelembaban, peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan suhu dan menurunkan kelembaban relatif sehingga peningkatan tersebut mempengaruhi tingkat evaporasi yang menyebabkan peningkatan kekeringan dan ketersediaan air tanah sehingga akan meningkatkan transpirasi tanaman (Safitri 2004). Perubahan suhu dan kelembaban berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman dan proses fisiologi seperti fotosintesis, respirasi, aktivitas enzim. Jika suhu udara terlalu tinggi maka peningkatan laju respirasi dan rusaknya jaringan muda yang akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan tunas muda, sementara suhu udara terlalu rendah akan menghambat aktivitas enzim pertumbuhan. Sedangkan kelembaban optimal akan meningkatkan penyerapan air dan menurunkan laju transpirasi (Kozlowski et al. 1991). Intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi, batang, jumlah daun, bobot kering total dan nisbah pucuk akar pada S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica. Sedangkan interaksi naungan dan jenis berpengaruh nyata kecuali pada nisbah pucuk akar (Tabel 2). Pertambahan tinggi terbesar setiap jenis adalah pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) tetapi tidak berbeda nyata dari naungan 40% (intensitas cahaya 60%) sedangkan terhadap naungan 20% (intensitas cahaya 80%) dan 0% (intensitas cahaya 100%) berbeda nyata. Perbedaan tersebut karena dari keempat jenis adalah termasuk jenis tanaman toleran sehingga semuanya memerlukan naungan saat perkembangan anakan sampai dengan anakan siap tanam di lapangan. Sedangkan kondisi pada kedaaan terbuka naungan 0% (intensitas

33 20 cahaya 100%) pertumbuhan keempat jenis terhambat dan mengalami gejala daun kekuningan. Menurut Soerianegara dan Lemmens (1993) jenis-jenis Shorea spp adalah jenis toleran yang sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi, penerimaan intensitas cahaya tinggi akan merubah warna daun, peningkatan suhu tanah dan tidak aktifnya mikoriza. Perubahan warna daun menjadi kekuningan akibat zat hijau daun beroksidasi dengan intensitas cahaya tinggi (Salissbury dan Ross 1995). Pengaruh intensitas cahaya pada S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica berbeda-beda tetapi secara umum S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica memiliki pertumbuhan lebih baik berdasarkan hasil pengukuran pertumbuhan dengan parameter tinggi, diameter, jumlah daun, bobot kering total dan nisbah pucuk akar pada naungan 60% atau pada intensitas cahaya 40% dengan lux intensitas cahaya yang diterima tanaman dengan suhu 29,91 C dan kelembaban 82,73%. Hal ini sesuai pendapat Soerianegara dan Lemmens (1993) bahwa pertumbuhan optimal Shorea spp pada naungan 55% 75% dan pada suhu C sedangkan menurut Bunning et al bahwa intensitas cahaya tidak langsung setara dengan lux, sementara pada intensitas cahaya penuh dibawah sinar matahari langsung setara dengan lux. Pemberian naungan (intensitas cahaya) tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi mempunyai pengaruh terhadap iklim mikro seperti suhu dan kelembaban. Naungan 0% (intensitas cahaya 100%) meningkatkan suhu dan kelembaban menurun menjadi faktor penghambat pertumbuhan anakan Shorea spp yang merupakan jenis toleran naungan. Suhu meningkat dan kelembaban menurun menyebabkan meningkatnya laju evapotranspirasi sehingga jaringan tumbuhan mengalami kekurangan air. Menurut Gardner et al. (1991) air dalam jaringan tumbuhan merupakan penghasil karbohidrat (C 6 H ) dalam proses fotosintesis di daun dan medium transpor zat terlarut organik dan anorganik yang akan disalurkan ke seluruh bagian dalam tumbuhan. Berkurangnya air dalam jaringan tumbuhan mengakibatkan pembentukan karbohidrat, pembelahan sel meristem terhambat sehingga pertambahan tinggi, diameter terhambat dan daun menjadi kering dengan ukuran daun lebih kecil

34 21 sedangkan perakaran mengalami pemanjangan akibat potensial air dalam jaringan berkurang menyebabkan absorbsi terus-menerus dalam tanah oleh sistem akar untuk menyeimbangkan potensial air dalam jaringan. Interaksi antara intensitas cahaya dengan jenis tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan yang diukur yaitu pertambahan tinggi, diameter dan jumlah daun tanaman, bobot kering total (Tabel 2). Berdasarkan analisis ragam pertambahan tinggi, diameter dan jumlah daun tanaman terbaik pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) dan 40% (intensitas cahaya 60%) akan tetapi tidak berbeda nyata antara keduanya sedangkan pada naungan 0% (intensitas cahaya 100%) dan 20% (intensitas cahaya 80%) tanaman tampak kerdil, gugur dan layu. Hal ini disebabkan pemberian intensitas cahaya di atas normal pada jenis-jenis toleran naungan akan menurunkan kapasitas fotosintesis, kejenuhan cahaya, laju asimilasi neto dan kandungan klorofil per satuan luas daun sehingga akan merusak sistem pigmen kemudian daun kekuningan dan gugur (Gardner et al. 1991). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Soerianegara (1991) yang meneliti tentang pengaruh intensitas cahaya dan pemupukan terhadap pertumbuhan anakan Hopea mengarawan. Sedangkan menurut Soerianegara (1991) intensitas cahaya yang kuat lebih merangsang pertumbuhan sistem akar. Pada intensitas cahaya kuat pada tanaman toleran naungan pertumbuhan batang rendah dan kecil, percabangan sedikit sehingga asimilat (hasil fotosintesis) yang diperlukan untuk pertumbuhan juga sedikit dan sisanya kemudian disalurkan ke akar sementara anakan yang tumbuh di bawah intensitas cahaya rendah, batang tumbuh lebih baik, permukaan luas batang lebih besar sehingga membutuhkan asimilat dalam jumlah lebih banyak dan akar mendapat bagian yang lebih sedikit. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhi kegiatan fisiologi. Kegiatan fisiologi mengendalikan mekanisme pertumbuhan sehingga tingkat respon fisiologi terhadap faktor-faktor luar ditentukan oleh derajat toleransi pohon yang bersifat genetik (Kramer dan Kozlowski 1960). Parameter pertumbuhan tanaman yang berhubungan dengan pengaruh lingkungan yaitu bobot kering total atau biomassa.

35 22 Biomassa adalah parameter penting yang dapat mewakili tanaman dikatakan tumbuh secara optimal sebab biomassa menggambarkan hasil fotosintesis yang dipengaruhi laju asimilasi bersih dan luas daun pertanaman yang dinyatakan dengan nilai bobot kering tanaman setelah dilakukan pengeringan sehingga pertumbuhan tanaman berbanding lurus dengan nilai biomasssa tanaman tersebut (Sitompul dan Guritno 1995). Berdasarkan analisis ragam bobot kering total pada keempat jenis meranti merah (Tabel 2) menunjukkan bahwa pengaturan naungan berpengaruh nyata terhadap bobot kering total. Bobot kering meningkat dengan meningkatnya persentase naungan (Tabel 6). Bobot kering tertinggi pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) pada naungan dengan persentase tinggi maka jumlah daun dan luas permukaan daun lebih tinggi dari pada naungan dengan persentase rendah. Dengan demikian bahwa pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%). berlangsung metabolisme pertumbuhan dengan menyerap unsur hara dan proses fotosintesis berlansung secara lebih baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Djamhuri dan Soekotjo (1986) yang menyatakan bahwa pada intensitas cahaya di atas atau di bawah optimal menyebabkan penurunan bobot kering total. Pengukuran parameter pertumbuhan juga dilakukan dengan mengukur nisbah pucuk akar (NPA). nisbah pucuk akar dapat menunjukkan kondisi fisiologi suatu tanaman, karena nilai tersebut tersusun atas nilai total produksi pertumbuhan yaitu berat kering pucuk dan perakarannya. Perkembangan pucuk dan akar yang seimbang akan memperkuat tanaman karena perkembangan akar mampu menompang perkembangan pucuk tanaman (Wibisono 2009) Berdasarkan hasil lanjut Duncan (Tabel 7) nilai rata-rata NPA tertinggi pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) sebesar 2,10 sedangkan terendah yaitu pada naungan 0% (intensitas cahaya 100%) sebesar 0,65 nilai tersebut menandakan bahwa pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) pertumbuhan bagian pucuk lebih tinggi dari pada akar sehingga pada naungan 60% (intensitas cahaya 40%) dapat dikatakan mengalami pertumbuhan lebih baik, sesuai dengan kualifikasi Duryea dan Brown (1984) yang menyatakan bahwa kemampuan hidup

36 23 semai terbaik pada umumnya terjadi pada nisbah pucuk 1 3. Sedangkan pada naungan 0% (intensitas cahaya 100%) pertumbuhan akar lebih tinggi dari pada pertumbuhan bagian pucuk. Hal ini sesuai dengan penelitian Soerianegara (1991) yang menyatakan bahwa dengan meningkatnya intensitas cahaya maka akan menurunkan ratio pucuk akar dan pada intensitas cahaya tinggi lebih merangsang pertumbuhan akar sedangkan daun mengalami fotooksidasi sehingga pertumbuhan daun rendah, sementara pada intensitas cahaya rendah akan merangsang pertumbuhan daun sehingga daun lebih banyak dan meningkatkan nilai NPA. Laju pertumbuhan dari anakan S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica dari parameter pertumbuhan yang diukur yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, bobot kering total dan nisbah pucuk akar S. selanica menunjukkan pertumbuhan terbaik sedangkan S. mecistopteryx menunjukkan performa pertumbuhan kurang baik terhadap perlakuan naungan (intensitas cahaya).

37 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Intensitas cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica. Semakin tinggi intensitas cahaya maka semakin berkurang laju pertumbuhan dan biomassa. 2. Intensitas cahaya 100% menyebabkan daun kekuningan, gugur, kematian beberapa anakan dan laju pertumbuhan terhambat terhadap anakan S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica. 3. S. selanica merupakan jenis dengan adaptasi terbaik terhadap intensitas cahaya 40% atau naungan 60%. 4. Intensitas cahaya optimal dalam penanaman jenis S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica adalah intensitas cahaya 40% atau naungan 60%. 5.2 Saran 1. Penanaman S. leprosula, S. mecistopteryx, S. ovalis dan S. selanica sebaiknya dilakukan pada intensitas cahaya 40% (naungan 60%). 2. Perlu dilakukan penelitian dengan intensitas cahaya berbeda terhadap jenis meranti merah lainnya.

38 DAFTAR PUSTAKA Al Rasyid H, Marfuah, Wijayakusumah H, Hendrawan D Vademikum Dipterocarpaceae. Jakarta: Departemen kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Ashton P IUCN Red List of Threatened Species. Version [2 Des 2011]. Ardie SW Pengaruh intensitas cahaya dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan pembungaan Hoya diversifolia Blume [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor Bunning E, Moser I Interference of moonlight with the photoperiodic measurement of time by plants, and their adaptive reaction. Maltzahn V, editor. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America ; USA, 2 Des Germany: Institute of Biology, University of Tubingen. hlm [Dephut] Departemen Kehutanan Statistik Kehutanan Indonesia Jakarta: Dephut RI. Djamhuri E, Soekotjo W Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Anakan Shorea pinanga di Persemaian Kampus IPB Darmaga Bogor. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Duryea ML, Brown N Seedling Physiology and Reforestation Success. Boston: DRW Juck Publisher. Gardner FP, Brent R, Rogern P, Mitchell L Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. Kobayashi S Rehabilitation of Degraded Tropical Forest Ecosystems Project. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR). Kozlowski TT, Kramer PJ Physiology of Trees. New York. McGraw-hill Book Co. Kozlowski TT, Kramer PJ, Pallardy SG The Physiological Ecology of Woody Plants. San Diego: Academic Press. Matjik AA, Sumertajaya IM Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor. IPB Press. [PROSEA] Plant Resources of South East Asia Latihan Mengenal Pohon Hutan : Kunci Identifikasi dan Fakta Jenis. Seri Pengembangan PROSEA No.5(2). Bogor: Yayasan PROSEA Indonesia

39 26 [PROSEA] Plant Resources of South East Asia Pedoman Identifikasi Pohon-Pohon Dipterocarpacea: Pulau Kalimantan. Bogor: Yayasan PROSEA Indonesia Rudjiman, Dwi TA Identification manual of Shorea spp. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Safitri WK Respon anakan jenis mahoni (Swietenia macrophylla King), meranti merah (Shorea selanica BI), Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dan mangium (Acacia mangium Willd) terhadap perubahan intensitas radiasi surya [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB, Ross CW Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Lukman D, Sumaryono, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology 4 th Edition. Salisbury FB, Ross CW Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Lukman D, Sumaryono, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology 4 th Edition. Sitompul SM, Guritno B Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press Soerianegara I, Lemmens RHMJ Plant Resources of South-East Asia No. 5(1) Timber Trees: Major Commercial Timber. Wageningen: Pudoc Scientific Publishers. Soerianegara I Pengaruh Intensitas Cahaya dan Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Anakan Hopea mengarawan Miq Pada Tanam Latosol dan Podsolik Merah Kuning. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sugito Y Ekologi Tanaman. Malang: Unibraw Press. Wati NH Pertumbuhan Shorea leprosula Miq dan Shorea parvifolia Dyer dalam Sistem Silvikultur TPTI Intensif (Studi Kasus di Areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Sungai Seruyan Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Wibisono HS Pemanfaatan (Mhbs) dan fungi mikoriza arbuskula (FMA) untuk meningkatkan pertumbuhan semai gmelina (Gmelina arborea Roxb.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

40 LAMPIRAN

41 28 Lampiran 1 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Perlakuan <.0001 Galat Total Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Naungan (N) <.0001 Jenis Tanaman (JT) <.0001 N*JT Lampiran 2 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan diameter Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Perlakuan <.0001 Galat Total Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Naungan (N) <.0001 Jenis Tanaman (JT) <.0001 N*JT Lampiran 3 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan jumlah daun Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Perlakuan <.0001 Galat Total Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Naungan (N) <.0001 Jenis Tanaman (JT) <.0001 N*JT

42 29 Lampiran 4 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot kering total Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Perlakuan <.0001 Galat Total Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Naungan (N) <.0001 Jenis Tanaman (JT) <.0001 N*JT <.0001 Lampiran 5 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertambahan nisbah pucuk akar Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Perlakuan <.0001 Galat Total Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F hit P-value Naungan (N) <.0001 Jenis Tanaman (JT) N*JT

43 30 Lampiran 6 Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap pertumbuhan tinggi Duncan's Multiple Range Test Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Duncan Grouping Nilai Tengah N N*JT A SS A A SS A A SL A A SL A A SO B SL B C B SO C B C B D SM C B D C B D SS C B D C B D SO C D C D SM D E D SS E F E SL F E F E SO F F G SM G G SM

44 31 Lampiran 7 Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap pertambahan diameter Duncan's Multiple Range Test Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Duncan Grouping Nilai Tengah N N*JT A SO B SM B B SM B B SS B B SO B C B SL C B C B D SS C D C D SO C D C D SS C D C E D SS C E D C F E D SL F E D F E D SL F E D F E D SO F E D F E D SM F E F E SM F F SL

45 32 Lampiran 8 Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap jumlah daun Duncan's Multiple Range Test Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Duncan Grouping Nilai Tengah N N*JT A SS A B A SS B A B A SS B A B A C SO B A C B A C SO B A C B A C SO B C B C SL B C B C SL B C B C SL B C B C SL B C B C SO C D C SM D C D C SSD D SM D D SM E SM

46 33 Lampiran 9 Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap bobot kering total Duncan's Multiple Range Test Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Duncan Grouping Nilai Tengah N N*JT A SS B SS C SO C D C SS D C D C SM D D E SL D E D E F SL D E F D G E F SO G E F H G E F SL H G E F H G E F SO H G E F H G E F SL H G F H G F SM H G H G SM H H SS I SO I I SM

47 34 Lampiran 10 Beda perlakuan pada hasil uji Duncan terhadap nisbah pucuk akar Duncan's Multiple Range Test Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95 %. Duncan Grouping Nilai Tengah N N*JT A SO A A SS A A SS A A SO A A SM A B A SM B A B A SL B A B A C SS B A C B A C SL B A C B D A C SO B D C B D C SM D C D C SL D D SM D D SS D D SO D D SL

48 35 Lampiran 11 Anakan meranti merah pada berbagai tingkat naungan: (A) Shorea leprosula, (B) Shorea ovalis, (C) Shorea mecistopteryx, (D) Shorea selanica. A B 20% 40% 60% 20% 40% 0% 0% 60% C D 0% 20% 40% 60% 0% 20% 40% 60%

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data penelitian yang diperoleh pada penelitian ini berasal dari beberapa parameter pertumbuhan anakan meranti merah yang diukur selama 3 bulan. Parameter yang diukur

Lebih terperinci

Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume dan Shorea selanica

Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley, Shorea ovalis (Korth) Blume dan Shorea selanica JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA 22 Andi Sukendro et al. J. Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 01 April 2012, Hal. 22 27 ISSN: 2086-8227 Respon Pertumbuhan Anakan Shorea leprosula Miq, Shorea mecistopteryx Ridley,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering dan NPA dari semai jabon pada media tailing dengan penambahan arang

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Lokasi pengambilan tailing dilakukan di PT. Antam UPBE Pongkor dan penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter batang, panjang buku, jumlah buku, jumlah daun,

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Objek yang digunakan pada penelitian adalah tanaman bangun-bangun (Coleus amboinicus, Lour), tanaman ini biasa tumbuh di bawah pepohonan dengan intensitas cahaya yang

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perlakuan kadar air media (KAM) dan aplikasi paclobutrazol dimulai pada saat tanaman berumur 4 bulan (Gambar 1a) hingga tanaman berumur 6 bulan. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI

KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI KAJIAN PERTUMBUHAN STEK BATANG SANGITAN (Sambucus javanica Reinw.) DI PERSEMAIAN DAN LAPANGAN RITA RAHARDIYANTI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.1. Jumlah Daun Tanaman Nilam (helai) pada umur -1. Berdasarkan hasil analisis terhadap jumlah daun (helai) didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 1. di bawah ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Perlakuan bibit pada kondisi tergenang

BAB III METODOLOGI Perlakuan bibit pada kondisi tergenang BAB III METODOLOGI 1.1 Tempat dan waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB selama 4 bulan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan April

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi, diameter, berat kering total (BKT) dan nisbah pucuk akar (NPA). Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Umum Penelitian Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI 1 KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI (Tectona grandis) Ferdi Asdriawan A.P (20110210016) Prodi Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bulan Februari 230 Sumber : Balai Dinas Pertanian, Kota Salatiga, Prov. Jawa Tengah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bulan Februari 230 Sumber : Balai Dinas Pertanian, Kota Salatiga, Prov. Jawa Tengah. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas adalah pengamatan yang digunakan untuk mendukung hasil pengamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

I.MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I.MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I.MATERI DAN METODE 1.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga Februari 2014. Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK DAUN DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT GAHARU Gyrinops verstegii (Gilg) Domke DI BAWAH CEKAMAN AIR.

PENGARUH PUPUK DAUN DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT GAHARU Gyrinops verstegii (Gilg) Domke DI BAWAH CEKAMAN AIR. PENGARUH PUPUK DAUN DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT GAHARU Gyrinops verstegii (Gilg) Domke DI BAWAH CEKAMAN AIR. Anggreine H. Mentang 1), J. A. Rombang 2), M. T. Lasut 2), A. Thomas 2). THE INFLUENCE

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertambahan Tinggi Bibit Tanaman (cm) Hasil pengamatan terhadap pertambahan tinggi bibit kelapa sawit setelah dilakukan sidik ragam (lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor petak

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-.

~. ~ ~ ~, ~~~~ ~~ ~~ ~ ~,~-. ~~ ~ ~,~-. ~.~~.~~~~. ~.~.~ ~.. ARIF BUDIMAN (E.01496103). Pengaruh Hormon IBA Terhadap Pertumbuhan Stek Slrorea baiangeran Korth. Pada Medium Air (Water Rooting System). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Supriyanto.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Indikator pertumbuhan dan produksi bayam, antara lain: tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut:

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian 5 2 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm. 14-19 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK DAN KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) PADA MEDIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu pengambilan Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap pengambilan Bio-slurry dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH :

RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH : RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PEMBERIAN ABU JANJANG KELAPA SAWIT DAN PUPUK UREA PADA MEDIA PEMBIBITAN SKRIPSI OLEH : SARAH VITRYA SIDABUTAR 080301055 BDP-AGRONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Vegetatif Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan menunjukkan tidak ada beda nyata antar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah sistem silvikultur yang digulirkan sebagai alternatif pembangunan hutan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali dengan pemilihan pohon

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL LIMA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA TIGA KETINGGIAN TEMPAT

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL LIMA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA TIGA KETINGGIAN TEMPAT 342 JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 4 SEPTEMBER-2013 ISSN: 2338-3976 RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL LIMA VARIETAS MELON (Cucumis melo L.) PADA TIGA KETINGGIAN TEMPAT GROWTH AND YIELD RESPONSE OF FIVE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

JUPE, Volume 1 ISSN Desember PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.

JUPE, Volume 1 ISSN Desember PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L. PENGARUH PARANET PADA SUHU DAN KELEMBABAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.) Husnul Jannah Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, FPMIPA IKIP Mataram E-mail: nung_okas@gmail.com

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertambahan Tinggi Bibit (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa interaksi pupuk kompos TKS dengan pupuk majemuk memberikan pengaruh yang tidak nyata

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN BIBIT Avicennia marina PADA BERBAGAI INTENSITAS NAUNGAN

PERTUMBUHAN BIBIT Avicennia marina PADA BERBAGAI INTENSITAS NAUNGAN PERTUMBUHAN BIBIT Avicennia marina PADA BERBAGAI INTENSITAS NAUNGAN SKRIPSI Oleh : SANGAPTA RAS KELIAT 081202039/ BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu semai bibit tomat sampai tanaman dipindahkan di polybag adalah 3 minggu. Pengukuran tinggi tanaman tomat dimulai sejak 1 minggu setelah tanaman dipindahkan

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour

PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour PENGARUH KONDISI RUANG, FREKUENSI DAN VOLUME PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERIODE LAYAK DISPLAY Dracaena marginata Tricolour Oleh : Ita Lestari A34301058 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Hidup Eksplan Jumlah eksplan jelutung yang ditanam sebanyak 125 eksplan yang telah diinisiasi pada media kultur dan diamati selama 11 minggu setelah masa tanam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA RESPON PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA JENIS AKASIA (Acacia spp) TERHADAP FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA SKRIPSI Oleh : ROMMEL PARDOSI 041202018/BUDIDAYA HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PRODUKSI DAUN MURBEI (Kanva-2) DAN KUALITAS KOKON ULAT SUTERA (Bombyx mori L.) HENDRA EKO SUTEJA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata, NESS) AKIBAT NAUNGAN DAN SELANG PENYIRAMAN AIR

RESPON TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata, NESS) AKIBAT NAUNGAN DAN SELANG PENYIRAMAN AIR EMBRYO VOL. 4 NO. 2 DESEMBER 2007 ISSN 0216-0188 RESPON TANAMAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata, NESS) AKIBAT NAUNGAN DAN SELANG PENYIRAMAN AIR Sinar Suryawati 1, Achmad Djunaedy 1, Ana Trieandari 2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Jati Tanaman selama masa hidupnya menghasilkan biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Perubahan akumulasi biomassa akan terjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Capsicum annuum L. merupakan tanaman annual berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 cm, memiliki akar tunggang yang sangat kuat dan bercabang-cabang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

STAF LAB. ILMU TANAMAN

STAF LAB. ILMU TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN CAHAYA Faktor esensial pertumbuhan dan perkembangan tanaman Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi Fotosintesis

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci